1
ANALISA TEGANGAN DAN DEFLEKSI PADA PELAT DUDUKAN PEMINDAH TRANSMISI TIPE FLOOR SHIFT DENGAN RIB DAN TANPA RIB Syamsul Arif, Yohanes Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak—Mekanisme pemindah transmisi adalah alat untuk memindahkan rasio gigi transmisi dari ruang kemudi. Mekanisme pemindah transmisi tipe Floor Shift terdiri dari tuas pemindah yang dihubungkan dengan kabel-kabel baja. Kriteria mekanisme pemindah transmisi adalah mudah saat pengoperasiannya, mudah ketika dipindahkan tidak macet, gaya pemindahannya kecil, tidak menimbulkan suara brisik dan mekanismenya rigid. Dari studi lapangan ditemukan beberapa permasalahan sulitnya gigi transmisi dipindahkan, salah satu faktornya adalah landasan mekanisme pemindah yang kurang kaku dan mengalami defleksi. Tujuan dari penelitian ini adalah memperbaiki mekanisme pemindah transmisi menjadi mudah dan diharapkan dapat dibuat landasan ringan tapi kaku serta menganalisa pengaruh penambahan Rib terhadap defleksi dan tegangan dari pelat landasan mekanisme pemindah transmisi dengan metode elemen hingga dengan bantuan software yang mampu mengetahui distribusi tegangan dan defleksi pada pelat landasan. Dari hasil pengukuran dengan dial indicator defleksi diketahui 1-2mm. Dari hasil analisa elemen hingga diketahui defleksi terbesar 1.6595mm, setelah penambahan dengan dua model rib yaitu Single rib dan Double side rib dapat disimpulkan Double side rib lebih baik karena mampu mengurangi defleksi hingga 0.3418mm
vertikal, sehingga untuk θ in yang sama menghasilkan θ out lebih kecil. Dan perpindahan sudut total dari tuas transmisi semakin besar. Agar mejadi lebih rigid dan tidak mudah terdefleksi salah satu caranya adalah pemberian Rib yang bertujuan untuk mengurangi defleksi yang timbul pada plat penopang pada saat tuas pemindah dipergunakan.
Gambar 1.1 mekanisme pemindah pada kondisi rigid
Kata Kunci— defleksi,tegangan,rib,elemen hingga I. PENDAHULUAN EKANISME pemindah transmisi berfungsi untuk Mmemudahkan pengemudi untuk memilih tingkat transmisi yang diinginkan dari ruang kemudi. Syarat dan kriteria yang baik dari mekanisme pemindah transmisi adalah mudah saat pengoperasiannya, lancar dipindahkan atau tidak macet. Jadi kemudahan adalah syarat mutlak yang harus dimiliki mekanisme pemindah transmisi karena berhubungan langsung dengan kenyaman pengemudi. Berdasarkan studi lapangan pada kendaraan multi guna pedesaan berjenis pickup, ditemukan permasalahan yaitu gigi transmisi sulit dipindahkan terutama pada kondisi mundur, salah satu penyebabnya adalah pelat penopang pemindah transmisi yang kurang rigid dan mengalami defleksi, sehingga perpindahan sudut pada lever transmisi berkurang akibatnya rasio transmisi tidak mau berpindah gambar 1.1 dan 1.2 yaitu menjelaskan hypotesa dari plat yang rigid kemudian mengalami defleksi. Kondisi 1.1 Menunjukkan bahwa perpindahan sudut pada (θ in ) sama besar dengan (θ out ), karena panjang R1 dan L1 sama panjang, sedangkan kondisi 1.2 menunjukkan posisi netral tuas bergeser dari posisi
Gambar 1.2 mekanisme pemindah pada kondisi fleksible
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang muncul pada penelitian ini adalah Membuat model elemen hingga dari pelat penopang sistem transmisi tanpa rib dengan rib yang jumlah dan posisinya divariasikan, menganalisa distribusi tegangan dan defleksi dari pelat penopang pemindah transmisi jumlah dan posisinya divariasikan. Tujuan dari penelitian ini adalah Memperbaiki mekanisme pemindahan gigi transmisi menjadi mudah dan ringan, mengetahui karakteristk pengaruh penambahan Rib terhadap defleksi dan tegangan, memberikan rekomendasi untuk pemberian rib yang sesuai pada pelat dudukan. II. METODE PENELITIAN 2.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir
2 membaginya dalam elemen-2 kecil (finite elemen atau elemen hingga) yang terhubung oleh titik-titik (nodes) yang digunakan oleh elemen-elemen tersebut dan sebagai batas dari struktur/ objek. 5. Terapkan kondisi batas, kondisi awal dan pembebanan. B. Solution Phase Memecahkan satu set persamaan aljabar linier atau non linier secara cepat untuk mendapatkan hasil nodal seperti nilai perpindahan pada nodal-nodal yang berbeda atau nilai temperatur pada nodalnodal yang berbeda dalam masalah perpindahan panas C. Postprocesssing Phase Pada sesi ini kita akan mendapatkan informasi penting lainnya. Seperti nilai tegangan (stress) dalam analisa statik, distribusi kecepatan meknika fluida, distribusi temperatur dan lain-lain.
Gambar 3.1. Diagram Alir Tugas Akhir
2.2 Metode Elemen Hingga Metode Elemen Hingga (Finite Element Method / FEM) adalah suatu metode numerik dengan tujuan memperoleh pemecahan pendekatan dari suatu persamaan diferensial parsial (Partial Differential Equation, PDE). Metode elemen hingga menggunakan pendekatan secara numerik untuk memperoleh suatu solusi dari bentuk geometri yang sederhana sampai yang rumit., yaitu membagi-bagi geometri model menjadi elemen-elemen sederhana seperti terlihat pada gambar 2.8
Guna Guna mendapatkan data yang kita butuhkan diperlukan peralatan sebagai berikut: a. Timbangan pegas Manual b. Jangka sorong c. Busur d. Dial gauge indicator 2.3 Proses pengambilan data Berikut hasil pengambilan data seberapa besar masa yang diberikan agar lever transmisi dapat bergerak maksimum.
Gambar 3.3 Pengambilan gaya pada lever transmisi
Table tabel 2.1 hasil pengambilan data pada lever transmisi Lever Gambar 3.2 Permodelan Suatu Benda menggunakan Metode Elemen Hingga[7]
2.2.1 Langkah Dasar dalam Metode Elemen Hingga Langkah-langkah dasar dalam finite element analysis adalah sebagai berikut[9]: A. Processing Phase 1. Membuat dan menentukan daerah yang akan diselesaikan menggunakan elemen hingga, kemudian menguraikan masalah menjadi nodalnodal dan elemen-elemen. 2. Mengasumsikan bentuk fungsi untuk menggambarkan sifat fisik dari sebua elemen, yang merupakan pendekatan fungsi kontinyu yang diasumsikan untuk menggambarkan solusi dari sebua elemen. 3. Menyelesaikan persamaan untuk sebuah elemen 4. Menyatukan elemen-elemen untuk menghadirkan keseluruhan masalah. Membentuk matrik kekakuan global discretize. Diskritisasi adalah proses pemodelan dari struktur/ objek dengan
Kiri
Kanan
I
4kg
4kg
II
8kg
10kg
Berikut hasil pengambilan data dari masing-masing posisi kecepatan berupa sudut pada Tuas transmisi dan Lever transmisi : Table 2.2 posisi dan sudut tuas transmisi Posisi dan sudut Posisi dan sudut lever Transmisi Keterangan tuas Transmisi (pandangan atas) 1 2
Posisi gigi pertama
3
Posisi gigi kedua
Posisi gigi ketiga
Posisi gigi kedua
Posisi gigi ketiga
Posisi gigi keempat Posisi gigi keempat
Posisi gigi mundur (Reverse )
2.3.1 Pengambilan data defleksi pada pelat dudukan Berikut gambar pengambilan data defleksi pada plat dudukan mekanisme pemindah transmisi degan menggunakan dial gauge indikator.
Posisi gigi mundur (Reverse)
2.4 Rencana penambahan rib pengkaku dengan Single rib dan Double side rib: 2.4.1 Rencana penambahan rib pengkaku dengan Single rib pada pelat dudukan
Gambar 3.5 Rencana posisi dan susunan rib pengkaku yang divariasikan untuk mengurangi defleksi. Gambar 3.4 Proses pengambilan data defleksi
Berikut adalah hasil defleksi pelat dudukan disetiap posisi, yang nantinya sebagai perbandingan apakah defleksi pada kondisi aktual sesuai dengan defleksi pemodelan yang dibuat. Tabel 4.4 hasil pengukuran defleksi dari masing-masing posisi Posisi Defleksi (δ) 1 0.4 mm 2 0.2 mm 3 0.2 mm 4 0.2 mm mundur 1-2 mm 2.3.2 Skema pemberian gaya pada tuas transmisi Skema pemberian gaya, yang nantinya sebagai data masukan untuk software analisa elemen hingga. Table 4.3 pemberian gaya inputan pada tuas pemindah transmisi Posisi dan Keterangan skema pemberian gaya Posisi gigi pertama
Gambar 3.6 Dimensi Single rib
2.4.1 Rencana penambahan rib pengkaku dengan Double side rib pada pelat dudukan
Gambar 3.7 Rencana posisi rib pengkaku yang divariasikan untuk mengurangi defleksi.
Gambar 3.8 Dimensi Double side rib
2.5 Diagram alir analisa simulasi
4 Tahap-tahap pengerjaan diagram analisa simulasi software dapat dilihat sebagai berikut : Start
Pre processing: -
Model geometri
-
Meshing
-
Boundary condition
-
loading
-
Simulasi
-
Solution
Post processing: -
Defleksi
-
Tegangan
tidak Convergence
ya Finish
Gambar 3.10 diagram alir pemodelan
2.6 Alur Simulasi model dengan Software Dengan data-data yang telah diperoleh maka dapat diolah sebagai inputan untuk disimulasikan pada software yang dapat mengetahui defleksi dan tegangan terbesar pada plat dudukan tuas transmisi tersebut. Berikut langkah-langkah dasar simulasi elemen hingga dari software: 1. Pre processing - Model Geometri Proses untuk menggambar benda yang akan di analisa, dapat berupa 2D dan 3D. - Meshing Adalah proses membagi benda yang akan dianalisa menjadi luasan-luasan atau area-area kecil sebagai batas dari struktur atau objek. - Boundary condition Proses untuk memberi identitas pada benda yang akan kita analisa. Hal ini bertujuan untuk menentukan kondisi benda yang akan di analisa agar mendapakan hasil mendekati dengan kondisi aslinya. - loading 2. Simulasi & Solution Adalah proses analisa dan perhitungan 3. Post Processing Proses ini digunakan untuk melihat hasil analisa defleksi dan tegangan, serta animasi gerakan benda yang dianalisa dan melihat hasil perhitungan serta grafik. III. ANALISA DA N PEMBAHASAN 4.1 Properties Structural Steel Berikut data properties material dari pelat dudukan:
Density : 7850 kg/m3 Young Modulus : 2x105 Mpa Poison rasio : 0.3 Tensile yield strength : 250 Mpa Tensile ultimate strength : 460 Mpa 4.2 Defleksi dan Tegangan pelat disetiap posisi. Berikut data hasil analisa defleksi dan tegangan dari masing-masing posisi dengan menggunakan penyelesaian elemen hingga dengan software finite element : Table 4.1 defleksi dan tegangan disetiap posisi tuas untuk pelat tanpa rib Defleksi Tegangan Posisi (mm) (Mpa) 1 1.6051 16.615 2 0.53998 8.2319 3 0.8351 19.743 4 0.7788 6.4899 Reverse 1.6592 16.066 4.3 Analisa pelat dudukan dengan Single rib Pemberian Single rib secara melintang penuh dari lebar dan memvariasikan sepanjang pelat dudukan mekanisme pemindah transmisi diharapkan mampu meminimalisir defleksi sekecil mungkin. 4.3.1 Model simulasi pada posisi gigi mundur dengan n = 1 rib Pemberian rib secara melintang pada pelat dudukan mekanisme pemindah transmisi kemudian memvariasikan posisi dari Single rib tersebut agar mendapatkan defleksi terkecil yang diharapakan yaitu ≤0.5mm jika tidak tercapai defleksi yang diharapkan maka akan ditambahkan rib lagi, berikut tabel hasil dari analisa simulasi: Tabel 4.2 Defleksi dan Tegangan pada model, posisi gigi mundur, dengan n = 1 n: 1 Posisi X* Defleksi Tegangan (mm) (δ) mm (σ) Mpa * 10% X 1.1 1.6587 23.567 20%
X* 1.2
1.7037
30.117
30%
* 1.3
1.6967
29.461
1.4
1.6423
40.155
1.5
1.3353
72.698
1.6
0.5363
95.269
40% 50% 60%
X
*
X
*
X
*
X
*
70%
X
1.7
1.0435
84.645
80%
X*1.8
1.6295
45.123
90%
*
1.6643
43.143
X
1.9
Nilai yang berwarna merah pada tabel 4.2 menunjukan posisi Single rib dan kondisi dari Pelat dudukan pada model posisi gigi mundur (reverse) dengan n= 1 rib yang mengalami defleksi terkecil dan tegangan terbesar pada posisi rib X* 1.6, sekitar 60% dari panjang keseluruhan pelat dudukan. Dengan rasio perbandingan antara defleksi dengan (1.6592 −0.5363 )mm Δδ masa rib: = = 0.03406mm/gram. 𝑚𝑚
32.97 𝑔𝑔
4.3.2 Model simulasi pada posisi gigi mundur dengan n = 2 rib Menambahkan satu Single rib lagi secara melintang pada pelat dudukan mekanisme pemindah transmisi kemudian memvariasikan posisi dari Single rib
5 tersebut agar mendapatkan defleksi terkecil yang diharapakan yaitu ≤0.5 mm, berikut tabel hasil dari analisa simulasi: Tabel 4.3 Defleksi dan Tegangan pada model, posisi gigi mundur, dengan n = 2 n: 2 Posisi X* Defleksi Tegangan (mm) (δ) mm (σ) Mpa 10% X* 2.1 0.5412 94.089 20% X* 2.2 0.5454 97.782 30% X* 2.3 0.5348 91.614 * 40% X 2.4 0.5358 89.858 50% X* 2.5 0.5426 87.097 70% X* 2.7 0.5513 75.777 80% X* 2.8 0.4668 90.235 * 90% X 2.9 0.5874 97.009 Pada tabel 4.3 menunjukan posisi Single rib dan kondisi dari Pelat dudukan pada model posisi gigi mundur (reverse) dengan n = 2 rib yang mengalami defleksi terkecil dan tegangan terbesar pada posisi rib X*2.8. sekitar 80% dari panjang keseluruhan pelat dudukan. Dengan rasio Δδ perbandingan antara defleksi dengan masa rib: = (1.6592 −0.4668 )mm 65.94 𝑔𝑔
= 0.01808mm/gr.
𝑚𝑚
4.4 Analisa pelat dudukan dengan Double side rib Pemberian Double side rib dimana penambahan diberikan pada tepian dari pelat dudukan mekanisme pemindah transmisi, diharapkan mampu meminimalisir defleksi lebih baik dibandingkan dengan Single rib dikarenakan dimensi yang diperlukan lebih kecil sehingga material yang dibutuhkan juga lebih sedikit dibandingkan dengan Single rib 4.4.1Model simulasi pada posisi gigi mundur dengan n = 1 rib Pemberian rib pengkaku pada tepian sisi kanan pelat dudukan mekanisme pemindah transmisi dan memvariasikan posisi dari Double side rib agar mendapatkan defleksi terkecil yang diharapakan yaitu ≤ 0.5 mm, berikut tabel hasil dari analisa simulasi: Tabel 4.4 Defleksi dan tegangan pada model,posisi gigi mundur, dengan n=1 n= 1 rib Posisi X* Defleksi Tegangan (mm) (δ) mm (σ) Mpa 10% X* 1.1 1.6717 10.13 20% X* 1.2 1.6743 14.066 30% X* 1.3 1.6637 13.788 40% X* 1.4 1.6261 70.247 * 50% X 1.5 1.3692 163.47 60% X* 1.6 0.5967 265.96 70% X* 1.7 1.0041 229.54 80% X* 1.8 1.5492 95.772 90% X* 1.9 1.6761 27.096 Tabel 4.4 menunjukkan posisi Double side rib dan kondisi dari Pelat dudukan pada model posisi gigi mundur (reverse) dengan n = 1 rib yang mengalami defleksi terkecil dan tegangan terbesar pada posisi rib X* 1.6 sekitar 60% dari panjang keseluruhan pelat dudukan. Dengan rasio
perbandingan antara defleksi dengan masa rib: (1.6592 −0.5967)mm
4.4.2
11.775 𝑔𝑔
= 0.09023 mm/g.
Δδ 𝑚𝑚
=
Model simulasi pada posisi gigi mundur dengan n = 2 rib Menambahkan Double side rib pada tepian sisi kiri pelat dudukan mekanisme pemindah transmisi kemudian memvariasikan posisi dari Double side rib hingga mendapatkan defleksi terkecil yang diharapakan yaitu ≤0.5mm. Berikut tabel hasil dari analisa simulasi: Tabel 4.5 Defleksi dan tegangan pada model,posisi gigi mundur, dengan n=2 n= 2 rib Posisi X* Defleksi (δ) Tegangan (mm) mm (σ) Mpa 10% X* 2.1 0.59898 200.77 20% X* 2.2 0.60693 200 30% X* 2.3 0.60019 199.58 40% X* 2.4 0.58955 198.39 50% X* 2.5 0.59194 192.89 60% X* 2.6 0.58326 171.41 70% X* 2.7 0.53938 230.45 80% X* 2.8 0.68598 201.32 90% X* 2.9 0.65398 198.82
Nilai yang berwarna merah pada tabel 4.5 menunjukan posisi Double side rib dan kondisi dari Pelat dudukan pada model posisi gigi mundur (reverse) dengan n = 2 rib yang mengalami defleksi terkecil dan tegangan terbesar pada posisi rib X*2.7 sekitar 70% dari panjang keseluruhan pelat dudukan. Dengan rasio perbandingan (1.6592 −0.53938 )mm Δδ = = antara defleksi dengan masa rib: 0.04755mm/g.
𝑚𝑚
23.55 𝑔𝑔
4.4.3
Model simulasi pada posisi gigi mundur dengan n = 3 rib Menambahkan Double side rib pada tepian sisi kiri pelat dudukan mekanisme pemindah transmisi kemudian memvariasikan posisi dari Double side rib hingga mendapatkan defleksi terkecil yang diharapakan yaitu ≤0.5 mm. Berikut tabel hasil dari analisa simulasi: Tabel 4.6 Defleksi dan tegangan pada model,posisi gigi mundur, dengan n=3 rib n= 3 rib Posisi X* Defleksi Tegangan (mm) (δ) mm (σ) Mpa 10% X* 3.1 0.5406 119.83 20% X* 3.2 0.5421 119.79 30% X* 3.3 0.5427 119.77 40% X* 3.4 0.5415 119.35 50% X* 3.5 0.5423 115.26 60% X* 3.6 0.5347 102.85 80% X* 3.8 0.5309 118.18 90% X* 3.9 0.5184 119.12 Tabel diatas menunjukan posisi Double side rib dan kondisi dari Pelat dudukan pada model posisi gigi mundur (reverse) dengan n = 3 rib yang mengalami defleksi terkecil pada posisi rib X* 3.9 sekitar 80% dan tegangan terbesar pada posisi X*3.6 sekitar 60 % dari panjang keseluruhan pelat dudukan. Dengan rasio perbandingan
=
(1.6592 −0.5184 )mm 35.325 𝑔𝑔
=
4.4.4
Model simulasi pada posisi gigi mundur dengan n = 4 rib Menambahkan Double side rib pada tepian sisi kiri pelat dudukan mekanisme pemindah transmisi kemudian memvariasikan posisi dari Double side rib hingga mendapatkan defleksi terkecil yang diharapakan yaitu ≤0.5 mm, Berikut tabel hasil dari analisa simulasi: Tabel 4.7 Defleksi dan tegangan pada model,posisi gigi mundur, dengan n=4 rib n= 4 rib Posisi X* Defleksi Tegangan (mm) (δ) mm (σ) Mpa 10% X* 4.1 0.5179 118.97 20% X* 4.2 0.5185 119.13 30% X* 4.3 0.5185 118.99 40% X* 4.4 0.5182 118.74 50% X* 4.5 0.5217 114.24 60% X* 4.6 0.3418 99.908 80% X* 4.8 0.4268 118.67 90% X* 4.9 0.51388 119.28
Tabel 4.7 yang berwarna merah menunjukan posisi Double side rib dan kondisi dari Pelat dudukan pada model posisi gigi mundur (reverse) dengan n = 4 rib yang mengalami defleksi terkecil pada posisi rib X* 4.6 sekitar 60% dan tegangan terbesar pada posisi X*4.9 sekitar 90 % dari panjang keseluruhan pelat dudukan. Dengan rasio Δδ perbandingan antara defleksi dengan masa rib: = (1.6592 −0.3418)mm 47.1 𝑔𝑔
4.5
𝑚𝑚
= 0.02797mm/g.
0.8
Karakteristik Defleksi & Tegangan untuk n =2
0.6
90
0.4
60
0.2
30 0
0 0
47
94 141posisi 188 X*2.8 235 282 329 376 423 = 80% defleksi tegangan
Gambar 4.8 grafik karakteristik defleksi dan tegangan pelat dengan n=2 rib
Karakteristik penambahan dengan Single rib yang divariasikan letak posisinya dapat dilihat pada gambar grafik 4.7 dan 4.8 yang menunjukan bahwa trendline dari defleksi dan tegangan selalu fluktuatif disetiap posisi dari rib, perubahan defleksi yang signifikan beradah pada X*1.5 dan X*2.8 dari jarak refrensi X*0.0, menunjukkan semakin kecil nilai defleksi maka nilai tegangan cenderung meningkat. Defleksi terkecil untuk Single rib adalah 0.4668mm dengan jumlah rib n = 2, maka untuk Single rib mampu meminimalisir defleksi hingga ≤0.5 mm dengan jumlah rib n=2. 4.5.2 Karakteristik defleksi dan tegangan pelat dudukan dengan Double side rib 4.5.2.1 Karakteristik Defleksi dan tegangan untuk, n=1 rib Karakteristik Defleksi & Tegangan untuk n=1 300 250 200 150 100 50 0
2 1.5 1 0.5 0
Karakteristik Defleksi dan Tegangan pada Pelat Dudukan Mekanisme Pemindah Transmisi Pada Kendaraan Multi Guna Pedesaan disetiap Posisinya.
120
0
tegangan(σ) Mpa
𝑚𝑚
Defleksi (δ) mm
0.03229mm/g.:
Δδ
Defleksi (δ) mm
antara defleksi dengan masa rib:
tegangan(σ) Mpa
6
47 94 141 188 235 282 329 376 423 470 posisi X*1.6 = 60% defleksi tegangan
Gambar 4.9 grafik karakteristik defleksi dan tegangan pelat dengan n=1 rib
4.5.2.2 Karakteristik Defleksi dan tegangan untuk, n=2 rib
Defleksi (δ) mm
1.5
80 60
1
40
0.5
20
0
0 0
47 94 141 188 235 282 329 376 423 470 posisi X*1.5 = 50% defleksi tegangan
Gambar 4.7 grafik karakteristik defleksi dan tegangan pelat dengan n=1 rib
4.5.1.2 Karakteristik Defleksi dan tegangan untuk, n=2 rib
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
250 200 150 100 50
tegangan(σ) Mpa
100
Karakteristik Defleksi & Tegangan untuk n=2
Defleksi (δ) mm
Karakteristik defleksi dan tegangan pada pelat dudukan dengan Single rib 4.5.1.1 Karakteristik Defleksi dan tegangan untuk Single rib, n=1 rib Karakteristik Defleksi & Tegangan untuk n=1 2 120 tegangan(σ) Mpa
4.5.1
0 0
47 94 141 188 235 282 329 376 423 470 posisi X*2.7 = 70% defleksi tegangan
Gambar 4.10 grafik karakteristik defleksi dan tegangan pelat dengan n=2 rib
4.5.2.3 Karakteristik Defleksi dan tegangan untuk, n=3 rib
Karakteristik Defleksi & Tegangan untuk n=3 125
0.5
120
0.4
115
0.3
110
0.2
105
Defleksi (δ) mm
0.6
tegangan(σ) Mpa
7 Table penentuan nilai convergence terhadap jumlah meshing. no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
100
0.1 0
47 94 141 188 235 282 329 376 423 470 posisi X*3.9 = 90% defleksi tegangan
Gambar 4.11 grafik karakteristik defleksi dan tegangan pelat dengan n=3 rib tegangan(σ) Mpa
4.5.2.4 Karakteristik Defleksi dan tegangan untuk, n= 4 rib
0.5
120
Defleksi (δ) mm
125
0.4
115
0.3
110
0.2
105
0.1
100
0
95 0
47 94 141 188 235 282 329 376 423 470 posisi X*4.7 = 70% defleksi
Gambar 4.12 grafik karakteristik defleksi dan tegangan pelat dengan n= 4 rib
Untuk karakteristik pada Double side rib yang divariasikan dapat dilihat pada gambar grafik 4.10 sampai 4.12 yang menunjukan bahwa trendline dari defleksi dan tegangan cenderung berlawanan, semakin kecil nilai defleksi maka nilai tegangan cenderung meningkat. Pada grafik 4.9 dan 4.10 dengan 2 Double side rib memiliki nilai tegangan sangat tinggi (265.98Mpa) hingga melebihi tegangan ijin yang diberikan dari tensile yield strength yaitu 250 Mpa , dan pada grafik 4.11 dan 4.12 dengan jumlah rib 3 dan 4 memiliki nilai yang masih aman dari batas ijin yield strength yang diberikan. Dari hasil analisa perbandingan antara Single rib dan Double side rib diperoleh kesimpulan bahwa Double side rib adalah model rib yang paling baik dan aman digunakan, karena mampu mengurangi defleksi lebih baik. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut : 1. Pada grafik karakteristik penambahan rib mengatakan semakin besar nilai tegangan maka defleksinya menjadi kecil, dan jika tegangan kecil maka defleksinya besar. Δδ 2. Rasio perbandingan defleksi dengan massa rib = , 𝑚𝑚 menunjukkan bahwa massa yang lebih sedikit untuk Double side rib mampu mengurangi defleksi lebih baik dibandingkan dengan Single rib. 3. Untuk Single rib defleksi menjadi 0.4648mm pada X*1.6 dan X*2.8 sedangkan untuk Double side rib menjadi 0.3418mm pada X*1.6 X*2.7 X*3.9 dan X*4.6 . LAMPIRAN Parameter Convergence
defleksi (mm)
Karakteristik Defleksi & Tegangan untuk n=4 0.6
elemen size (mm) 11 10 9 8 7 6 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5
nodes 2098 2388 3116 3470 4523 5811 7484 9797 11682 15362 19957 28187 44286 78533
defleksi (mm) 1.6944 1.6952 1.7155 1.7202 1.7247 1.7348 1.7412 1.7419 1.7464 1.7485 1.7499 1.7517 1.753 1.7542
defleksi vs jumlah nodes
1.8
1.75 1.7
1.65 0
20000 40000 60000 80000 100000 nodes
Grafik parameter convergence dari variasi jumlah nodes pada saat meshing
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6] [7]
[8]
[9]
Weaver, W and Johnson, P.R,. 1989, “Elemen Hingga untuk Analisa Struktur” (alih bahasa oleh Markus Rubijanto Kusuma), Eresco, Bandung. ANSYS, Inc. Proprietary “Chapter 4, Static Structural Analysis” training manual Workbench - Mechanical Introduction 12.0, May 5, 2009 Inventory #002593 Hibeller. (1997). “Mechanics of Material”. Third Edition. Printice Hall, Upper Saddle River, New Jersey 07458. Nugroho, Suewignjo Agus. 2005 “Pemodelan Fondasi Pelat Dengan Matriks Menggunakan Metode Elemen Hingga” Jurnal Teknik Sipil, Volume 6 No. 1, Oktober : 25-35 Laintarawan, I Putu dkk. 2009. “Buku Ajar Mekanika Bahan” Fakultas Teknik Universitas Hindu Indonesia. Denpasar. Pustekkom Depdiknas © 2008, www.e-edukasi.net , diakses pada 8 agustus 2012 www.repository.usu.ac.id “Dasar teori metode elemen hingga” Universitas Sumatra Utara, Bab II.pdf, diakses pada 15 Februari 2013 Hardiyatmo ,Hary Christady. 2009. “Metode Hitungan Lendutan Pelat Dengan Menggunakan Modulus Reaksi Tanah Dasar Ekivalen Untuk Struktur Pelat Fleksibel” Teknik Sipil, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 149 – 154 Handayanu,. 2006. “Metode Elemen Hingga” (LL1206) Jurusan Teknik Kelautan FTK-ITS