ANALISA PREDIKSI PRODUKSI DEBIT LINDI TAHUN 2014-2015 DENGAN METODE NERACA AIR THORNWAITE DI TPA SUPIT URANG KOTA MALANG Nonistantia1, Tri Budi Prayogo2, Emma Yuliani2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Email :
[email protected] ABSTRAK Produksi air lindi merupakan salah satu masalah terbesar dalam pencemaran lingkungan. Lindi dapat mencemarkan tanah sekitar, air tanah maupun air permukaan dan badan sungai. Dampak lindi akan diperparah jika instalasi pengolahan lindi yang tersedia tidak memadai. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk memprediksi jumlah produksi lindi dalam perencanaan instalasi pengolahan lindi. Untuk memprediksi produksi lindi dapat dilakukan dengan menggunakan metode Neraca Air Thornwaite. Penelitian yang didasari oleh metode tersebut dilakukan dengan 4 model penelitian. Model I landfill di tanah penutup atas, model II landfil tidak diaplikasikan tanah penutup, model III landfill diaplikasikannya tanah penutup atas dan tanah penutup antara, dan model IV landfill hanya diaplikasikan tanah penutup antara tanpa tanah penutup atas. Dari ke 4 model, Model II menghasilkan produksi lindi terbesar yaitu sebesar 915,89 m3 dengan debit maksimum sebesar 77,453 × 10-5 m3/dt, Model I menghasilkan produksi lindi sebesar 582,71 m3 dengan debit maksimum 47,739 × 10-5 m3/dt, Model III mengahasilkan produksi lindi sebesar 556,9m3 dengan debit maksimum 47,739 × 10-5 m3/dt, dan Model IV mengahasilkan produksi lindi sebesar 881,13 m3 dengan debit maksimum 47,739 × 10-5 m3/dt .Jadi dapat dismpulkan bahwa modell III ialah model yang paling efektif dalam mengurangi jumlah debit lindi, karena penggunaan tanah penutup dapat membantu mencegah air masuk ke dalah sampah. Kata kunci : Landfill, lindi, neraca air, metode thornwaite, tanah penutup ABSTRACT The production of leachete is one of the greatest problem of eviromental pollution issue. Leachete can contaminate the surounding nature resources (eg. soil, groundwater, surface water, and river). The worse effects of leachete can occur if there is no adequate leachete treatment plant. Therefore, it is necessery to predict the amount of leacthete production for planning the adequate leachete treatment plant. The method of Thornwaite Water Balance can be used to predict it. The research use 4 various model calculations. The 1st model is covering the layer of waste with top cover soil. The 2nd model is not using any application of cover soil in the landfill. The 3rd model is covering the layer of waste with top cover soil and intermediate cover soil. And the 4th model is only covering the layer of waste with intermediate cover soil. From all of the model experiments, the 2nd model produces the highest amount of leachete, that is 915,89 m3 with maximum discharge 77,453 × 10-5 m3/s. Meanwhile, the amount of leachete production consecutively from the 1st model is 582,71 m3 with maximum discharge 47,739 × 10-5 m3/s, the 3rd model is 556,9 m3 with maximum discharge 47,739 × 10-5 m3/s and model III is 881,13 m3 with maximum discharge 47,739 × 10-5 m3/s. The conclusion of the result from the experiments is the 3rd model is the most effective model to reduce the high amount leachete, because the application of cover soil indicates that it is able to prevent infiltrated water from entering the waste. Key word : Landfill, Leachete, Water Balance, Thornwaite, Cover soil
1. PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang No, 18 Tahun 2008 mengatakan bahwa pemerintah pusat dan daerah harus menjamin terselengaranya pengolahan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan serta pemrosesan akhir sampah dalam bentik pengembalian ke media lingkungan atau badan air harus aman. Oleh karena itu sebelum melakukan pembuangan limbah ke lingkungan atau badan air harus melalui pengelohan terlebih dahulu Masalah utama pada aplikasi landfill adalah kemungkinan pencemaran sumber air minum oleh lindi, terutama di daerah dengan curah hujannya tinggi. Lindi yang dihasilkan dari penimbunan/pengurugan sampah akan sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia apabila lindi langsung dibuang ke lingkungan maupun badan air tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Permasalah lindi diperparah dengan fakta bahwa masih banyak TPA beroperasi tanpa lapisan dasar yang sesuai atau instalasi pengolahan lindi yang baik (Lema 1988:224) Oleh karena itu dibutuhkan suatu neraca air untuk memprediksi debit lindi yang dihasilkan yang berguna untuk merancang instalasi pengolahan lindi. Perhitungan metode neraca air yang digunakan adalah metode Thorntwaite. Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam studi ini adalah: 1. Bagaimakah debit lindi yang dihasilkan di TPA Supit Urang dengan menggunakan metode Thorntwaite pada tahun 2014-2015? 2. Berapa minimum dan maksimum produksi debit lindi pada tahun 20142015? 3. Bagaimanakah peran tanah penutup terhadap produksi lindi yang dihasilkan pada skenario 1,2,3,& 4 pada tahun 2014-2015?
Untuk memfokuskan pembahasan dari studi ini, maka perlu dibatasi permasalahnnya. Adapun batasan masalah yang diberikan adalah sebagai berikut : 1. Objek Studi adalah TPA Supit Urang Kota Malang. 2. Luas sel di TPA Supit Urang yang sedang digunakan adalah 7000 m2. 3. Sampah yang ditumbun/diurug sekitar 1000m3/hari. 4. Faktor kompaksi (pemadatan) yang digunakan adalah 0,3 5. Tanah penutup menggunakan jenis tanah liat berlanau. 6. Sampah akan ditimbun setinggi 1 m setiap layer dan tinggi maksimum sampah adalah 10 m. 7. Tidak merencanakan Instalasi Pengolahan Lindi. 8. Tidak membahas kualitas air lindi 9. Tidak membahas AMDAL. II. BAHAN METODE 1. BAHAN PENELITIAN a. Metode Neraca Thornwaiter Menurut Damanhuri ( 2008:7.2) metode ini didasari oleh asumsi bahwa lindi hanya dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap masuk kedalam timbunan sampah. Beberapa sumber lain seperti hasil dekomposisi sampah dan aliran permukaan air lainnya dapat diabaikan.
Gambar 1 Input – Output konsep neraca air Sumber : Damanhuri (2008:7.3)
Dari skema di atas dapat menghasilkan persamaan sebagi berikut: PERC = P - (RO) - (AE) - (ΔST) I = P - (R/O) APWL = Σ NEG (I - PE) AE = (PE) + [ (I - PE) - (ΔST) ]
(1) (2) (3) (4)
dimana : PERC = perkolasi, air yang keluar dari sistem menuju lapisan di bawahnya, akhirnya menjadi leachate (lindi). P = presipitasi. RO = limpasan permukaan ( surface runoff) dari presipitasi serta koefisien limpasan AE = aktual evaporasi , menyatakan banyaknya air yang hilang secara nyata. ΔST = perubahan simpanan air dalam tanah dari waktu ke waktu, yang terkait dengan soil moisture stotage ST = Soil moisture storage, merupakan banyaknya air yang tersimpan dalam tanah pada saat keseimbangan I = infiltrasi, jumlah air terinfiltrasi ke dalam tanah APWL= accumulated potential water loss,merupakan nilai negatif dari (I-PET) yang merupakan kehilangan air secara kumulasi I – PE = nilai infiltrasi dikurang potensi evaporasi; nilai negatif menyatakan banyaknya infiltrasi air yang gagal untuk dipasok pada tanah, sedang nilai positip adalah kelebihan air selama periode tertentu untuk mengisi tanah. PE = potensial evaporasi. a. Evaporasi Pada studi ini, perhitungan evaporasi menggunakan metode Thornwaite. Menurut Prayogo (2014:54), evaporasi hanya terjadi pada layer paling atas,
kurang lebih 0,5 m dari layer paling atas. Rumus dari metode Thornwaite adalah : PE = f x PEX (5) a 10Td PE X = c (6) I I A
1, 514
T d = i (7) t 1 t 1 5 = (6,75.10-7).I3 – (7,71.10-5).I2 + (1,792.10-2).I + 0,49239 (8) 12
12
1, 514
dimana: Td I i PEX C PE f
= suhu udara rata-rata harian ( oC) = indeks panas bulanan = indeks panas harian = evaporasi potensial yang belum disesuaikan faktor f (cm) = 1,62 = evaporasi potensial = koefisien penyesuaian hubungan antara jumlah dan hari terang bedasarkan lokasi
b. Soil Moisture Storage Salah satu keuntungan penggunaan tanah penutup akhir dalam mengurangi timbulnya lindi adalah dari kemampuan penyerapan airnya. Jumlah pada soil moisture storage akan sangat bergantung pada tipe tanah dan struktur tanah. Tabel 2 Jumlah Air Yang Tersedia Pada Berbagai Jenis Tanah. Tipe field wilting available Tanah capacity point water Fine 120 20 100 sand Sandy 200 50 150 loam Silty 300 100 200 loam Clay 375 125 250 loam Clay 450 150 300 Sumber : De Geare (1975:5) c.
Limpasan Run Off)
Permukaan
(Surface
Tabel di bawah ini menunjukan koefisien yang digunakan pada rumus rasional untuk berbagai macam kondisi permukaan. Tabel 2 Nilai Empiris Untuk Menentukan Koefisien Run Off Lawns; Sandy Soil Flat. 2 % 0,05 – 0,10 Average 2-7% 0,10 – 0,15 Steep, 7% 0,15 – 0,20 Lawns; Heavy soil Flat. 2 % 0,13 – 0,17 Average 2-7% 0,18 – 0,22 Steep, 7% 0,25 – 0,35 Sumber : Damanhuri (2008:7.8) 2. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang akan dilakukan adalah survei secara langsung di lapangan berupa pengamanatan (data primer) dan data yang sudah ada dan dapat diperoleh melalui instasi terkait (data sekunder). Data primer yang dibutuhkan ialah sampel tanah di TPA Supit Urang untuk dilakukan pengujian jenis tanah. Sedangkan untuk data sekunder dibutuhkan sebagai berikut : a. Data curah hujan rata-rata harian tahun 2014-2015 Stasiun Sukun b. Data suhu rata-rata harian tahun 20142015 Stasiun Klimatologi Karangploso a. Metedologi Sampah akan ditimbun setiap harinya sekitar 1000 m3/hr, kemudian sampah akan dipadatkan dengan faktor kompaksi sebesar 0,3 yang berdasarkan menurut Permen PU No.3 tahun 2013 Sampah ditimbun setinggi 1m setiap layernya dan tinggi maksium adalah 10 m (10 layer). Luas area penimbunan sekitar 7000 m2. Pada penelitian ini terdapat 4 model perhitungan, antara lain: a. Model I
Sampah
Landfill akan ditutupi tanah penutup atas setebal 0,5 m b. Model II
Sampah Sa Landfill tidak di tutupi tanah penutup atas maupun antara c. Model III Sampah Sampah
Landfill yang ditimbun akan ditutupi Tanah penutup atas setebal 0,5 m dan tanah penutup antara setebal 0,2 m d. Model IV Sampah
Sampah
Landfill hanya akan ditutupi penutup antara setebal 0,2 m
tanah
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Model I
Gambar 2 Grafik Prediksi Produksi Debit Lindi Tahun 2014-2015 Model I
Pada Model I, lindi yang dihasilkan cukup besar pada awal penimbunan. Hal ini dikarenakan pada hari ke 1 - 100 belum diaplikasikannya tanah penutup dan awal penimbunan sampah terjadi pada musim basah sehingga mengakibatkan kandungan air di sampah mengalami keadaan yang maksimal. Pada musim basah kedua,lindi yang dihasilkan jauh lebih sedikit dibandingakan pada musim basah pertama, hal ini dikarenakan pada musim basah kedua sudah diplikasikannya tanah penutup. Tanah penutup ini sendiri bertujuan untuk mencegah sebagian air hujan masuk ke dalam timbunan sampah, sehingga lindi yang dihasilkan pada layer paling bawah akan sangat sedikit. 2. Model II
Gambar 3 Grafik Prediksi Produksi Debit Lindi Tahun 2014-2015 Model II Pada awal penimbunan sampah, lindi yang dihasilkan sangat besar seiring dengan hujan yang besar pula. Hal ini dikarenakan tidak adanya tanah penutup sehingga sebagian air hujan mengalami infiltrasi. Pada awal musim basah kedua, ketika hujan terjadi,layer paling bawah tidak menghasilkan lindi. Hal ini dikarenakan air hujan yang terinfiltrasi digunakan terlebih dahulu mengisi kekurangan kandungan air sampah yang disebabkan oleh hilangnya air pada proses evaporasi sebelumnya. Ketika air hujan sudah memenuhi kandungan air sampah sampai keadaan field capacity, maka air yang masuk ke dalam sampah akan mengalir sebagai lindi.
3. Model III
Gambar 4 Grafik Prediksi Produksi Debit Lindi Tahun 2014-2015 Model III Pada model III debit lindi yang dihasilkan hampir mempunyai pola yang sama dengan model I. Akan tetapi lindi yang dihasilkan setelah hari ke 50 mengalami penurunan. Penurunan ini diakibatkan karena pada hari 50 sudah diaplikasikannya tanah penutup antara. Meskipun jumlah lindi yang dihasilkan sedikit dibandingkan dengan model I akan tetapi dari segi frekuensi, lindi yang dihasilkan pada model III lebih sering dibandingkan dengan model I. Pada model ini, air hujan yang masuk ke dalam sampah akan dihalangi oleh tanah penutup atas yang mengakibatkan air sebagian besar melimpas kemudian oleh tanah penutup antara dihalangi kemabali air masuk ke layer lebih dalam. Hal ini mengakibatkan sedikitnya jumlah lindi yang dihasilkan pada layer paling bawah dan dibutuhkannya waktu yang lama untuk terjadinya lindi 4. Model IV
Gambar 5 Grafik Prediksi Produksi Debit Lindi Tahun 2014-2015 Model IV
Hasil pada model IV mempunya pola yang sama dengan model II. Setelah hari 50, lindi yang dihasilkan mengalami penurun hal ini dikarenakan sudah diaplikasikannya tanah penutup antara. Berbeda dari model III, lindi terjadi ketika pada musim basam kedua. Hal ini dikarenakan pada model IV tidak diaplikasikannya tanah penutup atas sehingan air hujan yang turun sebagian besar terinfiltasi dan mengalir sebagi lindi. Meskipun dilayer paling atas air hujan mengalami infiltrasi akan tetapi tanah penutup antara dapat mengurangi masuknya air setelah layer bawahnya. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN 1. Debit lindi yang dihasilkan pada setiap model dapat dilihat sebagai berikut: a. Debit lindi pada model 1 mengalami fluktuasi. Ketika tanah penutup di aplikasikan pada hari ke 100, jumlah debit lindi mengalami pengurangan. Setalah hari ke 100 pada musim basah ( November 2014-Mei 2015), lindi yang dihasilkan sangat sedikit. Hal ini dikeranakan hujan yang mengalami infiltrasi digunakan untuk mengisi kekurangan air di tanah akibat kehilangan yang disebabkan oleh proses evaporasi di hari sebelumnya. Meskipun pada musim basah mengalami hujan yang cukup besar, akan tetapi hujan ini tidak cukup untuk memunuhi kondisi tanah dalam keadaan field capacity . b. Debit lindi yang dihasilkan pada model II lebih besar daripada debit lindi pada model I. Hal ini dikarenakan pada model II tidak diaplikasikan tanah penutup atas, sehingga air hujan lebih besar mengalami infiltrasi daripada melimpas. Pada musim basah kedua (November 2014-Mei 2015) tidak semua hari menghasilkan lindi, hal ini dikarenakan air hujan yang terinfiltasi mengisi kandungan air di
sampah terlebih dahulu sampai mencapai kondisi field capacity. Pada pertengah musim basah kedua atau sekitar hari ke 445, hujan yang turun menghasilkan lindi di layer paling bawah, ini disebabkan kondisi kandungan air di sampah sudah mengalami field capacity. c. Debit lindi yang dihasilkan pada model III mengalami pola yang sama seperti pada model I, akan tetapi dari segi jumlah model III lebih sedikit daripada model I. Pada hari ke 50 lindi yang dihasilkan mengalami penurunan dibandingkan dengan model I, hal ini dikarenakan pada hari ke 50 sudah diaplikasikan tanah penutup antara. Sama seperti tanah penutup atas, tanah penutup antara juga membantu mencegah sebagian air hujan mengalami infiltrasi. d. Debit lindi yang dihasilkan pada model IV juga mengalami pola yang sama seperti pada model II. Meskipun pada model ini tidak diaplikasikan tanah penutup atas, akan tetapi setelah hari ke 50 sampai pada musim basah kedua lindi yang dihasilkan tidak terlalu besar seperti pada model I, karena pada hari ke 50 sudah diaplikasikan tanah penutup antara. Meskipun di layer paling atas air hujan sebagian besar mengalami infiltrasi akan tetapi tanah penutup antara ini dapat mengurangi masuknya air setalah layer dibawahnya. 2. Dari 4 model, Produksi debit lindi yang paling besar yang dihasilkan pada tahun 2014-2015 yaitu pada model I, sedangkan untuk produksi debit lindi minimum terjadi pada saat tidak terjadinya hujan. Untuk mengetahun masing-masing jumlah debit maksimum pada setiap model dapat dilihat sebagai berikut: a. Pada model I, produksi debit lindi maksimum terjadi pada hari ke 6 (6 Januari 2014), yaitu sebesar 47,739 ×10-5 m3/s
b. Pada model II, produksi lindi maksimum terjadi pada hari ke 453 (29 Maret 2015) yaitu sebesar 77,453 ×10-5 m3/s c. Pada model III, produksi lindi maksimum terjadi pada hari ke 6 (6 Januari 2014), yaitu sebesar 47,739 ×10-5 m3/s d. Pada model IV, produksi lindi maksimum terjadi pada hari ke 6 (6 Januari 2014), yaitu sebesar 47,739 ×10-5 m3/s 3. Dilihat dari semua grafik prediksi produksi debit lindi, tanah penutup sangat membantu mengurangi produksi debit lindi. Setelah pengaplikasian tanah penutup baik atas maupun antara, jumlah lindi yang dihasilkan mengalami pengurangan yang cukup signifikan, hal ini dapat dilihat pada model I dan III. Pada awal musim basah kedua, produksi debit lindi tidak terjadi meskipun terjadi hujan. Hal ini dikarenakan air hujan yang terinfiltrasi digunakan terlebih dahulu untuk mengisi kekurangan kandungan air di tanah yang disebabkan oleh hilangnya air pada proses evaporasi sebelumnya. Meskipun pada layer pertama kondisi tanah sudah mencapai field capacity, akan tetapi jika layer dibawahnya belum mencapai field capacity, maka tidak akan terjadi produksi lindi. Hal ini terjadi karena hasil perkolasi pada layer pertama digunakan untuk mengisi kekuran kandungan air di layer bawahnya. Sehingga bisa dikatakan bahwa produksi lindi akan terjadi jika setiap layer sudah mencapai kondisi field capacity. Dilihat pada model II dan IV jumlah lindi yang dihasilkan lebih besar daripada model I dan III. Dengan tidak
adanya tanah penutup maka hujan yang turun sebagian besar mengalamiinfiltrasi. 2.
SARAN Kualitas pada suatu perhitungan debit lindi ditentukan oleh tingkat akurasi data-data pendukung yang diperlukan. Guna mendapatkan hasil yang lebih baik,maka pihak TPA Supit Urang sebaiknya melakukan pendataan tentang jumlah sampah yang masuk, luas sel yang digunakan, sifat-sifat tanah seperti porositas, field capacity,wilting point, dan hydraulic conductivity serta karakteristik tanah. Data-data tersebut sangat berguna karena pihak TPA Supit Urang dapat menggunakan data tersebut untuk perhitungan debit lindi baik secara manual maupun dengan bantuan software DAFTAR PUSTAKA Damanhuri, E. 2008. Diktat Landifilling Limbah. Bandumg: Fakultas Teknik Sipil & Lingkungan Institut Teknik Bandung. Lema, J.M., Mandez, R., Blazquez, R. 1988. Characteristic of Landfill Leachete and Alternative For Their Treatment. A Review : Water Air Soil Pollut. Fenn, D. G., Hanley, K. J., & DeGeare, T. V. 1975. Use The Water Balance Method For Predicting Leachete Generation From Solid Watste Disposal Site. Ohio: U.S Environmental Protection Agency. Prayogo, T. B . 2014. Evaluation of Effect of Cover Soil Application on Leachete Quantity and Quality Under The Tropical Climate Condition. Miyazaki : Departement of Environmental and Resource Science University Miyazaki. Republik Indonesia. 2008. UndangUndang No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Indonesia : Seketriat Negara.