JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)
Analisa Potensi Soil Liquefaction pada Pipa Gas Bawah Laut di Selat Makassar Ainu Fita Aulia(1), Kriyo Sambodho(2), dan M. Zikra(3) Mahasiswa Teknik Kelautan ITS, (2),(3)Staff Pengajar Teknik Kelautan ITS Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] (1)
Abstrak - Tugas akhir ini membahas mengenai analisa kemungkinan terjadinya fenomena soil liquefaction akibat gempa bumi pada jalur pipa gas bawah laut milik ENI Muara Bakau. Pipa yang ditinjau ini menghubungkan antara Floating Production Unit (FPU) yang berada di Selat Makassar dan onshore area yang berada di Senipah Balikpapan. Soil liquefaction merupakan sebuah fenomena alam dimana tanah akan mengalami perubahan sifat dari sifat zat padat menuju sifat zat cair, akibat meningkatnya tekanan air pori tanah dan berkurangnya tegangan gesernya yang disebabkan oleh adanya gempa bumi. Fenomena ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan tanah di area dimana pipa tersebut terpasang, sehingga dikhawatirkan pipa yang terletak di jalur tersebut akan mengalami buckling akibat terjadinya bentangan bebas (freespan). Dari analisa yang telah dilakukan, 6 dari 7 titik Kilometer Point (KP) pada sepanjang jalur rute perpipaan yang dianalisa berpotensi terjadi soil liquefaction. Kata Kunci— soil liquefaction, penurunan tanah Abstract – This final project analyzes the possibility of soil liquefaction phenomenon due to earthquake in the subsea gas pipeline belonging to ENI Muara Bakau. The terms pipe connects the Floating Production Unit (FPU) located in the Makassar Strait and onshore areas located in Balikpapan Senipah. Soil liquefaction is a natural phenomenon where the ground will change the natural properties of solids to the liquid, due to increased pore water pressure and reduced shear stress caused by the earthquake. This phenomenon can cause settlement in the area where the pipe is lied, so it is feared that pipes located in the path will experience buckling due to the stretch-free (freespan). From the analysis that has been performed, 6 of the 7 point Kilometer Point (KP) on the path along the pipeline route that has been analyzed, soil liquefaction is potentially will be occurred. Keyword – soil liquefaction, settlement
G
I. PENDAHULUAN
empa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi pada permukaan bumi yang yang biasanya disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Apabila gelombang gempa bumi ini merambat di tanah berpasir jenuh air maka akan menimbulkan potensi berbagai macam fenomena alam seperti soil liquefaction. Selain disebabkan karena gempa, soil liquefaction juga dapat terjadi akibat beban siklis seperti gelombang laut. Pengaruh gelombang pada ketidak-stabilan sedimen dasar laut
telah menjadi sebuah subjek yang sangat penting dalam bidang penelitian yang ada hubungannya dengan transportasi sedimen dasar laut, stabilitas pipa bawah laut serta interaksi gelombang dengan bangunan pelindung pantai seperti breakwater. Soil liquefaction dapat menyebabkan terjadinya penurunan tanah, yang lebih lanjut dapat menjadi penyebab terjadinya bentangan bebas (free span) pada sekitar jalur pipa bawah laut. Dan pipa dapat berakibat terjadinya buckling hingga terjadinya kepecahan pada pipa apabila hal tersebut dibiarkan berlangsung secara terus menerus Pipa bawah laut merupakan sarana transportasi aliran minyak dan gas bumi. Dalam pemasangan maupun perawatannya harus direncanakan terlebih dahulu karena pipa bawah laut meerupakan hal yang penting dalam proses produksi minyak dan gas bumi. Perencanaan konstruksi jaringan pipa yang sudah matang dapat berdampak baik dalam ketahanan maupun eksistensi jaringan pipa. Konstruksi dari jaringan pipa tersebut sangat mahal dan bahkan rumit pemasangannya, maka dari itu perlu dilakukan analisa potensi soil liquefaction. Jalur pipa gas Selat Makassar menghubungkan antara Floating Production Unit (FPU) di Selat Makassar dan onshore area yang berada di Senipah, Balikpapan. Jalur pipa tersebut merupakan salah satu jaringan pipa yang ada di Indonesia yang berperan penting dalam transportasi aliran gas. Dalam upayanya memasarkan gas yang diproduksi dari Selat Makassar, ENI Muara Bakau telah memasang pipa gas bawah laut sepanjang ±72 km dari Selat Makassar sampai ke Balikpapan yang terletak di daerah Senipah. II. URAIAN PENELITIAN A. Subsea Pipeline (Pipa Gas Bawah Laut) Pipeline didefinisikan sebagai sebuah sambungan memanjang dari segmen-segmen pipa, dengan pompa, katup, dan peralatan kendali serta peralatan lain sebagai pendukung sistem. Istilah pipeline dapat diartikan sebagai bentangan pipa berukuran besar dengan jarak yang sangat panjang. Pipa bawah laut didesain untuk transportasi minyak, gas atau air dari lepas pantai menuju ke pemakai di darat. B. Soil Liquefaction Likuifaksi adalah proses berkurangnya kekuatan geser tanah akibat beban seismik ketika terjadi gempa bumi. Likuifaksi terjadi pada tanah yang berpasir lepas (tidak padat) dan jenuh air. Seiring naiknya tekanan air yang diakibatkan oleh guncangan g empa, maka tegangan efektif (σ‟) menjadi berkurang (Muntohar, 2010). Kondisi ini dapat dinyatakan sebagai berikut: σ ' = σ −u (1) dengan,
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) σ‟ = tegangan efektif, σ = tegangan total (berat permukaan tanah) u = tekanan air pori Pada umumnya soil liquefaction merupakan fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat getaran, baik itu getaran yang berasal dari gempa bumi atau getaran yang berasal dari pembebanan cepat lainnya. Akibat getaran tanah tersebut sifat dari lapisan tanah berubah menjadi seperti sebuah cairan sehingga tidak mampu menopang beban bangunan yang berada di dalam maupun di atasnya. Secara umum, soil liquefaction hanya terjadi apabila suatu tanah tersebut memenuhi syarat-syarat tertentu. Jadi apabila tanah tersebut tidak memenuhi syarat tersebut, maka tanah tersebut tidak berpotensi untuk terjadi soil liquefaction. Maka dari itu, agar tidak terjadi soil liquefaction, perencana pembangunan harus menghindari tanah-tanah yang telah memenuhi syarat terjadinya soil liquefaction. Soil liquefaction biasanya terjadi pada tanah atau lahan yang tidak terlalu padat. Misalnya tanah yang terbentuk dari pasir atau dari endapan bekas delta sungai. Tanah semacam itu cenderung tidak padat sehingga memiliki rongga yang banyak. Menurut Rosyidi et al (2010) likuifaksi diidentifikasi sebagai suatu fenomena dimana tanah berpasir baik dalam kondisi pasir tak padat (loose) maupun padat (dense) mengalami perubahan fase (bentuk) menjadi berperilaku seperti aliran fluida disebabkan oleh kehilangan seluruh tegangan geser yang dimilikinya. Likuifaksi sering terjadi pada tanah berpasir dalam keadaan yang jenuh dengan ruang pori antar partikel tanah telah diisi sepenuhnya oleh air. Air pori ini memberikan tekanan kepada partikel tanah yang mempengaruhi tingkat kekuatan geser antar partikel tanah itu sendiri. Sebelum terjadinya peristiwa gempa bumi atau getaran terjadi, tekanan air adalah relatif rendah. Selanjutnya, rambatan beban dinamik dari kejadian gempa bumi menyebabkan peningkatan tekanan air hingga mencapai satu kondisi dimana partikel tanah dapat bergerak antara satu dengan lainnya (Gambar 1). Ketika peristiwa ini terjadi, kekuatan geser tanah menjadi menurun secara signifikan dan kemampuan tanah untuk mendukung fondasi suatu bangunan atau struktur menjadi berkurang. Likuifaksi juga dapat menyebabkan terjadinya permasalah tanah lainnya seperti penurunan tanah setempat.
Gambar 1. Skema perubahan atau pergerakan partikel tanah oleh adanya peningkatan tekanan air pori dalam tanah akibat gempa bumi Soil liquefaction juga dapat terjadi akibat pengaruh beban siklis yang ditimbulkan oleh beban gelombang laut. Ketika tekanan air yang ditimbulkan oleh beban gelombang berinteraksi dengan sedimen dasar laut, tekanan air pori (pore water pressure) yang dimiliki oleh sedimen juga akan berubah seiring dengan waktu. Perubahan tersebut menyebabkan naiknya tekanan air pori dimana kenaikan air pori tersebut dapat menjadi penyebab berkurangnya tegangan efektif yang dimiliki oleh sedimen dasar laut tersebut. Dalam kondisi tertentu, tegangan efektif dari sedimen dasar laut tersebut dapat bernilai nol. Hal ini dapat disimpulkan bahwa fenomena soil liquefaction akan terjadi. C. Metode Estimasi Potensi Likuifaksi Akibat Gempa Bumi Prinsip dasar dalam evaluasi likuifaksi tanah adalah menghitung dua variabel utama yaitu (1) perilaku seismik tanah atau cyclic stress ratio (CSR) yang merupakan tegangan siklik yang menyebabkan likuifaksi dan (2) kemampuan tanah untuk menahan likuifaksi atau cyclic resistance ratio (CRR). Estimasi nilai CRR
pada tanah berpasir dapat dihitung dengan menggunakan data lapangan dapat didasarkan pada data hasil uji penetrasi standar atau standard penetration test (SPT) dan uji sondir atau cone penetration test (CPT). Masing-masing jenis pengujian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun diantara ketiga metode tersebut, metode CPT memiliki kualitas data yang sangat baik (Youd dan Idriss, 2001; Robertson, dan Wride, 1998). Metode untuk mengevaluasi potensi likuifaksi adalah dengan cara mendapatkan nilai faktor keamanan (safety factor, SF) dari hasil perbandingan nilai CRR (Cyclic Resistance Ratio) yaitu nilai yang mencerminkan kekuatan tanah terhadap beban siklis yang biasanya diakibatkan oleh beban gempa bumi dengan CSR (Cyclic Stress Ratio) yaitu nilai tegangan yang disebabkan oleh gempa bumi. Faktor keamanan yang digunakan tidak boleh kurang dari satu, karena jika kurang dari satu maka tanah akan mengalami likuifaksi. Berikut sedikit diilustrasikan oleh sebuah persamaan : (2) dimana, jika FS ≤ 1 (terjadi likuifaksi) jika FS ≥ 1 (tidak terjadi likuifaksi) CSR (Cyclic Stress Ratio) merupakan nilai perbandingan antara tegangan geser rata-rata yang diakibatkan oleh gempa dengan tegangan vertikal efektif di tiap lapisan. Nilai CSR pada suatu lapisan tanah sangat dipengaruhi oleh nilai percepatan gempa. Dengan menganggap nilai percepatan rata-rata akibat gempa adalah 0,65 dari percepatan maksimum, maka nilai tegangan geser rata-rata dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: (Seed dan Idriss 1971) (3)
dengan : αmax = percepatan maksimum dipermukaan tanah, (m/s2) g = percepatan gravitasi bumi, (m/s2) σv = tegangan vertikal total, (N/m²) σv‟= tegangan vertikal efektif, (N/m²) rd = faktor reduksi terhadap tegangan Faktor reduksi (rd) adalah faktor pengurangan tegangan yangmerupakan fungsi kedalaman (ɀ). Hubungan kedalaman z dan nilai rd ini, menurut Seed dan Idriss (1971) adalah seperti disajikan pada Gambar 2.8.Secara analitik hubungan tersebut dapat didekati dengan fungsi sepertidituliskan pada persamaan (4). 1- 0,00765 ɀ untuk ɀ < 9,15 m (4a) 1,174 - 0,0267 ɀ untuk 9,15 ≤ ɀ ≤ 23 m (4b) rd= 0,744 - 0,008 ɀ untuk 23 <ɀ ≤ 30 m (4c) 0,5 untuk ɀ > 30 m (4d) Dimana ɀ adalah kedalaman di dalam permukaan tanah dalam satuan meter. Joyner dan Boore (1981) mengusulkan nilai dari percepatan horizontal akibat gempa bumi (amax) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: LOG PHGA = -1,02 + 0,249 M – log R – 0,00255 R (5) dengan, PHGA = Peak Horizontal Ground Acceleration (g) R = Jarak episentrum (km) M = Magnitude gempa (SR) Pada dasarnya rumus CSR yang telah disebutkan sebelumnya berlaku untuk gempa dengan magnitude 7.5. Sedangkan untuk gempa dengan magnitude tidak sama dengan 7.5 maka Seed dan Idriss (1982) memberikan faktor koreksi MSF
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) (Magnitude Scalling Factor) terhadap persamaan CSR diatas, menjadi : (6) besarnya MSF (Magnitude Scalling Factor) dapat berdasarkan persamaan dari Youd dan Noble (1997) :
dicari (7)
Dengan Mw adalah magnitude gempa (SR).
(
)
CRR7.5 (
*
)
+
+
untuk (qc1N)cs < 50
(8)
untuk50<(qc1N)cs<160
(9)
dimana, ( )
(10)
)
(11)
dan, (
dengan qc1N = Normalisasi ketahanan cone penetration (kPa) CQ = faktor normalisasi utuk cone penetration resistance Pa = 1 atm untuk tekanan yang sama yang digunakan oleh σ‟vo qc = ketahanan cone penetration dilapangan yang diukur pada ujungnya. n = eksponen untuk berbagai macam tipe tanah qc = resistansi ketahanan cone penetration yang diukur di lapangan Normalisasi dari tahanan cone penetration (qc1N) untuk tanah lanau berpasir dikoreksi terhadap persamaan nilai clean sand (qc1N)cs dengan mengetahui indeks jenis tanahnya, yang dapat diperoleh dari persamaan berikut (Robertson dan Wride, 1990): ( ) (12) dimana Kc, faktor koreksi untuk karakteristik butir, didefinisikan dari persamaan berikut (Robertson dan Wride, 1988) : untuk Ic ≤ 1,64. Kc = 1,0 (13) untuk Ic > 1,64. Kc = -0,403 Ic4+5,581 Ic3-21,63 Ic2-33,751 Ic17,88 (14) Dengan Ic sebagai indeks jenis tanah yang dapat mengetahui batas-batasan antar jenis tanah untuk meningkatkan kandungan material yang halus dan plastisitas tanah, maka dapat digunakan persamaan (Robertson dan Wride, 1990) : Ic = [(3.47-log Q)2+(1.22+log F)2]0.5 (15) dimana, *
(
)
+ *(
) +
(16)
dan *(
+
)
dengan Ic : Indeks jenis tanah Q : Normalisasi cone penetration (Kpa) fs : Friction sleeve (%) F : Friction ratio (%)
1. Ketebalan lapisan yang terlikuifaksi (liquefied layer) 2. Jarak lapisan terlikuifaksi terhadap permukaan tanah
Cyclic Ressistance Ratio (CRR) yang merupakan ketahanan tanah untuk menahan soil liquefaction. Untuk evaluasi CRR terdapat beberapa usulan, namundalam Natoinal Center for Earthquake Engineering Research (NCEER) workshop pada tahun 1996 Youd dan Idriss (2001) digunakan pendekatan yang dibuat oleh Robertson dan Campanella (1985) dengan beberapa perbaikan. Sehingga nilai CRR dapat diperoleh pada persamaan di bawah ini: *
D. Metode Evaluasi LPI (Liquefaction Potential Index) Perhitungan Indeks Potensi Likuifaksi atau Liquefaction Potential Index digunakan untuk mengestimasi potensi likuifaksi yang menyebabkan kerusakan pada infrastruktur yang ada (Muntohar, 2010). Metode atau prosedur perhitungan ini dikembangkan oleh Iwasaki et al (1978). LPI menganggap bahwa kerusakan likuifaksi adalah sebanding terhadap kondisi berikut :
(17)
3. Jumlah lapisan dengan nilai factor keamanan kurang dari satu (SF<1) Anggapan tersebut dirumuskan oleh Luna dan Frost (1998) untuk kedalaman tanah kurang dari 20 m dalam persamaan (18) (18)
∑ dengan
Fi = 1-SF untuk SF<1 Fi = 0 untuk SF ≥ 1 Hi = selisih ketebalan antar lapisan tanah yg terlikuifaksi (m) n = kedalaman tanah wi = fungsi bobot yang bergantung pada kedalaman, yaitu wi = 100.5ɀi ɀi = kedalaman titik tengah pada lapisan tanah (m) Nilai LPI dapat berkisar dari 0 untuk suatu lokasi dimana tidak terjadi likuifaksi hingga 100 untuk lokasi dimana factor keamanan sama dengan nol. Berikut adalah indikator kerusakan karena soil liquefaction berdasarkan LPI : Nilai LPI LPI = 0 0 < LPI ≤ 5 5 < LPI ≤ 15 LPI > 15
Kategori Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
E. Metode Estimasi Penurunan Tanah Settlement merupakan bagian terpenting dari sebuah soil investigation dengan memperkirakan akibat dari soil liquefaction yang terjadi pada setiap lapisan tanah jenuh. Dengan menggunakan data lingkungan yang ada serta dengan menggunakan grafik untuk memperoleh hubungan tegangan volumetrik dari perbedaan nilai FS (factors of safety) yang diperoleh pada persamaan (3) dengan berdasarkan nilai CSR pada magnitude gempa yang berbeda dan normalisasi ketahanan penetrasi clean sands (qc1N)cs dengan menggunakan persamaan di bawah ini [19]: ( ) (19) dengan ketentuan, SF ≤ 0.5 dan 33 ≤(qc1N)cs≤ 200 dengan, (qc1N)cs : normalisasi ketahanan cone penetration (Kpa) εv : regangan volumetrik (Volumetric Strain) (%) SF : nilai keamanan Sehingga settlement dapat diperkirakan kedalamannya dengan menggunakan persamaan 8 seperti di bawah ini [20]: ∑ (20) dengan εv : regangan volumetric pada setiap lapisan tanah jenuh ke-i zi : kedalaman dari permukaan tanah ke-i (m)
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) III. HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam tugas akhir ini meliputi data sejarah gempa yang terjadi di Selat Makassar selama kurun waktu 1996 sampai tahun 2013. Data peristiwa gempa tersebut didapat dari EMSC (European-Mediterranean Seismological Centre) dan Worldwide Earthquake Stats. Data yang diambil hanya pada titik epicentrum yang memiliki jarak terdekat dengan daerah yang ditinjau serta memiliki kriteria magnitude gempa yang memungkinkan mempengaruhi terjadinya likuifaksi. Tabel 1. Data kejadian gempa di Selat Makassar pada tahun 1996-2013
Tabel 2. Data segmentasi kedalaman berdasarkan data CPT (sumber: Eni Muara Bakau) 70
Kedalaman (m) 1.2 PS 1 PL SAPI
60
PS 2 PL SAPI
22.8
50
PS 21 PL SAPI
25.4
40
PS 31 PL SAPI
10.2
30
PS 41 PL SAPI
46.5
20
PS 51 PL SAPI
70.9
10
PS 55 PL SAPI
103
KP
Titik Sondir
Kedalaman (m) From To 0.0 1.0 1.0 1.9 1.9 3.0 2.0 6.0 0.0 2.9 2.9 6.0 0.0 2.8 2.8 3.6 3.6 5.7 0.0 2.8 2.8 5.8 0.0 3.7 3.7 5.8 0.0 3.8 3.8 6.0 0.0 3.4 3.4 6.0
Koordinat Easting (m) Northing (m) 9896232.3 522486.7
527873
9889146.1
536671.1
9889410.1
545795.5
9892861.4
555078.9
9882227.1
566227.9
9867152.1
571357.7
9860896.1
Consistency / Soil Density Description very soft sandy clay loose silty clay very soft sandy clay very soft silty clay silty clay very soft silty clay very soft silty clay very soft silty clay very soft silty clay very soft silty clay very soft silty clay very soft silty clay very soft silty clay very soft silty clay very soft very soft to soft silty clay silty clay very soft very soft to soft silty clay
B. Deskripsi Sistem Tugas akhir ini secara garis besar membahas mengenai soil liquefaction yang mungkin terjadi yang dapat berakibat buruk terhadap pipa yang tertancap di dalamnya. Dari data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa pipa gas tersebut memiliki panjang ±72km dari FPU (Floating Production Unit) di Selat Makassar menuju ke onshore area di daerah Senipah Balikpapan. Analisa pada tugas akhir ini hanya pada kilometer point (KP) yang ada pada tabel 2 karena jenis tanah pada semua kilometer point rata-rata sama, yaitu silty clay. Maka dari itu kilometer point yang dianalisa diambil tiap 10 km menjadi 7 titik. Berikut adalah gambar daerah study dari tugas akhir ini:
Gambar 1 Titik Kilometer Point yang dianalisa
C. Pengolahan Data
Dari hasil perhitungan yang dilakukan didapatkan harga dari parameter-parameter CRR (Cyclic Resistance Ratio) dan CSR (Cyclic Stress Ratio), setelah mengetahui nilai dari CRR dan CSR, berikutnya yaitu mengestimasi SF (Safety Factor) atau biasa disebut dengan faktor keamanan dengan menggunakan persamaan 2. Safety Factor (SF) merupakan parameter terpenting yang harus diperhitungkan dalam proses identifikasi bahaya yang disebabkan oleh soil liquefaction. Untuk lebih memudahkan dan mengetahui nilai SF pada Kilometer Points (KP). Di bawah ini terdapat grafik safety factor, dengan sumbu-X adalah nilai safety factor (SF) dan sumbu-Y adalah kedalaman tanah dari seabed seperti pada gambar sebagai berikut:
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) rumus 2.14. selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3 – Tabel 7 sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Perhitungan LPI Dengan Mw = 7.9 SR
Tabel 4. Hasil Perhitungan LPI Dengan Mw = 6.2 SR
Tabel 5. Hasil Perhitungan LPI Dengan Mw = 4.9 SR
Tabel 6. Hasil Perhitungan LPI Dengan Mw = 6.1 SR
Tabel 7. Hasil Perhitungan LPI Dengan Mw = 6.1 SR
Hasil dari perhitungan penurunan tanah yang terinduksi oleh likuifaksi karena pengaruh gempa bumi terdapat pada gambar grafik di bawah ini: Grafik safety factor yang ditunjukkan pada gambar diatas menunjukkan bahwa untuk nilai variasi gempa menunjukkan perubahan pada titik tertentu untuk nilai safety factor, hal ini dapat terjadi berdasarkan perbedaan kekuatan gempa yang bervariasi, semakin besar nilai percepatan gempa (a max), maka semakin kecil pula nilai safety factor yang didapatkan. Hal tersebut dikarenakan jarak episentrum pada KP juga dapat mempengaruhi nilai safety factor. Semakin dekat jarak episentrum terhadap sumber gempa, maka semakin mudah KP tersebut mengalami terjadinya soil liquefaction. Setelah diketahui nilai safety factor (SF) pada masingmasing KP di tiap kedalaman tanah, maka langkah selanjutnya adalah mencari nilai Liquefaction Potential Index (LPI) atau indeks potensi likuifaksi. Nilai dari LPI digunakan untuk mengetahui estimasi potensi likuifaksi yang dapat menyebabkan kerusakan berat dan kegagalan pada infrastruktur. Hasil perhitungan LPI dengan menggunakan
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam pengerjaan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan serta dorongan moral maupun material dari banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas akhir ini.
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
Pada grafik penurunan tanah diatas tersebut menunjukkan hasil perhitungan penurunan tanah pada setiap KP yang setelah mengalami likuifaksi karena adanya getaran gempa bumi, sehingga membentuk regangan volumetrik setelah likuifaksi karena adanya tekanan air pori yang terus berkembang pada tanah jenuh. Hilangnya tekanan air pori menyebabkan lapisan tanah terjadi regangan rekonsolidasi volumetrik sehingga terjadi penurunan tanah (S) berdasarkan perbedaan nilai SF. Dan dapat terlihat pada setiap KP mengalami penurunan tanah berdasarkan korelasi antara nilai SF yang sesuai kekuatan gempa dan normalisasi ketahanan penetrasi pada saat terjadi likuifaksi dan menghasilkan regangan volumetrik pada setiap KP yang menghasilkan penurunan tanah pada tiap lapisan tanah.
[4]
[5]
[6]
[7]
IV. KESIMPULAN DAN RINGKASAN Melalui proses analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada hasil perhitungan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lokasi rute pipa gas bawah laut (ENI Muara Bakau) dari Selat Makassar ke Balikpapan mempunyai potensi soil liquefaction (LPI) yang tinggi pada 6 titik Kilometer Point (10, 20, 30, 40, 50, 60), sedangkan pada KP 70 tidak berpotensi terjadi soil liquefaction. 2. Soil liquefaction tersebut akan menyebabkan penurunan tanah dengan perubahan ketebalan lapisan tanah. Penurunan tanah terjadi pada lokasi-lokasi yang mengalami soil liquefaction dengan syarat nilai Mw dan αmax yang sudah di analisa karena sedimen dasar laut telah kehilangan daya dukung tanahnya sehingga tidak mampu melawan gaya geser yang ditimbulkan.
[8]
[9] [10] [11]
[12]
[13]
Boore, D. M. and Joyner, W. B., 1981, “Peak Horizontal Acceleration And Velocity From Strongmotion Records Including Records From The 1979 Imperial Valley, California, Earthquake”, Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 71, No. 6, pp. 2011-2038. Ali, Hafizh, 2008. Penentuan Indeks Kerentanan Lingkungan Pantai Akibat Tumpahan Minyak Studi Kasus Kepulauan Seribu, Intstitut Teknologi Bandung, Bandung. Chang et al. 2004. “3-D Liquefaction Potential Analysis of Seabed at Nearshore Area”. Journal of Marine Science and Technology, 2004; 12(3): 141-51. Das, B. M., Endah, N., dan Mochtar, I. B., 1998, Mekanika Tanah, Jilid 1, Fakultas Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Firucha, A. M., 2011, “Penilaian Risiko Terhadap Pipa Bawah Laut East Java Gas Pipeline (EJGP) Pertagas Akibat Soil Liquefaction Karena Gempa Bumi”, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Irawan, Bayu W.P. 2010. “Analisa Risiko Terhadap Pipa Gas Bawah Laut Kodeco Akibat Soil liquefaction Sedimen Dasar Laut”. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Kelautan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya Ishahara., K., and Yoshimine., M., 1992, Evaluation of Settlement in Sand Deposits Following Liquefaction During Earthquake, Soils and Foundation, 32(1), 173188. Iwasaki, T., Tatsuoka, F., Tokia, K.-i. & Yasuda, S. 197 8. A practical method for assessing soil liquefaction pote ntial baaed on case studies at various sites in Japan. Proc . 2nd Int. Conf. On. Microzonation, San Fancisco, 885-896. Jefferies, Mike and Ken Been. 2006. Soil Liquefaction. Taylor & Francis. Abingdon, Oxon. Luna, R. and Frost, J. D.: Spatial liquefaction analysis system, J. Comput. Civil Eng., 12, 48–56, 1998. Muntohar, A. S. 2010. Mikro-Zonasi Potensi Likuifaksi dan Penurunan Tanah Akibat Gempa Bumi. Laporan Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Robertson, P. K., and Campanella, R. G (1985) “Liquefaction Potential of sands using the CPT.” J. Geotech. Engrg. Div., ASCE, 111(3), 384-403. Robertson, P. K., And Wride (Fear), C. E., 1998, Evaluating Cyclic Liquefaction Potential Using The
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)
[14]
[15]
[16]
[17] [18]
[19]
[20]
[21]
Cone Penetration Test, Canadian Geotechnical Journal, 35(3): 442-459. Rosyidi, et al. 2010. “Prosedur Analisis Likuifaksi Menggunakan Vs”. 15 Desember 2013.http://atmaja.staff.umy.ac.id/2010/11/19/analisislikuifaksi-menggunakan-kecepatan-gelombang-geser/ Seed, H. B., and Idriss, I. M. 1971. „„Simplified procedure for evaluating soil liquefaction potential.‟‟ J. Geotech. Engrg. Div., ASCE, 97(9), 1249–1273 Sladen et al. 1985. “Back Analysis of The Nerlerk Berm Liquefaction Slides”. Canadian Geotechnical Journal, 22, 4, 579–588. Soegiono. 2004. “Pipa Laut”. Airlangga University Press. Surabaya. The Japanese Geotechnical Society. 1998. Remedial Measures Agains Soil Liquefaction. A. A. Balkema. Rotterdam, Netherlands. Youd, T. L., and Noble, S. K. 1997. „„Magnitude scaling factors.‟‟ Proc., NCEER Workshop on Evaluation of Liquefaction Resistance of Soils, Nat. Ctr. for Earthquake Engrg. Res., State Univ. of New York at Buffalo, 149–165. Yu et al. 2001. “Progressive Liquefaction Process of Loosely Deposited Sand Bed Under Oscillating Water Pressure on Its Surface”. J. Geotech. Eng., JSCE. No. 680/III-55, 1-1 Zhang, G., P. K Robertson, and R.W. I. Brachman., 2002, Estimating Liquefaction-Induced Ground Settlement From CPT for Level Ground, Can Geotech, Vol. 39, Canada.