ESTIMASI KEDALAMAN SCOURING PADA JALUR PIPA BAWAH LAUT DI PERAIRAN TUBAN, JAWA TIMUR Hasan Ikhwani Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya
Abstract: The estimation of scouring depth on submarine pipeline route is carried out in Tuban Coastal Waters using Nanyang Technological University formula. The pipeline route is divided into five zones, each zones are then determined the suitable wave theories based on the region of validity of wave theories. All zones show that Stokes 2nd Wave Theory is appropriate. Based on this theory, the celerity and wave length are calculated in order to find out wave currents speed. The secondary data of currents are adopted from previous research and then using 1/7 law the effective currents speed around the pipeline are determined. The sum of both currents speed is used to estimate the scouring depth. It is concluded that the maximum scouring occurs in the Zone I, which has the value of minimum, mean and maximum scour depth are 0.019 m, 0.094 m, and 0.274 m respectively. The minimum scour depth occurs in the Zone IV and V, which has the value of mean and maximum scour depth are 0.077 m and 0.256 m, while the minimum value is close to zero. Keywords: scouring depth, submarine pipeline, Nanyang Technological University formula
PENDAHULUAN
Negara, 2003). Sebelumnya ExxonMobil juga telah melakukan studi kelayakan untuk menginstalasi pipa bawah laut di perairan Tuban sepanjang 23 km (Ikhwani, 2003). Dalam perancangan pipa bawah laut, di samping memperhatikan pengaruh arus dan gelombang yang memberkan pukulan terhadap struktur pipa, harus mempertimbangkan pula kemungkinan adanya scouring yang timbul akibat adanya arus dan gelombang tersebut. Scouring adalah fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air laut. Peristiwa ini banyak terjadi pada material tanah lumpur/endapan, tetapi juga dapat terjadi pada keadaaan berbatu/berkarang dengan kondisi tertentu. Sehingga dapat
Teknologi transportasi minyak dan gas bumi lepas pantai yang paling efisien dan handal adalah dengan menggunakan pipa bawah laut. Beberapa keuntungan antara lain dapat disebutkan lebih ekonomis untuk jangka panjang, adanya kepastian waktu pengiriman, dan tidak terpengaruh oleh kondisi cuaca laut (Ikhwani, 1995). Di Indonesia telah terpasang ribuan kilometer pipa bawah laut yang berada di Laut Jawa, Laut Cina Selatan dan Selat Makassar. Dalam waktu dekat Perusahaan Gas Negara (PGN) juga akan mengintstalasi pipa bawah laut dari Kalimantan Timur ke Pulau Jawa sepanjang kurang lebih 1.100 km (Gas 42
disimpulkan pengertian dari scouring nah dasar laut yang disebabkan oleh arus dan gelombang. Angin akan menimbulkan gelombang yang selanjutnya pada perairan dangkal akan timbul scouring dan deposisi sedimen. Dalam sejumlah eksperimen, Herbich (1981) menyimpulkan bahwa kegagalan pipa bawah laut (submarine pipeline failure) adalah akibat adanya gelombang yang terdapat di surf zone pada coastline, yang kemudian menimbulkan scouring pada pipa yang terpendam (buried) maupun yang terletak di atas dasar laut (unburied). Mouselli (1981) menambahkan bahwa pada daerah surf zone atau pada area tempat arus bawah adalah besar, sedimen di dasar laut akan tererosi, tersuspensi dan terdeposisi. Mekanisme tersebut sangat kompleks dan tergantung dari sifat material sedimen dasar laut yaitu ukuran butiran tanah dan specific gravity. Kegagalan pipa bawah laut, menurut Halliwell (1986) adalah disebabkan oleh kombinasi arus dan gelombang, scouring, penjangkaran kapal dan aktifitas penangkapan ikan. Selanjutnya dikatakan bahwa fluktuasi tekanan dan kecepatan aliran di bawah laut dapat menyebabkan terbentuknya lubang scouring yang cukup panjang pada jalur pipa, yang memungkinkan terjadinya tarikan jangkar atau tersangkut panel jala kapal ikan. Ikhwani dan Wahyudi (1999) menguatkan fenomena ini melalui terputusnya kabel listrik bawah laut di Selat Madura pada tahun 1999 yang terjadi pada lokasi yang mempunyai kedalaman scouring yang paling maksimum. Timbulnya lubang scouring akan menyebabkan adanya bentangan bebas (free spans), dimana pada bentangan yang cukup panjang dapat menimbulkan kerusakan struktur pipa akibat osilasi arus
adalah penggerusan atau pengikisan tayang teresonansi (Chiew, 1997). Jalur pipa bawah laut milik PT. Trans Java Gas Pipelines dilaporkan telah terjadi scouring, dan timbul bentangan bebas pada Zone IC sebesar 9,54 m di KP 40,9 dan 11,95 m di KP 41,2 (Hermawan, 2001). Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya (Ikhwani, 2003) dengan mengambil daerah studi di Perairan Tuban Jawa Timur. Pada penelitian tersebut telah dikaji pengaruh arus dan gelombang terhadap stabilitas pipa, serta perencanaan tebal concrete yang dibutuhkan oleh stabilitas. Pada penelitian ini akan dikaji estimasi kedalaman scouring pada seluruh bentangan pipa bawah laut tersebut, dengan menggunakan pendekatan yang telah dikembangkan oleh Nanyang Technological University.
METODE PENELITIAN Berdasarkan pada penelitian sebelumnya, bentangan pipa sepanjang 23 km dibagi menjadi lima zone, yaitu Zone I: 0 1,3 km; Zone II: 1,3 - 4,7 km; Zone III: 4,7 10,3 km; Zone IV: 10,3 - 16,7 km dan Zone V: 16,7 - 23 km. Tiap-tiap zone kemudian dianalisis dengan meng-gunakan grafik region of wave validity untuk menentukan teori gelombang yang paling sesuai. Langkah selanjutnya adalah mencari panjang gelombang dan celerity berdasarkan teori gelombang tersebut. Hasil perhitungan ini digunakan untuk menghitung kecepatan arus akibat gelombang. Data arus sekunder diolah dengan menggunakan hukum pangkat 1/7 untuk mendapatkan kecepatan arus efektif yang bekerja pada pipa bawah laut. Kecepatan arus ini dijumlahkan dengan kecepatan arus akibat gelom-
Hasan Ikhwani: Optimasi Kedalaman Scouring pada Jalur Pipa
43
bang untuk mendapatkan kecepatan arus efektif total, yang selanjutnya dipergunakan untuk menghitung kedalaman scouring. Prediksi kedalaman scouring menggunakan pendekatan yang telah dikembangkan oleh Nanyang Technological University.
HASIL DAN PEMBAHASAN
U* = 2 . 2 . C. ekd
Perhitungan Kecepatan Efektif Total di Sekitar Pipa Dengan memasukkan data tinggi gelombang, periode dan kedalaman ke harga H/gT2 dan d/gT2 pada grafik region of wave validity of wave theories (gambar 1), secara umum menunjukkan bahwa untuk semua zone teori gelombang yang sesuai adalah Teori Gelombang Stokes Order 2. Pada Teori Stokes Order 2 ini hubungan dispersi akan tetap sama dengan teori linier (Airy), yaitu (Chakrabarti, 1987):
C2
g tanhkd k
(1)
Dengan C adalah celerity gelombang (m/det), g gravitasi (m/det2) k angka gelombang (2/L), dan d adalah kedalaman perairan (m). Profil elevasi permukaan gelombang adalah sebagai berikut: 2 H πH coshks η cosθ 2 cosh2kd cos2θ 3 2 8L sinh kd
(2)
44
(4)
Dengan adalah kemiringan gelombang (H/L), dan H adalah tinggi gelombang (m). Kecepatan efektif akibat gelombang yang mengenai pipa dihitung dengan menggunakan hukum pangkat 1/7 sebagai berikut:
V y Vo y o
1/7 (5)
Dengan V adalah kecepatan hori-zontal partikel air pada ketinggian y dari dasar laut (m/det) dan Vo adalah pengukuran kecepatan horizontal partikel air pada tinggi yo, pada ketinggian 1 m di atas dasar laut (m/det). Kecepatan efektif yang bekerja pada pipa (Ve) adalah (Mouselli 1981): 1D Ve2 V 2 y dy D0
(6)
Dengan mensubtitusikan persamaan (5) ke dalam persamaan (6) diperoleh:
2 0.286 Ve 0.778 V2 D/y0
Persamaan panjang gelombang (L) adalah sebagai berikut sebagai berikut:
gT2 2ππ L tanh 2π L
Berdasarkan persamaan (3) tersebut, untuk mendapatkan harga panjang gelombang harus dilakukan secara iterasi. Setelah panjang gelombang (L) dan celerity (C) diketahui, kemudian hasil tersebut dipakai sebagai input untuk meng-hitung kecepatan arus akibat gelombang yang diberikan dengan persamaan berikut (Kinsman, 1965):
(3)
(7)
Hasil perhitungan ini ditambah dengan kecepatan arus hasil pengukuran akan mendapatkan kecepatan arus efektif total (Vet) yang berkerja pada pipa bawah laut. Kecepatan tersebut dipakai sebagai input untuk menghitung kedalaman scouring.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 16, No.1, Januari 2010
Gambar 1. Diagram validasi dari teori gelombang (Mousselli, 1981)
Nanyang Technological University Nanyang Technological University memberikan teori untuk memprediksi kedalaman scouring. Teori ini didasarkan pada kondisi (Chiew, 1997) clearwater condition, yaitu kondisi dimana tidak terdapat tranportasi sedimen upstream lokasi terbentuknya scouring. Scouring terjadi dalam kondisi unidirectional current dan selanjutnya akan memberikan shear stress. Ketika lubang scouring terjadi antara pipa dan dasar laut, aliran yang datang terpisah menjadi dua bagian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chiew (1991) dalam Chiew (1997), untuk aliran di gap pada aliran shallow open channel, disimpulkan bahwa jumlah aliran di gap tergantung pada kedalaman undisturbed flow (Yo), diameter pipa (D) dan kedalaman scouring (ds). Metode ini dalam perhitungan untuk memprediksi kedalaman scouring adalah dengan terlebih dahulu memban-
dingkan harga Yo/D yang digunakan untuk mencari harga kecepatan total aliran di gap (q’) dengan menggunakan grafik pada gambar 2. Dari gambar 2 tersebut, q’ merupakan rasio antara qbot dan qo, sedang nilai qo dapat dihitung dengan pendekatan: qo Yo x Ve
(8)
Dengan qo adalah debit aliran sepanjang Yo persatuan panjang ke arah panjang pipa (m2/det), dan Ve kecepatan efektif (m/det). Selanjutnya harga kecepatan ratarata aliran di bawah pipa dapat ditentukan dengan mengasumsikan harga kedalaman scouring, sehingga kecepatan rata-rata di bawah pipa dan harga bed shear stress di lubang scouring juga dapat dihitung, seperti dinyatakan dalam persamaan (9).
Hasan Ikhwani: Optimasi Kedalaman Scouring pada Jalur Pipa
45
q Vbot bot ds es t
(9)
Dengan qbot adalah debit aliran yang melewati gap persatuan panjang ke arah panjang pipa (m2/det) dan (ds)est adalah asumsi kedalaman maksimal scouring (m). Bed shear stress pada lubang scouring dihitung dengan menggunakan persamaan (10).
2 fρ Vbot τbot 8
(10)
Dengan f adalah faktor gesekan dan adalah massa jenis fluida (kg/m3). Faktor gesekan dapat diambil dari Dia-gram Moody (Daughuty, 1985).
Diagram tersebut merupakan fungsi dari harga kekasaran relatif dengan Reynold Number (Re). Besarnya kekasaran relatif dan Re dapat dicari dengan menggu-nakan persamaan (11) dan (12). e d (11) Kekas aranrelative 50 D ds
V ds Re bot υ
(12)
Dengan adalah viskositas kine-matis (m2/s). Kemudian bed shear stress yang telah dihitung dibandingkan dengan critical shear stress (c) yang diambil dari Diagram Shield (gambar 3), dilanjutkan dengan iterasi sedemikian rupa sehingga nilai bot = c.
Gambar 2. Fluktuasi q’ terhadap Yo / D (Chiew, 1997)
46
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 16, No.1, Januari 2010
Gambar 3. Critical shear stress – d50 (Chiew, 1997)
Hasil Perhitungan Kecepatan arus dari data sekunder setelah dinormalkan didapat Vmin= 0 m/s, Vmean (rata-rata)= 0,0747 m/s, Vmax= 0,2478 m/s, sedang kecepatan arus yang bekerja pada pipa dihitung dengan menggunakan persamaan (8). Dengan menggunakan variasi diameter 16 sampai dengan 25 inch, hasil perhitungan kecepatan efektif arus steady di sekitar pipa
diberikan pada Table 1. Hasil perhitungan tersebut kemudian dijumlahkan dengan arus akibat gelombang (persamaan 5). Berdasarkan penelitian sebelumnya (Ikhwani, 2003) diameter pipa yang optimal di Perairan Tuban adalah 20 inch. Oleh karenanya dengan menggunakan diameter 20 inch tersebut, didapat kecepatan arus efektif total (Vet) seperti dalam Tabel 2.
Tabel 1. Kecepatan efektif arus steady D inch 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Vea(min) m/s 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Vea(s) m/s 0,058 0,058 0,059 0,059 0,060 0,060 0,060 0,061 0,061 0,062
Hasan Ikhwani: Optimasi Kedalaman Scouring pada Jalur Pipa
Vea(max) m/s 0,192 0,194 0,196 0,197 0,199 0,200 0,201 0,203 0,204 0,205
47
Tabel 2. Arus efektif total yang bekerja pada pipa Zone I II III IV V
Vet(min) m/s 0,01300000 0,00200000 0,00040500 0,00005160 0,00000207
Vet(mean) m/s 0,073 0,062 0,060 0,060 0,060
Vet(max) m/s 0,212 0,201 0,199 0,199 0,199
Tabel 3. Hasil iterasi kedalaman scouring untuk setiap zone Zone I II III IV V
Bentangan Pipa (km) 0 - 1,3 1,3 - 4,7 4,7 - 10,3 10,3 - 16,7 16,7 – 23,0
Kedalaman Rata (m) 2,5 8,0 13,5 20,0 30,0
Dari perhitungan pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa kedalaman scouring minimum terjadi pada Zone IV dan V. Pada Zone IV dan V, kedalaman scouring rata-rata dan maksimum mempunyai harga yang sama, yaitu 0,077 m dan 0,256 m, sedang kedalaman minimum dianggap sama dengan nol (0,000137m dan 0,0000095m). Apabila dibandingkan dengan di Zone I dan II, harga kedalaman minimum terlihat perbedaan yang signifikan. Hal tersebut karena pada Zone IV dan V, kedalaman dasar laut cukup dalam sehingga pengaruh arus akibat gelombang dan arus steady adalah kecil.
KESIMPULAN Estimasi kedalaman maksimum scouring secara umum terjadi pada Zone I, 48
ds(min)
ds(rata)
ds(max)
(m) 0,0190000 0,0040000 0,0008250 0,0001370 0,0000095
(m) 0,094 0,080 0,078 0,077 0,077
(m) 0,274 0,260 0,258 0,256 0,256
yaitu pada bentangan 0 - 1,3 km dan kedalaman perairan rata-rata 2,5 meter. Pada zone I estimasi kedalaman scouring berturut-turut adalah minimum 0,019 m, rata-rata 0,094 m dan maksimum 0,274 m. Sedangkan estimasi kedalaman minimum terjadi pada Zone IV dan Zone V yang mempunyai bentangan 10,3 - 23 km. Pada zone tersebut estimasi kedalaman scouring mempunyai harga maksimum 0,256 m dan rata-rata 0,077 m, dan estimasi minimum dianggap sama dengan nol.
REFERENSI Chakrabarti, S.K. 1987. Hydrodynamics Of Offshore Structure. Southampton Boston: Computa-tional Mechanics Publication.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 16, No.1, Januari 2010
Chiew, Y.M. 1997. Pipeline Scouring. Submarine Pipeline Technology Seminar. Singapore, 14-15 August. Daughuty, R.L. 1985. Fluid Mechanics with Engineering Applications. New York: McGraw-Hill Book Company. Gas Negara. 2003. The Workshop for the Study of The East Kalimantan to Java Gas Pipeline Pro-ject. Jakarta: Perusahaan Gas Negara dan PT Pendawa. Halliwel, A.R. 1986. An Introduction to Offshore Pipeline. Lecture Notes. University Cork, UK. Herbich, J.B. 1981. Offshore Pipeline Design Element. Texas: Texas A&M University College Station. Hermawan, S.B. 2001. Studi Pengaruh Scouring Terhadap Stabilitas Pipa Gas Bawah Laut Kangean-Porong Zone I-C. Tugas Akhir tidak dipublikasikan. Surabaya: Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan ITS Surabaya.
Ikhwani, H. 1995. Offshore Oil and Gas Pipelines: The Technology, Spillage Preventin and Envi-ronmental Impacts. Thesis tidak dipublikasikan. Institute of Offshore Engineering, Heriot Watt University, UK. Ikhwani, H., Wahyudi. 1999. Kajian Teknis Terhadap Kecelakaan Kabel Listrik Bawah Laut di Selat Madura. Laporan Penelitian. Hibah Penelitian Due Like. Surabaya: ITS Surabaya. Ikhwani, H. 2003. Studi Perancangan Pipa Bawah Laut di Perairan Tuban Jawa Timur. Laporan Penelitian. Hibah Penelitian Due Like. Surabaya: ITS Surabaya. Kinsman, B. 1965. Wind Waves. New York: Dover Publication, Inc. Mousselli, A.H. 1981. Offshore Pipeline Design, Analysis, and Method. Penn Well Publishing Company.
Hasan Ikhwani: Optimasi Kedalaman Scouring pada Jalur Pipa
49
89