ANALISA PASANG SURUT DI PERAIRAN JAWA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE FOURIER TRANSFORM (Idha Yuliastuty1), Kriyo Sambodho2), Suntoyo3)) Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRACT Information about time, height, and tidal condition of ocean waters plays an important role specifically for marine and fishery activities, especially for Madura Strait in East Java waters which had been a fairway for many ships. Tidal data which commonly presented in table form will only bring difficulty in reading and understanding. By processing it into graphics, one can easily understand the process of tidal occurrences, specifically for East Java waters. The data processing itself is done by using Fourier Transform method. The output of analysis using Fourier Transform method will be some main tidal components which will then be compared with Admiralty and Least Square methods. The data processing was done by using 3 different methods which are Fast Fourier Transform method, Least Square method, and Admiralty method. Output of Fast Fourier Transform method are graphics of phase and amplitude. The analysis shows phase differences in their main tidal components of each area. Also, values of some main tidal components such as O1, K1, M2 and S2 were resolved from analysis. The result also revealed that Fast Fourier Transform method should be used with data interval of minimum 1 year, which is different with Admiralty and Least square method. ABSTRAK Pengetahuan mengenai waktu, tinggi dan arus pasnag surut memegang peranan penting. Baik dalam kegiatan kelautan, kegiatan penangkapan ikan sampai peluncuran satelit, pengetahuan mengenai pasang surut sangat penting. Terutama untuk perairan Jawa Timur khususnya di sepanjang selat Madura yang merupakan lalu lintas kapal. Data pasang surut yang hanya berupa tabel akan mempersulit pembacaan kedalaman. Dengan mengolah data pasang surut menjadi sebuah grafik akan mempermudah proses pembacaan terjadinya pasang maupun surut terutama di perairan Jawa Timur. Pengolahan data pasang surut diperairan Jawa Timur dengan melakukan analisa perhitungan dengan metode Fourier Transform. Hasil dari metode Fourier Transform yang berupa komponenkomponen utama pasang surut akan dibandingkan dengan metode Admiralty dan metode Least Square. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode fast fourier transform, metode least square dan metode admiralty. Hasil dari metode fast fourier transform berupa grafik phase dan amplitude. Untuk grafik phase menunjukkan hasil yang berbeda untuk masing-masing wilayah dan komponen utama pasang surut. Untuk grafik amplitude hanya menunjukkan nilai amplitude untuk komponen utama pasang surut seperti O1, K1, M2 dan S2 untuk masing-masing wilayah. Hasil analisa perbandingan antara metode fast fourier transform, metode least square dan metode admiralty yaitu bahwa metode fast fourier transform hanya bisa diterapkan untuk interval data minimal 1 tahun. Kata Kunci : pasang surut, Least Square, Fast Fourier Transform, Admiralty, Amplitude, Phase Korespondensi : Idha Yuliastuty, Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Keputih Sukolilo – Surabaya 60111. Email :
[email protected] PENDAHULUAN
tinggi, dan arus pasang surut memegang peranan penting. Bahkan dalam kegiatan penangkapan ikan sampai peluncuran satelit, pengetahuan mengenai pasang surut sangat penting Beberapa penelitian tentang beberapa metode perhitungan pasang surut seperti Nida (2008) yang menitikberatkan pada metode least square (Program World Tides dan Program TIFA) dengan metode Admiralty. Sedangkan Siti (2008) menggunakan metode Admiralty dan metode spectrum dalam analisa harmonik
Pasang surut laut sangat penting dalam studi masalah kelautan. Pengetahuan tentang pasang surut dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan kelautan. Dalam hal perencanaan pengelolaan wilayah pesisir seperti pembuatan pelabuhan, bangunan pemecah gelombang, jembatan laut, pemasangan pipa bawah laut dan lain sebagainya. Pengetahuan mengenai waktu,
1
komponen pasang surut. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya pada penelitian ini analisa pasang surut dengan menggunakan metode Fourier Transform. Metode Fourier Transform merupakan salah satu model linear yang umum digunakan dalam dinamika laut yang menganggap suatu fenomena merupakan penjumlahan gelombang sederhana. Metode Fourier Transform merupakan metode yang menggunakan prinsip dari suatu fungsi kontinu menjadi penjumlah sejumlah fungsi sinusoida. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode Fourier Transform yang berupa komponenkomponen pasang surut akan di bandingkan dengan metode lain seperti metode Admiralty dan metode Least Square. Permasalahan yang menjadi bahan kajian penelitian ini antara lain bagaimana mengolah data pasang surut dengan menggunakan metode Fourier Transform di Perairan Jawa Timur dan bagaimana perbandingan hasil dari perhitungan dengan menggunakan metode Fourier Transform dengan metode Admiralty dan metode Least Square di Perairan Jawa Timur. Tujuan dari penelitian penelitian ini antara lain mengetahui hasil amplitude dan phase komponen utama pasang surut dengan menggunakan metode Fourier Transfrom dan membandingkan hasil analisa pasang surut dengan menggunakan metode Fourier Transform dengan metode lain (metode Admiralty dan metode Least Square). Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui alternatif metode yang digunakan dalam pengolahan data pasang surut yang mudah dilakukan secara efektif dan efisien. Dalam penelitian ini batasan masalah yang digunakan antara lain hanya menggunakan data pasang surut dari Dinas Hidro-oseanografi (Dishidros) TNI AL untuk wilayah Alur Pelayaran Barat Surabaya (Karang Jamuang), Kalianget, Surabaya (Pelabuhan), Alur Pelayaran Timur Surabaya (Karang Kleta).
Mulai
Identifikasi dan Perumusan Masalah Studi Literatur Pengumpulan Data Pasang Surut
Proses Data
Detrended-Time Series (η*)
Fast Fourier Transform Method
Rectangular Window
Metode Admiralty
Hanning Window
Hamming Window
Least Square Method
Blackman Window
Analisa Data dan Pembahasan
Penyusunan Laporan
Selesai
Gambar 1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN Data pasang surut yang digunakan merupakan data wilayah Pantai Utara Jawa Timur seperti wilayah Alur Pelayaran Barat Surabaya (Karang Jamuang), Surabaya (Pelabuhan), Alur Pelayaran Timur Surabaya (Karang Kleta) dan Kalianget.
METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 2 Peta Lokasi Studi Data pasang surut untuk semua wilayah menggunakan moving average method sebagai
pengurang data pasang surut awal sehingga didapatkan nilai pasang surut dengan nilai MSL nol.
2
yang berbeda-beda pula akan ditunjukkan dalam grafik di bawah ini. Alur Pelayaran Barat Surabaya (Karang Jamuang) Untuk data 1 tahun Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6
Gambar 3 Grafik Pasang Surut Total wilayah Karang Jamuang
K1
FFT (Rectangular Window) Least Square Admiralty
0.5
Amplitudo (m)
0.4
0.3 O1 0.2
0.1
S2 M2
0.0 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 4 Grafik Trend Component Pasang Surut dengan MAM 15 Hari wilayah Karang Jamuang
Gambar 6. Grafik Rectangular Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6 FFT (Hanning Window) Least Square Admiralty
0.5
K1
Amplitudo (m)
0.4
0.3 O1 0.2
0.1
S2 M2
0.0
10
Gambar 5 Grafik Fluctuation Component Pasang Surut Wilayah Karang Jamuang
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 7. Grafik Hanning Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6
Hasil perhitungan komponen-komponen utama pasang surut dari beberapa metode yang digunakan seperti metode Admiralty, metode least square dan metode fast fourier transform. Dari ketiga metode yang digunakan akan diketahui perbandingan nilai amplitude untuk masing-masing komponen utama pasang surut yang terjadi di wilayah Pantai Utara Jawa Timur. Hasil perbandingan nilai amplitude untuk masing-masing komponen utama pasang surut akan disajikan dalam bentuk grafik dibawah ini. Dalam grafik hanya membandingkan perbedaan komponen pasang surut seperti S2, M2, K1 dan O1. Dari keempat komponen pasang surut akan dibandingkan hasilnya sesuai dengan nilai amplitude untuk masing-masing metode yang digunakan. Sedangkan periode yang digunakan merupakan periode umum yang menjadi acuan untuk menentukan komponen pasang surut. Sehingga yang dilihat hanya perbedaan amplitude untuk masingmasing komponen pasang surut. Hasil dari nilai amplitude pada masingmasing komponen utama pasang surut dengan berbagai metode yang berbeda dan wilayah
K1
FFT (Hamming Window) Least Square Admiralty
0.5
Amplitudo (m)
0.4
0.3 O1 0.2
0.1
S2 M2
0.0
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 8. Grafik Hamming Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6 K1
FFT (Blackman Window) Least Square Admiralty
0.5
Amplitudo (m)
0.4
0.3 O1
0.2
0.1
S2 M2
0.0
10
12
14
16
18
20
22
24
26
Periode (Jam)
Gambar 9. Grafik Blackman Window
3
28
metode Admiralty dan least square. Sedangkan untuk komponen lainnya hasil yang didapatkan kurang mendekati. Sehingga untuk hasil yang didapatkan dengan metode FFT (Rectangular Window) masih dapat digunakan dalam analisa pasang surut untuk wilayah ini dengan data 1 tahun.
Pada grafik untuk wilayah Alur Pelayaran Barat Surabaya (Karang Jamuang) untuk interval data 1 tahun dengan moving average method 15 hari menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan dengan metode FFT (Rectangular Window) lebih mendekati hasil yang didapat dengan metode Admiralty dan metode least square. Hal ini dikarenakan pada metode FFT untuk Rectangular Window (pada gambar 5.1) hasil amplitude komponen S2, M2 dan O1 mendekati sama atau sama dengan hasil metode Admiralty dan metode least square. Sedangkan untuk nilai amplitude komponen K1 lebih pendek daripada nilai amplitude yang dihasilkan oleh metode Admiralty dan metode least square. Tetapi nilai amplitude tidak terlalu jauh perbedaannya jika dibandingkan dengan metode FFT lainnya. Hasil grafik hanning window menunjukkan nilai amplitudo untuk komponen K1 dan O1 jauh berbeda dengan metode Admiralty dan least square dibandingkan dengan nilai komponen S2 dan M2. Meskipun nilai dari komponen M2 dan S2 terlihat lebih dekat tetapi masih jauh berbeda dibandingkan dengan nilai yang dihasilkan dengan metode FFT dengan Rectangular Window. Sehingga masih terlihat perbedaan yang cukup signifikan. Hasil grafik hamming window tidak jauh berbeda dengan grafik hanning window. Sama halnya dengan grafik blackman window. Hasil yang memiliki perbedaan cukup signifikan terletak pada komponen K1 dan O1. Untuk nilai amplitude komponen K1 dan O1 terlihat semakin menjauh baik oleh grafik hanning window, hamming window serta blackman window. Sedangkan untuk nilai amplitude komponen S2 dan M2 juga terlihat perbedaan walaupun kecil. Nilai amplitude untuk masing-masing komponen pada keempat gambar diatas menunjukkan bahwa metode FFT dengan blackman window perbedaan nilai untuk komponen K1 dan O1 terlalu jauh. Sedangkan perbedaan nilai amplitude untuk keempat gambar terletak dari nilai amplitude untuk komponen K1 dan O1 jauh lebih terlihat daripada perbedaan nilai amplitude untuk komponen S2 dan M2. Nilai amplitude untuk komponen K1 dan O1 untuk metode FFT dengan hanning window, hamming window dan blackman window mendapatkan hasil yang kurang sesuai dengan hasil metode Admiralty dan least square. Untuk metode FFT dengan Rectangular Window terdapat 3 komponen yang mempunyai hasil yang hampir sama. Komponen S2, M2 dan O1 pada grafik Rectangular Window menunjukkan nilai yang hampir tidak terdapat jarak antara metode FFT (Rectangular Window) dengan
Untuk data 1 bulan Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6 K1
FFT (Rectangular Window) Least Square Admiralty
0.5
Amplitudo (m)
0.4
0.3 O1 0.2
0.1
S2 M2
0.0 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 10. Grafik Rectangular Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6 K1
FFT (Hanning Window) Least Square Admiralty
0.5
Amplitudo (m)
0.4
0.3 O1 0.2
0.1
S2 M2
0.0
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 11. Grafik Hanning Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6 K1
FFT (Hamming Window) Least Square Admiralty
0.5
Amplitudo (m)
0.4
0.3 O1 0.2
0.1
S2 M2
0.0
10
12
14
16
18
20
22
24
26
Periode (Jam)
Gambar 12. Grafik Hamming Window
4
28
Rectangular Window menunjukkan perbedaan yang relatif lebih kecil. Hasil amplitude untuk data 1 bulan terdapat perbedaan nilai antara metode FFT dengan metode Admiralty dan metode least square yang terletak pada komponen K1 dan O1. Nilai amplitude untuk komponen K1 dan O1 untuk metode FFT dengan Rectangular Window, hanning window, hamming window dan blackman window mendapatkan hasil yang kurang sesuai dengan hasil metode Admiralty dan least square. Untuk metode FFT dengan blackman window tidak terdapat komponen dengan hasil amplitude yang hampir sama. Komponen M2 pada grafik Rectangular Window menunjukkan nilai yang hampir tidak terdapat jarak antara metode FFT (Rectangular Window) dengan metode Admiralty dan least square. Komponen S2 menunjukkan nilai yang mendekati. Sedangkan untuk komponen K1 dan O1 menunjukkan nilai yang relatif jauh. Sehingga untuk hasil yang didapatkan dengan metode FFT (Rectangular Window) dan metode lainnya kurang tepat jika digunakan dalam analisa pasang surut untuk wilayah ini dengan data 1 bulan.
Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6 K1
FFT (Blackman Window) Least Square Admiralty
0.5
Amplitudo (m)
0.4
0.3 O1
0.2
0.1
S2 M2
0.0
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 13. Grafik Blackman Window Pada grafik untuk wilayah Alur Pelayaran Barat Surabaya (Karang Jamuang) untuk interval data 1 bulan dengan moving average method 15 hari menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan dengan metode FFT (Rectangular Window) lebih mendekati hasil yang didapat dengan metode Admiralty dan metode least square. Hal ini dikarenakan nilai amplitude untuk komponen S2 dan M2 mendekati hasil dengan metode Admiralty dan least square. Untuk nilai K1 mempunyai nilai yang memiliki perbedaan hasil lebih besar dari pada nilai komponen O1. Hasil grafik hanning window untuk nilai amplitude K1 dan O1 semakin terlihat perbedaan hasil yang didapatkan. Sedangkan untuk komponen M2 mempunyai nilai amplitude hampir sama. Untuk komponen S2 mempunyai sedikit perbedaan nilai dengan metode Admiralty dan least square. Hasil grafik hamming window dan blackman window menghasilkan hasil yang hampir sama dengan grafik hanning window. Untuk grafik blackman window untuk komponen O1 dan K1 mempunyai perbedaan nilai amplitude lebih jauh dibandingkan dengan hasil grafik hamming window. Sedangkan untuk komponen S2 dan M2 blackman window mempunyai nilai amplitude yang sama dengan hamming window. Nilai komponen K1 dan O1 dari grafik hamming window dan blackman window menghasilkan perbedaan cukup signifikan untuk nilai amplitude yang dihasilkan dengan metode Admiralty dan least square. Sedangkan nilai komponen S2 dan M2 menghasilkan perbedaan nilai amplitude yang relative kecil dibandingkan dengan hasil dengan metode Admiralty dan least square. Keempat grafik menunjukkan perubahan nilai amplitude untuk masingmasing komponen utama. Dari hasil nilai amplitude, grafik blackman window menghasilkan perbedaan yang signifikan dibandingkan hasil dengan metode Admiralty dan metode least square. Sedangkan grafik
Surabaya (Pelabuhan) Untuk data 1 tahun Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.55 FFT (Rectangular Window) Least Square Admiralty
0.50
Amplitudo (m)
0.45
K1
M2
0.40
0.35
0.30
O1 S2
0.25
0.20 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 14. Grafik Rectangular Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6 FFT (Hanning Window) Least Square Admiralty
0.5
K1
M2 Amplitudo (m)
0.4
0.3
O1 S2
0.2
0.1
0.0 10
12
14
16
18
20
22
24
26
Periode (Jam)
Gambar 15. Grafik Hanning Window
5
28
dengan metode admiralty dan least square. Komponen S2 menunjukkan perbedaan nilai yang relative kecil jika dibandingkan dengan komponen M2 dan K1. Perubahan nilai amplitude komponen pasang surut semakin terlihat jelas pada metode FFT dengan blackman window. Perbedaan nilai amplitude komponen pasang surut sudah terlihat jelas pada metode FFT dengan hanning window. Sehingga metode FFT dengan Rectangular Window memiliki nilai komponen pasang surut yang lebih mendekati hasil nilai amplitude dengan metode Admiralty dan metode least square. Hal ini menunjukkan bahwa metode FFT kurang sesuai digunakan dalam menganalisa komponen pasang surut diwilayah ini dengan data 1 tahun.
Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6 FFT (Hamming Window) Least Square Admiralty
0.5
K1
Amplitudo (m)
M2 0.4
0.3
O1 S2
0.2
0.1 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 16. Grafik Hamming Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6 FFT (Blackman Window) Least Square Admiralty
0.5
K1
M2
Amplitudo (m)
0.4
Untuk data 1 bulan 0.3
Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty
O1 S2
0.55 FFT (Rectangular Window) Least Square Admiralty
0.2
0.50 0.1
Amplitudo (m)
0.45
0.0 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 17. Grafik Blackman Window
0.40 0.35 0.30
O1 S2
0.25
Pada grafik untuk wilayah Surabaya (Pelabuhan) untuk interval data 1 tahun dengan moving average method 15 hari menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan dengan metode FFT (Rectangular Window) lebih mendekati hasil yang didapat dengan metode Admiralty dan metode least square. Hal ini dikarenakan hasil dari keempat yang paling mendekati hasil metode Admiralty dan metode least square hanya metode FFT dengan Rectangular Window. Pada gambar grafik Rectangular Window, komponen M2 dan K1 menunjukkan perbedaan nilai amplitude yang cukup signifikan dengan metode Admiralty dan metode least square. Komponen S2 dan O1 menunjukkan nilai yang hampir mendekati. Dari keempat komponen pasang surut, hanya komponen M2 yang memiliki perbedaan yang signifikan daripada komponen lainnya seperti S2, K1 dan O1. Grafik hanning window, hamming window dan blackman window menunjukkan perbedaan nilai amplitudo yang signifikan terhadap hasil yang didapatkan dengan metode admiralty dan least square untuk semua komponen utama pasang surut. Gambar grafik Rectanguler Window memiliki hasil yang jauh lebih baik apabila dibandingkan dengan metode FFT yang lainnya seperti hanning window, hamming window, dan blackman window. Hal ini dibuktikan dengan nilai amplitude komponen O1 yang mendekati hasil yang didapatkan
K1
M2
0.20 0.15 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 18. Grafik Rectangular Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6 FFT (Hanning Window) Least Square Admiralty
0.5
K1
Amplitudo (m)
M2 0.4
0.3
O1 S2
0.2
0.1 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 19. Grafik Hanning Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6 FFT (Hamming Window) Least Square Admiralty
0.5
K1
Amplitudo (m)
M2 0.4
0.3
O1 S2
0.2
0.1 10
12
14
16
18
20
22
24
26
Periode (Jam)
Gambar 20. Grafik Hamming Window
6
28
berbeda dengan hasil yang diperoleh dengan metode Admiralty dan least square. Perbedaan nilai amplitude terlihat semakin berbeda apabila dimulai dari grafik hanning window, hamming window dan blackman window. Hal ini menunjukkan bahwa metode FFT kurang sesuai digunakan untuk menganalisa komponen pasang surut diwilayah ini dengan data 1 bulan.
Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.6 FFT (Blackman Window) Least Square Admiralty
0.5
K1
M2
Amplitudo (m)
0.4
0.3
O1 S2
0.2
0.1
Alur Pelayaran Timur (Karang Kleta) Untuk data 1 tahun
0.0 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 21. Grafik Blackman Window
Surabaya
Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.7
Pada grafik untuk wilayah Surabaya (Pelabuhan) untuk interval data 1 bulan dengan moving average method 15 hari menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan dengan metode FFT (Rectangular Window) lebih mendekati hasil yang didapat dengan metode Admiralty dan metode least square. Hal ini dikarenakan hasil dari keempat yang paling mendekati hasil metode Admiralty dan metode least square hanya metode FFT dengan Rectangular Window. Hasil dari gambar grafik Rectangular Window terlihat bahwa nilai amplitude untuk masing-masing komponen pasang surut terlihat jauh perbedaannya. Untuk komponen M2 terlihat jauh perbedaannya dibandingkan dengan perbedaan nilai pada komponen S2, K1 dan O1. Perbedaan nilai amplitude pada semua komponen pasang surut pada grafik Rectangular Window dengan metode Admiralty dan metode least square sangat terlihat. Hasil grafik hanning window, hamming window, dan blackman window menunjukkan hasil yang mempunyai perbedaan yang sangat signifikan dibandingkan hasil yang didapatkan dengan metode admiralty dan least square. Pada ketiga grafik baik mulai dari grafik hanning window sampai blackman window, tidak terdapat satu komponen yang mempunyai nilai yang mendekati. Nilai yang ditunjukkan masing-masing grafik semakin menjauh dari hasil yang didapatkan dengan metode admiralty dan least square. Hasil amplitude untuk data 1 tahun menunjukkan perbedaan nilai komponen pasang surut yang ditunjukkan oleh grafik pada Rectangular Window, hanning window, hamming window dan blackman window. Perbedaan nilai yang didapatkan terlalu signifikan. Terutama hasil yang ditunjukkan oleh grafik blackman window. Pada grafik yang ditunjukkan oleh keempat metode termasuk metode FFT dengan Rectangular Window, hasil nilai amplitude masing-masing komponen terlihat signifikan perbedaannya. Komponen pasang surut seperti S2, M2, K1 dan O1 terlihat
Amplitudo (m)
0.6
FFT (Rectangular Window) Least Square Admiralty
M2
0.5 K1 0.4
0.3
O1
S2
0.2 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 22. Grafik Rectangular Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.7
0.6
FFT (Hanning Window) Least Square Admiralty
M2
Amplitudo (m)
0.5 K1 0.4
0.3
S2
O1
0.2
0.1 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 23. Grafik Hanning Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.7
0.6
FFT (Hamming Window) Least Square Admiralty
M2
Amplitudo (m)
0.5 K1 0.4
0.3
S2
O1
0.2
0.1 10
12
14
16
18
20
22
24
26
Periode (Jam)
Gambar 24. Grafik Hamming Window
7
28
dalam menganalisa komponen pasang surut di wilayah ini dengan data 1 tahun.
Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.7 FFT (Blackman Window) Least Square Admiralty
0.6 M2
Untuk data 1 bulan
0.5
Amplitudo (m)
Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty K1
0.7
0.4
0.3
0.6
S2
0.2
FFT (Rectangular Window) Least Square Admiralty
M2
O1
Amplitudo (m)
0.5
0.1
0.0 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
K1 0.4
0.3
S2
Periode (Jam)
Gambar 25. Grafik Blackman Window
O1
0.2
Pada grafik untuk wilayah Alur Pelayaran Timur Surabaya (Karang Kleta) untuk interval data 1 tahun dengan moving average method 15 hari menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan dengan metode FFT (Rectangular Window) lebih mendekati hasil yang didapat dengan metode Admiralty dan metode least square. Hal ini dikarenakan hasil dari keempat yang paling mendekati hasil metode Admiralty dan metode least square hanya metode FFT dengan Rectangular Window. Pada grafik Rectangular Window, nilai amplitude untuk masing-masing komponen tidak terlalu jauh berbeda dengan nilai amplitude dengan metode Admiralty dan least square. Pada grafik tersebut menunjukkan bahwa untuk komponen O1 mempunyai nilai yang hampir atau sama dengan metode Admiralty dan least square. Sedangkan untuk nilai S2 dan K1 memiliki perbedaan nilai tetapi tidak signifikan dibandingkan dengan nilai amplitude untuk komponen M2. Pada grafik hanning window, hamming window dan blackman window menunjukkan perbedaan yang signifikan nilai amplitude untuk semua komponen utama pasang surut dibandingkan dengan hasil dengan metode admiralty dan least square. Dari semua komponen pasang surut, hanya komponen M2 yang menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sedangkan untuk komponen yang lainnya juga memiliki perbedaan. Hasil amplitude untuk data 1 tahun wilayah ini menunjukkan grafik nilai amplitude yang menunjukkan perbedaan nilai antara metode FFT dengan metode admiralty dan least square. Dari keempat grafik, grafik Rectangular Window hanya komponen S2 dan O1 yang mendekati. Sedangkan grafik yang lainnya tidak terdapat hasil komponen pasang surut yang mendekati hasil yang didapatkan dengan metode admiralty dan least square. Hal ini menunjukkan bahwa metode FFT dengan Rectangular Window masih bisa digunakan
0.1 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 26. Grafik Rectangular Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.7
0.6
FFT (Hanning Window) Least Square Admiralty
M2
Amplitudo (m)
0.5 K1 0.4
0.3
S2
O1
0.2
0.1 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 27. Grafik Hanning Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.7
0.6
FFT (Hamming Window) Least Square Admiralty
M2
Amplitudo (m)
0.5 K1 0.4
0.3
S2
O1
0.2
0.1 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 28. Grafik Hamming Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.7
0.6
FFT (Blackman Window) Least Square Admiralty
M2
0.5
Amplitudo (m)
K1 0.4
0.3
S2
O1
0.2
0.1
0.0 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 29. Grafik Blackman Window Pada grafik untuk wilayah Alur Pelayaran Timur Surabaya (Karang Kleta)
8
untuk interval data 1 bulan dengan moving average method 15 hari menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan dengan metode FFT (Rectangular Window) lebih mendekati hasil yang didapat dengan metode Admiralty dan metode least square. Hal ini dikarenakan hasil dari keempat yang paling mendekati hasil metode Admiralty dan metode least square hanya metode FFT dengan Rectangular Window. Hasil grafik Rectangular Window menunjukkan perbedaan hasil amplitude yang cukup signifikan dibandingkan dengan hasil yang didapatkan metode admiralty dan metode least square. Hal ini juga sama dengan hasil yang didapatkan dari grafik hanning window, hamming window dan blackman window. Hasil amplitude untuk data 1 bulan wilayah ini menunjukkan perbedaan nilai yang signifikan. Dari keempat grafik tidak terdapat satu komponen yang menunjukkan hasil mendekati. Hal ini menunjukkan bahwa metode FFT kurang tepat digunakan dalam menganalisa komponen pasang surut.
Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.45 K1 0.40
M2
Amplitudo (m)
0.35 0.30 0.25
O1
0.20
S2
0.15 FFT (Hamming Window) Least Square Admiralty
0.10 0.05 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 32. Grafik Hamming Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.45 K1 0.40
M2
Amplitudo (m)
0.35 0.30 0.25
O1
0.20
S2
0.15 FFT (Blackman Window) Least Square Admiralty
0.10 0.05 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 33. Grafik Blackman Window Kalianget Untuk data 1 tahun
Pada grafik untuk wilayah Kalianget untuk interval data 1 tahun dengan moving average method 15 hari menunjukkan hasil yang didapatkan dengan metode FFT (Rectangular Window) lebih mendekati hasil yang didapatkan dengan metode admiralty dan least square. Hal ini dikarenakan hasil dari keempat yang paling mendekati hasil metode admiralty dan metode least square hanya metode FFT dengan Rectangular Window. Pada grafik rectangular window hasil komponen O1 menunjukkan hasil yang mendekati hasil dengan metode admiralty dan least square. Komponen S2 menunjukkan perbedaan nilai yang kecil. Untuk nilai M2 terdapat perbedaan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai K1. Pada grafik hanning window, hamming window dan blackman window menunjukkan hasil yang hampir sama satu sama lain. Grafik tersebut menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap nilai amplitude antara metode FFT dengan metode admiralty dan least square. Sehingga tidak ada satu komponen yang terdapat hasil amplitude yang mendekati. Pada analisa komponen pasang surut untuk wilayah ini dengan data 1 tahun. Dari keempat grafik hanya grafik rectangular window yang menunjukkan hasil mendekati. Grafik rectangular window terdapat 2 komponen pasang surut menunjukkan hasil mendekati
Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.45 K1 0.40
M2
Amplitudo (m)
0.35
0.30
0.25
O1
0.20
FFT (Rectangular Window) Least Square Admiralty
S2
0.15 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 30. Grafik Rectangular Window Perbedaan FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.45 K1 0.40
M2
Amplitudo (m)
0.35 0.30 0.25
O1
0.20
S2
0.15 FFT (Hanning Window) Least Square Admiralty
0.10 0.05 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (Jam)
Gambar 31. Grafik Hanning Window
9
Pada grafik untuk wilayah Kalianget untuk interval data 1 bulan dengan moving average method 15 hari menunjukkan hasil yang didapatkan dengan metode FFT (Rectangular Window) lebih mendekati hasil yang didapatkan dengan metode admiralty dan least square. Hal ini dikarenakan hasil dari keempat yang paling mendekati hasil metode admiralty dan metode least square hanya metode FFT dengan Rectangular Window. Pada grafik rectangular window, komponen S2 menunjukkan hasil yang lebih mendekati dibandingkan dengan komponen lainnya. Komponen S2 mempunyai perbedaan nilai yang cukup signifikan dibandingkan dengan metode admiralty dan least square. Untuk komponen O1, M2 dan K1 menunjukkan nilai dengan interval nilai yang hampir sama. Tetapi perbedaan nilai amplitude untuk ketiga komponen cukup signifikan dibandingkan dengan metode admiralty dan least square. Pada grafik hanning window, hamming window dan blackman window menunjukkan nilai komponen pasang surut dengan interval yang sama untuk masing-masing komponen. Nilai amplitude untuk komponen M2 dan K1 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan dibandingkan dengan nilai amplitude untuk komponen O1 dan S2. Analisa data pasang surut untuk wilayah ini dengan data 1 bulan menunjukkan bahwa dari keempat grafik tidak ada satu komponen yang menunjukkan nilai amplitude yang mendekati hasil dengan metode admiralty dan least square. Baik komponen yang ditunjukkan oleh grafik rectangular window, masih menunjukkan perbedaan nilai meskipun relatif kecil. Sehingga untuk wilayah ini dengan interval data 1 bulan kurang tepat digunakan dalam menganalisa komponen pasang surut dengan metode FFT.
hasil dengan metode lain. Komponen tersebut adalah O1 dan S2. Sehingga untuk wilayah ini masih bisa menggunakan metode FFT untuk menganalisa komponen pasang surut. Untuk data 1 bulan Analisa FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.5
0.4
K1
Amplitudo (m)
M2 0.3
O1
0.2
S2 FFT (rectangular window) least square admiralty
0.1
0.0 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (jam)
Gambar 34. Grafik Rectangular Window Analisa FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.5
K1
M2
0.3
0.2
O1 S2
0.1
FFT (hanning window) periode vs least square periode vs admiralty
0.0 10
12
14
16
18 20 Periode (jam)
22
24
26
28
Gambar 35. Grafik Hanning Window Analisa FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.5
Amplitudo (m)
0.4
K1
M2
0.3
0.2
O1 S2
FFT (hamming window)
0.1
periode vs least square periode vs admiralty
HUBUNGAN NILAI AMPLITUDO KOMPONEN PASANG SURUT Hubungan nilai amplitude komponen pasang surut semua wilayah menunjukkan perubahan pola pada masing-masing komponen. Pola yang terbentuk merupakan pola yang terjadi dalam kurun waktu 1 bulan.
0.0 10
12
14
16
18 20 Periode (jam)
22
24
26
28
Gambar 36. Grafik Hamming Window Analisa FFT dengan Metode Least Square dan Metode Admiralty 0.5
K1
0.4
M2 Amplitudo (m)
Amplitudo (m)
0.4
0.3
O1
0.2
S2 FFT (blackman window)
0.1
blackman vs least square periode vs admiralty
0.0 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Periode (jam)
Gambar 37. Grafik Blackman Window
10
persamaan. Grafik-grafik dengan metode FFT lainnya ditunjukkan dalam lampiran.
Analisa FFT (Rectangular Window) 0.5
0.3
Analisa 1 Tahun Hubungan nilai amplitude komponen pasang surut semua wilayah menunjukkan perubahan pola pada masing-masing komponen. Pola yang terbentuk merupakan pola yang terjadi dalam kurun waktu 1 tahun.
0.2 O1 K1 M2 S2
et
Su
Gambar 38. Analisa FFT (Rectangular Window)
Analisa FFT (Rectangular Window)
Grafik analisa FFT (rectangular window) menunjukkan pola yang terbentuk dari hubungan komponen pasang surut pada 4 wilayah. Untuk komponen K1 untuk wilayah Alur Pelayaran Timur Surabaya (Karang Kleta) menunjukkan nilai amplitudo yang paling kecil. Hal ini ditunjukkan oleh grafik K1 dari wilayah Karang Jamuang ke karang kleta terlihat menurun tetapi untuk wilayah Kalianget kembali naik. Komponen O1 menunjukkan grafik dengan nilai untuk wilayah Kalianget lebih rendah. Hal ini ditunjukkan bahwa grafik O1 untuk wilayah Karang Jamuang naik sampai wilayah Surabaya (Pelabuhan) kemudian grafik menurun kearah wilayah Kalianget. Komponen grafik M2 menunjukkan nilai untuk wilayah Karang Kleta lebih besar. Hal ini ditunjukkan dengan pola yang dibentuk yaitu nilai M2 naik, dimana yang semula lebih rendah untuk daerah Karang Jamuang dari nilai komponen S2 sedangkan daerah Surabaya lebih tinggi dari komponen S2 dan O1. Kemudian grafik naik sampai wilayah Karang Kleta yang menunjukkan nilai lebih tinggi dari ketiga komponen pasang surut. Kemudian grafik menurun untuk wilayah Kalianget sampai nilainya lebih rendah dari nilai K1. Komponen grafik S2 menunjukkan nilai untuk wilayah Karang Kleta lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan pola yang dibentuk oleh komponen S2. Grafik S2 untuk wilayah Karang Jamuang lebih tinggi dari grafik M2 naik sampai wilayah Karang Kleta. Untuk wilayah Surabaya dan Karang Kleta nilai komponen S2 lebih rendah dari komponen M2. Sedangkan untuk karang Kleta nilai komponen S2 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai komponen O1. Kemudian grafik S2 turun sampai wilayah Kalianget. Hasil grafik dengan metode FFT yang lainnya menunjukkan hasil yang hampir sama atau mendekati pola grafik diatas. Perbedaan untuk masing-masing grafik terletak pada nilai amplitude masing-masing komponen. Untuk pola yang terjadi masih mempunyai
0.5
Amplitudo (m)
0.4
0.3
0.2 O1 K1
0.1
M2 S2
ar an g
Tempat
Su
K
et
0.0
al ia ng
an g
K al ia ng
K le ta
an ) uh la b
Pe
K ar
Tempat
ra
K ar
ba ya (
an g
Ja m ua
ng
0.0
K
0.1
Ja ra m ba ua ya ng (P el ab uh an K ) ar an g K le ta
Amplitudo (m)
0.4
Gambar 39. Analisa FFT (Rectangular Window) Grafik analisa FFT (rectangular window) menunjukkan pola yang terbentuk dari hubungan komponen pasang surut pada 4 wilayah. Untuk komponen K1 untuk wilayah Alur Pelayaran Timur Surabaya (Karang Kleta) menunjukkan nilai amplitudo yang paling kecil. Hal ini ditunjukkan oleh grafik K1 dari wilayah Karang Jamuang ke karang kleta terlihat menurun sampai wilayah Kalianget. Komponen O1 menunjukkan grafik dengan nilai untuk wilayah Kalianget lebih rendah. Hal ini ditunjukkan bahwa grafik O1 untuk wilayah Karang Jamuang naik sampai wilayah Surabaya (Pelabuhan) kemudian grafik menurun kearah wilayah Kalianget. Komponen grafik M2 menunjukkan nilai untuk wilayah Karang Kleta lebih besar. Hal ini ditunjukkan dengan pola yang dibentuk yaitu nilai M2 naik, dimana yang semula lebih rendah untuk daerah Karang Jamuang dari nilai komponen S2 sedangkan daerah Surabaya lebih tinggi dari komponen S2 dan O1. Kemudian grafik naik sampai wilayah Karang Kleta yang menunjukkan nilai lebih tinggi dari ketiga komponen pasang surut. Kemudian grafik menurun untuk wilayah Kalianget sampai nilainya lebih rendah dari nilai K1. Komponen grafik S2 menunjukkan nilai untuk wilayah Karang Kleta lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan pola yang dibentuk oleh komponen S2. Grafik S2 untuk wilayah Karang Jamuang lebih tinggi dari grafik M2 naik sampai wilayah Karang Kleta. Untuk wilayah Surabaya
11
dan Karang Kleta nilai komponen S2 lebih rendah dari komponen M2. Sedangkan untuk karang Kleta nilai komponen S2 hampir sama dengan nilai komponen O1. Kemudian grafik S2 turun sampai wilayah Kalianget. Hasil grafik dengan metode FFT yang lainnya menunjukkan hasil yang hampir sama atau mendekati pola grafik diatas. Perbedaan untuk masing-masing grafik terletak pada nilai amplitude masing-masing komponen. Untuk pola yang terjadi masih mempunyai persamaan. Grafik-grafik dengan metode FFT lainnya ditunjukkan dalam lampiran. ANALISA MASING-MASING PASANG SURUT
kearah Surabaya kemudian mengalir kearah Karang Kleta. Pada perkiraan bulan maret terjadi perubahan, terjadi pusaran arus di wilayah Surabaya dan Karang Kleta. Hal ini ditunjukkan adanya pertemuan amplitude komponen K1 dari wilayah Surabaya dan Karang Kleta. Setelah adanya pusaran arus pasang surut di wilayah Surabaya dan Karang Kleta, arus pasang surut mengalir dari Karang Jamuang ke Surabaya dan Karang Kleta ke Surabaya. Peristiwa terjadinya pusaran arus pasang surut di wilayah Surabaya terjadi empat kali dalam tahun 2010. Pusaran terjadi pada perkiraan bulan maret, mei, september dan november. Pada pusaran pertama pada perkiraan bulan maret terjadi perubahan arus pasang surut yang semula arus yang berasal dari Karang Jamuang mengalir ke Surabaya kemudian mengalir ke Karang Kleta berubah menjadi arus yang berasal dari Karang Jamuang dan Karang Kleta bertemu di Surabaya. Pusaran yang terjadi pada perkiraan bulan mei menyebabkan kembalinya pola arus pasang surut menjadi arus pasang surut yang berasal dari Karang Jamuang menuju ke Surabaya kemudian menuju ke Karang Kleta. Pusaran yang terjadi pada perkiraan bulan september menyebabkan arus pasang surut berubah pola menjadi semua arus pasang surut yang berasal dari Karang Jamuang dan Karang Kleta menuju ke Surabaya. Pusaran yang terjadi pada perkiraan bulan November menyebabkan kembalinya pola arus pasang surut seperti yang terjadi pada bulan Februari.
KOMPONEN
Grafik O1 0.21
Amplitudo
0.20 0.19 0.18 0.17
Karang Jamuang Surabaya Karang Kleta
0.16
t em be r O ct ob er N ov em be r D ec em be r
ly
us ug A
Bulan
Se pt
ne Ju
Ju
il
ay
pr
M
ar ch
A
ua ry
M
Fe br
Ja nu
ar y
0.15
Gambar 40. Grafik O1 Data pasang surut untuk grafik diatas menggunakan moving avearge method 15 hari untuk menghilangkan trend komponen yang terdapat dalam data. Sehingga data yang digunakan dimulai dengan bulan Februari. Pada pola grafik diatas dapat diketahui bahwa arus pasang surut pada tahun 2010 untuk komponen O1. Arus pasang surut yang terjadi setiap bulannya yaitu mengalirnya arus dari Surabaya ke arah Karang Kleta. Serta mengalirnya arus dari Surabaya kearah Karang Jamuang.
Grafik M2 0.40 0.35
Amplitudo
0.30 0.25 0.20 0.15
Karang Jamuang Surabaya Karang Kleta
0.10
Grafik K1
Amplitudo
ug us t em be r O ct ob er N ov em be r D ec em be r
A
Se pt
y
e Bulan
0.40
Ju l
ay
Ju n
pr il
M
Fe br ua ry M ar ch
A
0.00
0.45
ar y
0.50
Ja nu
0.05
Gambar 42. Grafik M2
0.35 0.30
Karang Jamuang Surabaya Karang Kleta
0.25
Data pasang surut untuk grafik diatas menggunakan moving avearge method 15 hari untuk menghilangkan trend komponen yang terdapat dalam data. Sehingga data yang digunakan dimulai dengan bulan Februari. Pada pola grafik diatas dapat diketahui bahwa arus pasang surut pada tahun 2010 untuk komponen M2. Arus pasang surut yang terjadi setiap bulannya yaitu mengalirnya arus dari Karang Kleta menuju ke Surabaya kemudian menuju ke Surabaya.
be r em be r D ec em be r ov
N
em be r
ct o
O
us t ug A
Bulan
Se pt
e
y Ju l
Ju n
ay M
pr il A
Ja nu ar y Fe br ua ry M ar ch
0.20
Gambar 41. Grafik K1 Data pasang surut untuk grafik diatas menggunakan moving avearge method 15 hari untuk menghilangkan trend komponen yang terdapat dalam data. Sehingga data yang digunakan dimulai dengan bulan Februari. Pada pola grafik diatas dapat diketahui bahwa arus pasang surut pada tahun 2010 untuk komponen K1. Arus pasang surut yang terjadi pada bulan Februari sampai menjelang bulan maret, arus bergerak dari Karang Jamuang
12
FFT hanya rectangular window yang mendapatkan hasil mendekati dengan hasil dengan metode admiralty dan metode least square. Pada grafik rectangular window untuk wilayah ini dalam interval data 1 tahun mendapatkan hasil yang mendekati nilai amplitudo komponen pasang surut dengan dua metode lain. Sedangkan untuk interval 1 bulan mendapatkan hasil amplitude yang kurang sesuai dengan metode lain. Hal ini ditunjukkan pada grafik rectangular window dan grafik lainnya yang mendapatkan hasil amplitude yang memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Metode fast fourier transform untuk wilayah Alur Pelayaran Barat Surabaya (Karang Jamuang) hanya dapat dilakukan dengan data minimal 1 tahun untuk menganalisa komponen pasang surut. Hal ini ditunjukkan oleh nilai amplitude yang diperoleh untuk interval 1 tahun lebih mendekati daripada dengan interval data 1 bulan. Dari empat metode dalam analisa fast fourier transform hanya rectangular window yang mendapatkan hasil lebih baik.
Grafik S2 0.30
Amplitudo
0.25 0.20 0.15 0.10
Karang Jamuang Surabaya Karang Kleta
0.05
r ec em be r
er
em be
D
ct ob
ov
N
em be
t
r O
ly
us ug A
Bulan
Se pt
ne
Ju
Ju
il
ay
pr
M
A
ry ua br
Fe
M
ar y Ja nu
ar ch
0.00
Gambar 43. Grafik S2 Data pasang surut untuk grafik diatas menggunakan moving avearge method 15 hari untuk menghilangkan trend komponen yang terdapat dalam data. Sehingga data yang digunakan dimulai dengan bulan Februari. Pada pola grafik diatas dapat diketahui bahwa arus pasang surut pada tahun 2010 untuk komponen S2. Arus pasang surut yang terjadi setiap bulannya yaitu mengalirnya arus dari Karang Kleta menuju ke Surabaya kemudian menuju ke Surabaya. PEMBAHASAN Hasil yang didapatkan untuk wilayah Perairan Jawa Timur khususnya Pantai Utara Jawa Timur menghasilkan: Metode fast fourier transform merupakan metode yang menunjukkan grafik hubungan antara nilai amplitude domain dengan frequensi domain. Analisa fast fourier transform menurut analisa yang telah dilakukan hanya bisa diterapkan untuk data pasang surut dengan interval data 1 tahun. Nilai amplitude komponen pasang surut ketika memasuki Selat Madura. Hasil yang didapatkan menunjukkan hasil amplitude untuk komponen K1 lebih dominan dibandingkan dengan komponen M2. Hasil tersebut terjadi di wilayah selat. Sedangkan untuk hasil yang didapatkan di Karang Kleta komponen M2 merupakan komponen yang paling dominan. Sehingga untuk komponen K1 merupakan komponen pasang surut yang dominan ketika memasuki Selat Madura. Fenomena perubahan hasil komponen pasang surut ketika memasuki Selat Madura. Menurut Thompson/Ocean 420/Winter 2005 bahwa komponen K1 lebih dominan dibandingkan komponen M2 untuk tipe pasang surut diurnal. Untuk komponen M2 lebih dominan terjadi di perairan dengan gelombang yang progresif. Sehingga untuk gelombang yang tenang komponen M2 kurang dominan jika dibandingkan dengan komponen K1.
Surabaya (Pelabuhan) Hasil analisa komponen pasang surut untuk data 1 tahun dengan metode fast fourier transform (FFT). Dari keempat metode FFT hanya metode rectangular window yang mendapatkan hasil lebih baik daripada yang lain. Tetapi hasil yang didapatkan kurang sesuai jika dibandingkan dengan metode admiralty dan least square. Hasil yang didapatkan metode FFT mendapatkan perbedaan hasil yang cukup signifikan. Hasil yang didapat dengan interval data 1 bulan juga mendapatkan hasil amplitude yang kurang sesuai. Hal ini ditunjukkan oleh grafik dimana hasil untuk masing-masing komponen tidak ada yang mendekati hasil dengan metode admiralty dan metode least square. Metode fast fourier transform untuk wilayah Surabaya (Pelabuhan) kurang sesuai diterapkan untuk menganalisa komponen pasang surut. Baik analisa untuk interval data 1 tahun dan 1 bulan. Alur Pelayaran Timur Surabaya (Karang Kleta) Hasil analisa komponen pasang surut untuk data 1 tahun dengan metode fast fourier transform (FFT). Dari keempat metode FFT hanya metode rectangular window yang mendapatkan hasil lebih baik dibandingkan dengan metode FFT lainnya. Pada grafik rectangular window terdapat komponen pasang
Alur Pelayaran Barat Surabaya (Karang Jamuang) Hasil analisa komponen pasang surut untuk data 1 tahun dengan metode fast fourier transform (FFT). Dari keempat metode dalam
13
menunjukkan nilai negatif sedangkan grafik hanning window, hamming window dan blackman window menunjukkan nilai positif. • Untuk data 1 bulan Nilai phase untuk grafik rectangular window menunjukkan nilai negatif sedangkan grafik hanning window, hamming window dan blackman window menunjukkan nilai positif. • Surabaya (Pelabuhan) • Untuk data 1 tahun Nilai phase untuk grafik rectangular window menunjukkan nilai negatif sedangkan grafik hanning window, hamming window dan blackman window menunjukkan nilai positif • Untuk data 1 bulan Nilai phase untuk grafik rectangular window, hanning window, hamming window, dan blackman window menunjukkan nilai positif. • Alur Pelayaran Timur Surabaya (Karang Kleta) • Untuk data 1 tahun Nilai phase untuk grafik rectangular window, hanning window, hamming window, dan blackman window menunjukkan nilai negatif
surut dengan nilai yang mendekati hasil dengan metode lain. Hasil untuk interval data 1 bulan mandapatkan hasil yang kurang sesuai. Hal ini ditunjukkan dalam grafik rectangular window, dimana nilai amplitude masing-masing komponen pasang surut terdapat perbedaan yang cukup signifikan terhadap hasil dengan metode admiralty dan metode least square. Metode fast fourier transform untuk wilayah ini dalam interval data 1 tahun masih dapat digunakan dalam menganalisa komponen pasang surut. Hal ini dikarenakan masih adanya komponen pasang surut dalam grafik rectangular window yang mendekati hasil yang didapatkan dengan metode admiralty dan metode least square. Sedangkan untuk interval data 1 bulan, metode fast fourier transform kurang sesuai digunakan dalam menganalisa komponen pasang surut diwilayah ini. Kalianget Hasil analisa komponen pasang surut untuk data 1 tahun dengan metode fast fourier transform (FFT). Dari keempat metode FFT hanya metode rectangular window yang mendapatkan hasil lebih baik dibandingkan dengan metode FFT lainnya. Pada grafik rectangular window terdapat komponen pasang surut dengan nilai yang mendekati hasil dengan metode lain. Hasil untuk interval data 1 bulan mandapatkan hasil yang kurang sesuai. Hal ini ditunjukkan dalam grafik rectangular window, dimana nilai amplitude masing-masing komponen pasang surut terdapat perbedaan yang cukup signifikan terhadap hasil dengan metode admiralty dan metode least square. Metode fast fourier transform untuk wilayah ini dalam interval data 1 tahun masih dapat digunakan dalam menganalisa komponen pasang surut. Hal ini dikarenakan masih adanya komponen pasang surut dalam grafik rectangular window yang mendekati hasil yang didapatkan dengan metode admiralty dan metode least square. Sedangkan untuk interval data 1 bulan, metode fast fourier transform kurang sesuai digunakan dalam menganalisa komponen pasang surut diwilayah ini.
•
Untuk data 1 bulan Nilai phase untuk grafik rectangular window, hanning window, hamming window, dan blackman window menunjukkan nilai positif • Kalianget • Untuk data 1 tahun Nilai phase untuk grafik rectangular window menunjukkan nilai negatif sedangkan grafik hanning window, hamming window dan blackman window menunjukkan nilai positif • Untuk data 1 bulan Nilai phase untuk grafik rectangular window, hanning window, hamming window, dan blackman
KESIMPULAN Hal-hal yang dapat disimpulkan dalam tugas akhir ini adalah 1. Hasil phase masing-masing komponen mempunyai nilai yang berbeda-beda: • Alur Pelayaran Barat Surabaya (Karang Jamuang) • Untuk data 1 tahun Nilai phase untuk grafik rectangular window
14
Brigham, Oran E. THE FAST FOURIER TRANSFORM AND ITS APPLICATION. Prentice-Hall, Inc. A Division of Simon & Schuster Englewood Cliffs. New Jersey. 1988 Dronkers, J.J., Tidal Computations in rivers and coastal waters, North-Holland Publishing Company, Amsterdam, 1964 Rufaida, Nida H., Perbandingan Metode Least Square (Program World Tides dan Program TIFA) dengan Metode Admiralty dalam Analisis Pasang Surut, Jurusan Oseanografi, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2008 Humaesoh, Siti,. Analisis Komponen Arus Pasang Surut dengan Metode Admiralty dan Metode Analisis Spektrum di Pulau DerawanKalimantan Timur. Jurusan Oseanografi, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2008 Suryaningtyas, Derita. Model Komputasi Peramalan Pasang Surut dengan Metode Least Square. Jurusan Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Surabaya. 2005 Thabet, R, Tides, Direktorat Penyelidikan Masalah Air – Dirjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta, 1980
window menunjukkan nilai positif. 2. Nilai amplitude untuk masing-masing komponen pasang surut untuk semua wilayah ditunjukkan oleh grafik. Grafik nilai amplitude hanya menunjukkan nilai untuk komponen utama pasang surut seperti O1, K1, M2 dan S2. 3. Hasil perbandingan komponen pasang surut antara metode FFT dengan metode admiralty dan metode least square Nilai amplitude komponen pasang surut ketika memasuki Selat Madura. Hasil yang didapatkan menunjukkan hasil amplitude untuk komponen K1 lebih dominan dibandingkan dengan komponen M2. Hasil tersebut terjadi di wilayah selat. Sedangkan untuk hasil yang didapatkan di Karang Kleta komponen M2 merupakan komponen yang paling dominan. Sehingga untuk komponen K1 merupakan komponen pasang surut yang dominan ketika memasuki Selat Madura. Analisa fast fourier transform menurut analisa yang telah dilakukan dengan membandingkan dengan metode admiralty dan metode least square hanya bisa diterapkan untuk data pasang surut dengan interval data 1 tahun. Dari keempat window yang terdapat di metode fast fourier transform. Hanya Rectangular Window yang menunjukkan nilai amplitude yang mendekati hasil yang didapatkan dengan metode admiralty dan metode least square. sedangkan ketiga window yang lain menghasilkan nilai yang memiliki perbedaan cukup signifikan dengan hasil yang didapatkan dengan metode admiralty dan metode least square.
Miharja, D. K., S. Hadi, dan M. Ali,. Pasang Surut Laut. Kursus Intensive Oseanografi bagi perwira TNI AL. Lembaga Pengabdian masyarakat dan jurusan Geofisika dan Meteorologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 1994.
Saran
Center for Operational Oceaographic Products and Services (CO-OPS), NOAA, http://oceanservice.noaa.gov/education /kits/tides/media/supp_tide07a.html (19 Februari 2011)
Saran untuk pengembangan tugas akhir ini adalah: Hasil yang didapatkan dalam tugas akhir ini adalah perubahan komponen utama pasang surut ketika memasuki selat. Dimana terdapat nilai amplitude untuk komponen M2 kurang dominan dibandingkan nilai amplitude komponen K1. Sehingga diperlukan adanya penelitian untuk menganalisa mekanisme yang terjadi di perairan Selat Madura yang mempengaruhi perubahan nilai amplitude komponen utama pasang surut.
http://www.scribd.com/doc/40125248/FourierTransform-Dalam-Analisa (13Februari 2011) Suardi,
DAFTAR PUSTAKA Pariwono, J.I., Gaya Penggerak Pasang Surut, Pasang Surut, Ed. Ongkosongo, O.S.R., dan Suyarso, P3O-LIPI, Jakarta, pp. 13-23, 1989
Yogi. http://www.ilmukelautan.com/oseanogr afi/fisika-oseanografi/402-pasang-surut (13 Februari 2011)
Ikon (Komputer), Wikimedia Foundation, http://en.wikipedia.org/wiki/Discrete_Fourier_tra nsform (13 Februari 2011)
15