ANALISA KETAHANAN AUS, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA CYLINDER LINER FC 25 DENGAN PENAMBAHAN 0,25% TEMBAGA (Cu) 1
Ir. Sadino, MT 1, Ir. Moh Farid, DEA 1, Samsul Arifin 2
Staff Pengajar Teknik Material dan Metalurgi ITS, 2Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi ITS e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Besi cor kelabu merupakan material yang lazim digunakan pada produk cylinder liner. Cylinder liner merupakan salah satu bagian dari beberapa komponen yang terdapat pada bagian block mesin. Fungsi dari cylinder liner adalah untuk melindungi bagian dalam cylinder block dari gesekan ring piston. Permasalahan yang sering dijumpai pada cylinder liner ini adalah ketahanan terhadap gesekan yang kurang baik sehingga mempengaruhi lama waktu penggunaan cylinder liner tersebut. Pada penelitian ini dilakukan penambahan kadar tembaga 0,25% pada FC 25. Setelah itu diuji ketahanan aus, kekerasan serta struktur mikro guna menunjang penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 0,25% tembaga (Cu) dapat menurunkan nilai ketahanan aus dan kekerasan. Ketahanan aus cylinder liner FC 25 yang terdefinisikan dalam wear rate sebesar 4,237x10-6 dan cylinder liner dengan penambahan unsur 0,25% Cu sebesar 5,525x10-6. Nilai kekerasan yang semula tanpa penambahan 0,25% Cu sebesar 223 BHN namun setelah penambahan unsur 0,25% Cu nilai kekerasan menjadi sebesar 195,3 BHN dan matriksnya berupa perlitik dengan ferrit mengelilingi grafit. Kata kunci: Pengecoran sentrifugal, FC25, cylinder liner, kekerasan, Ketahanan Aus, Wear Rate, struktur mikro.
ABSTRACT Gray cast iron can be defined as a material which commonly used on cylinder liner product. Cylinder liner is one of the block machine’s part. The cylinder liner use to protect the inside of cylinder block from piston ring frictions. The problem of cylinder liner is lack of wear resistance, that influence its life time. This research conducted by adding 0.25% of copper (Cu) to FC 25 then will be tested the hardness, wear resistance and the micro structures to support the research. The results of research show that copper (Cu) reduce wear resistance and hardness number of factory standart and its micro structure. The Wear resistance as wear rate on cylinder liner FC 25 is 4,237x10-6 and cylinder liner FC 25 0,25 % Cu addition is 5,525x10-6The hardness number on cylinder liner FC 25 is 223 BHN and cylinder liner FC 25 added 0,25 % Cu is 195,3 BHN.. The matrics is pearlitic with the ferrit around the graphite. Key Word : centrifugal casting, FC 2, cylinder liner, hardness, tensile, microstructure
1
1. PENDAHULUAN Cylinder liner merupakan salah satu bagian dari beberapa komponen yang terdapat pada bagian blok mesin. Fungsi dari cylinder liner ialah untuk melindungi bagian dalam cylinder block dari gesekan ring piston. Cylinder liner ini berbentuk seperti tabung dimana proses pembuatannya dapat menggunakan centrifugal casting atau gravity casting tetapi proses yang digunakan pada penelitian ini menggunakan centrifugal casting. Pada dasarnya perusahaan telah memiliki acuan dalam proses produksi cylinder liner tersebut. Namun untuk mendapatkan mechanical properties yang lebih tetapi dapat digunakan oleh konsumen, akan dilakukan penelitian pengaruh penambahan unsur pemadu, dalam hal ini tembaga dalam proses produksi cylinder liner sehingga dapat menghasilkan cylinder liner yang optimal dan efisien. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 BESI COR Besi cor merupakan paduan dari besi dan karbon dengan kadar karbon yang lebih tinggi dari 2,0 %, namun yang biasa digunakan sekitar 2,5 – 4,0 %. Pengklasifikasian besi cor ditentukan oleh struktur metalografinya yang sangat dipengaruhi oleh kandungan karbon dalam paduan. Karbon dalam besi tuang dapat berupa sementit (Fe3C) atau karbon bebas (grafit). Bentuk dan distribusi grafit akan mempengaruhi sifat fisik dan mekanik besi cor. Namun selain karbon, terdapat juga unsur-unsur lain seperti silikon, mangan, phosphor, dan belerang yang dapat mempengaruhi struktur metalografi besi cor. Secara umum besi cor dapat dikelompokkan berdasarkan keadaan dan bentuk karbon yang terkandung di dalamnya menjadi empat golongan di bawah ini : a. Besi cor putih (white cast iron), seluruh karbon dalam besi cor berupa sementit.
b. Besi cor mampu tempa (malleable cast iron), karbonnya berupa temper karbon dengan matriks perlitik atau ferritik. c. Besi cor kelabu (grey cast iron), karbonnya berupa grafit berbentuk flake (serpih) dengan matriks ferritik atau perlitik. d. Besi cor nodular (nodular cast iron), karbonnya berupa nodular graphite (grafit nodular, berbentuk bola) dengan matriks ferritik atau perlitik. 2.2 BESI COR KELABU Besi cor kelabu merupakan besi cor yang paling banyak digunakan dalam industri. Grafit pada besi cor kelabu terbentuk pada saat pembekuan. Proses grafitisasi ini didorong oleh tingginya kadar karbon, adanya unsur grafite stabilizer, terutama silikon, temperatur penuangan tinggi dan pendinginan yang lambat. Banyaknya grafit pada besi cor ini mengakibatkan patahan pada penampang tampak kelabu, oleh karena itu dinamakan besi cor kelabu. Grafit besi cor kelabu berbentuk flake (serpih), berupa lempeng-lempeng kecil yang melengkung. Ujung-ujung ini runcing sehingga dapat dianggap sebagai ujung takikan, menyebabkan ketangguhan besi tuang ini rendah. Grafit merupakan bagian terlemah dalam besi cor, kekuatan besi cor tergantung dari kekuatan matriksnya. Matriks ini tergantung pada kondisi dari sementit pada eutektoid. Bila komposisi dan laju pendinginan diatur sedemikian rupa sehingga sementit pada eutektoid menjadi grafit, maka struktrur dari matriks seluruhnya ferritik. Namun jika grafitisasi dari sementit pada eutektoid dapat dicegah, maka struktur dari matriks adalah seluruhnya perlitik. Struktur dari matriks ini dapat diatur mulai dari kedua keadaan 2
ekstrim diatas, seluruhnya ferritik atau seluruhnya perlitik, ataupun yang merupakan campuran dari ferrit dan perlit dengan berbagai perbandingan. Oleh karena itu sifat dan kekuatan besi cor ini akan bervariasi. Struktur matriks yang ferritik adalah struktur dari besi cor kelabu yang paling lunak dan lemah. Kekuatan dan kekerasan besi cor kelabu dapat dinaikkan dengan cara menaikkan jumlah karbon yang berupa sementit dalam eutektoid dan akan mencapai maksimum pada struktur matriks perlitik. (Raymond A Higgins, 1984). 2.2.1 Tipe Grafit Besi Cor Kelabu Tipe-tipe grafit besi cor kelabu dapat dikelompokkan menjadi lima tipe, yaitu : o Tipe A Tipe A memilki serpih-serpih grafit yang terbagi rata dan orientasinya sembarang. Struktur seperti ini timbul pada besi cor kelas tinggi dengan matriks perlit dan ukuran grafit yang cocok. Selain itu terdapat juga potongan-potongan grafit yang bengkok yang memberikan kekuatan tertinggi pada besi cor. Grafit bengkok ini diperoleh dengan cara meningkatkan pengendapan kristal-kristal sepanjang austenit proeutektik. Besi cor dengan kandungan karbon tinggi sukar mempunyai potongan-potongan grafit bengkok disebabkan oleh pengendapan kristal yang sedikit. Karena itu perlu dilakukan penghilangan oksida dan inokulasi penggrafitan pada besi cair. o Tipe B Potongan grafit tipe B memiliki bentuk seperti bunga ros (rosette) dengan orientasi sebarang. Struktur ini merupakan salah satu sel eutektik yang bagian tengahnya mempunyai potongan-potongan eutektik halus dari grafit dan sepih-serpih
grafit radial di sekitarnya. Struktur seperti ini biasanya ditemukan pada produk coran tipis yang mengalami pendinginan cepat. Tipe rosette tersebar dalam besi cor yang mempunyai kandungan karbon tinggi karena banyak pengendapan grafit. Hal ini mengakibatkan struktur menjadi lemah dan kadang-kadang pada bagian-bagian tengahnya dapat terjadi retak atau lubanglubang kecil yang disebabkan adanya bagian yang hilang oleh gaya potong pada waktu proses machining. o Tipe C Struktur ini muncul pada system hipereutektik. Pada tipe C ukuran serpih saling menumpuk dengan orientasi sebarang. Hal ini disebabkan oleh jumlah grafit yang begitu banyak sehingga ferrit sangat mudah mengendap. Namun demikian, pengendapan ferrit mengakibatkan struktur menjadi lemah sehingga besi cor dengan type grafit seperti ini sangat jarang dipakai. o Tipe D Struktur ini mempunyai potonganpotongan grafit eutektik yang halus yang mengkristal di antara dendrit-dendrit kristal austenit. Karena itu potongan grafit type ini dikenal juga sebagai penyisihan antar dendrit denga orientasi sebarang. Keadaan ini disebabkan oleh pendinginan lanjut pada proses pembekuan eutektik seperti oksidasi dalam pencairan. Potongan grafit seperti ini menyebabkan besi cor memiliki kekuatan yang tinggi dengan keuletan yang rendah. o Tipe E Potongan grafit tipe E muncul apabila kandungan karbon agak rendah. Hal ini akan mengurangi kekuatan karena jarak yang dekat antara potongan-potongan grafit terdistribusi seperti pada type D. Tetapi kadang-kadang kekuatannya tinggi yang disebabkan karena kandungan karbon yang rendah dan berkurangnya pengendapan grafit. 3
Berdasarkan ASM vol.15, tipe-tipe grafit tersebut diatas ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut.
Tipe A
Tipe B
Tipe C
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL PERCOBAAN 3.1.1 Hasil Pengujian Strukurmikro Pengamatan Mikro untuk memperoleh informasi strukturmikro yang ada pada material awal maupun yang telah mengalami penambahan 0,25% tembaga. Pembesaran yang dilakukan adalah 100x dengan etsa 2% nital. 3.1.1.1 Material Awal (tanpa penambahan tembaga) 3.1.1.1.1 Material Awal (tanpa penambahan tembaga) Tanpa Etsa
Tipe D
Tipe E
Grafit Tipe A
Gambar 2.1 Tipe – Tipe Grafit ( M=100x ) (ASM vol.15) 2. 3 CYLINDER LINER Salah satu komponen penyusun mesin diesel adalah cylinder liner yang berfungsi melindungi cylinder block dari gesekan ring piston dan mempermudah penggantian apabila keausan telah melebihi batas ketentuan. Bagian dinding cylinder liner umumnya memiliki temperatur dan tekanan yang tinggi, sehingga dibutuhkan cylinder liner yang memiliki kekerasan yang tinggi agar pemakaian cylinder block akan lebih lama. Jika dilihat dari penggunaannya, besi cor yang digunakan dalam pembuatan cylinder liner adalah besi cor kelabu. Cylinder liner diproduksi dengan menggunakan proses centrifugal casting. Proses centrifugal casting yang digunakan dalam produksi cylinder liner ini adalah pengecoran sentrifugal horizontal. Proses produksi cylinder liner meliputi pembuatan core, melting, casting, dan finishing.
Grafit Tipe B Titik A
Grafit Tipe A
Grafit Tipe B
Titik B
Grafit Tipe A
Grafit Tipe B
Titik C Gambar 3.1
Strukturmikro material awal ( produk tanpa penambahan tembaga) pada Titik A, B, C menunjukkan grafit tipe A dan B. Perbesaran 100x tanpa etsa.
4
3.1.1.1.2 Material Awal (tanpa penambahan tembaga) Dengan Etsa Pearlit Grafit Tipe D Grafit
Ferrit
Titik B
Titik A
Pearlit
Grafit Tipe D
ferrit
Grafit
Gambar 3.3
Pearlit
3.1.1.2.2
Titik B
ferrit
Titik C Strukturmikro material produk penambahan 0,25% tembaga pada Titik A, B, C menunjukkan grafit tipe D. Perbesaran 100x tanpa etsa.
Material Awal (penambahan 0,25% tembaga) Dengan Etsa 2% nital Pearlit
Grafit
ferrit Titik C Gambar 3.2 Strukturmikro material awal ( produk tanpa penambahan tembaga) pada Titik A, B, C menunjukkan matriks pearlit dan ferrit. Perbesaran 100x dengan etsa 2% nital.
Grafit Titik A
3.1.1.2 Material Hasil Penambahan 0,25% Tembaga 3.1.1.2.1 Material Awal (penambahan 0,25% tembaga) Tanpa Etsa
Pearlit
ferrit
Grafit Grafit Tipe D
Titik B
Titik A
5
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Wear rate
Pearlit
ferrit
Specimen
Pengurangan Volume Ratarata(cm3)
Wear rate
Grafit
Non Cu
0,0286
4,237 x 10-6
Penambahan Cu
0,0373
5,525 x 10-6
Titik C Gambar 3.4 Strukturmikro material produk penambahan 0,25% tembaga pada Titik A, B, C menunjukkan grafit tipe A dan B. Perbesaran 100x dengan etsa 2% nital.
Hasil Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan dengan mengambil sebanyak 3 titik sepanjang cylinder liner seperti pengujian ketahanan aus. Dengan menggunakan metode brinell hardness test, nilai kekerasan yang didapatkan seperti pada Tabel 3.1 dibawah ini :
3.2
PEMBAHASAN
3.2.1
Analisa Uji Aus
3.1.2
Permukaan dari produk cylinder liner seharusnya memiliki kekerasan permukaan yang cukup untuk menghindari terjadinya cacat akibat gaya gesek dari ring piston supaya tidak mudah rusak. Sehingga dibutuhkan suatu perlakuan pada proses produksinya, dalam hal ini diberikan unsur paduan tembaga pada proses produksi.
Tabel 3.1 Hasil Pengujian Kekerasan
Angka Kekerasan (BHN)
Spesimen
Angka Kekerasan RataRata (BHN)
Non Cu
Penamb ahan Cu
Titik A (daerah TMA) Titik B (daerah tengah) Titik C (daerah TMB) Titik A (daerah TMA) Titik B (daerah tengah) Titik C (daerah TMB)
223 218
223
228 193 190
195,3
Pada penelitian ini penambahan unsur tembaga memberikan pengaruh terhadap sifat ketahanan aus besi tuang kelabu. Dengan penambahan 0,25% unsur tembaga ternyata membuat produk cylinder liner memiliki ketahanan aus yang lebih rendah bila dibandingkan dengan produk cylinder liner tanpa penambahan tembaga. Sehingga dari penambahan tembaga terjadi penurunan. Apabila kita cocokkan dengan hasil pengujian kekerasan maka dengan semakin menurunnya nilai kekerasan produk cylinder liner FC 25, maka akan semakin rendah pula ketahanan abrasi permukaan dari produk cylinder liner.
203
3.2.2
3.1.3
Hasil Pengujian Ketahanan Aus
Pengujian ketahanan aus dilakukan dengan mengambil 3 titik uji pada cylinder liner dengan penambahan unsur tembaga (Cu), juga 3 titik pada cylinder liner tanpa penambahan 0,25% tembaga (Cu) ditunjukkan oleh wear rate seperti tampak pada Tabel 3.2.
Analisa Uji Kekerasan
Berdasarkan pengujian kekerasan yang telah dilakukan ternyata penambahan 0,25% unsur tembaga menurunkan nilai kekerasan permukaan dari produk cylinder liner. Hal ini diakibatkan terjadinya penurunan composite hardness (kekerasan kombinasi antara matriks dan grafit) dari Cylinder Liner FC 25. Oleh karena karakteristik tembaga yang selain sebagai pendorong terjadinya matriks pearlitik juga
6
sebagai pembentuk grafit. Sehingga nilai kekerasan dari produk Cylinder Liner menjadi berkurang. Dari tiap titik yang dilakukan pengujian kekerasan menunjukkan berkurangnya nilai kekerasan produk Cylinder Liner FC 25 terjadi pada produk dengan penambahan unsur tembaga. 3.2.3
Analisa Uji Metallography
Hasil pengujian struktur mikro yang diperoleh tanpa etsa menunjukkan bentuk grafit dari produk cylinder liner FC 25 memiliki kemiripan dengan model grafit tipe A dan tipe B yang berbentuk flake memanjang dan tersebar. Pada produk cylinder liner FC 25 dengan penambahan 0,25% unsur tembaga, grafit memiliki kemiripan dengan model grafit tipe D yang memiliki ukuran flake lebih kecil, tetapi memiliki pola interdendritik, menyebar dengan pola tak beraturan serta tingginya kadar grafit. Sedangkan hasil pengujian struktur mikro yang diperoleh dengan melakukan etsa menggunakan nital 2% menunjukkan bahwa produk cylinder liner FC 25 memiliki matriks pearlitik dengan grafit tersebar yang terbungkus oleh ferrit. Ferrit yang mengelilingi grafit merupakan αFe dimana tembaga larut dalam larutan padat α.
4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan analisa data yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Menurun 12,42 % dibandingkan dengan produk cylinder liner tanpa penambahan tembaga. 2. Peningkatan keausan serta penurunan nilai kekerasan produk cylinder liner FC 25 diakibatkan oleh terjadinya perubahan struktur mikronya. Apabila ditinjau dari struktur mikro produk cylinder liner FC 25 dengan penambahan 0,25% tembaga dapat merubah grafit tipe A dan tipe B menjadi tipe D yang memiliki pola interdendritik. Dimana pola interdendrtitik ini memiliki volume grafit yang lebih besar dibandingkan tipe A dan B. Penambahan sebesar 0,25% tembaga pada cylinder liner ternyata belum efektif dalam peningkatan matriks pearlit yang akan berakibat pada penurunan keausan dan peningkatan kekerasan. 5.2 SARAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat kami berikan saran 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan variasi komposisi tembaga lebih luas. 2. Perlu dilakukan pengujian mekanik untuk mengetahui pengaruh pemadu Cu pada sifat mekanik produk cylinder liner FC 25.
1. Keausan produk cylinder liner dengan penambahan tembaga 0,25% sebesar 0,0373 cm3. Meningkat 30,41% dibandingkan dengan produk cylinder liner tanpa penambahan tembaga. Nilai kekerasan produk cylinder liner dengan penambahan tembaga 0,25% sebesar 195,3 BHN. 7
DAFTAR PUSTAKA Avner, Sidney H. 1974. Introduction to Physical Metallurgy. Singapore: Fong and Sons Printers Pte, Ltd Banga, T.R and R.L. Agarwal. 1981. Foundry Engineering. New Delhi: Khanna Publisher Dieter, George E. 1993. Metalurgi Mekanik. Jakarta: Erlangga Gupta, Prof. R.B. 1989. Foundry Engineering. New Delhi: Khanna Publisher Higgins, A Raymond. 1984. Engineering Metallurgy. Part 1, Fifth Edition. London: Hodder and Stoughton. Sisco, Frank T. 1957. Engineering Metallurgy. New York: Pitman Publishing Corporation Surdia, Tata dan Kenji Chijiwa. 2000. Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: PT.Pradnya Paramita ……, 2001. Pengujian Sifat Mekanik Logam. Bandung: Balai Besar Pengembangan Industri Logam dan Mesin .………., ASM Metals Handbook Vol 15.1992. Casting .………., ASM Metals Handbook Vol 08.2000. Mechanical Testing & Evaluation ……….., Japan International Standard
8