1
Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi Alfaric Samudra Yudhanagara(1), Ir. Imam Rochani, M.Sc(2), Prof. Ir. Soegiono(3) Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Abstrak – Instalasi pipa adalah proses pemasangan pipa di laut. Joint Operation Body PertaminaPetrochina East Java (JOB-PPEJ) ingin menambah satu pipa offshore baru dengan menggunakan pipa berukuran 10’ inchi sejajar disamping pipa existing yang berada di Palang Station ke FSO Cinta Natomas, Tuban, Jawa Timur. Hal yang harus diperhatikan dalam instalasi pipa offshore adalah besarnya tegangan (stress) yang terjadi pada pipa saat proses tersebut. Mulai dari saat pipa masih diatas laybarge, stinger dan saat pipa menyentuh seabed. Ada 2 kategori area yang harus dianalisa, yaitu overbend dan sagbend. Selain itu, stabilitas pipa bawah laut diperhitungkan dengan mempertimbangkan efek gaya-gaya hidrodinamika yang bekerja pada pipa. Pada tugas akhir ini dilakukan analisis gaya dan stabilitas yang bekerja pada pipa saat instalasi serta analisis tegangan yang terjadi saat instalasi. Pemodelan dilakukan dengan software untuk mengetahui besar tegangan yang terjadi sedangkan untuk perhitungan stabilitas menggunakan codes DNV RP F109 dan dari hasil analisa menunjukkan besar stabilitas lateral sebesar 2,637 dan stabilitas vertikal sebesar 1,926, maka dari hasil tersebut sudah memenuhi syarat pada codes DNV RP F109. Saat instalasi dengan metode S-Lay, tegangan terbesar yang terjadi pada daerah overbend sebesar 60,20 %SMYS dan pada daerah sagbend sebesar 12,39 %SMYS, maka dari hasil tersebut tegangan terbesar pada daerah overbend dan sagbend tidak melebihi allowable stress pada material. Kata Kunci – Stress, Overbend, Sagbend, S-Lay I. PENDAHULUAN Pipeline Engineering merupakan suatu rekayasa teknik tentang sebuah struktur pipa yang sering digunakan sebagai sistem pendistribusian minyak dan gas bumi. Pipelines digunakan untuk berbagai maksud dalam pengembangan sumber daya hidrokarbon di lepas pantai, termasuk pipa transportasi untuk ekspor, pipa penyalur untuk mengangkut produksi dari suatu platform ke pipa ekspor [1]. Penggunaan pipa bawah laut dalam perindustrian minyak dan gas lepas pantai merupakan salah satu moda transpostasi untuk memindahkan hasil produksi tersebut dari satu tempat ke tempat lainnya
selain secara curah (misal: kapal tanker). Pendistribusian dengan pipeline relatif aman dibandingkan dengan pendistribusian secara curah [2]. Pipa bawah laut sering digunakan untuk pendistribusian minyak dan gas karena dari aspek ekonomis yang lebih murah daripada jenis moda transportasi yang lainnya, sarana ini harus dirancang dan dipasang dengan baik dan benar sehingga dapat menjamin proses transpostasi yang aman, efisien dan handal. Pada umumnya, pipeline diinstal dalam keadaan kosong sehingga pipeline tersebut harus didesain untuk dapat menahan tekanan hidrostatis yang dipengaruhi kedalaman laut serta kemungkinan terjadinya bending di sepanjang pipeline. Sehingga pada saat diluncurkan dari lay barge ke dasar laut pipa membentuk lengkungan seperti huruf S (sagbend dan overbend) dan pipa mengalami tegangan aksial. Selain itu, stabilitas pipa bawah laut diperhitungkan dengan mempertimbangkan efek gaya-gaya hidrodinamika yang bekerja pada pipa. Pada keadaan sebenarnya dimungkinkan pipa akan mengalami penetrasi ketanah akibat beban fungsional pipa tersebut, keadaan ini mengakibatkan adanya reduksi terhadap gaya gaya hidrodinamika yang bekerja pada pipa. Evaluasi ini diperlukan agar pipa mampu untuk menahan pembebanan gaya gaya secara statis dan dinamik, dan dapat bertahan selama masa operasinya. Oleh karena itu, stabilitas dan kejadian tekuk akibat kombinasi beban pada pipa menjadi pertimbangan utama pada saat proses desain pipeline. Analisa yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah proyek penambahan satu pipa offshore baru JOB PERTAMINA-PETROCHINA EAST JAVA dengan menggunakan pipa berukuran 10’ inchi sejajar disamping pipa existing. Subsea pipeline akan dipasang di PALANG STATION ke FSO Cinta Natomas, di Tuban, Jawa Timur menggunakan Luna Buana Pipelay Barge. Subsea pipeline akan dipasang di total panjang 20,6 km dengan kedalaman hingga 30 m menggunakan metode SLay. Rencana lokasi pipa offshore baru dapat diliat di gambar 1 dibawah ini :
2
Gambar 1 Rencana Lokasi Offshore Pipeline Baru (Palang – FSO Cinta Natomas) milik JOB PERTAMINA EAST JAVA Analisa yang dilakukan pada saat proses instalasi pada tugas akhir ini ditujukan untuk menghitung stabilitas pipa dan tegangan yang terjadinya (daerah kritis) agar sesuai dengan desain kriteria, yaitu stress yang terjadi masih di bawah tegangan yang diperbolehkan dari allowable material. Beban tersebut dapat menyebabkan peningkatan tegangan pada pipa yang menggantung antara laybarge dan seabed. Tegangan yang terbesar terjadi di daerah overbend karena pada daerah tersebut pipa sedang dalam kondisi bentangan bebas membentuk lengkungan S seperti pada gambar 2.
Gambar 2 Metode Instalasi Pipa Bawah Laut dengan Metode S-Lay (Bai. Y, 2001) Tugas akhir ini dilakukan untuk menganalisa stabilitas dan tegangan pipa bawah laut yang terjadi pada saat proses laying dengan menggunakan S-Lay Methode. Analisa dilakukan dengan menggunakan software untuk menghitung besarnya tegangan yang bekerja pada pipa saat proses laying.
Pipeline Material Grade SMYS SMTS Young Modulus Poisson’s ratio Thermal Expansion Density Pipe Joint Length Corrosion Allowance
-
API 5L X-52 PSL2
MPa MPa MPa 1/ᵒC
360 460 207000 0,3 1,17 x 10-6
Kg/m3 m mm
7850 12 1,5
Tabel 2 Anti-corrosion coating Parameter Unit Value Type of anti3LPE corrosion coating Thickness of antimm 3 corrosion coating Density of antiKg/m3 940 corrosion coating Tabel 3 Anti-corrosion coating Parameter Unit Value Density concrete Kg/m3 3044 coating Selain itu, pada analisa tugas akhir ini terdapat data lingkungan yang meliputi data arus, data gelombang dan data tanah dapat dilihat pada tabel 4.4, tabel 4.5 dan tabel 4.6 dibawah ini: Tabel 4 Data Arus Depth Current Speed (m/s) from Sea Surface 1 25 100 (m) 27 0,436 0,501 0,533 30 0,479 0,551 0,587 Tabel 5 Data Gelombang
II. METODOLOGI PENELITIAN A. Data Awal Pengumpulan data ini dikumpulkan mulai dari data umum pipa yang didapatkan dari Joint Operation Body Pertamina-Petrochina East Java [3], berikut data-data yang digunakan : 1. Data Umum Pipa Tabel 1 Data Umum Pipa Parameter Unit Value Pipeline Diameter
mm (Inch)
273,05 (10)
Tabel 6 Data Tanah Unit Soil Type Soil Density Kg/m Undrained Shear kPa Strength Friction Coefficient
Value Clay 1383 4,51 0,3
3
Untuk menganalisa integritas pipa maka dilakukan perhitungan gaya-gaya yang bekerja pada saat instalasi, perhitungan stabilitas vertikal maupun lateral pipa saat instalasi, dan besar tegangan yang terjadi. B. Analisa Pembebanan Berdasarkan pada code DNV OS F101 Submarine Pipeline System 2000 [4], pembebanan pada pipa dibagi menjadi 2, yaitu beban fungsional dan beban lingkungan. Dimana, bebab tersebut akan ditentukan terlebih dahulu sebelum proses desain dimulai. • Beban Fungsional Beban fungsional merupakan beban yang berasal dari keberadaan fisik pipa. Hal tersebut sangat menentukan integritas dari sitem pipa saat instalasi. • Beban Lingkungan Beban lingkungan adalah beban yang bekerja pada pipa yang diakibatkan oleh lingkingan sekitar. 1. Berat Pipa dan Gaya Apung Salah satu pertimbangan dalam perhitungan kestabilan pipa bawah air adalah berat pipa didalam air sehingga mampu menahan gaya-gaya yang dapat membuat pipa menjadi tidak stabil. Berat pipa dapat dihitung berdasarkan berat bajanya (stell pipe), lapisan anti korosi (corrotion coating), lapisan beton (concrete coating) dan lapisan lainnya, serta isi yang ada didalam pipa. Berikut adalah perhitungan berat pipa, yaitu dengan memperhitungkan berat semua lapisan pada pipa. Berat Total Pipa (1) Dengan : Wtot = Berat pipa total Wst = Berat Baja Wcorr = Berat lapisan beton Berat pipa diatas pipa pada rumus diatas merupakan berat pipa sebelum masuk ke dalam air. Diketahui bahwa setiap benda yang masuk ke dalam air akan mengalami gaya apung. Dikenal dengan hukum Archimedes, bahwa sebuah benda yang seluruhnya atau sebagian tercelup didalam fluida akan mengalami gaya apung (bouyancy) ke atas dengan suatu gaya yang sama dengan berat fluida yang dipindahkan volume dari benda tersebut. Gaya apung ini dinyatakan dalam persamaan berikut: (2) Dengan : Fb = Gaya Apung Dtot = Diameter Total
g
= Massa Jenis Seawater = Gravitasi
2. Beban Gelombang Kebanyakan teori gelombang yang digunakan untuk melakukan perhitungan adalaha teori gelombang stoke. Teori gelombang stokes memasukkan ekspresi deret kecepatan potensial dalam persamaan Laplace dan syarat batas dasar laut. Dalam analisis ini, teori gelombang yang digunakan adalah stokes orde 2, persamaan untuk menghitung kecepatan horizontal partikel air dan percepatan adalah sebagai berikut [5] : (3) (4) Dengan : = Kecepatan horizontal partikel air = Percepatan horizontal partikel air H = Tinggi gelombang pada kedalaman yang ditinjau, m g = Percepatan gravitasi k = Nomor gelombang L = Panjang gelombang s = Jarak vertikal titik yang ditinjau dari dasar laut d = Kedalaman laut y = Jarak vertikal suatu titik yang ditinjau terhadap muka air diam T = Periode gelombang = Sudut perambatan gelombang 3. Beban Arus Selain gelombang, arus laut juga memberikan gaya terhadap struktur lepas pantai. Arus akibat pasang surut memiliki kecepatan yang semakin berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman sesuai fungsi non-linear. Sedangkan arus yang disebabkan oleh angin memiliki karakter yang sama, tetapi dalam fungsi linear. Kecepatan arus tersebut dirumuskan dalam formulasi matematis berikut : (5) Dengan : U = kecepatan arus pada ketinggian y dari seabed, m/detik Uo = kecepatan arus yang diketahui pada y0, m/detik D = diameter luar pipa, m Y = kedalaman laut, m Yo = ketinggian orbit partikel dari seabed, m
4
Kecepatan Efektif Partikel Air Persamaan efektif sebagai berikut [6] : (6) Dengan : U = Kecepatan horisontal partikel air pada ketinggian y dari seabed, m/detik U0 = Kecepatan horisontal partikel air yang diketahui pada y Ue = Kecepatan efektif air pada ketinggian y D = Diameter luar pipa,m y = Kedalaman laut y0 = Ketinggian orbit partikel dari seabed, m 4. Koefisien Hidrodinamika Perhitungan dilakukan untuk mendapat hubungan antara Cd, Cm dan Cl dengan Reynold Number (Re), sehingga diketahui bahwa koefisien hidrodinamis tergantung Reynold Number (Re) tersebut. Perumusannya sebagai berikut :
Re =
(7)
Dengan :
Ue = kecepatan efektif partikel, m/detik D = diameter luar pipa, m v = kecepatan kinematis fluida, (1.0 x 10-5 ft2/s untuk air laut) 5. Gaya Hidrodinamis Gaya-gaya hidrodinamis yang terjadi pada pipa yang terbenam atau meletak di dasar laut, seperti gaya drag, gaya inersia dan gaya angkat, terjadi akibat adanya gerakan relatif antara pipa dengan fluida disekitarnya. Dengan adanya gerakan relative ini, maka akan timbul kecepatan dan percepatan relative partikel air. Gerakan ini dapat disebabkan gelombang dan arus. Gaya Drag (Drag Force) Gaya drag yang bekerja pada struktur pipa di dasar laut persatuan panjang pipa dirumuskan berikut ini [6] : Fd = ½ . Cd. D. (8) Dengan : Fd = gaya drag per satuan panjang (N/m) = massa jenis fluida (kg/m3) Cd = koefisien seret D = diameter pipa (m) Ue = kecepatan efektif partikel air (m/s) Gaya Inersia (Inersia Force) Gaya inersia yang bekerja pada struktur pipa persatuan panjang dirumuskan sebagai berikut [6] : Fi = (9) Dengan : Fi = gaya inersia per satuan panjang (N/m) Cm D
= massa jenis fluida (kg/m3) = koefisien inersia = diameter pipa (m)
dU/dt = percepatan efektif partikel air (m/s2) Gaya Angkat (Lift Force) Gaya angkat (lift force) yang bekerja pada struktur pipa bawah laut sebagai berikut [6]: Fl = ½. . Cl. D. (10) Dengan : Fl = gaya angkat per satuan panjang (N/m) D Ue Cl
= massa jenis fluida (kg/m3) = diameter luar pipa (m) = kecepatan efektif partikel (m/s) = koefisien lift
C. Analisa Stabilitas Untuk menganalisis stabilitas pipa dasar laut sangat beragam dan kompleks, salah satu metoda analisis yang digunakan dalam DNV RP F109 [7] adalah stabilitas lateral statik secara menyeluruh. Pipa di dasar laut dapat dikatakan stabil, apabila pipa tersebut memenuhi persamaan stabilitas arah vertikal maupun arah lateral. Berikut adalah persamaannya : Stabilitas Vertikal
Stabilitas Lateral
Dengan : Wsub = Berat pipa tercelup Fbuoy = Gaya apung FL = Gaya lift FD = Gaya Drag FI = Gaya Inersia
(11)
(12)
D. Analisa Instalasi Dalam analisa ini metode yang digunakan adalah S-Lay, data barge yang digunakan adalah Luna Buana Pipelay barge [3], dapat dilihat pada tabel 4, tabel 5 dan tabel 6. Analisa dilakukan dengan menggunakan software, dimana dengan software ini dapat diketahui tegangan yang terjadi pada pipa waktu instalasi. Tabel 7 Data Barge Barge Parameter Unit Value Deck height m 2,5 Maximum barge trim deg 1 Maximum barge kN 280 tension capacity Stinger length m 24 Tabel 8 Data Barge Roller dan Tensioner Roller Distance Support Support Type on from Stern Height Barge (m) (m) R1 65,5 1,10 Simple Support
5
R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 T1 R9 R10 R11 Roller on Stinger S1 S2 S3 S4 S5
59,5
1,10
Simple Support 53,0 1,10 Simple Support 46,5 1,10 Simple Support 40,0 1,05 Simple Support 34,0 1,00 Simple Support 27,5 0,90 Simple Support 21,0 0,80 Simple Support 18,0 0,755 Tensioner 14,5 0,70 Simple Support 6,0 0,60 Simple Support 2,5 0,50 Simple Support Tabel 9 Data Stinger Support Distance Support Support from Stern Radius Type (m)(1) (m) -4,0 Simple Support -9,0 Simple Support -15,0 Simple 300 Support -20,0 Simple Support -24,0 Simple Support
1. Overbend Pada metode instalasi S-Lay, terdapat dua daerah yang muncul pada pipa saat pipa tersebut diturunkan dari laybarge yaitu daerah overbend dan daerah sagbend. Over bend adalah daerah pipa yang berada pada tensioner hingga bagaian ujung dari stinger. Daerah overbend biasanya dimulai dari tensioner pada deck barge, melalui barge ramp, dan turun ke stinger sampaipada titik lifft-off dimana pipa tidak lagididukung oleh stinger. Lengkungan pipa dibagian overbend diendalikan oleh roller pada barge dan stinger dengan model hydraulic. 2. Sagbend Pada daerah sagbend, analisi tegangan dilakukan untuk menentukan tegangan (tension) dan panjang stinger yang dibutuhkan untuk mengerjakan instalasi pipeline dengan aman. Pada umumnya, semakin besar tegangan yang dibutuhkan maka semakin pendek stinger yang digunakan. Pada
daerah sagbend, tegangan maksimum yang diijinkan adalah lebih kecil dari 72% SMYS. III. HASIL DAN DISKUSI A. Pembebanan Berdasarkan perhitungan yang dilakukan untuk mencari nilai berat pipa, berat pipa tercelup, bouyancy, kecepatan gelombang dan arus, gaya drag, inersia dan lift didapatkan hasilnya sebagai berikut : Tabel 10 Hasil Perhitungan Pembebanan Parameter Unit Value Gaya Berat Pipa N/m 1850,80 Berat Pipa N/m 890,09 Tercelup Gaya Apung N/m 960,72 Kec. Gelombang m/s 0,4004 Kec. Arus m/s 0,2914 Gaya Drag N 91,49 Gaya Inersia N 0,47 Gaya Lift N 81,63 B. Stabilitas Berdasarkan hasil dari perhitungan pembebanan, maka dapat dilakukan perhitungan stabilitas dengan menggunakan persamaan dalam DNV RP F109 yang terdapat dalam dasar teori. Berikut adalah hasil dari perhitungan : Tabel 11 Hasil Perhitungan Stabilitas Parameter Value Ket. Stabilitas Vertikal 1,926 OK Stabilitas Lateral 2,637 OK C. Analisa Hasil Permodelan Pipa Hasil pemodelan instalasi pipa milik JOB PPEJ (Joint Operation Body Pertamina-Petrochina East Java) dari Palang Station ke FSO Cinta Natomas di Tuban, Jawa Timur. Dapat dilihat dalam gambar 3, gambar 4, gambar 5 dan gambar 6 di bawah ini :
Gambar 3 Grafik Tegangan Brnding saat Instalasi
6
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN
Gambar 4 Grafik Tegangan Total saat Instalasi
Gambar 5 Grafik SMYS pada Posisi Panjang (x) saat Instalasi
Kesimpulan yang dapat dibuat berdasarkan penelitian dan pengerjaan-pengerjaan di atas antara lain : 1. Berdasarkan perhitungan pembebebanan maka dapat diketahui besar gaya-gaya yang dialami pipa saat instalasi adalah gaya berat sebesar 1850,8 N/m , berat pipa tercelup sebesar 890,09 N/m , gaya apung sebesar 960,72 N/m , gaya arus sebesar 35,57 N , gaya drag sebesar 51,38 N dan gaya inersia sebesar 28,16 N. 2. Berdasarkan analisa stabilitas pipa saat instalasi maka dapat diketahui bahwa stabilitas vertikal sebesar 1,926 dan stabilitas lateral sebesar 2,826. Hasil analisa stabilitas tersebut sudah memenuhi syarat stabilitas berdasarkan DNV RP F109 yaitu harus lebih besar dari 1,1. 3. Berdasarkan hasil analisa instalasi menggunakan software maka dapat diketahui bahwa besar tegangan maksimum sebesar 60,20 % SMYS pada daerah overbend dan 12,39 % SMYS pada daerah sagbend. Hasil analisa tersebut sudah memenuhi allowable stress material API 5L X52. V.
Gambar 6 Grafik SMYS pada Posisi Kedalaman (y) saat Instalasi Pada hasil analisa grafik diatas dengan kedalaman 30 m menghasilkan tegangan maksimum sebesar 60,20% SMYS (216,70 MPA) pada daerah overbend dan 12,39% SMYS (44,59 MPA) pada daerah sagbend. Pada tabel 12 di bawah ini menjelaskan tentang %SMYS pada hasil pemodelan sudah memenuhi allowable stress material. Tabel 12 Hasil Maksimum % SMYS
DAFTAR PUSTAKA
[1] Soegiono; 2007; Pipa Laut, Airlangga University Press; Surabaya. [2] Soegiono; 2004; Teknologi Produksi dan Perawatan Bangunan Laut, Airlangga University Press; Surabaya. [3] Project Documents; 2011; Design Basis EPC Offshore Pipeline 10” – 22KM, JOB Pertamina-Petrochina East Java; Indonesia [4] DNV OS-F101; 2000; Submarine Pipeline System, Det Norske Veritas; Norway. [5] Chakrabarti, S.K; 1987; Hydrodynamics of Offshore Structure, Computational Mechanics Publication; London. [6] Mouselli, A.H; 1981; Offshore Pipeline Design, Analysis and Methods, PenWell Books; Oklahoma. [7] DNV RP-F109; 2007; On-bottom Stability Design Of Submarine Pipeline, Det Norske Veritas; Norway.