ANALISA DAMPAK BEBAN KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus : Ruas Jalan Pahlawah, Kec. Citeureup, Kab. Bogor)
Oleh: Zainal 1), Arif Mudianto 2), Andi Rahmah 3)
ABSTRAK Kualitas sistem transportasi disuatu wilayah, salah satunya ditentukan oleh tingkat pelayanan jalan yang dilewati oleh setiap kendaraan, baik itu kendaraan ringan maupun kendaraan berat yang melebihi beban (Overload) dari kelas jalan yang sudah ditetapkan. Semua itu mengakibatkan kerusakan jalan yang lebih cepat dari umur rencana yang sudah ditentukan pada awal perencanaan. Kendaraan berat yang menyebabkan kerusakan pada jalan pahlawan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kendaraan berat dengan muatan normal dan kendaraan berat yang berlebih (Overload), pada masing-masing kendaraan tersebut berbeda nilai Ekivalen Standar Axle (ESA). adapun Kendaraan berat yang banyak menyebabkan kerusakan jalan pada ruas jalan Pahlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor yaitu kendaraan berat dengan muatan yang melebihi batas Muatan Sumbu Terberat (MST) jalan Pahlawan dengan jenis kendaraan semi trailer dengan persentase pengaruhnya sampai 46,6212%, dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) diatas 8 ton. Dari hasil analisa didapat umur perkerasan ruas jalan pahlawan yang seharusnya 1,61 tahun pada awal perencanaan, menjadi lebih singkat yaitu 0,51 tahun bila dilalui oleh kendaraan dengan muatan berlebih (Overload). Dengan lebih singkatnya umur perkerasan jalan Pahlawan tersebut maka diperlukan penambahan tebal perkerasan jalan (Overlay) dengan tebal 6 cm. Kata kunci : 1.
Beban kendaraan, tebal lapis perkerasan lentur, umur rencana perkerasan lentur.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jalan merupakan prasarana infrastruktur dasar yang dibutuhkan manusia untuk melakukan pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Pada dasarnya jalan akan mengalami penurunan kualitas strukturalnya sesuai bertambahnya umur jalan, apalagi jika dilalui oleh kendaraan dengan muatan berat dan cenderung melebihi ketentuan. Jalan raya saat ini sering mengalami kerusakan dalam waktu Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
yang relatif sangat pendek (kerusakan dini) baik jalan yang baru dibangun maupun jalan yang baru di perbaiki (overlay). Beberapa hasil penelitian yeng telah di lakukan, penyebab utama kerusakan jalan adalah kualitas
pelaksanaan, drainase dan dari beban kendaraan yang melebihi ketentuan (overload). Kerusakan jalan saat ini menjadi masalah yang sering terjadi, dimana beberapa pihak mengatakan kerusakan dini pada badan jalan diantaranya disebabkan oleh pelaksanaan jalan yang didesain dengan kualitas dibawah
1
standar dan disebabkan oleh kendaraan dengan muatan berlebihan (overload). Dampak nyata dari dua penyebab tersebut adalah kerusakan badan jalan sebelum umur teknis perencanaan terpenuhi. Dampak buruk lain yang disebabkan oleh kendaraan bermuatan berlebih (overload) adalah berkurangnya tingkat keselamatan berkendara, kemacetan dan kerusakan suku cadang kendaraan yang lebih cepat. Kerusakan perkerasan jalan yang terjadi merupakan gabungan dari beberapa faktor yang saling berkaitan. Disamping dari muatan berlebih (overload), faktor lain seperti perencanaan, pengawasan pelaksanaan dan lingkungan juga memberikan dampak pada kerusakan jalan.
2.1 Klasifikasi Jalan Klasifikasi jalan menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No. 038/T/BM/1997) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1. Klasifikasi Jalan : Fungsi, Kelas dan Berat Klasifikasi Fungsi ARTERI KOLEKTOR
Kelas
Muatan Sumbu Terberat (MST) (Ton)
I II A III A III B
>10 10
III C
Tidak ditentukan
8
1.2 Tujuan LOKAL untuk menganalisa dampak beban kendaraan berlebih (overload) terhadap umur rencana perkerasan jalan, sehingga kerusakan jalan dan besarnya dampak kelebihan muatan terhadap umur rencana jalan dapat diketahui.
2.
Sumber : Peraturan Perencanaan Jalan No.13//1970
Berdasarkan Undang-Undang No. 38 tahun 2004 mengenai jalan, maka jalan dapat diklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi jalan, yaitu : 1. Klasifikasi jalan menurut peran dan fungsi. 2. Klasifikasi jalan menurut wewenang. 3. Kasifikasi jalan berdasarkan muatan sumbu.
TINJAUAN PUSTAKA Jalan raya merupakan prasarana transportasi darat terpenting, sehingga desain perkarasan jalan yang baik adalah suatu keharusan. Selain untuk menghubungkan suatu tempat dengan tempat lain, jalan yang baik juga diharapkan dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi pengemudi. Dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya dan semakin bertambahnya volume kendaraan, maka kebutuhan sarana transportasi jalan raya sangat besar. Oleh karena itu diperlukan perencanaan konstruksi jalan yang optimal dan memenuhi syarat teknis menurut fungsi, jumlah kendaraan maupun lalu lintas, sehingga pembangunan tersebut dapat maksimal bagi pembangunan daerah sekitar.
Geometrik
2.2 Klasifikasi kendaraan
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
Penggolongan atau pengklasifikasi kendaraan dilakukan untuk maksud tertentu dalam suatu analisa yang berkaitan dengan lalu lintas kendaraan, setiap analisa yang diinginkan berbeda, maka klasifikasi kendaraan yang dibutuhkan pun berbeda. Untuk perhitungan volume jalan mempunyai klasifikasi kendaraan yang berbeda dengan klasifikasi kendaraan untuk perhitungan beban lalu lintas. Hal lain yang mempengaruhi penggolongan kendaraan adalah jenisjenis kendaraan yang ada dalam suatu
2
sistem jaringan jalan. Di Indonesia, Direktorat Jendral Bina Marga selaku pembina jalan telah menetapkan golongan kendaraan untuk kebutuhan analisa perhitungan beban lalu lintas.
3.
4.
2.2.1. Kendaraan Umum Dalam wilayah perkotaan kebutuhan akan kendaraan umum sangat diperlukan, hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk diwilayah tersebut sangat padat, sehingga mempunyai pergerakan hidup yang sangat tinggi. Pada dasarnya pengguna kendaraan umum menginginkan tingkat pelayanan yang baik, yaitu meliputi waktu tempuh, waktu tunggu dan kenyamanan dan keamanan yang terjamin selama perjalanan. Pengangkutan orang dengan menggunakan angkutan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang lainnya. Pengangkutan orang menggunakan kendaraan umum dilayani dengan : 1. trayek tetap dan teratur : pelayanan angkutan yang dilakukan dengan jaringan yang tetap atau terjadwal. Untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan tertentu, ditentukan dengan jaringan trayek. 2. Tidak dalam trayek : pengangkutan orang dengan angkutan umum tidak dalam trayek meliputi : a. Dengan menggunakan taksi. b. Dengan kendaraan sewa. c. Pengangkutan pada saat keperluan pariwisata. Trayek angkutan kota dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) golongan yang memiliki karakteristik menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat diantaranya : 1. Trayek utama : pelayanan angkutan yang melayani angkutan kawasan utama dan pendukung. 2. Trayek cabang : layanan angkutan yang melayani di kawasan pendukung dan pemukiman
Trayek ranting : layanan angkutan yang melayani didaerah pemukiman Trayek langsung : layanan angkutan yang melayani angkutan antar kawasan utama dengan kendaraan yang pendukung dan kawasan pemukiman.
2.2.2. Kendaraan Barang Dampak perkembangan sosial ekonomi sebagai akibat dari pembangunan telah membawa perubahan pada kondisi angkutan barang dengan meningkatnya angkaekspor impor barang maka dituntut adanya angkutan barang dengan skala dan kapasitas yang lebih besar. Angkutan barang adalah angkutan / kendaraan yang memuat barang-barang yang tidak dapat dipecah-pecah sehingga memungkinkan angkutannya melebihi MST (Muatan Sumbu Terberat) yang dimensinya melebihi ukuran maksimum yang telah ditetapkan. 2.2.3. Muatan Sumbu Terberat (MST)
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
Dihasilkan oleh roda-roda kendaraan pada sumbu yang menekan jalan, muatan sumbu terberat dipakai sebagai dasar pengendalian dan pengawasan muatan kendaraan dijalan raya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Di indonesia sendiri kapasitas yang mampu disediakan pembina jalan adalah MST ≤ 8 ton, MST ≤ 10 ton dan muatan sumbu terberat dapat diartikan sebagai jumlah tekanan maksimum yang MST > 10 ton. Ketentuan tersebut menjadi dasar diwujudkannya prasarana transportasi jalan yang aman. Dengan demikian, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut akan menimbulkan dampak inefisiensi berupa menurunnya kinerja pelayanan jalan, jalan yang rusak tidak dapat dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan yang diharapkan, karena permukaan jalan yang tidak 3
rata, bahkan jalan tidak bisa dilewati sama sekali, karena kondisi jalan yang rusak parah. 2.3. Perkerasan Lentur
1.
a.
b.
2.
menurut sukirman (1990) perkerasan lentur adalah susunan lapis perkerasan mulai dari tanah dasar (subgrade), lapisan sub-pondasi agregat (subbase), lapis podasi agregat dengan atau tanpa bahan pengikat atau perkuatan dan lapis permukaan (surface course) yang pada umumnya adalah campuran agregat dan aspal. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai hal-hal penyusun lapis perkerasan lentur itu sendiri (Suprapto, 2004) : Lapis permukaan (surface course), yaitu bagian perkerasan yang paling atas, fungsi lapis permukaan diantaranya : Fungsi struktural Yaitu ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya gesar). Untuk hal ini persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokoh dan stabil. Fungsi non struktural 1) Lapis kedap air, mencegah masuknya air kedalam lapisan perkerasan yang ada dibawahnya. 2) Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup. 3) Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak ( skid resisten) yang cukup untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas. 4) Sebagai lapis aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru. Lapis pondasi atas (base course), yaitu bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah, apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah :
3.
4.
a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan dan juga ikut menahan gaya geser dari beban roda. b. Pemikul baban horizontal dan vertikal. c. Sebagai lapis perkerasan untuk lapis pondasi bawah. Lapis pondasi bawah (subbase course), yaitu bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah : a. Untuk menyebarkan tekanan tanah. b. Sebagai lapis peresapan. c. Mencegah masuknya tanah dasar pada lapis pondasi atas. d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan. Tanah dasar (subgrade), yaitu permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perletakan lainnya.
2.4. Perencanaan Jalan
Perkerasan
Lentur
Perencanaan desain suatu struktur perkerasan lentur dipengaruhi oleh 6 faktor, antara lain (Standar Konstruksi Bangunan Indonesia – SKBI, 1987) : Lalu lintas rencana. Daya Dukung Tanah Dasar. Faktor Regional. Indeks Permukaan. Koefisien Kekuatan Relatif. Indeks Tebal Perkerasan.
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
Lalu Lintas Rencana Besarnya lalu lintas harian rata-rata diperlukan untuk menentukan jumlah dan lebar jalur jalan dalam penentuan karakteristik geometrik, sedangkan untuk jenis kendaraan akan menentukan kelas beban atau MST (Muatan Sumbu Terberat) yang akan berpengaruh langsung pada perencanaan konstruksi perkerasan. Jalur rencana adalah suatu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang 4
terdiri dari satu jalur atau lebih. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan seperti yang tercantum pada tabel berikut :
berdasarkan beban sumbu kendaraan dengan rumus : a.
Angka ekivalen sumbu tunggal E=
Tabel
Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n) L < 1 lajur 5,50 m 5,50 m ≤ L < 2 lajur 8,25 m 8,25 m ≤ L < 3 lajur 11,25 m 11,25 m ≤ L < 4 lajur 15,00 m 15,00 m ≤ L < 5 lajur 18,75 m 18,75 m ≤ L < 6 lajur 22,00 m
2.2.
b.
4
Beban satu sumbu tunggal dalam kg ..... (2.1) 8160
Angka ekivalen sumbu ganda
4
Beban satu sumbu ganda dalam kg
E = 0,086 c.
Angka ekivalen sumbu triple E = 0,053
..... (2.2)
8160 Beban satu sumbu triple dalam kg
4 ..... (2.3)
8160
Untuk penguraian mengenai angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan, dapat dilihat pada table dibawah. Tabel 2.4. Angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan Beban Sumbu Angka Ekivalen Kilogram Libus Sumbu Sumbu (Kg) (Lbs) Tunggal Ganda 1000 2205 0,0002 2000 4409 0,0036 0,0003 3000 6614 0,0183 0,0016 4000 8818 0,0577 0,0050 5000 11023 0,1410 0,0121 6000 13228 0,2933 0,0251 7000 15432 0,5415 0,0466 8000 17637 0,9328 0,0794 8160 18000 1,0000 0,0860 9000 19841 1,4798 0,1273 10000 22046 2,2555 0,1940 11000 24251 3,3022 0,2840 12000 26455 4,6770 0,4022 13000 28660 6,4419 0,5540 14000 30864 8,6447 0,7452 15000 33069 11,4184 0,9820 16000 35276 14,7815 1,2712
Sumber : Metode Analisa Komponen SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02)
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang melewati lajur rencana ditentukan pada Metode Analisa Komponen seperti yang terlihat pada tabel dibawah. Tabel 2.3. Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Kendaraan Kendaraan Berat **) Jumlah Ringan *) Lajur 2 1 2 1 Arah Arah Arah Arah 1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00 2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50 3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475 4 lajur 0,30 0,45 5 lajur 0,25 0,425 6 lajur 0,20 0,40 *) berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran **) berat total ≥ 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer Sumber : Metode Analisa Komponen SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02)
setiap
Sumber : Metode Analisa Komponen SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02)
Lalu lintas harian rata-rata dan rumusrumus ekivalen yang diuraikan adalah sebagai berikut : a.
Angka ekivalen (E) masing-masing golongan kendaraan dapat ditentukan
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan bermotor, roda empat atau
5
lebih selama 24 jam untuk kedua jurusan. LHR setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana yang dihitung untuk dua arah tanpa median. b.
diduga terjadi pada pertengahan umur rencana. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus : LEP + LEA
Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata sumbu tunggal 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus : n LEP = ∑ LHR j x C j x E j j=1
e.
Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah besaran dalam nomogram untuk menetapkan tebal perkerasan dan menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus :
...... (2.4)
Dimana : LEP = Lintas ekivalen permulaan J = Jenis kendaraan n = Jumlah jalur LHR = Lalu lintas harian rata-rata C = koefisien distribusi kendaraan E j = Angka ekivalen c.
…….(2.7) LER = LET x FP Dimana : LER = Lintas ekivalen rencana LET = Lintas ekivalen tengah FP = Faktor penyesuaian
Lintas Ekivalen Akhir (LEA) f.
Faktor Peneyesuain (FP)
adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal 8,16 ton (18000 lbs) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus :
Dihitung dengan rumus : FP = UR / 10 Dimana : FP UR 10
n UR LEA = ∑ LHR j (1 + i) x C j x E j ..... (2.5) j=1
Dimana : LEA = Lintas ekivalen akhir J = Jenis kendaraan n = Jumlah jalur LHR = Lalu lintas harian ratarata C j = Koefisen distribusi kendaraan Ej = Angka ekivalen i = Perkembangan lalu lintas d.
...... (2.6)
LET = 2 Dimana : LET = Lintas ekivalen tengah LEP = Lintas ekivalen permulaan LEA = Lintas ekivalen akhir
Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal 8,160 ton (18000 lbs) pada jalur rencana yang
.......... (2.8)
= Faktor penyesuain = Umur rencana = Konstanta
Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) Daya dukung tanah dasar adalah hal yang sangat penting dalam merencanakan tebal perkerasan. Tujuan evaluasi lapisan tanah dasar ini untuk mengestimasi nilai daya dukung subgrade yang akan digunakan dalam perencanaan. Perhitungan daya dukung tanah dasar dilakukan dengan pengujian CBR. Ada dua macam pengujian CBR, yaitu CBR laboratorium dan CBR lapangan. Untuk perencanaan perkerasan biasanya digunakan CBR lapangan karena lebih praktis dalam pengerjaan.
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
6
Daya Dukung Tanah dasar besarnya korelasi dengan nilai CBR dan korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dan CBR ditentukan melalui 2 cara, menggunakan rumus dan korelasi antara Daya Dukung Tanah (DDT) dengan CBR dapat ditentukan melalui gambar berikut :
Indeks Permukaan (IP) Indeks permukaan (IP) adalah nilai kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt), perlu dipertimbangkan klasifkasi fungsioanal jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER). Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Catatan : Hubungkan nilai CBR dengan garis mendatar ke sebelah kiri diperoleh nilai DDT. Sumber : Metode Analisa Komponen SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02)
Gambar 2.1. korelasi DDT dan CBR Faktor Regional (FR) Faktor regional adalah keadaan lapangan yang mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk alinyemen, persentase kendaraan berat dengan MST ≥ 13 ton dan kendaraan yang berhenti, serta iklim. Faktor regional berguna untuk memperhatikan kondisi jalan yang berbeda antara jalan yang satu dengan jalan yang lain. Keadaan diatas tidak semuanya berpengaruh terhadap faktor regional, tetapi hanya alineyemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan berat yang berhenti serta iklim (curah hujan) saja yang ikut berpengaruh dalam penentuan faktor regional. Penggunaan faktor regional untuk kondisi khusus perlu mendapatkan perhatian khusus antara lain daerah rawarawa, persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m).
Koefisien kekuatan relatif (a) masingmasing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi atas, dan pondasi bawah ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah). Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Nilai indeks tebal perkerasan diperoleh dari nomogram dengan menggunakan nilai-nilai yang telah diketahui sebelumnya, yaitu LER selama umur rencana, nilai DDT dan FR yang diperoleh. 2.5. Pelapisan Tambahan (Overlay)
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
Konstrtuksi jalan yang telah habis masa pelayanannya perlu dilakukan pelapisan ulang (overlay) dengan tujuan meningkatkan kembali nilai kekuatannya, menaikan tingkat kenyamanan dan keamanan, mempertinggi tingkat kekedapan terhadap air dan memperbaiki tingkat kecepatan mengalirkan air. Sebelum dilakukan lapis ulang, perlu dilakukan terlebih dahulu survei-survei sebgai berikut : 1. Survei kondisi permukaan Survei ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan (rideability), survei secara visual atau bantuan alat mekanis. a. Survei secara visual 7
2.
Survei yang dilakukan secara visual ini bertujuan untuk menilai kondisi lapis permukaan apakah dalam kondisi baik,kritis atau dalam kondisi rusak. Kemudian pada survei ini dilakukan penilaian terhadap kenyamanan apakah kondisi yang ada termasuk kondisi nyaman, kurang nyaman atau tidak nyaman. Penilainan terhadap tingkat kerusakan baik dari segi kualitas atau kuantitas juga dilakukan secara visual terhadap keadaan retak (crecking), lubang (pot hole), alur (rutting), pelepasan butir (raveling), pengelupasan lapis ulang (stripping), keriting (corrugation), amblas (depression), bleeding dan sungkur (shoving). b. Survei dengan bantuan alat mekanis Survei dengan alat roughmeter yang ditempel pada sumbu belakang roda dengan tujuan untuk mengukur gerakan vertical sumbu pada kecepatan tertentu. Hal ini akan diperoleh kerataan dari permukaan jalan yang diukur dengan naik turunnya jarum. Survei kelayakan struktural konstruksi perkerasan Survei tentang kelayakan struktural dari konstruksi perkerasan jalan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
Untuk mencapai hasil penelitian yang sistematis, terorganisir dan dapat berjalan secara efektif, efisien serta tepat sasaran, diperlukan suatu desain penelitian. Di dalam rancangan tersebut dijelaskan mengenai metode penelitian, metode penelitian model dan model analisa yang digunakan. Dan di dalam rancangan penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian, sifat masalah yang dibahas dalam model penyelesaiannya.
3.1. Pengumpulan data Proses pengumpulan data dalam tugas akhir ini terdiri dari dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil survey secara langsung yang dilakukan dalam waktu 3 hari berturut-turut. Sedang untuk data sekunder didapat dari berbagai sumber informasi dan instansi yang terkait dengan judul tugas akhir ini yaitu, DLLAJ Kabupaten Bogor, UPTD Jembatan Timbang Kabupaten Bogor, Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Kabupaten Bogor dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Bogor. 3.1.1. Lokasi Studi Kasus
a. Cara Destruktif Cara ini dilakukan dengan mengambil sampel pada perkerasan lama dengan cara membuat test pit. Namun cara seperti ini tidak begitu disukai karena akan merusak perkerasan jalan. b. Cara Non Destruktif Cara ini lebih sering digunakan karena tidak merusak perkerasan jalan.Cara ini dilakukan dengan menggunakan alat yang dinamakan Benkelman Beam yang diletakan diatas permukaan jalan.
3.
PENGUMPULAN DATA METODE ANALISA
DAN
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
Dalam penulisan tugas akhir, penulis hanya menitik beratkan pada lokasi studi kasus yaitu ruas jalan Pahlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor. Lokasi ini diambil sebagai daerah pengamatan langsung untuk memperoleh data primer berupa data lalu lintas harian rata-rata (LHR). Pemilihan ruas jalan Pahlawan sebagai lokasi studi kasus dikarenakan jalan tersebut merupakan daerah yang sangat penting untuk kegiatan ekonomi maupun kegiatan lainnya. Jalan ini dilalui oleh beberapa macam kendaraan, baik kendaraan penumpang, kendaraan pribadi, maupun kendaraan angkutan barang industri. secara kasat mata bisa dilihat dampak kerusakan yang terjadi pada konstruksi 8
jalan tersebut akibat beban kendaraan yang melintas dijalan tersebut. Ruas jalan Pahlawan merupakan daerah kawasan industri, dimana pada daerah tersebut terdapat berbagai macam perusahaan indusri yang menuntut adanya kegiatan lalu lintas kendaraan yang cukup padat setiap harinya. 3.1.2. Data Primer
8.
trailer
57
Sumber : Dinas Lalu Lintas Angkutan dan Jalan Kabupaten Bogor
Tabel 3.2. Data Curah Hujan Kab. Bogor No. Tahun Curah hujan ratarata/tahun (mm) 1. 2010 3211 2. 2011 2818 3. 2012 2586 4. 2013 3103 5. 2014 2938 6. 2015 2089 Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kab. Bogor
Untuk data beban kendaraan dibedakan antara muatan normal dan muatan berlebih (Overload), adapun data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Gambar 3.1. Lokasi Tinjauan : Jalan Pahlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor.
Gambar 3.2. Lokasi Tinjauan : Jalan Pahlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor
3.1.3. Data Sekunder Tabel 3.1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Ruas Jalan Phlawan, Kec. Citeureup, Kab. Bogor. No. Jenis Kendaraan Volume Kendaraan/har i (tahun 2016) 1. Mobil penumpang 8505 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Truk ringan Truk berat/bus Truk tandem Tronton Truk gandeng Semi trailer
401 125 125 66 3 29
Tabel 3.3. Berat muatan normal kendaraan No. Jenis kendaraan Berat muatan normal (kg) 1. Mobil penumpang 2300 2. Truk ringan 7520 3. Truk besar/bus 9980 4. Truk tandem 11000 5. Tronton 15340 6. Truk gandeng 27960 7. Semi trailer 20700 8. trailer 27560 Sumber : UPTD Jembatan Timbang Kabupaten Bogor
Tabel 3.4. Berat muatan berlebih (Overload) No. Jenis kendaraan Berat muatan berlebih (kg) 1. Mobil penumpang 2850 2. Truk ringan 10290 3. Truk besar/bus 13720 4. Truk tandem 16780 5. Tronton 19757 6. Truk gandeng 35760 7. Semi trailer 27560 8. trailer 36200 Sumber : UPTD Jembatan Timbang Kabupaten Bogor
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
9
4 cm Laston lapis Aus AC – WC) 4 cm Laston lapis atas (AC – BC)
Keterangan : LER ada = Lintas Ekivalen Rencana UR = Umur Rencana 10 = Nilai Konstanta
7 cm Batu Pecah (Kelas A) 15 cm Sirtu (Kelas A) Sub Grade (CBR = 3,4 %)
4.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Sumber :Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten
4.1. Data Perencanaan dan Analisa 4.1.1. Analisa Pay Load dan Damage Factor Setiap Jenis Kendaraan Perhitungan angka ekivalen (E) untuk masing-masing jenis kendaraan dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) adalah sebagai berikut :
Bogor
Gambar 3.3. Susunan Lapis Perkerasan Jalan Lama (Existing) 3.2. Metode Analisa Data 3.2.1. Muatan SumbuTerberat (MST) Analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan perhitungan Liddle, dengan rumus sebagai berikut :
1.
Mobil Penumpang (T1,1) a. Muatan normal 4
4
1150
Angka ekivalen sumbu tunggal E=
4
816 0
8160 4
4 b. Muatan berlebih
8160
LETperlu = LEP + LEA .... (3.1) 2 Keterangan : LETperlu = Lintas Ekivalen Tengah LEP = Lintas Ekivalen Permulaan LEA = Lintas Ekivalen Akhir
816 0
= (0,000394) + (0,000394) = 0,000789 ~ 0,0008
Angka ekivalen sumbu ganda
3.2.2. Umur Rencana Dalam menghitung umur rencana perkerasan jalan digunakan dua perbandingan yaitu kendaraan dengan muatan normal dan kendaraan dengan muatan berlebih, dengan rumus sebagai berikut :
+
E=
Beban satu sumbu tunggal dalam kg
E =0,086 Beban satu sumbu ganda dalam kg
1150
4
4
1425
1425
8160
8160
E=
= 0,000930) + (0,000930 = 0,001860 ~ 0,00180 2.
Truk Ringan (T1,2L) a. Muatan normal 4
4
3384
4136
E=
+ 8160
8160
= (0,029577) + (0,066003) = 0,095580 ~ 0,09560 b. Muatan berlebih 4
LER ada LETperlu
=
UR
.......... (3.2)
10
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
4
4914
6006
+
E= 8160
8160
10
= 2,201518 ~ 2,2015 = (0,131516) + (0,293480) = 0,424996 ~ 0,425
3.
b. Muatan berlebih 4
E=
Truk Berat (T1.2H) a. Muatan normal
E=
4
+
= (0,091751 + (0,204745) = 0,2965 ~ 0,2965
8160 11178
8160
8160
= (0,04347) + (0,25454) + (3,52124) = 3,819253 ~ 3,81930
Truk Tandem (T1,22) a. Muatan normal
b. Muatan berlebih
4
4
4
4070
6930
8160
= (0,06189) + (0,044737) = 0,106627 ~ 0,1067
14882
b. Muatan berlebih
8160
4 10571
+ 0,086 816 0
8160
= (0,1366) + (0,80000) + (11,0645) = 12,0009 ~ 12,0010 7.
Trailer (T1.2-2.2) a. Muatan normal 4
Tronton (T1.2H) a. Muatan normal
4
2756
E=
7717
4
E=
+
8160
+ 0,086
+ 8160
5675 ,8
+
4
4
816 0
7717
+
8160
6208
4
4961
E=
+ 0,086 8160
5.
8160
7546
= (0,32772) + (0,73132) = 1,05904 ~ 1,0590
,6
+
4
+ 8160
E=
5796
+
4
6174
4
3726
E=
4
E=
Semi Trailer (T1.2-2) a. Muatan normal 4
b. Muatan berlebih
4.
8160
8160
6.
E=
+
= (0,6441) + (5,4136) = 6,0577 ~ 6,0577
5489
8160
12447
8160
4 4491
4
7310
4
8160 4
9665
15880
8160
8160
= (0,2341) + (1,96745)
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
11
LEA = 229,581 (1+0,03)5
= (0,1366) + (0,8000) + (0,9515) = 1,8879 ~ 1,888
LEA = 266,148
b. Muatan berlebih
LET = 229,581 + 266,148
4
E=
651 6 816 0
2
4 10136
LET = 247,148
+ 0,086
+ 816 0
FP = 5/10 =0,5
4
LER = 247,148 X 0,5 LER = 123,074
19548 8160
= (0,40659) + (2,380706) + (2,832351) = 5,619654 ~ 5,619654 4.2.
Tahun 2015 Volume (bh. kend.)
Analisa Tebal LapisPerkerasan Untuk Jenis Kendaraan BermuatanNormal
Tabel 4.1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) ruas jalan Pahlawan Jenis Kendaraan 1
2
3
4
5
6
7
8505
401
125
125
66
29
57
4.2.2. Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) Dalam menentukan Daya Dukung Tanah Dasar (DDT), Penulis menggunakan grafik korelasi yang bisa dilihat pada gambar 2.2, dari korelasi antara CBR dan DDT maka diperoleh CBR tanah dasar (Sub Grade) = 3,4 % dengan DDT = 4 4.2.3.
untuk kendaraan berat dibawah 30 % yaitu (4,31 ≤ 30), dengan kelandaian 5 % (< 6 %) dan curah hujan rata-rata sebesar 364,0 mm/tahun (< 900 mm/tahun) yang bisa dilihat pada tabel 2.9. Dengan melihat tabel 2.9 didapat FR 0,5.
Sumber : Data DLLAJ Maret 2016
4.2.1. Menghitung Lalu Lintas Rencana Rumus :
4.2.4.
Menentukan Indeks Permukaan Dari hasil analisa diatas diperoleh LER (Lintas Ekivalen Rencana) sebesar 123,932, diambil klasifikasi jalan kolektor maka dengan melihat tabel 2.10 didapat IPt = 2 dan juga menggunakan jenis lapis perkerasanLastondengan nilai kekasaran> 1000 mm/km Maka IPo adalah 3,9 – 3,5
4.2.5
Menentukan Perkerasan
n
LEP = ∑ LHR j x C j x E j j=1 1. M. Penumpang (2,3 ton) = 8505x0,5x0,0008 = 3,402
2. Truk ringan (7,52 ton) = 401x0,5x0,955 = 19,148 3. Truk berat (9,98 ton) = 125x0,5x0,296 = 18,525 4. Truk tandem (11 ton) = 125x0,5x0,1067 = 6,669 5. Tronton (15,34 ton) = 66x0,5x2,2016 = 72,653 6. Semi Trailer (20,70 t) = 29x0,5x0,601 = 55,380 7. Trailer (27,56 ton) = 57x0,5x1,888 = 53,805 LEP = 229,581
Menentukan Faktor Regional
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
Indeks
Tebal
a. Lintas Ekivalen Rencana (LER) = 123,074 b. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) =4 c. Faktor Regional = 0,5 d. Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana =2
12
e. Indeks Permukaan Awal Umur Rencana = 3,9 - 3,5 f. Indeks Tebal Perkerasan (ITPNormal) = 6,8 4.3.
Menghitung Tebal Lapis Perkerasan (D) dengan Muatan Normal dan Muatan Berlebih 1. LER Muatan Normal = 123,932 2. LER Muatan Berlebih = 393,636 3. ITP Muatan Normal =6,8 4. ITP Muatan Berlebih = 8,2 Perkerasan Jalan Lama (Existing) a. Laston (MS = 744 kg) a1= 0,40 b. Laston Atas a2 = 0,28 c. Batu Pecah (Kelas A) a3 = 0,14 d. Sirtu (Kelas A) a4 = 0,13 4 cm Laston (MS 744) 4 cm Laston Atas (MS 590) 7 cm Batu Pecah (Kelas A) 15 cm Sirtu (Kelas A) Sub Grade (CBR = 3,4 %)
Gambar 4.1. Susunan Lapis Perkerasan Jalan Lama
Tebal Perkerasan Jalan Lama ITP ada= D1.0,40 + D2.0,28 + D3.0,14 + D4.0,13 ITP ada= 4.0,40 + 4.0,28 + 7.0,14 + 15.0,13 ITP ada= 1,6 + 1,12 + 0,98 + 1,95 ITP ada= 5,65 Perkerasan Jalan dengan Muatan Normal Didapat dari Nomogram 4, ITP Perlu (Normal) = 6,8 Maka untuk tebal perkerasan jalan dengan muatan normal yaitu : Δ ITP = ITP Perlu (Normal) – ITP ada Δ ITP = 6,8 – 5,65 = 1,15 1,15 = 0,4 . D1
3cm Laston (MS 744) 4 cm Laston (MS 744) 4 cm Laston Atas (MS 590) 7 cm Batu Pecah (Kelas A) 15 cm Sirtu (Kelas A) Sub Grade (CBR = 3,4 %) Gambar 4.2. Susunan Lapis Perkerasan Jalan Muatan Normal Perkerasan Jalan dengan Muatan Berlebih Didapat dari Nomogram 4, ITP Perlu (Berlebih) = 8,2 Maka untuk tebal perkerasan jalan dengan muatan Berlebih yaitu : Δ ITP = ITP Perlu (Berlebih) – ITP ada Δ ITP = 8,2 – 5,65 = 2,55 2,55 = 0,4 . D1 2,55 D1 = 0,4 D1 = 6,275 cm ~ 6 cm untuk Laston (MS. 744)
4.4. a. b. c. d. e. f. g.
Menghitung Umur Rencana Perkerasan Jalan Menentukan Umur Rencana dengan Muatan Normal : Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) =4 Faktor Regional (FR) = 0,5 Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IPt) = 2 Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo) = 3,9 – 3,5 ITP ada = 5,65 LET Perlu = 248 LER ada = 40
1,15
D1
= 0,4
LER ada(Normal) = LET perlu(Normal) x
UR
10 D1
= 2,875 cm ~ 3 cm untuk Laston (MS. 744)
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
LER ada (Normal) LET perlu (Normal)
=
UR
10
13
248.. UR = 40 x 10 400 UR =
248
UR = 1,61tahun
Maka didapat Umur Rencana jalan dengan Muatan Normal sebesar 1,61 tahun Umur Rencana. 4.5.
Menghitung Umur Rencana Perkerasan Jalan Menentukan Umur Rencana dengan Muatan Overload : h. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) =4 i. Faktor Regional (FR) = 0,5 j. Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IPt) = 2 k. Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo) = 3,9 – 3,5 l. ITP ada = 5,65 m. LET Perlu = 787 n. LER ada = 40 LER ada = LET perlu x UR
10 LER ada
=
LET perlu
UR
10
787.. UR = 40 x 10 400 UR =
787
UR = 0,51 tahun
Maka didapat Umur Rencana jalan dengan Muatan berlebih sebesar 0,51 tahun Umur Rencana. 5. KESIMPULAN DAN SARAN
kendaraan dengan beban > 8 ton. Sehingga mengakibatkan kerusakan perkerasan terjadi yang disebabkan adanya kendaraan dengan muatan berlebih yang melintasi ruas jalan tersebut. 2. Jenis kendaraan yang mempunyai kecenderungan melebihi ketentuan maksimum sumbu terberat adalah dari kendaraan golongan 2 sampai dengan golongan 7. Dengan kendaraan golongan 2 yaitu Truk Ringan (T1.2L), golongan 3 yaitu Truk Berat (T1.2H), golongan 4 yaitu Truk Tandem (T1.22), golongan 5 yaitu Tronton (T1.2H), golongan 6 yaitu Semi trailer (T1.2 - 2) dan golongan 7 yaitu Trailer (T1.2 – 2.2). 3. Dari hasil analisa didapat Damage Factor seluruh jenis kendaraan adalah sebagai berikut : Damage Factor Muatan Normal Mobil Penumpang & Pribadi (2,3 ton) = 0,0095 % Truk Ringan & Bus Kecil (7,52on) = 1,1358 % Truk Berat & Bus Besar (9,99 ton) = 3,5251 % Truk Tandem (11 ton) =1,2690 % Tronton (15,34 ton) = 26,1840 % Semi trailer (20,70 ton) = 45,4235% Trailer (27,56 Ton) = 22,4531 % Damage Factor Muatan Berlebih Mobil Penumpang & Pribadi (2,85 ton) = 0,0070 % Truk Ringan & Bus Kecil (10,29 ton) = 1,6507 % Truk Berat & Bus Besar (13,72 ton) = 4,1144 % Truk Tandem (16 ton) = 2,2431 % Tronton (19,76 ton) = 23,5326 % Semi trailer (27,56 ton) = 46,6212 % Trailer (36,20 Ton) = 21,8311 % 7.
5.1 Kesimpulan 1. Ruas jalan Pahlawan yang seharusnya beban kendaraan = 8 ton, akan tetapi kendaraan yang melintas adalah
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
Jenis kendaraan yang memiliki nilai Damage Factor paling dominan baik untuk kendaraan bermuatan normal ataupun untuk kendaraan bermuatan berelebih adalah kendaraan jenis Tronton dan Semi Trailer.
14
8.
Pengaruh beban kendaraan berlebih (Overload) terhadap umur rencana perkerasan sangat signifikan, yaitu sekitar 68,32%. 9. Selain Muatan Sumbu Terberat kendaraan, faktor tidak terawatnya saluran air pun menjadi penyebab terjadinya Damage Factor. Dalam hal ini ditunjukan dengan adanya genangan air pada badan jalan saat hujan turun dan kualitas material perkerasan yang tidak sesuai dengan rencana, sehingga mudah terjadinya kerusakan. 10. Dari hasil analisa perkerasan jalan yang ada saat ini, setelah dilakukan lapis tambahan perkerasan untuk beban normal saja umur rencana hanya mampu bertahan selama 1,61 tahun dan untuk beban berlebih kurang dari 0,51 tahun.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5. 5.2 Saran 1. Perlunya pengawasan ketat terhadap kendaraan yang melintasi ruas jalan Pahlawan, dengan cara memberi rambu (maksimal beban kendaraan) atau mengatur supaya kendaraan yang ingin melintasi jalan tersebut diharuskan melintasi jembatan timbang terdekat terlebih dahulu. 2. Perlu tindakan yang tegas kepada para pengguna jalan yang melanggar dan mengabaikan aturan lalu lintas yang berlaku. 3. Untuk menjaga keawetan lapis perkerasan, hendaknya diperhatikan juga drainase yang ada, agar drainase tersebut bisa berfungsi sebagai mana mestinya dan agar air hujan yang turun tidak menggenangi badan jalan. 4. Melihat umur rencana yang begitu singkat dan agar tidak menjadi pemborosan anggaran, disarankan mengganti perkerasan lentur yang ada dengan perkerasan kaku yang sesuai dengan SNI (yang nantinya analisa perkerasan kaku ini bisa dilanjutkan oleh mahasiswa yang lain untuk menjadi bahan Tugas Akhir berikutnya).
6.
7.
8.
9.
Badan Standarisasi Nasional, Geometri Jalan Perkotaan, Badan Penerbit Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta, 2004. Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum, 1989, Pelaksanaan Lapis Campuran Beraspal Panas, SNI 031737-1989, Badan Penerbit LitbangPU, Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Badan Penerbit PU, Jakarta, 1997. Departemen Pekerjaan Umum, 1987, Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisis Komponen SKBI 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02), Badan Penerbit PU, Jakarta. Dewan Standarisasi Nasional – DSN, 1987, Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen, Jakarta Departemen Pekerjaan Umum, 1997, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Hendarsin, Shirley, L., 2000, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Politeknik Negeri Bandung. Oglesby, H. Clarkson, Hicks Gary, R., Teknik Jalan Raya Jilid 2 Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta, 1996. Puslitbang Jalan dan Jembatan, Karakteristik Beban Kendaraan Operasional, Bandung, 2008. RIWAYAT PENULIS
1.
2.
3.
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak
Zainal, ST (Alumni 2016) Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor. Ir. Arif Mudianto, MT. Staf Dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor. Ir. Andi Rahmah, MT. Staf Dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor.
15