ANAK MENGIZINKAN ORANGTUA LANJUT USIA UNTUK TINGGAL DI SASANA TRESNA WERDHA (Studi Analisis Perspektif Hukum Islam )
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh :
FAATHIMAH UMMU ABDILLAH 105044101405
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2010 M/1431 H
ANAK MENGIZINKAN ORANGTUA LANJUT USIA UNTUK TINGGAL DI SASANA TRESNA WERDHA (Studi Analisis Perspektif Hukum Islam) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh:
Faathimah Ummu Abdillah 105044101405
Pembimbing
Drs. A. Basiq Djalil, S.H., M.A NIP. 1955 0505 1982031012
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2010 M/1431 H
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli hasil karya saya, atau merupakan hasil karya jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Juli 2010
Faathimah Ummu Abdillah NIM: 105044101405
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang tua merupakan orang yang paling besar pengorbanannya bagi anakanaknya dan yang paling tulus pemberiannya. Maha Kasih Allah yang memberi rasa kasih sayang kepada para orang tua untuk anak-anaknya, karena dengan itulah para orang tua dapat menyayangi dan mendidik anak-anaknya dari semenjak di kandungan sampai mereka tumbuh dewasa. Misalnya, ketika seorang anak masih di dalam kandungan, ibunya rela menanggung sakit yang semakin bertambah-tambah. Sehingga ‟Atha‟ Al-Khurasany menafsirkan surat Luqman ayat 14 yang menggambarkan keadaan seorang ibu yang sedang hamil dengan kata dha’fan ’ala dha’fin yakni lemah bertambah lemah.1 Dan ketika mereka sudah berumahtangga, mereka menitipkan anak-anak mereka kepada orang tua mereka karena mereka telah sibuk bekerja. Selain itu, wujud kasih sayang orang tua kepada anaknya adalah memberi pendidikan, sandang, pangan dan tempat tinggal yang terbaik sesuai dengan kemampuan masing-masing orang tua. Tentunya mereka tidak bermalas-malasan untuk memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Tak jarang mereka harus pergi ketika matahari mulai terbit dan pulang ketika hari telah gelap agar bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Tak jarang pula mereka rela melanjutkannya 1
Sâmiy Ibnu Mahmud Ibnu „Abdurrahman Ibnu Salamah, Tafsir Al-Quran Al-‘Azîm Addamsyîqi Juz 6, (Riyâdh: Daar Thayyibah Li Nasyar wattawzî‟, 2007), h.336.
1
2
dengan begadang semalam suntuk untuk menemani anaknya yang sedang sakit atau terbangun ketika malam hari hanya sekedar mengganti popok sang anak. Mereka pun tak bosan-bosannya menasehati suatu kebaikan kepada anakanaknya, walaupun sering anak-anaknya tidak mau mendengarkan dan melakukan nasehat-nasehatnya. Tak semua anak mendapat orang tua yang ideal seperti yang mereka inginkan. Namun setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anakanaknya dengan cara mereka sendiri, yang tentunya dalam hal ini dipengaruhi dengan ilmu atau pengalaman hidup mereka sebelumnya. Misalnya dalam film Garuda di Dadaku, di sana dikisahkan bahwa ada seorang kakek yang meminta kepada anaknya agar cucunya tidak bermain sepak bola. Hal ini kakek lakukan karena tak ingin masa depan cucunya suram seperti menantunya yang merupakan ayah dari cucunya.2 Atau dalam novel Ketika Cinta Bertasbih Episode 2 yang termasuk di dalamnya mengisahkan seorang anak yang bernama Zumrah. Orang tuanya sengaja meminta budenya bibi untuk mengasuh Zumrah, karena pada waktu itu orang tuanya sangat kerepotan mengasuh ketiga adiknya yang masih kecil-kecil dan karena kondisi ekonomi yang sedang sulit. Sementara budenya hanya punya satu anak saja.3
2
3
Ifa Irfansyah, Garuda di Dadaku, (Jakarta: SBO Films & Mizan Productions 2009).
Habiburrahman El-Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih episode 2, (Jakarta: Panerbit Republika, 2007), h.51.
3
Begitu besar jasa orang tua kepada anak-anaknya, maka tidak heran jika berbakti kepada orang tua merupakan suatu kewajiban bagi setiap anak. Bahkan dalam tafsir Al-Mishbah surat Luqman ayat ke 14, kewajiban berbakti kepada kedua orang tua menempati tempat kedua setelah pengagungan kepada Allah swt.4. Dalam tafsir Al-Qur‟an Al-Adhim surat Al-isra‟ ayat 23 pun menjelaskan bahwa seorang anak tidak boleh melakukan perbuatan dan berbicara yang buruk terhadap orang tuanya.5 Dan di dalam Syarh Shahih Muslim pada hadits ke 6452, dalam hadits tersebut mengkisahkan seorang anak yang bernama Juraij Ra. dengan ibunya. Dalam syarah hadits tersebut dijelaskan keagungan berbuat baik kepada orang tua dengan mengokohkan hak ibunya dan sesungguhnya do‟a ibu adalah do‟a yang terjawab oleh Allah.6 Usaha-usaha seorang anak untuk merawat berbakti kepada orang tuanya dapat dengan banyak cara, misalnya memenuhi hak-hak kedua orang tuanya7 : 1. Mentaati keduanya selain untuk bermaksiat kepada Allah 2. Berbuat baik 3. Tawadhu‟ 4. Berkata halus 5. Memberi makan 4
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Juz 11, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), h. 128.
5
Sâmiy Ibnu Mahmud Ibnu „Abdurrahman Ibnu Salamah, Tafsir Al-quran Al-‘Azîm Addamsyîqi. Juz 5, (Riyâdh: Daar Thayyibah Li Nasyar wattawzî‟, 2007), h. 64. 6
Khalil Ma‟mun Syeh, Shahih Muslim Bisyarh Al-imam Muhiddin An-nawawi Jilid 8, (Baerut: Dâr Al-Ma‟rifah, 2007), h. 323. 7
„Abdul „Aziz Ibnu Fathy As-Sayyid Nida, Mawusû’ah Al-Adâb Al-Islâmiyah, (Ar-Riyâd: Dâr Tayyibah Linnasyar wa At-Tawzy‟, 1428-2007), h. 163-167.
4
6. Meminta izin ketika akan pergi untuk jihad dan sebagainya 7. Memberi harta ketika mereka meminta 8. Jangan bermuka buruk atau semisalnya kepada keduanya 9. Mendahulukan berbuat baik kepada ibu dari pada kepada bapak 10. Lebih mengutamakan ibu dari pada bapak Sedangkan untuk berbakti kepada orang tua yang telah lanjut usia dapat ditambahkan dengan: 1. Merawat sendiri kedua orang tua di rumahnya. 2. Menyewa suster untuk merawat kedua orang tua dirumahnya. 3. Memasukkan ke Sasana Tresna Werdha. Hal ini biasa terjadi di Negaranegara barat8 dan beberapa daerah di Indonesia juga mulai ada peningkatan jumlah penghuni Sasana Tresna Werdha.9 Walaupun di Indonesia sendiri masih banyak yang menganggap buruk memasukkan orang tua ke Sasana Tresna Werdha.10 Tapi tentu saja mereka mempunyai alasan-alasan tersendiri yang belum tentu itu buruk, di antaranya karena: a. Kesibukan mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka sehingga tidak punya waktu untuk merawat orang tuanya, sehingga mereka berfikir apabila tetap di rumah orang tuanya akan terlantar maka lebih baik dimasukkan ke Sasana Tresna Werdha. 8
Mutia Mutmainah, Keajaiban Do’a & Ridho Ibu, (Jakarta: Wahyu Media, 2008), h. 49.
9
Penghuni Sasana Tresna Werdha meningkat”, artikel diakses pada tanggal 19 Januri 2010 dari http://www.antara.co.id/view/?i=1216752275&c=NAS&s= 10
Azka, “Bagaimana pendapat anda tentang menaruh ORTU di Sasana Tresna Werdha...?”, Artikel diakses pada tanggal 19 Januari 2010 dari http://forum.detik.com/showthread.php?t=84418&page=7
5
b. Ingin membahagiakan kedua orang tua mereka dengan memasukkan ke Sasana Tresna Werdha. Karena di sana banyak kegiatan-kegiatan yang dikhususkan untuk orang-orang tua lanjut usia.11 c. Dengan memasukkan orang tua ke Sasana Tresna Werdha, maka para orang tua yang telah lanjut usia dapat bertemu dengan teman-teman seusianya.12 Islam adalah agama yang syumul13 yang mengatur tentang segala hal. Salah satunya adalah berbakti kepada orang tua, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelum ini. Namun dalam hal hukum merawat orang tua yang lanjut usia dengan mangizinkan orang tua untuk ke Sasana Tresna Werdha masih memerlukan analisa yang mendalam lagi. Karena itu, penulis ingin membahas lebih dalam tentang “Anak Mengizinkan Orang tua Lanjut Usia Tinggal Ke Sasana Tresna Werdha (Studi Analisis Prespektif Hukum Islam)”. B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Pembatasan Masalah Banyak faktor yang menyebabkan seorang anak memasukkan orang tuanya ke Sasana Tresna Werdha. Namun penulis akan lebih mendalam menjelaskan hukum anak memasukkan orang tua ke Sasana Tresna Werdha
11
B. Hurlock Elizabeth, Psikologi Perkembangan,edisi ke-5, Jakarta: Erlangga, 1980 , h. 57
12
. Azka, “Bagaimana pendapat anda tentang menaruh ORTU di Sasana Tresna Werdha...?”, Artikel diakses pada tanggal 19 Januari 2010 dari http://forum.detik.com/showthread.php?t=84418&page=7 13
Irwan Prayitno, Ma’rifah Al-Islâm, seri ke-4, Bekasi: Pustaka Tarbiatuna, 2002 , h. 59.
6
menurut hukum Islam, karena anak tersebut sibuk untuk mengurusi keluarganya sendiri, yakni keluarga barunya. 2. Perumusan Masalah Ajaran Islam memerintahkan kepada umatnya untuk berbakti kepada orang tua. Terutama ketika mereka sudah lanjut usia. Kenyataannya, pada zaman sekarang merawat orang tua yang telah lanjut usia tidak hanya bisa dari tangan seorang anak saja, mereka juga bisa menyewa suster untuk merawat di rumahnya dan ada juga yang memasukkan orang tuanya yang telah lanjut tersebut ke Sasana Tresna Werdha dengan maksud agar orang tuanya tidak terlantar. Namun cara merawat yang terakhir, banyak masyarakat Indonesia masih merasa kurang pantas. Rumusan tersebut di atas penulis merinci dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut: a. Bagaimana kondisi keluarga anak yang mengizinkan orang tuanya tinggal di Sasana Tresna Werdha? b. Bagaimana kondisi orang tua yang diizinkan anaknya untuk tinggal di Sasana Tresna Werdha? c.
Bagaimana peran Sasana Tresna Werdha dalam merawat orang tua?
d. Bagaimana hukum Islam menghukumi seorang anak yang mengizinkan orang tuanya untuk tinggal di Sasana Tresna Werdha? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
7
1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy) 2. Untuk mengetahui kondisi keluarga yang memberikan izin salah satu orangtua yang telah lanjut usia untuk tinggal di sasana tresna werdha. 3. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap seorang anak yang mengizinkan orangtuanya tinggal di Sasana Tresna Werdha. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat terhadap kepentingan dunia akademik Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan informasi sebagai acuan dan berguna untuk menambah wawasan pemikiran dalam hal hukum anak mengizinkan orang tua tinggal di Sasana Tresna Werdha. 2. Manfaat terhadap dunia praktisi Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat disumbangkan untuk seluruh muslim di dunia sebagai rujukan dan pertimbangan ketika akan mengizinkan kedua orang tuanya untuk tinggal di Sasana Tresna Werdha. D. Review Studi Terdahulu Skripsi yang berjudul Konsep berbakti kepada orang tua menurut ajaran Islam kajian tafsir surat Luqman ayat 14-15 dan surat Al-Isra Ayat 23-24 yang ditulis oleh Sumyatih. Jurusan Pendidikian Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan tahun 2002. Dalam skripsi tersebut membahas tentang perintah Allah SWT terhadap ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah berbuat baik, menghormati kedua orang tua, dan yang berkaitan dengan hal itu yang
8
membutuhkan suatu penafsiran. Dalam hal ini beliau mengambil empat ayat dari Al-Qur‟an yaitu surat Luqman ayat 14-15 dan surat Al-Isra‟ ayat 23-24. E. Metode Penelitian dan Penulisan 1. Metode dan Pendekatan Penelitian Kajian penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis yaitu metode yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan di lapangan. Sedangkan yang dimaksud penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Penelitian ini terdiri dari penelitian hukum Islam penelitian hukum kepustakaan
dan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau sekunder belaka. Dalam hal ini data sekunder diperoleh melalui bahan pustaka atau biasa disebut book research yang sifatnya relevan dengan skripsi ini. Buku atau bacaan buku ini dapat berupa literatur, majalah, buletin, dan buku-buku ilmiah lainnya yang berhubungan dengan hukum memasukkan orang tua ke Sasana Tresna Werdha. Sedangkan data primernya diperoleh dari hasil wawancara dengan pengurus Sasana Tresna Werdha, anak yang akan mengizinkan orang tuanya untuk tinggal di Sasana Tresna Werdha dan orang tua yang diizinkan untuk tinggal di Sasana Tresna Werdha.
9
2. Alat Pengumpul Data Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat pengumpul data sebagai berikut: a. Bahan Hukum, terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu bahanbahan hukum yang mengikat. Sedangkan bahan hukum sekundernya adalah dari buku-buku ilmiah lain yang mendukung dan memperjelas bahan hukum primer. b. Wawancara, yaitu tanya jawab lisan, dua orang atau lebih berhadapan secara fisik. Yang satu dapat melihat muka dan mendengarkan yang lain dengan telinga sendiri suaranya. 3. Alat Analisa Data Data
yang
diinterpretasikan
telah
untuk
dikumpulkan dapat
akan
menjawab
diolah,
dianalisa
permasalahan
yang
dan telah
dirumuskan. Sedangkan pengolahan data yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan dengan cara: pertama, mengedit editing data, yaitu memeriksa data yang terkumpul apakah jawaban-jawaban dari pertanyaan yang diajukan dalam wawancara sesuai atau tidak dengan yang dibutuhkan. Jawaban yang dianggap lengkap dan belum atau tidak menjawab dipisahkan, kedua, mengklasifikasikan data yaitu mengelompokkan data berdasarkan masingmasing permasalahan yang telah dirumuskan.
10
4. Analisa Data Setelah pengolahan data, langkah selanjutnya adalah menganalisa dan menginterpretasikan
data.
Analisa
data
dilakukan
dengan
cara
mendeskripsikan data-data tersebut secara jelas dan menganilisis isinya. Kemudian menginterpretasikan menggunakan bahasa penulis sendiri. Dengan demikian akan nampak jelas rincian jawaban atas pokok permaslahan yang diteliti. Sebagai pedoman dalam penulisan karya tulis ini, penulis merujuk kepada buku ”Pedoman Penulisan Skripsi” Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Jakarta Press, 2007. F. Sistematika Penulisan Bab pertama tentang, pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, pedoman penulisan, dan sistematika penulisan. Bab kedua tentang, landasan teoritis tentang keluarga, anak dan orang tua, mulai dari pengertian dan kewajiban antar keluarga. Kemudian landasan teoritis tentang Sasana Tresna Werdha mulai dari pengertian, prinsip, tujuan, landasan, fungsi dan perannya dalam merawat orang tua. Karakteristik Usia lanjut berdasarkan usia atau ciri keadaan yang terjadi ketika masuk masa lanjut usia. Bab ketiga tentang, Pengertian dan tujuan berdiri Sasana Tersna Werdha, gambaran umum kondisi anak yang mengizinkan orang tuanya tinggal di Sasana
11
Tresna Werdha dan orang tua yang tinggal di Sasana Tresna Werdha. Dan gambaran kondisi Sasana Tresna Werdha yang ditempati. Bab keempat tantang, Pengertian dan cara penentuan baik dan buruk, pengertian hukum Islam, teori maslahah mursalah, kaidah Addararu yuzâl dan tingkatan kemaslahatan berdasarkan kebutuhannya, pembahasan hukum anak mengizinkan orang tua tinggal di Sasana Tresna Werdha, analisa dampak positif dan negatif yang terjadi apabila orang tua tinggal di Sasana Tresna Werdha, analisa kondisi keluarga dengan memakai maslahah mursalah, kaidah Addararu yuzâl, teori pemenuhan hak dan kewajiban sesama.tentang kedudukan hukum anak memasukkan orang tua ke Sasana Tresna Werdha. Dan analisa terhadap hukum anak memasukkan orang tuanya ke Sasana Tresna Werdha. Bab kelima tentang, penutup yang terdiri dari kesimpulan bahasan yang ada pada bab-bab sebelumnya dan saran dari hasil penelitian.
BAB II KELUARGA LANJUT USIA A. Pengertian Keluarga Keluarga merupakan satuan kekerabatan yang paling mendasar di masyarakat. Maksudnya, masyarakat itu terdiri dari kumpulan keluarga dan tidak akan ada sebuah masyarakat tanpa keluarga. Karena masyarakat itu terdiri dari orang-orang tua, remaja dan anak-anak yang semua itu berasal dari sebuah keluarga. Sehingga keluarga juga bisa didefinisikan sebagai ibu, bapak dan anakanak14. Sedangkan yang dimaksud dengan bapak adalah orang tua laki-laki atau orang yang dipandang sebagai orang tua atau orang yang dihormati15; ibu merupakan sebutan seorang perempuan yang telah melahirkan kita atau wanita yang sudah bersuami dan anak adalah keturunan kedua setelah orang tua16. Jadi walaupun bapak, ibu dan anak kadang hanya merupakan sebuah panggilan tanda penghormatan, tapi tetaplah mereka semua berasal dari sebuah keluarga. B. Kewajiban Anggota Keluarga Kewajiban adalah pembatasan atau beban yang timbul karena hubungan dengan sesama atau dengan negara17. Ketika seseorang berinteraksi dengan orang
14
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Departemen Pendidikan, Balai Pustaka, 2007 , Edisi Ketiga, h.721 15
Ibid., h. 106
16
Ibid., h. 416
17
Muhammad Amin Effendi, “Memahami Hak Dan Kewajiban”, Artikel Diakses Pada Tanggal 11 Juli 2010 Dari Http://effendy79.blogspot.Com/2008_08_10_archive.Html
12
13
lain, maka pada saat itulah ada sebuah beban antara orang yang satu dan orang yang lainnya, dengan kata lain kewajiban bisa membebani seseorang kapan saja dan di mana saja ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Misalnya setelah seorang pembeli sudah membayar dengan harga yang telah disepakati dengan penjual, maka ada kewajiban bagi penjual untuk menyerahkan barang yang telah dibeli tersebut. Dalam kehidupan berkeluarga pun juga seperti itu. Masing-masing anggota keluarga mempunyai
kewajiban masing-masing, karena di dalam
keluarga pasti terjadi interaksi antar anggota keluarga. Di antara kewajiban anak terhadap orang tuanya adalah: 1. Mentaati keduanya selama tidak bermaksiat kepada Allah.
ش ِزكُ ثٍِ ٍَب ىَُِسَ ىَلَ ِثِٔ ػِيٌْْ فَيَب تُ ِطؼِهََُب َو ِ وَإُِْ جَبَٕذَاكَ ػَيًَ أَُْ ُت ٍََّصَحِجِهََُب وَ صَحِجِهََُب فًِ اىذَُُِّّب ٍَ ِؼزُوِفًب وَ اتَّجِغِ سَجُِِوَ ٍَِِ أََّبةَ إِىٍََُّ ثٌَُّ إِى )٣١:١٣/ٍَُزِ ِج ُؼنٌُِ فَأَُّجُِّئنٌُِ ثََِب مُِْتٌُِ َتؼََِيُىَُِ (ىقَب Artinya: ”Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan”. Q.S Luqman/31:14 2. Berbakti dan merendahkan diri terhadap orang tua.
َوَقَضًَ رَثُّلَ أَالَّ َتؼِجُذُوا إِالَّ إََِّبُٓ وَ ثِبىْىَاىِذََِِِ ِإ ِحسَّْب إٍَِّب َجُِيغََِّ ػِِْ َذكَ اىنِجَز ًَأحَذََُُٕب أَوِ مِالَ ََُٕب فَالَ َتقُوْ ىَهََُب أُفٍّ َوالَ تَِْ َهزِ ََُٕب وَ قُوْ ىَهََُب قَىِال
14
اىزحََِخِ وَ قُو رَّةِّ ا ِرحََِهََُب مَََب َّ ٍَِِ ِّ وَا ِخ َفضِ ىَهََُب جََْبحَ اىذُّه.َمزََِِّب َ ًِّرَثََُّب )٣١-٣١:٣١/صغُِِزّا (اإلسزأ Artinya: “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". QS. Al-Isra‟/17:23-24 3. Tawadhu‟ 4. Berkata halus. 5. Menyediakan makan 6. Meminta izin ketika akan pergi untuk jihad dan pergi untuk urusan lainnya 7. Memberi harta kepada orang tua menurut jumlah yang mereka inginkan.
َاَِّتَ َو ٍَبىُلَ ىِىَاىِ ِذك Artinya: ”Kamu dan hartamu milik ayahmu”. Ahmad dawud. shahihul jaami‟ 8. Membuat keduanya ridha dengan berbuat baik kepada orang-orang yang dicintai oleh mereka. 9. Memenuhi sumpah kedua orang tua 10. Mendahulukan berbuat baik kepada ibu dari pada kepada bapak
ٍَ جَبءَ َرجُوٌ إى:َ قَبه،َ ػَِِ أَثٍِ ُٕزََِ َزح،َ ػَِِ اَِثٍِ ُسرِػَخ،ِػَ ِِ ػََُب َرحَ ثِِِ اْى َق ِؼقَغ حسِِِ اىصَّحَبثَتٍِ؟ ُ ِ ٍَِِ اَحَقُّ اىَّْبسِ ث:َرَسُىِهِ اهلل صَيًَّ اىئَّ ػَئَُِِ وَ سَيٌ َفقَبه
15
،َ ثٌَُّ أٍُُّل:َ ثٌَُّ ٍَِِ؟ قَبه:َ قَبه،َ ثٌَُّ أٍُُّل:َ ثٌَُّ ٍَِِ؟ قَبه:َ قَبه،َ أٍُُّل:َقَبه 18 ٌ روآ ٍسي.َ ثٌَُّ أَثُىك:ٌَُ ٍَِِ؟ قَبه َّ ث:َقَبه Artinya:
’Umârah ibnu Al-qo’qo’, dari Aby Zur’ah, dari Aby Hurairah, berkata, ” Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw, maka berkata laki-laki : ”siapakah yang lebih berhak di antara manusia dengan persahabatan pergaulan yang baik?” bersabda Rasulullah: ”Ibumu”, berkata laki-laki : ”kemudian siapa?” bersabda Rasulullah: ”Ibumu”, berkata laki-laki : ”kemudian siapa?” bersabda Rasulullah: ”Ibumu”, berkata laki-laki : ”kemudian siapa?” bersabda Rasulullah: ”Bapakmua”. HR. Muslim
11. Tidak mencela orang tua atau tidak menyebabkan mereka dicela orang lain.19
َّ :ٌ قَبهَ رَسُىِهُ اهلل صَيًَّ اىئَّ ػَئَُِِ وَ سَي:َ قَبه،ػَ ِِ ػَجِذِ اهللِ اِثِِِ ػَ َِزٍو ُإ اىزجُوُ وَاىِذََِِٔ؟ َّ ُ مَُِفَ َُسََّجت:َ قُِِو،ََِِٔاىزجُوُ وَاىِذ َّ ٍَُِِِِ َأمَْجزِ اىنَجَبئِز َ ْيؼ ٓ روا.ٍُُُّٔ وَ َُسََّجتُ أ ٍُُُّٔ فَُسَجَّتُ أ،ُٓ َُسََّجتُ أَثَب اىزَّجُوِ فَُسََّجتُ أَثَب:َقَبه 20 خببري Artinya:
”Dari Abi Ibrahim bin sa’id, dari Humaid bin ’Abdirrahman, dari ’Abdirrahman bin ’Amrin berkata, Bersabda Rasulullah saw. ”Sesungguhnya termasuk dosa besar adalah seseorang yang mengumumkan aib orang tuanya.” para sahabat bertanya: ” Ya Rasulullah, apa ada orang yang mengumumkan aib orang tuanya?” Beliau menjawab: ”Ada, ia mengumumkan aib ayah orang lain kemudian orang itu membalas orang tuanya. Ia
18
Abilhusayn Muslim Bin Al-Hajaj Al-Qusyayri, An-Nîsâbury, Sahih Muslim, (Bayrut; Dâr Al-Kitab Al-„Araby, 2004-1425), h. 1058 19
„Abdul „Aziz Ibnu Fathy As-Sayyid Nida, Mawusû’ah Al-Adâb Al-Islâmiyah, (Ar-Riyâd: Dâr Tayyibah Linnasyar wa At-Tawzy‟, 1428-2007), h. 163-167. 20
Al-Imâm Al-Hafiz Abî ‟Abdillah Muhammad Bin Isma‟il Al-Bukharî, Sahîh Bukharî, h.
682
16
mengumumkan aib ibu oranglain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” HR. Bukhari Seorang anak yang baik, pasti akan mencoba semaksimal mungkin untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap orang tuanya. Kewajiban orang tua terhadap anaknya: 1. Hak untuk cinta dan kasih sayang.21
ٌ قَجِوَ رَسُىِهُ اهلل صَيًَّ اىئَّ ػَئَُِِ وَ سَي:َأُ أثب ٕزَزح رَضٍ اهلل ػْٔ قَبه َّ :ُحلسََِ ثَِِ ػَيٍِِّ وَ ػِِْذَُٓ األَقْزَعُ ثُِِ حَبثِسٍ اىتٍَََُِّ جَبِىسّب َفقَبهَ األَ ْقزَع َا َّٔش َزحً ٍَِِ اىىَىذِ ٍَب قَجَّيتُ ٍِِْهٌُ أحذّا فََْظَزَ إِىَُِِٔ رَسُىِهُ اهلل صَيًَّ اىي ِ إَُّ يل َػ ٔ روآ اىجخبرٌ و اخزج.ٌَُ ٍَِِ ىَب َ ِزحٌَُ ىَب َ ِزح:َػَئَُِِ وَ سَيٌ ثٌَُّ قَبه 22 . ٌٍسي Artinya:
”Sesungguhnya Abu Hurairah r.a. berkata: bahwa suatu ketika Rasulullah saw. mencium Hasan bin Ali dan didekatnya ada AlAqra’ bin Hayis At-Tamimi sedang duduk. Ia kemudian berkata, “Aku memiliki sepuluh orang anak dan tidak pernah aku mencium seorang pun dari mereka.” Rasulullah saw. segera memandang kepadanya dan berkata, “Man laa yarham laa yurham, barangsiapa yang tidak mengasihi, maka ia tidak akan dikasihi.” HR. Bukhari dan Muslim
2. Memilih nama yang baik.
َ قَبه:َ قَبه،ِاىذ ِردَاء َّ ٍِ ػَ ِِ اَث، ػَ ِِ ػَجِذِ اهللِ ثِ ِِ َس َمزََِّب،ٍػَ ِِ دَا ُودَ ثِ ِِ ػَ َِز 21
IA Arshed, “ Hubungan Orangtua-Anak dalam Islam”, artikel diakses pada 18 Juli 2010 dari http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.islam101.com/ sociology/ parchild.htm 22
Al-Imâm Al-Hafiz Abî ‟Abdillah Muhammad Bin Isma‟il Al-Bukharî, Sahîh Bukharî, Addawliyah As-Su‟ûdiyah, Baytul Ifkâr, 1998, h.687
17
َ إَِّّنٌُ تُذِػَىَُِ َ ِىًَ اىقَُِبٍَخِ ثِأَسََِبإمٌُِ و:ٌهلل صَيًَّ اىئَّ ػَئَُِِ وَ سَي ِ رَسُىهُ ا 23
Artinya:
رَوَآ أثى داود.ٌُِ فَأ ِحسُِْىا أَسََِب َءم،ٌُِأَسََِبءِ آثَب ِءم
Dari dawud bin ’amr, dari ’Abdillah bin zakariya, dari Aby Addarda’ berkata, ”Rasulullah Saw bersabda: ” sesungguhnya kalian dipanggil di hari kiamat dengan memakai nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian, maka perbaguslah namanama kalian”. HR. Abu Dawud.
3. Memberi pendidikan yang baik24 4. Anak-anak memiliki hak untuk diberi makan, pakaian dan dilindungi sampai mereka dewasa.25 5. Memenuhi kebutuhannya secara finansial.26 C. Karakteristik Usia lanjut Orang tua yang telah lanjut usia mempunyai karekter-karakter unik yang dipunyainya. Di antaranya: 1. Periode penurunan 2. Ada perbedaan individu dalam efek ketuaan
23
Imâm Al-Hâfiz Abî Dawud Sulaymân Bin Al-Asy‟ats As-Sijistânî „Âdil Mursyid, Sunan Abî Dâwud, „Uman/Al-Ardân, Dâr Al-A‟lâm,1423-2003, h. 804 24
IA Arshed, “ Hubungan Orangtua-Anak dalam Islam”, artikel diakses pada 18 Juli 2010 http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.islam101.com/ dari sociology /parchild.htm 25
Ibid., diakses pada 18 Juli 2010
26
Ibid., diakses pada 18 Juli 2010
18
3. Banyak terdapat stereotip-stereotip mengenai usia lanjut. Misalnya, seringkali dibuat sebagai gurauan yang berkonotasi negatif di majalah-majalah. 4. Sikap sosial terhadap usia lanjut. Pada umumnya masyarakat tidak lagi menghormati dan menghargai pengalaman orang usia lanjut, malahan mereka bersikap sebaliknya. 5. Usia lanjut mempunyai kelompok minoritas. Maksudnya sebagai akibat dari sikap sosial yang negatif terhadap usia lanjut, mereka sering dibatasi dalam hal interaksi sosial dan hanya mempunyai kekuatan dan kekuasaan terbatas. 6. Usia lanjut diikuti dengan perubahan-perubahan peran. 7. Penyesuaian yang tidak baik. Karena kurangnya penghargaan dari masyarakat, membuat timbulnya konsep diri yang negatif/tidak baik. Konsep diri yang negatif ini menimbulkan penyesuaian diri yang kurang baik. Ada keinginan untuk peremajaan diri.27 Untuk menentukan batasan lanjut usia, memakai standar yang ditentukan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia yakni usia 60 tahun ke atas. Jadi yang dimaksud dengan orang tua yang telah lanjut usia adalah orang tua yang usianya telah berumur 60 tahun, 61 tahun, 62 tahun dan seterusnya.
27
Zahrotun, Fadhilah Suralaga, Natris Indriyani, Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat Dan Psikologi Islam, (Jakarta; UIN JAKARTA Press, 2006), h. 133-135
BAB III KONDISI KELUARGA DAN SASANA TRESNA WERDHA A. Pengertian Dan Tujuan Berdiri Sasana Tresna Werdha Sasana Tresna Werdha berasal dari tiga suku kata, yakni sasana, tresna dan werdha. Kata Sasana mempunyai makna sebagai tempat berlatih28, tresna berasal dari bahasa jawa yang berarti cinta29, werdha artinya lanjut usia30. Jadi sasana tresna werdha bermakna tempat berlatih bagi para lanjut usia yang dipenuhi dengan cinta. Di Sasana Tresna Werdha STW, para lansia tidak hanya pindah tidur saja. Tapi di sana mereka diberikan banyak kegiatan-kegiatan, di antaranya olahraga pagi, belajar menyulam, belajar melukis, adanya pengajian-pengajian dan lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut sebagai bentuk pemberdayaan lanjut usia dimaksudkan agar orang-orang lanjut usia tetap dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan berperan aktif secara wajar dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. 28
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1001.
29
Ibid., h.1210
30
Ibid., h.1274
19
20
Untuk lebih jelasnya, sebaiknya STW mempunyai kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Pemenuhan kebutuhan hidup berupa sandang, pangan, dan papan 2. Pemeliharaan kesehatan lansia 3. Pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengisian waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat, termasuk kegiatan yang bersifat rekreatif.31 Di samping itu penyelenggaraan STW juga dimaksudkan sebagai sarana agar penghuni panti werdha dapat terpenuhi kebutuhan akan jasmani dan rohani yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Terpenuhinya kebutuhan jasmani dengan baik, dalam bidang: a. Kebutuhan hidup pokok secara layak, b. Pemeliharaan kesehatan dengan baik, c. Pemenuhan kebutuhan pengisisan waktu yang luang sesuai usianya. 2. Terpenuhinya kebutuhan rohani, dalam bidang: a. Kebutuhan kasih sayang, baik dari keluarga atau lingkungan sekitarnya, b. Peningkatan gairah hidup dan tidak merasa khawatir dalam menghadapi sisa hidupnya, c. Terpenuhinya kebutuhan sosial dengan baik, terutama dalam hubungan dengan penghuni dan masyarakat sekitar panti.32 31
Mudiyanto, ”Sosialisasi Dan Interaksi Sosial Penghuni Panti Werdha Studi Deskriptif Di Panti Sasana Tresna Werdha 05 Jelember Selatan Jakarta Barat”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, 2003 , h.44-45.
21
B. Potret Sasana Tresna Werdha Nama dari panti werdha ini adalah Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti Ria Pembangunan. Panti ini berdiri sejak tanggal 14 Maret 1984 atas prakarsa Ibu Hj. Siti Hartinah Soeharto. Lokasi STW di jalan Karya Bhakti No.2 Rt. 08/07 Cibubur, Jakarta Timur 13720.33 STW ini mempunyai visi, ”pengabdian pada sesama dengan memberikan pelayanan secara terpadu dan menyeluruh baik fisik, mental, sosial maupun spiritual pada Lansia.” dan misi, ”membantu pemerintah dan masyarakat dalam upaya pelayanan kesejahteraan sosial pada lansia.”34 Latar belakang dari berdirinya STW Ria Pembangunan karena adanya keberhasilan pembangunan dan kemajuan tekhnologi khususnya di bidang kesehatan meningkatkan usia harapan hidup life expectancy manusia. sehingga dalam beberapa dekade terakhir jumlah lansia semakin meningkat. Ditambah dengan adanya harapan untuk hidup tenang dan nyaman di hari tua. Untuk mencapai harapan tersebut, para lansia perlu mempertahankan mutu hidup, kesehatan, produktifitas dan kemandiriannya. Semua itu tersedia di STW Ria Pembangunan.35
32
Mudiyanto, ”Sosialisasi Dan Interaksi Sosial Penghuni Panti Werdha Studi Deskriptif Di Panti Sasana Tresna Werdha 05 Jelember Selatan Jakarta Barat”, h.44-45. 33
Brosur Profil diterbitkan oleh STW Ria Pembangunan
34
Ibid.
35
Ibid.
22
Kegiatan-kegiatan yang tersedia untuk para Lansia yang tinggal di STW adalah: 1. Senam Lansia 2. Olah raga 3. Angklung 4. Melukis 5. Merajut 6. Relaksasi 7. Pembinaan mental/spiritual 8. Rekreasi36 Tidak semua Lansia bisa masuk ke STW Ria Pembangunan. Karena STW ini mempunyai persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Di antaranya: 1. Usia minimal 60 tahun. 2. Atas keinginan sendiri 3. Mandiri. Masih banyak kegiatan yang bisa dilakukannya. 4. Sehat jasmani dan rohani 5. Ada penanggunng jawab. Penanggung jawab dan pemberi izin dari keluarga minimal tiga orang.37 Jika persyaratan yang tersebut di atas telah terpenuhi, maka Lansia tersebut diperkenankan untuk masuk ke dalam STW. 36
37
Brosur Profil diterbitkan oleh STW Ria Pembangunan. Ibid.
23
Sarana yang dimiliki di antaranya: 1. Wisma Aster yang terdiri dari 24 kamar 2. Wisma Bungur yang terdiri dari 26 kamar 3. Wisma cempaka yang terdiri dari 26 kamar 4. Wisma Wijayakusuma 5. Poliklinik 24 jam untuk rawat inap, rawat jalan, kedaruratan, farmasi, fisioterapi, laboratorium, dan mobil menuju kerumah sakit rujukan. 6. Ruang kreasi dan serbaguna 7. Ruang ibadah/musholah 8. Fasilitas olahraga 9. Sarana rekreasi 10. Halaman luas untuk berkebun.38 Untuk Wisma Wijayakusuma terdiri dari 15 tempat tidur. 13 tempat tidur di kamar bersama dengan hanya dibatasi oleh gorden. 2 tempat tidur lainnya berkelas VIP atau sama dengan kamar yang berada di wisma-wisma yang lainnya.39 Di setiap wisma terdapat: 1. Kamar. Dalam setiap kamar terdapat fasilitas tempat tidur, meja rias, kursi, lemari pakaian, kamar mandi di dalam. Adapun yang menginginkan untuk
38
39
Brosur Profil diterbitkan oleh STW Ria Pembangunan.
Wawancara Pribadi dengan Suster Suciati, Suster Poliklinik Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, Cibubur, 14 Juni 2010
24
membawa peralatan yag lainnya diperbolehkan. Tetapi apabila barang yang dibawa membutuhkan aliran listrik maka dikenai biaya tambahan tergantung barang apa yang dibawa. Misalnya, membawa Air Conditioner AC kena uang tambahan bulanan sebesar Rp 100.000,-.40 2. Ruang menonton Televisi bersama 3. Ruang tamu 4. Ruang makan 5. Tempat jemuran 6. Taman 7. Dapur41 Pelayanan yang diberikan di antaranya: 1. Laundri 2. Kebersihan kamar 3. Konsultasi kesehatan 4. Bimbingan kelompok/kegiatan bermanfaat 5. Pengambilan pensiun 6. Pendampingan ke rumah sakit 7. Shopping/belanja bersama
40
Wawancara Pribadi dengan Dwi, Pegawai Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, Cibubur, 14 Juni 2010 41
Pengamatan Pribadi, Cibubur, 14 Juni 2010
25
8. Carediver/pembantu42 Di STW terdapat pula dapur umum yang memasak makanan untuk seluruh penghuni panti. Dari pagi, siang dan malam, dengan menu yang berbeda-beda dan disesuaikan dengan diet masing-masing penghuni. Di dapur ini tertempel beberapa peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh koki-koki di sana. Baik peraturan mengenai kebersihan makanan dan dapur, kedisiplinan koki di dapur dll. Semua itu demi menjaga kesehatan penghuni STW.43 Untuk pembayaran bulanan berbeda-beda: 1. Penghuni baru dikenakan tarif baru yakni Rp 1.750.000 perbulan. Penghunni membayar biaya tambahan apabila membawa peralatan pribadi yang memakai aliran listrik sesuai dengan barang yang dibawanya dan menyewa carediver. 2. Penghuni lama yang tidak mampu untuk membayar dengan tarif yang baru. Diberi keringanan sesuai dengan kemampuannya atau minimal membayar dengan tarif lama. 3. Penghuni wisma Wijayakusuma yang bertempat di 13 bangsal yang bersamaan perbulan membayar Rp 1.750.000,- sedangkan yang menempati kelas VIP membayar di atas Rp 2.000.000,-44
42
Brosur Profil diterbitkan oleh STW Ria Pembangunan
43
Wawancara Pribadi Kepala Bagian Dapur STW Ria Pembangunan, Cibubur, 14 Juni 2010
44
Wawancara Pribadi dengan Dwi, Pegawai Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, Cibubur, 14 Juni 2010
26
C. Kondisi Keluarga Dari Berbagai Pandangan 1. Kondisi keluarga pak Tatong a. Hasil wawancara dengan Pak Tatong: Nama asli beliau adalah Drs. Tatong Sutedjo. Usia beliau adalah 64 tahun. Mempunyai tiga orang putra, semuanya sudah berkeluarga. Ketika beliau masih tinggal di rumah, anak-anaknya sering mengunjungi beliau sebagai bukti perhatian mereka. Kebiasaan itu pun tetap diperhatikan sampai ketika Pak Tatong sudah tinggal di STW. Walaupun mereka hanya bisa datang pada hari Sabtu dan Minggu saja itupun secara bergantian. 45 Beberapa motivasi beliau untuk masuk ke STW adalah: 1) Karena beliau merasa sedang sakit atau masih dalam masa penyembuhan pasca stroke. Beliau merasa membutuhkan keadaan yang disekelilingnya terdapat banyak orang yang bisa diajak untuk berinteraksi atau berkomunikasi. Karena banyak ingatannya yang hilang akibat stroke, termasuk kosa kata-kosa kata bahasa, baik bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa lain yang pernah beliau pelajari. Tentunya keadaan ini tidak beliau dapatkan ketika berada di rumah yang hanya berpenghuni empat orang, yakni beliau dengan
45
April 2010
Wawancara Pribadi dengan Tatong Sutedjo, Pasien Sasana Tresna Werdha, Cibubur, 9
27
istri, pembantu dan suster. Suster dan pembantu mempunyai kesibukan tersendiri ketika berada di rumah. Istri pun juga masih sering keluar rumah, karena memang masih banyak yang harus dia lakukan. Baik yang berkaitan langsung dengan kesehatan pak Tatong atau tidak. Sedangkan kondisi Pak Tatong ketika di rumah tidak banyak yang bisa dia lakukan. Beliaupun jarang keluar rumah. 2) Untuk mencari kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi badannya dan waktunya. Misalnya, senam, mengaji, bermain angklung, melukis dan lain-lain. Harapannya dengan kesibukannya yang baru itu, tidak terjadi lagi depresi yang membuat semangat hidupnya menghilang. 3) Untuk mencari tempat yang nyaman bagi beliau. Karena beliau merasa ketika bersama istrinya atau ketika berada di rumah, selalu didikte dan merasa dibatasi kebebasan-kebebasannya. 46 b. Wawancara dengan bapak Tonka Sesarino: Latar belakang Pendidikan SD kelas 1 sampai kelas 3 di Lampung, karena waktu itu bapak bertugas di Lampung kemudian SMP dan SMA di
46
April 2010
Wawancara Pribadi dengan Tatong Sutedjo, Pasien Sasana Tresna Werdha, Cibubur, 9
28
Bandung. Dan kuliah di Tri Sakti jurusan tekhnik elektro. Beliau sekarang bekerja sebagai konsultan tekhnik di sebuah perusahaan. 47 Kedekatan Pak Tatong dengan keluarga tiak bisa dekat seperti teman, tapi seperti ada perbedaan kasta. Anak-anak lebih dekat dengan ibunya. Karena Pak Tatong dulu merupakan seseorang yang penting di Kimia Farma sehingga beliau sangat sibuk sekali. Sebab itu ketika beliau berkomunikasi dengan anak-anaknya pun, hanya ketika ada yang penting saja. 48 Wujud berbakti Pak Tonka lebih kepada bentuk perhatian dan segala hal non finansial. Karena orang tua beliau dalam hal finansial sudah lebih dari cukup bekalnya. Salah satu bentuk perhatian beliau adalah mengingatkan tentang kesehatan orang tuanya, mengantar ke rumah sakit dan lain sebagainya. 49 Konsep kebahagian itu tergantung dari cara berfikir kita tentang kebahagiaan itu sendiri. Jika ingin bahagia di suatu tempat, maka kita setting pikiran kita untuk bahagia di daerah itu. Sedangkan Pak Tatong itu tidak seperti itu, lebih seringnya melihat rumput tetangga yang lebih hijau. Dulunya sebelum rumah Pak Tonka jadi, Pak Tatong pernah berkata bahwa beliau ingin tinggal di sini. Tapi ketika rumah sudah jadi, ternyata beliau tinggal di 47
Wawancara Pribadi dengan Tonka Sesarino, Putra dari Tatong Sutedjo, Cipete, 6 Juni 2010
48
Wawancara Pribadi dengan Tonka Sesarino, Putra dari Tatong Sutedjo, Cipete, 6 Juni 2010
49
Ibid., Cipete, 6 Juni 2010
29
STW.
Konsep kebahagian Pak Tatong selalu berubah-ubah dan
selalu
berkembang. 50 Pada awalnya Pak Tatong tinggal di dekat rumah Pak Tonka yang sekarang beliau tinggali. Namun karena beliau merasa tidak nyaman dengan alasan, beliau ingin tinggal di rumah yang lebih kecil saja. Kemudian beliau pindah di Duren Sawit yang di sana kebanyakan pensiunan kimia farma seperti Pak Tatong. Mungkin Pak Tatong menginginkan untuk bisa berkumpul kembali dengan teman-temannya. Tapi keinginannya itu tidak kesampaian. Karena kondisi Pak Tatong waktu itu belum memungkinkan untuk pergi sendiri dan kondisi teman-temannya pun tak jauh berbeda dengan Pak Tatong. Kemudian setelah dua tahun Pak Tatong merasa bosan. Beliau ingin tinggal di lingkungan yang baru. 51 Setelah itu ada temannya yang memberikan info tentang STW. Kemudian beliau mendatangi STW dan akhirnya tinggal di sana. Pada bulan pertama, beliau sempat reject, karena kondisi kamar yang berbeda sekali dengan keadaan ketika masih di rumah. Tetapi dari pengurus STW meminta
50
Ibid., Cipete, 6 Juni 2010
51
Wawancara Pribadi dengan Tonka Sesarino, Putra dari Tatong Sutedjo, Cipete, 6 Juni 2010
30
untuk mencoba dulu sampai tiga bulan. Ternyata setelah tiga bulan dijalani, Pak Tatong merasa nyaman untuk tinggal di sana. 52 Pihak keluarga pun tidak bisa memaksa Pak Tatong untuk pulang ke rumah, terutama Pak Tonka. Karena beliau tidak memiliki seperti perlengkapan yang ada di STW. Seperti tidak ada Poliklinik yang standby selama 24 jam, tidak mempunyai komunitas lansia dan lain sebagainya. Akhirnya dengan terpaksa beliau mengatakan ”tidak melarang bapak untuk tinggal di STW”. 53 Adanya kemungkinan Pak Tatong masuk ke STW karena ingin lebih bebas juga. Maksudnya, ingin pergi ke mana-mana tanpa sepengatahuan keluarga. Padahal dari keluarga sangat mengkhawatirkan keadaan Pak Tatong. Misalnya, takut ditipu orang lain. Kekhawatiran ini disebabkan beliau pernah terserang penyakit stroke yang hebat sehingga membuat banyak ingatan beliau yang hilang dan banyak hal-hal yang terlewatkan oleh beliau selama sakit. Perlu diketahui bahwa ketika beliau baru tersadar dari strokenya, beliau sempat tidak ingat dengan istrinya sendiri. Maka karena itu keluarga juga sudah pernah meminta ke panti jompo untuk lebih mengawasi beliau,
52
Ibid., Cipete, 6 Juni 2010
53
Wawancara Pribadi dengan Tonka Sesarino, Putra dari Tatong Sutedjo, Cipete, 6 Juni 2010
31
maksudnya meminta pihak STW untuk tidak gampang memberikan izin keluar dari STW kepada Pak Tatong. 54 Sebenarnya Bu Tatong pun ketika tinggal di sana tidak terlalu banyak manfaatnya. Karena Pak Tatong itu tipe orang yang mempunyai privasi yang tinggi. Selama ini pun Pak Tatong tidak banyak bercerita masalah pribadinya, biasanya yang sering dibicarakan dengan Pak Tonka adalah masalah kesehatan atau lebih seperti instruksi. 55 c. Wawancara dengan pak Abbas: Untuk membentuk kenyamanan pasien: 1) Pastikan motivasi yang benar. Ketika ada lansia yang ingin masuk, maka diadakan wawancara kepada lansia tersebut menanyakan motivasi beliau masuk ke panti wedha. Karena apabila motivasinya tidak benar dan keinginan-keinginan yang dicapai ketika masuk panti werdha tidak bisa tercapai, maka akan timbul rasa tidak nyaman yang membuat Lansia tidak betah berada di panti dan akhirnya tidak akan bertahan lama berada di panti. 2) Memberikan juga pemahaman kepada anak atau keluarga yang memberikan izin, agar tetap ikut serta bertanggungjawab kepada
54
Ibid., Cipete, 6 Juni 2010
55
Ibid., Cipete, 6 Juni 2010
32
Lansia tersebut. Walaupun pada hakekatnya sebagian kewajibannya sudah diberikan kepada STW, namun pihak anak atau keluarga yang mengizinkan masih tetap mempunyai tanggungjawab terutama untuk tetap memberikan kasih sayang dan perhatian pada lansia. Karena mereka masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari anak dan keluarga yang tentunya rasa kasih sayang dan perhatian yang diberikan dari anak atau keluarga yang dirasakan oleh Lansia berbeda dengan yang diberikan oleh pihak STW. 3) Memberikan pelayanan bimbingan kelompok atau semacam mentoring kelompok. Di dalam program itu mereka bisa mengutarakan ketidaknyamanan dalam program tersebut. 56 Sebenarnya dari ketiga poin di atas, kunci dari rasa nyaman dalah mereka sendiri. Ibaratnya seperti air yang dimasukkan ke dalam teko. Dalam hal ini STW adalah teko sedangkan Lansia adalah air. jadi para lansia yang harus bisa beradaptasi dengan STW. 57 Untuk kasus Pak Tatong, sebelum beliau membutuhkan proses yang panjang untuk benar-benar memutuskan untuk tinggal di STW. Kurang lebih sekitar setengah tahun. Karena keluarga masih merasa keberatan. Namun dengan 56
Wawancara Pribadi dengan Abbas, Pegawai Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, Cibubur, 14 Juni 2010 57
Ibid., Cibubur, 14 Juni 2010
33
melihat kondisi Pak Tatong ingin sekali masuk ke STW, akhirnya keluarga menyatakan tidak keberatan untuk menyatakan kesediaannya untuk memasukkan orang tua ke STW. 58 Salah satu motivasi dari Pak Tatong untuk masuk ke STW adalah karena salah satu dari fase kehidupan beliau adalah ada fase berduka yang sangat mendalam. Yakni fase setelah terjadinya stroke berat yang membuat pembuluh darah di otaknya pecah dan membuat tubuhnya tak mampu untuk bergerak banyak dan banyak ingatannya yang hilang karenanya. Kejadian tersebut yang membuat dia depresi melihat kenyataan yang ada, keadaan yang sangat berbeda dengan keadaan ketika sebelum sakit. Sebelum sakit beliau merupakan seorang yang gagah, tampan dan mempunyai jabatan yang tinggi, sedangkan ketika dia sakit dia tak mampu lagi seperti dahulu. Akhirnya beliau pun merasa menjadi beban keluarga. Ketika beliau masuk ke STW ada sebuah pengakuan sosial yang ingin beliau dapatkan, yakni dia bisa mandiri tanpa membebani orang lain. 59 Pak Tatong masuk ke dalam STW masih berstatus menikah dengan ibu Rasmuti. Istri juga kurang setuju dengan keputusan Pak Tatong yang menginginkan untuk tinggal di STW, beliau tidak ikut masuk ke STW karena menghargai pendapat dari anaknya atau mengabulkan permintaan dari anak58
Ibid.,Cibubur, 14 Juni 2010 Wawancara Pribadi dengan Abbas, Pegawai Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, Cibubur, 14 Juni 2010 59
34
anaknya yang dinyatakan ketika menyatakan ketidak beratannya untuk memasukkan Pak Tatong ke STW. Sebenarnya Ibu Rasmuti sangat perhatian dengan suaminya. Namun hal itu dianggap sebagai pembatasan-pembatasan oleh suaminya. Walaupun seperti itu dan mereka berdua berbeda tempat tinggal, ibu masih tetap memberikan perhatiannya kepada suami. Terutama setelah mendapatkan nasehat dari pihak STW. Misalnya, Ibu sering berkunjung ke STW minimal seminggu tiga kali yakni Jum’at, Sabtu dan Minggu. 60 Biasanya orang yang masih mempunyai keluarga dan STW hanya sebagai sebuah pilihan, tidak akan bertahan lama. Hal ini sudah terbukti ke beberapa pasien di STW Ria pembangunan. 61 Menurut suster Suciati yang bekerja di poloklinik STW, kesehatan Pak Tatong setelah masuk ke STW semakin membaik. Sakit yang biasa diderita oleh pak tatong tinggal penyakit-penyakit ringan saja. Seperti, diare, flu dan lain sebagainya yang masih tergolong dengan penyakit ringan. Walaupun ketika Lansia terkena suatu penyakit ringan saja tidak bisa dianggap ringan. Karena melihat kondisi fungsi tubuh yang semakin menurun.62 2. Kondisi keluarga Ibu Tejo
60
Ibid. Cibubur, 14 Juni 2010
61
Wawancara Pribadi dengan Abbas, Pegawai Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, Cibubur, 14 Juni 2010 62
Wawancara dengan Suster Suciati, Suster Poliklinik Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, Cibubur, Tanggal 14 Juni 2010
35
BAB IV HUKUM MEMASUKKAN ORANG TUA KE SASANA TRESNA WERDHA
A. Pengertian Dan Cara Penentuan Baik Dan Buruk Menurut kamus bahasa Indonesia Baik mempunyai arti ”elok, patut, teratur, apik, rapi tidak ada celanya dan sebagainya63. Sedangkan buruk mempunyai
arti
”rusak
atau
busuk
karena
sudah
lama/jahat,
tidak
menyenangkan”64 Standar penentuan baik dan buruk menurut Ahlus-sunnah wal-jamâ‟ah adalah sesuai dengan Al-Qur‟an dan sunnah. Jika Al-Qur‟an mengatakan bahwa suatu perbuatan itu buruk, maka perbuatan itu adalah buruk. Misalnya, di dalam Al-Qur‟an meyatakan bahwa zina itu adalah perbuatan buruk, karena Al-Qur‟an menyatakan bahwa zina itu perbuatan keji65.
)٤:٧١/شحً وَ سَاءَ سَثِيِيًا (األسزأ َ وَ الَ َذ ْقزَتُىا اىزِّّاَ إَُِّّٔ مَاَُ فَا ِح Artinya: ”Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. QS. AlIsra‟/17: 4 Selain Al-Qur‟an, sunnah pun juga menjadi pedoman untuk menentukan baik dan buruk. Sunnah dari Nabi Muhammad Saw, karena sebagaimana 63
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 90
64
Ibid., h. 180
65
Lajnah Pentashihahan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik: Etika Berkeluarga, Bermasyarakat Dan Berpolitik, (Jakarta: Lajnah Pentashihahan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik, 2009), h.14
35
36
disebutkan di dalam Al-Qur‟an bahwa Nabi memiliki budi pekerti yang sangat baik. Maka pantaslah beliau
dijadikan sebagai contoh dan acuan sebagai
penentuan sikap baik buruk, melalui sunnah-sunnahnya atau hadits-haditsnya.
)٤٦ :٨٦/ٌوَ إَِّّلَ َىعَيَى خُيُ ٍق عَظِيٌٍ (اىقي Artinya: ”Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” QS. Al-Qalam/68: 48 Karena sesungguhnya Nabi diutus untuk mengajar dan mendidik masyarakat untuk berperilaku yang baik dan membentuk seseorang memiliki kepribadian Islam.66 Al-Qur‟an dan hadits merupakan sumber hukum yang pertama umat muslim, akan tetapi jika di dalam keduanya tidak ada maka boleh melakukan ijtihad seperti yang dilakukan oleh Mu‟adz bin Jabal ketika diutus ke Yaman. Nabi berkata kepada Mu‟adz: dengan apakah kamu memutuskan? Muadz menjawab: dengan kitab Allah Nabi berkata: jika kamu tidak mendapatkan? Muadz menjawab: dengan sunnah Rasulullah Nabi berkata: bila kamu tidak menemukan? Muadz menjawab: aku berijtihad dengan pendapatku sedang aku tidak mengabaikan usaha.
66
Anwarul Haq, Bimbingan Remaja Berakhlak Mulia, (Bandung; Marja‟, 2004), h. 80.
37
Nabi berkata: segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberi pertolongan utusan Rasul-Nya kepada apa yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya.67 Hadits ini dikuatkan oleh Ibn Abdil Darr, Ibnu Taymiyah ibnu al-Qayyim, Adz-Dzahabi ibnu Katsir dll. Menurut Imam Syaukani hadits ini hasan yang memiliki beberapa jalan hadits sehingga derajat hadits ini menjadi hadits yang diterima.68 Jadi kalau demikian sumber hukum dibagi menjadi dua: 1. Wahyu, seprti dalam Al-quran dan Hadits 2. Akal dalam bentuk fiqih-fiqih, fiqih yang diformalkan (seperti, undangundang, peraturan pemerintah dan lain-lain), dan yurisprudensi. B. Pengertian Dan Tujuan Hukum Islam Serta Metode Hukumnya Kata hukum Islam terdiri dari suku kata yakni hukum dan Islam. Hukum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ”peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah”.69 Islam adalah ”agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Berpedoman pada kitab suci Al-Quran yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt”.70 Jadi yang dimaksud dengan hukum Islam adalah peraturan yang secara resmi mengikat para pemeluk agama Islam yang berpedoman pada peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT yang dituangkan dalam kitab suci Al-quran dan hadits. Allah SWT merupakan penguasa tertinggi dalam Islam dan umat 67
Yusuf Al-Qardlawi, ijtihad dalam syari‟at Islam beberapa pandangan tentang ijtihad kontemporer. Penerjemah A. Syathori. (Jakarta: Bulan bintang, 1987), h.100 68
Yusuf Al-Qardlawi, ijtihad dalam syari‟at Islam beberapa pandangan tentang ijtihad kontemporer. Penerjemah A. Syathori, h.100 69
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.410
70
Ibid., h.444
38
Islam tentunya. Ada beberapa orang yang memakai istilah hukum Islam dengan nama fiqih, yang berarti pemahaman. Sumber-sumber hukum Islam di antaranya: 1. Al-Kitab/ Al-Qur‟an Al-Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Saw. Dalam bahasa Arab, riwayatnya mutawatir.71 Ada empat prinsip dasar yang umum dalam memahami makna Al-Qur‟an: a. Al-Qur‟an merupakan keseluruhan syari‟at dan sendinya yang fundamental. b. Sebagian besar ayat-ayat hukum turun karena ada sebab yang menghendaki penjelasannya. Oleh karena itu setiap orang yang ingin mengetahui isi Al-Qur‟an secara tepat perlu mengetahui sebab-sebab turunnya ayat. c. Setiap berita kejadian masa lalu yang diungkapkan Al-Qur‟an, jika terjadi penolakannya baik sebelum atau sesuadahnya, maka penolakan tersebut menunjukkan secara pasti bahwa isi berita itu sudah dibatalkan. d. Kebanyakan hukum-hukum yang diberitahukan oleh Al-Qur‟an bersifat kully (pokok yang berdaya cukup luas) tidak rinci (disebutkan setiap peristiwa, objektif) seperti yang terungkap dalam penelitian. 71
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 9
39
Oleh karena itu diperlukan penjelasan dari sunnah Rasul kerena memang kebanyakan sunnah merupakan penjelas bagi Al-qur‟an.72 2. As-sunnah/Al-Hadis As-sunnah ialah semua perkataan, perbuatan dan pengakuan Rasulullah Saw yang berposisi sebagai petunjuk tasyri‟.73 Sudah terjadi kesepakatan di kalangan kaum muslimin bahwa sunnah Rasul merupakan undang-undang dan pedoman hidup umat kedua yang harus diikuti, asal sanadnya yang shahih, sehingga memberikan keyakinan yang pasti (mutawatir) atau dugaan yang kuat (ahad) bahwa memang benar dating dari Rasulullah. Kedudukan sunnah menurut urutan dalil syara‟ berada pada posisi kedua setelah Al-Qur‟an.74
)٩٥ :٧ (احلشز.... َوٍَا اَذَامٌُُ اىزَّسُىِهُ فَخُذُ ِو ُٓ َو ٍَا َّهَامٌُِ فَاِّرَهُىا.... Artinya: “…Dan apa yang disampaikan oleh Rasul maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka hindarilah…” ( QS. Al-Hasyr:7) 3. Al-Ijma‟ Menurut bahasa Ijma‟ mempunyai pengertian, intifaq (kesepakatan) dan „azam (cita-cita, hasrat) dan tamin. Sedangkan menurut syara‟ (dalam pandangan jumhur) adalah kesepakatan seluruh mujtahid kaum muslimin
72
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h.14-19
73
Ibid., h. 20
74
Ibid., h. 23
40
disesuaikan masa setelah wafat Nabi saw tentang suatu hukum syara‟ yang amali.75 Menurut jumhur ulama, ijma‟ hanya terwujud
apabila
dipenuhi
persyaratan/unsur-unsurnya sebagai berikut: a. Bersepakatnya para mujtahid. Kesepakatan bukan mujtahid (orang awam) tidak diakui sebagai ijma‟. Demikian juga, kesepakatan ulama yang belum mencapai martabat ijtihad fiqhy, sekalipun mereka tergolong ulama besar dalam disiplin ilmu lain, karena mereka ini tidak mampu mengadakan mazhar dan istidlal tentang urusan penetapan hukum tentang urusan penetapan hukum syara‟. b. Bahwa semua mujtahid tersebut bersepakat, tak seorangpun yang berpendapat lain. Kalau satu orang saja yang berpendapat lain, maka ijma‟ tidak tersimpul. Karena itu tak diakui sebagai ijma‟, kesepakatan: 1) Suara terbanyak, 2) Kesepakatan mujtahid dua tanah haram dari golongan salaf, 3) Kesepakatan ulama salaf kota madinah saja, 4) Kesepakatan ulama salaf yang mujtahid dari dua kota bashrah dan kufah atau salah satunya saja, 5) Kesepakatan ahli bait Nabi saja, 75
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 42
41
6) Kesepakatan khulafaurrasyidin saja, 7) Kesepakatan dua orang syekh: Abu Bakar dan umar karena adanya pendapat lain dari mujtahid lain, membuat kesepakatan mereka itu tidak qath‟y (diyakini) keabsahan dan kebenarannya.76 c. Bahwa kesepakatan itu, di antara mujtahid yang ada ketika masalah yang diperbincangkan itu dikemukakan dan dibahas, tidak mesti disepakati pula oleh mujatahid generasi berikutnya, karena jika demikian maka ijma‟ tidak mungkin terjadi sampai hari kiamat. d. Bahwa kesepakatan mujtahid itu, terjadi setelah Nabi Saw wafat. Jika dikala Nabi masih hidup para sahabat bersepakat tentang suatu masalah hukum, maka tidak termasuk ijma‟ syar‟I melainkan merupakan pengakuan Rasul (sunnah Taqririyah). e. Bahwa kesepakatan mujtahid itu harus masing-masing mujtahid memulai penyampaian pendapatnya dengan jelas pada satu waktu, baik penyampaian pendapat itu secara orang perorang tanpa berkumpul bersama kemudian semuanya dikumpulkan dan ternyata sama, maupun masing-masing mereka mengeluarkan pendapatnya diruangan yang sama dalam satu mu‟tamar yang berakhir dengan kebulatan pendapat dimana masing-masingnya menyatakan pemufakatan dan persetujuan.
76
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 43
42
f. Bahwa kesepakatan mujtahid itu dalam pendapat yang bulat yang sempurna dalam pleno lengkap, ataupun masing-masing berkelompok dengan pendapat masing-masing, maka mereka pun berijma‟ dalam satu pendapat secara hukum karena tak ada pendapat.77 4. Madzab (pendapat) sahabat Menurut ulama ushul, sahabat mempunyai pengertian mereka yang bertemu dengan Nabi saw dan beriman kepadanya serta senantiasa bersama Nabi selama masa yang lama, seperti khulafaurrasyidin, ummahatul mu‟minin, Ibnu Mas‟ud, Ibn Abbas, Ibn Umar. Pengertian ini tidak sejalan dengan pengertian yang diberikan dari para ulama hadis. Sahabat menurut para ulama hadis adalah mereka yang bertemu dengan Nabi saw dan iman dengan dia samapai mati. Jadi tidak mesti bersama beliau untuk waktu yang lama.78 Bentuk-bentuk pendapat tentang kehujjahannya adalah sebagai berikut: a. Bahwa fatwa sahabat tidak diakui sebagai hujjah terhadap sahabat lain, karena persamaan kedudukan dan kebersamaannya bersama Nabi itu sama; masing-masing mereka tidak memandang bahwa fatwanya menjadi hujjah bagi yang lain. b. Bahwa fatwa sahabat tentang masalah yang tak boleh diijtihadkan, adalah sama dengan hukum sunnah marfu‟ kepada Nabi saw. Oleh karena itu, hukumnya diambil dalam berhujjah dan beristidlal. 77
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 43-44
78
Ibid., h. 64
43
c. Bahwa fatwa sahabat diterbitkan berdasar pemikiran dan ijtihad melalui riwayat yang masyhur dan tidak diingkari seorangpun. d. Bahwa sahabat yang diterbitkan dari pemikiran dan ijtihad melalui riwayat tidak masyhur karena keadaannya tidak termasuk kategori yang ‟umum balwa dan kejadiannya tidak berulang, maka para ulama berbeda pendapat tentang kehujjahannya.79 5. Syari‟at umat terdahulu Syari‟at umat terdahulu sering sekali diceritakan di dalam Al-Qur‟an dan Assunnah kepada umat Islam.80 Bentuk cerita tersebut dibedakan dalam tiga bentuk yang masing-masingnya mempunyai konsekuensi yang berbeda bagi umat Islam, yaitu: a. Disertai dengan petunjuk tentang sudah dinasakhkannya dalam syari‟at Islam b. Disertai dengan petunjuk tetap diakuinya dan lestarinya dalam syari‟at Islam. c. Tidak disertai petunjuk tentang nasakh atau lestarinya.81 6. „Urf/adat „Urf ialah apa yang sudah terkenal dikalangan umat manusia dan selalu diikuti, baik „Urf perkataan maupun „Urf perbuatan. „Urf dan adat dalam 79
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 64-65
80
Ibid., h. 69
81
Ibid., h. 70
44
pandangan ahli syari‟at adalah dua kata yang sinonim (taraduf) berarti sama. Contoh „Urf perkataan ialah kebiasaan orang menggunakan kata-kata “anak” (walad) untuk anak laki-laki bukan untuk anak perempuan.82 Jumhur Fuqaha berhujjah dengan „urf. Tetapi yang sangat terkenal adalah Malikiyah dan Hanafiyah. Disebutkan bahwa Imam Syafi‟i pun berpegang pada ‟urf dalam membina sebagian hukum madzabnya yang baru menuntut ‟urf orang Mesir dan sebelumnya ia membina madzhabnya yang qadim menurut ‟urf orang Irak. Sehingga Al-Qarafy mengatakan bahwa ‟Urf itu sama-sama dipegang oleh seluruh madzhab dan siapa yang meneliti madzhab niscayalah ia menemui ketegasan mereka terhadap ‟urf itu.83 7. Qiyas Metode pertama yang dipegang seorang mujtahid untuk mengistinbathkan hukum yang tidak diterangkan nash, sebagai metode yang terkuat dan paling jelas.84 Qiyas menurut bahasa adalah mempersamakan, sedangkan menurut istilah ulama ushul, qiyas adalah mempersamakan satu peristiwa hukum yang tidak ditentukan hukumnya oleh nash, dengan peristiwa hukum yang ditentukan oleh nash bahwa ketentuan hukumnya sama dengan hukum yang ditentukan oleh nash.85 82
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 77
83
Ibid., h. 80
84
Ibid., h. 82
85
Ibid., h. 82
45
8. Istihsan Istishan berasal dari bahasa Arab yang berarti “menjadikan/menganggap baik” atau “mengikuti sesuatu yang baik secara hissy (lahir) dan ma‟nawy”.86 Sedangkan para ulama ushul memberikan pengertian di antaranya: a. Dari
golongan
madzab
Hanafiyah
memberikan
definisi
dengan,
“berpindah dari suatu hasil qiyas kepada qiyas yang lebih kuat, menkhsiskan qiyas dengan dalil yang lebih kuat daripadanya”. b. Dari golongan Malikiyah memberikan definisi dengan, “ mendahulukan ditinggalkannya tuntutan dalil, menurut jalan pengecualian (istisna) dan keringanan karena bertentangannya di dalam sebagian yang dituntutnya”. c. Dari golongan Hanabilah mendefinisikan dengan,
”memindahkan
ketentuan hukum suatu masalah dari bandingannya, karena dalil syara‟ yang khas”.87 Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan dengan, ”berpindah dari suatu ketentuan hukum yang menjadi konsekuensi dari suatu dalil syara‟ terhadap sesuatu peristiwa hukum, kepada ketentuan hukum lain terhadapnya, karena adanya dalil syara‟ yang juga menuntut perpindahan tersebut, yang disebut sebagai sanad istihsan”. Maka sebanarnya istishan itu adalah mentarjihkan/mengunggulkan suatu dalil dari dalil yang menentangnya
86
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 127
87
Ibid., h. 127-129
46
disebabkan adanya murajjih/faktor yang mengunggulkan yang diakui (mu‟tabar-respectable).88 Istishan merupakan metode ijtihad dengan rasio (ijtihad birra‟yi). Contoh, apabila ia menghadapi suatu peristiwa hukum yang ketentuan hukumnya dituntut oleh keumuman nash atau oleh qiyas yang zahir atau oleh penerapan hukum kully sedang menurut pandangan mujtahid jelas bahwa peristiwa tersebut mempunyai wadah dan persesuain khusus yang bila diterapkan nash umum atau bila diikuti qiyas zhahir berakibat hilangnya maslahat atau timbulnya mafsadah, maka hukum terhadap peristiwa hukum tersebut dipindahkan kepada ketentuan hukum lain yang dituntut pentakhsisannya dari ketentuan umum atau pengecualian dari hukum kully ataupun dituntut oleh qiyas khafy (tersembunyi). 89 9. Istishlah Istishlah menurut bahasa arab berarti, “mencari mashlahat”. Sedangkan menurut istilah adalah, “menetapkan hukum suatu peristiwa hukum yang tidak disebutkan nash, ijma‟, berlandaskan pada pemeliharaan maslahat mursalah, yaitu maslahat yang tak ada dalil dalam syara‟ yang menunjukkan diakuinya atau ditolaknya”. 90 88
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 131
89
Ibid., h.125
90
Ibid., h. 141
47
Ruang lingkup penerapan maslahat mursalah adalah terbatas pada masalah muamalah saja. Karena kemaslahatan dalam bidang inilah yang mungkin ditemukan dan diketahui.91 Hakekat diturunkan syari‟at adalah untuk kemaslahatan, artinya apabila ada hukum yang menentang kemaslahatan maka harus disingkirkan. Ijtihad adalah metode istinbat yakni ”usaha sungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama untuk mencapai suatu putusan simpulan hukum syarak mengenai kasus yang penyelesainnya belum tertera di Al-quran dan sunnah, pendapat tafsiran”.92 Ijtihad mempunyai beberapa metode di antaranya adalah maslahah mursalah. Yakni ”dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang dipandang baik oleh akal sehat karena mendatangkan kebaikan dan menghindarkan keburukan kerusakan bagi manusia, sejalan dengan tujuan sya ra‟
dalam
menetapkan
hukum, tidak ada petunjuk syara‟ secara khusus menolaknya juga tidak ada petunjuk syara‟ yang mengakuinya”.93 Dalam pengambilan hukum melalui maslahah mursalah ini ada beberapa persyaratan kemaslahatan yang ingin diambil: 91
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 155
92
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 418
93
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta, Kencana, 2009, Jilid Ke-2, h. 347
48
a. Adanya maslahah yang benar-benar ada dan bukan yang masih samarsamar. b. Adanya kemaslahatan umum bukan kemaslahatan individual c. Sesungguhnya tidak memperbarui undang-undang untuk kemaslahatan hukum ini atau kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh nash atau ijma‟.94 Macam-macam maslahah mursalah menurut Amir Syarifuddin, dilihat dari segi kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan hukum: a.
المصلحة الضروريةadalah maslahat yang yang menyangkut langsung dengan lima prinsip yang pokok dalam kehidupan manusia. Prinsip itu antara lain, menyangkut
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Apabila salah
satunya rusak, maka berakibat buruk kepada kehidupan manusia tersebut. b. المصلحة الحاجيةkemaslahatan yang tidak langsung menuju kepada kebutuhan dharury atau lima prinsip kehidupan, tetapi kebutuhan tersebut menuju ke prinsip yang lima. Apabila maslahah hajiyah tidak terpenuhi maka tidak mengakibatkan rusaknya lima unsur tersebut. c. المصلحة التحسنيةadalah kebutuhan manusia yang berfungsi untuk memberikan keindahan dan kesempurnaan dan keindahan bagi kehidupan manusia. 95
94
„Abdul Wahab Khalaf, „Ilmu Ushul Fiqh, Qahirah, Dârulhadits, 2002-1423, h. 96
49
Mashlahah mursalah ini searah dengan kaidah fiqh الضرر يزال. Mengutip dari buku
Dr. Ahmad Sudirman Abbas tentang definisi dari kaidah ini yang
didasarkan dari hadits Nabi ار ض ار ا لا اyang dapat disimpulkan bahwa” ِ ض ار ار او لا seseorang tidak diperbolehkan berbuat bahaya terhadap orang lain dan membalasnya dengan perbuatan bahaya, jika mendapat perlakuan bahaya”.96 Landasan yang dipakai dari ayat Al-Qur‟an:
ََرحُىِهٍَُّ بِ ًَعِرُوفٍ وَ ال ِّ وَإِذَا ط ََّه ْقتُىُ انُِّسَاءَ َفبَ َه ِغٍَ َأجَهَهٍَُّ بِ ًَعِرُوِف أَوِ س
تَتَّخِذُوا ءَاَيتِ انهَّه هُسُوّا وَ ذْكُرُوا َِعًَِتَ اهللِ عَ َه ِيكُىِ َويَا أََِ َسلَ عَ َه ِيكُى ٍحكْ ًَتِ َيعِ ُظكُىِ ِبهِ وََّتقُىا اهللَ وَ اعِهًَُىا أٌََّ اهللَ ِبكُمِّ َش ِيء ِ ِْيٍَ ان ِكتَابِ وَ ان
ٍَِ وَ إِذَا ط ََّه ْقتُىُ انُِّسَاءَ َفبَ َه ِغٍَ َأجَهَهٍَُّ فَالَ َتعِضُهُىهٍَُّ أٌَْ َي ُِكِح.ْعَ ِهيِى ِأَزِوَاجَهٍَُّ إِذَا تَرَاضَىِا َب ِيَُهُى بِا َملعِرُ ِوفِ ذَانِكَ يُىِعَظُ ِبهِ َيٍِ كَاََا يِ ُِكُى
ِيُ ِؤ ِيٍُ بِااهللِ وَ ا ْنيَ ِىوِ ا َألخِرِ ذَاِنكُىِ أَزِكَى َنكُىِ وَ أَطْهَرُ وَ اهللُ َيعِهَىُ وَ اََِتُى )٢٣٢-٢٣٢ :٢/الَ َتعِهًَُىٌَ (انبقرة
Artinya: ”Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf pula. janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang Telah diturunkan 95
96
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h.389-350
Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqh, (Jakarta; Pedoman Ilmu Jaya Dan Anglo Media Jakarta, 2004), h.129
50
Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al hikmah As Sunnah. Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu para wali menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila Telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui”. QS. Albaqarah/2: 231-232 Ayat ini melarang berbuat atau menyebabkan bahaya kepada orang lain. Yakni melarang laki-laki yang meruju‟ dengan maksud akan memberikan kemudharatan atau membahayakan bagi perempuan. Jika memang sudah merasa tidak ada kecocokan lagi, maka dibolehkan untuk bercerai. Hal ini dimaksudkan agar tidak menjadikan mudharat bagi pihak perempuannya.97
َوَ أَِّ ِفقُىا فِى سَثِيوِ اهللِ وَ الَ ذُ ْيقُىا تِأَيِذِِينٌُِ إِىَى اىرَّهُِي َنحِ وَ َأ ِحسُِْىا إَُِّ اهلل )٧٩١ :٢/حسِِْيَِِ (اىثقزج ِ ُِة امل ُّ يُح Artinya: ”Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. QS. Albaqarah/2:195
ُٓ وَقَاَىدِ اىيَهُىدُ يَذُ اهللِ ٍَغِيُىَِىحٌ غَُّيدِ أَيِذِيهٌِِ وَ ُىعُِْىا تََِا قَاىُىا تَوْ يَذَا ٍََِثسُىطَرَاُِ يُِْفِقُ مَِيفَ َيشَاءُ وَىََيزِيذََُّ مَثِِيزّا ٍِِْهٌُ ٍَّا أُِّزِهَ إِىَيِلَ ٍِِ رَّتِّل 97
Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqh, h.126
51
ُطغِيَاّّا وَ ُم ْفزّا وَ أَْىقَيَِْا تَيَِْهٌُُ اْىعَذَاوَجَ وَ اىَثغِضَاءَ إِىَى يَ ِىًِ اىقِيَا ٍَحِ مُيَََّا ُّسعَىَُِ فِى ا َألرِضِ َفسَادّا وَ اهللُ الَ يُحِة ِ حزِبِ أَ ْطفَإََٔا اهللُ وَ َي َ ْأَوِقَذُوا َّارّ ىِّي )٨٤ :١/ا ُمل ْفسِذِيَِِ (املائذج Artinya: ”Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila'nat disebabkan apa yang Telah mereka katakan itu. Tidak demikian , tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; dia menafkahkan sebagaimana dia kehendaki. dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. dan kami Telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. Qs. Al-Maidah/5: 64 Dua ayat di atas memperjelas kembali bahwa Allah lebih menyukai orang-orang yang selalu berbuat baik dari pada berbuat keburukan. Berbuat baik dalam segala hal, di antaranya berbuat baik untuk mencegah atau menghilangkan kemudharatan dari orang lain. Misalnya, seorang pengacara mendampingi terdakwa selama dalam proses hukum agar tidak ada hak-hak terdakwa untuk mendapatkan keadilan atau mendapatkan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya. 10. Istishab Istishab ialah menjadikan lestari keadaan sesuatu yang sudah ditetapkan pada masa lalu sebelum ada dalil yang mengubahnya. Jadi apabila pada suatu
52
waktu telah ditetapkan suatu hukum maka dia akan tetap berlaku sampai ada hukum baru yang menolak keberadaan hukum tersebut.98 Istishab terbagi menjadi empat: a. Istishab bara‟atul ashliyah atau bara‟atul „adamy ashliyah (kebebasan asli) seperti kebebasan tanggung jawab beban syara‟ sebelum ada dalil yang menunjukkan adanya beban tersebut. Misalnya, jika ia masih kecil, maka ia bebas samapai baligh. b. Istishab kepada dalil syara‟ atau dalil akal tentang adanya, seperti masih tetap bertanggung jawab terhadap utang, sebelum ada petunjuk bahwa sudah dilunasi atau dibebaskan oleh yang berpiutang, keharusan si pembeli membayar harga menurut akad sebelum ada petunjuk bahwa ia sudah membayarnya, keharusan suami membayar mahar sebelm ada petunjuk bahwa ia sudah melunasinya atau direlakan istrinya. Semuanya ini ditetapkan dengan hukum syara‟ dan oleh akal ditetapkan masih tetapnya sebelum ada dalil yang mengubahnya. c. Istishabul hukmi, yaitu tetapnya hukum sesuatu mubah sebelum ada dalil yang menunjukkan ia diharamkan dan tetapnya hukum sesuatu haram sebelum ada dalil yang menunjukkan kebolehannya.99
98
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 158
53
11. Sadduzzari‟ah Zari‟ah menurut bahasa adalah wasilah/sarana. Sedangkan menurut istilah adalah “sesuatu yang menjadi jalan bagi yang diharamkan atau dihalalkan maka ditetapkan hukum sarana itu menurut yang ditujunya”.100 Perbuatan apabila ditinjau dari segi akibatnya terbagi menjadi empat: a. Perbuatan yang akibatnya pasti menimbulkan kerusakan/bahaya. b. Perbuatan yang jarang berakibat kerusakan/bahaya, seperti berjual makanan yang kebiasaannya tidak menimbulkan bahaya, menanam anggur sekalipun akan dibuat khamar. Ini halal, karena membuat khamar adalah nadir. c. Perbuatan yang menurut dugaan kuat menimbulkan bahaya. d. Perbuatan yang lebih banyak menimbulkan kerusakan teteapi belum mencapai tujuan kuat timbulnya kerusakan itu, seperti jual beli yang menjadi sarana bagi riba.101 Qiyas, istishan, istishlah, istishab dan sadduzzari‟ah merupakan sumber hukum yang berbentuk ijtihadi atau ra‟yi yang juga biasa dipakai hakim untuk memutuskan suatu perkara. Jika putusan-putusan hakim-hakim tersebut dikumpulkan,
maka
bisa
disebut
dengan
kumpulan
yurisprudensi.
Yurisprudensi ini juga bisa dijadikan rujukan dalam mencari suatu hukum. 99
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 160-161
100
Ibid., h. 164
101
Ibid., h. 166
54
C. Dampak Keputusan Orang Tua Tinggal Di STW Melihat pandangan dari beberapa orang terdekat pak Tatong tentang beliau, mengenai segi positif dari keberadaan beliau di STW: 1. Waktu yang beliau miliki semakin produktif. Mengutip kata bijak dari Umar bin Khatab, ” Tidak adanya kesibukan bagi kaum pria akan membawa kepada kelalaian, sedang bagi kaum wanita akan membawa kepada syahwatnya”.102 2. Menghilangkan depresi akibat dari penyakit yang dideritanya. Hal ini sesuai yang dikatakan Kathryn Lance, ”penulis buku Running for Health and Beauty mengemukakan bahwa senam merupakan upaya yang efektif untuk mengatasi depresi. Pendapat ini didukung sepenuhnya oleh para peneliti yang menemukan manfaat olahraga, terutama yang dapat memperlancar sirkulasi darah dan oksigen dalam tubuh, misalnya: lari, bersepeda, jalan cepat, dan berenang”.103 Dari contoh olah raga tersebut kecuali kolam renang, telah terfasilitasi di STW Ria Pembangunan. 3. Menyalurkan hobi, seperti dengan mengikuti kegiatan melukis dan angklung. 4. Memulihkan kesehatan pasca stroke. Di antaranya dengan melatih pasien berbicara dengan melalui musik dan liriknya. Sebagaimana kutipan yang diambil dari www.tempointeraktif.com, ”Ilmuwan mempresentasikan bahwa 102
103
Solihin Abu Izzuddin, Quantum Tarbiyah, (Solo; Bina Insani Press, 2007), h.71
”Mengendalikan Diri Sewaktu Depresi”, Artikel Diakses Pada Tanggal 18 Juli 2010 dari http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2003/0325/man01.html
55
mengajarkan pasien stroke bernyanyi akan mengembalikan kemampuan bicaranya. Dengan bernyanyi, pasien menggunakan area otak yang berbeda dari lokasi yang mengaitkan cara bicara.”104 Hal ini diperkuat dengan penelitian bahwa, ”Bahasa dan nada dalam musik berasal dari belahan otak yang berbeda. Otak kiri merupakan pusat bahasa, matematika, kemampuan baca, tulis, dan rasio, sedangkan belahan otak kanan adalah pusat untuk merasakan dan memadukan ekspresi tubuh, seperti menari, menyanyi, dan melukis. Perasaan tidak percaya diri, stres, depresi, yang lazim dialami pasien stroke, akan memperlambat proses penyembuhan. Sebaliknya, perasaan bahagia, yang dirangsang melalui musik, membuat saraf-saraf yang rusak di otak cepat pulih”. 105 5. Meningkatkan keimanan, dan menambah ilmu keagamaan. 6. Beliau dapat menemukan tempat yang nyaman dan tenang bagi dirinya.106 Walaupun jika dilihat dengan fasilitas kamar yang lebih sederhana daripada di rumahnya, tapi beliau lebih merasakan ketenangan dan kenyamanan dengan berada di STW. ”Musik Bantu Pasien Stroke Bicara”, artikel diakses pada tanggal 11 Juli 2010 dari http://www.tempointeraktif.com/hg/sains/2010/02/22/brk,20100222-227483,id.html 104
105
”Terapi Musik untuk Penyembuhan Stroke”, artikel diakses pada Tanggal 11 Juli 2010 dari http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2010/01/10/Sehat/index.html 106
Wawancara Pribadi dengan Tatong Sutedjo, Pasien Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, Cibubur, Tanggal 9 April 2010
56
Beberapa dari dampak positif di atas, memang bisa juga didapatkan ketika di rumah. Namun harus dengan mendatangkan instruktur senam atau guru-guru yang akan mengajarinya ke rumahnya. Dampak negatif: 1. Semakin
berkurangnya
kebersamaan
dengan
istri
yang
menjadikan
penghalang untuk membuat rumah yang dimilikinya menjadi surga bagi keluarganya. Yusuf Qardhawi mengatakan, ”keluarga Islami terbentuk dalam keterpaduan antara ketenraman dan kasih sayang. Ia terdiri dari istri yang patuh dan setia, suami yang jujur dan tulus, ayah yang penuh kasih dan ramah, ibu yang lemah lembut dan berperasaan halus, putra putri yang bakti dan taat, kerabat yang saling membina silaturrahmi dan tolong menolong.”107 Dari ungkapan tersebut bisa terwujud apabila bisa menjadikan rumahnya sebagai tempat yang nyaman seperti sabda Rasulullah SAW rumahku adalah surgaku.108 Rumah yang membuat betah para penghuninya untuk tinggal di sana. Menurut dari keterangan Pak Tonka sebagai anak beliau, selama ini Pak Tatong sering merasakan tidak ketidaknyamanan di dalam rumahnya. Sehingga beliau berpindah-pindah dari satu ke rumah yang lainnya.109 Kemungkinan besar beliau melakukan hal itu karena tidak terpenuhinya 107
Lajnah Pentashihahan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik: Etika Berkeluarga, Bermasyarakat Dan Berpolitik, h.425 108
Lajnah Pentashihahan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik: Etika Berkeluarga, Bermasyarakat Dan Berpolitik, h.426 109
2010
Wawancara Pribadi dengan Tonka Sesarino, Putra dari Tatong Sutedjo, Cipete, 6 Juni
57
pernyataan dari Yusuf Qardhawi tentang keluarga Islam yang telah disebutkan di atas. Argumen ini diperkuat dengan pengakuan pak Abbas, bahwa adanya salah faham tentang perhatian istri ke suami, yang difahami suami sebagai bentuk pengekangan. Sehingga membuat Pak Tatong lebih nyaman berada di STW.110 Sebenarnya hal itu perlu dievaluasi dan dikomunikasikan lagi antara kedua belah pihak, agar bisa mencapai keluarga Islami sesuai dengan pandangan Yusuf Qardhawi. Sehingga mereka pun tak perlu terpisahkan dengan jarak, walaupun dalam jangka 1 minggu istri selalu menyempatkan minimal 3 hari untuk datang ke STW, namun tetaplah dengan keadaan yang terpisah seperti itu tak bisa membuat rumah yang didiami oleh keluarganya menjadi surganya (pak Tatong). 2. Semakin sedikit waktu yang dimiliki anak untuk bersama-sama dengan orang tuanya dan semakin dikit peran merawat orang tua secara langsung. Peran merawat orang tua yang tinggal di STW digantikan oleh para pegawai yang ada di sana, baik oleh suster, carediver, koki dapur dan lain sebagainya. Sebenarnya waktu yang dimiliki mereka untuk orang tua ketika berada di rumah juga sedikit. Karena mereka sudah mempunyai keluarga sendiri dan mempunyai kewajiban mencari nafkah untuk keluarganya dan waktu yang bisa mereka berikan adalah Sabtu dan Minggu.111
110
Wawancara Pribadi Dengan Tatong Sutedjo, Pasien Sasana Tresna Werda Ria Pembangunan, Cibubur, 9 April 2010. 111
2010
Wawancara Pribadi dengan Tonka Sesarino, Putra dari Tatong Sutedjo, Cipete, 6 Juni
58
D. Analisa Penulis Baik dan buruk dari sudut pandang Islam dinilai dengan memakai standarisasi Al-Qur‟an dan sunnah. Jadi apabila terdapat Al-Quran atau sunnah mengatakan bahwa suatu perbuatan buruk, maka perbuatan itu buruk pula. Demikian juga sebaliknya, apabila dalam Al-Qur‟an dan sunnah suatu perbuatan itu baik.112 Namun apabila di dalam keduanya tidak ada maka diperbolehkan untuk berijtihad untuk menetukan suatu perbuatan itu baik atau buruk. Seperti contoh kasus Muadz bin Jabal yang di utus Nabi Muhammad ke Yaman. Baik dan buruk seperti ini yang biasa juga dipakai dalam menetapkan hukum Islam. Untuk menetapkan hukum Islam tersebut membutuhkan beberapa anallisa dari berbagai segi yang mendukung dalam pengambilannya. 1. Melihat dari segi pemenuhan kewajiban anak kepada orang tuanya. Dari kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi seorang anak kepada orang tuanya menurut ‟Abdul ‟Aziz bin fatchy assayid nada113, seperti yang telah dipaparkan di atas. Hampir semua poin telah dipenuhi oleh sang anak. Ada beberapa poin yang masih perlu diperjelas lagi dalam aplikasinya di kehidupan keluarga Pak Tatong: 112
Lajnah Pentashihahan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik: Etika Berkeluarga, Bermasyarakat Dan Berpolitik, (Jakarta: Lajnah Pentashihahan Mushaf Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur‟an Tematik, 2009), h.14 113
„Abdul „Aziz Ibnu Fathy As-Sayyid Nida, Mawusû‟ah Al-Adâb Al-Islâmiyah, h. 163-167
59
a. Termasuk pada poin yang pertama, yakni mematuhi keduanya
selain
untuk bermaksiat kepada Allah114. Dalam kasus ini, bisa termasuk menjalankan kewajiban yang pertama kerena sama saja dengan seorang bapak yang meminta kepadanya agar mau mengizinkan dan menjadi penanggung jawab di STW agar beliau bisa tinggal di STW demi kenyamanan, kesehatan dan ketenangan yang beliau inginkan. Permintaan ini pun tidak termasuk sebagai maksiat kepada Allah. Karena tidak ada dalil yang melarangnya dan keinginan beliau untuk masuk ke STW semata-mata untuk kehidupan beliau yang lebih baik dan lebih produktif. Keinginan beliau juga tidak mengandung kemudharatan yang besar bagi anak dan istri. Dapat dilihat kembali dalam pembahasan dampak baik dan buruk yang akan didapatkan ketika Pak Tatong berada di panti werdha. b. Pada poin kedua terdapat kata berbakti115, makna dari poin ke dua ini mirip dengan poin yang pertama. Jika melihat dari kamus besar bahasa Indonesia, kata bakti sendiri mempunyai arti kata penghambaan116. Namun hal ini tidak dapat dimasukkan dalam artian sesungguhnya. Karena penghambaan dalam Islam, merupakan hak yang hanya diperuntukkan untuk Allah. Apabila dimasukkan ke dalam konteks bakti kepada kemanusiaan, seperti mengikuti segala keinginan orang tua, 114
115
116
„Abdul „Aziz Ibnu Fathy As-Sayyid Nida, Mawusû‟ah Al-Adâb Al-Islâmiyah, h.163. Ibid., h. 164. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 94
60
memenuhi segala kebutuhan orang tua, dan membahagiakan orang tua. Hal ini sesuai dengan awal dari ayat 23 dari surat Al-Isra. c. Pada poin ketujuh, memberikan harta kepada orang tua menurut jumlah yang mereka inginkan117. Menurut dari pengakuan pak Tonka, dalam segi materi beliau malah sering dibantu oleh orang tua, karena orang tua mempunyai harta yang lebih dari cukup.118 Hal ini menunjukkan bahwa orang tua masih belum membutuhkan bantuan dalam bentuk materi. 2. Melihat dari segi pemenuhan kewajiban orang tua kepada anaknya. a. Hak untuk cinta dan kasih sayang.119 Pak Tatong beserta istri sudah memenuhi kewajibannya untuk memberikan cinta dan kasih sayang sebagai orang tua. Anak pun telah merasakannya, tetapi kasih sayang ibunya (istri pak Tatong) lebih dirasakan dari pada dari bapaknya. 120 Hal ini disebabkan oleh kesibukan Pak Tatong untuk mencari nafkah keluarga. b. Memberi pendidikan yang baik.121 Kedua orang tuanya telah memberikan pendidikan yang baik, semua anaknya dapat minikmati bangku
117
„Abdul „Aziz Ibnu Fathy As-Sayyid Nida, Mawusû‟ah Al-Adâb Al-Islâmiyah, h. 166
118
Wawancara Pribadi dengan Tonka Sesarino, Putra dari Tatong Sutedjo, Cipete, 6 Juni
2010 119
IA Arshed, “ Hubungan Orangtua-Anak dalam Islam”, artikel diakses pada 18 Juli 2010 dari http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.islam101.com/ sociology/parchild.htm 120
Wawancara Pribadi dengan Tonka Sesarino, Putra dari Tatong Sutedjo, Cipete, 6 Juni
2010 121
IA Arshed, “ Hubungan Orangtua-Anak dalam Islam”, artikel diakses pada 18 Juli 2010 dari http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.islam101.com/ sociology/parchild.html
61
perkuliahan. Misalnya, Pak Tonka lulusan sarjana strata 1 tekhnik elektro Universitas Tri Sakti. Namun yang kurang adalah dalam hal pendidikan agama yang hanya di dapat dengan beberapa tahun saja dengan mendatangkan guru mengaji ke rumah. 122 c. Hak dipenuhi sandang pangan dan dilindungi sampai mereka dewasa dan hak memenuhi
kebutuhannya
secara finansial.123
Sesuai dengan
pengakuan anak ketiga dari pak Tatong tentang hak ini sangat terpenuhi. Karena memang dari segi materi beliau terhitung lebih dari cukup.124 3. Terpenuhinya maksud dari penyelenggaraan STW. Di antara maksud dari terselenggaranya STW adalah: a. Terpenuhinya kebutuhan jasmani dengan baik125, dalam bidang: 1) Kebutuhan hidup pokok secara layak.126 Di STW Ria Pembangunan, melayani kebutuhan pangan secara baik. Menu dapat juga disesuaikan dengan selera makan dan diet perorangan. Makanan disediakan sebanyak tiga kali sehari. Koki-koki 122
Wawancara Pribadi dengan Tonka Sesarino, Putra dari Tatong Sutedjo Cipete, 6 Juni
2010. 123
IA Arshed, “ Hubungan Orangtua-Anak dalam Islam”, artikel diakses pada 18 Juli 2010 dari http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.islam101.com/ sociology/parchild.html 124
Ibid., Cipete, 6 Juni 2010
125
Mudiyanto, ”Sosialisasi Dan Interaksi Sosial Penghuni Panti Werdha Studi Deskriptif Di Panti Sasana Tresna Werdha 05 Jelember Selatan Jakarta Barat”, h.44 126
Ibid., h.45
62
yang betugas untuk menyediakan makanan pun patuh dengan peraturan kebersihan makanan yang diberlakukan oleh STW. Seperti, setiap koki ketika memasak dan mengantar makanan harus menggunakan celemek, kompor harus dalam keadaan selalu bersih, nasi sore tidak boleh dimasak lagi untuk pagi hari dan lain sebagainya.127 2) Pemeliharaan kesehatan dengan baik.128 Di STW Ria Pembangunan terdapat Poliklinik buka selama 24 jam, mempunyai kerjasama yang baik dengan beberapa rumah sakit, suster yang selalu keliling STW sehari tiga kali untuk mengkotrol kesehatan penghuni STW, tersedia pelayanan rawat inap khusus bagi para Lansia yang butuh perhatian 24 jam dari suster-suster poliklinik, kebersihan di seluruh lingkungan STW sangat terjaga dengan baik, setiap seminggu 2 kali ada dokter yang keliling untuk mengkontrol penghuni STW, tersedianya obat-obatan P3K atau untuk menangani kondisi darurat penghuni STW dan lain sebagainya.129 Dari pelayananpelayanan yang telah disebutkan, terlihat bahwa STW sangat memperhatikan kesehatan para Lansianya atau penghuninya. 127
Peraturan yang dikeluarkan oleh kepala STW Ria Pembangunan tertanggal 22 Agustus
128
Ibid,. h.44
2007
129
Wawancara Pribadi dengan Suster Suciati, Suster Poliklinik Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, Cibubur, 14 Juni 2010
63
3) Pemenuhan kebutuhan pengisian waktu yang luang sesuai usianya.130 Pengisian waktu luang di STW Ria Pembangunan sangat banyak. Seperti melukis, merajut, menyulam, menonton Film bersama, beraneka ragam senam, kegiatan-kegiatan keagamaan, rekreasi, bermain angklung dan lain sebagainya.131 Terpenuhinya kebutuhan rohani, dalam bidang: 1) Kebutuhan kasih sayang, baik dari keluarga atau lingkungan sekitarnya.132 Keluarga besar STW, baik dari pegawai dapur, suster, dokter, carediver, sampai ke bagian administrasi dan kepala STW pun sangat ramah terhadap penghuni panti. Sering menyapa, bercanda dan membantu apabila ada yang sedang membutuhkan. Sedangkan kasih sayang dari keluarganya juga beliau dapatkan. Karena istri datang seminggu tiga kali. Istri selalu memberikan apa yang Pak Tatong inginkan. Misalnya, setiap hari jum‟at Pak Tatong ingin shalat jum‟at di masjid yang berbeda-beda sesuai dengan keinginannya. Istri
130
Mudiyanto, ”Sosialisasi Dan Interaksi Sosial Penghuni Panti Werdha Studi Deskriptif Di Panti Sasana Tresna Werdha 05 Jelember Selatan Jakarta Barat”, h.44 131
Wawancara Pribadi dengan Dwi, Pegawai Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, Cibubur, 14 Juni 2010 132
Ibid., h.45
64
akhirnya menyediakan mobil dan sopir pribadi untuk mengantarkan suami.133 2) Peningkatan gairah hidup dan tidak merasa khawatir dalam menghadapi sisa hidupnya.134 Adanya banyak kegiatan yang disediakan dan banyak yang dapat dilakukan oleh para Lansia, membuat semangat untuk hidupnya semakin bertambah kembali. Hal ini termasuk salah satu dari motivasi Pak Tatong untuk masuk ke STW, yakni agar depresi yang sempat pernah dia derita tidak kambuh kembali. Depresi dari perasaan merasa tidak berguna dan putus asa untuk menjalani hidup.135 3) Terpenuhinya kebutuhan sosial dengan baik, terutama dalam hubungan dengan penghuni dan masyarakat sekitar panti.136 4. Melihat dari sisi maslahah mursalah atau mengambil kemaslahatan yang lebih banyak. Karena di dalam kasus ini tidak ada dalil yang menyebutkan secara langsung menyuruh atau melarang seorang anak untuk mengizinkan orang tua tinggal di STW. Dalil-dalil yang ada adalah tentang merawat orang tua, 133
Wawancara Pribadi Dengan Istri Tatong Sutedjo, Cibubur, 9 April 2010.
134
Mudiyanto, ”Sosialisasi Dan Interaksi Sosial Penghuni Panti Werdha Studi Deskriptif Di Panti Sasana Tresna Werdha 05 Jelember Selatan Jakarta Barat”,h.45 135
Wawancara Pribadi Dengan Tatong Sutedjo, Pasien Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, Cibubur, 9 April 2010 136
Mudiyanto, ”Sosialisasi Dan Interaksi Sosial Penghuni Panti Werdha Studi Deskriptif Di Panti Sasana Tresna Werdha 05 Jelember Selatan Jakarta Barat”, h. 45
65
memenuhi hak-haknya dan lain sebagainya, di antara beberapa dalil telah disebutkan pada pembahasan sebelum ini. Salah satu dalil dari sabda Rasulullah tentang kewajiban seorang anak untuk merawat orang tuanya dengan baik dan sabar adalah:
،ُٔ رَغٌَِ أَِّ ُف:ٌَ قَاهَ رَسُىِهُ اهللِ صَيَّى اىئَّ عَيَِئِ وَ سَي،َعَِِ أَتِي ُٕزَِي َزجَ قَاه ِ ٍَِِ َأ ِد َركَ وَىِذَِئِ عِِْذَ اىنِثَزِ َأحَذُ ََُٕا أَو:َ ٍَِِ يَا رَسُىِهُ اهللِ؟ قَاه:ُٔرَغٌَِ أَِّ ُف ٌ روآ ٍسي.َمِيَيِهََِا ثٌَُّ ىٌَِ يَ ِذخُ ِو اجلََّْح 137
Artinya: Celakalah orang, celakalah orang. Kemudian Rasulullah ditanya, siapa yang celaka itu ya Rasulullah? Rasulullah SAW bersabda, Dia itu orang yang kedua orangtuanya sudah lanjut usia kemudian ia tidak memasuki surganya (maksudnya, tidak merawatnya dengan baik). HR. Muslim
Menurut Mutia Muthmainah, hadits ini mengandung makna suatu kewajiban bagi seorang anak untuk merawat orangtuanya yang telah lanjut usia dengan baik dan sabar dan tidak diperkenankan untuk menitipkan orang tua ke panti jompo. Dari kebaikan anak tersebut, maka anak akan mendapatkan surga sebagai balasannya.138 Pada kasus pak Tatong, anak-anaknya dan istri sudah mencoba merawat dengan baik dan sabar. Misalnya, ketika di rumah anak mengabulkan kamar yang diinginkan oleh Pak Tatong. yakni kamar 2 pintu dengan berbagai
137
Abilhusayn Muslim Bin Al-Hajaj Al-Qusyayri, An-Nîsâbury, Sahih Muslim, h. 1060
138
Mutia Mutmainah, Keajaiban Do‟a & Ridho Ibu, h.50
66
fasilitas di dalamnya.139 Istrinya selalu setia mendampinginya selama beliau sakit, mencoba berbagai cara agar suaminya sembuh.140 Namun ternyata hal itu, tak membuat Pak Tatong untuk tidak ingin masuk di STW. Pilihannya untuk masuk STW pun tak bisa disalahkan, karena ternyata dari pilihannya tersebut mengundang banyak dampak positif di dalamnya dan ketika sudah seperti itu para pegawai di STW pun bisa menjadi wakil dari anak untuk merawat orang tuanya yang tinggal di STW. Akan tetapi anak masih harus memberikan perhatian dan kasih sayang kepada orang tuanya, karena hal itu tidak bisa didapat dan digantikan dengan orang lain. Poin-poin yang menunjukkan dampak positif dan negatif, seperti yang telah disebutkan di atas menujukkan bahwa dampak positif yang akan pak Tatong dapatkan ketika tinggal di STW lebih banyak dari pada dampak negatif. Bisa jadi dampak-dampak positif tersebut akan berubah menjadi dampak negatif apabila beliau tetap tinggal di rumah. Apabila seperti itu, maka bisa berlaku kaidah fiqh الضرر يزالyakni ”kemadharatan itu harus dihilangkan”, maksud dari kaidah tersebut apabila kemadharatan yang telah terjadi dan akan terjadi, maka wajib dihilangkan. 141
139
Wawancara Pribadi dengan Tonka Sesarino, Putra dari Tatong Sutedjo, Cipete, 6 Juni
140
Wawancara Pribadi dengan Istri Tatong Sutedjo, Cibubur, 9 April 2010
141
Abdul Mujib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih Al-Qawa‟idul Fiqhiyah, (Jakarta; Kalam Mulia,
2010
2001), h. 34
67
Kemadharatan di sini sama dengan dampak-dampak negatif yang terjadi dan akan terjadi apabila Pak Tatong masih berada di rumah. Kemadhratan yang lebih banyak dari pada kemaslahatanya. Kemadharatan yang bisa merusak beberapa dari lima prinsip pokok kehidupan manusia142, yaitu: a. Jiwa. Pak Tatong ketika berada di rumah pernah merasakan depresi yang berat, sehingga semangatnya untuk hidup menghilang. Depresi akibat dari penyakitnya yang membuat beberapa bagian tubuhnya tidak bisa berfungsi normal seperti ketika beliau belum terkena stroke. Ketika di rumah pun tak banyak yang bisa dilakukan dan di sana hanya terdapat istri dan suster, sedangkan anak-anak bisa berkumpul hanya setiap hari Sabtu dan Minggu. Dengan orang yang sedikit tersebut, menghambat beliau untuk berlatih berbicara. 143 b. Akal. Ketika berada di rumah, pak Tatong tidak dapat memaksimalkan potensi akalnya. Karena ketika di rumah tidak banyak kegiatan sebagaimana ketika beliau berada di STW. Kegiatan yang tentunya bisa mengaktifkan kembali syaraf-syaraf yang belum pulih dan akalnya. Sebagaimana, ungkapan dari Ketua Pusat Intelejensia Departemen Kesehatan Adre Mayza yang menyatakan bahwa, intelegensia hanyalah 142
143
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h.347
Wawancara Pribadi Dengan Tatong Sutedjo, Pasien Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, Cibubur, 9 April 2010.
68
satu kemampuan kapasitas otak. Fungsi dasar otak antara lain melihat, merasa, meraba, bergerak, keseimbangan, mendengar, dan pengaturan fungsi organ tubuh. Adapun fungsi luhur otak adalah seputar intelektual kognitif, ingatan, perilaku, dan emosi.144 Otak yang dimaksudkan pada ungkapan di atas bisa disamakan dengan akal. Mengutip dari tulisan yang lalu, kutipan kata bijak dari Umar bin Khatab, ”Tidak adanya kesibukan bagi kaum pria akan membawa kepada kelalaian,
sedang
bagi
kaum
wanita
akan
membawa
kepada
syahwatnya”.145 Ketika seorang laki-laki menganggur atau banyak berdiam diri tanpa ada aktivitas yang bermanfaat untuk dirinya dan agamanya, maka berarti dia telah lalai dengan perintah-perintah yang kemudian dapat berakibat dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang melawan perintah Allah. Pada hakikatnya dia telah mengetahui tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan yang diperintahkan oleh Allah tapi dia tidak sadar bahwa dia mengetahuinya, maka wajiblah kita untuk mengingatkannya.146 144
“Otak dan Kecerdasan” artikel diakses http://www.rumahcerdaskreatif.com/content/view/150/9/ 145
146
pada
25
Juni
2010
dari
Solihin Abu Izzuddin, Quantum Tarbiyah, h.71
Farid Muliana Dan Tim ILNA YOSEN, Super Mentoring 2, (Bandung; Syamil Cipta Media, 2005), h.69
69
c. Agama. Ketika beliau berada di STW, beliau dapat dengan rutin mengikuti pengajian dan shalat berjamaah. Dengan ikut pengajian tersebut beliau akan sering diingatkan dengan firman-firman Allah atau haditshadits Nabi oleh Asatid para guru yang mengajar di sana, sehingga kemungkinan untuk terjadinya suatu kelalaian dapat samakin diperkecil. Selain itu semakin banyak ilmu dan hikmah didapatkan, dari keduanya itu terdapat kebaikan yang sangat banyak.147 Sebagaimana dalam Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 269:
حلنْ ََحَ ٍَِِ َيشَاءُ وَ ٍَِِ يُؤِخَ احلِنْ ََحَ َفقَذِ اُوِِذيَ خَِيزّا مَثِِيزّا وَ ٍَا ِ يُؤِذِى ا )٢٨٩ :٢/ِآل اُوىُىا االَىْثَابِ (اىثقزج َّ َّمزُ ا َّ يَذ Artinya: Allah menganugerahkan al-Hikmah (pemahaman yang dalam tentang Al-Qura‟an dan as-sunnah) kepada siapa yang dikehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al-Hikmah itu, ia telah benar-benar dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakal yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (QS. Al-Baqarah/2: 269) Dari pertimbangan analisa-analisa di atas, terutama pada analisa yang terakhir maka hukum mengizinkan orang tua tinggal di panti werdha dalam kasus Pak Tatong adalah diperbolehkan. Karena sesuai dengan prinsip pada kaidah الضرر يزال.
147
Samin Barkah, ”Urgensi Tatsqif dan Ta‟lim Bagi Aktivis Dan Masyarakat”, Artikel diakses pada 18 Juli 2010 dari http:// http://www.dakwatuna.com/2009/urgensi-tatsqif-dan-talim-bagiaktivis-dan-masyarakat/
70
Prinsip umum dari pembolehan anak mengizinkan orang tua yang telah lanjut usia tinggal di sasana tresna werdha: a. Faham dengan kondisi orangtua dan kondisi tempat yang akan ditinggali orang tua. Ini merupakan langkah
awal bagi seorang anak, sebelum
mereka mengizinkan orangtua tinggal di STW yakni mereka harus benarbenar tahu dan faham kondisi orangtua, faham dengan kondisi kesehatannya, faham dengan segala kebutuhan orang tua baik secara jasmani, rohani dan akalnya dan lain sebagainya. Sehingga anak dapat mengetahui tempat yang diminta oleh orangtuanya tersebut cocok dengan kondisi orang tuanya. b. STW dapat memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial orang tua. Seperti yang pernah saya sebutkan pada bab sebelumnya yakni pada tujuan berdirinya STW itu sendiri. Misalnya, dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok secara layak, pemeliharaan kesehatan yang baik, dan lainlain. c. Bertanggung jawab dengan segala hal yang berkaitan dengan orangtuanya. Misalnya, dalam hal pemenuhan kebutuhan finansial orangtua terutama untuk pembayaran bulanan untuk STW atau dalam urusan agamanya atau kebutuhan rohaninya dan lain sebagainya. d. Hubungan kekeluargaan antar keluarga tetap terjalin. Tinggalnya orang tua di STW membuat anak dan orang tua tinggal di dua tempat berbeda. Perbedaan tempat ini, jika tidak sering mengunjungi dan tetap
71
berkomunikasi dengan baik, maka dapat membuat sekat-sekat kurang baik dalam keluarga. Walaupun orangtua tinggal di STW, seorang anak harus tetap menjalankan kewajibannya kepada orangtuanya, menjaga, merawat dan memberikan kasih sayang, minimal ketika mereka sedang silaturrahim ke orangtuanya. Usaha anak untuk tetap menjalankan kewajibannya dapat menjadikan orangtua tetap merasa diperhatikan, dicintai dan dihargai oleh anaknya sehingga ia pun tetap mencurahkan kasih sayang nya kepada anaknya dan hubungan kekeluargaan tetap terjalin dan keluarga tetap harmonis. e. Tidak menghilangkan atau menyembunyikan nasab. Perbedaan tempat atau jauhnya jarak rumah dengan STW tak dapat dijadikan alasan untuk menghilangkan nasab antara anak dan orangtua. Walaupun anak berusaha untuk menghilangkan atau menyembunyikan nasab dengan kedua orangtua mereka, namun pada hakekat sebenarnya hubungan nasab antara keduanya masih ada.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian yang berjudul “Anak Mengizinkan Orang tua Lanjut Usia Tinggal Ke Sasana Tresna Werdha (Studi Analisis Prespektif Hukum Islam)” maka ada beberapa kesimpulan yang bisa ditarik, yakni sebagai berikut: 1. Pak Tatong adalah seorang Lansia yang mempunyai seorang istri dan tiga putra yang telah berkeluarga semuanya. Pak Tatong telah tinggal di STW kurang lebih sekitar dua tahun. Istri tinggal bersama anak, namun setiap pekannya pasti datang ke STW kurang lebih dalam kurun seminggu, istri berkunjung sebanyak tiga kali. Keputusan Pak Tatong untuk tinggal di STW adalah permintaan pribadinya, bukan permintaan dari keluarga. Pak Tatong merasa membutuhkan tempat yang lebih kondusif untuk pemulihan kesehatannya pasca stroke dan untuk memanfaatkan waktu-waktu luangnya, menurut beliau STW adalah tempat yang tepat. Pada awalnya pihak keluarga tidak menyutujui keinginan dari Pak Tatong, namun karena beberapa pertimbangan maka keluarga pun tidak melarangnya.
72
73
2. Pak Tatong memiliki tiga putra. Mereka telah menikah dan telah mempunyai anak. Ketiga anaknya mempunyai pekerjaan yang cukup menyita hari-hari mereka, yakni antara hari senin sampai jumat. 3. Sasana tresna werdha sangat berperan dalam merawat para Lansia baik dalam kesehatan, kebutuhan spiritual, pemanfaatan waktu luang dan lain-lain. Misalnya di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan, di sana ada berbagai macam senam, ada kegiatan melukis, ada kegiatan bermain angklung, ada ceramah keagamaan dan lain-lain. 4. Melihat dari segi pemenuhan kewajiban anak kepada orang tuanya, terpenuhinya maksud dari penyelenggaraan STW, melihat dari pemenuhan kewajiban orang tua kepada anaknya kemudian dianalisa akhir memakai maslahah mursalah atau mengambil kemaslahatan yang lebih banyak dengan mencegah kemudharatan yang akan dan telah terjadi maka hukum mengizinkan orang tua tinggal di panti werdha dalam kasus Pak Tatong ini adalah diperbolehkan. Walaupun menurut hukum Islam diperbolehkan namun hukum anak untuk memberikan kasih sayang dan perhatian tetaplah diwajibkan. karena hal itu tak bisa digantikan oleh orang lain. Adapun yang bisa digantikan orang lain misalnya adalah mencuci baju orang tua yang bisa dilakukan oleh carediver panti Werdha.
74
B. Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis menyarankan: 1. Sebelum anak mengizinkan orang tua tinggal di Panti Werda atau Sasana Tresna Werdha, hendaklah mengetahui terlebih dahulu secara detail tentang tempat yang akan ditempati oleh orang tuanya tersebut. Kemudian, musyawarahkan dengan keluarga baik melalui internet, brosur yang diedarkan oleh pihak panti atau lebih baiknya lagi langsung mendatangi tempat yang akan ditinggali tersebut dengan dipandu oleh pegawai yang faham dengan baik tentang panti tersebut. Jika diperlukan konsultasi ke psikiater atau psikolog dan ’ulama. 2. Perlu diadakan sosialisasi tentang gambaran panti Werdha yang sesuai dengan asal dari tujuan berdirinya disertai dengan sosialisasi hukum berbakti kepada orang tua dengan mengingatkan kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan oleh sang anak dan dengan mengajarakan kaidah-kaidah fiqh yang seharusnya dipakai sebagai bahan pertimbangan sebelum mengizinkan orang tua untuk tinggal di panti werdha, melalui para khatib Jum’at, ceramah-ceramah keagamaan, website, radio dan lain-lain. 3. Perlu dimasukkannya materi tentang berbakti kepada kedua orang tua, cara dan hukum berbakti kepada orang tua terkhusus kasus orang tua yang tinggal di panti dalam pelajaran fiqih ditingakatan Madrasah Tsanawiyah dan Madarasah Aliyah atau di pelajaran Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.
75
4. Hendaklah keluarga dari orang tua yang tinggal di panti werdha tetap memberikan perhatian dan kasih sayangnya. Terutama dari sang anak. 5. Di setiap panti werdha atau panti jompo atau sasana tresna werdha hendaklah menyediakan ahli psikologi atau konselor, agar lebih bisa mengkontrol kondisi para penghuninya dan para penghuni bisa mencurahkan permasalahan ke mereka. Sehingga beban-beban psikologis yang kemungkinan diderita oleh para Lansia yang tinggal di sana.