TINGGAL SENDIRI DI MASA LANJUT USIA Ratriana Yuliastuti Endang Kusumiati Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Abstrak Penelitian ini bertujuan mengungkapkan keuntungan yang dirasakan dari para lansia yang tinggal sendiri sekaligus konsekuensi yang menyertainya. Dalam populasi, hanya 31,66% lansia yang tinggal sendiri. Ada 4 orang yang menjadi Subjek dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian ini terungkap bahwa ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan tinggal sendiri yaitu merasakan adanya kebebasan, lebih mandiri, terpenuhinya perasaan aging in place serta adanya relasi dengan tetangga yang terjaga dengan baik. Adapun konsekuensi permasalahan yang menimpa para lansia yang tinggal sendiri berkaitan dengan masalah kesepian, masalah penghasilan, masalah seksual, masalah kesehatan, ketakutan menjadi korban kejahatan serta masalah kurangnya dukungan sosial keluarga. Kata kunci : tinggal sendiri, keuntungan, konsekuensi
Abstract The purpose of this research to explore the advantages and consequents if the old adult decide to live alone. In population, only 31,66% old adult that living alone. In the research, researcher used the qualitative methods. There are four Subjects in this research, two mans and two women’s that living in Salatiga and Ungaran, Jawa Tengah. The results of this research was there are many advantages if the old adult decide to living alone, like a feel of freedom, more independent, aging in place that make them comfort and good relation with the neighbor. However, there are many consequents too, if the old adult decides to live alone, like a feel lonely, and problems relation with income, sexuality, healthy, criminal victims and social support family. Key words: living alone, advantages and consequents
24
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
Pendahuluan Salah satu dampak keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kesehatan masyarakat yang akan diikuti dengan meningkatnya usia harapan hidup (life expectancy). Keadaan ini akan mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia bertambah dan secara potensial dapat menimbulkan permasalahan yang akan mempengaruhi kelompok penduduk lainnya. Berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia tahun 1985-2005, terdapat peningkatan perkembangan kelompok usia lanjut , baik dari kelompok 55 – 59 tahun, 60 –64 tahun, 65-69 tahun, 70-74 tahun dan lebih tua dari 75 tahun. (Abiyoso, 1995). Sementara itu, dari data USA Bureau of the Cencus, diperkirakan Indonesia akan mengalami pertambahan warga usia lanjut terbesar seluruh dunia, antara 1990-2025, yaitu sebesar 414%. (Darmojo, 2002). Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan inilah yang berpotensi menimbulkan problem karena pada masa lanjut usia biasanya disertai dengan perubahan kepribadian. Menjadi lanjut usia, sesungguhnya bukan sekedar bertambah panjang usia tetapi juga meningkatkan mutu kehidupan lanjut usia sebab dengan bertambahnya kualitas hidup lanjut usia akan memperpanjang usia lanjut usia seperti azas yang dianut oleh WHO yaitu “To Add to Life Years that Have Been Added to Life”. Santrock (2002) menambahkan bahwa meski populasi sekarang dapat bertahan hidup lebih panjang tetapi patut disayangkan bahwa hal ini dapat terhambat karena mental yang tidak sehat. Sehat mental tidak sekedar terbebas dari gangguan mental tetapi merefleksikan kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah kehidupan dengan cara yang efektif dan memuaskan. PBB telah mendefinisikan kesehatan sebagai kondisi atau keadaan fisik, mental dan sosial yang baik dan bukan sekedar bebas dari penyakit saja. (WHO, 1993). Dalam instrument Quality of Life, diungkap kualitas hidup manusia yang mencakup aspek fisik, fungsi psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial dan lingkungan yang kesemuanya bertujuan untuk dapat mencapai penuaan yang berhasil atau successful aging. Seperti juga dalam tahap perkembangan sebelumnya, memasuki tahap dewasa lanjut juga mempunyai tugas perkembangan tersendiri. Erikson (dalam Berk, 2000) menjelaskan bahwa seorang yang mencapai masa dewasa lanjut, jika telah mencapai sukses, mencapai kepuasaan batin dan kebahagiaan maka akan tercapai ego integrity dan jika merasa tidak berhasil maka akan merasa hampa dan tidak berguna. Individu sebagai bagian dari masyarakat, merupakan makhluk sosial 25
yang selalu bertemu, saling berinteraksi dan saling membutuhkan. Interaksi sosial yang terkecil, yaitu di dalam keluarga, bagi kaum lanjut usia tampaknya telah mengalami perubahan. Salah satu efek dari keberhasilan program Keluarga Berencana yang membuat keluarga hanya terdiri dari beberapa anggota dan masing-masing memiliki kesibukan, membuat interaksi antar mereka berkurang apalagi menjadi care provider bagi kaum lanjut usia. Monks, dkk (1998), menemukan bahwa di Indonesia telah terjadi pergeseran perubahan keadaan dalam hidup orang tua. Jika semula anakanak tinggal bersama dengan orang tua maka sekarang kesempatan untuk bersama sangat langka karena mobilitas yang tinggi. Sistem keluarga yang semula extended family telah bergeser menjadi nuclear family. Keadaan ini dapat menimbulkan alternatif lain bagi para lanjut usia untuk memilih tinggal sendiri dan terpisah dari keluarganya. Mereka tidak ingin tergantung kepada anak-anak atau keluarganya bahkan ketika mereka sudah tidak memiliki pasangan hidup. Meski demikian, berdasar penelitian, kaum lanjut usia yang tinggal sendiri jumlahnya masih sangat sedikit dibanding mereka yang tinggal dengan keluarga. Hampir 95% dari orang dewasa lanjut tinggal di dalam masyarakat daripada tinggal dalam institusi seperti panti wreda atau rumah sakit. Dari 95% tersebut, duapertiga dari orang dewasa lanjut tinggal bersama anggota keluarga, misalnya bersama pasangan, anak, saudara kandung dan sepertiganya (31,66%) tinggal sendiri (Church, dkk 1988) Tinggal sendiri bisa karena keputusan sendiri yang diambil atau karena keterpaksaan yang membuat individu lanjut usia akhirnya memutuskan untuk tinggal sendiri. Banyak pertimbangan yang diambil sehingga individu harus tinggal sendiri terutama bagi kaum lanjut usia di Indonesia yang sistem sosialnya bersifat kolektif, serta sebagian besar juga masih menganut sistem extended family. Faktor budaya, latar belakang keluarga dan juga kepribadiaan turut mempengaruhi pengambilan keputusan itu. Tinggal sendiri selain membuat para lanjut usia menjadi mandiri, tetap menjalin komunikasi dengan tetangga sekitar dan bebas beraktivitas juga membawa konsekuensi permasalahan yang sering menimpa para lanjut usia ini seperti masalah kesepian, depresi, masalah penghasilan, ketakutan menjadi korban kejahatan serta masalah dukungan sosial . Dengan pelbagai gambaran tersebut, peneliti ingin mengetahui keuntungan serta masalah-masalah yang dialami para lanjut usia yang tinggal sendiri. Dengan mengetahui hal ini, dapat memberi gambaran bagaimana keluarga dan masyarakat perlu bersikap untuk mendukung keberadaan para lanjut usia yang memutuskan tinggal sendiri. 26
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
Landasan Teori a. Lanjut Usia Untuk menentukan apakah seseorang telah menjadi lanjut usia dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri fisik, mental age dan chronological age. Rambut memutih, kulit berkeriput, gigi mulai tanggal serta keropos tulang merupakan ciri-ciri fisik yang sering muncul pada individu yang lanjut usia meski sebenarnya tidak terlalu jelas kapan mulai terjadinya proses menjadi tua ini (Hurlock,1996). Menurut Dawson, dkk (dalam Santrock, 2000) hampir duapertiga dari seluruh wanita di atas usia 60 tahun terkena osteoporosis atau keropos tulang. Ciri-ciri fisik pada masa lanjut usia tersebut biasanya terjadi sangat bervariasi pada setiap individu dan bahkan tidak dapat dijadikan patokan utama karena seorang yang belum lanjut usia pun dapat memiliki ciri tersebut misalnya rambut sudah memutih. Sementara itu, mental age sebagai salah satu indikator seseorang telah memasuki masa lanjut usia dapat dilihat antara lain melalui kemampuan kognitif seseorang. Berdasar penelitian yang dilakukan Baltes, dkk (dalam Santrock, 2000) ditemukan bahwa kecepatan memproses informasi mengalami penurunan pada masa lanjut usia. Wisdom atau kebijaksanaan juga sering dikaitkan dengan orang yang lanjut usia. Erickson (1986) menjelaskan bahwa wisdom merupakan hasil dari resolusi yang berhasil setelah individu melalui delapan tahapan mulai dari trust Vs mistrust sampai masa integrity Vs despair. Sementara itu, berdasarkan chronological age, juga terdapat beberapa pendapat mengenai batasan usia bagi seorang dewasa lanjut. Menurut Santrock (2000) masa dewasa lanjut, sering pula disebut dengan masa dewasa akhir, dimulai pada usia 60’an dan diperluas sampai sekitar usia 120 tahun. Pada usia ini rentang kehidupannya sangat panjang jika individu dapat bertahan hidup lebih lama. Monks dkk (1998) berpendapat bahwa usia 65 tahun merupakan usia yang menunjukkan mulainya proses menua secara nyata sehingga seseorang yang telah mencapai usia 65 tahun dikatakan telah berusia lanjut. Ahli yang lain yaitu Neugarten & Neugarten (1987) membagi masa dewasa lanjut menjadi 2 kategori yaitu the young old, mulai usia 55 tahun – 75 tahun dan the old old, mulai usia 75 tahun ke atas. Berk (2000) mengatakan bahwa masa dewasa lanjut dimulai pada usia 60 dan merupakan periode terakhir. Pendapat ini sejalan dengan 27
Hurlock (1996) yang memandang usia enampuluhan sebagai garis pemisah antara usia madya dengan usia lanjut. Hurlock membaginya menjadi dua yaitu usia lanjut dini, berkisar antara 60 tahun sampai 70 tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia 70 tahun sampai akhir kehidupannya. Karena ciri-ciri fisik dan mental age tidak dapat dipakai secara tegas untuk menentukan apakah seseorang telah memasuki masa lanjut usia maka peneliti menetapkan usia lanjut usia berdasarkan chroonological age. Jadi, kesimpulannya, lanjut usia dimulai ketika individu telah memasuki usia 60 tahun. b. Keuntungan dan Konsekuensi Individu Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri Pilihan untuk tinggal sendiri bagi kaum lanjut usia merupakan salah satu alternatif yang masih jarang dipilih oleh para lanjut usia. Dengan beberapa latar belakang yang mempengaruhi, ada lanjut usia yang memilih untuk tinggal sendiri dengan kesadarannya sendiri atau karena keadaan yang terpaksa. Meski demikian sebenarnya ada beberapa keuntungan ketika individu memutuskan untuk tinggal sendiri. Individu yang tinggal sendiri biasanya menjadi lebih mandiri, tidak selalu tergantung pada orang lain. Menurut WHO (1993) salah satu kriteria individu lanjut usia yang berkualitas sehingga dapat mencapai successful aging adalah ketika iindividu tidak tergantung secara sosial ataupun finansial. Di Amerika Serikat, para lanjut usia yang memutuskan tetap tinggal sendiri setelah menjanda atau menduda akan mendapatkan tunjangan keuangan dan kesehatan. (Berk, 2000) Dengan tetap tinggal sendiri di rumahnya dan tidak perlu mengikuti anak atau pindah ke tempat lain, para lanjut usia tetap dapat mempertahankan relasi dengan tetangga sekitar yang sudah dikenal sehingga tidak perlu menyesuaikan diri di tempat yang baru (Gonyea, 1990). Privacy juga akan lebih terjaga karena mereka bebas melakukan kegiatannya dibanding jika harus tinggal bersama anak dan cucu. Meskipun ada keuntungan ada pula konsekuensi yang harus dihadapi para lanjut usia yang tinggal sendiri karena bagaimanapun, setiap pilihan ada resikonya. Beberapa permasalahan yang sering dialami kaum lanjut usia yang tinggal sendiri antara lain : a. Kesepian Tidak dapat dipungkiri bahwa kesendirian yang dialami para lanjut usia dapat menimbulkan kesepian. Menurut Gubrium (dalam 28
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
Santrock 2000) orang dewasa lanjut yang belum pernah menikah tampaknya memiliki kesulitan paling sedikit menghadapi kesepian di usia lanjut. Bagi individu yang sudah menikah dan anak-anak mulai meninggalkan rumah serta kehilangan pasangan, akan lebih merasakan kesepian. b. Depresi Depresi mayor merupakan gangguan yang sering menimpa individu dewasa lanjut. Depresi mayor tidak hanya menyebabkan individu mengalami kesedihan namun juga membangkitkan kecenderungan bunuh diri. Hampir 25% dari individu yang melakukan bunuh diri di Amerika Serikat adalah mereka yang berusia lebih dari 25 tahun (Church, dkk, 1988). Empat risiko terbesar untuk bunuh diri pada orang-orang dewasa lanjut adalah tinggal sendiri, laki-laki, kehilangan pasangan hidup dan penurunan kesehatan. c.
Penghasilan Menurut Hurlock (1996) berkurangnya penghasilan hampir dialami semua individu yang memasuki masa lanjut usia sehingga mereka perlu menyesuaikan diri dengan berkurangnya pendapatan, namun lebih dari 40% kemiskinan dialami lanjut usia yang menjanda dan tinggal sendiri (Hurd dan Wise 1989)
d. Ketakutan Menjadi Korban Kejahatan Menurut Santrock (2000) beberapa penurunan dan keterbatasan fisik yang biasa dialami pada masa lanjut usia berkontribusi terhadap perasaan rentan dan ketakutan menjadi korban kejahatan. Ditambahkan oleh Joseph (1997) bahwa bagi lanjut usia yang tinggal sendiri, ketakutan karena kejahatan lebih besar dibandingkan kekhawatiran tentang menurunnya pendapatan, kesehatan dan perawatan rumah. Hal ini dikarenakan mereka merasa tidak ada orang yang siap menolong sewaktu-waktu jika mereka menjadi korban kejahatan. e. Dukungan sosial Dukungan sosial sangat diharapkan oleh kaum lanjut usia terutama ketika mereka mengalami stress dan menghadapi masalah. Biasanya dukungan sosial diberikan oleh pasangan hidup dan keluarga terutama anak. Ketika individu lanjut usia sudah kehilangan 29
pasangan hidup dan tidak tinggal bersama anak-anak lagi, biasanya dukungan sosial juga dapat diperoleh melalui teman. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan aktivitas sosial misalnya melalui kegiatan volunter, terlibat dalam aktivitas keagamaan dan sebagainya yang tujuannya adalah tetap menjadi bagian dari komunitas agar tetap memiliki teman (Steinbach, 1992) Metode Penelitian a. Metode Penelitian Kualitatif Untuk mengungkap alasan- alasan yang mendasari seorang lanjut usia untuk tinggal sendiri dan keuntungan serta masalah-masalah yang dialami para lanjut usia yang tinggal sendiri, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hal ini karena peneliti ingin meneliti gejala-gejala yang muncul di masyarakat tentang lansia yang tinggal sendiri yaitu keuntungan dan konsenkuensi yang menyertainya.. b. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah kaum lanjut usia yang tinggal di Jawa Tengah dan tinggal sendiri dengan kriteria sebagai berikut : 1. Berusia 60 tahun ke atas. 2. Sudah tinggal sendiri minimal 2 tahun. Tinggal sendiri artinya tinggal di rumah tanpa ditemani orang lain. 3. Masih mampu berkomunikasi dengan baik. Karena keterbatasan subjek, waktu dan dana dalam penelitian ini, maka peneliti menetapkan 4 orang Subjek. c. Metode Pengumpulan Data Pada penelitian ini peneliti menggunakan wawancara sebagai metode utama dan observasi sebagai metode pendukung untuk memperoleh data tambahan yang diperlukan. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting. d. Validitas Penelitian/Keabsahan Data Menurut Alsa (2003), validitas penelitian kualitatif adalah kepercayaan terhadap data yang diperoleh dan analisa yang dilakukan peneliti secara akurat mempresentasikan dunia sosial di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik peningkatan ketekunan, triangulasi, member chek, penggunaan referensi dan pemeriksaan teman sejawat. 30
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
e. Metode Analisis Data Analisa data data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama memasuki lapangan dan setelah selesai di lapangan dengan tujuan agar data yang diperoleh tersebut dapat ditafsirkan. Pada penelitian kualitatif ini analisis data yang dilakukan adalah dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Langkah berikutnya mereduksi data, dilakukan dengan membuat abstraksi, menyusun dalam satuan-satuan, menentukan tema dan melakukan analisa, dan selanjutnya menarik kesimpulan. Identitas Subjek
Nama Jenis kelamin Tanggal lahir Alamat Pendidikan Pekerjaan Anak Tinggal sendiri
Subjek 1
Subjek 2
Subjek 3
Subjek 4
P perempuan 1 April 1941 Salatiga SR serabutan 4 orang 6 tahun
KS perempuan 1927 Salatiga SR berjualan 3 orang 11 tahun
KU laki-laki 1925 Salatiga SR buruh 8 orang 8 tahun
S laki-laki 1947 Ungaran STM pengemudi 2 orang 5 tahun
Pembahasan Pada lanjut usia yang tinggal sendiri, baik karena situasi yang memaksa atau karena keinginan pribadi, ada pelbagai peristiwa yang melatarbelakangi dan aneka permasalahan yang timbul meskipun ada pula sisi positif yang diperoleh. Melalui pengalaman tinggal sendiri inilah ditemukan alasan yang melatarbelakangi seseorang tinggal sendiri serta keuntungan dan masalah yang menyertai dan pada keempat Subjek yang secara ringkas dapat dilihat dalam Tabel 1 sebagai berikut :
31
Tabel 1 Intensitas Tema Subjek Yang Tinggal sendiri No 1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Tema
Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4
Kebebasan Mandiri Aging in place Relasi dengan tetangga Kurang dukungan keluarga Kesepian Masalah kesehatan Ketakutan menjadi korban kejahatan Masalah penghasilan Masalah seksual
Keterangan : + ++ +++
+++ +++ ++ + ++ + +
++ ++ +++ ++ +++ +++ +++ +++
++ ++ ++ + -
+ ++ ++ + +++ ++ -
-
+++ -
-
+ ++
= lemah = sedang = kuat
Dari Tabel 1 yang menggambarkan intensitas tema pada lanjut usia yang tinggal sendiri, lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Kuntungan Bagi Lanjut Usia yang Tinggal Sendiri : 1. Kebebasan Kebebasan dialami oleh keempat Subjek . Kebebasan merupakan alasan yang dikemukakan oleh ke empat Subjek tentang keuntungan mereka tetap memilih tinggal sendiri meski sebenarnya ada kesempatan untuk tinggal dengan anak-anak Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Gonyea (1990) bahwa lanjut usia biasanya memilih tinggal sendiri karena privacy akan lebih terjaga sehingga bebas melakukan kegiatannya dibanding jika harus tinggal bersama anak dan cucu. Dengan adanya kebebasan, Subjek merasa tidak ada yang membatasi dan tidak ada rasa sungkan ketika ingin melakukan sesuatu kegiatan. Hal ini dikarenakan pada masa lanjut ini, mereka ingin tetap dapat melakukan aktivitas yang disukainya meski dengan kondisi fisik yang lebih terbatas. Pada Subjek 1, kebebasan yang dirasakan sangat menonjol sehingga intensitasnya kuat karena Subjek 1 benar-benar ingin tinggal sendiri dan dapat mengekpresikan 32
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
kebebasan ini seluas-luasnya apalagi kondisi fisiknya kuat.. Keuntungan bagi Subjek yang tinggal sendiri dapat membuat meraka lebih bebas dalam beraktivitas dan melakukan kegiatan seperti berkarya, bekerja, mencipta dan melaksanakan dengan baik karena mencintai kegiatan tersebut. Sementara itu pada Subjek 2 dan 4 mengaktualisasikannya dengan bekerja serta pada Subjek 1 dan 3 mengaktualisasikannya dengan memberi pelayanan pada gereja dan masyarakat 2. Mandiri. Mandiri nampak pada tiga Subjek . Alasan dan keuntungan tinggal sendiri yaitu keinginan untuk tetap dapat mendiri dikemukakan oleh Subjek 1, 2 dan 4 Hal ini terutama karena kondisi fisik mereka yang masih memungkinkan untuk beraktivitas meski pada Subjek 2 sebenarnya sudah sangat lanjut dan jika berjalan memerlukan tongkat akan tetapi tetap masih ingin bekerja sampai benar-benar tidak mampu lagi. Pada dasarnya, mereka tidak ingin merepotkan anak sehingga sedapat mungkin berusaha untuk mandiri. Pada individu yang tinggal sendiri biasanya akhirnya menjadi lebih mandiri, tidak selalu tergantung pada orang lain. Menurut WHO (1993) salah satu kriteria individu lanjut usia yang berkualitas sehingga dapat mencapai successful aging adalah ketika individu tidak tergantung secara sosial ataupun finansial atau mandiri secara sosial maupun finansial. Dengan kemandirian yang dimiliki, Subjek 2 dan 4 yang tidak memiliki sumber penghasilan , kemandirian ditunjukkan antara lain dengan tetap bekerja sampai merasa benar-benar tidak berdaya sementara pada Subjek 1 kemandirian ditunjukkan terutama dengan kegiatannya di luar rumah yang dapat dilakukan sendiri tanpa perlu diantar oleh orang lain. 3. Aging in place Aging in place nampak pada dua Subjek Keinginan menghabiskan masa tua dengan tetap tinggal di rumah sendiri merupakan hal yang sangat diinginkan oleh Subjek 2 dan 3 karena mereka merasa sudah nyaman dan lama sekali tinggal di tempat yang didiaminya saat ini. Gonyea (1990) juga menambahkan bahwa orang tua yang ingin menikmati masa tua dengan tetap tinggal sendiri di rumah sampai mati atau aging in place, biasanya karena mereka ingin tetap mempertahankan relasi yang nyaman daripada harus menyesuaikan di tempat yang baru. Kedua Subjek yang usianya sudah mencapai 80 tahun merasa sulit jika harus berpindah tempat sekalipun ke tempat yang lebih bagus, lebih nyaman karena bagi mereka, saat 33
ini sudah tinggal menunggu waktu sebelum akhirnya meninggal dunia jadi sedapat mungkin tetap tinggal di rumah sendiri. 4. Relasi dengan Tetangga Relasi dengan tetangga nampak pada tiga Subjek yaitu Subjek 1, 2 dan 3 dengan intensitas sedang. Pada Subjek 1 hal ini dikarenakan dirinya tidak selalu tergantung pada tetangga sehingga ada hal-hal yang ingin dilakukannya sendiri tanpa selalu tergantung pada orang lain meski relasi dengan tetangga baik Sementara itu, pada Subjek 2 dan 3 relasi dengan tetangga yang juga terjalin cukup baik agak terhambat dengan kondisi fisik yang terbatas kecuali mereka dikunjungi tetangga yang datang ke kediaman mereka. Hubungan dengan tetangga bagi ketiga Subjek dirasakan sangat mendukung mereka yang tinggal sendiri. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Berk (2002) bahwa individu yang lanjut usia lebih menyukai tinggal dalam komunitas yang kecil dengan suasana yang tenang seperti di kota kecil atau pedesaan. Kehadiran tetanggatetangga dan teman dekat merupakan dukungan sosial yang penting karena biasanya anak-anak berada di kota besar. Dengan memiliki relasi yang baik dengan tetangga, Subjek merasa nyaman terutama karena mereka merasa tetangga sebagai orang yang dekat yang juga bisa dijadikan tempat untuk meminta pertolongan dan tempat mereka dapat saling berbagi terutama bagi Subjek 2. Di samping itu, relasi yang dekat dengan tetangga juga memungkinkan para Subjek dapat memberikan diri mereka dengan aktif mengikuti kegiatan di lingkungan atau menjadi tempat bertanya para tetangga yang relatif lebih muda seperti pada Subjek 1 dan 3. b. Masalah-Masalah yang Muncul Ketika Tinggal sendiri 1. Kurang Dukungan Keluarga Kurang dukungan keluarga dialami ketiga Subjek. Sebagai lanjut usia yang tinggal sendiri, kurang dukungan keluarga dirasakan oleh ketiga Subjek yaitu Subjek 1, 2 dan 4 . Pada Subjek 1 dan 4 intensitasnya lemah karena kurang dukungan keluarga ini hanya dirasakan pada saat-saat tertentu seperti diawal-awal tinggal sendiri pada Subjek 1 atau ketika sedang sakit pada Subjek 3 sebaliknya pada Subjek 2 intensitasnya kuat karena keadaan ini dialami hampir setiap saat terutama karena dirinya yang sudah sangat lanjut lebih membutuhkan dukungan keluarga dalam segala aspek. Memang pada masa lanjut usia, masalah kurangnya dukungan 34
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
sosial biasa dialami oleh sebagian orang terutama ketika mereka mengalami stress dan menghadapi masalah.. Biasanya yang diharapkan adalah dukungan sosial dari keluarga yaitu pasangan atau anak Namun, masalah ini bisa diatasi dengan adanya dukungan sosial dari pihak lain seperti teman atau komunitas sosial seperti yang diungkapkan Steinbach (1992). Ketiga Subjek yaitu Subjek 1 2 dan 4 banyak mendapatkan dukungan sosial dari orang lain di luar keluarga. Pada Subjek 2, dukungan terbesar diperoleh dari tetangga, rekan di gereja dan teman berdagang, Subjek 1 terutama mendapat dukungan sosial terbesar dari mantan majikannya ketika awal-awal tinggal sendirian, sementara pada Subjek 4, dukungan terbesar dari mantan pembantunya. Kurangnya dukungan keluarga yang dirasakan oleh Subjek telah menjadi pengalaman tersendiri bagi mereka sampai akhirnya mereka dapat menerima atau mengatasinya. 2. Kesepian Kesepian dirasakan oleh keempat Subjek. Masalah kesepian merupakan sesuatu yang umum dialami oleh para lanjut usia dan hal ini juga nampak pada keempat Subjek. Tidak dapat dipungkiri bahwa kesendirian yang dialami para lanjut usia dapat menimbulkan kesepian. Menurut Gubrium (dalam Santrock 2000) orang dewasa lanjut yang belum pernah menikah tampaknya memiliki kesulitan paling sedikit menghadapi kesepian di usia lanjut. Bagi individu yang sudah menikah dan anak-anak mulai meninggalkan rumah serta kehilangan pasangan, akan lebih merasakan kesepian terlebih mereka yang memutuskan tetap tinggal sendiri. Meski demikian, intensitas kesepian yang muncul pada keempatnya berbeda. Ada yang dengan intensitas sedang karena mereka lebih merasakan ketika awal-awal tinggal sendiri yaitu di malam hari seperti Subjek 1 dan 3 meski pada Subjek 3 juga terkadang merasakan sampai saat ini di malam hari . Pada Subjek 2 dan 4, intensitasnya kuat karena hal ini sangat dirasakan begitu kuat di malam hari sejak tinggal sendiri sampai saat ini. 3. Masalah Kesehatan Masalah kesehatan muncul pada keempat Subjek. Di usia yang semakin lanjut dan kondisi fisik yang semakin menurun, masalah yang berkaitan dengan kesehatan seperti tekanan darah tinggi, asam urat, rematik atau sekadar masuk angin serta berkurangnya kemampuan fisik merupakan hal yang biasa dialami.Hal ini sejalan dengna pendapat 35
Santrock (2000) yang mengungkapkan bahwa semakin tua, individu kemungkinan akan memiliki beberapa penyakit atau berada dalam kondisi sakit yang meningkat. Keadaan ini semakin menjadi masalah bagi Subjek yang tinggal sendiri karena bisanya mereka harus berusaha sendiri untuk mengatasinya ketika penyakitnya kambuh. Subjek 2 dan Subjek 3 yang usianya sudah 80 tahun lebih, keduanya secara fisik sudah sulit untuk dapat berjalan sempurna. Subjek 2 memerlukan tongkat untuk berjalan dan sering kambuh penyakit asam urat, rematik serta tekanan darah tinggi sementara Subjek 3 jika berjalan sudah tidak dapat lurus sehingga harus dibantu. Meski demikian, intensitasnya berbeda karena pada Subjek 2 yang intensitasnya kuat, masalah kesehatan sangat berpengaruh baginya dalam segala aspek seperti mempengaruhi pekerjaannya dan berkurangnya penghasilan sementara pada Subjek 3 yang banyak mendapat dukungan keluarga, masalah kesehatan menjadi tidak terlalu berpengaruh baginya sehingga intensitasnya lemah. Subjek 1 yang usianya relatif lebih muda, yaitu 60 tahunan, masalah kesehatan yang biasa muncul intensitasnya lemah seperti tidak enak badan atau masuk angin sementara pada Subjek 3 hal ini muncul dengan intensitas sedang karena agak mengganggunya terutama berkaitan dengan pekerjaannya yang agak terganggu jika dirinya sakit. 4. Ketakutan Menjadi Korban Kejahatan Ketakutan menjadi korban kejahatan dialami oleh Subjek 1 dan 2 yang semuanya perempuan. Subjek 1 muncul dengan intensitas lemah karena mengalami hanya di awal-awal tinggal sendiri ketika rumahnya sering disatroni pencuri sementara Subjek 2 sampai saat ini masih mengalaminya sehingga intensitasnya dirasakan kuat. Ketakutan menjadi korban kejahatan menurut Joseph (1997) pada lanjut usia yang tinggal sendiri lebih besar dibandingkan ketakutan terhadap menurunnya pendapatan, kesehatan dan perawatan rumah karena mereka merasa tidak ada orang yang siap menolong jika sewaktu-waktu mereka menjadi korban kejahatan. Hal ini sangat nampak pada Subjek 2 sehingga memicunya untuk terus berjaga-jaga dengan selalu mengunci pintu rapat-rapat setiap saat, bahkan mengganjalnya dengan batu-batuan agar sulit dibuka jika ada orang yang akan berbuat jahat masuk ke rumah. 5. Masalah Penghasilan 36
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
Masalah penghasilan dialami oleh Subjek 2 dan 4. Keadaan ini memicu mereka untuk tetap bekerja di usia yang sudah lanjut. Menurut Hurlock (1996) penurunan penghasilan hampir dialami semua individu yang memasuki masa lanjut usia sehingga mereka perlu menyesuaikan diri dengan berkurangnya pendapatan, namun demikian lebih lanjut dijelaskan Hurd dan Wise (1989) bahwa lebih dari 40% kemiskinan dialami lanjut usia yang menjanda dan tinggal sendiri. Sebenarnya , di usia yang sudah lanjut, tugas perkembangan untuk tetap bekerja sudah tidak menjadi tanggung jawab mereka yang memasuki usia pensiun. Namun demikian, karena tidak ada pensiun, tabungan dan dukungan dana dari pihak lain menyebabkan Subjek harus bekerja untuk sekadar tetap dapat bertahan hidup karena penghasilannya yang diperoleh juga terbatas. Pada Subjek 2 hal ini intensitasnya kuat karena sebenarnya kondisi fisiknya yang sudah sangat lemah membuatnya sering tidak dapat bekerja sehingga mempengaruhi penghasilannya sementara pada Subjek 4 intensitasnya lemah karena meski harus bekerja , Subjek masih lebih sehat dan kuat untuk bekerja. 6. Masalah Seksual Masalah seksual dialami oleh Subjek 4 dengan intensitas sedang. Dengan kondisi fisik yang relatif masih mampu melakukan aktivitas seksual, Subjek 4 mengalami masalah berkaitan dengan penyaluran dorongan seksualnya karena Subjek tidak memiliki pasangan hidup lagi setelah berpisah dengan istrinya. Menurut Kimmel (1990), pada laki-laki dewasa yang masih sehat sekalipun sudah lanjut kebutuhan ini wajar karena individu sebenarnya masih mampu melakukannya seperti yang terjadi pada Subjek 4. Ketika sudah tidak memiliki istri lagi, Subjek melampiaskannya dengan melakukan seks di luar nikah namun seiring dengan timbulnya kesadaran dirinya, Subjek dapat mengatasinya dengan melakukan ibadah shalat ketika keinginan tersebut muncul. Kesimpulan Dari pembahasan di atas, nampak jelas bahwa tinggal sendiri bagi lanjut usia, memiliki keuntungan dan juga konsekuensi atau masalah yang menyertainya. Walaupun tinggal sendiri masih jarang dipilih oleh para lanjut usia dibanding tinggal bersama keluarga, seperti yang diungkapkan oleh
37
Church,dkk (1988) tetapi tetap ada beberapa orang yang memilih untuk tinggal sendiri Dengan tetap tinggal sendiri di rumah, para lanjut usia dapat belajar untuk menemukan beberapa keuntungan seperti yang dialami oleh Subjek penelitian yaitu merasakan adanya kebebasan, lebih mandiri, terpenuhinya perasaan aging in place serta adanya relasi dengan tetangga yang terjaga dengan baik. Meski demikian, ada pula konsekuensi permasalahan yang menimpa para lanjut usia yang tinggal sendiri, meskipun tidak menutup kemungkinan hal ini juga dapat dialami oleh lanjut usia yang tinggal bersama dengan keluarga. Konsekuensi yang muncul berkaitan masalah kesepian, masalah penghasilan, ketakutan menjadi korban kejahatan serta masalah seksual, masalah penghasilan dan kurangnya dukungan sosial keluarga. Saran 1. Bagi Subjek Subjek penelitian dapat mengisi hari-harinya dengan memanfaatkan keuntungan yang disrasakan selama tinggal sendiri misalnya dengan tetap menjalin relasi dengan tetangga serta melakukan aktivitas lainnya dengan kemandirian dan kebebasan yang dimilikinya. 2. Bagi para lanjut usia Dari gambaran tersebut, dapat menjadi masukan bagi para lanjut usia yang memutuskan untuk tinggal sendiri bahwa ada berbagai keuntungan tetapi sekaligus juga resiko atau konsekuensi yang menyertainya. 3. Bagi masyarakat Masyarakat pada umumnya perlu lebih memperhatikan para lanjut usia terlebih bagi mereka yang tinggal sendiri dan berada di lingkungan. 4. Bagi peneliti selanjutnya Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah sampel pendidikan para Subjek yang hanya tingkat dasar-menengah. Untuk itu, bagi peneliti selanjutnya disarankan agar dapat mencari Subjek penelitian dengan tingkat pendidikan menengah ke atas.
Daftar Pustaka 38
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
Abiyoso. (1995). Usia Lanjut — Masalah Kita : Pemecahan Melalui Keluarga, Panti Wreda, Karang Wreda. Surabaya : Yayasan Gerontologi Abiyoso. Afida, N, Wahyuningsih, S dan Sukamto, M. E. (1997). Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi dengan Tingkat Depresi Pada Wanita Lanjut Usia di Panti Wredha. Jurnal Psikologi. Vol. VII-Nomor 30, Surabaya : Fakultas Psikologi Surabaya. Alsa, A. (2003). Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. American Association of Retired Persons. (1994). A profile of older Americans. Washington DC. Ardiningsih, U. (1993). Menikmati Hidup di Usia Senja. Semarang : Badan Koordinasi Kegiatan Kerja Sosial. Atchley, R. (1989). A continuity theory of normal aging. Gerontologist, Vol 29, hal 183 - 190. Belmont, CA : Wadsworth. Berk, L. (2000). Development Through the Lifespan. Boston : Allyn and Bacon Brown, I, Renwick, R, dan Nagler, M. (1996). Quality of Life in Health Promotion and Rehabilitation. Thousand Oak : Sage Publications Church, D.K, Siegel, M.A., dan Foster,C.D. (1988). Growing old in America. Wylie TX : Informations Aids. Clarke dan Neidert. (1992). Living arrangements of the elderly: An examination of differences according to ancestry and generation. Gerontologist, Vol 32 hal 796-804 Darmojo, B. (2002). Pertambahan Jumlah Lansia Indonesia Terpesat di Dunia. Kompas, 25 Maret 2002. Decker, D.L. (1980). Social Gerontology. Toronto : Little, Brown and Company. Deeken, A. (1986). Usia Lanjut. Jakarta : Kanisius. Erikson, E.H., Erikson. J.M., dan Kivnick H.Q. (1986). Vital involvement in old age. New York : W. W. Norton
Estes dan Linkins. (2000). Critical Perspectives on Health and Aging. D dalam 39
Handbook of Social Studies in Health and Medicine. Albrecht, Fitzpatrick, Scrimshaw (eds). London, California, New Delhi : Sage Publications ,Ltd Gonyea, dkk. (1990). Housing preferences of vulnerable elders in suburbia. Journal of Housing for the Elderly, Vol 7 hal 79 – 95. Gurung, Taylor dan Seyman. (1999). Successful Aging : The Perspectives from Mac Arthur Studies. Journal Psychology and Aging, Vol 21 hal 789-813 Hurlock, B. E. (1996), Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahasa oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta : Erlangga. Hurd and Wise. (1989). The wealth and poverty of widows. dalam DA Wise (ed).The economics of aging. Chicago : University of Chicago Press Joseph. (1997). Fear for crime among black elderly. Journal of Black Studies, Vol 27 hal 698-717 Kimmel, D. (1990). Adulthood and Aging. New York : John Wiley and Sons. Kramarow, E. Lenztner, H. Rooks, R. Weeks, J. dan Saydah, S. (1999). Health and aging chartbook from Health, United States. Hyattville. MD : National Center for Health Statistic. Kroll, W. dan Hawkins, D. (2001). Hidup Prima di Usia Senja. Alih bahasa oleh Setiadarma, Y.E. Yogyakarta : Yayasan Andi Mc. Dowell dan Newell. (1987). Measuring Health. New York : Oxford University Press. Monks, F.J, Knoers, A.M.P., dan Haditono, S.R. (1998). Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Moleong, L.J. (1991). Metodologi Penelitian Kulitatif. Bandung :PT Remaja Rosdakarya. Nasution. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Penerbit Tarsito. Neugarten dan Neugarten. (1987). The changing meaning s of age. Psychology Today. Vol 17 hal 29-33. Poerwandari, K. (1998). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi . 40
HUMANITAS Vol. 6 No.1 Januari 2009
Jakarta : LPSPPP UI. Santrock, W.J. (2002). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Erlangga. Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu. Satiadarma, M. (2006). Sindrom Sarang Hampa Ancaman bagi Manula dalam Bunga Rampai Psikologi Perkembangan : dari Anak sampai Usia Lanjut. Jakarta : BPK Gunung Mulia Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan : Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta : Kanisius Steinbach, U. (1992). Social network, institutionalization and mortality among elderly people in the United States. Journal of the Gerontology : Social Sciences, Vol 47 hal 183-190. Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta. Sukmono, M.S. Djohan. R, T. dan Ellyawati. R. (2000). Keterkaitan Antara Kemampuan Menjalin Hubungan Interpersonal Dengan Penghayatan Hidup Secara Bermakna. Jurnal Psikologi Fenomena. Voll 8 Hal 27 – 34. Setiabudhi, T dan Hardywinoto. (1999). Panduan Gerontologi, Tinjauan dari Berbagai Aspek, Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta : Gramedia. Valentin. M. H SSND. (1995). Menapaki Usia Lanjut di Dalam Tuhan. Alih bahasa oleh Rudy Latif. Jakarta : Obor. World Health Organization. (1993). Quality of Life. New York : PBB.
41