PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN IBU TERHADAP STATUS IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI USIA 0-11 BULAN DI DESA SURUHKALANG KECAMATAN TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR Ana Wigunantiningsih Dosen AKBID Mitra Husada Karanganyar Jl Achmad Yani No.167. Papahan, Tasikmadu, Karanganyar Email :
[email protected] ABSTRAK Cakupan imunisasi dasar lengkap pada anak di Indonesia tahun 2007 hanya sebesar 46,2% (Rikesdas, 2007). Cakupan imunisasi di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2008 sebanyak 97,3%. Tetapi prosentase desa atau kelurahan UCI mengalami penurunan dibanding tahun 2007. Hasil studi pendahuluan di desa Suruhkalang Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar diketahui bahwa ada sebagian kecil ibu–ibu yang menolak untuk mengimunisasikan bayinya dikarenakan adanya pengaruh kepercayaan yang dianut dan minimnya pengetahuan tentang imunisasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan ibu terhadap status imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-11 bulan di Desa Suruhkalang Kecamatan Tasikmadu. Metode penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner tertutup yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Subjek penelitian yaitu ibu yang mempunyai bayi usia 0-11 bulan sejumlah 63 responden. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2009 dengan teknik analisa data menggunakan chi-square. Hasil penelitian didapatkan tingkat pengetahuan ibu pada kategori kurang sebanyak 28 responden (44,4%), cukup sebanyak 23 responden (36,5%) dan baik sebanyak 12 responden (19,0%). Sedangkan status imunisasi bayi pada kategori tidak lengkap sebanyak 33 responden (52,4%) dan lengkap sebanyak 30 responden (47,6%). Harga X2hitung sebesar 41,355 dengan ρ lebih kecil dari taraf kesalahan α (0,000 < 0,05) dengan koefesien korelasi sebesar 0,630. Simpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan dengan stastus imunisasi dasar pada bayi usia 0-11 bulan.
Kata Kunci : Tingkat pengetahuan, Imunisasi Dasar pada Bayi 0-11Bulan
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
85
PENDAHULUAN Latar Belakang Data Rikesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa tidak terjadi penurunan proposri penyakit menular yang sifnifikan dibanding dengan periode tahun sebelumnya yaitu tahun 1995-2001. Beban pemerintah akan peningkatan kesehatan menjadi ganda karena ancaman penyakit menular yang masih tinggi disamping juga terjadinya peningkatan proporsi penyakit tidak menular. (Rikesdas, 2007) Salah satu upaya pencegahan penyakit menular adalah melalui upaya pengebalan (imunisasi). Tujuan utama imunisasi untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanakkanak. (Nining, 2009) Untuk menilai status imunisasi bagi bayi, biasanya dilihat dari cakupan imunisasi campak, karena imunisasi campak merupakan imunisasi terakhir yang diberikan pada bayi dengan harapan imunisasi sebelumnya sudah diberikan dengan lengkap. (Depkes, 2009) Cakupan imunisasi dasar lengkap pada anak di Indonesia tahun 2007 hanya sebesar 46,2% hampir sama dengan yang tidak lengkap yaitu 45,3%. Hal ini menunjukkan upaya MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
pencegahan penyakit belum mendapat perhatian serius. Karena itu, perlu komitmen bersama untuk menggalakkan kembali kampanye imunisasi bagi bayi dan anak balita. (Rikedas, 2007) Keberhasilan program Imunisasi di Indonesia di pengaruhi oleh peran dan pengetahuan ibu. Pengetahuan ibu tentang imunisasi dipengaruhi oleh bernagai faktor diantaranya pendidikan, informasi, social budaya,/ekonomi, lingkungan, pengalaman dan usia. Dimana tingkat pengetahuan ibu dipengaruhi oleh kepatuhan dalam pemberian imunisasi dasar lengkap pada anak, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasi pada bayi. (Mardiansyah, 2008) Cakupan imunisasi di Propinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar BCG (95,7%), Polio 3 (83,6%), DPT 3 (79,1%), HB 3 (77,7%) dan campak (89,1%). (Riskesdas, 2007) Sedangkan untuk cakupan iminisasi di Kabupaten Karanganyar yang drop out mengalami penurunan. Angka drop out imunisasi dasar dilihat dari cakupan imunisasi DPT 1 dikurangi imunisasi campak. (Dinkes Kabupaten Karanganyar, 2009) Cakupan imunisasi tahun 2008 di Kabupaten Karanganyar sebanyak 97,3%, sedangkan untuk daerah di Kabupaten Karanganyar yang cakupannya tertinggi di Puskesmas Jaten dan cakupan terendah di Pukesmas Karanganyar. Sedangkan cakupan imunisasi di kecamatan Tasikmadu tahun 2008 sebesar BCG (97,1%) , DPT HB 1 (96,6%), DPT HB 3 (95,3%) dan campak (96%). Tetapi prosentase desa atau kelurahan UCI mengalami penurunan dibanding tahun 2007. Hal ini disebabkan antara lain 86
oleh adanya penolakan terhadap imunisasi di masyarakat oleh kelompok tertentu karena paham agama/keyakinan. (Dinkes Kabupaten Karanganyar, 2009) Hasil studi pendahuluan di desa Suruhkalang Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar diketahui bahwa ada sebagian kecil ibu–ibu yang menolak untuk mengimunisasikan bayinya dikarenakan adanya pengaruh kepercayaan yang dianut dan prinsip masing-masimg individu. Selain itu juga kurangnya pengetahuan tentang imunisasi disebabkan minimnya penyuluhan tentang imunisasi. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa rata-rata ibu yang melakukan imunisasi karena imunisasi dapat menyehatkan bayi bahkan ada yang mengimunisasikan anaknya karena dorongan tetangga bukan karena kesadaran sendiri dari ibu. Berdasarkan hasil survey didapatkan bahwa jumlah bayi usia 0 - 11 bulan di desa Suruhkalang sebanyak 75 bayi. Berdasarkan data diatas dan dikarenakan sebelumnya belum pernah dilakukan suatu penelitian mengenai status imunisasi di desa Suruhkalang kecamatan Tasikmadu maka peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Status Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi Usia 0-11 Bulan Di Desa Suruhkalang Kecamatan Tasikmadu, Karanganyar.” BAHAN DAN METODE A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Faktor pengetahuan memegang peran penting dalam pemberian status imunisasi dasar, karena pengetahuan mendorong kemauan dan kemampuan MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
masyarakat. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan maka mereka tidak akan berperilaku sesuai dengan nilai kesehatan (Eko dan Hesty, 2009). Tidak tercapainya target imunisasi hingga mencangkup semua bayi di beberapa daerah antara lain disebabkan pemahaman masyarakat yang masih terbatas bahkan keliru terhadap imunisasi (Soepardan, 2007). Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain. Pengalaman adalah guru terbaik, merupakan sumber pengetahuan atau cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan kepercayaan diri atau sikap setiap hari sehingga dapat diketahui bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang. b. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, menurut Notoatmodjo (2005) mempunyai enam tingkatan yaitu: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik 87
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh: Seorang ibu mampu menyebutkan imunisasi dasar lengkap. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Contoh: Ibu yang mengetahui bahwa anaknya belum mendapat imunisasi dasar lengkap mampu untuk memahami dan merencanakan apa yang harus dilakukan agar anaknya mendapatkan imunisasi dasar lengkap. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Contoh: Seorang ibu yang anaknya belum mendapat lima imunisasi dasar lengkap mempunyai rencana dan mengaplikasikan atau melaksanakan imunisasi dasar lengkap pada anaknya. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Contoh: Seorang ibu dengan anaknya yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap oleh tenaga kesehatan dianjurkan untuk mengimunisasikan anaknya, MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
maka ibu tersebut dapat menganalisis dampak dan kegunaan imunisasi. 5) Sintesis (Synthesis) Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Contoh: Seorang ibu dengan selektif mampu untuk merencanakan dan dapat menyesuaikan kondisi anak untuk mendapatkan imunisasi. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek (Notoatmodjo, 2005). Contoh: Dapat membandingkan antara anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap dengan tidak lengkap berhubungan dengan daya tahan tubuh anak. 2. Konsep perilaku a. Pengertian Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. (Eko dan Hesty, 2009). Bentuk Perilaku dilihat dari respon terhadap stimulus, maka perilaku dibedakan menjadi 2 yakni: 1) Perilaku tertutup (lovert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (lovert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan 88
2)
b.
1)
2)
belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Seorang ibu tahu manfaat imunisasi dasar lengkap untuk anaknya. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata/terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Misalnya: seorang ibu membawa anaknya ke posyandu untuk diimunisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Lawrence Green dalam buku pendidikan dan perilaku kesehatan oleh Notoatmodjo perilaku seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor antara lain, faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor pendorong. Faktor predisposisi (predisposing factor) Yaitu faktor yang dapat mempermudah/mempresdisposisik an perilaku pada diri seseorang/masyarakat diantaranya pengetahuan, sikap masyarakat terhadap apa yang akan dilakukan, kepercayaan, tradisi, sistem, nilai dari masyarakat sebagai pemudah orang dalam berperilaku. Faktor Pendukung (enambling factor) Fasilitas sarana dan transportasi yang mendukung/ yang memfasilitasi terjadinya perilaku masyarakat. Misalnya terjadi perilaku untuk melakukan imunisasi dasar lengkap maka dibutuhkan adanya dokter, bidan, posyandu, polendes, dan puskesmas.
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
3) Faktor pendorong (reinforcing factor) Faktor-faktor ini meliputi sikap petugas kesehatan dan tokoh masyarakat atau Kader. Petugas Kesehatan memberikan informasi atau penyuluhan yang tepat serta mensosialisasikan pemberian imunisasi dasar, untuk meningkatkan pengetahuan ibu, karena pengetahuan di pengaruhi faktor predisposisi yaitu informasi. (Notoatmodjo, 2007) 3. Imunisasi dasar Lengkap a. Pengertian status imunisasi dasar lengkap Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif. Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terkena antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. (Ranuh, 2008) b. Status imunisasi dasar lengkap Menurut kamus bahasa Indonesia kelengkapan berasal dari kata lengkap yang artinya tidak ada kekurangan. (Ahmad, 2006) Imunisasi dasar adalah imunisasi dengan program pemerintah, anakanak wajib mendapat imunisasi terhadap tujuh macam penyakit TBC, difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis) polio, campak (Measles, morbili) dan hepatitis B (Ranuh, 2008). Kelengkapan dalam memberikan imunisasi terhadap penyakit TBC, difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis) polio, campak (measles, morbili), dan hepatitis B dengan tidak ada kekurangannya (Raditya, 2009). 89
Jenis vaksin yang digunakan dalam mencapai kelengkapan imunisasi adalah Vaksin BCG, Vaksin DPT/HB, Vaksin Hepatitis B (Uniject-HB), Vaksin Polio, dan Vaksin Campak. Pelayanan imunisasi dilaksanakan di unit-unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas, puskesmas pembantu, poskesdes, posyandu, RS, rumah bersalin dan dokter praktek swasta/bidan praktek swasta. (Depkes RI. 2009) a. Manfaat imunisasi dasar lengkap Usia anak-anak merupakan masa rawan terserang penyakit karena daya tahan tubuhnya belum kuat. Dengan pemberian imunisasi dasar secara lengkap terjadinya penyakit terhadap bayi bisa dihindari, itulah salah satu manfaat dari imunisasi. Selain itu ada beberapa manfaat imunisasi yang lain yaitu : 1) Dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian. 2) Upaya pencegahan yang sangat efektif terhadap timbulnya penyakit. 3) Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada diri seseorang atau sekelompok masyarakat. 4) Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian. 5) Untuk memberikan kekebalan pada bayi mencegah penyakit dan kematian bayi. 6) Untuk meningkatkan derajat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
b. Macam-macam imunisasi dasar lengkap 1) Vaksin Hepatitis B (UnijectHB) Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infecious, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. (Depkes RI, 2009) a) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B. b) Cara pemberian dan dosis Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 mL atau 1 buah HB PID (Prefilled Injection device) pemberian suntikan secara intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.Imunisasi HB harus segera diberikan setelah lahir atau sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir paling lambat sampai usia 7 hari. c) Efek samping Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. (Depkes RI, 2009) d) Kontra indikasi Jangan diberikan pada bayi dengan berat saat lahir dibawah <2000 gram, bayi dengan gangguan asfikisia. (Depkes RI, 2009) e) Cara Penyimpanan Uniject-HB di propinsi disimpan dalam kamar pendingin, di kabupaten/kota maupun di puskesmas disimpan dalam lemari es dengan suhu 20- 80C seperti 90
vaskin HB dalam vial sedangkan dirumah bidan/pustu boleh disimpan dalam suhu udara biasa atau pada suhu kamar sampai (Vaccine Vial Monitor VVM) berubah. Uniject perlu dilindungi dari sinar matahari langsung karena (Vaccine Vial Monitor VVM) juga akan cepat berubah warna bila terkena sinar matahari. (Depkes RI, 2009) 2) Vaksin BCG (bacillus calmette guerine) a) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosa (disebut juga batuk darah).Penyakit ini menyebar melalui pernafasan lewat bersin atau batuk.Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam, dan keluar keringat pada malam hari. (Depkes RI, 2009) Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan (mungkin) batuk darah. Gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Tuberkulosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian. b) Cara pemberian dan dosis. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu, dengan menggunakan alat suntik steril 5 ml, dosis pemberian: 0,05 ml sebanyak 1 kali. Disuntikkan secara intrakutan didaerah lengan kanan atas (insertion musculus deltoideus) dengan menggunakan Auto Disposable Syiringe 0,05 ml, dan vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam. MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
c) Kontra indikasi Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti, eksim, furunkulosis dan mereka yang sedang menderita TBC. d) Efek samping Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam setelah 1-2 mgg akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka, luka tidak perlu pengobatan akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam.Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya. (Depkes RI, 2009) e) Cara penyimpanan Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari harus disimpan pada suhu 2-80C, tidak boleh beku vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8 jam. f) Jadwal pemberian imunisasi BCG. Imunisasi BCG diberikan pada umur <2 bulan sebaiknya pada anak dengan uji Mantaoux (tuber kulin) negatif (Ranuh, 2008). 3) Vaksin DPT/HB Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infections. (Depkes RI, 2009) 91
a) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis, dan hepatitis. Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri coryne bacterium diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernafasan. (Depkes RI, 2009) Gejala awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput kebirubiruan pada tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernafasan yang berakibat kematian. (Depkes RI, 2009) Pertusis juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis. Penyebaran pertusis adalah melalui percikan ludah (droplet infection) yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala penyakit adalah pilek, mata merah, bersin, demam, dan batuk ringan yang lama-kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah pneumonia bacterialis yang dapat menyebabkan kematian Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh clostridium tetani yang menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk kedalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. Bayi MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
terdapat juga gejala berhenti menetek (sucking) antara 3 sampai dengan 28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang di sebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati, penularan penyakit adalah secara horizontal yaitu dari darah dan produknya, melalui suntikan yang tidak aman melalui tranfusi darah dan melalui hubungan seksual sedangkan penularan secara vertikal yaitu dari ibu ke bayi selama proses persalinan. Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urin menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan pengerasan hati, kanker hati dan menimbulkan kematian. (Depkes RI, 2009) b) Cara pemberian dan dosis: Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 – 8 minggu, interval terbaik 8 minggu (Depkes RI, 2009) c) Kontra indikasi Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan 92
kontraindikasi pertusis.Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT. Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang. (Depkes RI, 2009) d) Efek samping Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas, demam, pembengkakan atau kemerahan pada tempat penyuntikan. Kadangkadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi. Iritabilitas dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah Imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. (Depkes RI, 2009) e) Cara penyimpanan Vaksin disimpan dalam suhu + 0 2 s/d 80C. Vaksin DPT-HB dapat digunakan kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka. 4) Vaksin polio (Oral Polio Vaccine = OPV) Vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio invalent yang terdiri dari suspensi poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biarkan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa. (Depkes RI, 2009) a) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis poliomyelitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan yaitu virus MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
polio tipe 1, 2, dan 3.secara klinis penyakit polio adalah anak dibawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi.Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi karena kelumpuhan otot-otot pernafasan terinfeksi dan tidak segara ditangani. (Depkes RI, 2009) b) Cara pemberian dan dosis Polio 1 diberikan saat bayi lahir untuk imunisasi dasar (polio 2, 3, 4) diberikan pada umur 2, 4 dan 6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu. (Depkes RI, 2009) c) Kontra indikasi Pada individu yang menderita “immune deficiency” tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. (Depkes RI, 2009) d) Efek samping Menurut WHO pada umumnya imunisasi polio tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi. (Depkes RI, 2009) e) Cara penyimpanan Vaksin polio oral (OPV) dapat disimpan beku pada temperatur 20C. Vaksin yang beku dapat dicairkan dengan cara di tempatkan antara telapak tangan dan digulir-gulirkan dijaga warna 93
tidak berubah yang merah muda sampai orange muda (sebagai indikator pH). Bila keadaan tersebut dapat terpenuhi, maka sisa vaksin telah terpenuhi dapat dibekukan lagi, kemudian dapat dipakai lagi sampai warna berubah dengan catatan dan tanggal kadaluarsa harus selalu diperhatikan. (Ranuh, 2008) 5) Vaksin campak Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak yaitu vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe edmonston B) sedangkan, Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium). Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan 0,5 ml. Pemberian yang dianjurkan secara subkutan, walaupun demikian dapat diberikan secara intramuscular. (Ranuh, 2008) a) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus viri dae measles. Disebabkan melalui udara (percikan ludah/sewaktu bersin atau batuk dari penderita. Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjungtivitis (mata merah) selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ketubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
telinga dan infeksi saluran napas (pneumonia). (Depkes RI, 2009) b) Cara pemberian dan dosis Sebelum disuntikan vaksin campak terlebih dahulu harus di larutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Pemberian diberikan pada umur 9 bulan secara sub kutan walaupun demikian dapat diberikan secara intramuscular. (Ranuh, 2008) c) Kontra indikasi Individu yang mengidam penyakit immune defiuency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukimia, imformasi. Efek samping hingga 15% dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi. (Depkes RI, 2009) d) Cara penyimpanan Vaksin disimpan pada suhu 0 0 C sampai 80C. (Ranuh, 2008) c. Faktor-faktor yang mempengaruhi status imunisasi Tanggung jawab keluarga terutama para ibu terhadap imunisasi bayi atau balita sangat memegang peranan penting sehingga akan diperoleh suatu manfaat terhadap keberhasilan imunisasi serta peningkatan kesehatan anak. Status imunisasi pada bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: 1) Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam atau di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses 94
belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cendrung mendapatkan informasi, baik dari informasi maupun media massa. Semakin banyak informasi yang masuk maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana seseorang dengan pendidikan yang tinggi, maka orang tersebut akan luas pula pengetahuannya. Namun ditekankan pula seseorang yang berpendidikan rendah belum tentu berpengetahuan rendah pula. 2) Informasi/media Massa Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasikan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, sebagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dll mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, Media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
kognitif baru bagi terbantuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. 3) Sosial Budaya dan Ekonomi Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk . Dengan demikian seseorang akan bartambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, Sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. 4) Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan didalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya reaksi timbal balikataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. 5) Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberi pengetahuan dan ketrampilan profesional serta pengalama belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manivestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari 95
masalah nyata dalam bidang kerjanya. 6) Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. (Hendra, 2009) Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a) Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. b) Interest, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus. c) Evaluation (menimbangnimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. 7) Sikap MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
Sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap stimulus ataupun obyek tertentu (Sunaryo, 2004). Faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisikan terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat adalah sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan. Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan yang salah satunya mencakup sikap terhadap pencegahan penyakit menular (Notoatmodjo, 2003). 8) Dukungan Keluarga Keberhasilan program imunisasi di masyarakat berkaitan dengan dukungan dari kelompok masyarakat, salah satunya adalah keluarga tanggung jawab keluarga dalam imunisasi pada bayi sangat memegang peranan penting sehingga akan diperoleh suatu manfaat terhadap keberhasilan imunisasi serta peningkatan kesehatan anak. Dengan adanya dukungan keluarga mendorong kemauan dan kemampuan yang ditujukan terutama kepada para ibu sebagai anggota masyarakat untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan. Semua aktifitas yang dilakukan para ibu seperti dalam pelaksanaan imunisasi pada bayi tidak lain adalah hasil yang diperoleh dari dukungan keluarga, baik dari suami maupun anggota keluarga lainnya. Dukungan keluarga merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam membuat 96
keputusan dengan lebih tepat (Sulistiadi, 2000). 9) Kepercayaan Kepercayaan terhadap baik buruknya nilai kesehatan didasarkan atas penilaiannya pada kemanfaatan yang dirasakan dari segi emosi/kejiwaan, sosial, serta hambatan-hambatan yang dirasakan (Eko dan Hesty, 2009). Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi (Muhammad, 2002). Setelah imunisasi kadang-kadang timbul kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) seperti demam ringan sampai tinggi, bengkak, kemerahan, agak rewel. Itu adalah reaksi yang umum terjadi setelah imunisasi. Umumnya akan hilang dalam 3 – 4 hari, walaupun kadang-kadang ada yang berlangsung lama (Soedjatmiko, 2009). Imunisasi merupakan upaya medis untuk mencegah terjadinya suatu penyakit. Agama Islam imunisasi syah menurut hukum sehingga masyarakat tidak ragu untuk melakukan imunisasi sepanjang materi atau bahan yang digunakan berupa unsur yang haram (Muhammad, 2002). Orang tua juga harus mengetahui bahwa pemberian imunisasi aman bagi anak, bahkan saat anak sedang sakit ringan, mempunyai cacat fisik/mental atau mengalami mal nutrisi (Soedjatmiko, 2009). Faktor pengetahuan memegang peranan penting dalam pemberian status imunisasi dasar, karena MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
pengetahuan mendorong kemauan dan kemampuan masyarakat. (Notoatmodjo, 2003) Menurut Ramli (2007) bahwa status imunisasi dipengaruhi oleh faktor pengetahuan ibu tentang imunisasi, jumlah anak dan balita, kepuasan ibu terhadap pelayanan petugas kesehatan, keterlibatan pamong dalam memotivasi ibu dan faktor jarak rumah ke tempat pelayanan imunisasi. B. METODE Metode penelitian yang digunakan adalah observasi analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di Desa Suruhkalang Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, pada bulan Desember 2009. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 0 - 11 bulan yang berada di Desa Suruhkalang Kecamatan Tasikmadu sejumlah 75 ibu. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah “simple random sampling” dengan besar sampel 63 responden. Tingkat pengetahuan ibu mengenai status imunisasi dasar lengkap, diukur dengan menggunakan tes terstruktur,yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih jawaban. Sedangkan status imunisasi pada bayi usia 0 11 bulan dinilai secara retrospektif dengan menggunakan KMS. Uji validitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan rumus product moment sebagai berikut:
97
Rxy
N xy ( x )( y )
[( N x 2 ( x 2 ) ( y 2 )
Diperoleh bahwa dari 35 item pertanyaan instrumen terdapat 5 item soal yang tidak valid (memiliki rxy lebih kecil dari rtabel, adapun rtabel untuk pengujian dengan taraf signifikan 5% dan jumlah sampel 30 adalah sebesar 0,361) yaitu item soal nomor 8, 17, 23, 26 dan 32. Dan uji reliabilitas dihitung dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,871 sehingga dapat disimpulkan bahwa tes yang digunakan reliabel. Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS (Software statistical Program Social Science) versi 15 For Windows, dengan langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Analisis Univariat Menganalisis tiap-tiap variabel penelitian yang ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2006). Variabel yang dianalisis secara univariat dalam penelitian ini adalah variabel tingkat pengetahuan dan variabel status imunisasi pada bayi usia 0 - 11 bulan. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi bivariat untuk dua variabel kategorik yaitu uji statistik nonparametrik Chi-Square (2) dengan rumus : MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
K
fo fh 2
i 1
fh
2
dimana: fo f yang diobservasi fh f yang diharapkan Dengan ketentuan bahwa jika harga chi-square2hitung lebih kecil dari 2tabel (2hitung<2tabel) dengan taraf signifikansi 5% atau 0,05, maka H0diterima dan Ha ditolak, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Sedangkan apabila 2hitung lebih besar atau sama dengan 2tabel (2hitung ≥ 2tabel) maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel. (Arikunto, 2006) HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2009 dengan responden ibuibu di Desa Suruhkalang Tasikmadu yang memiliki bayi usia 0-11 bulan sejumlah 63 responden. Didapatkan hasil sebagai berikut: A. Analisa Univariat Analisis univariat dalam penelitian ini digunakan untuk mendiskripsikan karakteristik responden, variabel tingkat pengetahuan dan variabel status imunisasi pada bayi usia 0 - 11 bulan. 1. Usia Bayi Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Usia Bayi Usia Balita
Absolut
8 s/d 11 Bulan 4 s/d 7 Bulan 0 s/d 3 Bulan Jumlah
2 11 50 63
Sumber: data Desember 2009
Proporsi (%) 3,2 17,5 79,4 100
primer,
98
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas diketahui bahwa usia bayi 0 s/d 3 bulan sebanyak 50 responden atau 79,4%, 4 s/d 7 bulan sebanyak 11 responden atau 17,5% dan 8 s/d 11 bulan sebanyak 2 responden atau 3,2%. Sehingga didapat sebagian besar responden memiliki balita dengan usia antara 0 s/d 3 bulan, yaitu sebanyak 50 responden atau 79,4%. 2. Tingkat Pengetahuan Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Lengkap Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah
Absolut 12 23 28 63
Proporsi (%) 19,0 36,5 44,4 100
Sumber: data primer, Desember 2009 Berdasarkan Tabel 4.2 di atas diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu pada kategori kurang sebanyak 28 responden atau 44,4%, cukup sebanyak 23 responden atau 36,5% dan baik sebanyak 12 responden atau 19,0%. Sehingga didapat sebagian besar responden dengan tingkat pengetahuan pada kategori kurang, yaitu sebanyak 28 responden atau 44,4%.
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
3. Status Imunisasi Tabel 4.3 Distribusi Status Imunisasi Status Imunisasi
Absolut
Lengkap Tidak lengkap Jumlah
30 33 63
Frekuensi Propo rsi (%) 47,6 52,4 100
Sumber: data primer Desember, 2009 Berdasarkan Tabel 4.3 di atas diketahui bahwa status imunisasi pada kategori tidak lengkap sebanyak 33 responden atau 52,4% dan lengkap sebanyak 30 responden atau 47,6%. Sehingga didapat sebagian besar responden dengan status imunisasi pada kategori tidak lengkap, yaitu sebanyak 33 responden atau 52,4%. B. Analisis Bivariat Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar lengkap dengan status imunisasi pada bayi di Desa Suruhkalang Kecamatan Tasikmadu Karanganyar digunakan alat analisis chi square (2). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis chi square (2) di atas diperoleh nilai 2hitung sebesar 41,355 dengan pvalue = 0,000 < 0,05; sehingga Ho ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar lengkap dengan status imunisasi pada bayi 99
di Desa Suruhkalang Kecamatan Tasikmadu. Derajat atau kekuatan hubungan antara kedua variabel dapat diketahui berdasarkan angka koefisien korelasi contingency yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: C
2 n 2
41,355 63 41,355 C = 0,630 Adapun dengan pedoman untuk interpretasi terhadap koefisien korelasi menggunakan teori Sugiyono (2007), nilai koefisien korelasi 0,600–0,790 dikatakan kategori tinggi, sehingga hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar lengkap dengan status imunisasi pada bayi usia 0 - 11 bulan di Desa Suruhkalang Kecamatan Tasikmadu yang mempunyai nilai koefisien korelasi contingency sebesar 0,630 termasuk dalam kategori tinggi. Pembahasan Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis chi square (2) di atas diperoleh nilai 2hitung sebesar 41,355 dengan pvalue = 0,000 < 0,05; sehingga Ho ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar lengkap dengan status imunisasi pada bayi usia 0 - 11 bulan di Desa Suruhkalang Kecamatan Tasikmadu. Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku baru C
MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. (Eko dan Hesty, 2009). Menurut Lawrence Green dalam buku pendidikan dan perilaku kesehatan seperti dikutip oleh Notoatmodjo (2007) perilaku seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor antara lain, faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor pendorong. Salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku adalah pengetahuan. Selain faktor yang lain seperti sikap masyarakat terhadap apa yang akan dilakukan, kepercayaan, tradisi, sistem, nilai dari masyarakat sebagai pemudah orang dalam berperilaku. Hal ini berarti seseorang yang mempunyai pengetahuan baik akan menunjukkan sikap yang baik dan sebaliknya seseorang yang pengetahuannya kurang akan menunjukkan sikap yang negatif. Dalam perilaku imunisasi maka ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang komunikasi akan memiliki dorongan untuk melakukan imunisasi terhadap anakknya dengan lebih baik karena mereka tahu pentingnya imunisasi bagi anak dan bahayanya jika tidak melakuan imunisasi. Hal ini akan menyebabkan status pemberian imunisasi anaknya baik (lengkap). Demikian sebaliknya ibu dengan pengetahuan kurang akan berperilaku negatif dalam hal pemberian imunisasi ibu akan mengimunisasikan anaknya dengan tidak tepat. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui panca indera yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh banyak hal yaitu pendidikan, pengalaman, sosial ekonomi, tersedianya informasi dan 100
juga dipengaruhi oleh adanya minat individu dalam memperoleh pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sesuai dengan pendapat Eko dan Hesti (2009) bahwa kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan maka mereka tidak berperilaku sesuai dengan nilai kesehatan. Hal ini senada juga diungkapkan Muchtar (2009) tidak tercapainya target imunisasi hingga mecangkup semua bayi di beberapa daerah disebabkan pemahaman masyarakat yang masih terbatas bahkan keliru terhadap imunisasi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang mempunyai pengetahuan cukup status imunisasi anaknya lengkap, serta ibu dengan tingkat pengetahuan kurang ada sebagian kecil yang status imunisasi anaknya lengkap. Hal ini disebabkan karena perilaku seseorag bukan hanya dipengaruhi oleh faktor pengatahuan tetapi juga oleh faktor yang lain. Sesuai pendapat Lawrence Green dalam buku pendidikan dan perilaku kesehatan seperti dikutip oleh Notoatmodjo (2007) perilaku seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor antara lain, faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor pendorong. Pengetahuan adalah salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku manusia disamping faktor lain seperti sikap masyarakat terhadap apa yang akan dilakukan, kepercayaan, tradisi, sistem, nilai dari masyarakat sebagai pemudah orang dalam berperilaku. Perilaku juga MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
dipengaruhi oleh faktor pendukung dalm hal ini adalah tersedianya fasilitas kesehatan dan faktor pendorong (peran kader atau petugas kesehatan dalam menggerakkan imunisasi). SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan status imunisasi pada bayi usia 0-11 bulan di Desa Suruhkalang Kecamatan Tasikmadu yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,000 < 0,05. Keeratan hubungan berada dalam kategori tinggi, dengan nilai koefisien korelasi contingency sebesar 0,630. B. Saran Bagi Ibu diharapkan untuk mencari pengetahuan tentang imunisasi agar status imunisasi bayinya menjadi lebih baik. Bagi Pelayanan Kesehatan diharapkan lebih intensif dalam memberikan informasi atau penyuluhan serta mensosiolisasikan pemberian imunisasi dasar secara lengkap khususnya tentang manfaat dan tujuan dari imunisasi sehingga dapat mendorong ibu-ibu untuk mengimunisasikan anaknya. DAFTAR PUSTAKA Ahmad. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Cetakan I. Jakarta. Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Eko & Hesty. 2009. Psikologi Ibu dan Anak. Cet. IV. Jakarta: Fitramaya.
101
Depkes RI. 2009. Imunisasi Dasar Bagi Pelaksana Imunisasi Di UPK Swasta.Jakarta. Depkes RI. 2009. Pedomam imunisasi di indonesia. Jakarta Dinkes Kabupaten Karanganyar, 2009 . Profil Kesehatan Kabupaten KaranganyarTahun 2008. Karanganyar Hendra. 2009. “Pengetahuan FaktorFaktor yang Mempengaruhi”. http://forbetter healt.wordpress.com/2009/04/ 19/pengetahuan-dan-faktorfaktor-yang-mempengaruhi/ Diakses tanggal 4 Oktober 2009 Mardiansyah. 2008. ”Kepatuhan Pemberian Imunisasi”. Diakses tanggal 18 Juni 2009. Nining, 2009. Materi Imunisasi. http://nersfighter.blogspot.com/2009/03/ materi-imunisasi.html
Raditya.
2009. ”Ayo Lengkapi Imunisasi”. http://kesehatan.kompas.com/r ead/2009/ 09/08/09532672/Ayo.Lengkap i. Imunisasi. Di Akses tanggal 4 Oktober 2009.
Rikesdas, 2007. Hasil Riset Kesehatan dasar Tahun 2007. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Ranuh. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Riwidikdo.2008. Statistik Kesehatan. Jogjakarta : Mitra Cendikia. Soedjatmiko. 2008. Imunisasi Penting untuk Mencegah Penyakit Berbahaya. http://www.yayasankesejahter aananakindonesia.htm. Soepardan. 2007. Konsep Kebidanan. Cet. 1. jakarta: EGC.
Notoatmodjo S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.
Notoatmodjo S, 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Cet. 1. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Taufiqurahman. 2004. Pengantar Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta: LPP dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS.
Nursalam. 2003. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep Dan Praktek. Salemba Medika, Jakarta MATERNAL VOLUME 2 EDISI APRIL 2010
102