DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting
Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 1-15 ISSN (Online): 2337-3806
PENGARUH KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DAN KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS TERHADAP PENGUNGKAPAN MANAJEMEN RISIKO (Studi empiris pada laporan tahunan perusahaan-perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di BEI tahun 2012) Amalia Ratna Kusumaningrum Anis Chariri Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedharto SH Tembalang, Semarang 50239, Phone: +622476486851
ABSTRACT Along with the development of the company and the business environment investors are more careful to put the investment in the company to prioritize disclosures in the financial statements. One of the important information that is of particular concern for investors is the non-financial segment of the annual report (Amran et al., 2009). This research purpose to get emprical proof about the factors which influential risk disclosure in the risk management report that is, institutional investors, independent commissioner, commissioner’s education background and commissioner’s experience on the risk management disclosure.This research use purposive sampling in carry out sample selection. Total population in this study were 387 non-financial firms and the samples used in this research were 77 non-financial companies in 2012. Agency theory and resource dependence theory is used to explain connection inter variable. Act of risk disclosure in this research use content analysis based on the identification of setences act of risk disclosure in the annual report. Statistic method is use for examine hypothesis is bifilar regression. The test results shows that the risk management disclosure level in Indonesia is relatively high. This study provides evidence that institutional investors play a more effective role in monitoring the company's risk management disclosure compared to the board of directors. The results also show that commissioner’s education background and commissioner’s experience are attributes associated with risk managemen disclosure. Keywords : Corporate Governance, Institutional Investors, Board of Directors, Risk Management Disclosure PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan perusahaan dan lingkungan bisnis investor lebih berhati-hati dalam menempatkan investasi di dalam perusahaan sehingga lebih memprioritaskan pengungkapan pada laporan keuangan. Salah satu informasi penting yang menjadi perhatian khusus bagi investor adalah segmen non-keuangan dari laporan tahunan (Amran et al., 2009), terutama pada corporate governance. Informasi yang berkaitan dengan corporate governance seperti sistem pengendalian internal dan sistem manajemen risiko dapat meyakinkan investor bahwa organisasi bebas dari penyimpangan akuntansi. Menurut Lajili dan Zeghal (2005) pengungkapan risiko manajemen memberikan panduan dalam mengevaluasi efektifitas manajemen dalam menangani tingginya volatilitas pasar dan ketidakpastian bisnis dan dampaknya terhadap tingkat nilai perusahaan dan pertumbuhan ekonomi, serta sensitivitas volume perdagangan terhadap risiko yang berbeda. Menurut Anisa (2012) pengungkapan informasi risiko harus memadai agar dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan yang cermat dan tepat. Permintaan para pemegang saham terhadap pengungkapan yang lebih transparan dalam laporan keuangan membuat perusahaanperusahaan melakukan perluasan terhadap wilayah pengungkapannya dalam laporan tahunan, dengan membuat pengungkapan mengenai informasi-informasi non-keuangan yang dianggap lebih relevan dan transparan sebagai bentuk pertimbangan dalam pembuatan keputusan. Terlepas dari monitor eksternal, pihak internal yang terlibat dengan manajemen perusahaan adalah orang-orang terbaik untuk secara konsisten memantau praktik pengungkapan manajemen
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 2
risiko perusahaan. Raber (2003) menyarankan bahwa dewan komisaris yang efektif harus melaksanakan peran mereka dalam memastikan bahwa mereka telah melaksanakan tugasnya dalam keputusan monitoring serta manajemen risiko. Hal ini karena dewan komisaris bertindak sebagai proksi untuk pemegang saham mereka. Menurut teori keagenan, kehadiran seorang dewan komisaris diharapkan dapat mengawasi manajemen dan melindungi kepentingan pemegang saham (Fama dan Jensen, 1983). Teori ketergantungan terhadap sumber daya juga menyediakan argumen bahwa komisaris independen akan lebih menguntungkan karena keahlian, prestise dan hubungan sosial mereka. Penelitian bertujuan untuk menganalisis dan menemukan bukti empiris mengenai pengaruh kepemilikan institusional dan karakteristik dewan komisaris yang terdiri dari komisaris independen, latar belakang pendidikan dewan komisaris, pengalaman dewan komisaris terhadap pengungkapan manajemen risiko. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori keagenan dan teori ketergantungan sumer daya. Teori keagenan merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principle dan agents. Pihak principle adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain, yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principals dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan (Jensen dan Meckling, 1976). Konflik keagenan timbul dari beberapa hal seperti moral hazard, earning retention, time horizon, risk aversion. Konflik antara pemilik saham dengan pihak manajemen perusahaan dapat diminimalkan dengan cara, manajer harus menjalankan perusahaan sesuai dengan kepentingan para pemegang saham begitupula dalam pengambilan keputusan oleh manajer harus disesuaikan dengan kepentingan pemegang saham. Dalam menjalankan perusahaan manajer juga dapat dimonitor oleh para pemegang saham. Teori ketergantungan sumber daya (Resource Dependence Theory) dikemukakan oleh Pfeffer and Selancik (1978). Teori ini fokus pada hubungan antara organisasi dan sumber lingkungannya. Hilman et al. (2000) berpendapat bahwa teori ketergantungan sumber daya berfokus pada peran bahwa direksi dalam menyediakan atau mengamankan sumber daya penting untuk organisasi melalui hubungan mereka dengan lingkungan eksternal mereka. Dalam konteks manajemen risiko, teori ini memprediksi bahwa dewan komisaris akan lebih menguntungkan dalam pengungkapan manajemen resiko karena keahlian, prestise dan hubungan sosial mereka. Pengungkapan risiko merupakan hal yang penting dalam pelaporan keuangan, karena pengungkapan risiko perusahaan adalah dasar dari praktik akuntansi dan investasi (ICAEW, 1999 dalam Abraham dan Cox, 2007). Di Indonesia pengungkapan risiko di Indonesia juga sudah diatur dalam PSAK No 60 (revisi 2010) tentang instrumen keuangan, pengungkapan. Pengungkapan risiko manajemen dikategorikan menjadi dua elemen yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib adalah informasi yang harus diungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal suatu negara. Setiap emiten atau perusahaan publik yang terdaftar di bursa efek wajib menyampaikan laporan tahunan secara berkala dan informasi material lainnya kepada Bapepam dan publik. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Investor institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi masalah keagenan karena mereka memegang sebagian besar saham dalam sebuah perusahaan serta mereka memiliki keahlian dan pengalaman dalam menjelajah di berbagai perusahaan (Abraham dan Cox, 2007). Menurut Lienbenberg dan Hoyt (2003) kepemilikan institusional memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mempengaruhi kebijakan manajemen risiko perusahaan. Hal ini karena kepemilikan institusional membutuhkan lebih banyak informasi perusahaan agar mereka dapat membuat keputusan tentang portofolio investasi mereka (Solomon et al., 2000). Penelitian terdahulu oleh Salo (2008) menyatakan bahwa kepemilikan institusional lebih memperhatikan perusahaan yang memiliki praktek Good Corporate Governance yang kuat dimana didalamnya terdapat pengungkapan risiko manajemen. Salo (2008) juga menyatakan bahwa kepemilikan institusional menghindari perusahaan yang memiliki praktek Good Corporate Governanve yang lemah. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai berikut :
2
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 3
H1 =
Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko
Pengaruh Komisaris Independen terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Investor institusional diharapkan memiliki kemampuan untuk mengurangi masalah keagenan karena mereka memegang sebagian besar saham dalam sebuah perusahaan. Lienbenberg dan Hoyt (2003) menyatakan bahwa investor institusional memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mempengaruhi kebijakan manajemen risiko perusahaan. Investor institusional memiliki hubungan yang jangka panjang dengan perusahaan sehingga membutuhkan informasi yang berkaitan dengan status perusahaan agar dapat membuat keputusan portofolio investasi mereka. Penelitian terdahulu Ismail dan Rahman (2011) berpendapat bahwa berdasarkan teori keagenan peran komisaris independen sangat penting dalam pengawasan manajemen. Selanjutnya, teori ketergantungan sumber daya juga mendukung gagasan bahwa dewan komisaris independen sangat penting dalam memberikan pengetahuan dan kemampuan kepada perusahaan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai berikut : H2 = Dewan Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Menurut Raber (2003) dewan komisaris yang efektif, memiliki pengetahuan tentang prosedur akuntansi maupun keuangan. Hal ini untuk memastikan bahwa mereka mampu untuk memberikan pengungkapan yang baik terhadap pemegang saham dan publik. Oleh karena itu latar belakang pendidikan merupakan faktor penentu penting untuk praktek pengungkapan (Haniffa dan Cooke, 2000). Penelitian terdahulu Ghafar (2008) menemukan bahwa terdapat hubungan positif terhadap latar belakang pendidikan dewan komisaris. Ini dikarenakan dewan komisaris dengan pendidikan akuntansi maupun keuangan memiliki variasi ide dan strategi untuk perusahaan. Dewan komisaris yang terdiri dari individu yang memiliki latar belakang akademis di bidang akuntansi ataupun keuangan akan memilih untuk mengungkapkan informasi lebih detail untuk meningkatkan citra perusahaan perusahaan dan kredibilitas tim manajemen. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai berikut : H3 = Latar Belakang Pendidikan Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Pengaruh Pengalaman Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Berdasarkan teori ketergantungan sumber daya, semakin banyak pengalaman yang dimiliki komisaris, maka semakin tinggi pengetahuan dan kemampuannya. Menurut Abdul dan Mohamed (2006) komisaris yang telah berpengalaman selama beberapa tahun di perusahaan dapat mengembangkan praktek good corporate governance dimana pengungkapan manajemen risiko termasuk didalamnya. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan sebagai berikut : H4 = Pengalaman Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Kerangka Pemikiran Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan perumusan hipotesis di atas, maka model empiris dalam peneltian ini dapat dipresentasikan ke dalam gambar 1.
3
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 4
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Kepemilikan Institusional
(+)
Karakteristik Dewan Komisaris Komisaris Independen
(+) Pengungkapan Manajemen Risiko
Latar Belakang Pendidikan Dewan Komisaris Pengalaman Dewan Komisaris
(+)
(+)
METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian deduktif yang bertujuan untuk menguji hipotesis melalui validitas teori atau pengujian aplikasi kepada teori tertentu. Ruang lingkup penelitian ini hanya membatasi pembahasannya pada pertanyaan apakah kepemilikan institusional dan karekteristik dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko. Penelitian ini mengambil sampel pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2012. Variabel Pengungkapan Manjemen Risiko Pengukuran variabel pengungkapan manajemen risiko menggunakan jumlah pengungkapan risiko yang disajikan dalam laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan manajemen risiko dibagi menjadi 2 jenis, pengungkapa wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib mengacu pada PSAK No. 60 (Revisi 2010) dan PP No 60 tahun 2008 pengungkapan sukarela menggunakan sistem pengendalian internal dengan framework COSO. Jenis-jenis risiko yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Jenis Risiko Berdasarkan Pengungkapan Wajib dan Sukarela No. Jenis Risiko Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure) 1. Risiko mata uang (Currency) 2. Risiko tingkat bunga atas nilai wajar (Interest Rate) 3. Risiko harga (Price) 4. Risiko kredit (Credit) 5. Risiko likuiditas (Liquidity) Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure) 6. Penilaian Risiko (Risk Assessment) 7. Lingkungan Pengendalian (Control Environment) 8. Kegiatan/Aktivitas Pengendalian (Control Activities) 9. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) Sumber : PSAK No. 60 (Revisi 2010) dan PP No 60 tahun 2008 Pengungkapan risiko ini dikelompokkan kedalam 9 (sembilan) jenis risiko yang diungkapkan oleh perusahaan dan kemudian di dalam tabel pengelompokkan risiko akan diberikan nilai 1 (satu) jika perusahaan tersebut melakukan pengungkapan risiko, dan jika tidak melakukan pengungkapan risiko diberikan nilai 0 (nol).
4
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 5
%Pengungkapan Risiko
Jumlah Pengungkapan Risiko Perusahaan Total Jenis Risiko
100%
Variabel Kepemilikan Institusional Merupakan kepemilikan saham perusahaan yang mayoritas dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, asset management dan kepemilikan institusi lain) (Djakman dan Machmud, 2008). Kepemilikan institusional dalam penelitian ini menggunakan persentase kepemilikan saham institusi dengan kepemilikan lebih dari 5% yang dilihat dalam laporan tahunan perusahaan untuk tahun 2012. Apabila suatu perusahaan terdapat lebih dari satu kepemilikan institusi yang memiliki saham perusahaan, maka kepemilikan saham diukur dengan menghitung total seluruh saham yang dimiliki oleh seluruh kepemilikan institusional. %Kepemilikan Institusional =
Saham yang Dimiliki Institusi Total Jumlah Saham yang Beredar
100%
Variabel Komisaris Independen Keberadaan komisaris independen dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang lebih objektif dan independen, dan juga untuk menjaga “fairness” serta mampu memberikan keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan pelindungan terhadap kepentingan pemegang saham minoritas, bahkan kepentingan para pemegang saham lainnya (Alijoyo dan Zaini, 2004). Dalam penelitian ini independensi dewan komisaris dinyatakan dalam presentase jumlah anggota komisaris independen pada dewan dibandingkan dengan jumlah total anggota dewan komisaris (Subramaniam, et al., 2009). %Komisaris Independen
Jumlah Anggota Komisaris Independen Jumlah Anggota Dewan Komisaris
100%
Variabel Latar Belakang Pendidikan Dewan Komisaris Dewan komisaris yang efektif dapat memberikan fungsi pengawasan yang baik untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham dalam rangka menyelaraskan kepentingan manajer dan pemegang saham. Raber (2003) menyarankan bahwa dewan komisaris yang efektif harus terdiri dari orang yang memiliki pengetahuan tentang prosedur akuntansi. Hal ini untuk memastikan bahwa mereka akan mampu untuk memberikan pengungkapan yang baik terhadap pemegang saham dan publik. Oleh karena itu latar belakang pendidikan merupakan faktor penentu penting untuk praktek pengungkapan (Haniffa dan Cooke, 2000). %Latar Belakang Pendidikan Komisaris Jumlah Anggota Komisaris yang Memiliki Pendidikan Akuntansi / Keuangan Jumlah Anggota Dewan Komisaris
100%
Variabel Pengalaman Dewan Komisaris Komisaris yang telah melayani dewan selama beberapa tahun mungkin telah mengembangkan good corporate governance dengan memberikan pengetahuan dan keahlian tambahan untuk perusahaan dan dengan demikian diharapkan mampu dalam pengawasan manajemen (Abdul dan Mohamed, 2006). Berdasarkan teori ketergantungan sumber daya, komisaris yang memiliki hubungan dengan pihak luar cenderung memiliki akses ke sumber daya eksternal dan hubungan tersebut penting untuk memastikan peningkatan kinerja. Oleh karena itu, semakin banyaknya pengalaman yang dimiliki komisaris, maka semakin tinggi akan pengetahuan dan kemampuannya. %Pengalaman Komisaris Jumlah Anggota Komisaris yang telah melayani lebih dari 3 tahun Jumlah Anggota Dewan Komisaris
100%
5
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 6
Penentuan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan ketersediaan informasi dan kesesuaian dengan kriteria yang telah di tentukan dalam penelitian ini. Kriteria-kriteria sampel penelitian ini yaitu : 1. Perusahaan non-keuangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2012 2. Perusahaan yang mengungkapkan voluntary disclosure 3. Perusahaan yang menampilkan informasi mengenai dewan komisaris secara lengkap 4. Perusahaan yang menampilkan annual report secara lengkap Berdasarkan kriteria pemilihan sampel tersebut, maka sampel akhir yang didapat berjumlah 77 perusahaan non-keuangan tahun 2012. Metode Analisis Metode analisis pada penelitian ini menggunakan model regresi berganda. Model regresi yang dikembangkan untuk menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini yaitu : 0
1
2
3
4
5
6
7 Keterangan : PMRS KPINS KSIND KSPDD KSPLM
= = = = = = =
Koefisien regresi Pengungkapan Manajemen Risiko Kepemilikan Institusional Komisaris Independen Pendidikan Dewan Komisaris Pengalaman Dewan Komisaris Error Term
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Sampel Penelitian Dalam penelitian ini sampel dipilih dengan metode purposive sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan ketersediaan informasi dan kesesuaian dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada tabel 2, sampel dipilih berdasarkan perusahaan yang menyampaikan pengungkapan manajemen risiko dalam annual report atau laporan tahunan perusahaan pada tahun 2012. Tabel 2 Perusahaan Non Keuangan di BEI tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Industri Agriculture Mining Basic Industry & Chemicals Miscellaneous Industry Consumer Goods Industry Property, Real Estate & Building Construction Infrastructure, Utilities & Transportation Trade, Services & Investment Total Sumber : fact book 2012
Jumlah 18 32 63 41 35 50 39 109 387
Berdasarkan hasil pengumpulan sampel ditemukan bahwa perusahaan di Indonesia hanya sedikit yang melakukan pengungkapan manajemen risiko secara menyeluruh yaitu hanya 77 perusahaan. Pengungkapan manajemen risiko dikategorikan menjadi 2 elemen yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Untuk melihat secara keseluruhan nilai antara pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela dapat dilihat di gambar 2
6
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 7
Gambar 2 Nilai Persentase Pengungkapan Wajib dan Pengungkapan Sukarela
Sumber : Data yang telah diolah, 2013 Hasil Analisis Statistik Deksriptif Tabel 3 memperlihatkan hasil statistik deskriptif setiap variabel. Hasilnya ditunjukkan pada tabel 3 Tabel 3 Descriptive Statistics
KPINS KSIND KSPDD KSPLM PMRS PMRS.Mand
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
77 77 77 77 77 77
5.14 25.00 0.00 0.00 33.33 40.00
97.00 80.00 100.00 100.00 100.00 100.00
65.05 41.66 39.46 47.48 61.90 80.78
20.07 12.38 28.52 32.67 13.42 15.370
Valid N (listwise) 77 Sumber : Data Statistik yang telah diolah, 2013 Analisis Data Hasil Uji Normalitas Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa model regresi pada uji analisi statistik telah memenuhi uji normalitas, hal ini dapat dilihat dari hasil SPSS yang menunjukkan nilai Kolmogorov Smirnov Z sebesar 0,553 dan nilai asymp sebesar 0,920. Hasil ini menunjukkan nilai diatas signifikan yaitu lebih besar dari 0,05 yang mendukung kesimpulan bahwa distribusi residual tidak berbeda dengan kurva normal.
7
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 8
Tabel 4 Hasil Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Unstandardized Residual N Normal Parametersa Most Extreme Differences
77 .0000000 .11486501 .063 .063 -.050 .553 .920
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. Sumber : Data Statistik yang telah diolah, 2013
Hasil Uji Multikolinieritas Pengujian multikolinieritas dalam model regresi dilakukan dengan melihat nilai Tolerance VIF dari output regresi. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 atau Tolerance yang lebih kecil dari 0,1 menunjukkan adanya gejala multikolinieritas dalam model regresi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada nilai VIF dari variable yang memiliki nilai lebih kecil dari angka 10. Dengan demikian model regresi tersebut tidak memiliki masalah multikolinier. Nilai VIF dan Tolerance dari masingmasing variabel bebas diperoleh sebagai berikut : Tabel 5 Pengujian Multikolinieritas Collinearity Statistics Tolerance 1
VIF
(Constant) KEPINS
.940
1.064
KSPIND
.956
1.046
KSPDD
.978
1.023
KSPLM .918 1.090 Sumber : Data Statistik yang telah diolah, 2013 Hasil Uji Heteroskedastisitas Hasil uji heteroskedastisitas dari gambar 3 menunjukan bahwa grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED menunjukan pola penyebaran, dimana titik-titik menyebar di atas dan di bawah 0 pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada data yang akan digunakan. Berikut adalah hasil uji heteroskedastisitas dengan metode Grafik Plot :
8
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 9
Gambar 3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Analisis Regresi Berganda Menurut Ghozali (2006) ketepatan fungsi regresi dalam meramalkan nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya. Secara statistik goodness of fit ini dapat diukur melalui nilai koefisien determinasi (R2) nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik tersebut signifikan apabila nilai uji statistik berada dalam daerah kritis begitu juga sebaliknya. Hasil pengujian adalah sebagai berikut : Tabel 6 Model Penelitian Regresi Berganda
Model 1
Coefficients
Model Regresi
B
Beta
(Constant)
.283
KEPINS
.002
KSPIND
t
Sig. 3.778
.000
.238
2.291
.025
.001
.119
1.121
.266
KSPDD
.001
.224
2.196
.031
KSPLM
.002
.400
3.799
.000
a. Dependent Variable: PMRS Sumber : Data Statistik yang telah diolah, 2013 Berdasarkan hasil pengujian pada model regresi selanjutnya dapat ditulis persamaan regresi dan gambar model sebagai berikut: PMRS = 0,283 + 0,002 KPINS + 0,001 KSIND + 0,001 KSPDD + 0,002 KSPLM + e Hasil penelitian menunjukkan bahwa kofisien regresi variable kepemilikan saham institusional dan 3 variabel karakteristik komisaris memiliki koefisien dengan arah positif. Hal ini mendukung arah hubungan yang dihipotesiskan.
9
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 10
Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk melakukan pengujian variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikatnya. Berikut adalah tabel hasil uji F dengan perhitungan statistik dengan menggunakan SPSS. Berdasarkan hasil uji F pada Tabel 7 untuk model regresi didapatkan nilai F sebesar 6,571 dengan tingkat signifikansi 0,000. Nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa variabel Pengungkapa risiko dapat dijelaskan oleh kepemilikan saham Institusi, karakteristik komisaris (proporsi komisaris independen, pendidikan komisaris dan pengalaman komisaris). Tabel 7 Hasil Uji Simultan (Uji F) ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
.366
4
.092
Residual
1.003
72
.014
Total
1.369
76
F
Sig.
6.571
.000a
a. Predictors: (Constant), KSPLM, KSPDD, KSPIND, KEPINS b. Dependent Variable: PMRS Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Pada tabel 8, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square diperoleh sebesar 0,227. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 22,7% pengungkapan manajemen risiko dipengaruhi oleh keempat variabel independen yang diajukan oleh peneliti, yaitu variabel independen kepemilikan saham institusi, karakteristik komisaris yaitu proporsi komisaris independen, pendidikan komisaris dan pengalaman komisaris. Sedangkan sisanya 77,3% dipengaruhi oleh sebab-sebab lain di luar model penelitian, sehingga dapat diketahui bahwa nilai adjusted R2 dikatakan relatif kecil karena masih terdapat 77,3% faktor di luar model yang mampu mempengaruhi pengungkapan manajemen risiko. Tabel 8 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb Model
R
R Square
Adjusted R Square
1
.517a
.267
.227
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson .11801
1.761
a. Predictors: (Constant), KSPLM, KSPDD, KSPIND, KEPINS b. Dependent Variable: PMRS Hasil Uji Parsial ( Uji t ) Pengujian hipotesis menggunakan uji t yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap veriabel terikat. Variabel bebas dikatakan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat jika nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05. Hasil output SPSS untuk uji t adalah sebagai berikut :
10
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 11
Tabel 9 Persamaan Regresi Berganda Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model
B
Standardized Coefficients
Std. Error
Collinearity Statistics
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
1 (Constant)
.283
.075
3.778
.000
KEPINS
.002
.001
.238 2.291
.025
.940
1.064
KSPIND
.001
.001
.119 1.121
.266
.893
1.120
KSPDD
.001
.000
.224 2.196
.031
.978
1.023
KSPLM
.002
.000
.400 3.799
.000
.918
1.090
a. Dependent Variable: PMRS Hasil Uji Hipotesis Berikut hasil uji hipotesis berdasarkan hasil spss: Tabel 10 Hasil Uji Hipotesis Hipotesis Prediksi H1 Kepemilikan + Institusional terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko + H2 Dewan Komisaris Independen terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko + H3 Latar Belakang Pendidikan Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko + H4 Pengalaman Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Sumber : Data yang telah diolah, 2013
Koefisien 0,238
t 2,291
Sig. 0,025
Kesimpulan Diterima
0,119
1,121
0,266
Ditolak
0,224
2,196
0,031
Diterima
0,400
3,799
0,000
Diterima
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Kepemilikan Saham Institusi terhadap Pengungkapan risiko Hasil pengujian statistik pada penelitian ini dengan uji t menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional berpengaruh yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 2,291 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,025. Pada tabel 10 kepemilikan institusional berpengaruh positif dengan koefisien 0,238. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional dalam suatu perusahaan maka semakin luas pengungkapan manajemen risiko yang dilakukan. Hal ini mencerminkan bahwa kepemilikan institusional di Indonesia sudah mempertimbangkan pengungkapan manajemen risiko sebagai salah satu kriteria dalam melakukan investasi. Para
11
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 12
kepemilikan saham institusi cenderung menekan perusahaan untuk melakukan pengungkapan manajemen risiko secara detail dalam laporan tahunan perusahaan. Pengaruh Komisaris Independen terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Hasil pengujian statistik pada penelitian ini dengan uji t menunjukkan bahwa variabel komisaris independen tidak berpengaruh yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 1,121 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,266. Pada tabel 10 komisaris independen berpengaruh positif dengan koefisien 0,119. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin banyak komisaris independen dalam suatu perusahaan maka semakin luas pengungkapan manajemen risiko yang dilakukan namun probabilitas signifikansinya sebesar 0,266 sehingga dapat disimpulkan bahwa komisaris independen tidak berpengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko. Tidak diperolehnya pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen risiko mengindikasikan bahwa peran independensi dalam keanggotaan dewan komisaris bukan merupakan pihak yang mengusung akan diungkapkannya manajemen risiko yang lebih luas oleh perusahaan. Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Hasil pengujian statistik pada penelitian ini dengan uji t menunjukkan bahwa variabel latar belakang pendidikan dewan komisaris berpengaruh yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 2,196 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,031. Pada tabel 10 latar belakang pendidikan dewan komisaris berpengaruh positif dengan koefisien 0,254. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin banyak dewan komisaris yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi ataupun keuangan di suatu perusahaan maka semakin luas pengungkapan manajemen risiko yang dilakukan. Hal ini mencerminkan bahwa pendidikan dewan komisaris yang memiliki kualifikasi akademik di bidang akuntansi ataupun keuangan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang pentingnya pengungkapan manajemen risiko. Pengaruh Pengalaman Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Hasil pengujian statistik pada penelitian ini dengan uji t menunjukkan bahwa variabel pengalaman dewan komisaris berpengaruh yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar 3,799 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,000. Pada tabel 10 pengalaman dewan komisaris berpengaruh positif dengan koefisien 0,400. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin banyak dewan komisaris yang berpengalaman lebih dari 3 tahun di suatu perusahaan maka semakin luas pengungkapan manajemen risiko yang dilakukan. Pengalaman anggota dewan komisaris menjadi satu faktor yang penting bagi anggota dewan komisaris dalam melaksanakan fungsi pengawasannya. Anggota dewan komisaris yang berpengalaman akan berupaya untuk mempertimbangkan penerapan GCG secara lebih baik oleh perusahaan. KESIMPULAN DAN SARAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pihak eksternal dan internal sebagai salah satu mekanisme corporate governance dalam meningkatkan tingkat pengungkapan manajemen risiko. Indeks pengungkapan manajemen risiko terdiri dari dua bagian utama yaitu pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela. Untuk pengungkapan manajemen risiko wajib, pengungkapan dianggap tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 80,78% sedangkan untuk pengungkapan sukarela masih sangat rendah yaitu sebesar 38,31%. Hasil pengujian hipotesis pertama, kepemilikan institusional memiliki pengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan semakin tinggi kepemilikan institusional dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pengungkapan manajemen risiko yang dilakukan perusahaan. Dalam pengujian hipotesis kedua, komisaris independen tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko. Ini dikarenakan komisaris independen bergantung pada manajemen informasi dalam pembuatan laporan tahunan karena jadwal mereka memiiki jadwal yang sibuk dan juga memiliki komitmen terhadap kegiatan lain. Dalam pengujian hipotesis ketiga, latar belakang pendidikan dewan komisaris memiliki pengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan semakin banyak dewan komisaris yang memiliki latar belakang pendidikan keuangan atau akuntansi maka
12
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 13
semakin tinggi pengungkapan manajemen risiko yang dilakukan perusahaan. Dalam pengujian hipotesis keempat, pengalaman dewan komisaris yang telah menjabat lebih dari 3 tahun di perusahaan memiliki pengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan semakin banyak dewan komisaris yang memiliki pengalaman lebih dari 3 tahun maka semakin tinggi pengungkapan manajemen risiko yang dilakukan perusahaan. Penelitian ini memberikan bukti bahwa kepemilikan institusional memainkan peran yang lebih efektif dengan memantau pengungkapan manajemen risiko dibandingkan dengan dewan komisaris. Temuan ini mendukung teori keagenan yang menyatakan bahwa pihak eksternal dapat mengurangi konflik kepentingan antara pemilik dan manajemen (Jensen dan Meckling, 1978). Sedangkan dewan komisaris, tidak berperan aktif dalam memantau manajemen. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan Ismali dan Rahman (2011) menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian ini. Hasil penelitian mereka menunjukkan hanya kepemilikan institusional dan latar belakang pendidikan dewan komisaris yang berhubungan signifikan dengan pengungkapan manajemen risiko. Sedangkan pada penelitian ini pengalaman dewan komisaris memiliki hubungan yang signifikan degan pengungkapan manajemen risiko. Menurut mereka dewan komisaris yang melayani perusahaan di Malaysia telah dipengaruhi oleh manajemen dalam pengambilan keputusan. Seluruh variabel dalam penelitian ini menunjukkan nilai koefisien yang positif sehingga dapat disimpukan variabel kepemilikan institusional, latar belakang pendidikan akuntansi dewan komisaris dan pengalaman dewan komisaris memiliki hubungan yang serarah dengan pengungkapan manajemen risiko. Keterbatasan dalam penelitian ini Peneliti hanya menggunakan data dari fact book untuk mengklasifikasikan kepemilikan institusional perusahaan pada 77 sampel dan tidak adanya variabel kontrol sebagai variabel pengendali agar variabel dependen dengan variabel independen tidak dipengaruhi oleh faktor luar. Sehingga untuk penelitian selanjutnya peneliti dapat menggunakan metode lain untuk mengklasifikasikan kepemilikan institusional yang disarankan oleh Abraham dan Cox (2007) yaitu melalui strategi investasi dan peneliti dapat menambahkan variabel kontrol seperti ukuran perusahaan, tingkat leverage, dan jenis industri. REFERENSI Abdul, Rahman R and Mohamed, Ali F H. 2006. “Board, Audit Committee, Culture and Earnings Management: Malaysian Evidence”. Managerial Auditing Journal, Vol. 21, No. 7, pp. 783804. Abdullah H, Valentine B. 2009. Fundamentals and Ethics Theories of Corporate Governance. Middle Eastern Finance and Economics, 4: 88-96. Abraham, S and Cox, P. 2007. “Analysing the Determinants of Narrative Risk Information in UK FTSE 100 Annual Reports”. The British Accounting Review, Vol. 39, No. 3, pp. 227-248. Alijoyo, Antonius dan Subarto Zaini (2004), Komisaris Independen : Penggerak Praktik GCG di Perusahaan. Jakarta : PT. Indeks. Almilia, Luciana S. dan Retrinasari, Ikka. 2007. “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Kelengkapan Pengungkapan dalam Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ”. Seminar Nasional Inovasi dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Bisnis FE Universitas Trisakti. Jakarta, 9 Juni, 2007. Amran, A, Abdul Manaf R. and Che Haat M. H. 2009. “Risk Reporting: An Exploratory Study on Risk Management Disclosure in Malaysian Annual Reports”. Managerial Auditing Journal, Vol. 24, No. 1, pp. 39-57. Andarini, Puteri Wahyu., dan Januarti, Indira. 2010. “Hubungan Karakteristik Dewan Komisaris dan Perusahaan Terhadap Pengungkapan Risk Management Committee Pada Perusahaan Go Public Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto.
13
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 14
Anggraini, Fr.Reni Retno. 2006. “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta)”. Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang. Anisa, Wendy Gessy dan Prastiwi, Andri. 2012. “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko. Skripsi Dipublikasikan, Universitas Diponegoro. Anthony dan Govindarajan. 2005. Management Control System. Edisi 11. Penerjemah: F.X. Kurniawan Tjakrawala, dan Krista. Penerbit Salemba Empat, Buku 2, Jakarta. BAPEPAM-LK. (2001). Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta No: Kep-316/BEJ/062000 Tentang Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-B : Tentang Persyaratan Dan Prosedur Pencatatan Saham Di Bursa BAPEPAM-LK. (2006). Lampiran P3LKEPPBANK dalam Keputusan Ketua BAPEPAM-LK No: Kep-134/BL/2006 Tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten Atau Perusahaan Publik. Barnae, Amir dan Amir Rubin. 2005. “Corporate Social Responsibility as a Conflict Between Shareholders. Belkaoui, Ahmed Riahi. 2000. Teori Akuntansi, Edisi Pertama, Alih Bahasa Marwata S.E., Akt, Salemba Empat, Jakarta. Cabedo, J. D. and Tirado, J. M. 2003. “The Disclosure of Risk in Financial Statements”. Accounting Forum, Vol. 28, No. 2, pp. 181-200. Darmawi, Herman. 2006. Manajemen Risiko. Bumi aksara: Jakarta. Djakman dan Machmud. 2008. Pengaruh Kepemilikan Institusional dan kepemiliKan Asing Tergadap Pengungkapan Pertanggung Jawaban Sosial Perusahaan Dalam Annual Report. Dobler, M. 2008. “Incentives for Risk Reporting: A Discretionary Disclosure and Cheap Talk Approach”. The International Journal of Accounting, Vol. 43, No. 2, pp. 184-206. Fama, E F and Jensen M C. 1983. “Separation of Ownership and Control”. Journal of Law and Economics, Vol. 26, No. 2, pp. 301-325. Fauzi, Hasan (2006). “Corporate Social and Environment Perfomance: A Comparative Study Between Indonesian Companies and Multinational Companies (MNCs) Operating In Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, Vol.6, No.1, Februari 2006, hal 87-100. Fajariyah, Fitri (2012). “Analisis Pengaruh Implementasi Knowledge Creation, Human Capital, Customer Capital, Dan Structural Capital Terhadap Business Performance. Skripsi Dipublikasikan, Universitas Diponegoro. Firth, M.and Oliver M. Rui. 2006.”Voluntary Audit Committee Formation and Agency Costs”. Google.com. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). 2001. Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) : Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). Jilid 1, Edisi 3, Jakarta.
14
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 15
Ghafar, Abdul. 2008. “Association Between Audit Committee Members and Board of Directors’ Human Capital Features and Underpricing Among Malaysian IPOs”. Unpublished Master Dissertation at Faculty of Accountancy, Universiti Teknologi MARA, Shah Alam, Malaysia. Haniffa R and Cooke T (2000), “Culture, Corporate Governance and Disclosure in Malaysian Corporations”, Paper Presented at the Asian AAA World Conference in Singapore, pp. 2830, August. Hassan, Mustofa Kamal. 2009. “UAE Corporations-specific Characteristic and Level of Risk Disclosure”. Managerial Auditing Journal, Vol. 24, No.27, Page 668-687 Hillman A, Canella A, Paetzold R. 2000. The Resource Dependence Role of Corporate Directors: Strategic Adaptation of Board Composition in Response to Environmental Change. J. Manage. Stud., 37(2): 235-255. Ikatan Akuntansi Indonesia. 2010. Exposure Draft (ED) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 60 (Revisi 2010). Ismail, Rosnadzirah and Rahman, Rashidah Abdul. 2011. “Institutional Investors and Board of Directors’ Monitoring Role on Risk Management Disclosure Level in Malaysia”. Ebscohost.com. Jensen, M and Meckling, W. 1976. “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics, Vol. 3, No. 4, pp. 305-360. Kiswara, Endang. 1999. Indikasi Keberadaan Unsur manajemen Laba: Dalam Laporan Keuapgan Perusahaan Publik. Tcsis S2. Program Pasca sarjana. Universitas Gajah Mada. Lajili, K. and Zeghal D. 2005. “A Content Analysis of Risk Management Disclosures in Canadian Annual Reports”. Canadian Journal of Administrative Sciences, Vol. 22, No. 2, pp. 125142. Lienbenberg A P and Hoyt R E (2003), “The Determinants of Enterprise Risk Management: Evidence from the Appointment of Chief Risk Officers”, Risk Management and Insurance Review, Vol. 6, No. 1, pp. 37-52. Linsley, P M and Shrives, P J. 2006. “Risk Reporting: A Study of Risk Disclosures in the Annual Reports of UK Companies”. The British Accounting Review, Vol. 38, No. 4, pp. 387-404. Pfeffer, Jeffrey and Selancik, Gerald. R. 1978. The External Control of Organizations: A Resource Dependence Perspective. Google.com. Pugh DS, Hickson DJ. 1997. Writers on Organizations. Thousand Oaks: Sage Publications, Inc. Raber, R.W. 2003. “The Role of Good Corporate Governance in Overseeing Risks”. The Corporate Governance Advisor, Vol. 11, No. 2, pp. 11-16. Salo, J. 2008. “Corporate Governance and Environmental Performance: Industry and Country Effects”. Competition and Change, Volume 12, Number 4, December 2008, pp. 328-354.
15