ANALISIS RESPON PARA PIHAK TERHADAP PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL BETUNG KERIHUN (TNBK), PROPINSI KALIMANTAN BARAT
DYAH AYU KUSUMANINGRUM
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DYAH AYU KUSUMANINGRUM. Analisis Respon Para Pihak Terhadap Pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), Propinsi Kalimantan Barat. Di bawah bimbingan HARYANTO R. PUTRO dan RINEKSO SOEKMADI. Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Pencapaian tujuan pengelolaan, pihak TNBK akan menghadapi berbagai permasalahan. Dibutuhkan dukungan berbagai pihak untuk membantu mengurangi beban tersebut, terutama para pihak kunci (key stakeholders). Tingkat dukungan tersebut dapat dikaji dari respon para pihak pada tingkat pengetahuan dan pandangan, sikap serta tindakan nyata terkait pengelolaan TNBK. Hasil pengkajian tersebut dipandang dapat menggambarkan tingkat dukungan aktual dan dukungan potensial yang ditinjau dari konsep, tujuan dan program pengelolaan TNBK. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kapuas Hulu, terfokus di Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), instansi dan lembaga para pihak yang lingkup kerjanya di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, baik pemerintah, LSM lokal maupun LSM internasional, serta desa daerah penyangga kawasan TNBK (Desa Manua Sadap, Desa Model Konservasi Pulau Manak dan Desa Benua Martinus). Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan (90 hari), mulai bulan Januari 2008 sampai bulan Maret 2008. Data yang dikumpulkan meliputi tiga parameter respon, yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan para pihak dalam kaitannya konsep, tujuan dan program pengelolaan BTNBK. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengamatan lapang, wawancara mendalam (in depth interview) dan studi pustaka serta literatur. Penelitian didahului dengan analisis para pihak untuk mengidentifikasi para pihak kunci. Hasil analisis para pihak menunjukkan bahwa para pihak kunci pengelolaan TNBK, yaitu Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumberdaya Mineral, WWFPutussibau, dan masyarakat desa daerah penyangga kawasan hutan TNBK (masyarakat Desa Manua Sadap, Desa Pulau Manak dan Desa Benua Martinus). Respon tingkat pengetahuan dan pandangan menunjukkan bahwa para pihak kunci menyatakan respon yang sebagian besar bersifat negatif, kondisi tersebut timbul dikarenakan kurangnya pemahaman dan pengetahuan perihal cakupan pengertian, sistem dan mekanisme terkait pengelolaan TNBK. Penyebab kurangnya informasi yang diterima berkaitan dengan kemungkinan kurangnya intensitas pelaksanaan kegiatan interaktif yang bersifat pendekatan atau sosialisasi dari pihak TNBK dan atau ketika saat pihak TNBK melakukan kegiatan sosialisasi atau pengenalan perihal pengelolaan TNBK, para pihak yang bersangkutan tidak menghiraukannya. Respon tingkat sikap, menunjukkan bahwa hanya pihak yang merespon positif, kondisi tersebut dikarenakan pihak ini telah bersedia menjalin hubungan kerjasama dengan pihak TNBK secara intesif dalam membantu melaksanakan implementasi program. Pihak kunci lainnya merespon negatif yang disebabkan berbagai faktor, seperti kurangnya tingkat keterlibatan dalam mekanisme (mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan implementasi) pengelolaan TNBK dan kemungkinan para pihak tidak segera mengambil peran atau mengacuhkan tawaran jalinan kerjasama dalam pengelolaan TNBK. Respon tingkat tindakan nyata, menunjukkan bahwa semua pihak kunci berpotensial mendukung pengelolaan TNBK. Namun hanya pihak WWF-Putussibau yang secara totalitas (keseluruhan dan sepenuhnya) mendukung program pengelolaan TNBK, kondisi ini tergambar dari tingkat kerelevanan dan tingkat kesingkronan yang tinggi dengan nilai persentase 100%. Khusus untuk pihak masyarakat, respon mendukung dikaji
dari tingkat kesadaran masyarakat, sehingga mereka dapat mengikuti kegiatan yang diselenggaraakan oleh pihak TNBK secara kontinu dan sukarela, dan tingkat kesadaran tersebut telah digambarkan ke dalam nilai persentase kesediaan kerjasama masyarakat (sebesar 100%). Hasil analisis respon akan dilakukan pengkajian lebih lanjut dengan analisis pro dan kontra untuk menentukan tingkat potensi dukungan. Analisis ini menunjukkan bahwa hanya ada dua pihak kunci yang secara aktual mendukung, yaitu pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan WWF-Putussibau, sedangkan untuk para pihak kunci lainnya masih berpotensial mendukung. Potensi dukungan yang lemah dari para pihak kunci terhadap pengelolaan TNBK dikarenakan adanya hubungan kerjasama yang terjalin hanya pada tahap implementasi program pengelolaan TNBK, kurangnya kegiatan sosialisasi mengenai konsep, tujuan dan program terkait pengelolaan TNBK, ketidakjelasan aturan dan sistem zonasi kawasan TNBK, anggapan perbedaan birokrasi, adanya keinginan yang saling tarik-menarik dalam pemanfaatan pengelolaan kawasan TNBK, kurangnya intensitas kerjasama antara pihak masyarakat dengan pihak pengelola TNBK, adanya gap yang terjadi di dalam Balai TNBK dan kurangnya memberdayakan tenaga kerja dari Petugas lapang TNBK sesuai dengan tupoksi yang telah ditetapkan. Untuk mengurangi dukungan yang lemah dari para pihak terhadap pengelolaan TNBK, perlu membangun hubungan kolaborasi yang aktif, intensif, sosialisasi dan penyuluhan kembali terhadap para pihak secara intensif, persiapan yang matang dalam implementasi program TNBK, pertimbangan yang lebih tepat dalam perekrutan Petugas Lapang TNBK, penguatan pondasi internal pihak pengelola TNBK, perubahan sistem Rapat Koordinasi (Rakor) dan adanya sistem insentif bagi pelaku konservasi yang bersifat intangible. Kata kunci: Pengelolaan TNBK, Para Pihak, Respon.
SUMMARY DYAH AYU KUSUMANINGRUM. Response Analysis of Stakeholder to Betung Kerihun National Park Management, Province of West Kalimantan. Under supervision of HARYANTO R. PUTRO and RINEKSO SOEKMADI. Betung Kerihun National Park (TNBK) is one of the protected area which have a uniqueness ecosystems, managed with zoning system and mainly for science, education, knowledge, perpetuate, tourist and recreation purposes. Will be many problems in TNBK for attaining their management purposes. Support from various stakeholders is require to help reducing that problems, especially from key stakeholders. From knowledge and perception, attitude and also real action level can be used to recognize the supporting level. That supporting level can be use to decipiting the level of actual support and potential support, which is evaluate from concepts, purposes and programmes of TNBK management. Research executed in Kapuas Hulu Regency, focused object are Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), institution who worked around the Kapuas Hulu Regional, such as the Regent Government, local and international non-government organization and also TNBK buffer zone villager. Research execution during 3 months, pass off January 2008 until march 2008. The datas was collected from stakeholders responses through three response level, that is knowledge and perception, attitude and real action, and its were collected with observation, in depth interview, literature learning Research process starting with stakeholder analysis to identify the key stakeholders. The result is there’s only five key stakeholders, they are Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumberdaya Mineral, WWF-Putussibau and TNBK buffer zone villager (Manua Sadap village, Pulau Manak Conservation model village and Benua Martinus village). In knowledge and perception level was showing that mostly stakeholders had negative responses, and that condition arise because of less understanding and knowledgement about the meaning, systems and also mechanism related to TNBK management. The acceptless information posible becaused of lower intensity approach or socialization about TNBK management and also the stakeholders is not bothering of it. In attitude level was showing that Dinas Pariwisata dan Kebudayaan is the only one who gave a positive response, because of this insituition was readying to braid cooperation in programmes implementation with TNBK by intensively. But, the other stakeholders gave a negative responses because of various factors, such as less involvement level in TNBK mechanism management (starting from planning until implementation) and also because the stakeholders didn’t took a part or ingnored the cooperation bargain. In real action level was showing that all of the key stakeholders had a potential support in TNBK management. However, just only WWF-Putussibau who gave the totaly (entirety and fully) support related in programmes TNBK and that support level was decipiting in relevancy and apropriate level (100%). Special for the buffer zone villager, the response based on people awareness, so that they could follow the TNBK programmes and total readying to braid cooperation (100%). From result of the analysis response will be continued to the pro con analysis for determining the support potential level. This analysis was showing that only two key stakeholders who had an actual support, they are Dinas Pariwisata dan Kebudayaan and WWF-Putussibau, while the other just had a potential support. The causing factor of weakness support potential, which had been identified are the cooperation relationship that only in TNBK programme implementation, less socialization about concept, goals and programmes TNBK management, uncoherent in
4
TNBK zoning law and systems, differency bureaucracy assumed, trade-off desire in TNBK management, less intensity cooperation between villager and TNBK, gaps inside the Balai TNBK organizer and labour powerless from TNBK technical officer. The solution related causing factor of weakness support potential, that are require to conduct more actively and intensively for collaboration development, more intensive resocialization to stakeholders, well-prepared for the TNBK programmes implementation, more consideration for TNBK technical officer recruitment, TNBK internal foundation reinforcement, change the coordination meeting and also using intangible incentive system for conservation perpetrator. Key word: TNBK Management, Stakeholder, Response
5
ANALISIS RESPON PARA PIHAK TERHADAP PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL BETUNG KERIHUN (TNBK), PROPINSI KALIMANTAN BARAT
DYAH AYU KUSUMANINGRUM
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
6
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Respon Para Pihak Terhadap Pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), Propinsi Kalimantan Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2008
Dyah Ayu Kusumaningrum NRP E34103087
7
Judul skripsi
: Analisis Respon Para Pihak Terhadap Pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), Propinsi Kalimantan Barat.
Nama
: Dyah Ayu Kusumaningrum
NIM
: E34103087
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Ir. Haryanto R. Putro, MS NIP 131476561
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc NIP.131760834
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus :
8
KATA PENGANTAR
Dengan sepenuh hati memanjatkan doa dan rasa syukur ke hadirat Allah SWT yang telah menciptakan dunia dan seisinya yang dengan rahmat-Nya. Karena berkat petunjuk dan ridho-Nya, karya ilmiah ini dapat berhasil diselesaikan penyusunannya dengan judul “Analisis Respon Para Pihak Terhadap Pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), Propinsi Kalimantan Barat”. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan motivasi dengan setulus hati kepada penulis sampai selesainya penyusunan karya ilmiah ini. Masukan dan kritik sangat diharapkan untuk kebaikan kita semua yang berada di dalam sektor kehutanan dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Dan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua dan bagi para pengambil keputusan dalam pengelolaan hutan lestari.
Bogor, Desember 2008 Penulis
9
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Juli 1985 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan H. Tulus Sedijanto dan Hj. Dyah Wuryanti. Pendidikan formal diawali di TK Wijaya Kusuma pada tahun 1990, selanjutnya menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1997 di SD Negeri 01 Manggarai, kemudian melanjutkan di SLTP Negeri 115 Jakarta pada tahun 1997 sampai dengan 2000. Pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) diselesaikan pada tahun 2003 di SMU Negeri 37 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA), periode tahun 2005 – 2006 sebagai anggota Kelompok Pemerhati Burung “Perenjak” (KPB “Perenjak”) dan Kelompok Fotografer (FOKA) HIMAKOVA. Pada tahun 2006 penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Hutan di Cagar Alam (CA) Leuweung Sancang di Garut dan Cagar Alam (CA) dan Taman Wisata Alam (TWA) Kamojang di Bandung, kemudian mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Indramayu Unit III Jawa Barat. Di tahun yang sama penulis mengikuti kegiatan lapang eksplorasi keanekaragaman hayati ”SURILI HIMAKOVA” di Taman Nasional Way Kambas. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) pada tahun 2007 di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sungai Penuh, Jambi. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Analisis Respon Para Pihak Terhadap Pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), Propinsi Kalimantan Barat” di bawah bimbingan Ir. Haryanto R. Putro, MS dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.
10
UCAPAN TERIMA KASIH Banyak pihak yang telah memberikan kontribusi kepada penulis dalam meyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang setulustulusnya kepada: 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu mencurahkan kasih sayang, do’a yang tulus, dukungan moril dan materil serta kakak dan adikku yang selalu memberikan motivasi. 2. Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS dan Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu, motivasi dan waktu sampai penyusunan skripsi ini selesai. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS dari Departemen Manajemen Hutan dan Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc dari Departemen Hasil Hutan sebagai dosen penguji pada sidang komprehensif. 4. Tropenbos International Indonesia (TBI) sebagai fasilitator penelitian beserta seluruh stafnya atas bantuan informasi, bimbingan dan kerjasama yang baik. 5. Kepala Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun (BBTNBK) beserta seluruh pegawai dan staf atas bimbingan, arahan, informasi, data, bantuan dan fasilitas yang diberikan selama penelitian. 6. Pemerintah Daerah Kabupaten Konservasi Kapuas Hulu atas bantuan data, informasi serta kerjasama selama penelitian. 7. Kepala Desa, pimpinan adat dan masyarakat adat di lokasi penelitian atas kesediaannya, keramahannya serta kerjasamanya yang baik, terutama kepada Keluarga besar Datuk H. M.Bulkani di Kedamin. 8. Keluarga besar HIMAKOVA dan teman-teman angkatan 40. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.
11
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI........................................................................................................ 13 DAFTAR TABEL ............................................................................................... 14 DAFTAR GAMBAR........................................................................................... 15 DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian. ........................................................................ 17 1.2. Perumusan Masalah Penelitian. ................................................................ 18 1.3. Tujuan Penelitian. ..................................................................................... 20 1.4. Manfaat Penelitian. ................................................................................... 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Taman Nasional Secara Umum. ........................................... 21 2.2. Analisis Para Pihak. .................................................................................. 26 2.3. Para Pihak Kunci Terkait dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional 28 2.4. Respon Para pihak Kunci Terkait dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional .................................................................................................... 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu ..................................................................................... 34 3.2. Obyek Kajian dan Peralatan...................................................................... 35 3.3. Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 36 3.4. Jenis Data .................................................................................................. 37 3.6. Analisis Data ............................................................................................. 37 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas Kawasan. ......................................................................... 39 4.2. Aksesibilitas. ............................................................................................. 39 4.3. Topografi................................................................................................... 40 4.4. Geologi...................................................................................................... 40 4.5. Tanah......................................................................................................... 41 4.6. Iklim. ......................................................................................................... 41 4.7. Hidrologi. .................................................................................................. 42 4.8. Kondisi Biologi Kawasan. ........................................................................ 42 4.9. Keadaan Sosial Ekonomi dan Kebudayaan Masyarakat........................... 44 4.10.Kondisi Umum Pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK). 46 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK)........................... 56 5.2. Penggolongan Para Pihak Kunci Terkait Pengelolaan TNBK.................. 64 5.3. Karakteristik Para pihak Kunci. ................................................................ 68 5.4. Respon Para pihak Kunci Terhadap Pengelolaan TNBK. ........................ 74 5.5. Potensi Dukungan Para Pihak Kunci Terkait Pengelolaan TNBK. .......... 80 5.6. Faktor Penyebab Lemahnya Dukungan Para Pihak Kunci Terhadap Pengelolaan TNBK. .................................................................................. 83 5.7. Upaya Peningkatan Dukungan Para Pihak Kunci Terhadap Pengelolaan TNBK........................................................................................................ 85 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan. .............................................................................................. 88 6.2. Saran.......................................................................................................... 89
12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 90 LAMPIRAN......................................................................................................... 92
13
DAFTAR TABEL
No Halaman 1. Pemetaan dalam Analisis Para Pihak. .............................................................. 29 2. Analisis Pro dan Kontra. .................................................................................. 39 3. Daftar Nama Responden. ................................................................................. 34 4. Matriks Program Terkait Pengelolaan TNBK secara Garis Besar................... 59 5. Penggolongan Para Pihak Kunci Terkait Pengelolaan TNBK......................... 66 6. Persentase Respon Tingkat Pengetahuan dan Pandangan Para Pihak Terhadap Pengelolaan TNBK. ....................................................... 75 7. Persentase Respon Tingkat Sikap Para pihak Terhadap Pengelolaan TNBK. ......................................................................................... 78 8. Persentase Respon Tingkat Tindakan Nyata Para Pihak Kunci (kategori Pemerintah Daerah dan LSM) Terhadap Pengelolaan TNBK.......... 79 9. Persentase Respon Tingkat Tindakan Nyata Para Pihak Kunci (kategori masyarakat desa daearah penyangga) Terhadap Pengelolaan TNBK .......................................................................................... 80 10. Potensi Dukungan Para Pihak Terkait Pengelolaan TNBK. ........................... 83
14
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Respon Para Pihak Kunci Terhadap Pengelolaan TNBK .......................................................................... 18 2. Peta Wilayah Pengelolaan TNBK.................................................................... 39 3. Struktur Organisasi Balai Besar Taman Nasional Tipe B................................ 38 4. Pemetaan Para pihak Kunci Terhadap Pengelolaan TNBK............ 65
15
LAMPIRAN
No
Halaman
1. Panduan Wawancara Pihak TNBK. ................................................................. 93 2. Panduan Wawancara Pihak Instansi Pemerintahan Daerah Kabupaten Konservasi Kapuas Hulu dan Organisasi Non-Pemerintah (Lingkungan dan Kehutanan). .............................................. 94 3. Panduan Wawancara Pihak Masyarakat Desa Daerah Penyangga .................. 96
16
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian. Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Penetapan kawasan ini merupakan salah satu upaya untuk melindungi berbagai potensi sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Secara administrasi, kawasan TNBK dengan luasan sekitar 800.000 ha termasuk wilayah Kabupaten Kapuas Hulu. Wilayah kabupaten ini memiliki kondisi alam yang unik, yaitu merupakan daerah perhuluan sungai-sungai di seluruh Pulau Kalimantan, memiliki keanekaragaman yang tinggi dari satwa, tumbuhan dan ekosistem dan sekitar 56,21% dari keseluruhan luasan wilayah merupakan kawasan lindung. Keunikan tersebut mendorong pihak pemerintah kabupaten untuk menetapkan suatu kebijakan pengelolaan wilayah berdasarkan keseimbangan pengembangan pembangunan ekonomi daerah yang selaras dengan kondisi perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, yang diwujudkan melalui Surat Keputusan Bupati Kapuas Hulu No. 144 tahun 2003 tentang deklarasi Kabupaten Kapuas Hulu sebagai Kabupaten Konservasi. Pengelolaan TNBK dilakukan berdasarkan atas rencana yang disusun sesuai dengan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomi dan sosial budaya. Perencanaan tersebut tertuang dan terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu konsep, tujuan dan program pengelolaan TNBK. Hubungan yang bersifat terkait dan terintegrasi antara tiga tahapan tersebut merupakan kunci mencapai tujuan pengelolaan secara maksimal. Pencapaian tujuan pengelolaan, pihak TNBK akan menghadapi berbagai tantangan atau permasalahan yang berat. Dibutuhkan adanya dukungan dari berbagai pihak untuk membantu mengurangi beban tersebut. Pihak yang dimaksud adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat desa daerah penyangga kawasan TNBK.
17
Tingkat dukungan dapat dikaji dari respon para pihak pada tingkat pengetahuan dan pandangan, sikap serta tindakan nyata terkait pengelolaan TNBK. Hasil pengkajian tersebut dipandang dapat menggambarkan tingkat dukungan aktual dan dukungan potensial yang ditinjau dari konsep, tujuan dan program pengelolaan TNBK. Penelitian ini hanya menekankan kepada respon para pihak kunci (key stakeholder), karena pihak ini yang secara nyata berpengaruh atau penting dalam pencapaian tujuan pengelolaan (Asikin 2001). 1.2. Perumusan Masalah Penelitian. Pertanyaan-pertanyaan yang menjadi perumusan masalah adalah: a. Level kepentingan dan pengaruh para pihak pengelolaan TNBK? Informasi ini untuk mengetahui dan mengenali para pihak kunci. b. Respon positif dan negatif (dari tingkat pengetahuan dan pandangan, sikap dan tindakan nyata) para pihak kunci terhadap pengelolaan TNBK? c. Potensi dukungan para pihak kunci terhadap pengelolaan TNBK berdasarkan hasil respon mulai dari tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan nyata (positif atau negatif) dan hasil analisis pro dan kontra? Semua alur latar belakang dan perumusan masalah penelitian yang dijelaskan di atas, tertuang di dalam kerangka penelitian pada gambar 1.
18
Peraturan Perundangan Analisis para pihak Pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun Konsep Keberhasilan Pengelolaan
Para Pihak Kunci
Tujuan Program
Analisis Respon
-
-
Pengetahuan dan pandangan Sikap Tindakan yang nyata
aktual Mendukung
Analisis Pro dan Kontra
Potensi Mendukung
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Analisis Respon Para Pihak Kunci terhadap Pengelolaan TNBK
19
1.3. Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengidentifikasi dan memetakan para pihak kunci terkait pengelolaan TNBK berdasarkan tingkat pengaruh dan kepentingan. b. Mengetahui respon (negatif atau postif) dari para pihak kunci terhadap pengelolaan TNBK. c. Mengetahui potensi dukungan para pihak kunci terkait pengelolaan TNBK. d. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan lemahnya potensi dukungan para pihak kunci terhadap pengelolaan TNBK dan upaya peningkatannya. 1.4. Manfaat Penelitian. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan masukan kepada pihak pengelola TNBK dalam membentuk dan membangun hubungan jaringan kerjasama yang saling menguntungkan antara pihak pengelola TNBK dengan para pihak dalam pengelolaan TNBK.
20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengelolaan Taman Nasional Secara Umum. 2.1.1. Definisi Taman Nasional. Taman nasional adalah suatu wilayah alamiah di daratan atau lautan yang ditunjuk untuk: (1) melindungi integritas ekologi satu atau lebih untuk kepentingan generasi kini dan yang akan datang; (2) melarang eksploitasi dan okupasi yang bertentangan dengan tujuan penunjukkannya; (3) memberikan landasan untuk pengembangan spiritual, ilmu pengetahuan, pendidikan, rekreasi, dan kesempatan bagi pengunjung yang ramah secara ekologi dan budaya (IUCN 1994). Menurut FAO dalam Komite PPA-MFP dan Yayasan WWF (2006) menjelaskan bahwa taman nasional adalah kawasan luas dan relatif belum terganggu yang memiliki nilai alam tinggi, dengan kepentingan konservasi tinggi, potensi rekreasi tinggi, mudah dikunjungi dan bermanfaat bagi daerah. Selain itu, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya) kawasan taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem yang masih asli dan dikelola dengan menggunakan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. 2.1.2. Konsep Dasar Pengelolaan Taman Nasional. Dalam konsep pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun, terdapat batasan pengelolaan, yaitu pengelolaannya yang menggunakan sistem konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem dengan berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1990, Kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: 1. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia
21
(perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan).
Perlindungan
sistem
penyangga kehidupan ini meliputi usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau, dan jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi hutan, perlindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai, perlindungan terhadap gejala keunikan dan keindahan alam, dan lain-lain. 2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah). Usaha dan tindakan konservasi untuk menjamin keanekaragaman jenis meliputi penjagaan agar unsur-unsur tersebut tidak punah dengan tujuan agar masing-masing unsur dapat berfungsi dalam alam dan senantiasa siap untuk sewaktu-waktu dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dapat dilaksanakan di dalam kawasan (konservasi in-situ) ataupun di luar kawasan (konservasi exsitu). 3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari). Untuk memudahkan dalam pengelolaan kawasan taman nasional, maka dilakukan dengan menggunakan sistem zonasi. Kegiatan zonasi taman nasional sendiri meliputi kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Dalam kawasan taman nasional sekurang-kurangnya terdapat tiga zona yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 1998, yaitu: 1. Zona Inti.
22
Kriteria dalam penetapan zona inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang merupakan ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang kondisi fisiknya masih asli dan belum diganggu oleh manusia, mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia, mempunyai luasan yang cukup dan bentuk tertentu yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami, mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi, mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta ekosistemnya yang langka yang keberadaannya terancam punah, merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas dan khas/endemik dan merupakan tempat aktivitas satwa migran. Sesuai dengan kriteria yang telah dijelaskan di atas, maka zona ini memiliki fungsi untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya. 2. Zona Rimba. Kriteria dalam penetapan zona rimba adalah kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa liar, memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan serta merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran. Sedangkan fungsi dari zona ini adalah untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti. 3. Zona Pemanfaatan. Kriteria dalam penetapan zona pemanfaatan adalah mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta
23
formasi geologinya yang indah dan unik, mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam, kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan,
pengembangan pariwisata alam, penelitian dan pendidikan,
merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pendidikan dan tidak berbatasan langsung dengan zona inti. Sedangkan fungsi dari zona ini adalah untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan dan kegiatan penunjang budidaya. Setiap kawasan taman nasional memiliki kondisi alam yang berbeda-beda, termasuk di dalamnya perbedaan akibat perubahan yang terjadi akibat adanya aktivitas masyarakat desa sekitar kawasan karena masih memiliki kebutuhan yang tergantung terhadap kawasan taman nasional ataupun kegiatan-kegiatan lainnya yang berasal dari program taman nasional dalam pengembangan pengelolaan (salah satunya kegiatan pariwisata atau ekowisata). Perubahan ini juga tidak menutup adanya kemungkinan kerusakan kawasan hutan. Untuk mengantisipasi kondisi kawasan yang berbeda-beda (kondisi keberadaan atau jumlah populasi vegetasi, satwa dan ekosistem), maka pihak pemerintah menetapkan kategori zona lain, seperti zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi, budaya dan sejarah serta zona khusus. Dalam pengelolaan taman nasional tidak hanya memperhatikan pengelolaan kawasan hutan saja, akan tetapi juga menyangkut wilayah sekitar kawasan. Wilayah sekitar kawasan ini yang biasa disebut sebagai daerah penyangga. Daerah penyangga ini memiliki fungsi untuk menjaga kawasan hutan taman nasional dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan atau dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan. Penetapan daerah penyangga juga memiliki kriteria yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. 56 tahun 2006, yaitu 1. Secara geografis berbatasan dengan kawasan taman nasional. 2. Secara ekologis masih mempunyai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar kawasan taman nasional.
24
3. Mampu menangkal segala macam gangguan baik dari dalam maupun dari luar kawasan taman nasional. 4. Penetapan daerah penyangga dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak yang dimiliki oleh pemegang hak (hak masyarakat desa setempat yang telah lama menempati wilayah tersebut). 2.1.3. Tujuan Pengelolaan Taman Nasional. Dalam Mackinnon et al. (1990), hal pelestarian taman nasional memiliki dua kategori tujuan pengelolaan, yaitu tujuan utama untuk pengelolaan kawasan dan sumberdaya dan tujuan tidak perlu utama akan tetapi selalu masuk dalam tujuan penting. 1. Tujuan utama : a. Mempertahankan ekosistem dalam kondisi alami. b. Mempertahankan keanekaragaman ekologis dan pengaturan lingkungan. c. Melestarikan sumberdaya plasma nutfah. d. Melestarikan kondisi kawasan tangkap air. e. Melindungi obyek dan tempat warisan budaya, sejarah dan purbakala. f. Melindungi keindahan alam dan tempat terbuka. g. Mendorong pemanfaatan nasional dan berkelanjutan dari kawasan marjinal dan pembangunan desa. 2. Tujuan penting : a. Menyediakan pendidikan, penelitian dan pemantauan lingkungan. b. Menyediakan pelayanan rekomendasi dan pariwisata. Tujuan pengelolaan taman nasional berdasarkan kategori kawasan dilindungi menurut IUCN (1994), yaitu: 1. Melindungi wilayah alami dan pemandangan indah yang memiliki nilai tinggi secara nasional atau internasional untuk tujuan spiritual, ilmu pengetahuan, pendidikan, rekreasi dan pariwisata. 2. Melestarikan sealamiah mungkin perwakilan dari wilayah fisiografi, komunitas biotik, sumber daya genetik dan spesies, untuk memelihara keseimbangan ekologi dan keanekaragaman hayati.
25
3. Mengelola penggunaan oleh pengunjung untuk kepentingan inspiratif, pendidikan, budaya dan rekreasi dengan tetap mempertahankan areal tersebut pada kondisi alamiah atau mendekati alamiah. 4. Menghilangkan dan mencegah eksploitasi atau okupasi yang bertentangan dengan tujuan penunjukkannya. 5. Memelihara rasa menghargai terhadap ciri-ciri ekologi, geomorfologi, kekeramatan, atau estetika yang menjadi pertimbangan penunjukkannya. 6. Memperdulikan
kebutuhan
masyarakat
lokal,
termasuk
penggunaan
sumberdaya alam secara subsisten, sepanjang tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tujuan pengelolaan. 2.1.4. Program Pengelolaan Taman Nasional. Di dalam perencanaan pengelolaan taman nasional terkandung programprogram yang tertuang dalam dokumen RPTN (Rencana Pengelolaan Taman Nasional) untuk kurun waktu 25 tahun, sedangkan untuk kurun waktu lima tahun tertuang dalam dokumen RKL (Rencana Kerja Lima Tahunan) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang berfungsi sebagai pedoman langsung pelaksanaan yang telah diperbaharui sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi. 2.2. Analisis Para Pihak. Pengelolaan
Taman
Nasional
Betung
Kerihun
dilakukan
dengan
menggunakan sistem pendekatan kolaborasi. Sistem pendekatan ini dilakukan untuk lebih mengoptimalkan dan memaksimalkan pengelolaan TNBK. Dalam pengelolaan suatu kawasan Taman Nasional Betung Kerihun yang bersistemkan kolaborasi, sekurang kurangnya terdapat empat para pihak yang saling berinteraksi dan memiliki hak dan tujuan individual yang berbeda dan para pihak memiliki kedudukan yang sederajat dan didorong agar mampu mengakomodasi tujuan-tujuan kolektif yang disepakati bersama. Pada pengelolaan TNBK hanya terdapat empat kategori para pihak, yaitu masyarakat, pemerintah, hutan dan lembaga penyangga (Tadjudin 2000). Dalam mengetahui dan mengidentifikasi para pihak yang terlibat dibutuhkan suatu analisis yang disebut sebagai analisis para pihak yang dilakukan melalui pendalaman dengan metode observasi dan wawancara mendalam.
26
Analisis para pihak adalah metode yang digunakan untuk memfasilitasi suatu institusi dan proses reformasi kebijakan dan menghubungkan kebutuhan dari mereka yang memiliki kepentingan atau ketertarikan di dalam perubahan tersebut dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang ada. Model analisis ini digunakan sebagai alat guna menghitung kualitas dan kuantitas untuk memahami para pihak, mengetahui posisi para pihak, pengaruhnya terhadap para pihak lainnya dan kepetingannya terhadap perubahan-perubahan yang lainnya. Selain itu model analisis para pihak dapat menimbulkan ide terhadap dampak perubahan struktur dari politik dan kekuatan sosial, dapat menjelaskan adanya penyimpangan dari poin-poin yang langsung menuju ke arah pembaharuan dan kekuatan potensial untuk melawan antara kelompok-kelompok dan individual dan dapat membantu mengenal strategi potensial untuk negosiasi dengan para pihak lawan (
[email protected] 2005). Dalam Kusmanto et al. (2005), Analisis para pihak ini bertujuan untuk mengidentifikasi aktor kunci atau para pihak dalam sistem dan untuk mengukur kepentingan para pihak masing-masing di dalam sistem. Analisis para pihak adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang kunci yang akan mendapatkan kemenangan lebih. Setelah itu dilakukan perencanaan para pihak untuk membangun dukungan yang dapat menuju ke arah sukses. Langkah awal dalam analisis para pihak adalah mengidentifikasi para pihak yang sebenarnya terkait. Setelah itu membuat rencana yang berkaitan dengan kekuatan, pengaruh dan kepentingan, sehingga dapat diketahui fokus pendekatan terhadap para pihak kunci. Langkah terakhir adalah untuk mengembangkan pemahaman yang baik dari para pihak yang penting, sehingga akan dapat diketahui kemungkinan mereka merespon dan dapat dilakukan perencanaan yang akan memenangkan atau mendahulukan dukungan mereka serta masukan hasil analisis ini ke dalam pemetaan para pihak (Manktelow dirujuk dalam www.mindstool.com 2005). Menurut Anshari (2006), analisis pemangku kepentingan (para pihak) tidak berdasarkan pendekatan otoritas atau kekuasaan legal yang dianugerahkan oleh negara, tetapi menggunakan pendekatan menurut fungsi-fungsi dan realitas lapangan. Pendekatan ini menguntungkan pemangku kepentingan yang lemah
27
menurut kekuasaan politik atau otoritas, tetapi melakoni peran dan fungsi penting dalam pemanfaatan sumberdaya alam (local resources). 2.3. Para Pihak Kunci Terkait dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional. Dalam Hobley (1996) yang dirujuk dalam Tadjudin (2000), pengertian para pihak adalah orang atau organisasi yang terlibat dalam sauatu kegiatan atau program-program pembangunan yang terkena pengaruh atau dampak kegiatan yang bersangkutan. Di dalam bidang kehutanan pengertian dari pemangku kepentingan atau para pihak adalah suatu individu, kelompok sosial, institusi, komunitas atau sejumlah masyarakat yang memiliki bagian di dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Sama halnya, para pihak ini mempengaruhi dan dipengaruhi oleh ketentuan dan kegiatan para pihak lainnya yang masih berhubungan dengan hutan (Kusmanto et al. 2005). Para pihak kunci adalah orang atau kelompok yang mampu mempengaruhi (influence) atau orang atau kelompok yang penting (important) dari para pihak untuk mencapai keberhasilan dari suatu kegiatan. Pengaruh (influence) tersebut mengacu pada seberapa kuatnya pengaruh dari para pihak. Kepentingan (importance) mengacu pada para para pihak yang masalah, kebutuhan, dan kepentingannya menjadi prioritas dalam perencanaan kegiatan. Jika para pihak yang penting tersebut tidak terbantu, maka kegiatan tersebut tidak dapat berhasil (Association of Social Anthropologist of UK and Commonwealth 2006 dirujuk dalam Surbakti 2006). Tingkat kepentingan para pihak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor ekonomi, sosial, budaya, kelestarian sumberdaya dan eksistensi. Sedangkan untuk tingkat pengaruh adalah politik, peraturan perundangan, aksesibilitas, struktural dan sosial (Untoro 2006). Pengaruh para pihak adalah kemampuan para pihak dalam mempersuasikan atau memaksa pihak lain untuk mengikuti kemauannya. Tingkat pengaruh ini dapat berasal dari peraturan, uang, opini, massa dan kepemimpinan (Asikin 2001).
28
Menurut Kusmanto et al. (2005) untuk mengidentifikasi para pihak kunci dapat digunakan pertanyaan-pertanyaan kunci berikut sebagai pedoman atau acuan, yaitu: 1. Siapakah yang kemungkinan akan dipengaruhi atau terpengaruh terhadap kegiatan pengelolaan hutan, baik secara positif atau negatif? 2. Siapakah partisipan yang akan membuat pengelolaan hutan lebih efektif apabila terjadi (atau siapakah yang tidak berpatisipasi dan akan membuat pengelolaan hutan semakin tidak efektif)? 3. Siapa saja yang akan menentang inisiatif pengelolaan hutan?upaya apa yang harus dilakukan untuk membuat pihak ini berkerjasama atau berpartisipasi? Tabel 1 Pemetaan dalam Analisis Para pihak. Pengaruh / kepentingan Para pihak
Kepentingan Tinggi
Kepentingan Rendah
Pengaruh Tinggi
A. Pelibatan secara aktif.
B. Pertahankan Kepuasan.
Pengaruh Rendah
C. Pertahankan penginformasian.
D. Memonitor (upaya minimum).
Menurut Manktelow dirujuk dalam www.mindstool.com (2005), terdapat empat posisi dalam analisis para pihak, yaitu: 1. Pengaruh tinggi dan kepentingan tinggi, kelompok ini harus dilibatkan secara aktif dan sepenuhnya dibutuhkan upaya yang besar untuk pemuasannya. Pihak ini sangat penting bagi pengelolaan taman nasional dan bagi pencapaian keberhasilan taman nasional. Pihak pengelola perlu membina hubungan kerja yang baik dengan para pihak ini untuk memastikan adanya dukungan terhadap proyek. 2. Pengaruh tinggi dan kepentingan rendah, pada kelompok ini lakukan upaya yang secukupnya untuk membuat pihak yang terlibat merasa puas, akan tetapi jangan terlalu berlebihan karena pihak ini bisa merasa bosan. Pihak yang
29
berpengaruh besar, karena dapat mempengaruhi keberhasilan pengelolaan, tapi minatnya tidak menjadi target utama pengelolaan. Pihak ini mungkin merupakan sumber resiko, hubungan yang baik akan menjadi pertimbangan dan diperlukan monitoring dengan seksama, para pihak ini memblok proyek dan jika hal ini terjadi maka resikonya dapat mengandung asumsi mematikan yang artinya resiko terlalu besar jika kerjasama pengelolaan dilanjutkan. 3. Pengaruh rendah dan kepentingan tinggi, pada kelompok ini sebaiknya diberikan cukup dalam informasi untuk memastikan tidak ada timbul issu-issu yang besar. Kelompok ini akan sangat bermanfaat bagi implementasi kegiatan. Pihak ini sangat penting bagi proyek, akan tetapi pengaruhnya rendah. Mereka memerlukan inisiatif khusus jika ingin melindungi kepentingan mereka. 4. Pengaruh rendah dan kepentingan rendah, pada kelompok ini harus dimonitor, akan tetapi jangan dilakukan dan diberikan komunikasi yang berlebihan. Pihak yang berada pada prioritas rendah, tapi membutuhkan monitoring dan evaluasi yang terbatas. Mereka cenderung menjadi subjek kegiatan dan manajemen kegiatan di taman nasional. 2.4. Respon Para pihak Kunci Terkait dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Aspek respon yang paling mendasar dari penanganan pemahaman mengenai pengelolaan taman nasional adalah dengan cara membangun persepsi hal tersebut dikalangan para pihak. Persepsi memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perilaku manusia, semakin besar pemahaman mereka terhadap pengelolaan taman nasional, maka semakin besar kemungkinan akan berperilaku positif terhadap kesepakatan-kesepakatan di dalamnya. Namun pembangunan persepsi untuk mengetahui ada atau tidaknya dukungan dari para para pihak ini pada umumnya hanya sesaat dan bersifat pengenalan dipermukaannya saja, oleh karena itu diperlukan kajian-kajian lebih lanjut mengenai aspek respon yang lainnya (Muntasib 2007). Sikap atau perilaku merupakan bentuk lanjutan dari persepsi yang berupa kesiapan atau kesediaan dari para para pihak untuk bertindak. Terdapat tiga komponen sikap yang mendasar yaitu berhubungan dengan keyakinan terhadap ide atau konsep yang ada (kognitif), berhubungan dengan kehidupan emosional
30
atau perasaan seseorang (afektif) dan yang terakhir berhubungan dengan kecenderungan mereka untuk bertingkah laku (konasi). Dari ketiga komponen tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kumpulan dari berpikir, keyakinan, pengetahuan dan memiliki evaluasi negatif maupun positif yang bersifat emosional (Muntasib 2007). Bentuk respon yang diberikan oleh para pihak terhadap pengelolaan taman nasional adalah adanya penanganan (dalam hal monitoring dan perilundungan atau pengamanan) persoalan konservasi yang berupa pencurian kayu atau satwa langka, serta perdagangan secara illegal. Program penanganan ini terpusat pada kawasan perbatasan umum di Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) dan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS). Respon para para pihak (khususnya untuk pihak pemerintah dan aktivis LSM) lainnya yang cenderung bersifat tindakan nyata (perilaku/psikomotorik) adalah berupa pengarahan dalam upaya untuk peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat setempat. Pengarahan yang dimaksud mengenai beberapa kebijakan kehutanan atau pembangunan terkait secara umum, khususnya menyangkut tata ruang dan upaya konservasi sumberdaya (Darusman et al. 2006). Menurut Siregar (1994) dirujuk dalam Roza (2002) Respon masyarakat terhadap program yang diberikan dapat dilihat dari perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh masyarakat tersebut, perubahan ini meliputi perubahan perilaku pada: pengetahuan (knowlegde) yang menjadi dasar pembentukan persepsi, sikap (attitude) dan tindakan (practise). Hubungan antara konsep pengetahuan, sikap dan perilaku dalam kaitannya dengan suatu kegiatan tidak dapat dipisahkan. Adanya pengetahuan tentang manfaat suatu hal akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam suatu kegiatan yang akan diwujudkan dalam suatu bentuk tindakan. Persepsi adalah bagaimana cara seseorang melihat sesuatu dan bagaimana cara seseorang memandang dan mengartikan sesuatu. Jika benar bahwa seseorang berperilaku berdasarkan persepsinya terhadap dunia, maka mengubah perilaku ke arah tujuan yang telah ditentukan dapat dipermudah dengan jalan memahami persepsi pada saat ini pada individu tersebut terhadap dunia. Persepsi seseorang
31
ditentukan oleh kebutuhan mereka, seperti harapan-harapan sekaligus ketakutan (Leavitt 1978). Menurut Leavitt (1978), konsep dari motivasi adalah yang melatarbelakangi perilaku karena adanya desakan atau keinginan atau kebutuhan atau dorongan. Terdapat dua kekuatan motivasi yang ada di dalam diri manusia, yaitu: 1.
Positif, yaitu keinginan, hasrat, kebutuhan yang dapat mendorong seseorang ke arah obyek.
2.
Negatif, yaitu khawatir, tidak suka yang mendorong seseorang untuk menjauh dari arah tujuan. Sikap adalah evaluasi terhadap aspek-aspek dunia sosial yang obyeknya
dievaluasi secara positif dan negatif dan kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi, yaitu bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan obyek sikap tekanannya pada kebanyakan penelitian dewasa adalah perasaan emosi (Rochmah et all. 1996). Terdapat tiga macam respon yang dapat diberikan oleh pihak para pihak berdasarkan Sajogyo (1984) dirujuk dalam Safitri (2006), yaitu : 1. Respon postif Terjadi apabila para pihak terdorong atau termotivasi untuk ikut serta dan mengambil bagian secara keseluruhan dari pengelolaan taman nasional. 2. Respon negatif Terjadi apabila unsur pembaharuan tidak dapat mempengaruhi para pihak untuk ikut berperan di dalamnya. 3. Respon netral Terjadi apabila pengikutsertaan para pihak tersebut tidak relevan dengan hasil kesepakatan-kesepakatan yang berlaku. Dalam menganalisis respon para pihak secara lebih detail, maka digunakan alat yang disebut dengan analisis pro dan kontra. Analisis pro dan kontra ini adalah suatu metode kualitatif yang membandingkan antara potensi yang baik (pro atau positif) dengan potensi yang buruk (kontra atau negatif) dan telah diidentifikasi melalui kriteria-kriteria yang ditetapkan. Daftar pro dan kontra disusun berdasarkan atas hasil pokok persoalan, yang merupakan hasil perbandingan kriteria satu dengan kriteria yang lainnya. Pada kenyataannya
32
kriteria pro kuat dan kriteria kontra lemah. Dalam dokumentasi keputusan seharusnya memasukkan penjelasan yang memperkuat alasan pemilihan yang menyatakan bahwa kriteria pro lebih penting daripada kriteria kontra. Tabel 2 Analisis Pro dan Kontra Kriteria Pengelolaan Taman Nasional (Konsep, Tujuan, Program) Pro Kontra Pengetahuan Sikap Tindakan nyata pengetahuan sikap Tindakan nyata Respon lemah Respon Kuat Respon kuat Respon lemah Modifikasi dari Baker et al. (2001)
33
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kapuas Hulu, terfokus di Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), instansi dan lembaga para pihak yang lingkup kerjanya di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, baik pemerintah, LSM lokal maupun LSM internasional, serta desa daerah penyangga kawasan TNBK (Desa Manua Sadap, Desa Model Konservasi Pulau Manak dan Desa Benua Martinus). Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan (90 hari), mulai bulan Januari 2008 sampai bulan Maret 2008.
Lokasi desa daerah penyangga TNBK
Lokasi Balai Besar TNBK
Gambar 2 Peta wilayah pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun.
34
3.2. Obyek Kajian dan Peralatan Peralatan yang digunakan adalah perekam suara, kamera, panduan wawancara dan alat tulis. Obyek kajian penelitian ini adalah pihak yang terkait pengelolaan TNBK, seperti Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, LSM lokal maupun LSM internasional dan masyarakat desa daerah penyangga kawasan TNBK. Pengambilan responden dilakukan secara purposive sampling, yaitu lebih menekankan kepada responden kunci yang memiliki pengetahuan dan pemahaman perihal pengelolaan TNBK serta memiliki tingkat kepercayaan dan kewenangan yang cukup tinggi dari suatu instansi atau lembaga yang bersangkutan. Cara ini berguna untuk melihat respon yang tepat atau sesuai dengan tujuan penelitian. Total responden yang diambil berjumlah 48 individu yang mewakili masing-masing instansi atau komunitas, yaitu:
Tabel 3 Daftar Nama Responden No 1
2
3 4 5
Posisi/Jabatan a. Kepala Badan b. Kepala Bidang c. Kepala Seksi a. Kepala Dinas b. Kepala Bidang c. Kepala seksi a. Kepala Dinas b. Kepala Bidang a. Kepala Bidang b. Kepala Seksi a. Tim Penyuluh Teknisi Kehutanan b. Staff BP4K
7 8 9
a. Kepala Kantor b. Kepala Bidang Kepala Kantor Kepala Seksi Kepala Kantor
10 11
Kepala Bagian Kepala Dinas
12 13
Kepala Bidang a. Koordinator program b. Teknik Lapangan a. Teknik Lapangan b. Conflict Resolution assistant c. Legal assistant
6
14
Instansi Bappeda
Dinas Kehutanan
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumber Daya Mineral Badan Penyuluhan Pertanian, Perkebunan, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kantor Perkebunan Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa Dinas Perikanan Kantor Penelitian, Pengembangan dan Informatika Dinas Pendidikan Dinas Perindustrian, perdagangan dan Koperasi Dinas Pertanian dan tanaman Pangan WWF-Putussibau FLEGT
35
Lanjutan Tabel 3
15
16
17
d. Forest Law Expert a. Kepala Dusun Kelayam b. Pembentuk Kelompok Kanyau Bersatu dan juga mantan petugas lapang TNBK c. Anggota masyarakat d. Tokoh masyarakat suku Iban a. Petugas Lapang TNBK b. Ketua Adat Suku Tamambaloh c. Kepala dusun Talas d. Kepala desa Pinjawan e. Kepala Dusun Belimbis a. Kepala Desa Benua Martinus b. Kepala Camat c. Kepala Dusun Bukung d. Kepala Dusun Keram e. Kepala Dusun Martinus f. Guru SMA Benua Martinus g. Guru SMP Benua Martinus
Masyarakat Desa Manua Sadap
Masyarakat Desa Pulau Manak
Masyarakat Desa Benua Martinus
3.3. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan menggabungkan ketiga teknik pengumpulan data, sehingga hasil penelitian dapat disimpulkan secara lebih lengkap dan akurat : 1. Wawancara dan diskusi secara in depth-interview terhadap key person dari para pihak yang terlibat dan berkaitan dengan menggunakan panduan wawancara berdasarkan spesifikasi data yang substansi dari sistem pengelolaan taman nasional. 2. Penelusuran dokumen dan laporan, yaitu dokumen-dokumen kesepakatan manajemen kolaboratif, laporan-laporan kegiatan yang telah dilakukan oleh pihak para pihak serta dokumen-dokumen lainnya yang terkait dalam kajian penelitian. 3. Pengamatan dan peninjauan lapangan guna mengetahui perilaku berupa tindakan nyata dari para pihak mengenai kesepakatan yang berlaku, terutama dari pihak masyarakat untuk melihat respon mereka secara nyata sesuai dengan pemahaman terhadap konsep, kebijakan dan program taman nasional
36
3.4. Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan menggunakan teknik in-depth interview dan observasi partisipasi untuk mengetahui dan mengenali tingkat kepentingan dan pengaruh serta respon para pihak. Data tingkat kepentingan dan pengaruh digunakan untuk mengidentifikasi para pihak kunci (key stakeholder) yang didapatkan dari hasil analisis para pihak. Data respon para pihak akan diidentifikasi melalui tiga parameter, yaitu pengetahuan dan pandangan, sikap serta tindakan nyata yang mencerminkan tingkat pemahaman, kesadaran dan dukungan para pihak terhadap tiga tahapan (konsep, tujuan dan program) pengelolaan TNBK. Hasil kajian respon dapat memberikan informasi yang bersifat positif atau negatif berkaitan dalam merealisasikan pengelolaan TNBK. Data sekunder berupa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tingkat kepentingan dan pengaruh para pihak, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sistem pengelolaan TNBK (RPTN, RKL atau RKT), dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan TNBK, keadaan umum lokasi yang meliputi letak, kondisi fisik lingkungan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta data lain yang dibutuhkan untuk melengkapi data yang sudah ada dari sumber pustaka yang sesuai. 3.6. Analisis Data Perolehan data berupa catatan-catatan dari hasil pengamatan langsung (observasi) di lapangan, wawancara mendalam dengan informan, studi pustaka dan literatur dianalisis berdasarkan tiga jalur analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus-menerus. Reduksi data dilakukan dengan menyederhanakan data yang diperoleh dari lapangan dengan meringkas dan menggolongkannya. Kegiatan ini dilakukan untuk menajamkan dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga didapat data utama yang menjadi pokok penelitian serta mendapatkan kesimpulan akhir Penyajian data dilakukan secara naratif deskriptif yaitu menyajikan data secara deskriptif dengan menggunakan bentuk bagan, tabel atau matriks untuk
37
mempermudah pemahaman mengenai hasil analisis data yang telah diperoleh secara lebih terpadu. Tahapan yang terakhir adalah penarikan kesimpulan dengan melakukan verifikasi data yaitu melakukan pemikiran ulang dan peninjauan ulang data untuk menarik kesimpulan yang kokoh dan tepat.
38
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Letak dan Luas Kawasan. Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) merupakan kawasan konservasi terbesar di Propinsi Kalimantan Barat. Kawasan konservasi ini berstatus taman nasional melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 467/Kpts-II/1995 pada tanggal 5 September 1995. Secara administrasi termasuk ke dalam wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten Kapuas Hulu dengan ibukotanya Putussibau. Kawasan TNBK berada dalam tiga kecamatan, yaitu kecamatan Embaloh Hulu, Kecamatan Embaloh Hilir dan Kecamatan Putussibau. Wilayah TNBK terbentang memanjang pada 112015’-114010’ Bujur Timur dan 0040’-1035’ Lintang Utara seluas 800.000 ha. Kawasan TNBK ini berbentuk sempit berbatasan dengan Negara bagian Serawak di sebelah utara, Propinsi Kalimantan Timur di sebelah timur, di sebelah selatan daerah Benua Martinus dan Putussibau, dan wilayah Lanjak atau Nanga Badau di sebelah barat. Berdasarkan peta lampiran SK, total garis perbatasan TNBK sepanjang 812 Km yang terbagi menjadi sepanjang 398 Km berbatasan dengan dengan malaysia, 146 Km dengan batas propinsi Kalimantan Timur, dan sepanjang 268 Km dengan batas propinsi Kalimantan Barat. Garis batas yang sangat panjang ini mempunyai konsekuensi pengelolaan dan pengamanan yang sangat berat. 4.2. Aksesibilitas. Sebelum memasuki kawasan TNBK, pengunjung yang datang dari Pontianak harus menuju kota Putussibau dengan jarak sekitar 800 Km. Perjalanan Pontianak-Putussibau dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi umum, yaitu bus umum selama sekitar 16 jam atau menggunakan pesawat terbang dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Pengunjung kawasan yang berasal dari mancanegara yang menggunakan jalur dari negara Malaysia dapat menggunakan transportasi darat melalui jalur lintas utara yang merupakan pintu masuk dari wilayah SPTN (Seksi Pengelolaan Taman Nasional) Badau.
39
4.3. Topografi. Keadaan topografi TNBK sebagian berbukit dan bergunung serta sedikit dataran dengan ketinggian tempat berkisar antara 150 m sampai 2000 m dari permukaan laut. Kawasan berbukit dan gunung terdiri dari rangkaian pegunungan Kapuas Hulu di bagian Utara yang berbatasan dengan Serawak dan di bagian timur adalah pegunungan Muller yang berbatasan dengan Kalimantan Timur. TNBK terbagi berdasarkan kelompok ketinggian terbesar pada kisaran 200-500 m sebanyak 38,51%, diikuti kisaran 500-700 m sebanyak 28,14%, 700-1000m sebanyak 15,90%, 1000-1500 11,19%, lebih rendah dari 200m sebanyak 5,34%, dan yang berketinggian di atas 1500 m dari permukaan laut hanya 0,92%. Sebagian besar kawasan ini (61,15%) mempunyai kelerengan yang terjal di atas 45% dan yang berlereng diantara 25%-45% sebanyak 33,08% dari luar kawasan, serta hanya sebanyak 5,77% yang berlereng di bawah 25%. Dapat disimpulkan bahwa di dalam kawasan TNBK hampir tidak mempunyai daerah landai kecuali pada lembah sungi yang relatif sempit. Kawasan TNBK paling tidak mempunyai 179 puncak yang tersebar di 65 titik puncak di DAS Embaloh, 36 di DAS Sibaumenyakan, 26 titik di DAS Mendalam, dan 52 titik di DAS Kapuas Koheng dan Bungan. 4.4. Geologi. Keadaan geologi kawasan TNBK cukup unik dan menarik yang terkait dengan sejarah Pulau Borneo yang memang unik di dunia. Borneo yang merupakan pulau terbesar ketiga di dunia (451.865 km2) terletak di ujung timur dari Daratan Sunda yang merupakan bagian dari dunia tropic lama (old world tropic) dipisahkan oleh lautan yang dangkal (sekitar 200m) dari Semenanjung Malaysia dan Sumatera. Pulau Borneo ini terbentuk pada masa Cretaceous dengan umur lebih dari 60 juta tahun. Pegunungannya meliputi Kapuas Hulu, Iran, Apo Duat dan lainnya berawal dari pusat kawah atau bagian kerak yang keras dari entiti ini. Satuan geologi di kawasan TNBK terdiri dari atas kelompok Embaloh, komplek Kapuas, batuan Terobos Sintang serta kelompok Selangkai dan kelompok Vulkanik Lapung. Bagian yang sangat menarik secara geologi adalah
40
bagian timur di DAS Bungan yang memiliki spesifikasi sejarah geologi yang lebih kompleks, yaitu perpaduan antara batuan Gunung Api Nyaan (Ten). Kompleks Kapuas (JKlk), batuan Gunung Api Lapung (Tml) dan batuan Terobosan Sintang, sedangkan litologinya berupa batusabak, batupasir malih, batulanau malih, filit, serpih, argilit dan turbidit. 4.5. Tanah. Secara umum jenis tanah di kawasan TNBK adalah seragam dan termasuk dalam kelompok Dystropepts dengan tingkat pelapukan ringan. Tanah ini beriklim panas dengan kelembaban rendah walaupun ditutupi kanopi hutan yang kondisinya masih baik. Adapun jenis tanah yang terdapat di kawasan TNBK adalah tanah Organosol dan Glei humus yang tersebar di Kecamatan Embaloh Hulu, tanah Alluvial yang tersebar di sepanjang sungai besar termasuk wilayah dataran sungai Mendalam, sungai Sibau dan Sungai Embaloh, dan tanah Podsolik Merah Kuning dan tanah kompleks Podsolik merah-kuning serta latosol yang mendominasi kawasan TNBK yang tersebar di wilayah kecamatan Putussibau dan Embaloh Hulu. 4.6. Iklim. Secara garis besar iklim di kawasan TNBK adalah tipikal iklim Kalimantan daerah pedalaman yang sangat basah. Berdasarkan stasiun pencatat terdekat (Putussibau) (alt 50 m dpl) dari tahun 1974 sampai dengan tahun 1996, data curah hujan actual pertahun berkisar antara 2.863-5.517 mm dengan jumlah hari hujan 120-309 per tahun. Bulan yang agak kering adalah antara bulan Juni-September walaupun jumlah curah hujannya masih di atas 100 mm setiap bulan. Tahun yang terkerin terjadi pada tahun 1976 dengan curah hujan 2.863 mm dan hari hujan 120 per tahun. Tahun terbasah terjadi pada tahun 1988 dengan curah hujan 5.517 mm dan hari hujan 184 per tahun. Tahun 1995 juga istimewa karena hari hujannya sebanyak 309, walaupun curah hujannya hanya 4.804 mm per tahun. Menurut Schmidt & Ferguson kondisi seperti ini termasuk iklim selalu basah tipe A dengan nilai Q = 2,6%.
41
4.7. Hidrologi. Sistem hidrologi di kawasan TNBK cukup unik dengan ratusan jaringan sungai kecil dan besar, yang termasuk dalam sistem besar daerah aliran sungai (DAS) Kapuas. Luas DAS Kapuas adalah 9.874.910 ha atau sekitar 67% dari Propinsi Kalimantan Barat yang memiliki luas 14.680.700 ha. Secara umum kawasan TNBK memiliki lima bagian sub DAS, yaitu DAS Embaloh di bagian barat, DAS Sibau-Menjakan dan sub DAS Mendalam di bagian tengah serta DAS Hulu Kapuas atau Koheng dan sub DAS Bungan di bagian timur. Panjang dan kondisi sungai TNBK sangat bervariasi mulai dari yang lebar, sempit, dalam, dangkal, keruh, jernih, berarus tenang dan deras bahkan berjeram yang cukup tinggi. 4.8. Kondisi Biologi Kawasan. 4.8.1. Ekosistem. Keanekaragaman ekosistem di kawasan TNBK sangat tinggi dan keadaan vegetasi hutannya masih baik dan relatif utuh. Kawasan hutan di Taman Nasional Betung Kerihun dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe ekosistem, walaupun dari interpretasi foto udara bisa dikenali sebanyak 13 unit bentang lahan yang berbeda. Kedelapan tipe hutan tersebut adalah Hutan Dipterocarpaceae Dataran Rendah (Low Land Dipterocarp Forest), Hutan Aluvial (Alluvial Forest), Hutan Rawa (Swamp Forest), Hutan Sekunder Tua (Old Secondary Forest), Hutan Dipterocarpaceae Bukit (Hill Dipterocarp Forest), Hutan Berkapur (Limnestone Forest), Hutan Sub-Gunung (Sub-Montane Forest) dan Hutan Pegunungan (Montane forest). Pengamatan dan analisa langsung di lapangan (ground thruthning) dari ekosistem hutan TNBK masih sangat diperlukan mengingat kerja lapangan yang selama ini dilakukan baru mencakup sebagian kecil kawasan TNBK. Studi ekosistem dan analisis vegetasi di masa datang hendaknya berdasarkan pada peta pembagian 13 bentang lahan dari analisis foto udara. 4.8.2. Flora. Kawasan TNBK dan Suaka Margasatwa Lanjak Entimau (Serawak) adalah merupakan kawasan konservasi lintas batas yang pertama di Asia yang
42
mempunyai keanekaragaman ekosistem dan kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi. Ditinjau dari keanekaragaman jenis pohon, hutan TNBK memiliki keragaman jenis yang tinggi dan beberapa diantaranya merupakan jenis baru. Hutan Dipterocarpaceae dataran rendah yang merupakan porsi terbesar dari TNBK mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi dan umumnya dari marga Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Parashorea, Shorea, Vatica. Terdapat jenis endemik pulau Borneo, seperti Amyxa pluricormis yang merupakan kerabat kayu Gaharu (Aquilaria spp) tidak hanya endemic Borneo, namun juga merupakan marga yang tunggal. Selain itu, pisang jenis baru Musa lawitiensis dan beberapa jenis flora temuan baru Neo uvaria, Acuminatissima, Castanopsis inermis, Lithocarpus philipinensis, Chisocheton caulifloris, Eugenis spicata dan Shorea peltata. 4.8.3. Fauna. Keanekaragaman jenis fauna di TNBK cukup tinggi, baik yang belum maupun yang sudah dilindungi oleh peraturan perundangan. Dari kelompok mamalia terinventarisir 48 jenis mamalia, diantaranya adalah Macan Dahan (Neofelis nebulosa), Kucing Hutan (Felis Bengalensis), Beruang Madu (Helarctos malayanus), Kijang (Muntiacus muntjak), Kijang Emas (Muntiacus atherodes), Rusa Sambar (Cervus sp), Kancil (Tragulus napu) dan jenis berang-berang (Lutra Sumatrana) yang dinyatakan langka oleh IUCN ternyata masih dapat ditemukan di DAS Mendalam. Keanekaragaman fauna di TNBK sangat tinggi dan beberapa diantaranya merupakan jenis baru. Dari kelompok primata ditemukan sebanyak 7 jenis, yaitu Orang Utan (Pongo pygmaeus), Klampiau (Hylobathes muelleri), Hout (Presbytis frontata), Kelasi (Presbytis rubicunda), Beruk (Macaca nemestrina), Kera (Macaca fascicularis) dan Tarsius (Tarsius Bancanus). Jenis ikan di kawasan TNBK juga tergolong tinggi, paling tidak ditemukan tiga jenis ikan yang salah satunya ikan pelekat yang diberi nama Gastromyzo embalohensis IR Spec., sedangkan dua jenis lainnya yang masih dalam pengkajian ilmiah untuk penamaannya. Salah satu jenis ikan yang berpotensi untuk dibudidayakan sebagai ikan konsumsi adalah ikan Semah (Tor tambroides) yang saat ini banyak
43
ditangkap masyarakat untuk diperjualbelikan. Secara keseluruhan untuk kelompok ikan berhasil dikoleksi sekitar 4.00 spesimen, yang menghasilkan 112 jenis ikan yang tergolong dalam 41 marga dan 12 suku, dan 14 jenis diantaranya merupakan jenis endemik Borneo. Dari kelompok serangga di kawasan TNBK tercatat tidak kurang dari 170 jenis yang terindentifikasi. 4.9. Keadaan Sosial Ekonomi dan Kebudayaan Masyarakat. 4.9.1. Kependudukan. Penduduk di dalam TNBK masih tergolong jarang dan hanya dua dusun yang masuk ke dalam kawasan berdasarkan peta lempiran SK penetapan taman nasional. Dusun tersebut adalah Dusun Nanga Bungan dengan jumlah penduduk sebanyak 149 jiwa dan Tanjung Lokang sejumlah 395 jiwa. Oleh karena itu jumlah penduduk yang tinggal di dalam kawasan TNBK adalah sebanyak 544 jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk yang berada dalam kawasan TNBK cukup kecil. Tingkat pendidikan masyarakat masih rendah. Penduduk yang bermukim di sekitar (daerah penyangga) kawasan dan di dalam kawasan TNBK pada umumnya adalah suku dayak. Dibagian barat kawasan sebagian besar berasal dari suku Dayak Iban dan Dayak Tamambaloh, di bagian tengah sebagian besar suku Dayak Bukat dan di bagian timur suku Dayak Punan. Sebagian besar mata pencaharian mereka tergantung pada sumber daya alam sekitar tempat tinggal mereka, diantaranya sebagai peladang, pemungut gaharu, pemungut tengkawang, pemburu dan pencari ikan. Setidaknya terdapat 6 desa atau dusun penyangga terdekat yang berada di dalam dan sekitar kawasan TNBK. Dibagian barat kawasan TNBK terdapat dusun Sadap yang termasuk dalam wilayah Desa Manua Sadap kecamatan Embaloh Hulu, di bagian tengah Dusun Tanjung Lasa (RT Nanga Potan) termasuk dalam desa Sibau Hulu dan desa Nanga Hovat yang termasuk dalam wilayah desa Dataah dian kecamatan Sibau Hulu, di bagian timur terdapat desa Bungan jaya dan desa Tanjung Lokang yang berada di dalam kawasan TNBK.
44
4.9.2. Struktur Masyarakat. Penduduk asli dalam kawasan TNBK adalah tergolong ke dalam delapan kelompok etnik dayak yang meliputi Dayak Iban, Tamambaloh, Taman Sibau, Kantu’, Kayan Mendalam, Bukat Metalunai dan Punan Hovongan. Hanya kelompok Punan Hovongan yang bermukim di dalam kawasan TNBK dan mereka salah satu kelompok dayak yang mewakili empat tipologi berbagai kelompok Dayak di seluruh Kalimantan dan Borneo. Kelompok Punan mewakili tipologi masyarakat Dayak berlatar budaya berburu dan mengumpulkan hasil hutan nonkayu, terikat dalam kelompok kecil serta struktur kepemimpinan berdasarkan senioritas dan kecakapan. Karakter kelompok ini sangat individualistis, pragmatis dan oportunitis karena terbiasa hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang amat independent dan bermobilitas tinggi guna mengumpulkan hasil hutan non-kayu. Dengan demikian strategi pengembangan partisipasi pada kelompok ini harus bertumpu pada pemahaman dan pendekatan yang komprehensif mengenai jaringan sosial pengelompokan-pengelompokan kecil yang merupakan kumpulan Keluarga luas satu garis keturunan (puhu’) dan berkerabat dekat satu sama lain (hino pohari-hari’). 4.9.3. Sosial Ekonomi. Keadaan perekonomian masyarakat di kawasan TNBK belum berkembang, walaupun mereka bertani lahan kering tanpa irigasi teknis merupakan kegiatan utama. Hasil utama adalah pengumpulan sarang burung dan penambangan emas. Walaupun kegiatan penambangan emas hanya dilakukan pada wilayah yang tidak terlalu besar, namun berdampak nyata terhadap kekeruhan perairan sungai sangat nyata.
Menurut
aturan,
masyarakat
luar
hanya
diperbolehkan
untuk
mengumpulkan sebagai pembeli, bukan langsung mengambil dari tempat tumbuhnya. Masyarakat setempatlah yang berhak untuk memanen hasil hutan ikutan dari habitatnya. Pencarian gubal kayu gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan kegiatan sosial ekonomi berdampak negatif terhadap pelestarian.
45
4.10. Kondisi Umum Pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK). 4.10.1. Sejarah Organisasi Pengelolaan TNBK. Secara administratif pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun berada di bawah Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan. Kegiatan operasional lapangan dilaksanakan oleh instansi atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Mentri Kehutanan. Sejak kawasan konservasi ini ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan SK Menhut nomor: 467/Kpts-II/1995 tanggal 5 September 1995, UPT yang menangani telah mengalami pergantian atau perubahan, yaitu berawal dari Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat yang berlaku pada periode 1995-1997, Unit TNBK yang berlaku pada periode 19972002, Balai TNBK pada periode 2002-2007 dan pada tahun 2007 sampai sekarang berubah menjadi Balai besar TNBK tipe B. A. Sub Balai KSDA Kalimantan Barat. Sub Balai KSDA Kalbar, saat ini bernama Balai KSDA Kalbar yang berkantor pusat di Pontianak, secara umum bertanggung jawab terhadap seluruh pengelolaan KPA dan KSA se-Kalbar, termasuk diantaranya Taman Nasional Betung Kerihun, yang semula bernama Taman Nasional Bentuang Karimun dan kawasan taman nasional lain di Kalbar yang pada masa itu belum dilengkapi dengan UPT tersendiri. Dengan beban sebesar itu, pengelolaan TNBK oleh Sub Balai KSDA Kalbar dirasakan kurang efektif karena adanya berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh UPT tersebut, antara lain seperti personil, infrastruktur dan lain sebagainya, sehingga kefektifan dan keefesiensi operasional pengelolaan TNBK tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Upaya lainnya untuk memperjuangkan pengelolaan TNBK dilakukan oleh Ditjen PHKA melalui kerjasama internasional. Salah satu kerjasama internasional yang berhasil diupayakan adalah kerjasama bilateral antara Dephut dan International Tropical Timber Organization (ITTO) yang dikemas dalam bentuk proyek. Bantuan ITTO disalurkan melalui proyek Development of Bentuang Karimun Nature Reserve as National Park, Phase I dan efektif dilakukan sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 1999. Penanganan proyek tersebut sepenuhnya
46
dilaksanakan oleh WWF (World Wide Foundation) Indonesia selaku executing agency yang mendapat kepercayaan dari Ditjen PHKA/Dephut. B. Unit Taman Nasional Bentuang Karimun (1997-2002). Unit Taman Nasional Bentuang Karimun merupakan UPT setingkat eselon IVa yang dibentuk secara bersamaan dengan unit-unit taman nasional lain di seluruh Indonesia melalui surat Keputusan Menhut Nomor: 185/Kpts-II/1977 tanggal 31 Maret 1997. Dimulai dengan pembentukan instansi teknis tersebut, maka seluruh aktifitas pengelolaan di TNBK tidak lagi ditangani oleh Sub Balai KSDA Kalbar yang pada saat itu namanya juga diganti menjadi Unit KSDA Kalbar. Pergantian kelembagaan ini secara keseluruhan telah mampu mewujudkan sistem operasional pelaksanaan pengelolaan taman nasional, yang dimulai dengan penempatan para personil di lapangan, koordinasi dengan para pihak terkait dan pengadaan perlengkapan untuk mendukung berbagai aktifitas yang diperlukan. Kapasitas pengelolaan dalam berbagai aspek kegiatan UPT secara umum juga diperkuat oleh keberadaan proyek bantuan ITTO yang diperpanjang hingga tahun 2004 dengan tema “The Implementation of Community Based Transboundary management Plan for the BKNP, Phase II” dan efektif dilakukan pada periode 2001 sampai 2004. C. Balai TNBK (2002 - 2007). Pembentukkan Balai TNBK dilakukan secara bersamaan dengan Balai Taman Nasional lainnya melalui surat Keputusan Menhut Nomor: 6186/KptsII/2002. Secara teknis instansi ini merupakan Unit TNBK yang ditingkatkan statusnya menjadi UPT/instansi setingkat Eselon III (Balai Taman Nasional Type C) dengan struktur kelembagaan yang terdiri dari: seorang Kepala Balai selaku pimpinan UPT, seorang kepala bagian tata usaha dan dua orang kepala seksi, masing-masing membawahi wilayah kerja taman nasional di lapangan. Dengan demikian kapasitas UPT tersebut menjadi lebih besar jika dibandingkan dengan unit pengelola sebelumnya. Saat ini jumlah seluruh personil Balai TNBK telah bertambah menjadi 62 orang, terdiri dari pejabat struktural (4 orang), Polisi Kehutanan/Polhut (28 orang), Pengendalian Ekosistem Hutan/PEH (25 orang), dan staf non struktural (5 orang).
47
D. Balai Besar TNBK (2007 sampai sekarang). Dalam pelaksanaan tugas pokoknya, Balai Taman Nasional Betung Kerihun (BTNBK) akan menghadapi tantangan yang jauh lebih besar sejalan dengan dinamika percepatan pembangunan konservasi yang mengamanatkan Balai TNBK menjadi Taman Nasional model (SK Direktur Jenderal PHKA No. SK.69/IVSet/HO/2006 tanggal 3 Mei 2006) dan kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 Balai TNBK dinaikkan statusnya setingkat Eselon II b (Balai Besar Taman Nasional Tipe B). Dalam Balai Besar ini, Balai Besar TNBK memiliki kelengkapan struktural kelembagaan meliputi: seorang kepala balai besar, seorang kepala bagian tata usaha, tiga (3) orang kepala sub-bagian, 1 (satu) orang kepala bidang teknis, 2 (dua) orang kepala seksi teknis, dua (2) orang kepala bidang pengelolaan taman nasional, dan empat (4) orang kepala seksi konservasi wilayah. Balai Besar Taman Nasional Bagian Tata Usaha
Subbag Umum
Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional
Seksi Pemanfaatan Dan Pelayanan
Subbag Perencanaan dan kerjasama
Bidang Pengelolaan TN Wilayah I
Seksi perlindungan, pengawetan dan perpetaan
SPTN I
SPTN II
Subbag data evlap dan humas
Bidang Pengelolaan TN Wilayah II
SPTN III
SPTN IV
Jabatan Fungsional
Gambar 3 Struktur Organisasi Balai Besar Taman Nasional Tipe B
48
4.10.2. Kepegawaian. Keadaan pegawai lingkup Balai Taman Nasional Betung Kerihun pada tahun 2007 tercatat sebanyak 106 orang yang terdiri dari 55 Pegawai Negeri Sipil, 8 orang Pegawai Honorer dan 43 orang Pegawai dengan status kontrak. 4.10.3. Kegiatan-kegiatan Pengelolaan TNBK. A. Penataan Kawasan. Pengelolaan TNBK dalam aspek penataan batas kawasan dan penataan zonasi. Beberapa kemajuan penting yang telah dicapai selama 10 tahun pengelolaan antara lain adalah: 1. Penataan batas kawasan TNBK sepanjang 249.59 km oleh Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (Sub-Biphut) Sintang pada tahun 19951996. 2. Orientasi batas oleh BPKH (Badan Pemetaan Kawasan Hutan) wilayah III Pontianak pada tahun 2002 dan rekonstruksi batas TNBK sampai dengan tahun 2003 sepanjang 262,286 km dengan jumlah pal batas 2416 buah. 3. Sosialisasi batas kawasan di tingkat kabupaten melalui kegiatan workshop/lokakarya desa yang diselenggarakan di empat wilayah sub Das yang difasilitasi oleh program proyek ITTO Phase II. 4. Identifikasi daerah enclave dalam rangka pengukuhan kawasan TNBK oleh Biphut Wilayah III Pontianak pada bulan Oktober 1999 di desa Tanjung Lokang. 5. Penataan zonasi sejauh ini baru dirintis melalui pengumpulan data potensi, pemetaan partisipatif dan lain sebagainya. B. Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Kegiatan Perlindungan dan Pengamanan Hutan dilakukan untuk menjaga keutuhan dan kelestarian kawasan TNBK. Secara konseptual kegiatan ini belum dapat berjalan secara optimal karena adanya berbagai keterbatasan yang ada pada pihak pengelola, antara lain minimnya jumlah personil (Polhut) dan infrastruktur pengamanan
yang
tidak
memadai.
Dilakukan
upaya
pengamanan
dan
perlindungan hutan TNBK secara kolaboratif dan partisipatif untuk mencegah dan memberantas aktifitas kejahatan dibidang kehutanan. Upaya pencegahan terutama
49
dilaksanakan melalui pendekatan sosial ekonomi dalam berbagai kegiatan dialog, penyuluhan dan patroli rutin pengamanan hutan bersama masyarakat. Upaya hukum yang berfungsi untuk menghentikan berbagai tindak kejahatan dalam kawasan TNBK dilaksanakan melalui kegiatan operasi pengamanan hutan bersama aparat penegak hukum dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait, antara lain seperti pihak kepolisian, kejaksaan, TNI, LSM dan masyarakat. Salah satu tindak kejahatan yang telah berhasil dilumpuhkan adalah kasus illegal logging yang terjaring dalam operasi pengamanan hutan di TNBK akhir Desember 2004. Penanganan kasus tersebut telah sampai pada tahap vonis Pengadilan Tinggi dimana terdakwanya (tiga warga negara Malaysia, masingmasing bernama Chien Lok Ung alias Alok; Ngu Sie Kiong alias Akiong, dan Ling Lik Ung alias Ling), masing masing divonis 9 tahun penjara dan denda 500 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan (Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor: 77/PID/2005/PT.PTK tanggal 19 Agustus 2005). Sejumlah barang bukti tindak kejahatan mereka telah berhasil diamankan oleh petugas, walaupun terdapat beberapa barang bukti kejahatan yang masih belum mendapat penanganan lebih lanjut, antara lain berupa jalan logging sepanjang 33 km dan sisa-sia hasil tebangan liar sebanyak 3700 batang kayu bulat yang tersebar dibeberapa titik dalam kawasan TNBK. C. Penelitian dan Pengembangan. Sejauh ini masih belum ada program penelitian dan pengembangan berkesinambungan yang telah diupayakan TNBK. Aktifitas penelitian pertama kali dirintis dan didokumentasikan sejak tahun 1996 melalui proyek ITTO yang dilaksanakan dalam rangka penyusunan RPTN Betung Kerihun 2000-2024. Kegiatan penelitian yang lebih terorganisir dilaksanakan melalui kegiatan ITTO Borneo Biodiversity Expedition pada bulan September 1997 yang dilaksanakan dibawah payung kerjasama Lanjak Entimau Bentuang Karimun Biodiversity
Conservation
Area.
Kedua
kawasan
konservasi
ini
telah
dideklarasikan sebagai kawasan konservsi lintas batas (trans-boundary reserve) pertama di Asia. Aktifitas penelitian/studi di TNBK lainnya dilaksanakan dalam skala kecil dan bersifat parsial/terbatas pada lokasi-lokasi tertentu dalam kawasan TNBK,
50
antara lain seperti inventarisasi kerusakan/gangguan kawasan, inventarisasi jenis, monitoring habitat dan populasi, analisa sosial ekonomi masyarakat dan lain sebagainya. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan oleh mahasiswa dalam rangka penyusunan skripsi/thesis dan unit pelaksana teknis/mitra kerja terkait dalam rangka pengelolaan kawasan. Beberapa kegiatan penelitian/studi tersebut diantaranya adalah: 1. Survey Potensi Keanekeragaman Flora Kalimantan (tanaman hias, gaharu dan tanaman obat). 2. Survey Potensi Keanekaragaman Fauna (habitat sarang burung wallet, studi lokasi habitat orangutan, burung diurnal dan buaya senyulong). 3. Bio Assesment/Studi Keanekaragaman Hayati (2005). 4. Economic Resources Valuation (2005). D. Peningkatan Kapasitan Pengelolaan. Dibutuhkan personil-personil TNBK yang handal dengan jumlah yang memadai agar pengelolaan kawasan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Sebaiknya pengelolaan TNBK perlu ditangani oleh UPT setingkat Eselon III yang membawahi sedikitnya 3 seksi wilayah kerja dan ditunjang oleh tenaga pengelola minimal sebanyak 247 orang dengan latar belakang pendidikan masing-masing dari S2 sebanyak 3 orang, S1 sebanyak 29 orang, D3 sebanyak 36 orang dan SLTA sebanyak 179 orang. Berdasarkan keperluan tersebut, maka kapasitas kelembagaan yang ada pada saat ini dirasakan masih jauh dari memadai, karena Balai TNBK merupakan UPT setingkat Eselon III C yang hanya membawahi 2 seksi wilayah kerja dan baru memiliki personel sebanyak 62 orang PNS dengan latar belakang pendidikan masing masing dari S2 sebanyak 2 orang (pejabat struktural), S1 sebanyak 19 orang (Polhut 5 orang, PEH 10 orang, Pejabat Struktural 2 orang, non struktural 2 orang), Sarjana Muda 2 orang, SLTA sebanyak 38 orang (Polhut: 24 orang, PEH: 13 orang). Jumlah pegawai upah/harian yang dipekerjakan di Balai TNBK adalah sebanyak 8 orang untuk pegawai harian, dan 35 orang untuk tenaga upahan yang direkrut dari masyarakat setempat. Jumlah tenaga upahan seringkali berubah-ubah dari tahun ketahun, tergantung dari ketersediaan anggaran yang ada pada Balai TNBK.
51
Untuk mengatasi kekurangan di atas, Balai TNBK secara bertahap berupaya melakukan peningkatan kapasitas personil yang ditempuh melalui berbagai program
pendidikan
dan
pelatihan,
baik
yang
dilaksanakan
secara
swadaya/internal melalui kegiatan pembinaan dan penyegaran personil, maupun mengikutsertakan personil dalam pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga diklat/mitra kerja terkait, studi banding, workshop/seminar ilmiah dan pendidikan formal di sekolah/perguruan tinggi. Beberapa kemajuan penting yang telah berhasil diupayakan oleh Balai TNBK dalam peningkatan kapasitas personil yaitu, penyegaran jagawana oleh Polres Kapuas Hulu, penyegaran PPNS, diklat teknis diberbagai bidang, antara lain Kursus Bendahara (3 orang), kursus pengadaan barang (3 orang), diklat kebakaran hutan (2 orang), Diklat Pengendali Ekosistem Hutan (18 orang), magang Calon Pegawai Negeri Sipil (5 orang), diklat PPNS (5 orang) dan pendidikan program S2 sebanyak 3 orang (sedang berlangsung), yakni di sekolah pasca sarjana IPB (2 orang) dan UGM (1 orang). E. Pendidikan Konservasi dan Bina Cinta Alam. Pendidikan konservasi dan kegiatan bina cinta alam (BCA) secara umum merupakan salah satu upaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang arti pentingnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kegiatan ini dilaksanakan melalui berbagai pendekatan, baik secara langsung kepada masyarakat (target audience) dalam bentuk penyuluhan, dialog, lokakarya dan lain sebagainya, maupun secara tidak langsung melalui berbagai media, antara lain sistem kaderisasi melalui pembentukan kader-kader konservasi, komunikasi dalam berbagai bentuk publikasi (leaflet, booklet, dll), pengadaan barang-barang promosi (antara lain seperti kaos, kalender, dll) dan dialog melalui Radio. Beberapa kemajuan penting yang telah dicapai dibidang pendidikan konservasi dan BCA di TNBK yaitu, penyuluhan KSDAH (Konservasi Sumber Daya Alam Hayati) yang dilaksanakan diberbagai desa dalam wilayah penyangga TNBK, pembentukan Kader Konservasi sebanyak 4 kelompok (tahun 2002, 2003, 2004, 2005), terbentuknya FK3I (Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia) cabang Putussibau, Kemah Kerja Kader Konservasi di Sibau (2004), Pembinaan Generasi Muda (2005), peringatan Hari Lingkungan Hidup bersama
52
para pihak di Putussibau (2004, 2005) dan pameran pembangunan ditingkat Kabupaten, Propinsi dan Nasional. F. Pengembangan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam. TNBK memiliki kekayaan universal yang mempunyai daya tarik untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata alam. Upaya kegiatan pengembangan jasa lingkungan dan kegiatan wisata alam di TNBK telah dilakukan secara kolaboratif bersama pihak terkait, antara lain dengan Dinas Pariwisata, biro perjalanan wisata dan WWF Indonesia melalui kegiatan inventarisasi potensi wisata alam, promosi dan publikasi. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam yaitu pencetakan bahan promosi dan publikasi wisata alam berupa leaflet, poster dan buku profil wisata, kamus wisata, paket wisata, brosur wisata dan buku panduan wisata alam, pembuatan panel foto konservasi, pembuatan panduan interpretasi, inventarisasi potensi dan daya tarik wisata alam di Embaloh (2004) dan pengembangan obyek wisata alam petualangan di Nanga Bungan serta pembinaan dan pengembangan pemandu wisata alam petualangan (2004). G. Kerjasama kemitraan. Secara keseluruhan pengelolaan TNBK dilaksanakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan melibatkan berbagai pihak terkait, baik dalam skala lokal, nasional maupun internasional. Kolaborasi pengelolaan tersebut dibangun melalui pendekatan perencanaan dan program kegiatan atas dasar kebutuhan yang saling menguntungkan. Program kegiatan yang telah dilaksanakan secara kolaboratif bersama mitra kerja terkait, antara lain meliputi: 1. Pelaksanaan proyek bantuan ITTO phase I (1995-1999) dan phase II (20012004) yang dilaksanakan bersama WWF Indonesia. 2. Perlindungan dan pengamanan hutan, antara lain dalam berbagai kegiatan operasi perbatasan, operasi gabungan,
fly over dan pengamanan
pamswakarsa yang dilaksanakan bersama pihak Kepolisian, TNI, dan masyarakat, serta pemantauan penanganan kasus illegal logging yang dilaksanakan bersama KAIL (Konsorsium Anti Illegal Logging), dan media masa.
53
3. Pendidikan konservasi dan bina cinta alam, antara lain seperti peringatan hari lingkungan dan kegiatan konservasi lainnya, pengadaan bahan publikasi, pameran konservasi dan pembangunan serta penyuluhan KSDA. 4. Penyusunan dokumen nominasi warisan alam dunia bersama WWF Indonesia (ITTO) 5. Pengadaan perlengkapan kerja, antara lain seperti citra landsat/spot 4 wilayah TNBK (2004), telepon satelit dan GPS yang dilaksanakan bersama ILRC (Illegal Logging Respons Center). 6. Penyusunan dokumen perencanaan kolaboratif (RPTNL 2005-2009) bersama Pemda, LSM dan masyarakat yang didukung secara intensif oleh TBI (Tropenbos Indonesia). 7. Peningkatan kapasitas personil melalui berbagai kegiatan pelatihan yang dibiayai oleh mitra terkait, seperti WWF, ILRC dan lain sebagainya, serta penyegaran Polhut yang dilaksanakan bersama pihak Kepolisian Resort Kapuas Hulu (2004). 8. Simposium Mahasiswa Kehutanan Internasional (IFSS 2002), merupakan kerjasama antara Dephut, Universitas Tanjungpura, Universitas Gajah Mada serta Institut Pertanian Bogor (selaku penyelenggara) dan Taman Nasional Betung Kerihun, kegiatan ini dilaksanakan di Wk. Embaloh. 9. Pengembangan jaringan kerja regional Asean dalam rangka pengembangan SDM tenaga pengelola kawasan konservasi yang dilaksanakan oleh WCPA/IUCN. H. Pengembangan Peran Serta dan Kesadaran Masyarakat. Keberhasilan pengelolaan TNBK sangat ditentukan oleh adanya dukungan dan peran serta para pihak, baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional. Dalam kaitan ini, masyarakat sekitar hutan (daerah penyangga) TNBK merupakan para pihak utama yang memiliki keterkaitaan secara langsung terhadap
sumber
daya
taman
nasional
sehingga
keberadaannya
perlu
diperhitungkan. Aktifitas masyarakat secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kelestarian sumber daya kawasan, sehingga perlu dibina,
diarahkan
dan
dikendalikan
secara
terus
menerus
agar
tidak
membahayakan bagi keselamatan TNBK secara keseluruhan. Upaya ini dibangun
54
melalui berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dikemas dalam berbagai bentuk bantuan teknis dan insentif dalam rangka meningkatkan perekonomian mereka. Perhatian dan kepedulian pihak pengelola terhadap kepentingan
masyarakat
desa
penyangga
semata-mata
diarahkan
untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai dan fungsi TNBK sehingga tergerak untuk berpartisipasi secara aktif dalam berbagai aktifitas pengelolaan. Beberapa kegiatan penting yang telah dilakukan Balai TNBK dalam upaya mengembangkan peran serta dan kesadaran masyarakat antara lain adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat dalam bentuk Bantuan Budidaya Lada (2001, 2003), Karet (2000), Sayur Mayur, Pembibitan Damar dan Budidaya Ikan Air Tawar (2003) di daerah Penyangga Taman Nasional Betung Kerihun. 2. Pemetaan Partispatif di Wilayah Embaloh dan Mendalam (2001). 3. Pelatihan Pemandu Wisata Alam (Arung Jeram) (2003). 4. Peningkatan Pengetahuan dan wawasan masyarakat di sekitar kawasan TNBK tentang Wisata Alam melalui kegiatan Studi banding di Taman Nasional Gunung Halimun (2000). 5. Penguatan Hukum Adat (2001) dan Penguatan hukum Adat Banua Sio (2002) dan telah dibahas ditingkat desa dan kabupaten.
55
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK). 5.1.1. Konsep Pengelolaan TNBK. Taman
Nasional
Betung
Kerihun
(TNBK)
dalam
pengelolaannya
menggunakan asas konservasi, yaitu sistem pengelolaan yang terfokus kepada pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Keberhasilan dalam pelaksanaan sistem pengelolaan tersebut berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan sumber plasma nutfah dan pemanfaatan secara lestari. Untuk memudahkan pengelolaan kawasan TNBK yang memiliki luasan area sebesar 800.000 ha, maka digunakan sistem zonasi kawasan yang saat ini terbagi menjadi tiga zona yaitu zona inti, zona rimba dan zona pemanfaatan. Setiap zona kawasan memiliki fungsinya masing-masing, seperti zona inti berfungsi untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya. Zona rimba memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda dari zona inti, yaitu untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti. Zona kawasan TNBK terakhir adalah zona pemanfaatan yang berfungsi untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya. Dalam pengelolaan TNBK tidak hanya memperhatikan pengelolaan kawasan hutan saja, tetapi juga menyangkut daerah penyangga yang memiliki fungsi untuk menjaga kawasan hutan TNBK dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan atau dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan.
56
•
Tujuan Pengelolaan TNBK. Penjabaran tujuan utama pengelolaan Taman Nasional Betung Kerihun
secara umum, yaitu : 1. Terjamin dan terpeliharanya keutuhan keberadaan kawasan dan ekosistem taman nasional. 2. Terjamin
dan
terpeliharanya
keberadaan
potensi
dan
nilai-nilai
keanekaragaman tumbuhan, satwa, komunitas dan ekosistemnya penyusun kawasan taman nasional. 3. Pemanfaatan kawasan dan potensi taman nasional secara optimal, lestari dan bijaksana
untuk
kepentingan
kegiatan
penelitian,
pendidikan
dan
pengembangan ilmu pengetahuan, kegiatan yang menunjang budidaya, budaya, dan pariwisata alam bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan tujuan utama di atas, pihak TNBK melakukan penyempitan ruang lingkup tujuan pengelolaan yang harus dicapai dalam jangka panjang. Penjabaran tujuan tersebut terdapat dalam Rencana Pengelolaan TNBK (RPTN) 25 tahun, yaitu: 1. Melestarikan sumberdaya alam hayati berserta ekosistem kawasan TNBK agar dapat memenuhi fungsi dan menjamin perlindungan sistem penyangga kehidupan
secara
lestari
dan
efisien,
sehingga
dapat
mendukung
terselenggaranya pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan manusia. 2. Mengawetkan keanekaragaman jenis dan plasma nutfah tumbuhan dan satwa liar beserta ekosistemnya dengan menjaga, melindungi dan melestarikan keutuhan dan keaslian kawasan, serta populasi tumbuhan dan satwa liar agar dapat berkembang secara seimbang menurut proses alam di habitatnya, dan 3. Memanfaatkan secara lestari plasma nutfah, jenis tumbuhan dan satwa liar, serta kondisi lingkungan alami untuk kesejahteraan masyarakat melalui penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan rekreasi serta menunjang kepentingan budidaya. Untuk memudahkan dalam merealisasikan tujuan pengelolaan, pihak TNBK menjabarkan dan menggambarkannya menjadi lebih detail, sehingga dapat terlihat tingkat prioritasnya serta memperpendek jangka waktu dalam pencapaiannya.
57
Tujuan tersebut tertuang ke dalam Rencana Pengelolaan TNBK (RPTN) 5 tahun, yaitu: 1. Meningkatkan kekuatan legitimasi kawasan. 2. Kemantapan perlindungan dan penegakan hukum kehutanan. 3. Kemantapan sosial dan ekonomi masyarakat. 4. Pengelolaan SDAH dan Ekosistemnya yang konsisten dan optimal. 5. Kinerja pengelolaan sesuai tantangan. 6. Dukungan lokal, nasional dan internasional. 5.1.3. Program Pengelolaan TNBK. Tidak terlepas dari kegiatan pokok pengelolaan taman nasional yang telah dijelaskan dalam RPTN 25 tahun dan RPTN 5 tahun serta berdasarkan fungsi TNBK sebagai Taman Nasional Model yang bertujuan untuk optimalisasi pengelolaan sesuai dengan kekhasan dan dalam rangka mewujudkan taman nasional mandiri, maka telah ditetapkan program utama pengelolaan TNBK secara garis besar dengan jangka waktu 5 tahun (RPTN Betung Kerihun periode 2006-2010), yaitu dapat dilihat pada tabel 4 untuk informasi lebih detailnya :
58
Tabel 4 Matriks Program Terkait Pengelolaan TNBK secara Garis Besar Program Pengelolaan TNBK Memantapkan legitimasi kawasan TNBK. • Melaksanakan pemantapan batas kawasan. • Melaksanakan penataan sistem zonasi.
Sub-Kegiatan Pengelolaan TNBK
Tidak ada
Tidak ada
•
Menyediakan informasi status SD hayati dan nonhayati serta ekosistemnya. Penyusunan rancangan zonasi bersama para pihak. Penetapan zonasi.
Tidak ada
Tidak ada
•
Pembuatan program sistem Pendidikan konservasi dan lingkungan hidup sekitar masyarakat dan para pihak. Pembinaan cinta alam.
•
Kembangkan usaha alternatif.
• •
•
Optimalkan fungsi zona pemanfaatan bagi masyarakat
•
• • Peningkatan kesadaran masyarakat perihal konservasi dan peraturan perundangannya. Pendidikan konservasi dan lingkungan hidup sekitar masyarakat dan para pihak. Pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan taraf perekonomian atau kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat daerah penyangga. • Mengembangkan usaha alternatif yang bermanfaat bagi masyarakat.
Penjelasan Sub-Kegiatan Pengelolaan TNBK
•
• •
Studi sistem konservasi adat. Penerapan sistem konservasi adat dalam pengembangan usaha alternatif. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka penangkaran tumbuhan dan satwa liar. Pelibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata. Monitoring dan evaluasi.
59
Lanjutan tabel 4
•
Mengembangkan usaha tani atau non-tani dengan teknologi tepat guna.
•
Memfasilitasi sistem informasi potensi hasil hutan non-kayu.
•
Kembangkan sistem usaha tani yang sesuai dengan kondisi setempat.
• • • • • • •
•
Pemberdayaan masyarakat.
•
Kembangkan usaha non-tani.
•
Memfasilitasi pemasaran produk tani atau non-tani.
•
Pembuatan program pengembangan daerah penyangga masyarakat bersama para pihak.
• • • • • • • • •
Inventarisasi dan analisis potensi sumber hasil hutan non kayu yang memiliki daya potensial prospek pemanfatan lestari. Membuat data base potensi hasil hutan non kayu. Membangun kesepakatan dan peran kerajinan tangan Persiapan kegiatan dengan mitra kerja. Pengembangan usaha pertanian tepat guna (LEISA). Mengembangkan perkebunan karet dan entris karet. Mengembangkan usaha perkebunan lada, kopi, sayur mayur, coklat, dll. Pengembangan Usaha perikanan. Pengembangan usaha peternakan. Pengembangan keuangan mikro pedesaan. Pengembangan terhadap usaha kerajinan masyarakat. Mengikuti pameran. Bersama parapihak membangun jaringan pasar. Inventarisasi & identifikasi sosial ekonomi desa di daerah penyangga. Penilaian potensi desa penyangga untuk pengembangan alternatif ekonomi. Membuat rencana pengembangan Rencana pengembangan daerah penyangga.
60
Lanjutan tabel 4 •
Perlindungan dan pengamanan hutan serta penegakan hukum dilakukan secara konsisten. • Membangun kerjasama perlindungan dan pengamanan dengan para pihak. •
•
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberdayaan kelembagaan desa.
• •
•
Melakukan pendampingan pemberdayaan masyarakat di lapangan.
• •
•
Mengembangkan kerjasama perlindungan, pengamanan dan penegakan hukum. Melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap kegiatan perlindungan, pengamanan dan penegakan hukum. Pengendalian kebakaran hutan. Penyadartahuan mengenai dampak kebakaran hutan. Pengadaan sarana dan prasarana pengendalian kebakaran hutan. Sosialisasi peraturan perundangan bidang konservasi. Publikasi dan informasi KSDAH dan Ekosistem
Tidak ada
•
Perlindungan, pencegahan dan • penanggulangan kebakaran hutan. • •
•
Meningkatkan kesadaran para pihak mengenai fungsi dan peraturan pemanfaatan SDA TNBK.
Menyusun masterplan pengembangan Masterplan pengembangan desa model di daerah penyangga. Memfasilitasi penyusunan RPJM Desa. Memfasilitasi musyawarah desa untuk kegiatankegiatan proyek tahunan. Memfasilitasi pendampingan kepada masyarakat. Melaksanakan pelatihan pemberdayaan masyarakat.
• •
Tidak ada
Tidak ada
61
Lanjutan tabel 4 Sumberdaya hayati atau nonhayati dan ekosistem diteliti secara menyeluruh dan konsisten. • Kembangkan penelitian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara menyeluruh.
•
•
•
Membangun kerjasama penelitian dengan para pihak.
•
• • • • •
•
Meningkatkan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam.
• • •
Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana penelitian.
• • • • •
Inventarisasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Menyusun metode dan membuat rencana program pengawetan jenis flora dan fauna. Menyusun program penelitian secara berkelanjutan. Pembentukan tim peneliti multipihak. Melaksanakan penelitian secara periodik, monitoring perkembangan SDAH&E untuk kepentingan pendidikan. Penyusunan proposal dan lobying. Membangun dan memelihara kerjasama secara berkelanjutan melalui komunikasi secara periodik. Mengoptimalkan pemanfaatan jasa lingkungan. Pengembangan ekowisata. Sosialisasi peraturan perundangan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata. Penyusunan data base PJLWA. Membangun fasilitas perpustakaan. Pendirian stasiun penelitian di lapangan. Pembangunan laboratorium. Penyediaan bahan dan peralatan laboratorium.
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
62
Lanjutan tabel 4 Meningkatkan komunikasi dan koordinasi melalui program kerjasama kemitraan dan pengembangan sistem jaringan kerja konservasi SDAH dan ekosistem. • Kekayaan dan status TNBK disebarluaskan melalui sistem informasi, pemdidikan dan kesadaran politik. • Membangun kerjasama dan mendesain sistem informasi. •
Menciptakan perencanaan program yang menyeluruh secara kolaboratif.
Membangun kerjasama dan mendesain sistem informasi.
Tidak ada
•
Tidak ada
Membuat rancangan program kerjasama dengan para pihak. • Membangun kerjasama dengan para pihak. Melaksanakan evaluasi dan monitoring pencapaian program secara periodik.
Tidak ada
63
5.2. Penggolongan Para Pihak Kunci Terkait Pengelolaan TNBK. Ruang lingkup pengertian para pihak adalah kelompok masyarakat, lembaga pemerintah dan lembaga non-pemerintah (lembaga swadaya masyarakat) yang memiliki tingkat keinginan (minat) dan tingkat kekuatan (wewenang) yang berbeda-beda untuk mengambil peran dan fungsi dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK). Para pihak terkait pengelolaan TNBK yang telah teridentifikasi adalah berjumlah 15 kelompok, yang terdiri dari 12 instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Konservasi Kapuas Hulu (Dinas Priwisata dan Kebudayaan, Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumberdaya Mineral, Kantor Perkebunan, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kantor Penelitian, Pengembangan dan Informatika, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Dinas Pendidikan, Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi, Badan Perencana Pembangunan Daerah), dua lembaga non pemerintah (WWFPutussibau dan FLEGT) dan masyarakat desa daerah penyangga TNBK (masyarakat Desa Manua Sadap, Desa Pulau Manak dan Desa Benua Martinus). Penelitian ini lebih menekankan kepada para pihak kunci (key stakeholder), yaitu pihak yang sebenarnya menjadi aktor penting. Menurut Manktelow dirujuk dalam www.mindstool.com (2005), pihak ini memiliki kriteria Pelibatan secara Aktif dengan pengertian kelompok yang harus dilibatkan aktif secara sepenuhnya dan dibutuhkan upaya besar untuk pemuasannya karena pihak ini memiliki tingkat kepentingan tinggi dan pengaruh atau dampak yang cukup besar dalam pencapaian tujuan dan keberhasilan implementasi kegiatan terkait pengelolaan TNBK. Pihak TNBK perlu membina hubungan kerja yang baik dengan para pihak ini untuk memastikan adanya dukungan yang bersifat penuh dan seutuhnya terhadap tujuan pengelolaan. Berdasarkan hasil analisis, terdapat lima para pihak kunci, yaitu: 1. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 3. Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumberdaya Mineral. 4. WWF-Putussibau, dan
64
5. Masyarakat desa daerah penyangga kawasan TNBK, yaitu masyarakat Desa Manua Sadap, Desa Model Konservasi Pulau Manak dan Desa Benua Martinus.
Kepentingan Tinggi
Pertahankan Penginformasian Tidak ada.
Pelibatan Secara Aktif 1. WWF. 2. Bappeda. 3. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 4. Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumber Daya Mineral. 5. Masyarakat desa daerah penyangga kawasan TNBK
Memonitor
Pertahankan Kepuasan 1. Dinas Kehutanan 2. Kantor Perkebunan. 3. BP4K. 4. Kantor PMD. 5. Dinas Pendidikan. 6. Dinas Perikanan. 7. Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi. 8. Kantor Penelitian, Pengembangan dan Informatika. 9. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan.
5.5.5. FLEGT-Support Project. Kepentingan Rendah
Pengaruh Rendah
Pengaruh Tinggi
Gambar 4 Pemetaan Para pihak Kunci Terhadap Pengelolaan TNBK.
65
Tabel 5 Penggolongan Para Pihak Kunci Terkait Pengelolaan TNBK Kepentingan Para pihak Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda). 1. Pihak pengelola TNBK dapat meringankan tugas pemerintah daerah dalam menjaga kesinambungan sistem penyangga kehidupan dan sebagai pengendali penebangan liar yang seringkali terjadi di dalam kawasan TNBK. 2. Keberadaan TNBK merupakan wujud langkah dari kebijakan pemerintah daerah perihal paradigma pelestarian pembangunan yang berkelanjutan yang tertuang dalam konsep kabupaten konservasi, yaitu dengan memudahkan atau meringankan pihak Bappeda dalam merencanakan dan mengimplementasikan rencana pengelolaan Kabupaten Konservasi Kapuas Hulu.
Pengaruh Para pihak Memiliki keunggulan komparatif, yaitu mandat atau otoritas politik dari pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu dalam hal perencanaan diseluruh aspek pengelolaan.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 1. Potensi wisata alam dan budaya yang menjadi obyek utama pengelolaan dinas ini sebagian besar berada di dalam dan sekitar kawasan TNBK. 2. Potensi kawasan TNBK bisa dapat dijadikan sebagai daya tarik untuk mempromosikan pariwisata di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu kepada masyarakat luas (nasional dan internasional). 3. Keberadaan TNBK merupakan aset yang besar bagi pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas hulu dalam meningkatkan PAD dari bidang pariwisata.
Memiliki keunggulan komparatif, yaitu mandat atau otoritas politik dan kedekatan wilayah kerja serta berkeinginan untuk berinvestasi secara khusus (tenaga dan waktu) dari pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Konservasi Kapuas Hulu dibidang pengelolaan dan pengembangan wisata alam dan wisata budaya.
Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumberdaya Mineral. 1. Kawasan TNBK merupakan aset atau modal pihak pemerintah daerah dalam mendukung adanya program Kabupaten Konservasi Kapuas Hulu. 2. Kestabilan, keseimbangan dan kelestarian kawasan TNBK yang merupakan wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki pengaruh atau dampak besar bagi kondisi wilayah Hilir yang merupakan wilayah kerja dinas ini. 3. Keberadaan TNBK dapat membantu tugas dinas ini dalam melakukan perlindungan dan penjagaan lingkungan hidup dan meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih fatal.
Memiliki keunggulan komparatif, yaitu mandat atau otoritas politik dan kedekatan wilayah kerja serta berkeinginan untuk berinvestasi secara khusus (tenaga dan waktu) dari pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Konservasi Kapuas Hulu di bidang Lingkungan Hidup dan Energi Sumber daya Mineral yang menghasilkan nilai tambah bagi pembangunan berkelanjutan.
66
Lanjutan tabel 5 WWF-Putussibau. 1. Kegiatan yang telah dilakukan oleh pihak ini sebagian besar berkonsentrasi di dalam 1. Telah memiliki kepercayaan yang telah diberikan oleh sebagian besar masyarakat dalam mengelola atau kawasan dan sekitar atau daerah penyangga kawasan TNBK. membina pengembangan masyarakat dan sebagian 2. Kawasan TNBK merupakan aset investasi jangka panjang dalam implementasi instansi pemda dalam kerjasama, seperti Dinas kegiatan WWF, salah satunya telah masuk dan berjalan di TNBK (2 fase ITTO, Pasriwisata dan Kebudayaan (dalam Ekowisata), LH network german, HOB). Dan pihak TNBK merupakan awal mula kegiatan WWF dan ESDM (PJL dan LH). sebagai lembaga konservasi. 2. Sumber informasi. 3. Penyediaan tenaga ahli dan sebagai fasilitator implementasi program terkait pengelolaan TNBK 4. Peningkatan perhatian masyarakat internasional. Masyarakat desa daerah penyangga kawasan hutan TNBK. 1. Kebutuhan hidup masyarakat sebagian besar atau sangat bergantung dari hasil dan 1. Berdasarkan lokasi tempat mereka yang dekat dengan batas kawasan TNBK (daerah penyangga), sehingga kondisi SDAH (pemanfaatan SDAH) yang berada di sekitar dan dalam kawasan memiliki aksesibilitas yang tinggi menuju kawasan TNBK, contohnya: TNBK. • Mengolah dan mengelola lahan yang berlokasi di daerah penyangga kawasan 2. Masyarakat masih merasa wilayah yang masyarakat TNBK untuk berladang berpindah. tempati saat ini merupakan wilayah yang telah lama • Berburu satwa babi (Sus sp), Rusa Sambar (Cervus sp), dll dan menangkap ikan mereka kelola yang berasal dari nenek moyang (bernelayan) untuk memenuhi kebutuhan protein mereka dan secara temporer mereka, jauh sebelum adanya penetapan kawasan untuk masyarakat jual ke negara tetangga (Malaysia). TNBK dan wilayah hutan ini mereka klaim sebagai • Pengambilan kayu Belian/kayu Ulin (Eusiderixylon zwageri) untuk masyarakat wilayah adat. pergunakan sebagai bahan baku pembuatan rumah. 2. Kawasan TNBK memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan dan keseimbangan 3. Karena lokasinya yang paling dekat dengan kawasan TNBK, sehingga masyarakat sangat berpotensi dalam ekosistem alam dan lingkungan masyarakat, yang apabila terjadi kerusakan di dalam pemelihara kawasan TNBK dan daerah penyangganya kawasan TNBK akan berdampak buruk bagi lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. dan sangat mempengaruhi mekanisme program 3. Dengan adanya kawasan TNBK telah membuat masyarakat desa sekitar dikenal oleh pengelolaan TNBK selanjutnya. masyarakat dunia (internasional). (Sumber: hasil wawancara dengan Informan)
67
5.3. Karakteristik Para pihak Kunci. Setiap instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu ini memiliki visi yang berbeda sesuai dengan bidangnya masing-masing, yaitu: 5.1.2. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu yang maju, beretos kerja tinggi, tertib dan kreatif dalam usaha dan bijaksana dalam pengelolaan sumberdaya alam hayati secara berkesinambungan. 5.3.1. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Terwujudnya alternatif dalam mengembangkan diversifikasi produk dan kualitas dibidang kepariwisataan yang berbasis pada sumber daya manusia (masyarakat dinamis dan berwawasan lingkungan), bertumpu kepada kesenian dan budaya daerah serta memperkenalkan pariwisata daerah dengan pesona alamnya secara terpadu, baik ke pasar regional, nasional maupun internasional. 5.3.2. Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumber Daya Mineral Terwujudnya sektor lingkungan hidup, energi dan sumber daya mineral yang menghasilkan nilai tambah bagi pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Kapuas Hulu untuk meningkatkan kesejahteraan (Renstra dan Lakip Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, 2006). Berdasarkan Lakip dan Renstra Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu (2006) secara garis besar tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang diemban tiap instansi memiliki kesamaan satu sama lainnya. Tugas pokok instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu yang diberikan adalah melaksanakan sebagian kewenangan Daerah Kabupaten Kapuas Hulu di bidang yang telah ditentukan dan diserahkan oleh pihak Bupati sebagai Kepala Pemerintahan Kabupaten Kapuas Hulu, sedangkan fungsi dari instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, yaitu: 1. Perumusan kebijakan teknis. 2. Perumusan perencanaan teknis dan program kerja. 3. Pelaksana pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu.
68
4. Pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). 5. Pelaksanaan tugas lain yang diserahkan oleh Bupati sepanjang sesuai dengan bidang tugasnya. Setiap instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu memiliki visi dan tupoksi yang berbeda satu sama lainnya, namun memiliki tujuan yang sama secara garis besar. Tujuan yang dimaksud adalah meningkatkan taraf hidup atau kondisi kesejahteraan masyarakat di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu secara keseluruhan dan merata. Sehubungan dengan dideklarasikannya Kabupaten Kapuas Hulu sebagai kabupaten konservasi, maka pihak pemerintah daerah dalam menyusun dan menetapkan konsep, tujuan dan program pengelolaannya lebih menekankan kepada asas kelestarian hutan dan lingkungan hidup (konservasi) di seluruh wilayah. Terdapat enam instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu yang memiliki beberapa kesamaaan terkait aspek pengelolaan (misalnya kesamaan dalam program) TNBK. Hal tersebut membuktikan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu berpotensial dalam mendukung pengelolaan TNBK. 5.3.3. LSM World Wide Foundation (WWF)-Putussibau. Berdasarkan pernyataan Hermayani selaku koordinator pelaksana program WWF-Putussibau, pihak TNBK merupakan komitmen jangka panjang dan konsisten serta merupakan awal mula program WWF-Putussibau sebagai lembaga konservasi. Pihak ini juga melakukan investasi dalam bentuk program yang telah berjalan dalam pengelolaan TNBK, yaitu 2 tahap proyek bantuan ITTO, network German dan HOB (Heart of Borneo). Terutama untuk program ITTO, pihak WWF-Putussibau adalah salah satu perumus pertama dalam pembentukan dan penetapan kawasan hutan Betung Kerihun sebagai kawasan taman nasional pada periode tahun 1993-2004. Dua tahapan program ITTO yang telah dijabarkan dalam website www.wwf-indonesia.com (2008), yaitu: 1. Tahap pertama periode tahun 1993-1999, melakukan inventarisasi dan identifikasi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan dan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya guna menyusun Rencana Pengelolaan Taman
69
Nasional (RPTN) periode jangka panjang (2000-2024) yang telah selesai disusun pada tahun 2001. 2. Tahap kedua periode 2002-2004 merupakan tahap implementasi program prioritas terkait pengelolaan TNBK, seperti tata batas kawasan hutan TNBK dan Community Empowerment, yaitu mengkaji sumber-sumber alam dari pihak masyarakat yang sesuai dengan kriteria guna upaya pembudidayaan. Untuk memperkuat pernyataan yang telah diutarakan oleh Hermayani, Nasrullah selaku teknisi lapangan pelaksana program WWF-Putussibau mengutarakan bahwa, program ITTO ini merupakan salah satu bentuk kerjasama dengan pihak pemerintah RI dalam menjaga dan memelihara kawasan hutan di wilayah Indonesia. Telah dilakukan konsorsium antara pihak WWF dengan pihak PHKA dan pembuatan kesepakatan secara tertulis untuk membangun dan membentuk lembaga pengelola TNBK secara bersama-sama. Gambaran hubungan kerjasama yang terjalin dengan pihak TNBK, maka disimpulkan pihak WWF-Putussibau memiliki konsep dan tujuan yang sejalan dengan pengelolaan TNBK. Kondisi kerjasama tersebut telah menunjukkan tingkat keterlibatan dan tingkat potensi pihak WWF-Putussibau dalam mendukung pengelolaan TNBK. 5.3.4. Masyarakat Desa Daerah Penyangga Kawasan TNBK. Pertimbangan dalam pengambilan contoh responden dari ketiga pihak masyarakat desa daerah penyangga TNBK yaitu, masing-masing desa sebaiknya memiliki perbedaan jarak lokasi dari kawasan hutan TNBK, memiliki perbedaan kondisi
sosiologi
masyarakat,
memiliki
perbedaan
itensitas
pemberian
pelaksanaan program atau bantuan dari pihak TNBK dan pertimbangan terakhir adalah ketiga desa ini termasuk wilayah Kecamatan Benua Martinus yang juga merupakan lokasi kantor bidang TNBK wilayah I Matasso. Diharapkan dengan keberadaan pihak TNBK dekat pihak masyarakat, dapat meningkatkan rasa kepedulian dan kesadaran mereka terhadap aspek pengelolaan TNBK. Lokasi ketiga desa ini memiliki aksesibilitas yang mudah dijangkau daripada desa daerah penyangga TNBK lainnya, yaitu melalui jalur darat. Adanya kelancaran aksesibilitas dapat memperbesar kemungkinan meningkatkan pengetahuan atau informasi yang telah diterima oleh masyarakat terkait pengelolaan TNBK.
70
A. Masyarakat Desa Manua Sadap. Desa Manua Sadap merupakan salah satu dari desa daerah penyangga kawasan TNBK. Secara administratif desa ini berada di dalam wilayah kecamatan Benua Martinus. Desa Manua Sadap terdiri dari 3 dusun, yaitu Dusun Sadap, Dusun Madang dan Dusun Kelayam. Dusun Sadap adalah dusun yang paling ujung dari Desa Manua Sadap dan salah satu dusun yang terdekat dengan kawasan TNBK, dusun Sadap ini juga salah satu akses pintu masuk menuju kawasan TNBK. Jumlah laki-laki adalah 193 orang, jumlah perempuan 196 orang dan jumlah keluarga adalah 109 keluarga, persentase jumlah petani adalah 99 persen. Penghasilan utama adalah dari sektor pertanian sub tanaman pangan. Untuk dikonsumsi atau dijual adalah adalah produk unggulan yang berasal dari padi ladang. Jumlah Tenaga kerja laki-laki adalah sebanyak 50 orang dan perempuan 20 orang. Mereka bekerja sebagai TKI di Malaysia. Masyarakat Desa Manua Sadap bermata pencaharian utama sebagai petani di ladang padi dengan sistem berladang berpindah. Lokasi ladang yang mereka garap, telah mereka klaim tidak masuk ke dalam kawasn TNBK atau hanya di sekitar kawasan saja. Sistem berladang perpindah yang sedang mereka kerjakan saat ini, tidak terlepas dari aktivitas membakar lahan sebelum mereka tanami. Sistem berladang ini menimbulkan dampak kemungkinan menyebarnya lokasi yang dibakar ke arah yang tidak diinginkan. Dan hal ini yang menjadi salah satu faktor pemicu kebakaran hutan di kawasan TNBK. Luas desa secara keseluruhan adalah 87.400 Ha dengan rincian penggunaan lahan sebagai berikut: 2. Luas lahan sawah sebesar 6 Ha. 3. Luas lahan bukan sawah sebesar 873.94 Ha. 4. Lahan pertanian sebesar 86.952 Ha. 5. Lahan yang diusahakan sebesar 109 Ha. 6. Lahan yang tidak yang diusahakan sebesar 327 Ha. 7. Lahan untuk non pertanian (pemukiman, toko, kantor) sebesar 6 Ha. Selain sebagai petani ladang berpindah, masyarakat desa ini juga melakukan perkebunan karet sebagai pekerjaan sampingan. Aktivitas ini terus meningkat sejalan dengan diberlakukannya program perkebunan karet entries yang saat ini
71
sedang marak dilakukan oleh pihak pemerintah, baik pihak TNBK maupun pihak pemerintah daerah. Hasil berkebun karet, masyarakat mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pada berladang, karena nilai jual untuk karet saat ini sedang meningkat di pasaran. Masyarakat desa Manua Sadap masih tergantung kepada kandungan SDAH yang terdapat di dalam kawasan TNBK, mulai dari mencari ikan, berburu dan mencari kayu Belian (Eusiderixylon zwageri) untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan rumah. Taraf kehidupan mereka masih sangat jauh dari kesejahteraan karena keterampilan mereka yang masih sangat minim sehingga pekerjaan yang dapat mereka lakukan masih terbatas dan cenderung bersifat manja karena semua telah tersedia di alam. Dalam hal meningkatkan perekonomian masyarakat desa melalui pekerjaan sampingan selain berladang dan berkebun karet, terdapat industri kerajinan rumah tangga berupa anyaman sebanyak 3 unit, kain tenun 3 unit dan toko kelontong 3 unit. Untuk menampung hasil kerajinan rumah tangga masyarakat, terdapat koperasi unit desa 1 unit. Usaha dari warga masyarakat untuk menjaga keamanan adalah memeriksa warga dari luar desa yang masuk ke wilayah ini. B. Masyarakat Desa Pulau Manak. Desa Pulau Manak juga termasuk salah satu desa daerah penyangga, dan termasuk kedalam Kecamatan Benua Martinus. Desa ini telah ditetapkan sebagai Desa Model Konservasi. Desa ini terdiri dari 3 dusun, yaitu Dusun Talas, Dusun Pinjawan dan Dusun Belimbis. Di desa ini banyak program dari pihak TNBK, Pemda dan LSM yang masuk dan melibatkan masyarakat setempat. Mata pencaharian dari masyarakat desa ini tidak jauh berbeda dari masyarakat Desa Manua Sadap, yaitu berladang berpindah dan berkebun karet. Pada kegiatan perkebunan karet desa ini memiliki kemajuan yang cukup tinggi dibandingkan dengan desa tetangganya. Di desa ini terbentuk program SPKP (Sentra Penyuluhan Kehutanan-Pertanian), yang berfokus pada peningkatan keterampilan dan pengetahuan dalam perkebunan dan pertanian sistem irigasi. Kondisi Desa Pulau Manak sama halnya dengan Desa Manua Sadap, pada desa ini juga masih sangat bergantung pada kandungan SDAH yang terdapat di dalam kawasan TNBK, mulai dari mencari ikan, berburu dan mencari kayu Belian (Eusiderixylon zwageri) untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan rumah.
72
Taraf kehidupan masyarakat disini masih sangat jauh dari kesejahteraan karena keterampilan yang masih sangat minim sehingga pekerjaan yang dapat mereka lakukan masih terbatas dan cenderung bersifat manja karena sudah tersedia di alam. C. Masyarakat Desa Benua Martinus. Desa Benua Martinus merupakan pusat kota dari Kecamatan Benua Martinus. Desa ini terdiri dari 3 dusun, yaitu Dusun Bukung, Dusun Keram dan Dusun Martinus. Desa Benua Martinus ini mengklaim bahwa desa mereka paling terbelakang pada tingkat kesejahteraan hidup. Di Desa ini, Program dan bantuan yang diberikan oleh pihak TNBK, Pemda dan LSM masih bersifat minim. Fasilitas (sarana dan prasarana) pendidikan yang terdapat di Desa Benua Martinus terdiri dari: SD, SMP dan SMA. Selain itu, desa ini juga terdapat fasilitas keagamaan seperti gereja dan kantor aparat Kecamatan Benua Martinus. Di desa ini pula, jarang ditemukan rumah dengan sistem bentuk betang atau rumah panjang. Sebagian besar masyarakat desa ini telah mengenal kemajuan teknologi dan pengetahuan lebih unggul dari pada desa lainnya yang dapat dilihat dari pola kemasyarakatan mereka yang sudah cenderung individual. Luas Desa Benua Martinus secara keseluruhan adalah 22.600 Ha dengan rincian luasan lahan yang dimanfaatkan yaitu luas sawah berpengairan yang diusahakan tidak ada, luas sawah yang tidak berpengairan yang diusahakan sebesar 2 Ha, luas sawah sementara yang tidak diusahakan sebesar 10 Ha, luas lahan bukan sawah sebesar 225.884 Ha, lahan yang digunakan untuk pertanian sebesar 221,82 Ha, ladang yang diusahakan sebesar 79 Ha, ladang yang tidak diusahakan: 316 Ha dan ladang non tani sebesar 11 Ha. Terdapat satu unit KUD, koperasi industri kecil kerajinan rakyat (Kopinkra) dan terdapat dua unit koperasi simpan pinjam. Pada kenyataannya masih dalam jumlah yang sebagian besar tidak jauh kondisinya dari Desa Manua Sadap dan Desa Pulau Manak, pada desa ini juga masih sangat bergantung pada kandungan SDAH yang terdapat di dalam kawasan TNBK, mulai dari mencari ikan, berburu dan mencari kayu Belian (Eusiderixylon zwageri) untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan rumah. Taraf kehidupan mereka masih sangat jauh dari kesejahteraan karena keterampilan mereka yang
73
masih sangat minim sehingga pekerjaan yang dapat mereka lakukan masih terbatas dan cenderung bersifat manja terhadap alam. Karena taraf kehidupan yang masih sangat jauh dari tingkat kesejahteraan, maka dalam taraf kesehatan yang memadai juga sangat minim. Jumlah mantri kesehatan berjumlah tiga orang, dukun bayi belum terlatih dua orang, jumlah keluarga yang masuk dalam program jaminan kesehatan berjumlah 16 keluarga, jumlah surat miskin 16. Wabah penyakit setahun terakhir: muntaber atau diare, ISPA dan malaria. Sumber air yang digunakan untuk memasak adalah air sungai atau air danau. Kebutuhan hidup masyarakat sebagian besar atau sangat bergantung dari hasil dan kondisi SDAH (pemanfaatan SDAH) yang berada di sekitar dan dalam kawasan TNBK, contohnya: 1. Berburu satwa Babi (Sus sp), Rusa Sambar (Cervus sp), dll serta menangkap
ikan (bernelayan) untuk memenuhi kebutuhan protein mereka dan secara insidental untuk dijual oleh masyarakat ke negara tetangga (Malaysia). 2. Pengambilan
masyarakat
kayu
Belian/kayu
pergunakan
Ulin
sebagai
(Eusiderixylon
bahan
baku
zwageri)
pembuatan
untuk rumah.
(ketergantungan penghidupan, histories dan kedekatan geografis). Wilayah yang masyarakat tempati saat ini merupakan wilayah yang telah lama mereka kelola jauh sebelum adanya penetapan kawasan TNBK yang berasal dari nenek moyang mereka. Untuk wilayah hutan, mereka klaim sebagai wilayah adat. Pihak masyarakat sangat menentukan berhasil atau tidaknya program dan kebijakan dari pengelolaan TNBK dan masyarakat juga sebagai pemelihara kawasan TNBK dan daerah penyangganya. 5.4. Respon Para pihak Kunci Terhadap Pengelolaan TNBK. Pengertian respon adalah suatu reaksi yang diberikan karena adanya rangsangan. Respon dapat berupa perilaku atau tindakan nyata atau juga berasal dari ucapan yang terlontar. Bentuk respon yang digambarkan dari para pihak kunci adalah respon dengan tingkatan pengetahuan dan pandangan, sikap serta tindakan nyata terkait pengelolaan TNBK, baik ditinjau dari aspek konsep, tujuan dan program. Data respon ini diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak pengelola instansi atau lembaga yang bersangkutan, seperti kepala badan atau
74
dinas, kepala bidang, kepala seksi, koordinator program dan teknisi lapangan. Khusus untuk pihak masyarakat desa daerah penyangga kawasan TNBK, pengkajian data respon dilakukan secara kumulatif atau penggabungan dari tiga desa tersebut, karena respon yang telah diutarakan relatif sama secara garis besar. Responden dari pihak masyarakat yang menjadi sasaran utama adalah kepala kecamatan, kepala desa, kepala dusun, tokoh masyarakat, guru, petugas lapang TNBK dan mantan petugas lapang TNBK serta anggota masyarakat. Besar nilai presentase respon didapatkan dari hasil perbandingan jumlah respon positif dengan respon negatif yang telah diutarakan oleh responden untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat jumlah respon yang bernilai 0% dikarenakan responden tidak memberikan respon (positif atau negatif) pada tingkat yang dimaksud atau responden secara penuh memberikan respon pada satu nilai, yaitu respon positif atau negatif dengan nilai 100%. 5.4.1. Respon Tingkat Pengetahuan dan Pandangan Para pihak Terhadap Pengelolaan TNBK. Respon tingkat pengetahuan dan pandangan dikaji berdasarkan informasi atau pengetahuan dan pemahaman yang diterima dan dimiliki oleh para pihak serta pendapat mereka terkait pengelolaan TNBK.
Tabel 6 Persentase Respon Tingkat Pengetahuan dan Pandangan Para pihak Terhadap Pengelolaan TNBK
Para pihak
Aspek Pengelolaan TNBK Konsep Program dan Tujuan
+
-
+
-
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.
25%
75%
25%
75%
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
0%
100%
0%
0%
25%
75%
0%
0%
100% 7,69%
0% 92,31%
Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumber Daya Mineral. WWF-Putussibau. Masyarakat Desa Daerah Penyangga.
100% 0% 21,43% 78,57%
75
Berdasarkan hasil analisis respon tingkat pengetahuan dan pandangan menunjukkan bahwa, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumberdaya Mineral cenderung menyatakan respon bersifat negatif, baik terhadap konsep, tujuan dan program terkait pengelolaan TNBK. Pada tingkat ini, timbulnya respon negatif dikarenakan kurangnya pemahaman dan pengetahuan perihal cakupan pengertian, sistem dan mekanisme terkait pengelolaan TNBK yang menyebabkan terakumulasinya pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab terkait pengelolaan TNBK. Walaupun memiliki informasi tersebut, akan tetapi perolehannya tidak secara detail dan keseluruhan atau jumlahnya masih sangat rendah, sehingga kondisi ini dapat menimbulkan pandangan yang kurang berkenan dan meragukan kinerja TNBK. Penyebab kurangnya informasi yang diterima berkaitan dengan kemungkinan kurangnya intensitas pelaksanaan kegiatan interaktif yang bersifat pendekatan atau sosialisasi dari pihak TNBK dan atau ketika saat pihak TNBK melakukan kegiatan sosialisasi atau pengenalan perihal
pengelolaan
TNBK,
para
pihak
yang
bersangkutan
tidak
menghiraukannya. Namun, lain halnya untuk pihak WWF-Putussibau, respon yang mereka berikan adalah total bersifat positif karena pihak ini telah menjadi salah satu perumus pertama dalam pembentukan dan penetapan kawasan hutan Betung Kerihun sebagai kawasan taman nasional pada periode tahun 1993-2004, sehingga tingkat atau jumlah informasi perihal pengelolaan TNBK telah diterima lebih maksimal (detail dan keseluruhan) dibandingkan dengan pihak lainnya. Khusus untuk pihak masyarakat desa daerah penyangga kawasan TNBK, respon negatif terjadi dikarenakan tingkat kemampuan keberterimaan masyarakat terhadap informasi pengelolaan TNBK masih sangat rendah, hal ini terlihat dari tingkat pendidikan yang masih relatif rendah (hanya lulusan sekolah dasar atau tingkat menengah pertama dan atau tidak pernah mengenyam tingkat pendidikan sama sekali). Selain itu, penyebab timbulnya respon negatif adalah karena kurangnya itensitas pelaksanaan kegiatan pendekatan atau sosialisasi dari pihak TNBK, seperti yang telah dialami oleh pihak pemerintah daerah.
76
5.4.2. Respon Tingkat Sikap Para Pihak Terhadap Pengelolaan TNBK. Respon tingkat sikap ini dikaji berdasarkan tingkat mendukung dan tidak atau kurang mendukung para pihak terkait pengelolaan TNBK. Berdasarkan hasil analisis respon tingkat sikap telah membuktikan bahwa, nilai dukungan yang diberikan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah perihal konsep dan tujuan pengelolaan TNBK adalah seimbang (sebesar 50%) untuk setiap respon positif dan negatif. Kondisi ini disebabkan oleh faktor responden yang berbeda-beda dalam mengekspresikan sikapnya, sedangkan untuk program cenderung memberikan respon negatif atau kurang mendukung (76,92%) karena pihak ini merasa kurang dilibatkan dalam segala kegiatan terkait pengelolaan TNBK dan masih mengganggap kinerja TNBK kurang maksimal dan optimal karena sampai saat ini belum terlihat bukti keberhasilan kegiatan pengelolaan TNBK serta adanya kemungkinan ketika pihak TNBK melaksanakan kegiatan pegelolaannya, pihak ini tidak segera mengambil peran atau mengacuhkannya. Lain halnya dengan pihak Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebagian besar memberikan respon mendukung pengelolaan TNBK karena hubungan kerjasama yang terjalin dengan pihak TNBK telah intesif dilakukan dan kesediaan pihak ini dalam membantu melaksanakan implementasi program pengelolaan TNBK. Pada aspek konsep dan tujuan pengelolaan TNBK, pihak Dinas lingkungan Hidup dan Energi Sumberdaya Mineral total memberikan respon kurang mendukung perihal pengelolaan TNBK (sebesar 100%). Kondisi ini terjadi karena masih menganggap pihak TNBK memiliki kewenangan dan tupoksi yang berbeda alurnya dari pihak pemerintah daerah. Namun dalam aspek program, pihak ini cenderung memberikan respon yang mendukung karena program pengelolaan yang mereka telah rencanakan dan tetapkan tidak jauh berbeda dari program pengelolaan TNBK. Sama halnya dengan kondisi Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, pihak WWF-Putussibau juga memberikan respon yang seimbang, yaitu sebesar 50% untuk setiap respon positif dan negatif. Namun kondisi tersebut tidak hanya
77
terjadi pada aspek konsep dan tujuan, akan tetapi juga terrhadap aspek program pengelolaan TNBK. Khusus untuk pihak masyarakat desa daerah penyangga kawasan TNBK, respon yang diberikan cenderung bernilai negatif atau kurang mendukung, yaitu sebesar 55,56% untuk aspek konsep dan tujuan dan 81,82% untuk aspek program terkait dalam pengelolaan TNBK. Kondisi kurang mendukung disebabkan oleh beberapa faktor, seperti adanya larangan atau batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh pihak TNBK terhadap masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam hayati yang terdapat di dalam maupun yang berada di sekitar kawasan TNBK dan kurangnya tingkat keterlibatan masyarakat dalam mekanisme (mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan implementasi) pengelolaan TNBK serta kurangnya tingkat interaktif pihak TNBK dalam melakukan pendekatan atau sosialisasi Tabel 7 Persentase Respon Tingkat Sikap Para pihak Terhadap Pengelolaan TNBK
Para pihak Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumber Daya Mineral. WWF-Putussibau. Masyarakat Desa Daerah Penyangga.
Aspek Pengelolaan TNBK Konsep Program dan Tujuan
+
-
50%
50%
66,67% 33,33% 0%
100%
+
-
23,08% 76,92% 80%
20%
66,67% 33,33%
50% 50% 50% 50% 44,44% 55,56% 18,18% 81,82%
5.4.3. Respon Tingkat Tindakan Nyata Para pihak Terhadap Pengelolaan TNBK. Analisis respon pada tingkat tindakan nyata dibagi menjadi dua bagian, yaitu pertama, penilaian terhadap pihak pemerintah daerah dan LSM dan kedua, penilaian terhadap pihak masyarakat desa daerah penyangga. Pengkajian respon terhadap pihak pemerintah daerah dan LSM berdasarkan tingkat kerelevanan program yang telah dilakukan, sedang berjalan dan atau masih dalam tahap perancanaan lembaga terkait program pengelolaan TNBK. Dilakukan kajian verifikasi dari hasil wawancara guna memperkuat tingkat kerelevanan program
tersebut.
78
Tabel 8 Persentase Respon Tingkat Tindakan Nyata Para Pihak Kunci (Kategori Pemerintah Daerah dan LSM) Terhadap Pengelolaan TNBK
Para pihak Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumber Daya Mineral. WWF-Putussibau.
Program para pihak pengelolaan TNBK Data Data dokumen wawancara 50%
83,33%
66,67%
66,67%
50%
50%
100%
100%
Hasil pengkajian respon, menunjukkan semua pihak kunci berpotensial mendukung pengelolaan TNBK, hal tersebut tergambar dari tingkat persentase program relevan dengan program pengelolaan TNBK (dengan rentang nilai 50%100%). Namun berdasarkan hasil verifikasi, hanya pihak Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah yang memiliki tingkat kesingkronan rendah (50% dan 83,33%). Tingkat kesingkronan merupakan parameter yang menandakan kekuatan nilai kerelevanan program terhadap program pengelolaan TNBK. Berdasarkan hasil perbandingan dari keempat pihak kunci yang tersisa, hanya pihak WWFPutussibau yang secara totalitas (keseluruhan dan sepenuhnya) mendukung program pengelolaan TNBK, kondisi ini tergambar dari tingkat kerelevanan dan tingkat kesingkronan tinggi dengan nilai persentase 100%. Untuk respon dari pihak masyarakat desa daerah penyangga berdasarkan kesediaan para pihak tersebut terhadap program pengelolaan TNBK. Respon masyarakat ini memiliki dasar yang telah dinyatakan dalam Tadjudin (2000), yaitu perilaku masyarakat dalam praktek pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya hutan, seperti kearifan dan pengetahuan lokalunggulan, dipelihara dan dimanfaatkan dalam praktek pengelolaan sumber daya hutan. Pernyataan tersebut membuat pihak TNBK untuk lebih giat dan terfokus dalam meningkatkan kesadaran masyarakat, sehingga mereka dapat mengikuti kegiatan yang diselenggaraakan oleh pihak TNBK secara kontinu dan sukarela, dan tingkat kesadaran tersebut telah dibuktikan dari nilai persentase kesediaan kerjasama masyarakat (sebesar 100%).
79
Tabel 9 Persentase Respon Tingkat Tindakan Nyata Para Pihak Kunci (Kategori Masyarakat Desa Daearah Penyangga) Terhadap Pengelolaan TNBK Para pihak Masyarakat Desa Manua Sadap, Masyarakat Desa Pulau Manak, Masyarakat Desa Benua Martinus.
Program yang Kegiatan • • • • • • • • •
Telah mengikuti program SPKP (Sentra Penyuluhan Kehutanan Pertanian). Telah menerima dan melaksanakan program perkebunan karet entries. Telah menerima program bantuan perkebunan gaharu (Aquilaria spp) dan lada. Telah banyak mengikuti program penyuluhan dan pelatihan dibidang perkebunan karet. Program bantuan pemasaran hasil kerajinan tangan dan modal bahan baku. Memilih dan mengirim wakil masyarakat ke luar daerah Kabupaten Kapuas Hulu guna meningkatkan keterampilan kerajinan tangan. Adanya program Desa Model Konservasi. Mengikuti program KMDM. Mengikuti program pendidikan konservasi dengan sasaran sekolah-sekolah.
Presentase Kesediaan Kerjasama
100%
5.5. Potensi Dukungan Para Pihak Kunci Terkait Pengelolaan TNBK. Tidak semua para pihak yang memiliki nilai tingkat kepentingan dan pengaruh tinggi akan memiliki nilai dukungan yang tinggi. Menggabungkan nilai kekuatan kepentingan dan pengaruh dengan nilai kekuatan respon (pengetahuan dan pandangan, sikap serta tindakan nyata) terkait konsep, tujuan dan program pengelolaan TNBK, maka dapat dilihat para pihak yang mendukung secara aktual atau potensial mendukung pengelolaan TNBK. Nilai yang didapatkan tidak berdasarkan atas skala tertentu atau hasil kuantitatif, akan tetapi berdasarkan penilaian secara deskriptif mengenai respon yang diberikan dari masing-masing para pihak (kualitatif). Penilaian secara kuantitatif ini dibantu dengan alat analisis pro dan kontra. 5.5.1. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Respon tingkat pengetahuan dan pandangan serta sikap pihak ini terkait konsep, tujuan dan program pengelolaan TNBK adalah sebagian besar bersifat negatif (bernilai rendah), walaupun memiliki respon positif akan tetapi tidak berpengaruh karena jumlah presentasenya rendah (25%). Untuk parameter respon
80
tindakan nyata, pihak ini berpotensial mendukung program pengelolaan TNBK, namun program yang relevan kurang tepat sasaran atau hanya sebagian kecil yang termasuk program prioritas pengelolaan TNBK. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa, pihak ini tidak cukup besar peran dukungannya terhadap implementasi pengelolaan TNBK. 5.5.2. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Respon tingkat sikap dari pihak ini adalah sebagian besar bersifat positif (bernilai tinggi) terkait konsep, tujuan dan program pengelolaan TNBK, walaupun terdapat respon negatif akan tetapi tidak berpengaruh karena jumlah presentasenya rendah (33,33%). Penarikan kesimpulan lainnya, yaitu walaupun pada respon tingkat pengetahuan terdapat nilai 100% bersifat negatif, akan tetapi dengan analisis pro dan kontra nilai kekuatannya masih rendah dibandingkan dengan nilai respon positif pada tingkat sikap (66,67% dan 80%). Pada parameter tindakan nyata, pihak ini berpotensial mendukung. Program pengelolaan TNBK dan program yang relevan sebagian besar cenderung tepat sasaran atau sudah dalam jumlah yang relatif cukup tinggi dari program pihak ini yang termasuk program prioritas pengelolaan TNBK (sebesar 66,67%). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa, pihak ini relatif besar peran dukungannya terhadap implementasi pengelolaan TNBK. 5.5.3. Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumber Daya Mineral. Respon tingkat pengetahuan dan pandangan serta sikap pihak ini adalah sebagian besar bersifat negatif (bernilai rendah) terkait aspek konsep dan tujuan pengelolaan TNBK, akan tetapi pada aspek program pengelolaan TNBK memiliki respon yang sebagian besar bersifat positif. Berdasarkan parameter tindakan nyata, pihak ini berpotensial mendukung program pengelolaan TNBK dan program yang relevan sebagian besar cenderung tepat sasaran atau sudah dalam jumlah yang relatif cukup tinggi dari program pihak ini yang termasuk program prioritas pengelolaan TNBK. Namun, kerelevanan program bersifat lemah karena besaran nilainya berada diambang batas perbandingan (sebesar 50%) sehingga kondisi tersebut menunjukkan bahwa, pihak ini mendukung akan tetapi
81
kekuatannya lemah dan terdapat kemungkinan sifat dukungan ini akan berubah sejalan dengan tingkat penyesuaian pihak ini terkait aspek pengelolaan TNBK. 5.5.4. LSM WWF-Putussibau. Respon tingkat pengetahuan dan pandangan dari pihak ini adalah sebagian besar bersifat positif (bernilai tinggi) terkait aspek konsep, tujuan dan program terkait pengelolaan TNBK, yaitu sebesar 100%. Dilakukan pengkajian lebih detail mengenai respon pada tingkat sikap, didapatkan kesimpulan respon positif sangat berpengaruh dan menentukan (bernilai tinggi). Untuk parameter tindakan nyata, pihak ini berpotensial mendukung program pengelolaan TNBK. Program yang relevan sebagian besar cenderung tepat sasaran atau sudah dalam jumlah yang relatif tinggi dari program pihak ini yang termasuk program prioritas pengelolaan TNBK (sebesar 100%). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa, pihak ini besar peran dukungannya terhadap implementasi pengelolaan TNBK. 6.5.5. Masyarakat Desa Daerah Penyangga. Respon tingkat pengetahuan dan pandangan serta sikap pihak ini adalah sebagian besar bersifat negatif (bernilai rendah) terkait aspek konsep, tujuan dan program pengelolaan TNBK. Untuk respon tingkat tindakan nyata, pihak ini berpotensial mendukung program pengelolaan TNBK. Dukungan tersebut dapat dilihat dari kesediaan pihak masyarakat dalam bekerjasama atau melakukan program dan bantuan dari pihak TNBK dengan presentase sebesar 100%. Namun, pihak masyarakat yang bersedia atau menerima program dan bantuan pihak TNBK ini merupakan pihak yang telah aktif bergabung, bekerjasama dan menjadi sasaran dalam melaksanakan program dan bantuan TNBK, sedangkan masyarakat yang kurang berkenan dalam melakukan kerjasama adalah pihak yang kondisinya berbanding terbalik. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa, pihak ini mendukung akan tetapi kekuatannya lemah dan terdapat kemungkinan sifat dukungan ini akan berubah sejalan dengan tingkat penyesuaian pihak ini terkait aspek pengelolaan TNBK.
82
Tabel 11 Potensi Dukungan Para pihak Terkait dalam Pengelolaan TNBK
No
1 2 3 4 5
Para pihak Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumber Daya Mineral. WWF-Putussibau. Masyarakat Desa Daerah Penyangga.
Tingkat Respon Terkait Aspek pengelolaan TNBK Konsep Tujuan Program
Keterangan
Rendah
Rendah
Rendah
Kurang mendukung
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Mendukung
Rendah
Rendah
Tinggi
Mendukung tapi kekuatannya lemah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Mendukung Mendukung tapi kekuatannya lemah
5.6. Faktor Penyebab Lemahnya Dukungan Para Pihak Kunci Terhadap Pengelolaan TNBK. Pada kenyataannya, hubungan kerjasama antara para pihak kunci dengan pihak TNBK belum berjalan sesuai dengan rencana dan teori yang berlaku. Ketidakberhasilan pihak TNBK dalam menjalin hubungan kolaborasi dengan para pihak dapat terlihat dari adanya respon yang kurang mendukung atau lemahnya nilai tingkat dukungannya. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor-faktor yang menjadi penghambat terwujudnya pengelolaan kolaborasi TNBK, yaitu: Hubungan kerjasama antara para pihak dengan pihak TNBK yang telah dilakukan dengan intensitas tertinggi adalah pada tahap implementasi program pengelolaan TNBK, sehingga jalinan kerjasama tidak berjalan secara optimal dan maksimal. Hubungan kerjasama yang hanya pada tahap implementasi ini menyebabkan kurangnya intensitas komunikasi dalam bertukar informasi antar para pihak, sehingga informasi yang diterima oleh para pihak mengenai konsep atau rencana pengelolaan TNBK masih sangat minim. Tidak adanya kesepakatan untuk memperjelas sifat
dan memperkuat
hubungan kerjasama yang sedang berjalan, kurangnya kegiatan sosialisasi program-program terkait pengelolaan TNBK secara terbuka dan resmi dan ketidakjelasan aturan dan sistem zonasi membuat para pihak menjadi bingung dalam mengambil langkah guna mengelola potensi hayati dan non hayati yang terdapat di dalam kawasan TNBK. Hal tersebut yang menjadi salah satu faktor
83
para pihak sedikit merasa enggan dalam menjalin hubungan kerjasama dengan pihak TNBK. Adanya anggapan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu yang menyatakan bahwa, adanya perbedaan sistem dan mekanisme jalur birokrasi dengan pihak TNBK, yaitu antara desentralisasi dan sentralisasi. Dari adanya anggapan perbedaan jalur birokrasi tersebut membuat para pihak ini juga beranggapan bahwa mereka memiliki beda kepentingan dan tidak dapat intervensi lebih mendalam dan detail terhadap sistem dan mekanisme pengelolaan kawasan TNBK. Ketidaksingkronan dalam kewenangan, menyebabkan adanya keinginan yang bersifat tarik-menarik antara pihak pemerintah daerah dengan pihak TNBK dalam pemanfaatan pengelolaan kawasan TNBK yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan satu pihak. Kondisi ini akan menimbulkan dampak yang lebih besar, seperti yang telah dinyatakan dalam proyek NRM/EPIQ et all, 2002 yaitu, pada dasarnya Pemerintah Daerah, khususnya kabupaten dan kota mempunyai kewenangan untuk mengurus sumber daya alam di wilayahnya (hutan, tambang, laut, perkebunan dan pertanian). Pemerintah Daerah dihadapkan pada tuntutan kemandirian dalam membiayai jalannya pemerintahan dan pembangunan
guna
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakatnya
melalui
pemanfaatan sumber daya alam yang terdapat di wilayahnya. Hal ini mendorong para pengambil keputusan di daerah untuk menempuh jalan pintas dalam menggali sumber-sumber pembiayaan, diantaranya sampai mengeksploitasi hutan lindung dan taman nasional. Kenyataan yang seperti ini menunjukkan bahwa pihak Pemerintah Daerah hanya berorientasi jangka pendek untuk meningkatkan dan memperkuat PAD melalui eksploitasi sumber daya alam tanpa memikirkan perlindungan dan pelestarian terhadap sumber daya alam. Kurangnya intensitas kerjasama juga terjadi pada hubungan antara pihak masyarakat dengan pihak TNBK, hal ini terjadi karena kurangnya keaktifan pihak TNBK dalam mendekatkan diri untuk mengenalkan atau memberikan informasi tentang pengelolaan TNBK dan kurang dalam pelibatan aktif masyarakat di dalam pengelolaan TNBK.
84
Adanya sifat eksklusif yang menyebabkan adanya gap di Balai Besar TNBK. Kondisi gap ini terjadi antara pihak pengelola yang berada di dalam Balai Besar TNBK (pusat pengelolaan) dengan pihak pengelola yang berada di dalam wilayah kerja TNBK (tingkat Wilayah Kerja Bidang dan tingkat Wilayah Kerja Seksi). Tidak adanya kesinergisan/gap antara hubungan pengelola TNBK antara wilayah balai, bidang dan seksi telah membuat pembatas diantaranya semakin besar. Hal tersebut menimbulkan kesulitan dalam masukan-masukan atau pendapat membangun dari semua pihak TNBK, terutama yang berada di tingkat wilayah kerja bidang dan seksi karena pada tingkat ini lebih banyak mengetahui kondisi yang sebenarnya sedang terjadi di dalam masyarakat maupun yang ada di kawasan TNBK. Selain itu, akan berdampak kurang efektif dan efisien penyebaran pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai TNBK. Petugas lapang TNBK kurang diberdayakan sesuai dengan tupoksi yang telah ditetapkan. Pada dasarnya petugas lapang (PL) merupakan ujung tombak dari pengelolaan TNBK. PL inilah yang mengerti dan mengenal sepenuhnya kondisi di lapangan, baik dalam kawasan maupun di dalam masyarakat karena mereka tinggal dekat dengan masyarakat dan atau mereka sendiri merupakan masyarakat asli desa yang terlibat. Tingkat pengetahuan dan pemahaman PL tentang kawasan konservasi dan pengelolaan TNBK sangat minim . PL cenderung tidak peduli terhadap fungsi utama mereka sebagai implementor sebagian program-program pengelolaan TNBK karena tugas yang diembankan mereka masih bersifat pekerjaan kasar. 5.7. Upaya
Peningkatan
Dukungan
Para
Pihak
Kunci
Terhadap
Pengelolaan TNBK. Dalam membangun dan mengembangkan suatu pengelolaan TNBK secara kolaborasi, dibutuhkan adanya jalinan kerjasama terlebih dahulu dengan para pihak. Namun pada kenyataannya, proses untuk mewujudkan hubungan kerjasama tersebut tidak berjalan lancar sesuai yang direncanakan atau diharapkan dan akan terdapat banyak faktor penghambat. Dibutuhkan suatu solusi dalam memecahkan masalah tersebut, antara lain: Pihak TNBK, yaitu harus lebih aktif dan intensif dalam membangun pengelolaan bersistemkan kolaborasi, karena dari para pihak kunci masih terdapat
85
potensi yang kurang mendukung atau tingkat dukungannya masih lemah. Keuntungan yang ditimbulkan dari adanya hubungan kolaborasi ini adalah adanya distribusi kewenangan pengelolaan antara pihak TNBK dengan para pihak kunci yang berimplikasi terhadap distribusi manfaat, biaya dan resiko. Perlu adanya sosialisasi kembali (kepada masyarakat, pemerintah daerah dan stakeholder lainnya) mengenai keberadaan (tugas, fungsi, tujuan, visi, misi dan program) TNBK yang secara merata sasaran atau obyek penerima dan dengan menggunakan metode yang baru. Hal tersebut dapat dijadikan pertimbangan untuk perbaikan pengelolaan TNBK karena sebagian besar respon negatif yang diutarakan oleh stakeholder merupakan dampak dari ketidaktahuan mereka terhadap pengelolaan TNBK. Metode yang telah digunakan, baik dalam sosialisasi dan penyuluhan tidak dapat meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya kawasan TNBK beserta pihak pengelolanya dan cenderung menjenuhkan. Untuk pembaharuan metode dapat menggunakan bantuan dari Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan atau orang yang ahli dalam bidang ini untuk memfasilitasinya. Persiapan yang matang dalam implementasi program TNBK. Dalam pelaksanaan program bantuan atau program lainnya, pihak TNBK sebaiknya memperhatikan kondisi atau kesiapan lahan yang masyarakat punya sehingga kegagalan dapat terhindarkan. Pertimbangan yang lebih tepat dalam perekrutan Petugas Lapang TNBK, adalah dengan cara peningkatan jumlah Petugas Lapang TNBK dengan perekrutan yang merata disetiap desa daerah penyangga kawasan TNBK dengan pertimbangan pemahaman atau pengetahuan tentang TNBK atau keinginan (motivasi) yang cukup tinggi untuk ingin mengetahui lebih dalam tentang kawasan konservasi dan pengelolaan TNBK. Perekrutan yang merata akan mengurangi kecemburuan sosial antar masyarakat lainnya. PL ini juga dapat meringankan tugas pihak TNBK dalam mengimplementasikan programprogramnya dan dalam memonitoring aktivitas masyarakat yang dapat merugikan pihak TNBK. Meningkatkan potensi petugas lapangan dalam pengelolaan TNBK, maka akan merubah metode sosialisasi dan penyuluhan yang selama ini dilakukan
86
berdasarkan kegiatan yang telah direncanakan dari pihak TNBK ditingkat wilayah pusat pengelolaan. Penguatan pondasi internal pihak TNBK. Dengan cara mensinergikan hubungan pengelola TNBK antara wilayah balai, bidang dan seksi. Hal ini mempermudah adanya masukan-masukan atau pendapat membangun dari semua anggota pihak TNBK. Penguatan jaringan kerjasama atau koordinasi di seluruh tingkatan birokrasi (seluruh anggota pihak TNBK) sebagai langkah awal dalam pengembangan dan pembangunan kolaborasi. Diperlukan adanya perubahan sistem Rapat Koordinasi (Rakor). Adanya ketidakjelasan mekanisme dan prosiding (hasil kegiatan) Rakor akan mengakibatkan kegiatan atau program yang dilakukan secara kolaborasi tidak dapat memberikan kesan atau bukti manfaat pada masing-masing para pihak. Adanya pemberian insentif kepada pelaku konservasi, terutama bagi pihak masyarakat desa daerah penyangga yang tidak bersifat kompensasi berbentuk uang atau nominal, akan tetapi harus lebih ke arah bersifat intangible, seperti peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya, introduksi alternatif mata pencaharian bagi masyarakat yang mengakar dalam budaya mereka dan peningkatan taraf pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (melalui sistem beasiswa). Hal tersebut dilakukan agar sekecil mungkin memberikan dampak bagi upaya pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Selain itu, adanya sistem insentif ini sangat penting dalam memastikan bahwa semua pihak bersedia untuk berpartisipasi aktif mendukung upaya konservasi jangka panjang.
87
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan. 1. Para pihak kunci pengelolaan TNBK, yaitu Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Lingkungan Hidup dan Energi Sumberdaya Mineral, WWF-Putussibau, dan masyarakat desa daerah penyangga kawasan hutan TNBK (masyarakat Desa Manua Sadap, Desa Model Konservasi Pulau Manak dan Desa Benua Martinus). 2. Respon tingkat pengetahuan dan pandangan menunjukkan bahwa para pihak kunci merespon negatif, respon ini terutama berasal dari pihak pemerintah daerah dan masyarakat desa daerah penyangga. Respon negatif disebabkan kemungkinan kurangnya intensitas pelaksanaan kegiatan interaktif yang bersifat pendekatan atau sosialisasi dari pihak TNBK dan atau ketika saat pihak TNBK melakukan kegiatan sosialisasi atau pengenalan perihal pengelolaan TNBK, para pihak yang bersangkutan tidak menghiraukannya. 3. Respon tingkat sikap menunjukkan bahwa hanya pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang merespon positif karena kesediaan menjalin hubungan kerjasama dengan pihak TNBK secara intesif dalam membantu melaksanakan implementasi program. 4. Respon tingkat tindakan nyata menunjukkan bahwa hanya pihak WWFPutussibau yang secara totalitas (keseluruhan dan sepenuhnya) mendukung program pengelolaan TNBK, kondisi ini tergambar dari tingkat kerelevanan dan tingkat kesingkronan yang tinggi dengan nilai persentase 100%. Khusus untuk pihak masyarakat, bersedia sepenuhnya dalam melakukan kerjasama dengan pihak TNBK dengan nilai kesediaan 100%. 5. Potensi dukungan para pihak kunci menunjukkan bahwa hanya ada dua pihak kunci yang secara aktual mendukung, yaitu
pihak Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan dan WWF-Putussibau, sedangkan untuk para pihak kunci lainnya masih berpotensial mendukung. 6. Dukungan yang lemah dari para pihak kunci terhadap pengelolaan TNBK dikarenakan adanya hubungan kerjasama yang terjalin hanya pada tahap
88
implementasi program pengelolaan TNBK, kurangnya kegiatan sosialisasi mengenai konsep, tujuan dan program terkait pengelolaan TNBK, ketidakjelasan aturan dan sistem zonasi kawasan TNBK, anggapan perbedaan birokrasi, adanya keinginan yang saling tarik-menarik dalam pemanfaatan pengelolaan kawasan TNBK, kurangnya intensitas kerjasama antara pihak masyarakat dengan pihak pengelola TNBK, adanya gap yang terjadi di dalam Balai TNBK dan kurangnya memberdayakan tenaga kerja dari Petugas lapang TNBK sesuai dengan Tupoksi yang telah ditetapkan. 7. Upaya untuk mengurangi dukungan yang lemah dari para pihak terhadap pengelolaan TNBK, adalah melalui hubungan kolaborasi, sosialisasi dan penyuluhan kembali terhadap para pihak secara intensif, persiapan yang matang dalam implementasi program TNBK, pertimbangan yang lebih tepat dalam perekrutan Petugas Lapang TNBK, penguatan pondasi internal pihak pengelola TNBK, perubahan sistem Rapat Koordinasi (Rakor) dan adanya sistem insentif bagi pelaku konservasi yang bersifat intangible. 6.2. Saran 1. Penataan batas kawasan dan zonasi kawasan TNBK harus secepatnya diperjelas statusnya atau keberadaan di lapangan, terutama untuk zona pemanfaatan. Hal ini untuk meminimalisir keraguan para pihak atas keabsahan keberadaan kawasan TNBK. 2. Lebih tegas dan jelas dalam mengaplikasikan hukum pelanggaran kehutanan dari pihak TNBK bagi pelaku pengrusakan kawasan hutan TNBK, seperti pelaku perambahan kawasan hutan dan penambang liar. 3. Pengembangan sarana dan prasarana yang berfungsi menunjang pemanfaatan jasa lingkungan, wisata alam, pendidikan dan budidaya dengan cara mengadopsi sistem kemitraan. 4. Pembaharuan data tentang kondisi ekosistem, ekologi, ekonomi dan sosialbudaya yang berkaitan dengan wilayah kerja pengelolaan TNBK, sehingga dapat memperbaharui rencana pengelolaan yang lebih tepat guna.
89
DAFTAR PUSTAKA Stakeholder Analysis. http://
[email protected] [24 September 2005] Anshari, Gusti Z. 2006. Dapatkah Pengelolaan Kolaboratif Menyelamatkan Taman Nasional Danau Sentarum?. Center for International Forestry Research. Asikin, Mukti. 2001. Stakeholder Participation In Sme Policydesign And Implementation. ADB Technical Assistance SME Development. Jakarta. Baker D. et al. 2001.Guidebook to Decision Making-Methods. USA: Department of Energy. Darusman D, S. Lubis, E. Wetik. 2006. Parapihak Kehutanan di Kalimantan Analisis Permasalahan dan Kebutuhan. Kelompok Kajian Kebijakan Pembangunan Kehutanan Universitas Mulawarman Dan Kerjasama Tropenbos International Indonesia. Kalimantan, in press. Komite PPA-MFP dan Yayasan WWF-Indonesia. 2006. Kemitraan Dalam Pengelolaan Taman Nasional: Pelajaran Untuk Transformasi Kebijakan. ”Prolog: Merajut Kesenjangan antara Konservasi Sumberdaya Alam dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta. Kusmanto T, Elizabeth LY, Phil M, Yayan I, Hasantoha A. 2005. Learning to Adapt: Managing Forest Together in Indonesia. Bogor: Center for International Forestry Research (CIFOR). Leavitt, Harold J. 1978. Psikologi Manajemen: Sebuah Pengantar Bagi Individu dan Kelompok di dalam Organisasi. Edisi ke-4. Jakarta. Mackinnon J, K. Mackinnon, G. Child, J. Thorsell. 1990. Pengelolaan Kawasan Dilindungi di Daerah Tropika (Terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Manktelow, R. Stakeholder Analysis and Stakeholder Management: Winning Support for Your Project. http://www.mindstool.com [24 September 2005]. Muntasib, Harini E.K.S. 2007. Kuliah: Penyuluhan Kehutanan. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Rochmah, Siti., Misbach D., Rochayah. 1996. Individu dalam Masyarakat: Buku Teks Mengenai Psikologi Sosial. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Jakarta. Roza, F. 2002. Respon Nelayan Binaan Terhadap Kegiatan Proyek Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Di Karawang [Skripsi]. Program Studi Manajemen Bisnis Dan Ekonomi Perikanan-Kelautan. Jurusaan Sosek Perikanan dan Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. Sabara, E.J. 2006. Pemetaan Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Hutan Lindung Gunung Lumut, Kabupaten Pasir, Propinsi Kalimantan Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Safitri, B. 2006. Analisis Respon Stakeholders Terhadap Kebijakan Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak: Studi Kasus Kabupaten Lebak, Provinsi Banten [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Anonim.
90
Surbekti, S.S. 2006. Kajian Kebijakan Pengelolaan Hutan Lindung Gunung Lumut Kabupaten Pasir Kalimantan Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tadjudin, Djuhendi. 2000. Manajemen Kolaborasi. Bogor: Pustaka Latin. Untoro, F. 2006. Evaluasi Pelaksanaan Kesepakatan Konservasi Desa (KKD) dalam Kerinci Seblat-Integrated Conservation and Development Project (KS-ICDP) Melalui Analisis Stakeholders: Studi Kasus Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. www.wwf-indonesia.com. Diakses tanggal 27 Juli 2008.
91
92
Panduan Wawancara Pihak Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK)
Karakteristik reponden: No urut
:
Nama
:
Jenis Kelamin
:
Umur
:
Alamat
:
Tingkat pendidikan/ Lama pendidikan
:
Jabatan Pekerjaan
:
1. Konsep dan tujuan pengelolaan TNBK?(berdasarkan RPTN 25 tahunan dan Rencana Strategis 2006-2010). 2. Kegiatan atau program apa saja yang sedang, telah dan akan dilakukan berkenaan dengan pengelolaan kawasan TNBK? (berdasarkan RPTN 5 tahunan, RPTN tahunan dan laporan kegiatan). 3. Para pihak yang intensif dilakukan kerjasama? 4. Bagaimana Hubungan kerjasama dengan pihak para pihak? 5. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam rangka membangun dan membina kerjasama dengan pihak para pihak? 6. Bagaiamana hubungan partisipasi masyarakat terkait pengelolaan TNBK? 7. Permasalahan dan intensitas gangguan dari dan terhadap pengelolaan TNBK?apakah ada konflik yang terjadi? 8. Sejak perubahan nama Balai TNBK menjadi Balai Besar TNBK, apakah ada perubahan kinerja?
93
Panduan Wawancara Instansi Pemerintahan Daerah Kabupaten Konservasi Kapuas Hulu dan Organisasi Non-Pemerintah (lingkungan dan Kehutanan).
Karakteristik reponden: No urut
:
Nama
:
Jenis Kelamin
:
Umur
:
Alamat
:
Tingkat pendidikan/ Lama pendidikan
:
Jabatan Pekerjaan
:
1. Apa pendapat secara pandangan terkait keberadaan pihak pengelola beserta kawasan TNBK? 2. Pemahaman dan pengetahuan mengenai konservasi? 3. Pemahaman dan pengetahuan mengenai zonasi dan tata batas kawasan TNBK? 4. Pemahaman dan pengetahuan mengenai? 5. Pemahaman dan pengetahuan mengenai tujuan dan visi-misi terkait pengelolaan TNBK? 6. Apakah sudah terjadi kesinkronan dan kekonsistenan terkait peraturan perundangan dan kebijakan yang melandasi pengelolaan TNBK dengan program pengelolaan TNBK? jika tidak, pada bagian apa yang tidak sesuai satu sama lain? 7. Apakah sudah terjadi kesinkronan dan kekonsistenan terkait tujuan dan visimisi pengelolaan TNBK dengan program pengelolaan TNBK? jika tidak, pada bagian apa yang tidak sesuai satu sama lain? 8. Kegiatan apa yang sedang, telah dan akan dilakukan (rencana) oleh instansi?
94
9. Kegiatan kerjasama apa yang sedang, telah dan akan dilakukan (rencana) oleh instansi bersama pihak pengelola TNBK? 10. Hak (kewenangan) dan kewajiban (peranan) yang diberikan kepada instansi dari pihak pengelola TNBK?baik dalam bentuk perencanaan atau yang telah dilakukan (hasil kegiatan). 11. Apakah terdapat pengaruh terhadap tugas pokok dan fungsi instansi berkenaan dengan pengelolaan kawasan TNBK? 12. Jika terdapat, bersifat negatif atau positif dan wujud dari pengaruh tersebut seperti apa? 13. Strategi yang digunakan oleh instansi terhadap rencana pembangunan wilayah dengan kondisi yang ada di TNBK saat ini berkaitan dengan system pengelolaan kawasan TNBK? 14. Apakah dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi kawasan TNBK secara bersama-sama (pihak pengelola TNBK dengan instansi para pihak)? 15. Apakah telah terjalin suatu kesepakatan yang berkaitan dengan kelancaran dan keberhasilan pengelolaan kawasan TNBK? 16. Bentuk, tujuan, fungsi dan imbalan yang dapat diberikan dari kesepakatan tersebut dan bagaimana kondisi saat ini? Pendapatnya? 17. Faktor penting atau utama apakah yang menyebabkan kegagalan dalam menjalin hubungan kerjasama?mengapa? 18. jika masih dalam perencanaan, apa yang seharusnya diprioritaskan oleh pihak TNBK demi keuntungan instansi? 19. Harapan terhadap pengelolaan kawasan TNBK?
95
Panduan Wawancara Masyarakat Desa Daerah penyangga
Karakteristik reponden: No urut
:
Nama
:
Jenis Kelamin
:
Umur
:
Alamat
:
Tingkat pendidikan/ Lama pendidikan
:
Jabatan Pekerjaan
:
1. Apa pendapat secara pandangan terkait keberadaan pihak pengelola beserta kawasan TNBK? 2. Pemahaman dan pengetahuan mengenai konservasi? 3. Pemahaman dan pengetahuan mengenai zonasi dan tata batas kawasan TNBK? 4. Pemahaman dan pengetahuan mengenai? 5. Pemahaman dan pengetahuan mengenai tujuan dan visi-misi terkait pengelolaan TNBK? 6. Bentuk-bentuk interaksi masyarakat dengan hutan meliputi hutan adat dan kawasan TNBK? 7. Jalinan kerjasama, dalam hal ini bentuk hubungan (melalui kesepakatan yang telah dan akan terjalin dengan TNBK) dan interaksi terhadap pihak pengelola TNBK? 8. Hak (kewenangan) dan kewajiban (peranan) yang diberikan kepada instansi dari pihak pengelola TNBK?baik dalam bentuk perencanaan atau yang telah dilakukan (hasil kegiatan)? 9. Bentuk kegiatan pihak luar terhadap masyarakat?
96
10. Informasi mengenai keberadaan kawasan TNBK? 11. Pengakuan mengenai keterbukaan akses pemanfaatan sumberdaya alam di TNBK bagi pembangunan wilayah? 12. Kesepakatan dalam mekanisme (Perencanaan dan implementasi) bentuk pemanfaatan sumberdaya alam (berdasarkan daya dukung, lenting ekosistem dan kelestarian spesies penting) dan jasa lingkungan komprehensif serta pengakuan legal terhadapnya di TNBK? 13. Program atau bantuan yang telah dilakukan oleh pihak pengelola TNBK terhadap masyarakat? 14. Sistem evaluasi pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang telah disepakati? 15. Bukti insentif yang telah diterima oleh masyarakat? 16. Kesepakatan dalam mekanisme penyelesaian konflik pemanfaatan SDAH dan plasma nutfah bagi budidaya yang telah disusun? 17. upaya-upaya
yang
pernah/sedang
dilakukan
untuk
menyelesaikan
permasalahan/konflik yang ada? 18. Tanggapan (apa yang seharusnya dilakukan oleh pihak TNBK dan para pihaks lain dan tindakan apa yang akan dilakukan untuk menutupi kekurangan) mengenai
mekanisme
perencanaan
dan
pengimplementasian
program
pengelolaan taman nasional? 19. Tanggapan mengenai tindakan hukum pihak TNBK terhadap perambahan kawasan? 20. Faktor penting atau utama apakah yang menyebabkan kegagalan dalam menjalin hubungan kerjasama?mengapa? 21. Harapan terhadap pengelolaan kawasan TNBK?
97