Nama Penulis tiap Artikel
STANDARISASI PENGUASAAN KITAB KUNING DI PONDOK PESANTREN (Studi pada Madrasah Salafiyah Pesantren As-Salafiyah Mlangi, Sleman dan Pesantren Al-Munawwir Krapyak Bantul DIY) A.M Wibowo, Yusriati Peneliti adalah Peneliti pada Balai Litbang Kementerian Agama Abstrak Pesantren yang memiliki kajian terhadap kitab-kitab tertentu, secara otomatis memiliki standar kitab kuning yang menjadi rujukan pesantren tersebut, dan sangat mungkin sekali berbeda antara pesantren satu dengan pesantren yang lain. Standar kitab kuning inilah menjadi sangat penting, baik untuk lingkungan pondok pesantren itu sendiri maupun untuk lintas pondok pesantren. Bahkan kesamaan maupun perbedaan kajian kitab kuning yang menjadi standar oleh beberapa pesantren menjadi varian tersendiri yang akan memperkaya khasanah keilmuan santri sekaligus menjadi sebuah alternatif ketika santri akan memperdalam kajian kitab kuning. Selain stantardisasi kajian kitab kuning yang menjadi ciri khas pondok pesantren, juga penguasaan kitab kuning sebagai kajian yang khas, memunculkan standarisasi bagi tingkat dalam proses pembelajaran pada pondok pesantren, seperti tingkatan ula, wustho, maupun ulya, atau bahkan pada tingkat Ma’had ‘Ali. Tingkatan kitab kuning yang dipelajari, untuk menetukan tingkatan kelas atau tingkatan madrasah. Meskipun demikian pengkajian kitab kuning tetap saja bergantung pada kyai dan ustadz yang mengajarnya (Masyhuri, 1989), sehingga standarisasi kitab kuning memerlukan kajian yang lebih mendalam Penelitian ini terfokus pada 5 hal yaitu (1) mendeskripsikan kitab-kitab kuning yang menjadi rujukan, atau yang dipelajari di pondok pesantren, (2) mengetahui standar apa yang dipakai oleh pondok pesantren dalam menentukan kitab kuning yang dipelajari, (3) mengetahui bagaimana pondok pesantren menentukan standar kitab kuning pada setiap jenjang kelas, (4) melihat orientasi pondok pesantren dalam pembelajaran kitab kuning, dan (5) mengetahui Bagaimana standar penguasaan kitab kuning yang diberlakukan oleh pondok pesantren. Kata Kunci: Standarisasi, Kitab Kuning, Pondok Pesantren
A. Pendahuluan Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional yang tumbuh dan berkembang di masyarakat pedesaan, melalui suatu proses sosial yang unik. Pesantren dipengaruhi dan mempengaruhi kehidupan masyarakat pedesaan, bahkan pengaruh pesantren seringkali jauh melebihi wilayah administratif desa-desa sekitarnya, tidak jarang suatu pesantren mempunyai santri relatif besar, pengaruhnya melintasi kabupaten dimana pesantren berada.76 Dinamika pengembangan pondok pesantren tampak dari model pengembangan yang tetap mempertahankan prinsip awal pendiriannya, yaitu pengkajian dan pengembangan kitab kuning. Ketetapan pada kitab kuning ini menjadikan pondok 76 Saefudin Zuhri, Sejarah kebangkitan Islam dan perkembangannya di Indonesia, (Bandung: Al Ma’arif,1979), hal. 185
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 47
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel…… A.M Wibowo, Yusriati, Standarisasi Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok Pesantren
pesantren memiliki kekhasan tersendiri, ditambah penekanan kitab kuning yang dipelajari oleh pesantren, seperti pesantren khusus kajian fiqih, aqidah, tafsir, dan kajian tasawuf. Saat ini dikalangan pondok pesantren sedang mengalami dilema. Disatu sisi mereka ingin diakui dan disamakan eksistensi dengan pendidikan formal, namun disisi lain hal tersebut sulit dilakukan oleh pemerintah melihat kurikulum yang belum standar antara pondok pesantren satu dengan yang lain berbeda di seluruh wilayah Indonesia. Pengakuan kesetaraan terhadap lulusan pondok pesantren dan pendidikan diniyah diringi dengan ketetapan standar dalam berbagai aspek yang harus dipenuhi. Standar yang ditetapkan untuk menentukan tingkatan kelulusan, baik tingkat dasar, menengah pertama maupun tingkat menengah atas sangat tergantung pada standar kitab kuning yang telah dikuasai pada tingkatan tersebut, meskipun jangka waktu selama belajar di pondok pesantren menjadi persaratan yang juga menjadi ketetapan. Pesantren yang memiliki kajian-kajian khusus terhadap kitab-kitab tertentu, secara otomatis memiliki standar kitab kuning yang menjadi rujukan pesantren tersebut, dan sangat mungkin sekali berbeda antara pesantren satu dengan pesantren yang lain. Standar kitab kuning inilah menjadi sangat penting, baik untuk lingkungan pondok pesantren itu sendiri maupun untuk lintas pondok pesantren. Bahkan kesamaan maupun perbedaan kajian kitab kuning yang menjadi standar oleh beberapa pesantren menjadi varian tersendiri yang akan memperkaya khasanah keilmuan santri sekaligus menjadi sebuah alternatif ketika santri akan memperdalam kajian kitab kuning. Selain standarisasi kajian kitab kuning yang menjadi ciri khas pondok pesantren, terdapat penguasaan kitab kuning yang memunculkan standarisasi bagi tingkat proses pembelajaran pada pondok pesantren itu sendiri. Tingkatan kitab kuning yang dipelajari, untuk menentukan tingkatan kelas atau tingkatan Madrasah yang tetap saja bergantung pada Kyai dan Ustadz, sehingga standarisasi kitab kuning memerlukan kajian yang lebih mendalam. Berangkat dari latarbelakang masalah, dipandang perlu adanya kajian yang lebih fokus dan mendalam tentang bagaimana sebenarnya standar kitab kuning yang dipakai oleh pondok pesantren salaf. B. Fokus Penelitian Penelitian ini terfokus pada 5 hal: (1) mendeskripsikan kitab-kitab kuning yang menjadi rujukan, atau yang dipelajari di pondok pesantren, (2) mengetahui standar apa yang dipakai pondok pesantren dalam menentukan kitab kuning yang dipelajari, (3) mengetahui bagaimana pondok pesantren menentukan standar kitab kuning pada setiap jenjang kelas, (4) melihat orientasi pondok pesantren dalam pembelajaran kitab kuning, (5) mengetahui bagaimana standar penguasaan kitab kuning yang diberlakukan oleh pondok pesantren. C. Metode Penelitian Penelitian tentang penguasaan kitab kuning di pesantren Studi Standarisasi Kitab Kuning di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Bantul dan PonPes As-Salafiyah Mlangi Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Sasaran penelitian ini adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pendidikan salaf murni, maksudnya pondok pesantren yang murni melaksanakan pengajaran kitab 48 | ISSN: 2356-2447-XIII
Nama Artikel A.M Wibowo, Yusriati, Standarisasi Penguasaan Kitab Kuning Di Penulis Pondoktiap Pesantren
kuning tanpa ada penambahan kurikulum yang di rekomendasikan oleh pemerintah. Adapun yang menjadi subyek penelitian tentang penguasaan kitab kuning di pondok pesantren adalah madrasah salafiyah yang berada dibawah naungan pondok pesantren. Penguasaan kitab kuning tersebut meliputi kitab kuning yang menjadi rujukan di pondok pesantren, kurikulum madrasah, dan standarisasi pondok berdasarkan level kelas dilihat dari pendidikan formal pemerintah. Teknik pengumpulan dilakukan dengan wawancara, telaah dokumen, dan pengamatan. Sedang analisis yang digunakan adalah model analisis data interaksi, yaitu menghubungkan antara kategori dengan sub kategori untuk kemudian dicari pola-polanya. Adapun langkah langkah yang digunakan dalam analisis ini adalah reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. 77 D. Kerangka Teori Kata pondok berasal dari bahasa arab funduk, yang berarti rumah, penginapan atau hotel. Pesantren berasal dari kata santri mendapat imbuhan pe-. Asal kata kata santri sendiri terdapat dua pendapat yang berbeda, Pertama, menyebutkan kata santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Kedua, menyebutkan santri berasal dari bahasa India yaitu Shastri yang artinya buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.78 Poerwadarminta mengartikan pesantren sebagai asrama dan tempat muridmurid belajar mengaji.79 Muzayin Arifin mendefinisikan pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan agama yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus), dimana santri-santri menerima pedidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan leadership seorang atau beberapa Kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.80 Kafrawi memberikan garis pembeda antara istilah pesantren dan pondok pesantren dari segi ada tidaknya "pondok" di lingkungan pesantren. Menurutnya, pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tetapi para santrinya tidak disediakan pondok di kompleks pesantren, namun tinggal tersebar di seluruh penjuru desa sekeliling pesantren tersebut (santri kalong), dimana cara dan metode pendidikan dan penga-jaran agama Islam diberikan dengan sistem weton, yaitu para santri datang berduyun-duyun pada waktu-waktu tertetu (umpama tiap hari Jumat, Minggu, Selasa dan sebagainya).81 Sedangkan pondok pesantren merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem bandongan, sorogan ataupun wetonan, dan para santri disediakan pondokan dimana Kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab
77 Sugiyono, Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R & d, (Bandung: Alfabet, 2007), hal. 92 78
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. (Jakarta: LP3ES, 1982),
hal.1982 79
Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hal. 764
80
Muzayin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Umum dan Agama, (Semarang: Toha Putra. tt), hal. 104
81
Kafrawi, Pembaharuan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren, cet I, (Jakarta: Cemara Indah, 1978), hal.
139 Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 49
Tolong dituliskan Yusriati, Judul Tiap Standarisasi Artikel…… A.M Wibowo, Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok Pesantren
yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut. 82 Menurut Manfred Ziemek, biasanya pesantren didirikan oleh para pemrakarsa kelompok belajar, yang mengadakan perhitungan dan memperkirakan kemungkinan kehidupan bersama bagi para santri dan ustadz. Maka berdirilah sebuah pondok, tempat untuk hidup bersama bagi masyarakat belajar. Dengan kata "pondok" orang membayangkan "gubuk" atau "saung bambu", suatu lambang yang baik tentang kesederhanaan sebagai dasar perkiraan kelompok. Di sini guru dan murid tiap hari bertemu dan berkumpul, dan dalam waktu yang lama bersama-sama menempuh kehidupan di pondok ini.83 Lebih lanjut Ziemek menilai pesantren sebagai lembaga "wiraswasta" dalam sektor pendidikan keagamaan, karena ciri-cirinya yang dipengaruhi dan ditentukan oleh pribadi para pendiri dan pimpinanannya dan cenderung mengikuti suatu pola tertentu. 84 Karena pesantren didirikan atas prakarsa perorangan atau kelompok yang mendukungnya, seringkali usianya tidak lebih lama dari usia pendirinya ataupun sebelum pendirinya meninggal. Artinya, secara tidak langsung, pesantren mengikuti siklus hidup Kyai pengasuhnya. Meski demikian, sebuah usaha pribadi pendirinya, pondok pesantren tidak bergantung pada izin pemerintah, pengawasan dan pengendaliannya. Karena, desentralisasi telah dimulai pesantren sejak awal didirikannya. Berbicara mengenai pesantren, maka tidak bisa terlepas dari komponen-komponen sebagai pendukungnya. Komponen yang ada pada pesantren merupakan ciri khas yang tidak dimiliki lembaga pendidikan lain. Komponen pesantren yang dimaksud adalah: (1) Kyai, 85 (2) Santri, 86 (3) Masjid, 4) pondokan, dan 5) kitab kuning.87 Sedangkan terkait model penyelenggaraan pesantren, Masykuri Abdillah mengungkapkan tiga model, yaitu:
82
Kafrawi, Pembaharuan Sistem, hal. 139.
83
Manfred Ziemek, Pesantren, hal. 18
84
Manfred Ziemek, Pesantren, hal.97
85
Kyai, dalam sebuah pesantren kyai adalah figur agama (religious figure) yang paling disegani. Dia adalah orang yang mempunyai otoritas tertinggi, orang yang memprakarsai berdirinya pesantren, orang yang mengendalikan kehidupan pesantren dan sekaligus pengajar di pesantren. Seba-gai orang yang mempunyai otoritas tertinggi, seoranq kyai harus ditaati semua perintahnya. Para santri selalu mengharap dan berfikir bahwa kyai yang dianutnya merupakan orang yang percaya penuh pada dirinya sendiri (self confident) baik dalam soal-soal pengetahuan Islam maupun dalam bidang kekuasaan dan manajemen pesantren. Lihat, Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, hal. 56 86 Santri, santri merupakan orang yang menimba ilmu di pesantren. Dalam penarimaan santri baru, pesantren tidak mempunyai kriteria tertentu kecuali kesanggupan seorang calon santri untuk belajar di pesantren. Karena itu seorang calon santri dapat menjadi santri sebuah pesantren tanpa dibatasi oleh latar belakang keluarga, intelektual, ekonomi, sosial, politik, usia, waktu belajar, dan sebagainya. Dhofier menjelaskan, bahwa seorang santri pergi dan menetap di pesantren karena berbagai alasan, yaitu: pertama, Ia ingin mempelajari kitab-kitab lain yang membahas Islam secara lebih mendalam di bawah bimbingan kyai yang memimpin pesantren tersebut. Kedua, Ia ingin memperoleh pengalaman kehidupan pesantren, baik alam bidang pengajaran, keorganisasian maupun hubungan dengan pesantren-pesantren yang terkenal. Dan ketiga, Ia ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa disibukkan oleh kewajiban sehari-hari di rumah keluarganya, Lihat Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, hal. 52
50 | ISSN: 2356-2447-XIII
Nama Penulis tiap Artikel A.M Wibowo, Yusriati, Standarisasi Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok Pesantren
1) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan (MI, MTs, MA, dan PT Agama Islam) maupun yang juga memiliki sekolah umum (SD, SMP, SMU, dan PT Umum), seperti Pesantren Tebuireng Jombang dan Pesantren Syafi'iyyah Jakarta; 2) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, seperti Pesantren Gontor Ponorogo dan Daarul Rahman Jakarta; 3) Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyah, seperti Pesantren Lirboyo Kediri dan Pesantren Tegalrejo Magelang; dan (4) pesantren yang hanya sekadar menjadi tempat pengajian. 88 E. Pembahasan
1. Program Pendidikan di Pesantren As-Salafiyah dan Pesantren Al Munawwir Syarat menjadi santri pada Pondok Pesantren As-Salafiyah adalah pertama usia minimal 10 tahun dan harus menempuh sekolah persiapan selama 1 tahun pada marhalah i’dadiyah. Sedangkan pada Pondok Pesantren Al-Munawwir syarat utama menjadi santri adalah mengikuti placement test untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan calon santri dalam bidang bahasa, maupun pengetahuan tentang kitab kuning. Jika belum memenuhi persyaratan pada jenjang pertama maka santri akan ditempatkan pada kelas persiapan yang disebut halqoh i’dadiyah. a.
Pondok Pesantren As-Salafiyah Program pendidikan pada Pondok Pesantren As-Salafiyah menggunakan istilah Marhalah untuk menunjukan jenjang pendidikan. Ada 3 jenjang marhalah di Pondok Pesantren As-Salafiyah yaitu Marhalah Ula, wustho, dan Ulya. Masing-masing marhalah memiliki waktu tempuh sebagai berikut. 1) Marhalah ula membutuhkan waktu tiga tahun yaitu sannah ula, ula sanah tsaniyah, ula sanah tsalisa, masing-masing tingkatan terbagi dalam dua semester. 2) Marhalah wustho terbagi menjadi 3 tingkatan yaitu wustho sanah ula, sanah tsaniyah, dan tsanah tsalisa, setiap tingkatan terbagi menjadi dua semester. 3) Marhalah ulya, merupakan tingkatan spesialisasi atau takhasus. Pada marhalah ini santri diberikan pilihan memilih spesialisasi yang diminati antara lain takhassus ilmu alat, ilmu al-Quran atau takhassus fiqh. Masing-masing takhassus memiliki jangka tempuh belajar selama satu tahun yang terbagi dalam dua semester. 87 Kitab salaf atau kitab kuning, sesuatu yang tidak pernah lepas dari pesantren adalah pembelajaran kitab yang lazim disebut kitab kuning. Pengertian itu sendiri menurut Martin Bruinnessen dalam bukunya "kitab kuning, pesantren dan tarekat" adalah buku-buku berhuruf Arab yang dipakai di lingkungan pesantren. Kitab tersebut biasanya beraliran Syafi'iyyah, yang kesemuanya berbahasa Arab. Pembelajaran kitab kuning tersebut sebagai suatu unsur dari beberapa unsur mutlak di pesantren yang demikian pentingnya dalam proses pembentukan kecerdasan intelektual dan moralitas kesholehan pada diri santri (sholih linafsihi mushlih lighoirihi), Lihat, Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, hal.44. Lihat pula, Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning, Books in arabic script used in the pesantren milieu, jurnal KITLV, (Leiden, Netherland 1990), hal. 131-132 88 Masykuri Abdillah, Status Pendidikan Pesantren dalam Sistem Pendidikan Nasional, Kompas, edisi 8 Juni 2001
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 51
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel…… A.M Wibowo, Yusriati, Standarisasi Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok Pesantren
b.
Pondok Pesantren Al Munawwir Di atas telah disebutkan bahwa jenjang pendidikan pada madrasah salafiyah, sementara untuk Pondok Pesantren Al-Munawwir disebut dengan istilah Halqoh. Ada empat halqoh yang ada di Pondok Pesantren Al Munawwir yaitu, halqoh I’dadiyah, halqoh Ula, halqoh tsaniyah, dan halqoh tsalisah. 1) Halqoh I’dadiyah, merupakan sekolah persiapan sebelum menempuh pendidikan yang sebenarnya. Calon santri yang masuk pada madrasah salafiyah Pondok Pesantren Al-Munawwir harus mengikuti placement test untuk menyaring santrisantri yang langsung bisa menempuh pendidikan pada halqoh ula atau harus dipersiapkan dahulu pada halqoh i’dadiyah. Waktu tempuh belajar pada halqoh ibti’daiyah adalah satu tahun atau dua semester, 2) Halqoh ula merupakan jenjang pendidikan tingkat pertama. Jarak tempuh belajar pada halqoh ini adalah satu tahun yang terdiri dari dua semester. 3) Halqoh tsaniyah merupakan jenjang pendidikan tingkat dua setelah halqoh ula. Waktu tempuh belajar pada halqoh ini adalah satu tahun terdiri atas dua semester., 4) Halqoh tsalisah merupakan jenjang pendidikan ketiga setelah halqoh ula dan tsaniyah. Waktu belajar pada halqoh ini satu tahun yang terbagi dalam dua semester. 2.
Kitab Kuning Rujukan
Jika dilihat pada tingkatan dan lama waktu tempuh belajar antara Pondok Pesantren As-Salafiyah dan Pondok Pesantren Al-Munawwir terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan pertama adalah pada marhalah ula (Pondok Pesantren As-Salafiyah) menurut penafsiran institussi (lembaga pondok pesantren As-Salafiyah) adalah termasuk pada tingkatan atau kategori madrasah ibtidaiyah. Sedangkan marhalah wustho dan ulya masuk dalam kategori level Tsanawiyah dan aliyah. Pada pondok pesantren Al-Munawwir Krapyak tidak melaksanakan pendidikan pada tingkat ibtidaiyah melainkan langsung pada tingkat tsanawiyah yaitu pada halqoh Ula, tsaniyah dan tsalisa. Sedangkan halqoh i’dadiyah adalah tingkat persiapan yang dikhususkan pada santri yang belum memenuhi syarat menempuh pendidikan pada halqoh ula. Berikut ini akan disajikan kitab kuning yang menjadi rujukan pada dua buah pondok pesantren tersebut sebagai gambaran mengenai kurikulum kitab yang diajarkan pada pondok pesantren di Daerah Istimewa Yogyakarta. a.
Sekolah Persiapan (Idadiyah) Sebelum memasuki jenjang pendidikan yang sesungguhnya, dua buah pesantren yang di teliti terdapat jenjang pra sekolah atau dalam istilah pesantren disebut dengan tingkat i’dadiyah. Pada Pondok Pesantren As-Salafiyah tigkat persiapan disebut dengan marhalah i’dadiyah dan pada Pondok Pesantren Al-Munawwir disebut dengan Halqoh I’dadiyah. Marhalah i’dadiyah yang berlaku di Pondok Pesantren As-Salafiyah untuk mempersiapakan para santri agar mudah mengikuti mata pengajian (pelajaran) pada tingkat marhalah ula. Marhalah ula pada Pondok Pesantren As-salafiyah dimasukan pada level pendidikan tingkat ibtidaiyah, dan halqoh i’dadiyah pada Pondok Pesantren Al-Munawwir dipersiapkan untuk para santri agar mudah mengikuti pelajaran pada halqoh –halqoh yang terdapa di Pondok Pesantren tersebut. Halqoh-halqoh yang ada di Pondok Pesantren Al52 | ISSN: 2356-2447-XIII
Nama Penulis tiap Artikel A.M Wibowo, Yusriati, Standarisasi Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok Pesantren
Munawwir oleh institusi pesantren tersebut dimasukan dalam kategori level tsanawiyah. Pada tabel berikut ini akan disjikan kitab kuning yang menjadi rujukan yang berlaku di dua buah pesantren. Tabel 1. Kitab rujukan marhalah i’dadiyah Pondok Pesantren As-Salafiyah Mlangi Bidang pengajian
Marhalah I’daddiyah Pondok Pesantren As-Salafiyah (Ibtida’)
Halqoh i’dadiyah (Tsanawi)
Al Quran Fiqh Nahwu Sorof Ahlaq Tajwid Kitabah (baca Arab Pegon) Muhafadhoh Tauhid Qiroah (bacaan salat) Idhofi Tarikh Mafudlot Khot/imla Lughoh
--tidak diajarkan-Pesholatan dan Safinah Mukhtashor ‘Awamil + M.Jurumiyah Amtsilati Alala Tuhfatul athfal Catatan
Membaca Juz 30 tartil Taqrib Diktat At-Tasrif al-Isytiqoqy Taisir al-Kholaq Hidayah as-Shibyan Tidak diajarkan
Nadhom ‘Awamil Lafdhon wa Ma’nan Aqidatul ‘awam Masuk pada materi idhofi
Tidak diajarkan Durus al-Aqo’id ad-Diniyyah Masuk pada materi inti
Pesholatan lengkap, At-Ta’rifat fin-Nahwi Tidak diajarkan Tidak diajarkan Tidak diajarkan Tidak diajarkan
Hadits Tafsir
Tidak diajarkan Tidak diajarkan
Safinatunnajah Khulashoh Nur al-Yaqin Al-Muntakhobat fi al-Mahfudlot Qowa’id al-Khoth al-Araby Al-Lughoh at-Takhotub alMushowwaroh Matan al-Muqtathofat Tafsir al Wajiz
Jika dilihat materi-materi pada tingkat i’dad dan dibandingkan dengan Surat Edaran Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Nomor : Dj. 11. 11/V/PP. 007/AZ/28/04, tanggal 9 Januari, 2004, yang diperbarui dengan SE Dirjen Pendis No 940 Tahun 2008 terlihat beberapa materi i’dad PonPes As-Salafiyah ada yang levelnya lebih tinggi seperti materi tajwid dengan kitab Tuhfatul athfal yang seharusnya untuk tingkat tsanawiyah. Pada halqoh ula Pondok Pesantren Al-Munawwir sebagian besar materi-materi yang ada di tingkat ini hampir sama dengan tingkatan sebagaimana disebut dalam Surat edaran dirjen pendis No 940 tahun 2008.
b. Tingkat ibtida’ Berikut ini akan disajikan tabel tentang kitab yang dijadikan rujukan pada tingkat ibtidaiyah yaitu marhala ula pada Pondok Pesantren As-Salafiyah Mlangi. Sedangkan pada Pondok Pesantren Al-Munawwir tidak menyelenggarakan pendidikan pada tingkat ibtidaiyah. Tabel 3. Kitab rujukan pada Pondok Pesantren As-Salafiyah Mlangi pada tingkat Marhalah Ula (Ibtida’) Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 53
Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel…… Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok Pesantren A.M Wibowo, Yusriati, Standarisasi
No 1
Al Fanun Fiqih
2 3
Ushul Fiqih Nahwu
4
Shorof
5
Tauhid
6
Tarikh
16 17
Tajwid Akhlak
19 20 21
Ilmu Tafsir Ilmu Hadits Hadits
Kitab Duror Bahiyah, Taqrib, matan Taqrib, Durusul Fiqiyah juz 1-4, Mabadil Fiqiyah juz 1-4, Tahdhib Syarh Abi Suja’, Inarotud Duja, Riyadul Badiah, Risalatul Mahidi, Muqoddimah Hadhromiyyah, fiqh manhaji, Matan Zubad. Waroqot, Mabadi Awaliyah, Assulam, Ushulul fiqih Abdul Wahab Nadhom awamil, Jurumiyah (lafadz, ma’na), Tashilu nailil Amaniy, Abin Naja, ‘Asmawi, Muhtashor jidan, AlMakudi, Kafrowi, Muttamimmah Jurumiyah, Fathu Robbil Bariyyah, Milkhatul I’rob,Tasywiqul Khollan, Kifayatul Ash-hab, Mughni Labib Pinggir, Tamrinut Tullab Pinggir, Risalah Salafiyyah finNahwi, Amtsilah T, Amarity, Alfiyah, Nadzom Jazariyyah, Matnul Binak wal Asas, As-Syafiyah, ‘Unwanudh-dzuruf, Hallul Ma’qud, Al-Mathlub, Talkhishul Asas, Tarshif Jawahirul Kalamiyah, Syarh Nadzom ‘Aqidatul ‘Awam Syeih Mhmmd, Sullamud diyanah, Qothrul Ghoits, Durusul ‘Aqoid Juz 1- 4, As-Syaibaniy, Ummul Barohin, Tijan Durori, Nurudh-dholam, Ibnu Baijuri, Al Hud Hud Tarikhul Hawadits, Al Bayan wat Ta’rif, Durusut Tarikh 1-4, Khulashoh Nurul Yaqin Juz 1-3 Qowaidut Tajwid, Syarah Nadzom Jazariyah Imam Zakariya Washoya, At-Tarbiyah, Taisirul Kholaq, Akhlaqul Banin wa Banat, Adabul ‘Alim wal Muta’alim Syaikh Hasyim Asy’ari, ‘Idzotun Nasyi-in Ilmu Tafsir Asyty, Faidul Khobir Zamzami Minkhatul Mughits, Al Qowa’idul Asasiyah, Syarah Baiquniyah Jawami’ul Kalim, Miatu Hadits, Arbain Nawawi, Lubabul Hadits, Duror Al Muntatsiroh,Tarhib wa targhib
Kitab-kitab kuning yang menjadi rujukan di Pondok Pesantren As-Salafiyah Mlangi, pada tingkat marhalah ula diatas jika dibandingkan dengan dengan kitab-kitab rujukan dalam Surat Edaran Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Nomor : Dj. 11. 11/V/PP. 007/AZ/28/04, tanggal 9 Januari, 2004, yang diperbarui dengan SE Dirjen Pendis No 940 Tahun 2008 maka hampir sama dengan tingkat Ibtidaiyah hanya saja memiliki variasi kitab yang diajarkan lebih banyak. c.
Tingkat Tsanawiyah Berikut akan disajikan tabel mengenai kitab-kitab rujukan Pondok Pesantren AsSalafiyah dan Pondok Pesantren Al Munawwir yang menyelenggrakan pendidikan pada tingkat tsanawiyah. Pondok Pesantren As-Salafiyah diwakili oleh marhala wustho sedangkan Pondok Pesantren Al-Munawwir diwakili oleh halqoh Ula, Tsaniya, dan Tsalisa Tabel 4. Kitab Kuning Rujukan pada Marhalah wustho Pondok Pesantren As-Salafiyah dan halqoh Pondok Pesantren Al Munawwir (tingkat Tsanawiyah) Kitab-Kitab Yang Menjadi Rujukan Al Fanun Al Quran
Pondok Pesantren Assalafiyyah Mlangi tidak diajarkan
54 | ISSN: 2356-2447-XIII
Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Juz 1-30
A.M Wibowo, Yusriati, Standarisasi Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok Nama PenulisPesantren tiap Artikel Fiqih
Ahlak
Ushul Fiqih
Qowidul Fiqih Nahwu
Shorof Balaghoh
Lughoh
Matan Zubad, F Manhajiy, Minhajul, Qowim, Syarah Tahrir, Kifayatul Ahyar, Nihayatuz Zain, Minhajut Tholibin, Tausyeh, Fathul Wahhab Tidak diajarkan
Al wajiz, Al Bayan, Al Wadhih, Lathoiful Isyarot, Lubbul Ushul, Annafakhot, Al Luma’ M. Asybah, Qowaidul Fiqhiyah ,Faroidlul Bahiyyah, Mukhtasor Al-Asybah W, Risalah Shorf Cak Mat Amarity, Taqirot Alfiyah, J Ma’nun, al Arrobiyah linnasyiin, Ibnu ‘Aqil, Dahlan, Makudiy As-Sa’diy, Marohil Arwah Arrobiyah baina yadaik, Husnus Siyaghoh,Balaghotul Wadikhah, Makhluf, Al Idhoh, Jawahirul Balaghoh Arobiyyah Baina Yadaik, Takrirot J. Maknun, Arobiyyah Lin Nasyiin,
Arudh
M. Syafiy, Al-‘Arudl wal Qowafiy
Tauhid
Kifayatul Awam, Fatkhul Majid, Al Arba’in fi Ushulid din, Jauharut Tauhid, Husunul, Khamidiyyah, Al Iqtishod fil I’tiqod Nurul Yaqin, Tarikhul Khulafa’ Adabud dunya wad-Din, Minhajul Yaqin
Tarikh
Tasawuf
Ilmu Tafsir Tafsir Ilmu Hadits Hadits Falaq Mantiq
Az- Zawajir, Is’adur Rofiq, Bidayatul hidayah, Sullam Taufiq, Ayyuhal Walad , M.Mu`minin, Nashoih Diniyah, Kifayatul Atqiya’ Qowaidul Asasiyah fi Ulumil Qur’an, Zubdatul Itqon, At Takhbir Tafsir Jalalainn, Tanwirul Miqbas Taisirul Mustholah, Manhalul Latif, Rof’ul Astar Bulughul Marom, Jawahirul Bukhori Riyadus solikhin *,Tajridus Shorih * Fatkhur Roifil Mannan, Badi’atul Mitsal, Durusul Falakiyah Al-Baijuri, Idhokhul Mubham, Sullam Malawiy, Al Qowa’idul Mantiqiyah
At-Taqrib, At-Tadzhib, Riyadussholihin, Safinatunnajah
Washoya, Wadho’if al-Muta’allim, Risa-lah al-Mu’awwanah, ta’laim mutaalim Al-Luma’
At Taqrib, ATTahdzib
Nahwu al wadlih, Qowa’id al-Lughoh al-Arobiyah At-Tashrif al-Isytiqoqy, at-Tashrif ma’a ad-Dloma’ir, Qowa’id al-I’lal, Qowa’id al-Lughoh al-Arobiyah Diktat Al-Arobiyah li an-Nasyi’in, diktat, Al-Lughoh at-Takhotub AlMushowwaroh Tidak diajarkan Kitab at-Tauhid min Tanwir alQulub, Durus al-Aqo’id ad-Diniyyah,
Khulashoh Nur al-Yaqin, Tarikh alTasyri’ li Hudlori Bik, Tarikh alHadloroh Tidak diajarkan
Tidak diajarkan Al wajiz, Jalalain Taisir al-Mushtholah al-Hadits Sarah muqtathofat, Ringkasan dari Kitab-kitab Falak, Fathu ar-Ro’uf al-Manan Tidak diajarkan
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 55
TolongWibowo, dituliskanYusriati, Judul TiapStandarisasi Artikel…… Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok Pesantren A.M
Faroid
Tajwid
Mafaza , Sy. Rohbiyyah, Al Mawarits, Ahkamul Mawarits Rohabiyah, Sullam, Fatkhul Mu’in, matan tahrir Faroidhul Bahiyah, Nadhom Jauhar Maknun, Tidak diajarkan
Mufrodat
Tidak diajarkan
Insya
Tidak diajarkan
Furuq
Tidak diajarkan
Qiroatul Qutub Muhafadhoh
Matan ar-Rohbiyah Tidak diajarkan Tidak diajarkan Tuhfah al-Athfal, Hidayah alMustafid, Al-Barzanji Wa ad-Diba’i Kiatab al insya, Nawu wadlih (tamrin) Kitab al-Furuq min al-Asybah wa anNadho’ir
Jika dibandingkan pada tingkatan yang sama (tingkat tsanawi) maka dapat dilihat sangat bervariasinya kitab yang diajarkan pada dua buah pondok pesantren tersebut pada bidang pengajian yang sama. Disatu sisi pada fanun (mata pelajaran) diajarkan di pondok pesantren tersebut tetapi disisi lain fanun tersebut tidak diajarkan di pondok pesantren lainnya. Contoh dalam fan ilmu mantiq yang diajarkan di Pondok Pesantren As-Salafiyah tetapi tidak diajarkan di Pondok Pesantren Al Munawwir, begitu juga halnya ilmu tajwid yang diajarkan di Pondok Pesantren Al Munawwir tetapi bukan menjadi fan pada marhalah wustho di Pondok Pesantren As-Salafiyah. Namun demikian ada kesamaan kitab yang menjadi rujukan pada pengajaran di kedua pesantren tersebut pada bidang yang sama. Contohnya pada fan faroid kitab yang dijadikan rujukan menunjukan kesamaan yaitu kitab Ar Rohbiyah. Kitab falaq yaitu fathur rouf manan, kitab ilmu hadits yaitu mustholhul hadits dan masih banyak lagi yang menunjukan kesamaan diantra dua pesantren tersebut. Jika dihubungkan dengan standarisasi dalam hal ini muadalah yang dilihat dari Surat Edaran Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Nomor: Dj. 11. 11/V/PP. 007/AZ/28/04, tanggal 9 Januari, 2004, yang diperbarui dengan SE Dirjen Pendis No 940 Tahun 2008 maka dua pesantren ini pada tingkatan marhalah ula pada Pondok Pesantren As-Salafiyah dan halqoh halqoh di madrasah salafiyah Pondok Pesantren Al-Munawwir dapat dimasukan dalam kategori tingkat sekolah menengah pertama (Tsanawiyah). d.
Tingkatan Ulya (aliyah) Pada dua buah pesantren tersebut di atas (Pondok Pesantren As-Salafiyah Mlangi dan Pondok Pesantren Al Munawwir) hanya Pondok Pesantren As-Salafiyah saja yang menyelenggrakan pendidikan pada tingkat Ulya. Marhalah ulya pada Pondok Pesantren As-Salafiyah adalah tahasus. Tahasus yang dimaksud adalah penjurusan atau spesialisasi. Ada tiga penjurusan dalam marhalah ulya yaitu ilmu alat, ilmu AlQuran, dan ilmu Fiqh. Berikut ini akan disajikan tabel kitab kuning yang dijadikan rujukan pada marhalah ulya Pondok Pesantren As-Salafiyah Mlangi.
Tabel 5. Kitab Rujukan pada Tingkat Marhalah ulya (Tahasus) Pondok Pesantren As-Salafiyah Mlangi 56 | ISSN: 2356-2447-XIII
Nama Artikel A.M Wibowo, Yusriati, Standarisasi Penguasaan Kitab Kuning DiPenulis Pondoktiap Pesantren
Tahasus ilmu alat Khudhori L. Mashun Furuq fil Lughot Ilmu ‘Arudl Al Muzhir Ihyak Ar Roddu Qowaidul imla
Tahasus ilmu Fiqh F. Wahab U. Ar-Roziy Al-Asybah Tasyri’Khudloriy Hikmah Tasyri’ Rowai’ul Bayan Ibanatul Ahkam Itqon,Manahil Irfan Ihya’ Mahalliy, Muhadz-dzab U. Sarohsiy, U. Jash-shosh Sy.Q. Fiqh 1, Sy.Q. Fiqh 2 Syari’atullohi Al-Kholidah Al-Kayyal Harrosiy, Ahkamul Qur`an Bukhoriy, Subulussalam, K. ‘Allam Indal Muhaditsin Manahijul Mufasirin
Tahasus Al Quran Al Qur’an Sirojul Qori’ At Tibyan Qurthubiy Ikhya’
Fiqh: Makhali, Muhadzdzab, Nihayatul Muhtaj. Ushul Fiqh: Al Ibhaj fil Intihaj Ushulul Fiqhi, Wahbah Azzh, Ushulul Fiqhi Arroziy, Sullamur Rokhamut, Arrisalah,Al Ihkam lil ‘Amidi. (Qowaidul fiqh): Syr Qowaidul Fiqhiyah ,Al Asybah Ibnu Nujaim, Al Asybah Assuyuti. (Nahwu): Khudhoriy, Ibnu Khamdun, Ash Shuban,Al Asybah Wan Nadzoir Asyt. (Balaghoh): Syarh ‘Uqudul Juman, Mursyidi. (Tauhid): Ad Dasuqi, Durrul Farid, Al Milal wan Nukhal. (Tarikh): Tarikh Tsaqofah, Fiqhus siroh. (Tajwid): Al Maq-sod, Nihayatul Qoulil Mufid. (Tasawuf): Ihya Ulumiddin. (ilmu Tafsir): Mabakhits fi Ulumil Qur’an, Manna’ Qoththon, Al Itqon, Manahilul ‘Irfan. (Tafsir Ahkam): Rowa-I’ul Bayan, Al Kayyal Harosi, Ahkamul Quran (Syafi’iy), Ahkamul Quran (Al Jashshosh). (Ilmu Hadits): Dlowabith Jarh wat Ta’ dil, Qowa’idut Tahdits, Asnal Matholib. (Hadits): Bukhori. (Hadits Ahkam): Ibanatul Ahkam, Subulus Salam, Kifayatul ‘Allam, AlMuwattho’,Nailul Author Dari tabel di atas dapat terlihat bahawa betapa banyaknya variasi kitab-kitab kuning yang dijadikan rujukan dalam proses pembelajaran pada marhalah ulya. Namun demikian jika dihubungkan dengan standarisasi dalam hal ini dimuadalahkan sebagaimana dilihat dari Surat Edaran Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Nomor : Dj. 11. 11/V/PP. 007/AZ/28/04, tanggal 9 Januari, 2004, yang diperbarui dengan SE Dirjen Pendis No 940 Tahun 2008 maka dua pesantren ini pada tingkatan marhalah ulyaa pada Pondok Pesantren As-Salafiyah dapat dimasukan dalam kategori tingkat sekolah menengah Atas (Aliyah) dikarenakan sebagian kitab-kitab yang diajarkan pada pondok pesantren assalafiyah pada marhalah ulya terdapat dalam surat edaran tersebut.
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 57
Tolong Tiap Artikel…… A.Mdituliskan Wibowo,Judul Yusriati, Standarisasi Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok Pesantren
3.
Teknik Menentukan Standar Kitab Kuning
Dalam menentukan kitab kuning yang menjadi acuan, ada kesamaan antara dua buah pesantren tersebut bahkan mungkin diseluruh pondok pesantren salaf di Indonesia. Otoritas Kyai dalam hal ini pengasuh utama pondok pesantren menentukan kitab apa sajakah yang akan diajarkan di pesantren masing-masing. Biasanya pengasuh utama dalam menentukan standar kitab kuning yang mejadi rujukan di pesantrennnya mengikuti pondok pesantren tempat pengasuh tersebut menimba ilmu. Sebagai contoh pada Pondok Pesantren AsSalafiyah Mlangi dimana Kyai Maksudi sebagai pengasuh utamanya. Beliau menyusun kitab rujukan mengikuti pesantren tempat dimana ia pernah nyantri yaitu Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang baik jenis kitab sampai dengan urutan kitab yang dipelajari. Begitu juga yang terjadi pada Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak. Namun demikian pengasuh pondok pesantren bukanlah sosok yang tidak peka perubahan. Dengan kondisi input santri dengan beragam kemampuan menjadikan kurikulum di pesantren ikut berubah. Perubahan kurikulum tersebut didasarkan atas masukan assatidz (dewan guru) melihat kenyataan kondisi yang ada yang mentut perubahan harus terjadi. Sebagai contoh pada Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak dengan madrasah salafiyahnya pernah mengalami perubahan kurikulum karena melihat input santri yang dianggap belum sesuai dengan kualifikasi pondok. Para assatidz melihat jika tidak dilakukan perubahan kurikulum maka akan mengakibatkan proses pendidikan di pesantren terancam tidak berhasil. Maka atas masukan para assatidz dan pertimbangan Kyai maka perubahan kurikulm perlu dilakukan. Perubahan kurikulum yang dimaksud adalah dibukanya kelas persiapan (halqoh i’dadiyah) sebelum memasuki jenjang pendidikan utama. Pada awal berdiri madrasah salafiyah Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak hanya terdiri darri 3 halqoh saja yaitu ula, tsaniyah dan tsalisa. Akan tetapi seiring berjalannya waktu kualitas intpu santri yang menuntut ilmu di ponpes tersebut mengalami penurunan. Para santri tidak bisa mengikuti pelajaran pada halqoh tingkat dasar atau ula. Para assatidz yang menangani langsung proses pendidikan kemudian melakukan rapat dan masukan kepada pengasuh pesantren dan atas pertimbangan dan persetujuan pengasuh maka dibukalah kelas persiapan (i’dadiyah). Begitu juga Pondok Pesantren As-Salafiyah yang sebelumnya tidak menggunakan tingkat, jenjang atau level pendidikan yang disebut marhalah. Sejak tahun 1985, dilakukan perubahan dengan menggunakan tingkatan yang disebut dengan markhalah. Penetapan ini dilakukan oleh para pengasuh dengan persetujuan Kyai, dengan pertimbangan agar distribusi mata pelajaran bisa tertata, sehingga santri lebih disiplin, setiap tahapan bisa terkontrol perkembangannya. Namun demekian kitab kuning yang menjadi rujukan masih tetap. Demikian juga dengan penetapan kitab kuning yang menjadi rujukan setiap tingkatan, tetap mengacu pada kitab kuning yang dipakai rujukan pada waktu sebelumnya.
4. Standar Penguasaan Kitab Kuning Bentuk-bentuk penguasaaan kitab kuning di pesantren salaf dapat dilihat dari indikator keberhasilan pembelajaran. Indikator pembelajaran yang dimaksud adalah kurikulum, metode pembelajaran dan evaluasi. Kurikulum sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa pondok pesantren telah menyusun secara tertib materi-materi pelajaran yang akan diberikan 58 | ISSN: 2356-2447-XIII
Nama PenulisPesantren tiap Artikel A.M Wibowo, Yusriati, Standarisasi Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok
berdasarkan tingkatan-tingkatan kitab yang disesuaikan dengan jenjang, halqoh, marhalah dari yang paling mudah kearah yang sulit. Dengan tertibnya penyusunan kurikulum kitab maka akan mempermudah mentransfer pengetahuan kepada santri pondok pesantren. Indikator penguasaan kitab kuning berikutnya adalah metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang dilakukan pada Pondok Pesantren As-Salafiyah Mlangi dan Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak hampir sama yaitu Sorogan dan Bandongan, sedangkan pada Pondok Pesantren Al-Munawwir ditambah sebuah metode lagi yaitu Musyafahah untuk materi pengkajian Al-Quran. Ketiga metode tersebut dapat dilakukan baik secara klasikal maupun non klasikal. Indikator keberhasilan penguasaan kitab kuning berikutnya adalah evaluasi pembelajaran. Evaluasi pembelajaran pada Pondok Pesantren As-Salafiyah Mlangi dan Pondok Pesantren Al- Munawwir Krapyak dilakukan dalam beberapa tahap seperti ujian lisan (Munaqosah), tertulis (kitabah) dan ujian Praktik. Selain hal tersebut pada Pondok Pesantren As-Salafiyah juga menerapkan sistem ujian berupa hafalan (muhafadhoh). Adapun pelaksanaannya, bisa dilakukan harian, mingguan, bulanan, semester, dan akhir tahun, serta akhir. Sistem evaluasi terdiri dari evaluasi pokok dan pelengkap. Evaluasi Pokok ialah ujian Semester dan ujian mid smester. Sedangkan evaluasi pelengkap meliputi Tamrin harian, Tamrin akhir fasal, bab dan kitab, serta Penugasan. Bentuk bentuk ujian yang dipakai sebagaimana telah disebutkan diatas, merupakan bentuk ujian yang dipakai mayoritas pondok pesantren. Adapun penerapannya adalah: a.
Muhafadhoh/Hafalan (Pondok Pesantren As-Salafiyah Mlangi) Tes dalam bentuk muhafadzoh digunakan untuk mata pengajian Muhafadzoh dan Juz ‘Amma. Sistem Ujian /tes dengan cara materi dihapalkan semua secara urut dari awal hingga selesai Peserta diberi nilai sesuai dengan prosentase perolehan bait yang disetorkan, bila disetorkan dengan lancar. Penilaian diserahkan pada kebijaksanaan penguji, berdasar ketepatan, kecepatan, kefasihan dan lain-lain. Santri dianggap lancar apabila dalam menyetorkan hafalannya tidak melakukan kesalahan.
b. Munaqosah Tes dalam bentuk munaqosah untuk mata pengajian Qiroatul kutub dan karya tulis di setiap akhir markhalah atau halqoh. Tes ini dilakukan dengan cara peserta diuji oleh penguji secara bersamaan dalam waktu yang telah ditentukan. Intyi penilaiannya adalah Bacaan, Makna, Murod, Tatbiq dan Analisa. Tes dalam bentuk lisan juga digunakan pada waktu tes harian dan mingguan.
c.
Kitabah Tes dalam bentuk kitabah dipakai untuk semua mata pengajian selain Qiroatul kutub dan muhafadzoh. Materi pelajaran yang diteskan adalah materi pelajaran yang telah disampaikan Jumlah soal telah ditentukan oleh masing-masing penyusun soal ujian. Naskah ujian menggunakan bahasa Araba (untuk Pondok Pesantren As-Salafiyah soal ujian dapat menggunakan bahasa Indonesia) dan berbentuk essay.
f.
Praktek
Ujian dalam bentuk praktek, mata pengajian yang diujikan hanya khusus Al-Qur’an. Santri dianggap sudah menguasai kitab. Dengan ujian praktik maka seorang ustadz dapat Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 59
TolongWibowo, dituliskanYusriati, Judul TiapStandarisasi Artikel…… Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok Pesantren A.M
melihat apakah santri telah dapat menguasi kitab atau belum. Jika ujian praktik berhasil maka hal tersebut sebagai indikator santri dapat membaca kitab kuning lainnya meskipun belum pernah diajarkan sebelumnya. 5.
Sistem Penilaian dan Kelulusan
Sistem penilaian merupakan bentuk kualitas penguasaan kitab kuning oleh para santri di pondok pesantren. Sistem penilaian yang dilakukan pada pondok pesantren assalafiyah dan al munawwir liporkan dalam bentuk raport santri. Namun demikian dalam menilai kualitas hasil belajar santri dua buah pondok pesantren tersebut menerapkan sistem penilian yang berbeda. Perbedaan tersebut dikarenakan kebijaksanaan pada masing-masing pengasuh pondok. Sistem penilaian yang dilakukan pada Pondok Pesantren Al-Munawwir memerlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh santri. Syarat tersbut adalah santri harus mengikuti seluruh kurikulum mata pengajian selama satu tahun dengan presensi minimal 80 persen kehadiran. Jika syarat tersebut telah dilakukan, santri boleh mengikuti ujian. Adapun nilai yang diberikan kepada santri diberikan penguji dalam rentang nilai 1- 10 yang kemudian di kuatkan dengan kualitas huruf A-E. Adapun sitem kenaikan tingkat dan kelulusan syarat mutlak adalah tidak ada nilai mati dalam mata pelajaran ulumuddin dan bahasa Arab. Sistem penilaian yang diterapkan oleh Pondok Pesantren As-Salafiyah didasarkan pada nilai rata-rata pada setiap bentuk ujian yang diberikan. Bentuk penilaian tersebut adalah muhafadzoh, kitabah dan munaqosah. Sistem penilaian pada muhafadzoh misalnya, peserta diberi nilai sesuai dengan prosentase perolehan bait yang disetorkan, bila disetorkan dengan lancar. Misal dapat 85 % maka nilainya 85. Bila tidak lancar, maka nilainya dikurangi 5 %. Nilai yang ada di antara prosentase yang terlampir, diserahkan pada kebijaksanaan penguji, berdasar ketepatan, kecepatan, kefasihan dan lain-lain. Santri dianggap lancar apabila dalam menyetorkan hafalan tidak melakukan kesalahan tidak lebih dari 15 kali (untuk hafalan nadhom) atau tidak lebih dari 12 kali (untuk hafalan jurumiyah). Santri dianggap tidak lancar apabila dalam menyetorkan hafalannya telah melakukan kesalahan lebih dari 15 kali (untuk hafalan nadhom) atau lebih dari 12 kali (untuk hafalan jurumiyah). Tes dalam bentuk munaqosah untuk mata pengajian Qiroatul kutub dan karya tulis di setiap akhir markhalah. Tes ini dilakukan dengan cara peserta diuji oleh dua penguji secara bersamaan selama minimal 30 menit Kompetensi yang dinilai : Bacaan, Makna, Murod, Tatbiq dan Analisa. Tes dalam bentuk lesan juga digunakan pada waktu tes harian dan mingguan. Tes dalam bentuk kitabah dipakai untuk semua mata pengajian selain Qiroatul kutub dan mukhafadzoh. Materi pelajaran yang diteskan adalah materi pelajaran yang telah disampaikan Jumlah soal sebanyak 100 butir (50 Teori, 30 Praktek dan 20 Analisa), berbentuk essay dengan menggunakan bahasa Indonesia atau arab. Ujian bersifat Close Book untuk semua mata pengajian, kecuali : Ilmu Falak dan Tafsir.
F. Kesimpulan Deskripsi temuan penelitian di atas melahirkan fakta betapa bervariasinya kurikulum, model penentuan kitab rujukan, orientasi, serta sistem penilaian standarisasi penguasaaan kitab kuning pada dua buah pesantren di Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun demikian dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 60 | ISSN: 2356-2447-XIII
Nama Penulis tiap Artikel A.M Wibowo, Yusriati, Standarisasi Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok Pesantren
1.
Terkait dengan Kitab kuning yang menjadi rujukan di Pesantren As-Salafiyyah, jika dilihat dari surat Dirjen Kelembagaan Agama Islam, maka tingkatannya bisa dikatakan sama, hanya saja kitab kuning yang dipelajari lebih bervariasi
2.
Dalam menetapkan standar kitab kuning yang menjadi rujukan, masing-masing pondok ditentukan pengasuh sebagai tokoh sentral atas masukan assatidz. Kyai sebagai tokoh sentral merujuk pondok pesantren di mana kyai dulu menuntut ilmu.
3.
Orientasi Pondok Pesantren As-salafiyyah dan Pondok Pesantren Al-Munawwir, jika dilihat dari kitab kuning yang jadi rujukan, maka pondok pesantren ini berorientasi pada ilmu fiqih, Quran. Pada Pondok Pesantren As-Salafiyah juga merupakan pondok pesantren yang mempelajarai kajian tasawuf dengan imam Ghazali sebagai panutannya.
4.
Santri dinyatakan sudah menguasai kitab jika telah memenuhi sayarat syarat yang telah ditentukan saperti syarat ilmu alat, dan menempuh evaluasi hasil belajar dalam rangka mengetahui kualitas penguasaan kitab para santri.
Daftar Pustaka Abdillah, Masykuri, Status Pendidikan Pesantren dalam Sistem Pendidikan Nasional, Kompas, edisi 8 Juni 2001 Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning, Books in arabic script used in the pesantren milieu, jurnal KITLV, Leiden, Netherland 1990 Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. LP3ES. Jakarta. 1982 Hasan, Muhammad Tholhah, Metode Pengajian Kitab di Pesantren: Tinjauan Ulang dalam Pemahaman Kitab Kuning secara Kontekstual. Jurnal Pesantren No. 1 Vol. VI. P3M. Jakarta. 1989 Kafrawi, Pembaharuan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren, cet I, Jakarta:Cemara Indah, 1978 Ma'lûf, Louis, Kamus Munjid, Beirut: Dâr al-Mishria, 1986 Masyhuri, Abdul Aziz, Mempermodern Kitab Lama dalam Pemahaman Kitab Kuning secara Kontekstual. Jurnal Pesantren No. 1 Vol. VI. P3M. Jakarta. 1989 Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1982 Qomar, Mujamil, Pesantren; dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga, tt , Muzayin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Umum dan Agama, Semarang: Toha Putra. tt, Ziemek, Manfred, Pesantren dalam Perubahan Sosial, Jakarta: P3M, 1986 Zuhri, Saifuddin, Berangkat dari Pesantren, Jakarta: Gunung Agung, 1987.
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 61