AgronobiS, Vol. 2, No. 3, Maret 2010
ISSN: 1979 – 8245X
Alternatif Pengelolaan Unsur Hara P (Fosfor) Pada Budidaya Jagung Oleh: Novriani Abstract
Maize is the main basic food materials in Indonesia, which has a very important position after rice. Maize production in Indonesia has yet to achieve food self-sufficiency. To achieve that required the proper cultivation techniques and to provide sufficient nutrients for growth of maize. One of the most necessary nutrient availability, especially in acid soils is a soilnutrient phosphorus. Phosphorus plays an important role in increasing the growth of corn from the vegetative phase until the generative phase. There are many ways that can be done to meet the nutrient needs of phosphorus in the soil among the addition of organic fertilizer, inorganic fertilizer, biological fertilizer and soil conditions in order to maintain stable soil pH remained neutral for example, soil erosion can be addressed with conservation techniques and to maintain soil moisture. Key words: Maize, phosphorus, fertilizer
PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan tanaman serelia yang tumbuh hampir diseluruh dunia dan tergolong spesies dan veriabilitas genetik yang besar. Tanaman jagung berasal dari Amerika dan berkembang ke Spanyol, Portugis, Italia dan bagian timur Afrika. Pertama kali tanaman jagung dikenal di Indoensia empat ratus tahun yang lalu dibawa oleh orang Portugis dan Spanyol (Surapto HS dan Marzuki RHA, 2002). Peranan jagung di Indonesia cukup penting sebagai tanaman pangan yang menempati urutan kedua setelah padi. Hasil biji jagung digunakan sebagai makanan pangan juga digunakan sebagai makanan ternak dan bahan baku industri. Tanaman jagung di samping sebagai penghasil biji, juga dibudidayakan sebagai penghasil hijauan pakan ternak dan bisa juga sebagai pupuk organik (Mattobi, 2004). Produksi jagung tahun 2009 diperkirakan 18,12 juta ton pipilan kering. Dibandingkan produksi tahun 2008, terjadi kenaikan 522,86 ribu ton atau 2,97 persen. Kenaikan produksi pada 2010 diperkirakan terjadi karena naiknya luas panen seluas 67,83 ribu hektare atau 1,63 persen, dan produktivitas sebesar 0,56 kuintal per hektare atau 1,32 persen. Tetapi ini belum mencapai swasembada pangan karena kebutuhan jagung di Indonesia cukup tinggi (BPPS, 2009). Peningkatan produksi jagung ini dapat dilakukan dengan menyediakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung yaitu dengan perbaikan teknik budidaya jagung, menggunakan bibit jagung varietas unggul, pemberian pupuk yang
Dosen Tetap Prodi Agroteknologi FP Universitas Baturaja
Novriani, Hal; 42 - 49
42
AgronobiS, Vol. 2, No. 3, Maret 2010
ISSN: 1979 – 8245X
berimbang, pemberantasan hama dan penyakit dan proses pengolahan pasca panen yang baik dan benar. Hal yang paling penting dalam pemeliharaan budidaya tanaman jagung adalah penyediaan unsur hara untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk yang sering digunakan petani kita adalah pupuk yang mengandung unsur hara makro N, P dan K. Pemberian pupuk ini sangat diperlukan terutama pada daerah yang ber pH masam dimana sebagian besar unsur hara tidak tersedia bagi tanaman. Terutama unsur hara P yang banyak terikat oleh logam-logam Al dan Fe. Untuk itu perlu upaya-upaya yang tepat agar unsur ini bisa tersedia dan dimanfaatkan oleh tanaman. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Tanaman jagung merupakan tanaman yang mampu beradaptasi terhadap sebaran iklim yang bervariasi, suhu optimum yang diperlukan tanaman jagung untuk dapat tumbuh dengan baik berkisar antara 24–30 oC. Jagung merupakan tanaman C4 yang sangat memerlukan sinar matahari penuh untuk dapat berfotosintesis secara sempurna. Jagung menghendaki keadaan cuaca yang cukup panas bagi pertumbuhannya, dimana tanaman jagung memerlukan panas dan lembab dari waktu tanam sampai periode mengakhiri pembuhannya. Tanaman jagung memerlukan curah hujan yang relatif sedikit, sehingga bisa tumbuh norma pada curah hujan antara 250 – 5000 mm dan jika curah hujan berkurang atau berlebihan maka akan menurunkan produksi jagung. Kebutuhan air pada tanaman jagung terbanyak setelah berbunga. Hujan lebat dalam waktu sebentar pada waktu berbunga disusul oleh penyinaran matahari merupakan pengaruh baik dalam produksi jagung dibandingkan dengan bila hujan terus menerus atau tidak ada hujan sama sekali. Tanaman jagung memerlukan media tumbuh yang gembur dan subur karena tanaman ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Jagung mampu tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asalkan mendapatkan pengelolaam yang baik. Tanah dengan tekstur lempung berdebu adalah tanah yang terbaik untuk pertumbuhan jagung. Untuk tanah yang bertekstur berat dapat dilakukan pengolahan secara optimal sehingga aerasi dan ketersediaan air dalam tanah berada dalam kodisi baik (Mattobii, 2004). Kemasaman tanah juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan jagung karena ini berkaitan erat dengan ketersediaan hara dalam tanah. pH yang baik untuk pertumbuhan jagung berkisar antara 5,5–7,0. Tanaman jagung juga akan tumbuh baik ada daerah dengan ketinggian 0–1300 m dpl. Tanah yang tingkat kemiringannya tidak lebih dari 8%, masih dapat ditanami jagung dengan arah barisan melintang searah kemiringan tanah, dengan maksud mencegah erosi tanah apabila ada hujan (Suprato, 1998). Pupuk yang sering diberikan untuk tanaman jagung adalah pupuk Urea, TSP dan KCl dengan kisaran Urea 200 kg/ha yang diberikan tiga kali tahapan 1/3 pada saat tanam, 1/3 pada waktu 30 hari dan / lainnya pada umur 40-45 hari.TSP sekitar 80 kg/ha dan KCl 50 kg/ha. TSP dan KCl diberikan sebagai pupuk dasar yang diberikan pada saat tanam dengan cara dibuat tugal di kiri dan kanan lubang tanam dengan jarak 5 cm dan kedalaman 10 cm. Sumber, Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan dan Peranan Unsur Hara P Bagi Tanaman Jagung Sumber utama P larutan tanah dapat berasal dari pelapukan batuan induk dari proses mineralisasi (P anorganik) bentuk P anorganik ini sebagian besar berkombinasi degan Al, Fe,
Novriani, Hal; 42 - 49
43
AgronobiS, Vol. 2, No. 3, Maret 2010
ISSN: 1979 – 8245X
Ca, dan juga berikatan dengan liat membentuk komplek fosfat liat tidak larut, sehingga banyak tidak tersedia bagi tanaman. Pupuk yang banyak digunakan untuk pupuk P adalah TSP dan SP-36. Bentuk P organik di dalam tanah sekitar 1% terdapat dalam mikroorganisme, berarti dalam 1 ton bahan organik P dapat dibebaskan 10 kg (setara degan 22 kg TSP) berarti terdapat 200 kg P-organik/ha/ton bahan organik. P organik ini terdistribusi paling besar di permukaan tanah dibandingkan dengan subsoil, karena sesuai akumulasi bahan organik tanah. Fosfor (P) termasuk unsur hara makro yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, namun kandungannya di dalam tanaman lebih rendah dibanding nitrogen (N), dan kalium (K). Tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama H2PO4- dan HPO42- yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H2PO4- lebih banyak dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada pH yang lebih tinggi (>7) bentuk HPO42- lebih dominan. Di samping ion-ion tersebut, tanaman dapat menyerap P dalam bentuk asam nukleat, fitin, dan fosfohumat (Hanafiah KA, 2007 ). Sebagian besar tanaman dapat mengambil P yang diberikan dari pupuk sebesar 10 hingga 30% dari total P yang diberikan selama tahun pertama pemupukan, berarti 70-90% pupuk P tetap berada di dalam tanah. Besarnya kemampuan tanah tanaman memanfaatkan P dipengaruhi oleh pH tanah, tipe liat, temperatur, bahan organik, dan waktu aplikasi. pH tanah sangat berpengaruh terhadap ketersedian P tanah. Pada tanah masam, P bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P dan Fe-P, sedangkan pada tanah bereaksi basa umumnya P bersenyawa sebagai Ca-P. Adanya pengikatan-pengikatan P tersebut menyebabkan pupuk P yang diberikan menjadi tidak efisien, sehingga perlu diberikan dalam takaran tinggi. Tipe liat akan menentukan jumlah P yang terfiksa dalam liat, P akan kuat terfiksasi pada tipe liat 1:1 dari pada liat 2:1. Tanah yang banyak mengandung kaolinit, seperti pada dearah yang curah hujan tinggi lebih banyak mengikat P. Disamping itu hidrus dari Al dan Fe yang terdapat pada tanah tropika juga menjerap P, dimana tanah ini banyak dijumpai pada tanah tipe liat 1:1. Jadi dapat diketahui makin tinggi jumlah liat pada tanah maka P akan semakin tinggi terfiksasi. Temperatur biasanya berpengaruh pada kecepatan reaksi tanah, kecepatan reaksi kimia akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Pada tanah panas umumnya lebih banyak mengikat P jika dibandingkan dengan tanah pada iklim sedang. Iklim panas dapat menyebabkan kadar oksida hidrous Al dan Fe dalam tanah cukup tinggi, sehingga P juga banyak terikat pada logam ini. Bahan organik dapat dikatakan mampu memperbesar ketersedian P melalui hasil pelapukannya membentuk P humik yang mudah diserap oleh tanaman, dapat menyelimuti seskuioksida dan dapat menyangga pengikatan P oleh tanah, dan meningkatkan pertukaran ion P dangan ion humat. Makin lama antara P dan tanah bersentuhan, semakin banyak P terfiksasi. Hal ini juga berhubungan dengan terbentuknya Al-P dan Fe-P pada tanah yang mempunyai daya fiksasi tinggi maka masa penggunaan P akan lebih pedek. Sehubungan dengan itu maka cara dan waktu pemberian pupuk posfat harus dipertimbangkan. Peran penting fosfat ini dapat terlihat jika terjadi defisiensi fosfat yang berdampak pada penyediaan energi, proses metabolisme yang memerlukan energi, terhambatnya pertumbuhan dengan memperhatikan ratio berat kering tunas atau akar rendah juga terhambatnya pertumbuhan tunas baru, berpengaruh pula pada kualitas buah, kualitas biji dan hasil yang rendah. Novriani, Hal; 42 - 49
44
AgronobiS, Vol. 2, No. 3, Maret 2010
ISSN: 1979 – 8245X
Unsur hara P pada masa vegetatif sangat banyak dijumpai pada pusat-pusat pertumbuhan karena unsur hara ini bersifat mobil sehingga bila kekurangan P maka unsur hara langsung di translokasikan pada bagian daun muda, sedangkan pada masa generatif usnur hara P banyak dialokasikan pada proses pembentukan biji atau buah tanaman. Kadar P pada bagian-bagian generatif tanaman (biji) tertinggi dibandingkan bagain tanaman lainnya. Pada tanaman jagung untuk menghasilkan produksi 5638 l maka P2O5 yang diserap sebanyak 114,7 kg SP36. Fungsi dari unsur P pada awal pertumbuhan sudah terlihat, dari hasil penelitian kecambah tanaman jagung menunjukkan bahwa tanaman yang ditanam pada lingkungan cukup P mempunyai distribusi perakaran yang baik dibandingkan dengan tanaman yang kurang P. Aspek penting peran P dalam meningkatkan kesuburan tanah adalah serapan P oleh tanaman selama periode kekurangan air, karena sebagian besar P yang diserap oleh tanaman melalui proses difusi, sehingga kekurangan air akan menurunkan serapan P pada tanaman jagung. Tetapi hal ini bisa diatasi dengan pemberian P yang tinggi. Dari hasil penelitian pada Tabel 1 menggambarkan bahwa pemupukan P pada tanaman jagung yang ditanam pada lahan P rendah dapat meningkatkan hasil biji dan menurunkan kadar kualitas air dalam biji, Penurunan kadar air ini dalam biji berarti meningkatkan kualitas biji tanaman jagung. Tabel 1. Pengaruh Pemberian Pupuk P Terhadap Hasil dan Kadar Air Biji Jagung P2O5 yang diberikan kg.ha-1 0 45 90 134 179 Sumber: Winarso, S. 2005.
Produksi hl,ha-1 86 114 123 117 121
Air dalam biji (%) 31,8 27,8 27,0 26,9 26,5
Seperti diketahui bahwa sebagain besar P diserap tanaman melalui mekanisme difusi yaitu sekitar 93% sedangkan melalui intersepsi 3% dan aliran massa sekitar 5 %. Berdasarkan data ini dapat diketahui bahwa pengelolahan pupuk P supaya dapat diserap tanaman harus memperhatikan kondisi air tanah (Winarso S, 2005). Alternatif Pengolahan Lahan dalam Menyediakan Unsur Hara P Pengolahan lahan yang baik akan memberikan sumbangan hara P yang baik pula. Untuk itu kita harus melihat kondisi lahan yang akan kita budidaya agar kita dapat mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan untuk dapat menyediakan unsur hara P yang optimal bagi tanaman,sehingga unsur hara yang diberikan kedalam tanah tidak hilang secara percuma. Pada kondisi tanah yang memiliki tofografi yang agak bergelombang dengan kemiringan lereng 5 – 8% dapat menyebabkan kehilangan unsur hara akibat terbawa erosi. Dijelaskan oleh Nyakfa et al. (1988), bahwa kehilangan P melalui erosi relatif lebih besar dari kehilangan oleh faktor-faktor lain. Hal ini diperkirakan partikel-partikel halus yang mempunyai tingkat kesuburan tanah tinggi keseluruhan akan teragkut dari tanah oleh erosi. Percobaan di Massouri pada tanah dengan kemiringan 4% ternyata kehilangan P akibat erosi mencapai 18 kg per hektar per tahun. Untuk itu perlu usaha konservasi yang baik unuk mengurangi erosi tanah yang terjadi. Pada tanah yang mempunyai kemiringan 5-8% biasanya tindakan konservasi yang dapat Novriani, Hal; 42 - 49
45
AgronobiS, Vol. 2, No. 3, Maret 2010
ISSN: 1979 – 8245X
dilakukan dengan membuat guludan-guludan, pemberian mulsa sisa hasil panen, tanaman tumpang sari agar tanah semua tertutup tanaman atau menanam tanaman penutup tanah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi erosi tanah sehingga unsur hara tetap terjaga di dalam tanah. Reaksi tanah harus diperhatikan dalam penyediaan hara bagi tanaman jagung terutama unsur hara P. Unsur hara P akan optimal tersedia bagi tanamn pada pH 5,5 – 7,0 pada kondisi ini pula tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik. Tanah-tanah yang bereaksi masam unsur hara P banyak terikat oleh logam Al, Fe dan Mn terutama pada tanah yang pH dibawah 5,5 bila sudah terikat maka unsur hara P akan sulit untuk bisa tersedia bagi tanaman. Untuk mengatasi masalah tanah masam tersebut pada lahan budidaya tanaman jagung biasanya dilakukan penambahan kapur pertanian dalam bentuk kapur dolomit dan kalsit. Rekomendasi yang secara umum pemberian kebutuhan kapur untuk tanah mineral (Tabel 2). Tabel 2. Jumlah Kapur Giling Halus yang Diperlukan Tanah Mineral Setebal 20 cm/ha untuk Mencapai pH 5,2; 5,5; dan 6,0. Nilai pH yang diharapkan 5,2 5,5 6,0 Sumber: Soepardi 1983
Jumlah kapur (ton.ha-1) (x Cmol + Aldd.kg-1) 1,2 1,5 2,1
Tujuan penetralan pH tanah adalah untuk melepaskan ikatan logam-logam Al, Fe dan Mn terhadap unsur hara P. Al-P dan Fe-P akan terlepas setelah ada penambahan kapur yang menghasilkan ion OH- akan membentuk ikatan Al(OH)3, dan Fe(OH)3 dalam ikatan tersebut logam-logm dalam keadaan tidak membahayakan tanamn sehingga P akan dibebaskan dan bisa diserap tanaman (Nyakpa et al, 1988). Kekurang efisienan penggunaan pupuk P pada tanah masam ini dapat diatasi dengan cara, memanfaatkan mikroba pelarut P sebagai pupuk hayati dan atau dengan menginokulasi biji atau tanah dengan mikroorganisme pelarut fosfat. Penggunaan mikroba pelarut P sebagai pupuk hayati mempunyai keunggulan antara lain hemat energi, tidak mencemari lingkungan, mampu membantu meningkatkan kelarutan P yang terjerap, menghalangi terjerapnya P pupuk oleh unsur-unsur penjerap dan mengurangi toksisitas Al3+, Fe3+, dan Mn2+ terhadap tanaman pada tanah masam. Pada jenis-jenis tertentu, mikroba ini dapat memacu pertumbuhan tanaman karena menghasilkan zat pengatur tumbuh, serta menahan penetrasi patogen akar karena sifat mikroba yang cepat mengkolonisasi akar dan menghasilkan senyawa antibiotik. Pupuk hayati ini layak digunakan sebagai alternatif untuk mengefisienkan pupuk P, mengingat bahan ini merupakan sumber daya alam yang dengan mudah dapat diperbaharui. Bahan organik merupakan salah satu faktor penentu ketersediaan hara P di dalam tanah. Untuk tanah yang memiliki bahan organik rendah maka kandungan unsur hara P nya juga rendah. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan hara P ini dengan menambah bahan organik dalam bentuk pupuk kompos, pupuk hijau, pupuk kandang dan lainya sehingga mampu menambah ketersediaan hara P dalam tanah. Bahan organik dari sisa tanaman menyumbangkan unsur hara dari hasil dekomposisi. Sisa tanaman mengandung unsur hara yang cukup tinggi, terutama kalium. Untuk sistem pertanian tradisional (tidak intensif), pengembalian sisa tanaman dapat mengurangi Novriani, Hal; 42 - 49
46
AgronobiS, Vol. 2, No. 3, Maret 2010
ISSN: 1979 – 8245X
kebutuhan pemberian pupuk untuk tanaman berikutnya sebanyak 50% untuk K, 30% P, dan N sampai 90% tergantung jenis tanamannya. Karena itu sisa tanaman (jerami, batang jagung) perlu dikembalikan kelahan pertanian lagi untuk menunjang kebutuhan hara tanaman (Agus F dan J Rufiter, 2004). Dijelaskan oleh Nyakpa et al. (1988), dekomposisi bahan organik juga menghasilkan asam-asam organik seperti asam sitrat, oksalat, tartat, malat dan asam malonat. Asam ini menghasilkan ion yang akan membentuk senyawa komplek yang sukar larut dengan Al dan Fe. Dengan demikian diharapkan kosentrasi Al, Fe yang bebas dalam larutan tanah akan berkurang. Selain pupuk organik sisa tanaman, pupuk kandang juga dapat dijadikan sebagai sumber hara tanaman. Bila lahan yang akan dibudidayakan dekat dengan pusat peternakan ayam dan sapi maka dari sisa kotoran peternakan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumbur pupuk kandang. Kandungan hara yang terdapat pada kotoran hewan ini sangat bervariasi tergantung jenis hewan, umur, makanan, dan jenis hamparan (Tabel 3). Tabel 3. Kandungan Unsur Hara di dalam 1 Ton Pupuk Kandang Pupuk kandang N Sapi Kambing Domba Babi Ayam
5 8 10 9 15
Kandungan K P kg /ton pupuk kandang 2 5 7 15 7 15 3 6 5 6
Ca 3 8 17 12 23
Berdasarkan Tabel 3, bila seorang petani menggunakan 4 ton pupuk kandang sapi per hektar, berarti dia menambahkan 20 kg N, 8 kg P, dan 20 kg K. Jadi dengan menambahkan 4 ton/ha pupuk kandang sapi, maka petani tersebut dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan sebanyak: Urea= 100/46x20 kg/ha
= 43 kg/ha
SP36=100/16x8kg/ha
= 50kg/ha
KCl =100/52x20kg/ha
= 38kg/ha
Dengan demikian, kalau seharusnya pupuk buatan diberikan untuk tanaman jagung sebanyak: Urea= 200 kg/ha SP36=80 kg/ha KCl =50kg/ha Maka dengan pemberian 4 ton/ha pupuk kandang (kotoran sapi), pemberian pupuk buatan dapat dikurangi menjadi: Urea = (200-43) kg/ha = 157 kg/ha SP36 = (80-50) kg/ha = 30 kg/ha KCl = (50-38) kg/ha = 12 kg/ha (Agus F dan J Rufiter, 2004). Sumber : Agus F dan J Rufiter (2004)
Novriani, Hal; 42 - 49
47
AgronobiS, Vol. 2, No. 3, Maret 2010
ISSN: 1979 – 8245X
Kondisi tanah yang kandungan N total dan P total rendah dapat diatasi dengan penambahan pupuk anorgnik dan anorganik. Pupuk anorgnik yang sering digunakan adalah pupuk urea dan TSP/SP36. Pupuk organik biasanya pupuk kompos atau pupuk hijau yang dapat meningkatkan kandungan hara N dan P. Kedua unsur ini merupakan unsur hara makro yang sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan vegetatif dan generatif. Unsur hara N dan P merupakan unsur hara yang sangat mobil dalam jaringan tanaman sehingga bila kekurangan hara tersebut maka akan segera dilokasikan pada bagian tanaman yang muda. Peranan unsur hara N dan P pada masa vegetatif seimbang tetapi ketika memasuki masa generatif maka peranan P lebih dominan karena P sangat diperlukan dalam proses pembentukan bunga, buah dan biji. Dijelaskan oleh Winarso S (2005), bahwa peningkatan pemberian pupuk N akan meningkatkan serapan unsur hara P di dalam tanah, hal ini disebabkan bila pertumbuhan generatif baik maka akan meningkatkan serapan hara lainnya akan baik pula, terlihat dari pertumbuhan akar yang baik akan memperluas jangkauan serapan hara bagi tanaman. Bila tanaman kekurangan N maka tanaman menjadi kerdil, tanaman cepat masak hal ini berhubungan dengan fungsi P yang mempercepat pematangan buah. Defisiensi N akan meningkatkan kadar air pada biji dan menurunkan produksi dan kualitas biji. Untuk sekali musim tanam tanaman jagung bisa terangkut sebanyak N 16 kg/ton, P2O5 2,8 kg/ton dan K2O 4,0 kg/ton. (Agus F dan J Rufiter, 2004). Curah hujan juga menjadi faktor penentu dalam penyediaan hara P bagi tanaman jagung. Daerah yang curah hujan rendah pada tanah muda biasanya mengandung P lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tanah yang mengalami pelapukan lanjut dengan curah hujan tinggi kandungan P lebih rendah. Hal ini berhubungan erat dengan faktor kehilangan P melalui run off atau erosi tanah. Sejalan dengan ini tanaman jagung juga akan tumbuh baik pada daerah yang mempunyai curah hujan rendah. Dengan menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman jagung, maka diharapkan kebutuhan hara P untuk meningkatkan produksi dan kualitas hasil pada tanaman jagung dapat terwujud sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan pakan ternak di Indonesia (Winarso S 2005). KESIMPULAN 1. Untuk memperoleh hasil yang baik pada budidaya tanaman jagung diperlukan teknik budidaya yang baik, pemupukan (pupuk organik dan anorganik) secara tepat dan berimbang serta menyediakan media tumbuh yang sesuai untuk tanaman jagung. 2. Fosfor merupakan salah satu unsur hara penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. 3 Faktor yang menjadi pendukung dalam penyedian hara P bagi tanaman adalah pH, kandungan liat, curah hujan, bahan organik, dan sumber pupuk baik organik dan anorganik .
Novriani, Hal; 42 - 49
48
AgronobiS, Vol. 2, No. 3, Maret 2010
ISSN: 1979 – 8245X
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto T dan Widiastuti YE. 2000. Meningkatkan Produksi Jagung. Jakarta: Penebar Swadaya. Hanafiah KA. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada Mattobii. 2004. Pengaruh Waktu Pemangkasan Taseel dan Daun Terhadap Akumulasi Bahan Kering Biji dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays). Tesis Pasca Sarjana Universitas Andalas. Padang 58 hal. Nyakfa MY, Lubis AM, Pulung MA, Amrah G, Munawar A, Hong GB, Hakim N. 1998. Kesuburan Tanah. Bandar Lampung. Universitas Bandar Lampung. Suprapto HS dan Marzuki RHA. 2002. Bertanam Jagung. Jakarta: Penebar Swadaya. Winarso S, 2005. Kesuburan Tanah Dasar-Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Yogyakarta: Gava Media. Agus F dan Rufiter J. 2004. Pupuk Kandang. www.google.com. 15 April 2004. BPPS. 2009. Produksi Tanaman Jagung di Indonesia. www.google.com. 2 Nopember 2009.
Novriani, Hal; 42 - 49
49