SAWERIGADING Volume 20
No. 2, Agustus 2014
Halaman 321—330
ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA TUTURAN DI PERTELEVISIAN INDONESIA (Code Mixing and Code Swtiching on the Speech of Indonesian Television) Jusmianti Garing
Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat Jalan Sultan Alauddin Km 7 / Tala Salapang Makassar Telepon (0411) 882401, Faksimile (0411) 882403 Pos-el:
[email protected] Diterima: 7 April 2014; Direvisi: 5 Juni 2014; Disetujui: 20 Juli 2014 Abstract The research aims to describe code switching and code mixing that are used by speakers in some programs of Indonesian television. The subject of this research is languages used in Indonesian television, while the object is code switching and code mixing as well as spoken by television hosts, juries, and contestants on the singing competition show at Indonesian television channels. The method used is scrutinized by using recording and noting techniques. The result shows that languages undergoing code switching and code mixing in speech of television in Indonesian televisions are English, Arabic, Javanese, and Makassarese language. The type of code switching found is foreign language to Indonesian language. Furthermore, the type of code mixing found is inner code-mixing and outer code-mixing by using Indonesian language, local languages, and foreign languages through the insertion of word, phrase, iteration, and expression. Key words: code switching, code mixing, television Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan alih kode dan campur kode yang digunakan oleh para penutur di beberapa acara pertelevisian Indonesia. Subjek penelitian ini adalah bahasa-bahasa yang digunakan di pertelevisian Indonesia, sedangkan objeknya adalah alih kode dan campur kode yang dituturkan oleh pembawa acara televisi, para juri, dan para peserta lomba menyanyi pada beberapa saluran televisi Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode simak, dengan teknik rekam dan catat. Hasil penelitian manunjukkan bahwa alih kode dan campur kode yang terjadi pada tuturan di pertelivisian Indonesia adalah bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Jawa, dan bahasa Makassar. Jenis alih kode yang ditemukan adalah dari bahasa asing ke bahasa Indonesia. Jenis campur kode yang ditemukan adalah campur kode ke dalam dan campur kode ke luar dengan mengunakan bahasa Indonesia, daerah, dan asing melalui bentuk penyisipan kata, frase, perulangan, dan ungkapan. Kata kunci: alih kode, campur kode, televisi
PENDAHULUAN Bahasa merupakan salah satu wadah untuk melakukan komunikasi antarmanusia seyogianya digunakan dan diposisikan sebagai bahasa yang dapat mempertahankan jati diri suatu bangsa, sehingga identitas sebuah bangsa tetap terjaga. Melalui bahasa, manusia dapat
berkomunikasi dengan menggunakan lebih dari satu bahasa, sehingga mengakibatkan adanya kontak antarbahasa. Salah satu fenomena kontak bahasa adalah adanya alih kode dan campur kode. Kurniawati dalam Sukoyo (2011:1) alih kode adalah peralihan pemakaian dari satu bahasa atau dialek ke bahasa atau 321
Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 321—330
dialek lain dan sepenuhnya terjadi karena perubahan-perubahan sosiokultural dalam situasi berbahasa. Sementara campur kode adalah suatu keadaan berbahasa bilamana orang mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam satu tindak bahasa dan unsur kebahasaan yang terlibat adalah dari tingkat kata sampai klausa. Masalah alih kode dan campur kode dari bahasa satu ke bahasa lain memang sulit untuk dihindari dan selalu ada sepanjang penutur masih menggunakan bahasa itu secara bergantian. Peralihan kode dan campur kode dapat ditemukan dalam pemakaian bahasa secara lisan maupun tulisan, secara lisan dapat dilihat pada percakapan sehari-hari, formal maupun tidak formal seperti di sekolah, jalan, kantor, dan media elektronik. Selanjutnya, secara tertulis alih kode dan campur kode terlihat pada pemakaian bahasa di media cetak seperti, surat kabar, majalah, novel, dan cerpen. Pada kesempatan ini, penulis akan melihat alih kode dan campur kode secara lisan melalui media elektronik yakni televisi di Indonesia. Pemakaian alih kode dan campur kode pada media elektronik khususnya televisi di Indonesia sangat jelas terlihat pada pembawa acara televisi, para juri dan peserta lomba menyanyi di beberapa stasiun yang ada. Tak dimungkiri bahwa melalui media televisi orang dapat berkomunikasi sekaligus mendapatkan hiburan. Akan tetapi, secara tidak sadar media ini pula dapat membawa pengaruh negatif khususnya terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Berdasarkan pengamatan penulis bahwa komunikasi yang dilakukan oleh pelaku seni di pertelevisian Indonesia sering kali menggunakan alih kode dan campur kode sehingga tentunya secara tidak langsung penonton akan terpengaruh dan meniru cara berkomunikasi mereka. Fenomena tersebut tentunya menjadi salah satu ancaman serius terhadap perkembangan bahasa Indonesia ke depan. Dalam pernyataannya, Nugroho (2011; 791) mengatakan bahwa industri televisi 322
yang bertumbuh dalam tekno kapitalis rating membawa bahasa Indonesia dalam institusi industri budaya televisi yang negatif, yakni dalam ukuran-ukuran nominal rating. Lebih lanjut Nugroho menyampaikan dalam Kongres Bahasa Indonesia XIII bahwa ukuran industri yang bertumbuh tidak produktif akan menunjang perkembangan bahasa Indonesia. Dengan kalimat lain bahwa dengan adanya budaya televisi yang negatif akan membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan bahasa Indonesia kini dan akan datang. Pada beberapa saluran televisi di Indonesia khususnya RCTI, Indosiar, dan TVone tampak adanya penggunaan alih kode dan campur kode. Pembawa acara, para juri maupun peserta lomba menggunakan alih kode dan campur kode seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa asing. Selain itu, dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa dan Sunda. Dengan berbagai bahasa yang dikuasai oleh pelaku seni tersebut sehingga dengan mudah mengganti bahasa secara bergantian sesuai dengan situasi, kondisi, dan tujuan tuturannya. Tidak dimungkiri hal tersebut dilakukan agar penonton merasa nyaman dan betah agar tetap melihat pertunjukan tersebut hingga selesai. Akan tetapi, secara tidak sadar pengaruh negatif yang ditimbulkan dari proses pencampuran bahasa yang dilakukan oleh pembawa acara, para juri, dan peserta tersebut akan memengaruhi perkembangan bahasa Indonesia ke depan. Melihat fenomena percampuran bahasa tersebut merupakan suatu tantangan tersendiri bagi bangsa kita untuk tetap menjaga bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Oleh sebab itu, pemangku kepentingan atau stakeholder bangsa ini harus betul-betul memberikan perhatian besar, khususnya pada media televisi di Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam komunikasi agar eksistensi bahasa Indonesia tetap terjaga sehingga bahasa kita dapat berkembang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang bermartabat. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut,
Jusmiati Garing: Alih Kode dan Campur ...
penting adanya pemeliharaan bahasa secara berkesinambungan dengan kalimat lain bahwa untuk menjaga bahasa Indonesia tetap eksis baik di dalam negeri sendiri maupun di luar negeri perlu diadakan pembaharuan-pembaharuan ilmu sehingga bahasa Indonesia tetap terjaga. Pembaharuan tersebut dapat dilakukan melalui penelitian, seminar, dan workshop sehingga perkembangan bahasa Indonesia dapat berjalan dengan baik walupun ada banyak gesekangesekan yang akan memengaruhi bahasa Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti tertarik untuk melakukan kajian yakni alih kode dan campur kode di pertelevisian Indonesia sebagai deskripsi ragam bahasa pertelevisian yang berkembang di Indonesia. Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Penelitian-penelitian menyangkut alih kode dan campur kode telah banyak dilakukan seperti Alih Kode dan Campur Kode oleh Dra. Lilis Siti Sulistyaningsih, M. Pd (FPBS) Universitas Pendidikan Indonesia. Menurut beliau, penyebab dari adanya alih kode dan campur kode dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa adalah adanya faktor yang sifatnya sosio-situasional. Penelitian lainya tentang alih kode dan campur kode ditulis oleh Jatut Yoga Prameswari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Indraprasta PGRI. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jatut ditemukan bahwa kurangnya penguasaan bahasa kedua oleh penutur atau bahkan karena kebiasaan sehingga menyebabkan terjadinya alih kode dan campur kode. Penelitian lainnya adalah Alih Kode dan Campur Kodepada Tuturan Penyiar Acara Campursari Radio Pesona FM oleh Joko Sukoyo, Universitas Negeri Semarang. Joko menemukan bahwa pada tuturan penyiar acara campursari radio Pesona FM terdapat peristiwa alih kode dan campur kodebaik sebagai akibat dari adanya kontak bahasa dan situasi bilingualism. Terjadinya alih kode dan campur kode tersebut tidak dapat dihindari karena penutur yang terlibat merupakan dwibahasawan atau multibahasawan.
KERANGKA TEORI Alih Kode Alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain dalam suatu percakapan atau ujaran. Dalam masyarakat yang multilingual tentunya masyarakat tutur akan menguasai lebih dari satu bahasa, sehingga untuk menghindari terjadinya alih kode dan campur kode sangat sulit dalam sebuah percakapan. Alih kode merupakan peralihan pemakaian dari suatu bahasa atau dialek ke bahasa atau dialek lainnya, (lihat, misalnya, Ohoiwutun, 2007; Appel, dkk, 1976). Alih bahasa ini sepenuhnya terjadi karena perubahan-perubahan sosiokultural dalam situasi berbahasa. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah faktor-faktor yang berhubungan antara pembicara dan pendengar, variasi bahasa, tujuan berbicara, topik yang dibahas, waktu dan tempat berbincang. Alih kode sebagai gejala peralihan bahasa karena berubahnya situasi dikarenakan keadaan yang situasional, artinya ketika ada dua orang yang sedang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Makassar, tiba-tiba ada seorang lagi yang datang dengan menggunakan bahasa Indonesia tanpa mengerti bahasa Makassar sehingga percakapan di antara mereka akan berubah dengan menggunakan bahasa Indonesia. Peralihan dari bahasa Makassar ke bahasa Indonesia tersebut merupakan proses alih kode. Hymes (1974: 103) selanjutnya menyatakan bahwa. ‘code switching has become a common term for alternate us of two or more language, varieties of language, or even speech styles’.
Definisi Hymes tersebut menyatakan bahwa alih kode tidak hanya terjadi antarbahasa, tetapi juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Jika pandangan Appel yang menyatakan bahwa proses alih kode merupakan pengalihan antarbahasa, sedangkan Hymes menyatakan bahwa proses alih kode ditandai melalui antar ragam misalnya dari ragam resmi menjadi tidak resmi, hal 323
Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 321—330
tersebut bergantung pada situasi ketika proses komunikasi tercipta. Namun, kedua pandangan di atas sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan penyebab suatu situasi. Menurut pendapat Richard, J. et all dalam Yanti (2011: 750) mengatakan bahwa alih kode (code switching) adalah suatu perubahan yang dilakukan oleh seorang pembicara atau penulis dari satu bahasa ke bahasa lain. Lebih jauh mereka berpendapat bahwa alih kode dapat terjadi di dalam suatu percakapan apabila seorang pembicara berbicara dalam satu bahasa lalu lawan bicara menjawab dengan bahasa lain. Kemudian, seseorang juga memulai berbicara dengan menggunakan satu bahasa lalu beralih ke bahasa lain di tengah pembicaraan, atau terkadang di kalimat yang diujarkannya. Ada beberapa alasan mengapa masyarakat tutur beralih kode (bahasa) atau bercampur kode pada peristiwa tuturan, diantaranya karena mempertimbangkan faktor solidaritas, kesukuan, status sosial, fungsi afektif, dan sebagainya. Fishman (1976: 15) mengemukakan peyebab terjadinya alih kode yakni siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa. Selanjutnya, secara umum penyebab alih kode yakni 1) pembicara atau penutur, 2) pendengar atau lawan tutur, 3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, 4) perubahan dari situasi formal ke informal, dan 5) perubahan topik pembicaraan. Alih kode tersebut sudah biasa terjadi dalam tuturan masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia yang multilingual. Salah satu faktor mengapa masyarakat tutur beralih kode ke suatu bahasa ialah karena faktor kesukuan. Misalnya, dalam kehidupan nyata biasanya kita menjumpai orang yang sedang mengurus sesuatu di kantor. Seseorang tersebut menggunakan bahasa daerahnya dalam berkomunikasi dengan pejabat yang ditemuinya karena seseorang tersebut mengetahui jika orang yang didepannya menggunakan bahasa yang sama dengan dirinya, maka dia menggunakan bahasa yang sama pula dengan tujuan agar apa yang sedang diurusnya dipermudah oleh pejabat yang ditemuinya. 324
Gejala seperti ini merupakan bentuk alih kode dengan melihat dari segi kesukuan. Ada dua macam alih kode yakni 1) alih kode intern, dan 2) alih kode ekstern. Jenis alih kode yang pertama adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti bahasa Indonesia ke bahasa Bugis, Jawa, Sunda, atau sebaliknya. Selanjutnya, jenis alih kode yang kedua adalah alih kode yang terjadi antara bahasa sendiri (salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verbal repertoire masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing, misalnya bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, begitupun sebaliknya. Campur Kode Menurut pendapat Fasold dalam Chaer & Agustina (2004: 115) bahwa untuk membedakan campur kode dari alih kode dapat dilihat dari segi gramatikalnya. Dia lebih jauh mengatakan bahwa jika seseorang menggunakan satu kata atau frasa dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode, tetapi apabila klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatika satu bahasa, dan klausa berikutnya disusun menurut struktur gramatika bahasa lain, maka peristiwa tersebut disebut sebagai alih kode. Pernyataan kedua ahli tersebut tampak bekerja dalam kajian tentang alih kode dan campur kode bahasa yang digunakan oleh pembawa-pembawa acara di stasiun televisi yang ada di Indonesia. Pandangan Kridalaksana (2008:40) tentang campur kode(code-mixing), yakni; 1) interferensi, dan 2) penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk didalamnya pemakain kata, klausa idiom, sapaan, dan sebagainya. Pandangan tersebut sangat lumrah pada suatu peristiwa percakapan atau dalam berkomunikasi. Lebih lanjut, jika suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frasafrasa yang digunakan terdiri atas klausa dan frasa campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, peristiwa ini disebut sebagai peristiwa campur kode. Sama halnya dengan alih kode, campur
Jusmiati Garing: Alih Kode dan Campur ...
kode pun disebabkan oleh adanya masyarakat yang multilingual. Akan tetapi, campur kode tidak memiliki maksud dan tujuan yang jelas untuk digunakan karena campur kode biasanya digunakan secara tidak sadar, artinya penutur secara spontan atau tidak sadar ketika memadupadankan sebuah kata yang diujarkannya dalam bahasa asing. Misalnya, ketika seseorang sedang membicarakan sesuatu atau lupa akan kata apa yang ingin dikeluarkannya dalam bahasa Indonesia sehingga ia mengambil padanan kata bahasa asing seperti bahasa Inggris sebagai padanan kata yang cocok untuk mengungkapkan atau menjelaskan maksud dan tujuan yang ingin disampaikan. Peristiwa tersebut dinamakan sebagai peristiwa campur kode dari bahasa Indonesia ke bahasa asing. Penyebab terjadinya campur kode pada suatu bahasa dapat digolongkan menjadi dua tipe, yakni 1) sikap (attitudinal type), latar belakang sikap penutur dan 2) kebahasaan (linguistics type), latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga harus diidentifikasi dari segi peranan, ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan suatu ujaran dalam sebuah percakapan. Jadi, campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa. Campur kode memiliki bentuk atau jenis yang dibagi dalam dua jenis, yakni campur kode ke dalam (inner code-mixing) dan campur kode ke luar (outer code-mixing). Campur kode yang pertama merupakan bentuk yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variannya. Misalnya, bahasa Indonesia ke bahasa Bugis, Makassar, Toraja, Jawa, Sunda, dan lain-lain. Selanjutnya, campur kode yang kedua merupakan bentuk yang bersumber dari bahasa asli ke bahasa asing, misalnya, bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, Arab, Jepang, dan lain lain. Selanjutnya, campur kode memiliki wujud, yakni; adanya penyisipan kata, frasa, klausa, ungkapan atau idiom, dan bentuk baster (gabungan pembentukan asli dan asing). Wujud-wujud tersebut sangat berperan dalam sebuah tuturan sehingga memungkinkan terjadinya campur kode. Wujud-wujud itu pula
tentunya akan terdapat pada sebuah bahasa sebagai alat komunikasi manusia. METODE Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif kualitatif. Data primer adalah tuturan bahasa yang digunakan oleh para juri, pembawa acara, dan peserta lomba menyanyi yang disiarkan pada tiga stasiun televisi, yakni Indosiar, RCTI, dan TVone dengan menggunkan teknik simak, catat, dan rekam. Lebih lanjut, penulis menyimak siaran tersebut dengantidak ikut dalam proses pembicaraan, hanya sekedar mengamati dan menonton tanpa berpartisipasi. Pengumpulan data dilakukan sekitar dua bulan, yakni bulan Maret hingga Mei. Selain itu, sumber data adalah melalui studi pustaka dan data lapangan. Data yang terkumpul dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitukelompok alih kode dan kelompok campur kode, kemudian dianalisis secara kualitatif berdasarkan jenisnya yakni jenis intern, dan ekstern. Setelah data dianalisis secara kualitatif, kemudian disimpulkan pada bagian penutup. PEMBAHASAN Berdasarkan pendeskripsian jenis alih kode dan campur kode yang terdapat pada tuturan baik pembawa acara ataupun para juri yang ada di pertelvisian Indonesia, sehingga jenis-jenis tersebut dapat dibedakan sebagai berikut. Alih Kode Alih kode yang merupakan peristiwa peralihan dari satu kode ke kode lain, dengan kata lain bahwa peralihan kode dapat terjadi dari bahasa yang satu ke bahasa lainnya seperti pada data yang ditemukan berikut. 1. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu selamat malam buat temanteman yang sempat hadir di studio Indosiar. Data di atas merupakan jenis alih kode yang oleh Sukoyo disebutnya sebagai peralihan 325
Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 321—330
pemakaian dari satu bahasa/dialek ke bahasa/ dialek lainnya yang sifatnya sosiokultural. Alih kode dalam kalimat di atas adalah peralihan bahasa yakni dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia yang sifatnya situasional. Hal tersebut terjadi karena si penutur adalah salah satu peserta lomba menyanyi yang beragama Islam sudah selayaknya mengucapkan salam ketika bertemu dengan sesama muslim atau dituturkan ketika ingin memulai menyapa. Data berikut merupakan bentuk alih kode yakni dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. 2. We are not poor and we are not pain, dan itu yang teng saya kasih contoh ke anak anak. Alih kode bahasa di atas sifatnya situasional, artinya alih kode tersebut terjadi karena situasi ketika melakukan wawancara yang tidak formal dimana bahasa yang digunakan bebas saja sesuai dengan bahasa yang dikuasainya. Dengan kata lain bahwa, si penutur yang dimaksud dalam konteks kalimat di atas seorang multlingual sehingga proses peralihan kode terjadi. Campur Kode Setelah melakukan kajian tentang alih kode dan campur kode bahasa di pertelevisian Indonesia, penulis menemukan bahwa kuantitas campur kode lebih banyak terjadi dalam tuturan yang digunakan oleh para pembawa acara dan para juri di pertelevisian Indonesia dibandingkan penggunaan alih kode, khususnya pada siaran televisi RCTI, Indosiar, dan TVone. Hal tersebut diakibatkan karena situasi tutur yang tidak formal sehingga memungkinkan terjadinya campur kode. Dengan kalimat lain bahwa, peluang terjadinya campur kode pada suatu tuturan terjadi pada situasi informal. Selain itu, tuntutan pangsa pasar dalam hal ini bahasa yang dianggap bisa memberikan nilai tambah lebih, akan memungkinkan juga terjadinya campur kode, hal tersebut tidak lain karena demi menggaet hati pemirsa atau penonton agar tetap menyaksikan acara tersebut hingga selesai, sehigga saluran televisi itu dapat memberikan rating tertinggi karena memiliki 326
jumlah penonton yang terbanyak. Selanjutnya, faktor lain yang mengakibatkan terjadinya campur kode dalam dunia pertelevisian di Indonesia adalah adanya dwibahasawan, selain menguasai bahasa ibu, mereka juga menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan beberapa bahasa asing sebagai bahasa internasional. Percampuran bahasa tersebut mengakibatkan munculnya campur kode. Sebagaimana kita ketahui bahwa campur kode terdiri atas dua jenis yaitu campur kode ke dalam dan campur kode ke luar. Campur kode ke luar adalah campur kode yang berasal dari bahasa asing, sedangkan campurkode ke dalam adalah campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya. Campur kode yang ditemukan dalam pertuturan di pertelevisian di Indonesia adalah campur kode ke dalam dan campur kode ke luar. Campur kode ke dalam berupa bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa Makassar. Sedangkan campur kode ke luar berupa bahasa Inggris dan bahasa Arab. Campur Kode ke Dalam (Inner Code-Mixing) 3. Nah ini kamu sudah memiliki kemampuan yang aku rasa cukup mumpuni… Jenis campur kode yang terdapat pada tuturan di atas adalah jenis inner code-mixing atau campur kode ke dalam. Campur kode yang terjadi adalah dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yang ditandai dengan kata mumpuni bermakna ‘sempurna’. Campur kode tersebut terjadi karena penutur seorang dwibahasawan yakni penutur selain menguasai bahasa ibu sebagai bahasa asli atau pertama, juga menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Hal yang sama pada contoh tuturan berikut. 4. … suara kamu mendem. Campur kode yang terdapat pada data di atas juga merupakan inner code-mixingdari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, yakni mendem yang bermakna ‘memendam di hati’. Penutur dalam hal ini adalah seorang komentator memilih bahasa Jawa untuk memadupadankan maksud yang ingin diujarkan karena dia menguasai
Jusmiati Garing: Alih Kode dan Campur ...
bahasa Jawa. Selain itu juga, pemilihan diksi mendem dapat memudahkan si penutur dalam mengapresiasi ide yang ingin disampaikannya. Selain campur kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, juga terdapat campur kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Makassar. Contoh dapat dilihat pada data berikut. 5. Kepada keluarga besar saya di Selayar dan semua fans saya diperantauan nakke to Selayara innake ri dukung. Pernyataan di atas menandakan bahwa ada salah seorang peserta lomba menyanyi pada pertunjukan D’Terong berasal dari daerah Makassar. Penutur ini tentunya sangat fasih menggunakan bahasa Makassar sehingga dia melakukan percampuran bahasa. Selanjutnya, proses terjadinya tuturan tersebut dalam kondisi informal yang memungkinkan bahasa tidak baku dapat muncul. Pernyataan nakke to Selayara innake ri dukung yang memiliki makna ‘saya orang Selayar, dukunglah saya’ merupakan jenis inner code-mixing. Penutur menggunakan campur kode tersebut karena ingin mengimbau masyarakat Makassar di manapun berada untuk memberikan dukungan kepadanya. Selain itu, dengan menggunakan bahasa Makassar, dia ingin menunjukkan jati dirinya sebagai seorang yang berasal dari Makassar, sehingga pemirsa yang berasal dari daerah Makassar di manapun dapat memberikan dukungan kepadanya. Campur Kode ke Luar (Outer Code-Mixing) Penyisipan Bentuk Kata Campur kode bentuk kata dapat dilihat pada data-data berikut. 6. Suara kamu itu pure, simple, …lovable Komentar tersebut dilontarkan oleh salah satu juri pada acara lomba menyanyi Indonesian Idol kepada salah seorang peserta. Terdapat tiga bentuk peristiwa campur kode yang terjadi pada tuturan di atas yakni kata pure, simple, dan lovable. Terjadinya campur kode tersebut dikarenakan tingkat penguasaan terhadap bahasa asing oleh pemberi komentar sangat tinggi dan situasi tuturan terjadi pada situasi informal
sehingga memungkinkan terjadinya campur kode. Peristiwa ini senada dengan pendapat Widiyarto dalam Sukoyo (2011:6) bahwa di dalam kehidupan sehari-hari peristiwa campur kode dan alih kode banyak terjadi terutama dalam suasana atau acara informal. Pandangan tersebut berlaku juga pada peristiwa tuturan yang terjadi di pertelevisian di Indonesia. Situasi yang berlangsung merupakan situasi informal di mana para juri atau pembawa acara bebas berkreasi melalui kata-kata yang diujarkannya. Mereka bebas menuangkan ide dan gagasan dengan tujuan akan menghasilkan suasana komunikatif dan menyenangkan. Hal yang sama juga terjadi pada peristiwa tuturan berikut. 7. Tapi hati-hati ada juga microphone… sound… Terdapat dua peristiwa campur kode pada data di atas, campur kode jenis (outer codemixing) tersebut adalah microphone dan sound. Kedua-duanya merupakan unsur bahasa yang dalam bahasa Indonesia merupakan ‘pelantang’ dan ‘bunyi’. Peristiwa tutur tersebut terjadi pada situasi informal di mana situasi informal tidak membutuhkan bahasa yang baku sehingga memungkinkan terjadinya campur kode. Selanjutnya, peristiwa campur kode ke luar dapat dilihat berikut. 8. Tadinya saya ingin bilang coba membawa lagu lagu slow, balance, ….slow. 9. Seperti kamu agak lemah di falsetto, … falsetto. Kedua contoh data di atas merupakan peristiwa campur kode ke luar. Pada contoh data 8) terdapat tiga bentuk campur kode, yakni slow, balance, dan slow, ketiga unsur bahasa tersebut dalam bahasa Indonesia adalah ‘lambat’, ‘seimbang’, dan ‘lambat’. Sementara data 9) terdapat satu bentuk campur kode falsetto‘suara tinggi yang tidak wajar’. Peristiwa-peristiwa campur kode tersebut terjadi karena tuntutan situasi. Dengan kalimat lain bahwa, campur kode tersebut terjadi karena situasi berlangsungnya 327
Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 321—330
tuturan pada situasi informal. Selain itu, munculnya campur kode dengan menggunakan bahasa asing, yakni bahasa Inggris memperlihatkan akan kemampuan lebih yang dimiliki oleh para penutur sehingga acara tersebut tampak lebih berkualitas dan hidup. Hal tersebut terjadi pula pada tuturan yang berlangsung di pertelevisian Indonesia saat ini. Berikut adalah data lain yang berkenaan dengan campur kode keluar.
sakinah, mawaddah, dan warahmah. Campur kode tersebut biasanya digunakan dalam mengindikasikan sebuah rumah tangga. Penutur campur kode tersebut tampak memiliki pengetahuan di bidang agama. Hal tersebut berarti bahwa campur kode seperti ini biasa terjadi pada situasi informal yang menandakan tingkat keintelektualan yang dimiliki oleh seseorang. Hal serupa pada data berikut.
10. Iis Dahlia: Kamu basicnya penari ya Fikar : Iya, dulu Iis Dahlia: …, tapi untuk seorang entertainer ….slow, … boring…appreciate… steady.
12. Sekarang banyak motivator, inspirator, driver… accepted… samina, waatona.
Penyisipan bentuk kata basic menunjukkan adanya campur kode ke luar. Kata basic merupakan kata sifat yang artinya dasar. Penggunaan kata sifat tersebut menunjukkan keintelektualan seorang petutur dalam hal ini sang Komentator Iis Dahlia. Selain itu, munculnya kata basic dikarenakan adanya fungsi ketepatan makna atau pemilihan diksi yang tepat oleh penutur dalam menggambarkan apa yang ingin dituturkannya. Hal yang sama juga terjadi pada pemilihan diksi yang tepat seperti munculnya kata entertainer, slow, boring, appreciate, dan steady. Pemilihan penyisipan bentuk kata seperti di atas merupakan hal yang tidak disengaja oleh penutur. Kata-kata tersebut muncul secara spontan dan natural. Hal Itu berarti bahwa penutur adalah seorang multilingual. Selanjutnya, peristiwa campur kode ke luar tidak hanya terjadi pada tataran bahasa Inggris saja, tetapi hal itu juga terjadi pada tataran bahasa Arab. Data berikut merupakan hasil wawancara oleh seorang pembawa acara pada acara ‘Hijab Stories’ di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. 11. Rumah tangga macam itulah yang sakinah, …mawaddah…warahma, warahmah… Peristiwa tuturan di atas merupakan campur kode ke luar atau outer code-mixing dengan menggunakan bahasa Arab. Ada empat bentuk campur kode bahasa Arab yang terdapat pada tuturan tersebut, yakni 328
Data di atas menunjukkan bahwa ada empat campur kode dalam bahasa Inggris, yakni motivator, inspirator, driver, dan accepted.Keempat unsur bahasa tersebut dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai ‘pemberi semangat’, ‘pemberi inspirasi’, ‘penggerak’, dan ‘berterima’. Selanjutnya, campur kode dalam bahasa Arab, yakni samina dan waatona. Unsur bahasa tersebut dimaknai sebagai ‘kami mendengar dan ‘kami taat’. Penutur ingin memberikan gambaran atas apa yang dialaminya saat itu dan secara tersirat ingin berbagi kepada khalayak jika mengalami suatu musibah harus ikhlas menerima, karena Allah swt tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan hambaNya. Dengan kalimat lain bahwa, cobaan yang dialami oleh penutur adalah peristiwa yang sangat luar biasa, dan beliau ingin memberikan contoh kepada kita semua untuk berusaha dan bangkit apapun kondisi yang terjadi. Campur kode yang terjadi dengan menggunakan lebih dua bahasa yang berbeda pada situasi yang bersamaan merupakan hal yang wajar karena peristiwa berlangsungnya tuturan tersebut dalam keadaan informal. Selanjutnya, si penutur jelas seorang multilingual karena menguasai bahasa lebih dari dua bahasa. Penyisipan Bentuk Perulangan Dari hasil analis data yang telah dilakukan ditemukan bahwa campur kode dalam bentuk perulangan juga terjadi dalam tuturan di pertelevisian Indonesia. Contoh dapat dilihat di bawah ini.
Jusmiati Garing: Alih Kode dan Campur ...
13. Kamu setiap minggu membuat surprisesurprise 14.…happy-happy aja Pada data 13 dan 14 di atas muncul bentuk perulangan kata surprise-surprise dan happyhappy. Penutur melakukan perulangan kata ketika memberikan komentar terhadap kontestan. Perulangan yang terjadi adalah perulangan penuh dari bentuk kata dasar surprise dan happy. Berikut adalah bentuk perulangan lain yang terjadi dalam tuturan di pertelevisian Indonesia. 15. Kalo menurut saya Adit, kamu itu kasusnya nervous…nervous… nervous…. nervous. Pengulangan kata tampak pada data di atas, yakni munculnya kata dalam bahasa Inggris nervous. Kuantitas pengulangan pada kata tersebut sebanyak empat kali. Hal tersebut terjadi karena si penutur ingin menunjukkan bahwa dirinya mampu menggunakan bahasa Inggris sebagai suatu nilai plus bagi dirinya. Selain itu, munculnya kata tersebut karena si penutur merasa kata itulah yang tepat untuk mewakili apa yang ingin dituturkan sehingga terjadilah campur kode ke luar melalui bentuk perulangan kata. Penyisipan Bentuk Ungkapan Campur kode dalam bentuk ungkapan dapat dilihat pada contoh berikut. 16. A: Terus terang saya salut sama Fikar B: Salutnya? A: Kalo dia bernyanyi sambil bergoyang itu go up… Pada data di atas campur kode bentuk ungkapan yang menggunakan bahasa Inggris yakni go up. Campur kode tersebut muncul karena si penutur ingin memperlihatkan keintelektualan yang dimilikinya. Peristiwa tersebut terjadi pada kondisi yang tidak resmi sehingga memungkinkan terjadinya campur kode go up dalam pertuturan di pertelevisian Indonesia dewasa ini.
PENUTUP Secara umum alih kode dan campur kode yang terjadi pada tuturan pembawa acara, para juri, dan peserta di pertelevisian Indonesia adalah bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Jawa, dan bahasa Makassar. Hal tersebut terjadi karena penutur merupakan seorang yang multilingual dan situasi terjadinya tuturan dalam keadaan informal. Alih kode dalam tuturan pertelevisian di Indonesia adalah dari bahasa asing ke bahasa Indonesia. Selanjutnya, campur kode terjadi pada tataran campur kode ke dalam dan ke luar melalui penyisipan bentuk kata, frasa, bentuk perulangan, dan bentuk ungkapan. Campur kode ke dalam atau inner code-mixing adalah bahasa Indonesia ke bahasa Jawa dan ke bahasa Makassar. Sementara, campur kode ke luar atau outer code-mixinga dalah dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan ke bahasa Arab. DAFTAR PUSTAKA Appel, Rene., Gerad Huber, dan Guus Maijer. 1976. Sosiolinguitiek. Utrech – Antwerpen: Het Spectrum. Chaer, A. dan Agustina L. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rieneke Cipta. Fishman, J.A. 1976. The Relationship between Micro and Macro Sociolinguistics in the Study Who Speaks What Language to Whom and When” dalam Pride dan Holmes (Ed.) 1976: 15-32. Hymes, Deel. 1974. Foundation of Sociolinguitics. Philadelphia: University of Pensylvania Press. Kridalaksana, Harimurti. 2008.Kamus Linguistik. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Nugroho, Garin. 2011. “Bahasa Indonesia, Industri Budaya Populer, dan Televisi”. Kongres Bahasa Indonesia XIII, Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ohoiwutun, Paul 2007. Sosiolonguistik. Memahami Bahasa dalam konteks Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: 329
Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 321—330
Kesaint Blanc. Sukoyo, J. 2011. Alih Kode dan Campur Kode pada Tuturan Penyiar Acara Campusari Radio Pesona FM. Jurnal Unnes.as.id di unduh pada tanggal 18Juni 2012.
330
Yanti, Yusri. 2011. “Bahasa Indonesia dalam Editorial MEDIA INDONESIA”. Dalam Prosiding. Kongres Bahasa Indonesia XIII, Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.