2433 NT
ALBUM TENUN TRADISIONAL ACEH • SUMATERA BARAT SULAWESI SELATAN NUSA TENGGARA BARAT
"^•HJiw^*
ALBUM OF TRADITIONAL WEAVING ACEH • WEST SUMATERA* SOUTH SULAWESI • WEST NUSA TENGGARA
BIBLIOTHEEK KITLV
m •>•. •
•
#
ALBUM TENUN TRADISIONAL ACEH • SUMATERA BARAT SULAWESI SELATAN NUSA TENGGARA BARAT ALBUM OF TRADITIONAL WEAVING ACEH • WEST SUMATERA • SOUTH SULAWESI • WEST NUSA TENGGARA
••&•
.v
,».;,
* • * " • ' «*. ^ C i r ^ * 0 ' '
L ~ ai/tf3
ALBUM TENUN TRADISIONAL ACEH • SUMATERA BARAT SULAWESI SELATAN NUSA TENGGARA BARAT ALBUM OF TRADITIONAL WEAVING ACEH • WEST SUMATERA • SOUTH SULAWESI • WEST NUSA TENGGARA
Pengantar • Introduction RISMAN MARAH Penterjemah • Translater DRA. TH. SOEWARNI Disain Grafis • Graphic Design RISMAN MARAH
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN PROYEK MEDIA KEBUDAYAAN 1982/1983
MINISTRY OF EDUCATION AN DIRECTORATE GENERAL OF C PROJECT OF CULTURAL MEDIA 1982/1983
--/A*-
KATA PENGANTAR
PREFACE
Salah satu jalur kebijaksanaan pembangunan di bidang kebudayaan perlu diarahkan sedemikian rupa sehingga pengelolaan komunikasi kebudayaan dapat menuju ke arah peningkatan dan penyebarluasan khasanah budaya. Yang dimaksud dengan komunikasi kebudayaan adalah penyebarluasan informasi tentang kebudayaan Indonesia dalam rangka pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional. Penyebarluasan informasi kebudayaan sekaligus dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kesadaran berbudaya masyarakat untuk menghargai, menghayati dan mengembangkan nilai luhur budaya bangsa, khususnya bagi para generasi muda. Salah satu media untuk dapat menyebarluaskan informasi tersebut adalah melalui Album Seni Budaya yang dilaksanakan oleh Proyek Media Kebudayaan, Jakarta. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan, penyuntingan, penataan, penterjemahan, sampai Album Seni Budaya ini dapat diterbitkan. Kami menyadari hasil penyusunan Album Seni Budaya ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mohon saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sekalian, demi perbaikan-perbaikan selanjutnya.
One of the Country's Development Policies in the area of culture is to be geared towards the development of cultural communication in order to broaden the spreading of cultural treasures. What is particularly meant with cultural communication in this case is the spreading of information on Indonesian culture in the framework of fostering and developing the national culture, and likewise, in heightening the cultural consciousness of the people in order to be able to appreciate, perceive and develop the high value of the traditional culture, especially among younger generation. One of the media for spreading the above information is the Cultural Album prepared by the Project of Cultural Media in Jakarta. In this respect, therefore, I would like to thank those who do the writing, editing, layouting, and the translation without which this publication is impossible. In the meantime I am also aware that the publication of this Cultural Album is far from being perfect and there fore I herewith would also like to invite suggestions as well as constructive criticism for future improvements. I do hope that this Cultural Album is of any use in the intensification of the development of our national culture.
Mudah-mudahan Album Seni Budaya ini benar-benar bermanfaat dalam membantu peningkatan pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional. Proyek Media Kebudayaan Jakarta
The Project of Cultural Media Jakarta
Pemimpin,
Chairman
SUTARSO, SH NIP 130186291
SUTARSO, SH NIP. 130186291
Sambutan Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Address of Director General of Culture Ministry of Education and Culture
Suatu terbitan yang berisi gambar atau foto indah dengan ditambah deskripsi singkat namun tepat selamanya merupakan alat menarik untuk memperkenalkan subjek terbitan bersangkutan. Hal itu jelas lebih-lebih berlaku bila bidang terbitannya Seni Budaya.
A publication containing beautiful pictures or photos with short but precise descriptions, forms an interesting means to introduce the subject therein, more over since it is concerning Art and Culture.
Album Seni Budaya yang disajikan di sini adalah hasil survai Proyek Media Kebudayaan, yang memang telah mengeluarkan beberapa terbitan. Seni budaya yang menjadi subjek dalam Album ini adalah yang menjadi perhatian Direktorat Jenderal Kebudayaan secara khusus, antara lain seni rupa dalam berbagai aspeknya serta peninggalan sejarah dan purbakala nasional. Demikianlah apa yang disajikan di sini diharapkan selain menarik sebagai album bergambar juga sanggup menjadi sumber inspirasi dalam perkembangan seni budaya nasional yang berkepribadian bangsa.
Direktur Jenderal Kebudayaan,
The Album of Art and Culture presented here is the product of a survey of Culture Media Project which has in fact issued some publications. The Directorate General of Culture has paid special attention to Art and Culture which is the subject of this Album among others fine arts with all kinds of its aspects and historic as well as prehistoric inheritance. I hope that what is presented here does not only attract people's attention as Album of pictures but also as the source of inspiration in the development of national culture art with national identity.
Director General of Culture,
\_£LLA) Prof. Dr. Haryati Soebadio
Prof. Dr. Haryati
Soebadio
Tenun Tradisional Indonesia The Traditional Weaving of Indonesia
Tenun Tradisional Indonesia
Kebudayaan menenun diperkirakan telah ada sejak tahun 5000 sebelum Masehi di negara Mesopotamia dan Mesir. Kebudayaan ini kemudian berkembang dan menyebar ke Eropa dan Asia sehingga akhirnya sampai ke Indonesia setelah melalui India, China dan Asia Tenggara. Kapan masuknya kebudayaan menenun ini ke Indonesia tidak dapat diketahui dengan pasti. Ada d u g a a n y a n g m e n y a t a k a n b a h w a kebudayaan menenun mulai berkembang di Indonesia sejak jaman Neolithikum, karena terbukti dengan kayanya tenunan-tenunan Indonesia dengan disain ornamental yang berasal dari stail monumental jaman Neolithikum. Tetapi, pendapat lain mengatakan bahwa pada jaman Neolithikum tersebut bangsa Indonesia masih menggunakan bahan pakaian yang terbuat dari bahan kulit kayu dan kulit binatang, sebagaimana halnya suku bangsa lain yang masih dapat dijumpai sekarang ini. Robert Heine Gildern, mempunyai dugaan bahwa kebudayaan menenun dikenal di Indonesia adalah bersamaan dengan menyebarnya kebudayaan Dong-son. 1 Hal ini dibuktikan dengan terdapatnya kesamaan motif pilin (spiral) atau pilin berganda pada motif tenunan Indonesia dengan motif
The Traditional of Indonesia
Weaving
It seems likely that weaving was known in Mesopotamia and Egypt in 5000 B.C. It flourished and extended as far as Indonesia across Europe, India, China and the Southeastern Asia. No time indications as yet have been found that weaving was known in Indonesia; but it seems likely that weaving was known in the neolithic period. The richness of ornamental designs on woven cloth has been derived from the neolithic monumental style. There is another opinion. In the neolithic period the Indonesians used bark cloth and leather cloth, as some tribes do even today. Robert Heine Gildern thinks that weaving came to Indonesia with the spread of the Dong-son culture. This is indicated by the spiral designs or double spiral designs on both the Indonesian cloth and the Dong-spn. The bearers of the Dong-son culture practiced weaving by imitating the remnants of clothes from the bronzes period. The findings of the looms which were used and are still being used in some areas in Indonesia are unmistakable proofs of the establishment of their culture where weaving prevails. The bark of the trees and the leather which were formerly used as clothes, with the development of civilization, were gradually replaced by woven cloth.
yang terdapat di Dong-son. Hal ini membuktikan tentang adanya pengaruh kebudayaan Dong-son. Pemilik kebudayaan Dong-son sendiri mempraktekkan kepandaian menenun tersebut dengan melihat sisasisa pakaian dari jaman perunggu yang berhasil digali di Dong-son. Berdasarkan hasil penemuan tentang aneka ragam alat-alat tenun yang pernah (dan masih) dipergunakan oleh berbagai suku di Indonesia, dapat diketahui bahwa kebudayaan menenun timbul bersamaan dengan peradaban manusia. Kulit kayu dan kulit binatang yang semula dipergunakan sebagai pakaian (penutup badan), sesuai dengan kemajuan peradaban kemudian diganti dengan pakaian yang diperoleh dengan kepandaian bertenun. Secara sederhana dapat diterangkan bahwa sebuah kain tenun, dihasilkan oleh perjalinan benang lungsin (benang yang menunggu) dengan benang (pakan (benang yang datang). Proses yang amat sederhana inilah yang kemudian berkembang dengan berbagai teknik yang bermacam-macam sesuai dengan kreatifitas manusia, sehingga menghasilkan ciptaan-ciptaan yang indah dan menarik. Dalam perkembangan selanjutnya terlihat bahwa kepandaian menenun tidak saja lagi dipergunakan untuk sekedar menghasilkan hanya kain sebagai penutup tubuh, tapi lebih dari itu kain tersebut dapat merupakan sebuah karya seni yang muncul sesuai dengan alur kehidupan masyarakat. Sehelai kain tenun yang indah, tidak saja berfungsi sebagai busana penutup tubuh, namun lebih dari itu ia dapat menunjukkan derajat dan martabat sipemakainya. Kain tersebut dapat menunjukkan pesan khusus yang terselip dibalik motif dan warna-warnanya. Jadi bentuk saja belumlah cukup, harus disertai dengan makna dari lambang yang tersembunyi di balik motif dan ragam hias yang menyertainya.
Briefly speaking, cloths are made by pulling the weft threads under the warp threads. This simple process of weaving developes technically according to their creativity and the beautifully decorated cloths have been produced. In the foregoing it seems likely that weaving ability is not used to produce cloth. It goes further. Woven cloth represents a work of art. A beautiful ikat cloth does not serve only as a clothe. It represents the social state of the owner. The ornamental designs and colours indicate an association with some kind of religious symbolism, the form itself is not enough. To some of the Indonesian people, weaving is practiced as a ritual divided into some steps of work. Weaving is a specific feature of culture. At those times one was not allowed to weave cloth with a certain design any time. One had to fulfil some requirements before weaving cloth. It is no doubt some kinds of cloths to some tribes serve as a special cloth for a special occasion. In Batak there is ulos known as 'ragi-idup' symbolizing the highest social rank, 'perempah' ulos serve as clothing used for carrying a baby, some special ulos which are used only on funeral occasions or wedding occasions. In Sumbawa Timor and some other islands in Indonesia there are cloths which are used only on some special occasions. The large ikats of Toraja serve as shrouds; the ikats of Sumba serve as funanery gifts. In Java there is 'sido mukti batiked cloth which is used only at weddings. A beautiful old cloth is frequently kept as a heirloom and is used only on special occasions. Generally such motifs indicate an association with some kind of religious symbolism. It is no doubt that Indonesia has a lot of areas well known for their woven cloths. According to the
Bagi beberapa kelompok masyarakat di Indonesia, menenun merupakan suatu rangkaian upacara tersendiri, yang ditentukan oleh tahapan kerja, dengan tata tertib yang kemudian menjelma menjadi suatu nafas seni budaya. 2 Konon pada waktu dahulu untuk menenun kain dari jenis-jenis tertentu tidak boleh dilakukandisebarang waktu. Ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi sebelum kegiatan menenun dimulai. Hal ini tidaklah mengherankan bila mengingat bahwa beberapa jenis kain di berbagai suku ternyata mempunyai fungsi-fungsi yang khusus. Di Batak dikenal ulos dengan sebutan ragi-idup untuk tingkatan yang paling tinggi, ulos perempah mempunyai fungsi sebagai penggendong bayi, selain itu terdapat pula ulos-ulos yang khusus dipakai pada waktu upacara kematian ataupun upacara perkawinan. Di Sumbawa dan Timor serta diberbagai kepulauan lainnya di Indonesia dikenal pula jenisjenis tenunan yang hanya dipakai pada waktu-waktu tertentu. Tenun ikat yang panjang dari Toraja berfungsi sebagai kain kafan, kain ikat dari Sumba dipergunakan sebagai pelengkap pada upacara pembakaran jenazah atau pemakaman. Sedang di Jawa dikenal pula motif batik sido-mukti yang khusus dipakai pada upacara perkawinan. Seringkali sebuah kain tenun yang bagus dan berusia tua, dianggap sebagai warisan keramat yang hanya dikeluarkan pada waktu-waktu tertentu; namun pada umumnya dapat dilihat bahwa motif-motif yang digunakan menunjukkan adanya asosiasi dengan simbol kepercayaan atau agama yang dianut oleh masyarakat setempat. Kalau diamati dengan seksama, ternyata Indonesia memang sangat kaya dengan daerah-daerah penghasil tenunan. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari beribu pulau telah menyebabkan keragaman dalam melahirkan bentuk-bentuk
geographical condition of Indonesia which consists of thousands of islands, there are varieties of specific features of culture in Indonesia. Aceh is well-known for its application embroidered cloth. Colours and designs came under the influence of the motifs brought about by the Arab tradesmen with the spread of their religion. In Batak, Minangkabau, Palembang, Lampung, weaving derives a special importance from the social and religious significance of various types of cloths. Java is well-known for its batiked and lurik cloths which are beautifully decorated. Speaking about the traditional woven cloths, it is of great significance to discuss those from East Kalimantan, South Sulawesi, the Eastern Lesser Sunda Islands, Lombok, Sumbawa and elsewhere. The latter areas are well-known for their ikats . The design of the cloth is made by tie-dyeing the parts of the threads before weaving. Before immersion of the threads in the dye those portions which are not to be coloured are wrapped with fibres, and this process is repeated for every colour. This unique ikat technique has made Indonesia wellknown. A lot of foreigners and museums are interested in getting the ikat cloths. The cloth designs of Indonesia may be roughly divided into four major groups: 1. Batiked cloths in Java. 2. Ikats , in some territories in Indonesia made by the warp technique, the weft techniique and the warp-weft technique. The material used is cotton. 3. Songket cloths in some areas ofSumatera comprising North Sumatera, West Sumatra, South Sumatera, Lampung. There are various techniques. 4. Embroidered cloths produced in Aceh, Minangkabau, Palembang, Tasikmalaya, Gorontalo and East Kalimantan.
kebudayaannya yang khas. Mulai dari Aceh, sudah dengan mudah dapat ditunjukkan salah satu kegiatan sulamannya yang menggunakan teknik aplikasi. Warna-warna dan disain banyak dipengaruhi oleh motif-motif yang dibawa oleh para pedagang Arab yang berdatangan pada waktu agama Islam mulai menyebar di daerah Aceh. Demikian juga daerah Batak, Minangkabau, Palembang, Lampung, masingmasing menampilkan kekuatannya sendiri dalam hal kain tenun yang banyak berkaitan dengan upacaraupacara adat. Di Jawa dikenal kain batik dan luriknya yang menampilkan disain-disain yang tak kalah menawan. Berbicara tentang kain tenun (adati) tentu tak akan puas bila tidak menyinggung pula daerahdaerah lain yang sangat mempunyai potensi besar seperti Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Lombok, Sumbawa, dll. Bahkan untuk daerah Indonesia Timur, kekuatannya lebih dikenal apda tenun yang disebut tenun ikat yaitu teknik pewarnaan kain yang diterapkan pada benang yang belum ditenun. Benang-benang yang membujur dan melintang sebelum ditenun terlebih dahulu dicelupkan ke dalam bahan pewarna. Bagian-bagian yang tidak diberi warna, dibungkus (diikat sehingga kedap air) dengan tali ataup lastik. Hal ini dilakukan berulang-ulang sesuai dengan bentuk motif yang akan dibuat. Teknik ikat inilah yang membawa nama besar kain tenun Indonesia, sehingga banyak dicari oleh para wisatawan asing maupun museum. Kalau dikelompokkan, kain tenun adati di Nusantara ini dapat dibagi menjadi empat kelompok besar (kelompok utama) yaitu yang meliputi : 1. Kain batik di pulau Jawa. 2. Tenun Ikat, yang tersebar dibeberapa daerah dengan menggunakan teknik ikat pakan, ikat lungsi dan ikat ganda pakan dan lungsi. Bahan-bahan
III 11 f *
if if y i i y i
llllplif
mrnsmmfflmMmmm.
mr
Sabuk Anteng, Lombok.
Despite the division of the designs into groups, the fact that there is interlink influence among them must be considered. This indicates that the communication between one island to another was good in early times. The motifs of the songket found in the Lesser Sunda Islands are the same with those in West Sumatera or Palembang. Even the motifs found have been derived from China, Arabia, India and elsewhere. The motifs of the Indonesian cloths are of a great amount. This is due to the fact that each territory has its own historical background reflecting on their peculiar designs. The piculiarity of designs
yang dipergunakan kebanyakan benang katun. 3. Tenun Songket terutama yang banyak dikerjakan oleh pengrajin-pengrajin tenun songket di Sumatera. Baik Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung. Teknik yang digunakan juga bermacam-macam. 4. Seni Sulaman. Seni sulaman banyak tersebar di daerah-daerah seperti Aceh Minangkabau, Palembang, Tasikmalaya, Gorontalo dan juga Kalimantan Timur. 3 Sekalipun secara global dapat ditunjukkan pengelompokan dari kain-kain tenun adati tersebut, namun tidak dapat disangkal bahwa masalah pengaruh antara satu daerah dan daerah lain tetap ada. Hal ini sekaligus juga membuktikan bahwa hubungan antar pulau pada jaman nenek moyang dahulu cukup lancar. Tak jarang motif-motif kain songket yang dijumpai di Nusa Tenggara Timur sangat mempunyai kesamaan dengan motif kain songket yang ada di Sumatera Barat atau Palembang. Pengaruh-pengaruh yang demikian tidak saja datang dari hubungan antar pulau dalam negeri, tetapi juga pengaruh-pengaruh yang datang dari luar, seperti pengaruh dari China, Arab, India, dll. Motif-motif yang terdapat pada kain tenun asli Indonesia tak terkira jumlahnya. Hal ini disebabkan oleh karena masing-masing daerah mempunyai latarbelakang tersendiri dalam mengungkapkan bentuk/motif pada kain tenun mereka. Kelainan-kelainan motif tidak saja disebabkan oleh berbedanya kepercayaan yang melatarbelakangi motif yang ditampUkan; tetapi juga ditimbulkan olehfaktor teknis penciptaan yang sepenuhnya manual operasional, sehingga motif yang dihasilkan oleh seorang pengrajin tidak akan pernah persis atau sama. Beberapa daerah justru menghargai penyimpangan-
is due to the religious background beside the technical factor of creation which is fully handmade. Accordingly a handmade cloth is always unique both in its form and its design. Some territories call the varieties new creation. Speaking about the designs, Robert Heine Gildean devides them into two groups. The first, characterized by flower patterns and their geometric derivaties and by stylized plant motifs corresponding to the designs of cloths represented on ancient Javanese monuments, are obviously of Indian origin. Accordingly the patterns predominate on the clothing of the Javanese, Malays, Balinese and others who were formerly within the realism of Hindu-Buddhist culture or at least came under its influence. The second, completely different, owes nothing to Hindu-Buddhist art. Technically, the patterns are simple, comprising spirals and their derivaties, as well as human and animal figures. This second style of design may be termed "old Indonesian". It is found on the cloths of the Bataks, of the Kalimantans and Mindanaos, of the Torajas and also of the Tanimbars. It is significant that the old Indonesian designs occur side by side with those of Indian origin and they are found on the cloths of the Malays, Javanese, and Balinese. They prove that the old Indonesian style of cloth decoration came before the coming of the Indian culture. The old Indonesian designs are made by the ikat process, the only process practiced by the tribes where the Indonesian culture prevails. Nowadays, the traditional cloths compete with the textile fabric . The designs of textiles are made
penyimpangan motif tersebut sebagai sesuatu ciptaan yang baru, sehingga dengan demikian penampilan motif-motif menjadi semakin kaya. Tentang motif ini, Robert Heine Gildern membaginya kedalam dua kelompok disain. Kelompok Pertama, ditandai dengan motif bunga dan motif geometrik dan motif tumbuh-tumbuhan yang disltilir sesuai dengan disain tekstil. Disain-disain yang demikian banyak dijumpai pada monumenmonumen peninggalan Jawa-Kuno. Disain ini berasal dari India, sehingga dengan demikian motif yang demikian mendominasi kain masyarakat Jawa, Melayu, Bali, dll. yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan kebudayaan Hindu Budha, atau paling sedikit berada di bawah pengaruhnya. Kelompok Kedua, dengan motif yang sangat berlainan. Tak sedikitpun terlihat pengaruh dari seni Hindu Budha. Motif ini secara teknis lebih sederhana, menggunakan motif spiral atau sejenisnya, juga figur manusia dan binatang. Motif ini disebut dengan istilah Indonesia Kuno (Tua?j, banyak terdapat pada kain-kain Batak, Kalimantan, Toraja, dan juga di Tanimbar. 4 Pada kenyataannya disain Indonesia Kuno hidup berdampingan dengan disain yang asli dari India, terdapat pada kain-kain masyarakat Melayu, Jawa, Bali, dll. Nampak bahwa disain Indonesia Kuno tersebut telah lahir sebelum terbentuknya kebudayaan kolonial India. Corak Indonesia Kuno tersebut hanya terbatas pada teknik ikat, satu-satunya teknik yang dikenal oleh bangsa-bangsa di mana corak Indonesia Kuno itu lahir.5 Pada masa sekarang, tenun tradisional jelas telah mendapat saingan yang berat yaitu dengan raunculnya pabrik-pabrik tekstil di mana-mana. Motifmotif tidak lagi diciptakan dengan cara teknik ikat atau sulaman atau di batik, tetapi seluruhnya dikerjakan dengan mesin yang serba modern.
• ? • * * • • • ••••+*•*•••••* Kain Pallawa, Toraja.
Suatu hal yang jelas dapat dicapai oleh pabrik tekstil adalah pemenuhan kebutuhan sandang secara fisik, namun untuk mencari kepuasan batin/artistik masyarakat tentu berpaling kepada disain-disain tekstil tradisional yang lebih kaya dengan rated ekspresif dan jelas lebih manusiawi. Dalam Album Khusus Tenun Tradisional ini ditampilkan aneka ragam corak tenunan/sulaman dari daerah-daerah ACEH, SUMBAR, SULSEL, dan NTB yang masing-masing mempunyai kekhasan dalam teknis pengerjaan dan pendisainannya. Semoga dengan adanya album ini masyarakat dapat mengenal dan menghayati kebesaran budaya nusantara kita, yang tidak mustahil pada suatu saat kelak akan digantikan sepenuhnya oleh tekstil-tekstil buatan pabrik...
neither by the ikat technique nor the batik technique, nor by the embroidery technique. The designs are made by the machine. What can be obtained by the textile fabric is the fulfilment of the need of clothing. Despite the lack of fulfilment, the traditional cloths which are unique and emphasizing what are human can satisfy the artistic feeling. This album shows a number of photographs of woven cloths from Aceh, West Sumatera, South Sulawesi and the Western Lesser Sunda Islands. It is a sincere hope that the book will help the readers acknowledge the cultural treasures of Indonesia. It is no doubt that in the near future the traditional cloths may be gradually replaced by the textile fabric.
Daerah Istimewa Aceh Aceh Special Territory
Deskripsi • Description Perekam Foto • Photographer DRS. A.M. MARBUN DRS. DADANG UDANSYAH
Daerah Istimewa Aceh, terkenal dengan keindahan hasil seni sulamnya. Pakaian-pakaian adat serta kelengkapan upacara adat biasaya dihias dengan sulaman benang emas. Benda di atas adalah alas tempat duduk penganten, dihias dengan ornamen sulaman yang sangat menarik.
The Aceh Special Territorry is wellknown for its attractive embroidery. Ceremonial clothing and ceremonial hanging are embroidered with gold thread atichery. Above is a bridal cushion with attractively embroedered ornamentation
11
Detail dari alas duduk kelengkapan pelaminan. detail of bridal cushion.
12
Alas duduk, kelengkapan pelaminan. Bridal Cushion.
13
Detail dari motif hias pada bantal pelaminan.
Detail of decorative motif on a bridal cushion.
14
Alas duduk atau bantal pelaminan, terbuat dari sulaman benang emas dan manik-manik. Bridal cushion, decorated with gold thread and beads embroidery
15
Keupiah Meuketup ini dilapisi dengan kain songket, merupakan tutup kepala yang digunakan pada waktu upacara adat.
Keupiah Meuketup, decorated with an applied songket cloth. It serves as a head scarf for ceremonial accasions.
16
Embroidery for the lid of a cerena, a sirih containes and as one of the ceremonial appliances.
17
Kipas, yang dihias dengan sulaman dan manik-manik. Renda di pinggir kipas dibuat dengan sangat menarik. 9 A fan with an ornament embroidered in threads and beads. It is beautifully trimmed with lace.
18
Bentuk kipas yang lain, bagian tengah kipas disulam dan diberi hiasan dengan manik-manik. Detail of a fan with an ornament embroidered in threads and beads on its middle part.
19
Kipas merah ini pada bagian tengahnya juga dihias dengan sulaman dan manik-manik. Motif sulaman pada umumnya adalah bentuk tumbuh-tumbuhan.
20
Detail of a red fan. Its middle part is decorated with plant motif embroidered in threads and beads
Kipas kuning ini dihias dengan sulaman yang amat sederhana, namun perpaduan warna dari sulaman dan pinggiran kipas membuat kipas ini tetap menarik. Detail of a yellow fan with free use of simple embroidery stiches. The colours of the threads and the lace lead to harmony
21
Pakaian penganten ini. juga dihias dengan sulaman benang-benang berwarna dan benang emas. Penempatan motif yang tepat menambah menariknya pakaian tersebut. Detail of a bridal costume with motif embroidered in various coloured thread and gold thread, resulting in tremendous richness.
22
Detail dari pakaian wanita (atas) dan pakaian pria (bawah), perhatikan hiasan-hiasan yang menarik pada bagian dada dan bahu. Detail of a female coat (abovej and a male one (below) with beatiful decoration on their chects and sgoulders.
23
%^
Berbagai kelengkapan pelaminan, perhatikan hiasan-hiasan yang pada umumnya terbuat dari sulaman. Bridal appliances decoration with embroidery stichery.
24
Sumatera Barat West Sumatera
Deskripsi • Description Perekam Foto • Photographer SOENARTO, PR. SUSIANTO MULYO
Sumatera Barat terkenal dengan hasil kerajinan kain songketnya. Pusat Kerajinan kain songket yang terkenal ialah yang terdapat di desa Pandaisikek, Kab. Tanah Datar. Ibu H. Nuan Ramli salah seorang pemilik usaha kerajinan tenun songket sedang menenun.
West Sumatera is vvellknovvn for its songket cloths. The songket craft centre is Pandaisikek in Tanah Datar.The photo of Mrs. Nuan Ramli,one of the craft industry.
27
Salah satu detail motif hias kain songket dari Pandaisikek yang dibuat dengan sulaman benang emas.
28
Motif on songket cloth using gold thread in detail, Pandaisikek.
Kain ini adalah kain selendang dari Pandaisikek yang dibuat dengan sulaman benang emas. Kain ini hanya dipakai pada waktu diadakan upacara-upacara adat.
Detail of a shawl decorated with gold thread, Pandaisikek. It is used only on ritual occasions.
29
Salah satu corak dari kain sarung songket yang menggunakan dasar kain katun, dan disulam dengan benang emas. Kain ini juga berasal dari Pandaisikek.
Motif on songket sarong, Pandasikek. Cotton cloth with gold thread.
30
Selendang songket, pasangan dari kain songket dari foto sebelah kiri. Panjang 110 cm, lebar 20 cm.
Songket shwal. On the left s another part of a shawl. Length, 110 cm, 20 cm.
Sarung dari Pandaisikek. Bahan kain katun dan benang emas. Motif, Kambang Balapak.
.,,»'V-.VVV.
32
Sarong, Pandaisikek. Cotton cloth with gold thread Kambang Balapak motif
Kain songket (sarung). Motif, Kambang Balapak, bahan, kain katun dan benang emas. Berasal dari Pandaisikek.
Songket cloth (sarong}, Pandaisikek. Cotton cloth with gold thread. Kambang Balapak motif.
33
Selendang untuk Upacara. Dipakai di pinggang. Motif yang digunakan terutama bentuk-bentuk geometris seperti tumpal. Motif ini disebut juga motif Saik Kalamai, yaitu ma k a nan khas Minangkabau. Asal kain ini dari Koto Nan Gadang, Payakumbuh.
Shawl for ceremonial occasions, Koto Nan Gadang, Payakumbuh. Worn around the waist. The tumpal motif of geometric derivatives /Saik Kalamai motif). The name is derived from the name of special food from Minangkabau.
Selendang Songket. Terdiri dari dua buah kain/selehdang yang dipergunakan untuk upacara adat. Ujungnya ada yang berjumbai dan ada pula yang polos. Asal dari Pandaisikek
Songket shawl, Pandaisikek. There are two varieties, one trimmed with fringe and the other without fringe. Used on ceremonial accasions
35
Sarung Songket, untuk upacara adat dari Pandaisikek. Songket sarong, Pandaisikek. Used on ceremonial occasions.
36
Salah satu detail hiasan kain songket Pandaisikek yang disebut motif buah palo. Perpaduan warna jingga dengan sulaman benang emas terasa sangat semarak.
Buah palo motif on saongket cloth, detail, Pandaisikek. The harmony of light red background and gold thread stichery results in richness.
37
Selendang Songket dari Pandaisikek. Kain ini hanya terdiri dari satu selendang, dipergunakan untuk upacara adat.
Songket shawl, Pandaisikek. One piece. Used on ceremonial occasions.
38
Sarung dari Kubang, Payakumbuh. Motif yang digunakan adalah motif geometris yang disebut pucuak-rabuang dan saik kalamai. Kain ini biasanya hanya dipakai pada waktu upacara-upacara adat.
Sarong, Kubang, Payakumbuh. The geometric motifs called pucuak rabuang and saik kamalai. Worn on ceremonial occasions
Selendang songket dari Koto Nan Gadang, Payakumbuh. Motif ini disebut sandang ayam-ayam, hampir menyerupai bentuk saik kalamai. Juga digunakan untuk pesta-pesta adat.
Songket shawl, Koto Nan Gadang, Payakumbuh motif pf sandang ayamayam resembles saik kalamai. Worn on festive occasions.
39
Foto ini menunjukkan beberapa bentuk pakaian-pakaian adat yang pada umumnya terbuat dari kain songket dan sulaman. Sulaman benang emas sangat menonjol pada setiap pakaian tersebut.
40
Songket and embroidered clothes for cerempnial occasions. The gold thread embroidery shows up against the ground.
Wanita ini mengenakan kain songket yang berfungsi sebagai selendang, perhatikan juga hiasan tutup kepala tikuluak tanduak yang juga disulam dengan benang emas.
An old woman is wearing a songket shawl and a head scarf, tikuluak tanduak with motif embroidered in gold thread.
41
Bentuk Pelaminan Minangkabau. Disain hiasan dan ragam hias banyak mendapat pengaruh Cina, sedang warna-warna yang dominan adalah merah, kuning, hijau atau hitam, yang melambangkan tiga luhak (daerah) yaitu Tanah Datar, Agam, dan Lima Puluh Kota. Pelaminan ini adalah koleksi Museum Adhityawarman, Padang.
Bridal cushion, Minangkabau. The ornamental designs derived from Chinese art are embroidered in red, yellow, green or black. The colours symbolize tiga tuhak (three territotiesj namely Tanah Datar, Agam adn Lima Puluh Kota Adhityawarman Museum, Padang.
42
Sulawesi Selatan South Sulawesi
Deskripsi • Description Perekam Foto • Photographer SUHARTONO, BA BAMBANG PURWONO
Tenun Mandar
Mandar's
Sebagaimana diketahui, suku-suku di Sulawesi Selatan sejak lama telah mempunyai kemahiran di bidang pelayaran. Mereka telah lama mengadakan kontak dengan suku-suku luar daerah ataupun luar negeri, baik bidang politik, perdagangan, maupun kebudayaan. Melalui kontak ini pulalah benang sutera (wannang bannang sabbej mulai dikenal. Lama kelamaan bahan baku kapas tidak lagi dipergunakan, benang sutera import telah, menjadi bahan baku untuk menenun. Peralatan yang digunakan sangat sederhana terbuat dari kayu yang disebut gedokan, orang Bugis menyebutnya ewangengtennung dalam bahasa Makasar ewangang tannung. Peralatan hingga kini belum banyak mengalami perubahan, kecuali bahan baku dan corak ragam hiasnya, setelah digunakannya benang sutera dan bahan pewarna yang lebih moderen. Masyarakat di desa Pambusuan, Kecamatan Tinambung, Sulsel, sebagian besar terdiri dari para penenun. Tenun Mandar dikerjakan oleh para istri yang dibantu oleh anak perempuannya, sementara sang suami berlayar atau menangkap ikan. Anak perempuan haruslah pandai menenun, bila tidak, maka hal tersebut merupakan aib bagi keluarga tersebut. Untuk menenun sepotong kain Mandar diperlukan ketelitian dan kesabaran, biasanya dibutuhkan waktu satu minggu sampai dua minggu untuk menyelesaikannya. Zat pewarna tradisional Mandar ialah : untuk warna coklat tua dibuat dari sabut kelapa dan daun jati (kalanjang) yang direbus dan diambil airnya. Warna merah tua (mubang) digunakan daun kembang pacar (inai) atau juga semacam damar (gamolo) dan akar-akaran. Untuk warna hitam dan biru dipakai nila (nyilaj.
The people from South Sulawesi are wellknown for their skill in navigation. They maintained political commercialand cultural contact with the people who lived in the other islands of Indonesia aand with the peoples other countries for years. Through this contact wannang bannang sabbe (silk thread) was introduced. Gradually the basic material of cotton cloth gave way to the silk. Cloths are woven in very simple looms which called gedokan the bugese call itu ewangeng-tennung or ewangengtannung. There are not many changes of the model of the looms, exept the basic material, the pattern and the colours. Most of the people who live in Pambusuan, Tinambung, South Sulawesi, are weavers. Weaving is praticed by the women and the girls. Sailing and finishing are done by men. Teh girls must be skilled in weaving. Weaving needs patience and accuracy. It takes one or two weeks to complete one cloth. The traditional colours are dark brown, the dye is obtained from the coconut fibre and the leaves of teak (kalanjan). Dark red (mubang) is abtoined from the leaves of plant (lawsonia inermis) inai, or resin (gamolo) and roots. Blue and black are obtained from the indigo plant (nyilaj. ***
46
Weaving
Wanita Mandar ini sedang melakukan proses pertama dari menenun kain Mandar, yaitu benang sutera digulung ditiur pada bambu kecil.
A Mandarese woman is threading a small bamboo bobbin /tiur process).
47
Proses yang kedua adalah menggulung benang sutera pada bambu yang besar, disebut juga digalendrong, kemudian digalendrong lagi ke penggulungan yang lebih besar.
The second step is to thread the large bobbin /geleiulrong process).
48
Proses selanjutnya disebut disasai, yaitu benang direbus dan dicuci agar benang menjadi kuat dan bersih.
Boiling and washing process of the thread to get it clean and tought /sasai process).
49
Setelah disasai, benang tersebut dialoi agar cepat kering. The drying of thread /aloi process).
50
Tahap selanjutnya adalah dijingga, yaitu diwarnai sesuai dengan motif yang akan dibuat. Setelah dijingga, benang dikontrol kembali, dan diperiksa pewarnaannya apakah sudah merata atau belum. Kalau belum rata, maka dijingga lagi.
The dying of the thread according to the motif required. The dying is repeated for every colour until the thread is completely coloured.
51
Proses ini disebut disau, artinya benang diurai dan dimasukkan helai demi helai ke lubang sau (sisir) sesuai dengan motif yang akan ditenun.
52
The passing of the thread through, the holes of the sau corresponding to the design required /sau process).
Proses selanjutnya adalah proses menenun, disebut juga dengan ditetek. ditenun dengan alat gedokan. Penenun ini berlangsung antara tiga sampai tujuh hari.
The weaving process by the aid of a loom which is called gedokan. It takes three up to seven days to complete one cloth (tetek process).
53
Dalam bahasa Mandar corak disebut juga sure. Ada beberapa macam corak atau surre yang terdapat pada kain Mandar, kain di atas disebut surre loko-loko. Loko-loko adalah nama si penenun.
54
There are various motifs /surre,/ on Mandarese clothes. Above, Surre Loko-Loko. Loko-Loko means a weaver.
Corak ini disebut Surre Datu, Datu artinya raja. Surre Datu. Datu means a king.
55
Kain ini disebut Surre' Puang Lembang. Puang Lembang artinya Penghulu. Surre' Puang Lembang. Puang Lembang means mosquewarden.
56
t
""^^—r
l « l BMWl
I * B • • i M U M V WHB « • • ' IB I II —
, . „ _ ,
Wl
II lift
KB Ml
« • «•»!
i•mmmm i n mm-•:w
iinHafttwin
B ft B B B B BIB! A M I M•mi M BIBI mm BIBI
i • • n i n i l l l l l f l lflt»i!•!•( MM
II
i. . f • — H i
H»SH' iSSsfi
l m l li ! l Hl i » » • u s • • • • • •l •l •l nl i g • • a w • • « • ««i B B « • »•• • • M l » B • ! • ( SBIBt B B IHilMi • « •< «•• I
ii m i l B B B B B B B • • • • • • • • « i n i BIB • • ! • • • , « •IB,•):!•:!•!• l i H l I M B ! • ! • ! • ! • ! « ! • • ! •
Bit*-' S * « f *!• >•!• l!g • • • » itifli aia • • • m i l ami m i mat ami m i
• • • • • • • i
nil
Jill
mmm • B I B B;B B I B BUI B • H I B B B: B • l l l l l l l l B I BI IBIBIIIBIBII BIB! BIB • mmmtSi.
H |
M
M M
MMC-iHM ! • • • § » HHMMBfc a u u »
* » »
— - — •
• =
•=
• Corak ini disebut Surre' aropo', artinya kacang panjang.
Surre' Aropo' Aropo' means a long nourishing bean.
57
•HHBBBBBBBBMBBB
iiiliiiiif
MMMtiiWMMWMMWnMMMm
• S l i l l " •*•«««••••
fili»W i MMM aN • •liBHiaaBnlBBBi^ •••••
l iiiiii
HWMBB in • • i n n •mn rr— ••••••ii
-tiaaaiaaiiiiHBiHHiiHiMumiBiHi i!!!i!!ii!H**Hiii*H( _^___JBBBBBI ••BliMdim-'- L*. lifeiiiiisBBfsaBBBBBffiBaaliMsffl^il^
i Uc w —••• •— i
—
l i i i l f • ! • • IBBWBSBflSB*. FI fllBIBBBiBBBBIBi IBBBBBBBI MMBBMBBBBBiB BBfl i JI1« ' iBBIMBBBIBB««BHIBillBliiIi • BSSB. MBMBT"^^^" ••••sit iiiiaiiBBi ' aHHMB«BBBttBB|BBBBaflfl8
liiiiiiiiiiiiliii Hill
aaaBBBiiBiiBB^B^a^aaa
•BIBiiiiBiBBBBlBIII
laaai Kain sarung ini disebut dengan corak Surre' Tuju Sepuluh, sesuai dengan nama kesatuan ABRI yang memesannya.
58
Surre' Tujuh Sepuluh sarong. The name is derived from the name of the unit the Indonesian Army.
iSWIIfW'
1
' ' *• • " *
*
Komandan Kodim, oleh sebab itu corak disebut Surre' Komandan KxJim Surre' Komandan Koilini The cloth is ordered by the commander of Kodim (a militury district).
59
I it | li I t i l II1 a • U m m m & m m m & m lb m m mi m m & m1 III 1 lilt J 111 m iSt
ill-- I MlBtBiBillliiBisHlBlBiBiiSli HK • tut • «• • MMii »« mm m mmm
s Eil
i£
m im m m m tm m HM • tm • m m m * tm m-mmnm • m
i 2 1*1 I H l l N a 1 ( 1
i i a ILB i m t»fWI B
IS 1 ta» I si! 1 ilil I m-$ B I «i;. I -«!i I ii!
B1 BMM BIB
5 i,g 11 ifttf l l l f f f I m a I B 1 a I i f Bl 1
, * • g ;.;
mm i i i i i i i i t B J
Z^Z^Z* *^* , * ,i'"l iili ^*^ l f f i •••••II mmmmmmm'mm^mmmmmfmmm. l£12I£1212 a|B« IBiBlB
LgJJt!igl!l»l»>ffl»
*!
laiBiBTiilS
! - *..»T51SIB •
»i
a i*v • •
• *».*
Kain sarung ini bercorak Surre' Beru-Beru, artinya kembang melati. Surre' Beru-beru sarong. Beru-beru meand jasmine.
60
-
•
.
•>,.
•>»•
i l • • ^ •!
Motif Kain Mandar ini disebut dengan Surre' Karaeng, sesuai dengan nama Raja di Gowa tempo dulu. Sure' Karaeng cloth. Karaeng is the king of gowa in the earlier period.
61
••9
62
Tenun Bugis Makasar.
WEAVING FROM BUGIS, MAKASAR.
Menenun di daerah Bugis Makasar dilakukan oleh orang perempuan, terutama oleh anak gadis. Bagi seorang anak gadis Bugis Makasar terasa aib bila tidak bisa menenun. Corak dan motif tenun Bugis Makasar, tidak bisa dilepaskan dari perkembangan pola berpikir dan inspirasi seni masyarakat Bugis Makasar. Rasa keindahan pada diri mereka diungkapkan pada saat mereka bertenun. Pada awalnya zat pewarna untuk membuat motif belum digunakan, semua motif dicapai dengan menggunakan warna-warna benang bahan baku. Sekarang zat pewarna sudah mulai menggunakan bahan-bahan moderen. Motif dan corak hanya banyak diterapkan dalam pembuatan lipa' atau sarung, dengan menggunakan nama dasar yang menyolok seperti : biru, kuning, hijau, dan hitam. Corak atau cura' dasar sarung tenun Bugis Makasar ialah : — Cura' lebba' atau cura' laba', yaitu corak lebar; — Cura' tenga atau cura' tanga yaitu corak pertengahan atau corak sedang; — Cura' rennik (cepe-cepej atau ca'di yaitu corak kecil. Foto-foto di halaman adalah beberapa contoh dari berbagai corak atau cura' kain tenun Bugis Makasar.
Weaving in Bugis, Makasar is done by women, particularly by girls. And it is a disgrace for a Bugisnese girls if she cannot weave. The designs and motifs of the weaving are closely related to the development of the way of the thinking and inspiration of the bugisnese community. Their aesthetic feelings is expressed in their weavings. At the beginning no colour matter was used in making designs, instead they used the original colour of threads. But at present modern substance as used for colour matter. Motifs and designs are much applied in making "lipa" or sarung. (Sarung is a piece of cloth the end of which are sewn together and is used to wrap man's body) using black, yellow, blue or green colour. The basic motif of the Bugisnese weaving are: — large motif called "Cura lebba" or "cura laba" — medium motif — cura tenga or cura tanga; — small motif — cura rennik (cepe-cepe) or ca'di' In the photos are shown several examples of designs or "cura" the Bugisnese weaving.
Corak atau cura' kain ini disebut cura' lebba' artinya corak lebar. Cura' Lebba'. Wide aloth.
63
Cura'Bico Ca'di, biasa dipakai oleh para bangsawan Cura' Bico Ca'di, usually worn by the noble men.
64
i
I I -m
m
l
S
.z£3 Em IBi BP BB • ' m
BB BB
• * "
i
•^•l
k
m*&?
W XQ •* ™ Cura ca'di dengan puncang gola-gola dipakai oleh anak gadis. Kalau berwarna gelap dipakai oleh orang perempuan tua yang tidak kawin.
Cura' Ca'di with puncang gola-gola worn by a maiden. Cura' Ca'di with dark colour worn by an old ummarried woman
65
Cura' Lebba' atau cura' laba dengan puncang cabi ca'di yang dipakai oleh para janda. Cura' Lebba' or Cura l a b a with puncang cabi' ca'di worn by a window.
66
If^AUMtfBAJl Cura' la'ba dengan puncang caba' ca'di, dipakai oleh ibu-ibu yang sudah mempunyai anak. Cura' la'ba with puncang caba' ca'di worn by a married woman.
67
Cura' gambera lompo, dengan puncang sambung layang dipakai oleh para remaja. Cura' gambere lompo with puncang sambung layang, worn by an adolescent.
68
Cura' gambere, dengan puncang caba' dipakai oleh permaisuri. Cura' gambere with puncang caba' worn by a queen.
69
Cura' la'ba dengan puncang nibeso dipakai oleh raja-raja. Cura' la'ba with puncang nibeso worn by a king.
70
Kain ini bukanlah kain Bugis atau Mandar, tetapi adalah kain tenun dari Pallawa, Tanah Toraja. Kain ini dibuat dari bahan kapas/katun, dipakai untuk upacara kematian.
Woven cloth, Pallawa, Tanah Toraja. The weaving material is cotton. Used for funeral rites.
i
• • • • • < • • • • • • t * H H •>•#••
Salah satu motif bulatan pada kain Pallawa, yang dibuat dengan teknik batik. One of circle motifs in the batik technique Pallawa.
12
Motif lain dari kain tenun Pallawa, Tanah Toraja yang dibuat dengan teknik batik. Another of the motif on the cloth in the batik technique. Pallawa, Tanaha Toraja.
73
Kain Pallawa dibuat dari bahan kapas, sedangkan penggambaran motif dan warna dicapai dengan teknik batik. Kain ini digunakan sebagai pembalut mayat sewaktu upacara pemakaman.
The material of the Pallawa cloth is Cotton. The motifs and colours are achieved by the batik technique. It serves as a shroud.
74
Nusa Tenggara Barat West N u s a Tenggara
Deskripsi • Description Perekam Foto • Photographer IRSAM, BA TH. A. DARMINTO
Kain ini disebut Sabuk Anteng. Bahan terbuat dari katun, berasal dari Lombok. Disebut anteng atau kalem karena diantara lima garis warna yang menyolok, dikunci dengan wama-warna garis yang kalem.
Sabuk Anteng, Lombok. The name of anteng or kalem corresponds to the motif of live stripes in striking different colours in between stripes of light colours.
Motif yang lain dari Sabuk Anteng. Kain ini juga berasal dari Lombok. Motif on sabuk anteng. Lombok.
78
Kain songket ini berasal dari Lombok. Teknik Pengerjaannya sudah jauh lebih halus, motif yang digunakan baisanya motif geometris. Songket cloth with geometric motif in the more elaborate technique. Lombok.
79
?,.%# ^••fc.3
Kain songket dari Lombok, dengan motif belah ketupat. Kain ini termasuk kain yang mahal harganya karena teknik pembuatannya sangat rumit. Cloth with rhomb in the elaborate technique, Lombok. A very expensive cloth.
80
Songket ini berasal dari Lombok Timur. Digunakan hanya pada waktu upacaraupacara adat yang besar. Bahan benang katun, motif bunga dan kupu-kupu.
Cotton cloth with flower and butterfly motif worn on ceremonial occasions, East Lombok.
81
*t--JU-
Selendang subahnala dari desa Tanjung, Lombok Barat, dipakai untuk upacara adat. Motif yang digunakan adalah motif bunga dan sarang lebah.
Subahnala snaw/ w/f/i flowers and beehive motif worn on ceremonial occasions Tanjung, West Lombok.
jTmSUSMK. f *)**» I tf""**" I •www* I '
82
•
a
M
B
M
H
^
H
kain songket dari Bima, digunakan untuk pakaian upacara adat. Bahan benang katun dan benang emas.
Songket cloth, bima. Worn on ceremonial occasions. Cotton and gold thread.
83
Kain songket dari Bima, Sumbawa. Kain songket ini disebut Kerang Alang Songket atau Tembe Songke Salungka. Fungsinya untuk dipakai pada waktu upacara adat atau pesta perkawinan.
84
Kerang Alang Songket or Tembe Songke Salungka cloth. Worn at weddings and other celebrations.
Kain songket dari desa Rasanae, Bima. Bahan benang katun, motif manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dipakai pada waktu diadakannya upacara-upacara adat. i • ** mi Cotton cloth with motifs of figures g ^ % ^ ^ ^ of men, animals and trees. Rasanae, Bima. ^^L^^^ Worn on ceremonial occasions. • '-<*.
I*I*I*I*
Z+^+Z+ZA 85
Kain Osap, dari desa Dasau Lekong, Lombok Timur. Terbuat dari bahan katun, fungsinya sebagai kain tutup keranda may at. Panjang 56 cm., lebar 51,5 cm.
Coffon cloth, Osap, Dasau lekong, East Lombok. It is used to cover of coffin. Legth, 56 cm, width, 5,5 cm.
86
Kain Dodot, dari Lombok. Bahan benang katun, dipakai untuk upacara adat. Cotton dodot, Lombok. Used ceremonial occasions.
87
Selendang dari desa Sembalun Bumbung, Lombok. Dipakai untuk upacara adat. Motif, vas bunga dan tumpal/pucufe rebung. Ukuran 214,5 cm x 74,5 cm. Shawl with flower vase and geometric motifs, Sembalun Bumbung, Lombok. Used on ceremonial occasions. Length, 214,5 cm, With 74,5 cm.
88
Kain songket untuk upacara adat dari Lombok. Motif, vas bunga dengan hiasan pinggir belah ketupat. Ukuran 101,5 cm x 84,5 cm.
Songket cloth with vase and squares motif. The borders are decorated with the squares motif, Lombok. Used on festive occasions.
89
mmm:^M.yMmm:m^miii^m^H^m^mwm^ m&m:mm::&:*&m:%:mm: m :m:wimm:wm.
SB***:
..Ac,
:mm:^m:m-:^m:-m:^.:^:mm:'M:mm:-M:mm. •mm
Kain i?a#i Lomak dari Lombok. Kain ini dipakai untuk kain sarung sehari-hari. Ukuran 162,5 cm x 104 cm. Ragi Lomak as an everyday sarong, Lombok. Lenght, 162,5 cm. With, 104 cm.
90
mmm
^
Kain Subahnala (Subhanalla ?) Kembang. Dipakai untuk upacara adat. Berasal dari Lombok. Bahan benang katun; motif sarang lebah dan ceplok bunga. Ukuran, 211 cm x 75 cm. Subahnala Kembang, decorated with beehives and rosette shaped motifs. Worn on ceremonial occasions. Lenght, 211 cm. Width, 75 cm.
^^OOOtt
*«r^v><MK>e
•«• «
—»-^-
•— ~ : ^ " * — . — . •
::•'""..
"«"•» •••
.vs«»
.«P».
^**ts M#*>
..aft* #fey:
. -#%i .«%
.#*» .#**»
..**»> ***_
,.4*M«M»,
**•&
-.'^•'
^-V>r>S>^
* " « „. _~^'
.».,^
.
4>O<^>
^^^^^^^^^^^^^^^^^BBBBBBai
^^^^^B|^^^B^^^^^^J^^^u_^^^^^v^_^^^^^^^^ ^ ^^kb.~.^^^r*^^^^^a^-*^^^. ^H^kA-^rife^^^^^^^B^^^^^^fcrf^^^ti BHBfeBHH*aHi^^^^^^^^
fe°<^Q<>^^ Ikat kepala perempuan, dari desa Sembalun Bumbang, Lombok Timur. Fungsinya sebagai penutup kepala perempuan. Bahan benang katun, ukuran 171 cm x 53 cm.
Cotton head scarf for women, Sembalun Bumbang East Lombok Lenght, 171 cm. Width 53 cm.
92
c
Songket Subahnala (subhanalla) Wayang, dari Lombok. Bahan benang katun, motif wayang dengan payung kebesaran, pinggiran tumpal dan pinggiran a wan
Subahnala Wayang cloth, Lombok,in the songket technique with wayang and umbrella motifs. Tumpal and cloud motifs decorated the borders of the four sides.
93
#> Plingsiran, hiasan kelambu dari Sumbawa. Bahan benang katun dan benang perak. Motif, sulur-suluran dan pinggir krawangan (bunga pala). Ukuran, 272,5 x 35 cm.
Plingsiran, the lace of a mosquito curtain. Cotton and silver threads. The motifs aie stylized climbing trees and mace. Lenght, 275,5 cm. Width, 35 cm.
94
V .' 7 • * : J
> ;
P/ingsi'ran kelambu, dari Bay an, Lombok Utara. Fungsinya sebagai hiasan kelambu. Ukuran 246 cm x 36. Detail of the lace of a musquito curtain, Bayan, North Lombok. Lenght, 246 cm. Width, 36 cm.
95
Kain Dodot, dari Lombok. Fungsinya untuk upacara sorong serah atau meminang anak gadis. Bahan benang katun, motif kotak-kotak dan ceplok bunga. Detail of cotton dodot cloth with squares and rosette shapes ornamantal motifs, Lombok. It serves as a wedding gift.
96
i/ ro& /?/?