LAPORAN AKHIR
Pelatihan, Pendampingan, Pendaftaran Perlindungan Indikasi Geografis terhadap Kerajinan Tenun Tradisional Geringsing Khas Tenganan
Oleh Ni Ketut Sari Adnyani, S.Pd.,M.Hum. (Ketua) NIP.198202042009122004 Langen Bronto Sutrisno, S.Sn., M.A (Anggota) NIP. 198202062010122003 I Gusti Ayu Purnamawati, S.E.,M.Si.,Ak. (Anggota) NIP.197911042008122003
JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2016
i
ii
DAFTAR ISI Cover Halaman Pengesahan……………………………………………………… i Daftar Isi………………………………………………………………….. ii Abstrak……………………………………………………………………. iii Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1 1.2 Analisis Situasi.……………………………………………………....................4 1.3 Identifikasi dan Perumusan Masalah....................................................................7 1.4 Tujuan Kegiatan...................................................................................................8 1.5 Manfaat Kegiatan.................................................................................................8 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Tinjauan Tentang HaKI (Hak Kekayaan Intelektual)........................................10 2.2 Dasar Hukum Indikasi Geografis.......................................................................11 2.3 Tinjauan Tentang Industri Kerajinan...................................................................12 Bab 3 Metode Pelaksanaan 3.1. Waktu dan Tempat............................................................................................ 15 3.2. Metode Pelaksanaan.......................................................................................... 15 3.3 Kerangka Pemecahan Masalah............................................................................ 17 3.4 Khalayak Sasaran............................................................................................... 19 3.5 Keterkaitan........................................................................................................... 19 3.6 Metode Kegiatan.................................................................................................. 20 3.7 Rancangan Evaluasi..............................................................................................21 Bab 4 Kelayakan Perguruan Tinggi 4.1. Kualifikasi Tim Pelaksana Kegiatan....................................................................22 4.2. Pembagian Tugas Tim Pelaksana Kegiatan..........................................................23 Bab 5 Hasil yang Dicapai 5.1. Pendidikan dan Pelatihan Produksi ................................................................... 25 5.2. Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Produksi................................................ 25 5.3. Pendidikan dan Pelatihan Perlindungan indikasi geografis Produk................. 26 Bab 6 Hasil Tahap Akhir Program.............................................................................. 27 Bab 7 Penutup 7.1 Simpulan................................................................................................................28 7.2 Saran......................................................................................................................28 Daftar Pustaka
iii
ABSTRAK
Latar belakang kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah (1) dari segi historis atau sejarah motif kerajinan tenun khas Tenganan baik dari segi waktu dan penciptanya belum diketahui secara pasti.(2) upaya dari masyarakat hanya bersifat menunggu dan cenderung pasif. (3) pengetahuan pengerajin tenun terkait upaya hukum yang bisa dilakukan untuk melindungi motif kerajinan tenun khas Tenganan Pagringsingan masih kurang. tujuan utama kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat melalui pelatihan, pendampingan, pendaftaran Perlindungan Indikasi Geografis terhadap Kerajinan Tenun Tradisional Geringsing Khas Tenganan, sehingga di kemudian hari jika terjadi pelanggaran akibat pencurian motif tenun, pihak pengerajin selaku mitra sudah mengetahui tindakan hukum yang dapat dilakukan untuk melindungi produk kerajinan hasil ciptaan yang berasal dari daerah setempat. Mengingat sedemikian urgennya permasalahan maraknya peredaran produk tiruan di pasaran akibat peniruan motif oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan implikasinya terhadap perlindungan produk hasil karya cipta, maka usulan P2M dari tim pengusul dapat memberikan manfaat bagi : (1) pengerajin tenun Geringsing selaku mitra, program pengabdian masyarakat ini akan mampu meningkatkan pengetahuan dan wawasan mereka tentang perlindungan hukum Indikasi Geografis terhadap produk kerajinan hasil ciptaannya, dan (2) mitra selaku pengerajin, dengan program pengabdian masyarakat ini akan mampu meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang perlindungan hukum sehingga mitra dapat bertindak sebagai penyalur informasi kepada publik terutama rekan seprofesi, konsumen, maupun masyarakat pada umumnya untuk mewaspadai praktek kecurangan pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab karena telah melakukan pencurian motif. Laporan kemajuan kegiatan Tingkat partisipasi yang tinggi dari mitra program pengabdian kepada masyarakat memberikan dampak positif bagi pelaksanaan program, terlihat dari diklat produksi kerjinan tenun ikat geringsing, manajemen produksi, dan perlindungan indikasi geografis produk dapat berjalan dengan baik.
Kata kunci: perlindungan indikasi geografis, tenun geringsing, Tenganan
iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hukum dibentuk untuk mengatur dan melindungi kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perlindungan hukum selalu dikaitkan dengan konsep rechtstaat atau konsep Rule of Law karena lahirnya konsep-konsep tersebut tidak lepas dari keinginan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Selain itu, adapun tinjauan yuridis normatif yang menyebabkan sehingga perlindungan hukum itu penting bagi pelaku usaha khususnya industri kerajinan tradisional “tenun” khas Bali yaitu berdasarkan ketentuan pasal 6 dan 7 UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pada bagian kedua mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha disebutkan bahwa ada beberapa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha terlebih lagi terhadap industri kerajinan tradisional “tenun” khas Bali. Perlindungan hukum juga berfungsi sebagai proteksi dari kerajinan yang dihasilkan oleh pelaku usaha kerajinan tradisional “tenun” khas Bali baik yang dihasilkan oleh perseorangan maupun secara kolektif. Selain itu, perlindungan hukum terhadap industri kerajinan tradisional “tenun” khas Bali ini juga akan berkaitan erat dengan lima prinsip dasar yang relevan dengan pembangunan nasional yang terdiri dari: (1) Asas manfaat, yaitu segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Dalam hal ini, perlindungan hukum yang diberikan mampu membawa dampak yang positif serta manfaat bagi industri kerajinan tradisional Tenun khas Bali terutama dalam menjaga eksistensinya. (2)Asas keadilan, dengan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas keadilan ini bermanfaat untuk memberikan kesempatan kepada para pelaku industri kerajinan tenun khas Bali untuk bisa berkreasi serta memenuhi hak serta melakukan kewajibannya tanpa adanya intimidasi dari pihak lain yang tidak berkepentingan di dalamnya. (3) Asas keseimbangan, adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual. Asas keseimbangan ini berfungsi dalam menjaga harmonisasi antara kepentingan konsumen, pelaku usaha industri kerajinan tenun tradisional khas Bali dan pemerintah. Sehingga nantinya diharapkan akan muncul suatu chek 1
and balance antara pihak-pihak terkait, dan tentunya tidak muncul tarik ulur kekuasaan pemerintah terhadap industri kerajinan terutama kerajinan tradisional “tenun” khas Bali. (4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen, adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Dalam hal ini, pelaku usaha kerajinan tradisional “tenun” khas Bali juga harus mampu memberikan suatu jaminan kepada konsumen terhadap barang yang dihasilkan, karena dengan adanya jaminan tersebut, maka jika ada suatu permasalahan atau keuntungan yang ditimbulkan oleh barang yang digunakan tersebut, ada pihak yang bertanggung jawab. (5) Asas kepastian hukum, yaitu baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum. Di sini diharapkan ada suatu hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara pelaku usaha kerajinan “tenun” khas Bali dengan pemerintah, di mana pelaku usaha wajib mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, kemudian pemerintah berkewajiban untuk memberikan perlindungan atau proteksi terhadap kerajinan tradisional “tenun” khas Bali tersebut dalam rangka menjaga eksistensi di dalam dunia industri kerajinan. Industri yang banyak berkembang di wilayah Kabupaten Karangasem, kebanyakan masuk dalam kategori Usaha Kecil dan Menengah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, kriteria-kriteria dari usaha kecil adalah sebagai berikut: memiliki kekayaan (aset) bersih paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan, tempat usaha; memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) paling banyak Rp. 1 Milyar; milik warga negara Indonesia; berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau terafiliasi baik langsung maupun tidak langsung oleh usaha besar atau usaha menengah, berbentuk badan usaha perseorangan, badan usaha tidak berbadan hukum, atau usaha berbadan hukum, termasuk koperasi. Dengan demikian, usaha-usaha yang banyak tumbuh di wilayah Kabupaten Karangasem yang bergerak di bidang industri kerajinan tradisional merupakan usaha kecil menengah karena memiliki ciri-ciri usaha seperti yang diatur dalam undang-undang tersebut di atas. Secara formal, usaha kecil menengah tersebut pada hakekatnya berada di bawah naungan Departemen Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Deperindag dan Koperasi) Kabupaten Karangasem. Berdasarkan Data Ekspor per Mata Dagangan Kabupaten Karangasem tahun 2013, jenis yang sudah masuk daftar inventaris berjumlah 46 jenis barang dengan jenis produk kerajinan mencapai 40 jenis. Termasuk di dalamnya adalah kerajinan 2
tenun. Berdasarkan data ekspor tahun 2013, masing-masing produk tersebut memberikan sumbangan devisa yang lumayan besar dengan perincian kerajinan tenun US$ 150,039.91 (2%). Kerajinan tersebut di atas masih diproduksi dengan cara yang tradisional atau masih menggunakan kemampuan tenaga manusia tanpa memanfaatkan teknologi mesin modern. Hal ini sangat menarik disimak karena suatu produk yang notabene dikerjakan dengan cara manual dan berakar dari budaya masyarakat tradisional mampu menjawab tantangan pasar global (www.google.com Muliani, 2007 : 13). Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa industri kerajinan tenun tradisional yang ada mulai terancam dengan produk-produk sejenis yang dihasilkan oleh negara-negara Cina (sutra) dan India (sari).Negara Cina berhasil menciptakan produk kerajinan tenun sutra sintetis yang jauh lebih murah dengan bantuan teknologi modern meskipun di negara tersebut tidak memiliki varietas ulat sutra seperti yang ada di Indonesia. Lebih jauh lagi, di Cina tidak ada budaya tradisional untuk membudidayakan ternak sutra menjadi kain sarung, tas ataupun hasil-hasil kerajinan lainnya. Sementara di India banyak dijumpai produk-produk kerajinan dari kain sari yang memiliki kemiripan dengan desain dan bentuk yang ada di Indonesia, tetapi harga jualnya jauh lebih murah dibandingkan dengan yang diproduksi di Indonesia. Sama dengan Cina, India juga tidak memiliki sejarah pengetahuan tradisional yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan secara turun-temurun dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungan. Kejadian tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata karena dapat mengancam keberlangsungan industri kerajinan di Indonesia yang berbasiskan pada pengetahuan tradisional masyarakat Indonesia. Jangan sampai permasalahan serupa terjadi pada perkembangan tenun ikat khas Tenganan Pagringsingan sebagai produk asli Indonesia, kecenderungan semacam ini dikhawatirkan kemungkinan dapat terjadi mengingat dimungkinkan dengan munculnya sikap-sikap kurang menghargai nilai-nilai keluhuran budaya. Kain tenun tradisional Gringsing yang dihasilkan oleh masyarakat Tenganan Pagringsingan ini telah mampu bersaing dengan kain tenun tradisional yang ada di daerah lain seperti Lombok, Kalimantan, Jambi dan lain-lain dan sudah merambah pasaran wilayah nasional bahkan internasional. Namun demikian, yang menjadi persoalan adalah ketika daerah lain mencoba untuk mengkombinasikannya dengan motif yang ada di daerahnya dan melahirkan motif baru. Ini yang sebenarnya harus diperhatikan oleh para perajin tenun tradisional yang ada di Desa Tenganan Pagringsingan. Kekhawatiran muncul yaitu jika hasil dari kombinasi itu akan membuat motif asli dari tenun kehilangan nilai keaslian atau keoriginalannya dan lambat laun corak motif asli dari Desa Tenganan akan tidak dikenal 3
oleh orang atau daerah lain, bahkan orang atau daerah lain yang mengkombinasikan tersebut menjadi terkenal. Keadaan Geografis Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya dan merupakan keunggulan sekaligus identitas nasional Indonesia untuk membedakan dengan negara lain. Oleh karena itu banyak sekali produkproduk Indikasi Geografis yang terdapat di Indonesia, salah satunya yakni Kerajinan tenun Geringsing khas Tenganan. Akan tetapi kerajinan tangan tenun Geringsing ini belum terdaftar sebagai produk Indikasi Geografis. Ini tentunya sangat rentan akan persaingan curang dan pembohongan publik terhadap kerajinan tenun Geringsing khas Tenganan mengingat kerajinan tangan ini sudah merambah pasar Internasional. Pendaftaran Indikasi geografis merupakan cara yang tepat dalam menjamin kepastian hukum terhadap produk Indikasi Geografis di Indonesia, mengingat Indikasi Geografis menganut first to file system, pendaftaran merupakan syarat utama mendapatkan perlindungan. Sebagaimana diuraikan di atas, salah satu bentuk pelanggaran mendasar terhadap hakcipta adalah peniruan motif. Pelanggaran tersebut terdiri dari oknum yang tidak bertanggung jawab dalam bentuk duplikasi desain produk, di satu sisi melanggar hak cipta seseorang, di sisi lain melakukan kecurangan terhadap konsumen. Merusak harga pasar dengan memasang tarif harga lebih rendah dinilai telah melanggar prosedur iklim persaingan usaha yang sehat dan kompetitif. Kain tenun Geringsing dijadikan sebagai objek komersial tanpa melakukan koordinasi dengan pihak pencipta. Eksploitasi produk kerajinan tanpa pertanggung jawaban secara hukum merupakan sebuah bentuk intervensi terselubung terhadapaset budaya nasional, dan mengarah pada bentuk-bentuk kriminalitas dan penipuan konsumen. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka sangat penting kiranya institusi pendidikan sebagai salah satu tokoh kunci keberhasilan dalam meningkatkan efektivitas perlindungan indikasi geografis kepada masyarakat pengerajin desa Tenganan Pagringsingan menjadi mitra kerja Desperindag Kabupaten Karangasem dalam Pelatihan, Pendampingan, Pendaftaran Perlindungan Indikasi Geografis terhadap Kerajinan Tenun Tradisional Geringsing Khas Tenganan
1.2 Analisis Situasi Desa Tenganan Pagringsingan merupakan salah satu desa yang berpenghuni orang Bali Mula atau Bali Aga (Bali Asli) alias Bali yang bukan berasal dari keturunan Kerajaan Majapahit. wilayah desa Tenganan Pagringsingan terletak pada lembah yang diapit oleh dua bukit dan satu gunung di bagian utara. Kedua bukit yang oleh penduduk setempat disebut 4
dengan bukit kangin (terletak di bagian timur) dan bukit kauh (di sebelah barat) merupakan daerah yang amat subur. Bahkan boleh dika-takan hampir sebagian besar dari kebutuhan hidup penduduk berasal dari kedua bukit tersebut. Jumlah penduduk desa ini berjumlah 707 jiwa yang terdiri dari 347 jiwa laki–laki dan 360 jiwa perempuan. Keseluruhan jumlah penduduk tersebut tergabung ke dalam 225 KK (kepala keluarga) dan bertempat tinggal di Banjar Kauh, Banjar Tengah, dan Banjar Kangin (Profil Desa Tenganan Tahun 2010). Desa Tenganan Pagringsingan termasuk salah satu kawasan Pariwisata Budaya di
Kabupaten Karangasem dan merupakan wilayah yang
potensial oleh karena adanya beberapa keunikan dan ciri khas yang dimiliki oleh Desa Tenganan Pagringsingan. Salah satu yang paling menarik wisatawan untuk datang kesana yaitu kerajinan tradisional tenun gringsing yang dimiliki oleh desa tersebut, yang satusatunya ada di pulau dewata ini. Selain juga keunikan-keunikan lainnya yang dimiliki seperti arsitektur bangunan yang masih tradisional, dan kerajinan-kerajinan lainnya. Kunjungan ke Desa Tenganan Pagringsingan cukup tinggi baik oleh tamu domestik maupun oleh tamu manca negara yang setiap tahunnya mengalami peningkatkan. Hal ini memberikan peluang bagi masyrakat untuk ikut dapat menikmati dampak positif dari adanya kunjungan wisata ini seperti berdirinya kios-kios barang cendra mata, kios makanan, minuman, parkir dan pergelaran kesenian. Status kepemilikan dari kerajinan tradisional tenun di Desa Tenganan Pagringsingan memang murni dimiliki oleh warga masyarakat Desa Tenganan Pagringsingan. Itu disebabkan karena beberapa alasan yaitu pertama, karena dari segi historis, bahwa tumbuh dan berkembangnya industri kerajinan tenun itu pertama tumbuh dan berkembang di desa tersebut itu terbukti dari kerajinan tenun Gringsing yang ada di Desa tersebut tumbuh dan berkembang sejak zaman dahulu yang sampai sekarang masih terus dilestarikan oleh masyarakat desa tersebut. Di mana cara pewarisan dari kerajinan tenun gringsing tersebut mengenai tata cara pembuatannya, motif dan lain sebagainya diwariskan melalui bahasa lisan tanpa adanya suatu dokumen yang tertulis. Kedua, dari segi varian motif yang bervariasi yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Dan yang ketiga yaitu dari proses pembuatan kain tenun yang cukup rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama, serta bahan-bahan yang digunakan masih berasal dari bahan tradisional sehingga dapat menghasilkan kualitas kain tenun yang baik serta berkualitas. Hak Cipta dalam ketentuan hukum bertujuan melindungi ciptaan-ciptaan para pencipta yang dapat terdiri dari pengarang, artis, musisi, dramawan, pemahat, programmer, komputer, dan sebagainya. Seorang pemegang Hak Cipta yaitu pengarang sendiri, memiliki suatu 5
kekayaan intelektual yang bersifat pribadi dan memberikan kepadanya sebagai pencipta untuk mengeksploitasi hak-hak ekonomi dan suatu ciptaan yang tergolong dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Berpedoman pada sifat dasar Hak Cipta yang demikian, seseorang tidak memperoleh hak untuk mengkopi ataupun memperbanyak hasil ciptaan seseorang tanpa seijin dari penciptanya. Namun, hal itu berbanding terbalik dengan temuan di lapangan. Berdasarkan keterangan mitra 1 pengerajin tenun, yaitu Nyoman Rukmin (48 tahun) bahwa diketemukan kasus peniruan motif terhadap motif kerajinan tenun di Desa Tenganan Pagringsingan masih banyak terjadi, sebagaimana diungkapkan berdasarkan pengakuannya sebagai berikut: “selama ini, banyak kasus peniruan terhadap motif tenun gringsing yang ada di sini oleh masyarakat luar. Dulu pernah ada yang bernama Bu Gea dari Jakarta yang datang ke Tenganan, pertamanya dia sekedar foto-foto produk kerajianan tenun gringsing khas desa Tenganan. Tetapi tidak kami duga sebelumnya, ternyata motif yang diperoleh dari sini dikemas menjadi produk sutra dengan motif tenun gringsing. Hal itu diketahui oleh mitra ketika dia datang kembali secara kolektif dengan mengenakan kain sutra yang bermotif kain tenun gringsing” (Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2015). Selain itu tim pengusul P2M juga mewawancarai Kadek Arca Sudana (50 Tahun) selaku sekretaris desa Tenganan dan juga pengerajin yang merupakan mitra 2 mengungkapkan sebagai berikut: “pernah terjadi peniruan terhadap motif kerajinan tenun gringsing khas Tenganan, yang diketahui yaitu bahwa kasus itu berkaitan dengan pemakaian motif kerajinan tenun gringsing yang ada sebagai merek atau lambang dari salah satu minuman. Itu sangat disayangkan sekali, karena dapat merugikan mitra selaku pengerajin sebagai pencetus atau boleh dikatakan pemilik dari motif kerajinan tenun gringsing tersebut”(Wawancara pada tanggal 11 Oktober 2015). Berdasarkan uraian tadi, maka dapat dikatakan bahwa banyak terjadi kasus peniruan terhadap motif kerajinan tenun gringsing yang ada di Desa Tenganan Pagringsingan. Berangkat dari permasalahn tersebut, maka pengaturan mengenai Hak Cipta mutlak diperlukan dalam rangka melindungi motif kerajinan tenun gringsing yang ada di desa Tenganan. Sehingga motif dari kerajinan tenun yang terdapat di sana memiliki kekuatan hukum yang dapat memperkuat eksistensi motif kerajinan tenun khas Tenganan Pagringsingan. Karena selama ini, warga maupun aparat Desa Tenganan Pagringsingan tidak dapat melakukan suatu tindakan dalam penanganan kasus-kasus peniruan terhadap motif kerajinan tenun yang ada. Hal itu disebabkan karena belum adanya pengaturan Hak Cipta terhadap motif kerajinan tenun di desa setempat. Berdasarkan analisis situasi, adapun temuan 6
di lapangan bahwa pengaturan mengenai Hak Cipta terhadap motif kerajinan tenun yang ada di Desa Tenganan Pagringsingan belum sepenuhnya bisa dilakukan, itu disebabkan karena beberapa faktor yang menyebabkan belum dapat dilakukan pengurusan terhadap Hak Cipta motif kerajinan tenun di Desa Tenganan, diantaranya yaitu: (1) dari segi historis atau sejarah motif kerajinan tenun khas Tenganan baik dari segi waktu dan penciptanya belum diketahui secara pasti.(2) upaya dari masyarakat hanya bersifat menunggu dan cenderung pasif, sejauh ini masyarakat hanya menunggu upaya dari pemerintah untuk melakukan sosialisasi dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap motif kerajinan tenun khas Tenganan Pagringsingan. Padahal dalam rangka memperoleh perlindungan hukum, terlebih lagi dalam memperoleh Hak Cipta terhadap sesuatu karya, Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta harus memiliki inisiatif untuk mendaftarkan ciptaannya, karena nantinya Surat Pendaftaran Ciptaan tersebut dapat dijadikan alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. (3) pengetahuan masyarakat terkait upaya hukum yang bisa dilakukan untuk melindungi motif kerajinan tenun khas Tenganan Pagringsingan masih kurang. Itu terbukti dari masyarakat yang tidak mengetahui prosedur dan tata cara dalam pengurusan hak cipta sebagai bentuk kurangnya kesadaran hukum masyarakat setempat. Kurangnya kesadaran hukum masyarakat pengerajin desa tenganan dapat dilihat dari sikap pasif mereka yang hanya mengikuti apa yang di sosialisasikan oleh pemerintah, tanpa adanya suatu pemikiran mengenai alternatif upaya hukum yang bisa dilakukan untuk melindungi motif tenun yang dimiliki tersebut. Jadi, lemahnya kesadaran hukum masyarakat pengerajin desa Tenganan Pagringsingan dapat mempengaruh upaya perlindungan hukum terhadap motif kerajinan khas Tenganan Pagringsingan. Seperti misalnya belum ada kesepakatan untuk menunjuk salah seorang untuk dijadikan pemegang Hak Cipta atau mencari alternatif hukum yang lain dan mengusulkannya kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karangasem.
1.3 Identifikasi dan Perumusan Masalah Perkembangan kerajinan tenun tradisional Gringsing khas Tenganan menyelaraskan dengan kemajuan intelektualitas dan budaya masyarakat yang adaptif. Namun kenyataannya, terjadi hal yang sebaliknya, yakni kasus penduplikasian motif kerajinan tenun Gringsing oleh pengerajin yang tidak bertanggung jawab berdampak terhadap kerajinan tenun Gringsing ditirukan di pasaran sehingga dinilai mengancam eksistensi tenun Gringsing khas sebagai kearifan lokal khas Tenganan khususnya dan Bali pada umumnya.
7
Kesulitan pengerajin tenun Gringsing dalam melakukan pengurusan indikasi geografis terhadap produk tenun Gringsing yang dihasilkan disebabkan karena lemahnya kesadaran hukum masyarakat pengerajin desa Tenganan salah satu contohnya belum ada kesepakatan untuk menunjuk salah seorang untuk dijadikan pemegang Hak Cipta atau mencari alternatif hukum dalam melakukan permohonan pendaftaran perlindungan hukumindikasi geografis terhadap tenun Gringsing khas Tenganan. Desa Tenganan dikategorikan sebagai wilayah indikasi geografis tenun Gringsing disebabkan oleh keberadaan desa Tenganan menunjukkan indikasi geografis yang merupakan suatu tanda dari daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Untuk dapat memperoleh perlindungan hukum indikasi geografis, maka pengerajin tenun Gringsing Tenganan harus pengajukan permohonan pendaftaran indikasi geografis Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam pengabdian masyarakat ini adalah: bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat melalui pelatihan, pendampingan, pendaftaran Perlindungan Indikasi Geografis terhadap Kerajinan Tenun Tradisional Geringsing Khas Tenganan? 1.4 Tujuan Kegiatan Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan utama kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat melalui pelatihan, pendampingan, pendaftaran Perlindungan Indikasi Geografis terhadap Kerajinan Tenun Tradisional Geringsing Khas Tenganan, sehingga di kemudian hari jika terjadi pelanggaran akibat pencurian motif tenun, pihak pengerajin selaku mitra sudah mengetahui tindakan hukum yang dapat dilakukan untuk melindungi produk kerajinan hasil ciptaan yang berasal dari daerah setempat.
1.5 Manfaat Kegiatan Mengingat sedemikian urgennya permasalahan maraknya peredaran produk tiruan di pasaran akibat peniruan motif oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan implikasinya terhadap perlindungan produk hasil karya cipta, maka usulan P2M dari tim pengusul dapat memberikan manfaat bagi :
(1) pengerajin tenun Geringsing selaku mitra, program
pengabdian masyarakat ini akan mampu meningkatkan pengetahuan dan wawasan mereka tentang perlindungan hukum Indikasi Geografis terhadap produk kerajinan hasil ciptaannya, 8
dan (2) mitra selaku pengerajin, dengan program pengabdian masyarakat ini akan mampu meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang perlindungan hukum sehingga mitra dapat bertindak sebagai penyalur informasi kepada publik terutama rekan seprofesi, konsumen, maupun masyarakat pada umumnya untuk mewaspadai praktek kecurangan pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab karena telah melakukan pencurian motif.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang HaKI (Hak Kekayaan Intelektual) Hak kekayaan atas intelektual (HaKI) secara sederhana adalah suatu hak yang timbul dari pola pikir kreatif tentang kreasi seni yang menghasilkan produk atau proses yang berguna bagi manusia. HaKI juga bisa diartikan sebagai hak bagi seseorang karena ia telah membuat sesuatu yang berguna bagi orang lain. HaKI juga merupakan hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreatifitas intelektual. Istilah Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (selanjutnya disebut IPR) yang dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual manusia. Pada prinsipnya, IPR sendiri merupakan perlindungan hukum atas HaKI yang kemudian dikembangkan menjadi suatu lembaga hukum yang disebut Intellectual Property Right. Pada dasarnya HaKI merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia dan memiliki manfaat ekonomi yang berbentuk nyata biasanya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Pengertian HaKI juga dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.Sementara, pendapat lain mengemukakan bahwa HaKI adalah pengakuan dan penghargaan pada seseorang atau badan hukum atas penemuan atau penciptaan karya intelektual mereka dengan memberikan hak-hak khusus bagi mereka, baik yang bersifat sosial maupun ekonomis. Berdasarkan substansinya, HaKI berhubungan erat dengan benda tak berwujud serta melindungi karya intelektual yang lahir dari cipta, rasa dan karsa manusia. Berpijak dari pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa HaKI adalah hak yang timbul dan lahir dari hasil kemampuan intelektual manusia dan hak itu mempunyai manfaat ekonomi.Lingkup HaKI sendiri secara hukum terdiri dari dua macam hak kekayaan intelektual. Hak tersebut antara lain: 1. Hak cipta (copy right) 2. Hak kekayaan industri (industrial property right) (HKI-IKM 2013). Berdasarkan pada empat prinsip di atas, maka sesungguhnya keberadaan hukum hak cipta tidaklah senantiasa memberikan perlindungan hukum pada si pemegang haknya saja yaitu pelaku kerajinan tradisional “tenun” khas Bali saja, namun melindungi juga pada kepentingan yang lebih umum. Dengan klasifikasi yang demikian jelas dan luas seperti tercantum dalam 10
Undang-Undang Hak Cipta, maka berbagai bentuk produk kerajinan yang dihasilkan dengan kemampuan pikiran, ketrampilan dan keahlian secara otomatis akan mendapatkan perlindungan Hak Cipta diperuntukkan bagi desain produk kerajinan tenun.
2.2 Dasar Hukum Indikasi Geografis PP No.51 tahun 2007 memuat ketentuan prihal Indikasi Geografis, merupakan suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Pada umumnya indikasi geografis terdiri dari nama produk yang diikuti dengan nama daerah atau tempat asal produk. Contoh : Purwaceng Dieng, Carica Dieng, Tembakau Dieng, Gula Kelapa Kulonprogo, Salak Pondoh Sleman, Kopi Arabica Flores Bajawa , Susu Kuda Liar Sumbawa dan lain-lain. Indikasi Geografis memberikan perlindungan terhadap tanda yang mengidentifikasikan suatu wilayah atau kawasan sebagai asal barang, di mana reputasi, kualitas dan karakteristik barang tersebut sangat ditentukan oleh faktor geografis yang bersangkutan. Indikasi Geografis pada pokoknya memuat 4 elemen dasar yaitu : 1.
Penentuan wilayah penghasil produk
2.
Spesifikasi metode produksi
3.
Spesifikasi kualitas produk
4.
Nama dan reputasi tertentu yang membedakan dari produk sejenis lainnya.
Dasar Hukum : a)
Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek
b) PP No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis Pemohon atauPemegang Hak Indikasi Geografis, berbeda dengan kepemilikan hak milik intelektual lainnya (paten, merek, hak cipta) yang bersifat individu, kepemilikan hak Indikasi Geografis bersifat kolektif. Tiap orang yang berada dalam daerah penghasil produk dan/ atau mereka yang memiliki izin untuk itu, dimungkinkan untuk bersama-sama memiliki hak dan menggunakan nama indikasi geografis pada produksinya sepanjang syarat-syarat yang telah ditentukan secara bersama dalam buku persyaratan dipenuhi. Pasal 56 ayat (2) PP 51 tahun 2007 menentukan bahwa yang berhak mengajukan permohonan adalah : a) Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang, yang terdiri atas; b) Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu, atau c) Kelompok konsumen barang tersebut. Perlindungan Indikasi Geografis (IG) bertujuan untuk melindungi kekhasan tersebut dari pemalsuan atau pemanfaatan yang tidak seharusnya sekaligus 11
memberi kesempatan dan perlindungan kepada masyarakat wilayah penghasil produk khas untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari produk khas tersebut. Di samping itu, perlindungan IG juga menguntungkan bagi konsumen karena memberi jaminan kualitas produk (Gayo, diunggah pada tanggal 25 Januari 2010). Produk yang dapat dilindungi dalam perlindungan Indikasi Geografis, perlindungan Indikasi Geografis pada dasarnya tidak terbatas pada produk pertanian saja, melainkan semua produk yang memiliki keterkaitan dengan faktor geografis termasuk faktor alam dan/atau manusia sebagai dominasi terbentuknya ciri khas dan kualitas serta telah dikenal keberadaannya dapat dilindungi dengan Indikasi Geografis.
2.3 Tinjauan Tentang Industri Kerajinan Pengertian kerajinan menurut W. J. S Poerwadaminta, dalam kamus umum Bahasa Indonesia adalah “hal rajin; kegetolan ; industri ; perusahaan membuat sesuatu ; barangbarang ; barang-barang hasil pekerjaan tangan ; rumah tangga ; perusahaan kecil-kecil yang dikerjakan dirumah ; -tangan, pekejaan tangan bukan dengan mesin, Tim penyusun Balai Pustaka (ed.3,2003 : 939). Pengertian kerajinan menurut Sunaryo dan Bandono dalam Arnaya (2011:11) disebutkan bahwa “kerajinan adalah kesenian yang menghasilkan berbagai barang perabotan, barang-barang hiasan, atau barang-barang anggun yang masih memiliki seni”, sementara Barbara Leigh “menyebut” kerajinan adalah kebudayaan dalam bentuk material. Industri kerajinan merupakan industri yang memproduksi barang-barang kerajinan yang mempunyai nilai seni dan nilai guna serta pasaran khusus yang memanfaatkan bahan mentah atau bahan baku sederhana yang terdapat di sekitarnya dengan cara-cara produksi tradisional yang membutuhkan keterampilan khusus. Dalam proses produksinya, industri kerajinan membutuhkan keterampilan khusus. Keterampilan memproduksi barang-barang kerajinan biasanya didapatkan secara turun-temurun oleh pengerajin dari nenek moyang merek, keterampilan tersebut bersifat khas dan memiliki oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa tertentu. Istilah industri kerajinan sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang kegiatan ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial.Karena merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah.
Pada umumnya, makin maju tingkat 12
perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukkan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya. Berdasarkan pengertian di atas, secara keseluruhan industri kerajinan diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan seseorang di dalam proses mengolah bahan dasar menjadi barang jadi yang memiliki nilai seni sekaligus dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sarana upacara, benda hiasan, dan lain-lain. Dilihat dari penggunaan tenaga kerjanya industri dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, diantaranya sebagai berikut: a. Industri besar adalah perusahaan-perusahaan industri yang mempunyai karyawan atau tenaga kerja 100 atau lebih. b. Industri sedang adalah perusahaan-perusahaan industri yang mempunyai karyawan atau tenaga kerja 50 orang sampai 99 orang. c. Industri kecil adalah perusahaan-perusahaan yang mempunyai karyawan atau tenaga kerja 10 sampai 49 orang. d. Industri kerajinan adalah perusahaan-perusahaan industri yang mempunyai karyawan atau tenaga kerja 4 sampai 9 orang. Industri kerajinan tenun khas Bali khususnya di Desa Tenganan Pagringsingan merupakan industri kerajinan tenun yang menggunakkan teknik penenunan kain Gringsing yang rumit dan memakan waktu yang lama ini hanya dijumpai di tiga lokasi di dunia. Selain di Tenganan, Kabupaten Karangasem, Bali, teknik ini hanya terdapat di Jepang dan India. Kain Gringsing ini juga mahal karena zat warnanya dibuat dari bahan alami dan melalui proses sampai bertahun-tahun untuk mendapatkan kualitas yang baik. Selain memerlukan waktu yang cukup lama untuk membuat kain ini dengan warna-warna yang alami dari tumbuhan, cara menenunnya pun berbeda dengan cara menenun kain pada umumnya. Kain tenun hanya memakai tiga warna yaitu warna kuning (warna dasar), merah dan biru.Benang warna kuning didapat dengan merendamnya dengan minyak kemiri selama kurang lebih sebulan tujuh hari, warna merah dari akar mengkudu, warna biru (gabungan warna merah dan kuning) dibuat dari tanaman tao. 13
Kain tenun Gringsing yang berwarna gelap alami yang digunakan masyarakat setempat untuk kegiatan ritual agama atau adat dipercaya memiliki kekuatan magis. Kain ini menjadi alat
yang
mampu
menyembuhkan
penyakit
dan
menangkal
pengaruh-pengaruh
buruk.Keberadaan kain tenun ini terkenal di kalangan peneliti budaya dunia tidak saja dari segi mitosnya, tetapi juga dari segi teknik penenunannya. Mengingat begitu istimewanya dari kain tenun yang terdapat di Desa Tenganan Pagringsingan tersebut, sehingga perlu dijaga dan mendapat suatu perlakuan istimewa dari pemerintah Kabupaten Karangasem melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan dapat menjembatani pengerajin dalam pengurusan hak cipta terhadap desain produk tenun yang dihasilkan. Pemerintah dalam hal ini harus mampu memberikan proteksi terhadap kerajinan tradisional tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah yaitu dengan memberikan perlindungan hukum terhadap kerajinan tradisional tenun di Desa Tenganan Pagringsingan tersebut.
14
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1. Waktu dan Tempat Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dilaksanakan selama 6 (enam) bulan, dimulai dari 20 April sampai dengan 30 Oktober 2016. Tempat pelaksanaan kegiatan di Kelompok Pengerajin Tenun Ikat Geringsing Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.
Lokasi P2M Desa Tenganan Pegringsingan
\ Gambar 1. Lokasi Pengabdian Masyarakat
3.2. Metode Pelaksanaan Solusi yang ditawarkan dalam pelaksanaan pengabdian pada masyarakat ini adalah pendekatan secara produksi dan manajemen. Kegiatan ini akan terbagi menjadi: 1. Secara produksi hal yang akan ditransfer berupa peningkatan pengetahuan tentang proses produksi tenun geringsing khas Tenganan sehingga terdapat peningkatan proses produksi menjadi lebih baik. Transfer pengetahuan ini akan dilaksanakan dengan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tentang tenun geringsing khas Tenganan dan penyempurnaan alat produksi.
15
2. Secara manajemen produksi akan dilaksanakan pelatihan dan pendampingan dalam pengelolaan manajemen produksi sehingga terwujud sebuah tatanan pengelolaan produksi yang baik. 3. Dalam rangka peningkatan daya saing produk tenun geringsing khas Tenganan dan melindungi kelompok dari unsur – unsur plagiatisme, kelompok akan dibekali dengan pelatihan dan pendampingan dalam perlindungan indikasi geografis produk. Dengan ini diharapkan ada penghargaan terhadap produk – produk yang diciptakan. Untuk dapat memenuhi target solusi yang ditawarkan maka dalam program P2M Pelatihan, Pendampingan, Pendaftaran Perlindungan Indikasi Geografis terhadap Kerajinan Tenun Tradisional Geringsing Khas Tenganan. Kelompok Tenun geringsing khas Tenganan disasar pilar-pilar pokok sebuah industri tenun geringsing khas Tenganan sehingga nantinya dapat memiliki fondasi yang kuat meskipun dijalankan dengan skala rumah tangga. Adapun ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditrasfer adalah: 1) proses produksi tenun geringsing khas Tenganan sehingga menghasilkan produk yang berkualitas dan berkuantitas tinggi secara ekonomis; 2) tata kelola manajemen produksi, sehingga menjadi sebuah produksi yang berkelanjutan; dan 3) tata cara dan pengurusan perlindungan indikasi geografis terhadap proses, peralatan, dan produk tenun ikat geringsing, sehingga kelompok dapat terlindungi secara hukum.
Diklat dan Pendampingan Teknologi Tenun Ikat Geringsing kepada Nyoman Rukmin
Persiapan Produksi Tenun Ikat Geringsing khas Tenganan
Diklat dan Pendampingan Perlindungan indikasi geografis terhadap Proses, Peralatan dan Hasil Produk
Proses Produksi Penyamakan Tenun Ikat Geringsing, Teknologi dan Manajemen Tepat
Hasil Produk dengan Kualitas dan Kuantitas Tinggi serta Berkekuatan Hukum
Diklat dan Pendampingan Manajemen Usaha kepada Kadek Arca Sudana
Bagan 1. Transfer Iptek Kelompok Pengerajin Tenun Geringsing Keseluruhan proses transfer iptek ini dilaksanakan dengan pola pendidikan dan pelatihan yang meliputi: produksi penyamakan kulit ikan, manajemen produksi, pengurusan 16
perlindungan indikasi geografis
terhadap proses dan produktenun ikat geringsing khas
Tenganan. Pendidikan dan pelatihan ini juga disertai dengan pendampingan terhadap proses produksi dan manajemen produk, sehingga diharapkan kegiatan kelompok tenun geringsing khas Tenganan ini dapat berjalan secara berkesinambungan dan meningkatkan perekonomian anggotanya. 3.3 Kerangka Pemecahan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan di lokasi rencana program pengabdian masyarakat, diperoleh kesimpulan bahwa ada seperangkat permasalahan yang saat ini dihadapi oleh pengerajin desa Tenganan, khususnya menyangkut tingginya praktek pencurian motif yang berimplikasi pada tindakan kecurangan yang merugikan pengerajin selaku pencipta produk dan penipuan terhadap konsumen. Hal ini di duga sebagai akibat langsung dari belum dipahaminya ketentuan hukum yang mengatur tentang perlindungan hak cipta sehingga menyebabkan munculnya kasus-kasus pelanggaran hak cipta. Salah satu alternatif yang dipandang cukup visibel untuk dilakukan adalah melaksanakan Pelatihan, Pendampingan, Pendaftaran Perlindungan Indikasi Geografis terhadap Kerajinan Tenun Tradisional Geringsing Khas Tenganan, sehingga permasalahan pencurian motif tenun geringsing dapat diminimalisir. Secara skematis alur kerja pemecahan masalah dalam kegiatan P2M ini, dapat dijabarkan sebagai berikut: Mengacu pada hasil pemetaan masalah yang dihadapi oleh mitra pengerajin tenun Geringsing khas Tenganan dapat dijabarkan rancangan program menurut periode tahun yang direncanakan pemilihan solusi (IPTEKS) untuk mengatasi permasalahan prioritas yang berdasarkan kesepakatan agar dipecahkan. Tabel 1. Permasalahan prioritas, Solusi IPTEKS, Pendekatan/Metode dan Tujuan/Sasaran No. Permasalahan Solusi IPTEKS Pendekatan/Metode Prioritas Tahap Pertama (Koordinasi, Pelatihan) 1. Pencurian motif a) Inisiatif a) Pengerajin pemberdayaan melalui pengerajin koordinasi melalui dengan tim koordinasi pengusul, dengan mitra aparatur desa dan pengerajin, aparat instansi terkait desa setempat, melakukan
Tujuan/Sasaran
Penguasan wawasan dan keterampilan mitra pengerajin tenun geringsing tentang perlindungan hukum indikasi geografis
17
dan instansi inventarisasi terkait yaitu terhadap jenis Dinas produk ciptaan Perindustrian dan yang akan Perdagangan dilakukan Kabupaten pengurusan Karangasem pendaftaran untuk dimintakan indikasi geografis kesediaannya diselenggarakan program P2M b) Tim pengusul b) Pelatihan dengan P2M menyusun pembekalan program kerja materi yang sesuai dengan memuat indikasi waktu yang geografis, disepakati pada selanjutnya kontrak dihadirkan study perjanjian P2M kasus yang telah dengan LPM dialami oleh Undiksha pengerajin selama ini dan diskusi tentang langkah tepat yang perlu ditempuh oleh mitra sebagai strategi pemecahan masalah Tahap Kedua (Pelatihan dan Pendampingan) 1 Pengurusan Pelatihan pendaftaran indikasi inventarisasi produk, geografis dan pendampingan pengisian form pengajuan indikasi geografis 2 Peningkatan Pelatihan dan jangkauan hasil pendampingan pelatihan dan pembuatan draft pendampingan pengajuan indikasi geografis
Tahap Ketiga (Evaluasi Program) 1 Produk kerajinan Desain difokuskan Pelatihan pada label produk pendampingan
Terpenuhinya penguasaan keterampilan pendafaran perlindungan indikasi geografis Tersusunnya draft usulan pendaftaran Perlindungan indikasi geografis kerajinan tenun
dan a) Kemasan/label memiliki nilai jual 18
merancang desain di pasaran dengan memperhatikan SOP b) Sebagai Icon dari Desperindag produk seni berkualitas dari daerah Tenganan Pagringsingan
2
c) Usaha seni dengan suplai yang ada didukung oleh iklim usaha yang kondusif sehingga membuat produktifitas dan efesiensi optimal. Mempertahankan Meningkatkan mutu Pelatihan dan Kualitas produk yang dan produk yang sudah pendampingan baik dan menjamin meningkatkan baik menurut jaminan mutu di kepuasan konsumen pengembangan penilaian konsumen bidang keunggulan kewirausahaan produk
3.4 Khalayak Sasaran Khalayak sasaran strategis yang dituju dalam pengabdian masyarakat ini adalah mitra pengerajin tenun tradisional geringsing khas Tenganan. Adapun rasionalnya adalah: (1) pengerajin tenun geringsing merupakan kelompok masyarakat yang telah dan akan melangsungkan kegiatan produksi tenun, (2) pengerajin merupakan media penyebarluasan berbagai informasi yang sangat efektif, mengingat mobilitas sosialnya yang sangat tinggi, dan (3) pengerajin sebagai pencipta produk disinyalir akan mampu menjadi penggerak proses transformasi sosial masyarakat dalam hal tata kelola usaha produksi yang dibangun berlandaskan perlindungan hukum indikasi geografis dalam meminimalisir tindakpencurian motif dari para pihak yang tidak bertanggung jawab. Berdasarkan rasional tersebut, maka sasaran yang dipilih dan dipandang cukup visibel untuk diberikan Pelatihan, Pendampingan, Pendaftaran Perlindungan Indikasi Geografis terhadap Kerajinan Tenun Tradisional Geringsing Khas Tenganan.
3.5 Keterkaitan Kegiatan ini memiliki keterkaitan yang sangat mutualis dengan berbagai pihak, antara lain: (1) KepalaDinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karangasem, program ini akan menjadi salah satu rasional dalam mempermudah penanganan berbagai kasus yang 19
terjadi pada produk kerajinan tenun tradisional khas Tenganan, khususnya yang berkaitan dengan kasus pencurian motif akibat praktek persaingan usaha yang tidak sehat, (2) Kepala Kepolisian Kabupaten Karangasem, program ini akan mempermudah dalam memberikan perlindungan hukum bagi pengerajin tenun, khususnya yang berkaitan dengan tindak pencurian motif dan penipuan konsumen, dan (3) Kepala Desa Tenganan, program ini akan mempermudah kepala desa melakukan tugasnya dalam meningkatkan rasa nyaman di lingkungan pengerajin dan mengurangi tindak pencurian motif pada masyarakat pengerajin tenun geringsing desa Tenganan. 3.6 Metode Kegiatan 1. Rancangan Program . Untuk kepentingan pencapaian tujuan program ini, maka rancangan yang dipandang sesuai untuk dikembangkan adalah “RRA dan PRA” (rural rapid appraisal dan participant rapid appraisal). Di dalam pelaksanaannya, program ini akan mengacu pada pola sinergis antara tenaga pakar dan praktisi dari Universitas Pendidikan Ganesha. Di sisi lain, program ini juga diarahkan pada terciptanya iklim kerjasama yag kolaboratif dan demokratis dalam dimensi mutualis antara dunia perguruan tinggi dengan masyarakat secara luas di bawah koordinasi pemerintah Kabupaten setempat, khususnya dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan wawasan keterampilan pengerajin tenun geringsing desa Tenganan kecamatan Manggis kabupaten Karangasem secara cepat namun berkualitas bagi kepentingan pembangunan masyarakat setempat. Berdasarkan rasional tersebut, maka program ini merupakan sebuah langkah inovatif dalam kaitannya dengan dharma ketiga perguruan tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat. 2. Prosedur-Sistim Pelaksanaan Program Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai permasalahan yang berkaitan dengan maraknya kasus pencurian motif sebagai salah satu dampak praktek persaingan usaha yang tidak sehat yang dilangsungkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan dilaksanakan dengan sistem jemput bola, dimana tim pelaksana akan menyelenggarakan program peningkatan pengetahuan dan wawasan keterampilan mitra pengerajin tenun geringsing tentang perlindungan indikasi geografis terhadap produk kerajinan tenun geringsing khas Tenganan. Model pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) sebagaimana layaknya sistem pembelajaran yang dilakukan di sekolah atau perguruan tinggi.
20
Lama pelaksanaan kegiatan adalah 8 (delapan) bulan
yang dimulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan sampai pada proses evaluasi dengan melibatkan mitra pengerajin yang ada di Desa Tenganan KecamatanManggis Kabupaten Karangasem. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan sertifikat sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini. Melalui program ini, diharapkan pengerajin tenun geringsing khas Tenganan mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang jelas tentang pendaftaran perlindungan hukum indikasi geografis dan menyebarluaskannya pada masing-masing banjar yang ada di DesaTenganan. 3.7 Rancangan Evaluasi Untuk mengukur tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, maka akan dilakukan evaluasi minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi tindak lanjut. Kegiatan evaluasi ini akan melibatkan tutor/pakar dari Undiksha Singaraja. Kriteria dan indikator pencapaian tujuan dan tolak ukur yang digunakan untuk menjustifikasi tingkat keberhasilan kegiatan dapat diuraikan pada tabel berikut : Tabel 01. Indikator Keberhasilan Program No Jenis Data Sumber Indikator Data 1. Pengetahuan Pengerajin Pengeta tentang tenun huan perlindungan geringsing Pengerajin hukum indikasi khas tenun geografis Tenganan geringsing khas Tenganan 2.
Pengetahuan tentang Hak-hak pencipta dan konsumen perlindungan hukum dari tindak pencurian motif dan penipuan konsumen
Pengerajin tenun geringsing khas Tenganan
Pengetahua n Pengerajin tenun geringsing khas Tenganan
Kriteria Keberhasilan Terjadi perubahan yang positif terhadap pengetahuan tentang perlindungan hukum indiskasi geografis Terjadinya perubahan yang positif pengetahuan Pengerajin tenun geringsing khas Tenganan tentang pendaftaran indikasi geografis
Instrumen Tes obyektif
Draft usulan pengajuan pendaftaran indikasi geografis
21
BAB IV KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI
4.1. Kualifikasi Tim Pelaksana Kegiatan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) memiliki motivasi kuat dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat melalui berbagai pusat layanan yang dimilikinya, antara lain Pusat Layanan Pendidikan Sekolah dan Masyarakat, Pusat Layanan Penerapan IPTEK dan Dampak Lingkungan, Pusat Layanan KKN dan KKL, dan Pusat Layanan Kewirausahaan dan Konsultasi Bisnis. Jumlah kegiatan P2M dosen UNDIKSHA dalam kurun waktu 3 tahun terakhir meliputi 230 judul yang didanai oleh PT sendiri, 15 dari Kemendiknas/Kementrian terkait, dan 8 judul dibiayai institusi dalam negeri di luar Kemendiknas. Jumlah dosen yang terlibat PKM dalam kurun waktu 3 tahun terakhir 700 orang dari PT sendiri, 49 dari Kemendiknas, dan 24 dari institusi dalam negeri di luar Kemendiknas. Selama kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir, LPM telah berhasil melaksanakan berbagai kegiatan pengabdian dengan memberdayakan potensi stakeholder dan masyarakat sekitar. Berdasarkan data base LPM tahun 2011, terdapat 57 kegiatan pengabdian pada masyarakat yang telah berhasil dilaksanakan baik dengan pendanaan dari DIPA lembaga maupun dari DP2M Dikti dengan besaran dana Rp.5.000.000,- sampai dengan Rp. 100.000.000,-. Berdasarkan capaian yang diperoleh LPM Undiksha dapat dikategorikan sebagai bentuk kinerja yang sangat membanggakan dan akan semakin termotivasi untuk meningkatkan kinerja LPM kedepannya. Tim pelaksana program pengabdian pada masyarakat kelompok tenun geringsing khas TengananYeh Pasih merupakan staf dosen di Universitas Pendidikan Ganesha yang benarbenar sudah memahami secara teoritis dan maupun praktis tentang proses pasca panen produk penyamakan kulit ikan, manajemen produksi, dan pendampingan hukum terhadap perlindungan indikasi geografis suatu produk kekayaan intelektual. Hal ini dapat dilihat dari pendidikan formal dan bidang tugas yang diemban saat ini secara langsung menyentuh persoalan-persoalan yang akan diatasi dalam pendampingan kelompok pengerajin tenun geringsing khas Tenganan. Tim pengabdian pada masyarakat kelompok tenun geringsing khas Tenganan terdiri dari: 22
Ni Ketut Sari Adnyani, S.Pd.,M.Hum. (Ilmu Hukum) Langen Bronto Sutrisno, S.Sn., M.A (Seni Rupa) I Gusti Ayu Purnamawati, S.E.,M.Si.,Ak. (Akuntansi)
4.2. Pembagian Tugas Tim Pelaksana Kegiatan Dalam rangka kelancaran dan kesuksesan kegiatan pengabdian pada masyarakat kelompok Yeh Pasih, maka dilaksanakanlah pembagian tugas sebagai berikut: 1.
Ketua Tim Pelaksana secara umum akan bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan seluruh tahapan kegiatan mulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap pelaporan hasil pengabdian pada masyarakat. Bertanggung jawab pula dalam kaitannya dengan perlindungan indikasi geografis produk.
2. Dalam pelaksanaan diklat proses produksi, akan memberikan materi dan pendampingan dalam proses produksi desain produk oleh tim dari seni rupa. 3. Anggota tim pelaksana dari jurusan Akuntansi sebagai ahli manajemen akan bertanggung jawab memberikan materi dan pendampingan terhadap kelompok dalam pengelolaan manajemen produksi yang baik dan benar.
23
BAB V HASIL YANG DICAPAI Pelaksanaan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat “kelompok pengerajin tenun ikat geringsing khas Tenganan ” pada bulan April sampai pada bulan September 2016 yang telah dilaksanakan 70% program yaitu: pendidikan dan pelatihan produksi ikan, manajemen produksi, dan pengurusan perlindungan indikasi geografis
produk kerajinan tenun
geringsing. Hal yang masih berlangsung sampai saat ini adalah pendampingan kelompok dalam hal manajemen produksi dan pengurusan perlindungan indikasi geografis produk. Pada tahap awal pelaksanaan program dilaksanakan kegiatan berupa perancangan disain dan kegiatan diklat, persiapan tutor, persiapan alat dan bahan, dan sosialisasi dan koordinasi dengan peserta. Perancangan disain dan kegiatan diklat dilaksanakan bersama tim pengusul didasari oleh analisi situasi yang dibuat berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok. Perancangan ini dilaksanakan pada akhir bulan Mei dan awal Juni 2016 yang juga melibatkan peran serta aktif peserta program pengabdian kepada masyarakat untuk membuat skala prioritas program yang dilaksanakan. Perencanaan ini berjalan dengan sangat baik berkat peranan aktif tim pelaksana dan peserta yang menjadi mitra program. Persiapan tutor dan instruktur dilaksanakan pada awal kegiatan untuk mematangkan kembali program – program yang akan dilaksanakan kepada mitra, sehingga terjadi sinergi yang baik dalam kegiatan ini. Persiapan tutor dan instruktur ini meliputi: mencetak materi pelatihan untuk diklat penyamakan kulit ikan, manajemen produksi, dan pengurusan perlindungan indikasi geografis produk. Persiapan yang dilaksanakan berikutnya berupa persiapan alat dan bahan yang dilaksanakan dengan pembelian: peralatan pelatihan di bidang produksi, bahan pelatihan bahan pelatihan manajemen, dan bahan pelatihan perlindungan indikasi geografis produk. Dalam rangka penyamaan persepsi dan waktu pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di kelompok tenun geringsing khas Tenganan, maka dilaksanakan kegiatan sosialisasi dan koordinasi dengan peserta. Hal ini dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan waktu dalam pelaksanaan program, sangat disyukuri peserta kegiatan sangat antusias dalam menerima sosialisasi program sehingga tidak ada halangan yang berarti dalam pelaksanaan kegiatan ini.
24
5.1. Pendidikan dan Pelatihan Produksi Pada dasarnya pendidikan dan pelatihan produksi tenun geringsing khas Tengananyang diberikan kepada mitra dari Kelompok pengerajin bersifat sharing informasi dan teknologi karena apa yang sudah dilaksanakan beliau selama ini sudah sangat bagus tetapi terkadang masih menggunakan peralatan manual. Semangat dan kreatifitas dari Ibu Nyoman Rukmin membuahkan banyak ide-ide inovatif baru dalam pelatihan ini, sehingga diharapkan di masa mendatang usaha tenun geringsing khas Tenganan yang dikelola beliau semakin berkembang. Pendidikan dan pelatihan produksi tenun geringsing khas Tenganan yang dilaksanakan pada saat ini masih menitik beratkan pada produksi bahan setengah jadi, dalam artian kulit ikan diolah dengan teknik desain sampai siap dipakai sebagai bahan baku industri kreatif selanjutnya. Meskipun dalam perjalanan program dicoba dilakukan pengolahan bahan setegah jadi ini menjadi produk – produk kreatif seperti sepatu, dompet, ikat pinggang, dan produk kreatif lainnya. Pendidikan dan pelatihan tenun geringsing khas Tenganan ini dilaksanakan pada tanggal 14, 15, dan 16 Juni 2016, bertempat di sekretariat Kelompok Tenun geringsing khas Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan melalui metode praktek langsung pengolahan bahan baku sehingga siap menjadi bahan dasar produk kreatif selanjutnya. Dalam pelaksanaan diklat ini tidak ditemukan kendala yang berarti karena respon yang sangat bagus dari peserta pelatihan dalam mengikuti pelaksanaan kegiatan ini. 5.2. Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Produksi Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 21 dan 22 Juni 2013, dengan peserta mitr a ke-2 yang diberikan oleh I Gusti Ayu Purnamawati, SE.M.Si.Ak. Kegiatan berjalan dengan baik dan lancar karena respon yang bagu dari peserta terhadap materi yang diberikan. Hal positif yang lain adalah ada beberapa anggota dari kelompok pengerajin yang ikut dalam diklat ini, sehingga diharapkan dengan materi yang di dapatkan ini mampu memperbaiki sisi manajemen produksi khususnya administrasi bagi kelompok.
25
5.3. Pendidikan dan Pelatihan Perlindungan indikasi geografis Produk Pendidikan dan Pelatihan Perlindungan indikasi geografis Produk dilaksanakan pada tanggal 19 Juli 2018 bertempat di sekretariat kelompok pengerajin yang diikuti oleh anggota kelompok dengan pemateri IbuNi Ketut Sari Adnyani, S.Pd..,M.Hum. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran anggota kelompok tentang pentingnya melindungi karya – karya yang dihasilkan, sehingga terhindar dari klaim pihak lain akan karya yang dibuat. Pelaksanaan diklat berjalan dengan lancar dan baik terlihat dari besarnya perhatian dari anggota kelompok dalam menyimak serta memperhatikan materi-materi yang disampaikan. Sesuai hasil kesepakatan dengan anggota kelompok pendampingan selanjutnya yang akan dilaksanakan adalah pengurusan perlindungan indikasi geografis produk yang dalam hal ini akan dipatenkan berupa merk dagang kelompok pengerajin tenun geringsing khas Tenganan, supaya dapat berkekuatan hukum dan menjadi hak kekayaan intelektual bagi kelompok. Hal ini dilakukan untuk melindungi produk-produk kreatif yang akan dihasilkan oleh kelompok dikemudian hari.
Gambar: Transfer Iptek kepada Mitra
26
BAB VI HASIL TAHAPAN AKHIR PROGRAM Rencana tahapan berikutnya yang akan dilaksanakan dalam program pengabdian kepada masyarakat “transfer iptek bagi Kelompok Pengerajin Tenun Geringsing khas Tenganan” pada kelompok adalah kegiatan pendampingan dan evaluasi yang meliputi: 1. Pendampingan produksi tenun geringsing khas Tenganan sehingga didapatkan standar mutu baik kualitas maupun kuantitas yang standar dan bermutu 2. Pendampingan manajemen produksi sehingga terdapat tertib administrasi pembukuan dan keuangan kelompok yang diharapkan mampu menjadikan kelompok terus berkembang kearah yang lebih baik 3. Pendampingan pengurusan perlindungan indikasi geografis
berupa merk dagang
sampai mendapatkan pengakuan dan ketetapan hukum 4. Evaluasi program untuk melihat seberapa jauh program ini bermanfaat bagi kelompok tenun geringsing khas Tenganan. Dari empat hal tersebut dapat dilaksanakan dalam sisa waktu pelaksanaan program pengabdian pada masyarakat yang dilaksanakan pada kelompok tenun geringsing khas Tenganan.
BAB VII PENUTUP
6.1. Kesimpulan
27
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat pelatihan, pendampingan, pendaftaran perlindungan indikasi geografis terhadap kerajinan tenun tradisional geringsing khas Tenganan , adalah: 1. Tingkat partisipasi yang tinggi dari mitra program pengabdian kepada masyarakat memberikan dampak positif bagi pelaksanaan program, terlihat dari diklat produksi kerjinan tenun ikat geringsing, manajemen produksi, dan perlindungan indikasi geografis produk dapat berjalan dengan baik 2. Pelaksanaan program mampu menghasilakan luaran-luaran yang diharapkan oleh program pengabdian kepada masyarakat ini, kecuali pengurusan perlindungan indikasi geografis merk dagang “” masih harus melalui proses pendaftaran.
6.2. Saran Tingginya kreatifitas kelompok pengerajin dalam memproduksi produk-produk kreatif diharapkan mendapatkan perhatian khusus, sehingga menjadi keberlanjutan program dari kegiatan “pelatihan, pendampingan, pendaftaran perlindungan indikasi geografis terhadap kerajinan tenun tradisional geringsing khas Tenganan” yang saat ini hanya sampai pada produksi bahan setengah jadi produk olahan dari bahan dasar tenun geringsing.
28
DAFTAR PUSTAKA Koentjaraningrat. 2011. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan. Negara Repulik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Lembaran
Negara No: 42 tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3821. Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Lembaran Negara Nomor:.85 tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220. Pemerintahan Desa Tenganan.2010.Profil Pembangunan
Desa Tenganan
Kecamatan
Manggis Kabupaten Karangasem. Sabela Gayo. 2010. Perlindungan Indikasi Geografis Bagi Kopi Gayo. Diunggah pada tanggal 25 Januari 2010, pukul 03.00 Wita. Tim Klinik Konsultasi HKI-IKM.2013.Buku Panduan Klinik Konsultasi HKI-IKM Tahun 2013.Jakarta: Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian.
W. J. S Poerwadaminta. 2003.Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
29