ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB III
PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS PRA DAN PASCA TRIPS
1. Perlindungan Indikasi Geografis Pra TRIPs Indikasi geografis yang telah diakui secara internasional sebagai bagian dari HKI tidak terlepas dari perjalanan panjang yang telah diakui dan dilindungi di wilayah Uni Eropa. Pengakuan terhadap perlindungan indication of source dan appellation of origin telah memberikan pengaruh terhadap internasionalisasi perlindungan indikasi geografis sebagai bagian dari HKI dalam TRIPs.
a. Perlindungan Indication of Source atau Appellation of Origin dalam Paris Convention Paris Convention1 merupakan tonggak sejarah pertama terhadap pengakuan adanya perlindungan yang mengatur masalah Hak Milik Perindustrian. Istilah indikasi geografis (geographical indication) tidak dikenal dalam Paris Convention, namun demikian pengakuan adanya indication of source atau appellation of origin, sebagaimana pengaturan dalam Article 1 (2), Article 10, Article 10bis dan Article 10ter dalam Paris
1
Keberadaan Paris Convention merupakan Hal ini seiring dengan meningkatnya perdagangan internasional dan gerakan perdagangan bebas di wilayah belahan Eropa pada akhir abad ke 19, sehingga konferensi pertama yang membicarakan perlindungan bagi investor dilakukan di Wina pada tahun 1873, dan dilanjutkan di Paris pada tahun 1878, yang pada akhirnya disepakati adanya pembentukan the International Union for the Protection of Industrial Property (Uni Paris) tepatnya pada tanggal 20 Maret 1883, yang menghasilkan Paris Convention. Hingga saat ini jumlah Negara anggota yang telah meratifikasi Konvensi Paris sebanyak 173 Negara, sumber : http://www.wipo.int/treaties/en/, akses 12 Oktober 2011.
105
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
106
Convention telah memberikan pengaruh terhadap lahirnya rezim indikasi geografis. Paris Convention2 tidak menjelaskan pengertian dari indication of source ataupun appellation of origin. Ketentuan Article 1(2) Paris Convention hanya menyebutkan bahwa “The protection of industrial property has as its object patents, utility models, industrial designs, trademarks, service marks, trade names, indications of source or appellations of origin, and the repression of unfair competition”.(garis bawah dari penulis) Selain tidak memberikan definisi indication of source ataupun appellation of origin, Paris Convention juga tidak menjelaskan siapa yang dimaksud sebagai ‘owner’ dalam perlindungan kepemilikan indications of source ataupun appellation of origin. Paris Convention memberikan pengakuan terhadap keberadaan interested party sebagaimana disebutkan dalam Article 10 (2) Paris Convention, bahwa Any producer, manufacturer, or merchant, whether a natural person or a legal entity, engaged in the production or manufacture of or trade in such goods and established either in the locality falsely indicated as the source, or in the region where such locality is situated, or in the country falsely indicated, or in the country where the false indication of source is used, shall in any case be deemed an interested party. (garis bawah dari Penulis)
Hal ini menjelaskan kembali bahwa
sejak
semula
konsep
‘kepemilikan’ indications of source ataupun appellation of origin merupakan 2 Konvensi ini terbuka bagi semua Negara, termasuk Indonesia telah meratifikasi semenjak 18 Desember 1979, Indonesia meratifikasi Konvensi Paris melalui Keputusan Presiden No. 24 Th. 1979. National Treatment, yang memberikan jaminan perlakuan yang sama dalam kaitan dengan
perlindungan HKI, antara warga Negara sendiri dan warga Negara lain. Paris Convention telah mengalami beberapa kali perubahan yang dianggap penting, dimulai pada tahun 1900 di Brussels, dan pada tahun 1911 di Washington, di the Hague pada tahun 1925, di London pada tahun 1934, berlanjut di Lisbon pada tahun 1958, dan pada tahun 1967 di Stockholm, serta perubahan terakhir dilaksanakan di Jenewa pada tanggal 28 September 1979.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
107
langkah awal pengakuan adanya konsep ‘indikasi geografis’ secara internasional. Dalam perspektif ‘kepemilikan’ HKI istilah interested party memberikan petunjuk bahwa persoalan penggunaan yang keliru terhadap asal/sumber dari barang/produk merupakan persoalan yang berkaitan dengan tingkat kepedulian dari pihak-pihak yang berkepentingan sebagai ‘pihak yang berhak’. Istilah ‘pihak yang berhak’ masih menimbulkan multi tafsir, karena bisa merujuk kepada pihak yang berhak sebagai pemilik (owner) atau sebagai pihak yang berhak menggunakan saja (rights of use). Keberadaan interested party dapat ditafsirkan memiliki hak secara privat (privat rights) sebagaimana rezim HKI lainnya (industrial property), namun dapat pula ditafsirkan bahwa persoalan sumber/asal barang merupakan bagian dari common property yang memiliki sifat hak kolektif-komunal (collectivecommunal rights). Karena dalam perkembangan selanjutnya, telah lahir indikasi geografis sebagai salah satu bagian dari rezim HKI yang memiliki karakteristik berbeda dengan rezim HKI lainnya. Pada prinsipnya pemberian perlindungan indication of source atau appellation of origin dalam Paris Convention3 bertujuan untuk menghindari penyesatan informasi kepada publik ( baca : konsumen) berkaitan dengan asal barang dihasilkan, serta menghindari persaingan usaha
tidak sehat,
3
Sebelum mengalami beberapa kali revisi/perubahan, secara garis besar Paris Convention mengatur hal-hal sebagai berikut, bahwa: a. protection against importation of false indications with a fictitious trade name or fraudulent intention; b. recognition of competitors as interested parties for purposes of preventing importation of goods bearing false indications of source; c. protection against acts of unfair competition that are liable to create confusion with an establishment or goods of a competitor; d. an understanding that Paris members should not be registering deceptive trademarks; e. a requirement for Paris members to protect foreign collective marks. dalam Amy P.Cotton, “123 Years The Negotiating and Still No Dessert? The Case in Support of TRIPs GI Protections”, Chicago-Kent Law Review, Vol. 82:3, 2007, h. 1299.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
108
sebagaimana dalam ketentuan Article 10 (1) Paris Convention menjelaskan tentang false indications : Seizure, on Importation, etc.,of Goods Bearing False Indications as to their Source or the Identity of the Producer, bahwa: “The provisions of the preceding Article shall apply in cases of direct or indirect use of a false indication of the source of the goods or the identity of the producer, manufacturer, or merchant”. Ketentuan Article 10 Paris Convention ini lebih menekankan pada persoalan penyitaan terhadap barang-barang impor yang menunjukkan adanya indikasi yang keliru dari sumber asal atau wilayah barang dihasilkan ataupun berkait dengan identitas produsen, pengusaha, ataupun pedagang, sebagai pihak yang berkepentingan. Meskipun tidak secara tegas disebutkan perlindungan indikasi geografis, namun ketentuan tersebut sudah merujuk pada adanya ‘perlindungan’ terhadap penggunaan yang keliru berkait dengan ‘sumber/asal’ atau wilayah barang dihasilkan, dan hal ini merupakan salah satu unsur yang substansial adanya perlindungan indikasi geografis. Tindakan sebagaimana yang digambarkan dalam ketentuan Article 10 Paris Convention
tersebut dianggap sebagai salah satu tindakan
persaingan yang curang/tidak sehat, dan hal ini dapat dicermati dalam ketentuan Article 10bis Paris Convention yang menyebutkan beberapa hal tindakan unfair competition, bahwa : (1) The countries of the Union are bound to assure to nationals of such countries effective protection against unfair competition. (2) Any act of competition contrary to honest practices in industrial or commercial matters constitutes an act of unfair competition. (3) The following in particular shall be prohibited: 1. all acts of such a nature as to create confusion by any means whatever with the establishment, the goods, or the industrial or commercial activities, of a competitor;
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
109
2.
3.
false allegations in the course of trade of such a nature as to discredit the establishment, the goods, or the industrial or commercial activities, of a competitor; indications or allegations the use of which in the course of trade is liable to mislead the public as to the nature, the manufacturing process, the characteristics, the suitability for their purpose, or the quantity, of the goods.
Dalam kaitan dengan ketentuan Article10bis Paris Convention tersebut merupakan salah satu upaya awal untuk melindungi semua aspek dari rezim HKI secara internasional, Paris Convention telah memberikan pedoman bagi para anggotanya untuk
mengatur serta menyesuaikan
pengaturan yang efektif berkait dengan persoalan unfair competition. Semua anggota Uni Paris wajib memberikan pengaturan yang efektif berkait dengan kebijakan tentang tindakan persaingan curang dalam hukum nasional masing-masing. Konsep perlindungan terhadap tindakan persaingan curang, bukan hanya melindungi pelaku usaha, tetapi juga konsumen yang mengalami suatu kerugian. Ketentuan Article 10bis (2) Paris Convention mempertegas adanya definisi ‘persaingan curang sebagai suatu tindakan yang bertentangan dengan kejujuran dalam persaingan di bidang industri atau perdagangan. Tindakan-tindakan yang menjurus pada persaingan curang/tidak sehat, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Article 10bis (3) Paris Convention
merupakan
tindakan
yang
menimbulkan
kebingungan
(confusion), mendiskriditkan atau mencemarkan pihak pesaing, dan tindakan yang menyesatkan (mislead) publik berkait dengan sifat, proses produksi, karakteristik, keberlangsungan penggunaan, serta kuantitas dari barang. Hal ini sebenarnya merupakan bagian dari tujuan perlindungan dari indication of source atau appellation of origin dari Paris Convention. Paris Convention
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
110
ini merupakan common rules yang mengatur berbagai macam ketentuan yang harus diikuti oleh semua Negara anggota.
b. Perlindungan Indication of Source dalam Madrid Agreement Berbeda
dengan
Paris
Convention,
Madrid
Agreement4
telah
memberikan perlindungan yang lebih luas berkait dengan indication of source, sebagaimana dalam ketentuan Article 1(1) Madrid Agreement menyebutkan, bahwa “All goods bearing a false or deceptive indication by which one of the countries to which this agreement applies, or a place situated therein, is directly or indirectly indicated as being the country or place of origin shall be seized on importation into any of the said countries. Kesepakatan Madrid Agreement5 pada tanggal 14 April 1891, merupakan bagian dari kebutuhan pengaturan khusus berkait dengan tindakan penyitaan terhadap penggunaan indikasi sumber/asal yang keliru dan menyesatkan publik/konsumen. Seperti halnya Paris Convention, Madrid Agreement tidak memberikan definisi berkait dengan indications of source, sehingga Madrid Agreement merupakan kesepakatan multilateral hanya untuk melengkapi keberadaan Paris Convention yang mewajibkan semua Negara anggota6 untuk memberlakukan secara efektif ketentuan yang berkait dengan 4
Bersamaan dengan persiapan revisi atau perubahan Paris Convention, beberapa negara anggota yang ikut serta dalam pembahasan menginginkan adanya pengaturan yang spesifik berkait dengan indications of source (indikasi sumber) atau appellations of origin (penamaan asal). 5
Madrid Agreement ini telah mengalami beberapa perubahan, antara lain pada tanggal 2 Juni 1911 di Washington, pada tanggal 6 November 1925 diadakan perubahan di the Hague, selanjutnya di London pada tanggal 2 Juni 1934, dan terakhir perubahan diadakan di Lisbon pada 31 Oktober 1958. 6
Hingga saat ini jumlah Negara anggota peserta Madrid Agreement sebanyak 35 (tiga puluh lima) Negara, http://www.wipo.int/treaties/en/, akses tgl. 12 Oktober 2011.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
111
penyitaan barang impor apabila terindikasi adanya pemalsuan atau penipuan terhadap sumber/asal dari barang impor. Secara prinsip Madrid Agreement merupakan perjanjian multilateral yang mengatur secara khusus terhadap tindakan yang mengarah kepada penggunaan yang keliru/palsu (false) atau menipu (deceptive) berkait dengan sumber/asal dari barang. Penambahan terhadap istilah deceptive merupakan perluasan istilah false yang bersumber dari Paris Convention, yang dianggap masih memberikan makna kurang luas, karena hanya mengarah pada false trade name, sedangkan istilah false perlu dibarengi deceptive, yang lebih menjurus kepada unsur menyesatkan (mislead) publik (konsumen). Perlindungan
terhadap
penyalahgunaan
indication
of
source
dianggap sebagai sesuatu yang penting yang sebelumnya tidak diatur dalam Paris Convention.7 Inti pengaturan dalam Madrid Agreement , antara lain8: a. protection against the importation of false indications of source; b. protection against the use of deceptive indications of source; and c. protection, under national law, against regional appellations concerning the source of products of the vine becoming generic.
Dalam konsep ‘kepemilikan’ terhadap keberadaan indication of source, Madrid Agreement seperti halnya Paris Convention tidak
7
Sejumlah Negara telah menentukan perubahan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Article 10 Paris Convention. Sebagian besar proposal menjelaskan bahwa indikasi yang telah menjadi generik atau umum tidak memperoleh perlindungan sebagaimana yang diatur dalam Paris Convention. Negara Portugal menginginkan bahwa indikasi didasarkan pada kondisi khusus dari tanah (soil) dan iklim (climate), segala bentuk peniruan (imitation) harus dilarang, termasuk indikasi yang telah menjadi generik. Proposal dari Negara Perancis lebih mencermati persoalan ketentuan yang terbatas untuk produk tanaman anggur, dalam Christopher Health, “The Protection of Geographical Indications”, Makalah, Seminar HKI Indonesia, Indonesia Intellectual Property Society (IIPS)-Kedubes Perancis, Jakarta, 2001, h. 8-9. 8
Desertasi
Amy P.Cotton , Op.Cit., h. 1300.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
112
memberikan pengaturan yang jelas, hanya merujuk pada keberadaan interested party sebagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap perlindungan indication of source, sebagaimana Article 2 (1) Madrid Agreement menyebutkan, bahwa : Seizure shall take place at the instance of the customs authorities, who shall immediately inform the interested party, whether an individual person or a legal entity, in order that such party may, if he so desires, take appropriate steps in connection with the seizure effected as a conservatory measure. However, the public prosecutor or any other competent authority may demand seizure either at the request of the injured party or ex officio; the procedure shall then follow its normal course. (garis bawah dar Penulis)
Konsep interested party dalam pengaturan ini sama halnya dalam Paris Convention merujuk kepada perorangan ataupun badan hukum, yang memberikan justifikasi bahwa istilah ‘owner’ dapat dimaknai sebagai pihak yang berhak untuk menggunakan (rights of use) bukan sebagai pemilik, meskipun keterkaitan persoalan sumber/asal barang dalam pengaturan tersebut berupaya untuk memberikan perlindungan kepada publik/konsumen. Madrid Agreement merupakan perjanjian multilateral yang mulai memperkenalkan perlindungan tambahan terhadap produk wines, serta Negara anggota dilarang memberikan perkecualian terhadap produk wines, kecuali untuk produk lainnya, sebagaimana ketentuan Article 4 Madrid Agreement9 menyebutkan bahwa “The courts of each country shall decide what appellations, on account of their generic character, do not fall within the provisions of this Agreement, regional appellations concerning the source of products of the vine being, however, excluded from the reservation specified by this Article.” Keberadaan ketentuan ini telah memberikan 9
Ketentuan ini tidak disetujui oleh Negara Amerika Serikat, Jerman, dan Italia, kecuali Perancis.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
113
potensi perbedaan pendekatan di antara Negara anggota terhadap persoalan indication of source yang palsu, khususnya produk wines.
c. Perlindungan Appellations of origin dalam the Stresa Convention Perkembangan pengaturan indikasi geografis kembali muncul setelah ditandatanganinya an International Convention on the Use of Appellations of Origin and Denominations of Chesses (selanjutnya disingkat the Stresa Convention) pada 1 Juni 1951, di kota Stresa, Italia bagian Utara. The Stresa Convention diperuntukkan khusus untuk melindungi produk keju, dengan Appellations of origin dan the name of chesses. Article 1 the Stresa Covention menyebutkan bahwa “prohibits the use of any names which conflict with protection granted under the convention.” Peserta dari Konvensi ini adalah Negara-negara penghasil keju di wilayah Eropa10, dan Konvensi ini diperuntukkan khusus untuk memberikan perlindungan pada produk keju, berkait dengan keaslian, asal, jenis, dan kualitas khusus dari keju. Negara-negara penandatangan bersepakat untuk melarang penggunaan penandaan yang keliru atas keaslian dari suatu wilayah terhadap produk keju, berdasarkan pada Article 2 sampai dengan Article 9 the Stresa Convention, dan menjamin penerapan secara efektif pada 1 September 1953 untuk semua aturan dari konvensi tersebut.11 Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa para anggota Konvensi sepakat untuk melarang pengunaan Appellations of origin dan the name of
10
Negara peserta the Stresa Convention, antara lain : Austria, Belgia, Denmark, Perancis, Italia, Norwegia, Belanda, Swedia, dan Swiss. 11
Ibid., atau bisa dipelajari dalam Michael Blakeney, Intellectual Property Rights and Food Security, MPG Books Group, London, UK, 2009, h. 189.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
114
chesses, sebagaimana yang telah diatur dalam the Stresa Convention. Istilah chesses (keju) dalam Konvensi ini diartikan sebagaimana Article 2 (1), bahwa "fresh and matured products obtained by draining after the coagulation of milk, cream, skimmed or partially skimmed milk or a combination of these", or by "products obtained by the partial concentration of whey, or of buttermilk, but excluding the addition of any fatty matter to milk". Pengertian appelations of origin terdapat dalam Article 3 the Stresa Convention menyebutkan bahwa : the appellations of origin of those cheeses "manufactured or matured in traditional regions, by virtue of local, loyal and uninterrupted usages" which are listed in Annex A are exclusively reserved to those cheeses, "whether they are used alone or accompanied by a qualifying or even corrective term such as "type", "kind", "imitation" or other term".
The Stresa Convention menyebut appellation d’origine sebagai bentuk perlindungan terhadap produk keju yang dihasilkan dengan cita rasa tradisional, serta menggunakan metode lokal asli daerah. Perlindungan terhadap kelompok utama dibawah the Stresa Convention, diberikan pada 4 (empat) produk indikasi geografis, antara lain : Gorgonzola, Permigiano Romano, Pecarino Romano, dan Roquefort, yang hanya dapat diproduksi di tempat khusus dimana keju itu dihasilkan. Keempat produk ini ada di dalam Annex A dari the Stresa Convention.12 Perlindungan terhadap Kelompok kedua, yang ada dalam Annex B dari konvensi ini, boleh diberikan untuk nama produk keju yang dihasilkan oleh Negara penandatangan sepanjang nama tersebut memenuhi spesifikasi
12
Ibid., h. 35, atau dapat dipelajari dalam Marcha A. Echois, Geographical Indications for Food Products, Kluwer Law International BV, Netherland, 2008, h. 48.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
115
tertentu, terutama untuk ukuran, berat, bentuk, tipe, dan warna dari kulit dan ‘curd’, sebagaimana halnya sama dengan kandungan lemak dari keju. Produk-produk tersebut, antara lain : Asiago, Camembert, Cambozola, Danablu, Edam, Emmental, Esrom. Sebagaimana disebutkan dalam Annex B lists a number of designations for cheese, which are prohibited by article 4.2 for products which do not meet the requirements provided by contracting parties in relation to "shape, weight, size, type and colour of the rind and curd, as well as the fat content of the cheese". Konvensi ini kemudian digantikan oleh European Community Rules on the Protection of Geographical Indications13, dan beberapa jenis keju yang terdaftar dalam Annex B, seperti misalnya Danish Danablu dan Esrom, Italian Asiago, Flore Sado dan Fortina, Fontina dan Swedish Svecia, sudah terdaftar dalam perlindungan designations of origin dan indikasi geografis di Uni Eropa. Sebagai misal terhadap produk Danablu, tidak diperbolehkan diproduksi selain di Negara Denmark.14 The Stresa Convention hanya diikuti terbatas sejumlah Negara penandatangan, dan dapat dikatakan saat ini sudah tidak efektif.
13
Keharmonisan dari the Stresa Convention dengan European Community Rules nampak dalam pengaturan terhadap pergerakan bebas produk-produk dan sebagaimana Putusan Hakim Pengadilan Uni Eropa dalam kasus Deserbais dan Cambozola. Kasus Deserbais, pengadilan telah menguji article 234 (sekarang Article 307) dari the European Community Treaty (yang selanjutnya disingkat ECT), yang mengatur tentang Prinsip Umum Hukum Internasional, bahwa penerapan dari ECT tidak mewajibkan Negara anggota Uni Eropa untuk menghormati hak-hak dari Negara yang bukan anggota ECT dibawah perjanjian internasional sebelumnya. The Stresa Convention ditandatangani sebelum ECT diberlakukan di wilayah Denmark, Perancis, Italia, dan Belanda sebagai Negara anggota. Pengadilan menemukan fakta bahwa bagian dari kasus ini, hak-hak dari Negara yang bukan anggota ECT, tidak dapat diberlakukan perjanjian internasional sebelumnya dalam pembatasan pemasaran produk yang berasal dari Negara selain anggota. Sehingga pemasaran produkproduk tersebut tidak melanggar hukum, karena pergerakan bebas dari barang-barang (produk) telah dijamin oleh the treaty, dalam Ibid. 14
Desertasi
Ibid.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
116
d. Perlindungan appellation of origin dalam Lisbon Agreement Berbeda dengan Paris Convention, ataupun Madrid Agreement, Lisbon Agreement lebih memberikan pengaturan yang jelas terhadap perlindungan appellations of origin. Lisbon Agreement15 yang ditandatangani pada 31 Oktober 1958, dan terakhir telah diamandemen pada tahun 1979 merumuskan appellation of origin dalam Article 2 (1) bahwa appellation of origin means the geographical name of a country, region, or locality, which serves to designate a product originating therein, the quality and characteristics of which are due exclusively or essentially to the geographical environment, including natural and human factors. Pengertian dari the country of origin dirumuskan dalam Article 2 (2) Lisbon Agreement bahwa: “The country of origin is the country whose name, or the country in which is situated the region or locality whose name, constitutes the appellation of origin which has given the product its reputation.” Keberadaan reputasi sebagai kriteria utama, sangat dipengaruhi oleh perjalanan sejarah panjang yang sudah terbangun pada suatu produk, termasuk di dalamnya hasil survey konsumen, ataupun peran dari para pelaku (kelompok produsen, atau asosiasi lainnya) yang ada di wilayah asal suatu produk memiliki karakteristik khusus/unik. Sebagaimana ungkapan dari Daniel Gervais 16 , bahwa Reputation is the result of years of work in association with a product that has created a mental link between that product and its geographical origin, 15
Mengalami revisi pada 14 Juli 1967, di Stockholm, dan diamandemen pada 28 September 1979 (Mihaly Ficsor, Vice President, Hungarian Patent Office, Budapest, 31 Oktober 2008, “Challenges To The Lisbon System”, Artikel yang disampaikan dalam Forum on Geographical Indications and Appellations of Origin, Kerjasama WIPO-Institute Nacional da Propriedade Industrial dari Portugal. Hingga saat ini jumlah peserta Negara anggota sebanyak 27 (dua puluh tujuh) Negara, http://www.wipo.int/treaties/en/, akses tgl. 12 Oktober 2011. 16
Daniel Gervais, “The Lisbon Agreement’s Misunderstood Potential” , WIPO Journal, No. 1, 2009, h. 90-91.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
117
but reputation is also a cause that can be measured by its effects. For example, consumer surveys, price differentials attributable to the perceived advantage of the product because of its origin, etc.
Dari rumusan di atas, appellation of origin lebih mengacu pada hak kolektif yang eksistensinya dapat dikatakan ‘abadi’, sebagai contoh originalitas rasa kopi tidak bisa ditiru karena dipengaruhi faktor geografis yang terkait perbedaan ketinggian alam, iklim, curah hujan, temperatur, ataupun kadar kelembapan udara.17 Hal ini mengacu pada suatu tradisi daerah tertentu dan hasil evaluasi jangka panjang sekelompok orang atau produsen yang diikat dengan aturan formal tradisional, yang mencakup, antara lain (a) a region well defined; (b) standardization of physical and sensoric characteristic;(c) original related to special environmental; (d) a market defined. 18 Secara umum inti perumusan ketentuan yang diatur dalam Lisbon Agreement, antara lain 19: a. creation of a notification system and international register of appellations of origin of Lisbon members; b. a definition of appellations including reference to reputation; c. protection against use that constitutes a usurpation or imitation of the appellation or its translations; d. optional notification of claimed translations; e. one year for members to refuse to accept a notification under national law; f. an optional two year phase-out period for prior existing rights once a notification has been accepted; g. prevention against genericness.
Sama halnya dengan Paris Convention dan Madrid Agreement, pengaturan appellation of origin memberikan perlindungan
Desertasi
17
Rahmi Jened II, Op. Cit., h. 194.
18
Christopher Heath, Op. Cit., h. 12-17.
19
Amy P.Cotton, Op.Cit., h. 1302-1303
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
terhadap
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
118
persaingan yang curang/tidak sehat dan perlindungan kepada konsumen terhadap asal suatu barang/produk yang dihasilkan oleh suatu wilayah tertentu dari Negara yang tergabung dalam Lisbon Agreement. sebagaimana diperjelas dalam ketentuan Article 3 Lisbon Agreement, bahwa “Protection shall be ensured against any usurpation or imitation, even if the true origin of the product is indicated or if the appellation is used in translated form or accompanied by terms such as "kind," "type," "make," "imitation," or the like.” Ketentuan appellation of origin dalam Lisbon Agreement lebih mendekati rumusan dari perlindungan indikasi geografis, dibandingkan dengan pengaturan yang sudah ada sebelumnya, baik dalam Paris Convention ataupun Madrid Agreement. Ruang lingkup perlindungan appellations of origin dalam Lisbon Agreement lebih luas dibandingkan pengaturan indications of source dalam Paris Convention ataupun Madrid Agreement, Lisbon Agreement
dihasilkan dari the Lisbon Diplomatic
Conference pada tahun 1958 bertujuan untuk memberikan perlindungan appellations of origin yang secara internasional merupakan bagian administrasi dari
WIPO. Setiap Negara anggota Lisbon Agreement
diwajibkan untuk mengakui dan melindungi produk yang berlabel appellations of origin seperti di negara asalnya. Dalam konteks pengaturan kepemilikan appellations of origin, Lisbon Agreement juga menempatkan posisi interested party sebagai pihak yang berhak untuk menggunakan (right to use), meskipun pada dasarnya yang berhak melakukan pendaftaran adalah the competent Authority atau
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
119
public Prosecutor20 sebagaimana Article 5 (1) Lisbon Agreement menyebutkan bahwa : The registration of appellations of origin shall be effected with the International Bureau, at the request of the Authorities of the countries of the Special Union, in the name of any natural persons or legal entities, public or private, having, according to their national legislation, the right to use such appellations.(garis bawah dari Penulis)
Dalam konteks pengaturan ‘rights to use’21 bagi interested party melekat adanya hak untuk melakukan tindakan hukum, selain the competent Authority atau public Prosecutor sebagaimana diatur dalam Article 8 Lisbon Agreement bahwa : Legal action required for ensuring the protection of appellations of origin may be taken in each of the countries of the Special Union under the provisions of the national legislation: 1. at the instance of the competent Authority or at the request of the public Prosecutor; 2. by any interested party, whether a natural person or a legal entity, whether public or private.
Persoalan kepemilikan yang berlabel ‘rights of use’ dari appellation of origin menempatkan posisi bagi pemerintah dari Negara anggota berperan secara aktif untuk mendaftarkan atau memberikan perlindungan terhadap produk yang dihasilkan dari suatu wilayahnya. Sebagai salah contoh appellations of origin yang diajukan oleh Negara Costa Rica untuk produk foodstuff (Nice Classification No. 31), jenis produk yang dilindungi banana (pisang) dengan nama produk Banano de Costa Rica, Negara asal Costa Rica. Area produksi di The Entire Territory of the Republic of Costa Rica 20
Kewenangan ini tidak terlepas dari system yang berlaku dalam pendaftaran secara internasional dilakukan dalam koridor kepentingan secara kelembagaan dalam Pemerintah. 21
Di dalam Regulation Under The Lisbon Agreement for The Protection of Appellations of Origin and Their International Registration ( berlaku efektif 1 Januari 2012) Rule 1 (xi) menyebutkan bahwa “Holder of the right to use the appellation of origin” means any natural person or legal entity referred to in Article 5(1) of the Agreement”.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
120
(seluruh wilayah Costa Rica), dan Corporación Bananera Nacional Corbana22 S.A., Zapote, Frente a Casa Presidencial, San José (Costa Rica) sebagai holders (pemegang hak).23 Salah satu contoh lainnya untuk produk yang non foodstuff (cigarette/cigars) yang diajukan oleh the Republic of Cuba untuk produk cigarette dengan nomor Nice Classification 34, nama produk Habanos yang memperoleh perlindungan appellation of origin dan diproduksi di seluruh wilayah the Republic of Cuba, serta pihak holder dipegang oleh Empresa Cubana del Tabaco (Cubatabaco)24. Dari kedua perbandingan tersebut dapat dipahami bahwa persoalan kepemilikan, baik Corporación Bananera Nacional Corbana maupun Empresa Cubana del Tabaco (Cubatabaco) melibatkan peran Pemerintah sebagai upaya melindungi potensi produk suatu daerah atau wilayah. Konsep kepemilikan menunjukkan bahwa rezim appellations of origin bukanlah rezim yang berbasis pada kepemilikan personal/privat. Meskipun Lisbon Agreement sebagai sarana hukum yang memadai untuk memberikan perlindungan terhadap persaingan usaha curang/tidak sehat dan perlindungan kepada konsumen atas asal/kualitas suatu 22
Corporación Bananera Nacional / Corbana merupakan Bahasa Spanyol (bahasa Inggris National Banana Corporation Corbana) atau Perusahaan Pisang Nasional /Corbana Costa Rica. Produk pisang Costa Rica diklaim sebagai the worlds best bananas, dalam http://www.corbana.co.cr/ , akses 30 Juli 2012. Perusahaan ini merupakan a non-profit public organization dedicated to serving Costa Rica’s national banana producers through carrying out research in areas such as: fertility and nutrition, plant pathology, nematology, tissue culture, soil and drainage, soil microbiology and agronomy dalam http://teeal.org/about/news/banana-researchers-costa-rica-turn-teeal-scientificinformation , akses 30 Juli 2012. 23
The Internasional System of Appellations of origins, Banano de Costa Rica, http://www.wipo.int/cgi-lis/guest/ifetch5?, akses 30 Juli 2012. 24
Empresa Cubana del Tabaco (Cubatabaco) merupakan perusahaan tembakau/rokok hisap di Cuba, yang dikenal dengan nama Habanos SA. (perusahaan joint venture antara pemerintah Cuba dan perusahaan asing yang bergerak dibidang tembakau/rokok ,http://www.habanos.com/article.aspx?aid=13&lang=en, akses 30 Juli 2012.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
121
barang/produk, namun kenyataan menunjukkan bahwa Lisbon Agreement telah dianggap gagal dalam memperoleh dukungan secara maksimal dari banyak negara, karena banyak negara yang telah mengatur persoalan perlindungan appellations of origin dalam ketentuan sarana Hukum Pencegahan Persaingan Curang (unfair competition prevention law) ataupun Hukum Perlindungan Konsumen (consumer protection law).25 Untuk itu upaya internasionalisasi perlindungan terhadap asal barang/produk menjadi salah satu isu dalam perundingan WTO yang pada akhirnya menghasilkan TRIPs Agreement.
2. Perlindungan Indikasi Geografis Pasca TRIPs a. Perlindungan Indikasi Geografis dalam TRIPs Agreement TRIPs Agreement26 merupakan hasil perundingan WTO yang telah berhasil memberikan perlindungan terhadap upaya persaingan curang/tidak sehat dan perlindungan kepada konsumen akan kualitas/reputasi (asal) suatu barang/produk dengan merumuskan pengaturan perlindungan indikasi geografis dalam ketentuan TRIPs Article 22 sampai dengan Article 24. Ketentuan TRIPs merupakan cakupan dari konsep ‘indication of source’ yang dikenal dalam Paris Convention, dan Madrid Agreement , serta ‘appellation of origin’ yang diatur dalam Lisbon Agreement. Pengertian indikasi geografis
25
Michael Blakeney, Op.Cit., h. 190.
26
Ide perlindungan indikasi geografis sebagai bagian dari rezim HKI, sebenarnya pertama kali mengemuka setahun setelah Periode GATT Midterm Review on Negotiation Process di Montreal, Kanada pada tahun 1988. Dalam forum itu, Negara Uni Eropa memperkenalkan pengertian istilah “Indikasi Geografis termasuk Appelasi Asal” (Geographical Indication, Including Appelations of Origins). Perlindungan indikasi geografis kemudian dijadikan sebagai bagian dalam TRIPs , semata-mata sebagai refleksi dari hasil kompromi yang sensitif, dan merupakan salah satu bagian yang sangat sulit dinegosiasikan pada saat itu.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
122
yang dirumuskan dalam Article 22 (1) TRIPs memberikan perlindungan hukum terhadap suatu barang yang memiliki reputasi, karakteristik, dan kualitas tertentu disebabkan pengaruh faktor daerah/wilayah asal. Pengaturan indikasi geografis dalam TRIPs bertujuan untuk mencegah penggunaan indikasi geografis yang salah, dan berpotensi menyesatkan masyarakat, serta mencegah persaingan usaha yang tidak sehat (curang), sebagaimana Article 22 (2) butir (a) dan (b) menyebutkan bahwa In respect of geographical indications, Members shall provide the legal means for interested parties to prevent: (a) the use of any means in the designation or presentation of a good that indicates or suggests that the good in question originates in a geographical area other than the true place of origin in a manner which misleads the public as to the geographical origin of the good; (b) any use which constitutes an act of unfair competition within the meaning of Article 10 bis of the Paris Convention (1967) (garis bawah dari penulis)
Sama seperti pengaturan dalam Paris Convention, Madrid Agreement dan Lisbon Agreement, pengaturan perlindungan ‘kepemilikan’ berkait indikasi geografis dalam ketentuan TRIPs tidak secara jelas disebutkan, kecuali merujuk pada keberadaan interested party sebagai pihak yang berhak untuk melarang penyalahgunaan dari indikasi geografis. Istilah interested party dalam TRIPs tidak diberikan definisi secara jelas. Untuk itu, sebagai satu rangkaian dengan ketentuan yang ada sebelumnya, istilah interested party dalam TRIPs dapat ditafsirkan sesuai dengan ketentuan dalam Article 10 (2) Paris Convention ataupun Article 2 (1) Madrid Agreement yang merujuk kepada : (1) any producer, manufacturer, or merchant (Paris Convention); (2) an individual person, a legal entity (Madrid Agreemen).
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
123
Pihak-pihak yang dimaksud merupakan pihak yang berada di daerah/wilayah dimana barang/produk berpotensi dilindungi indikasi geografis, serta sebagai pihak yang terlibat dalam produksi /bergerak dalam bidang perdagangan barang/produk dimaksud. Pengertian interested party dalam Paris Convention maupun Madrid Agreement memiliki makna bahwa pihak-pihak dalam interested party merupakan
pihak
yang
berkepentingan
dalam
upaya
mencegah
penyalahgunaan indikasi geografis terhadap pihak yang tidak berhak. Meskipun tidak memberikan penjelasan berkait dengan ‘kepemilikan’ indikasi geografis, namun dapat dipahami bahwa rezim HKI masih mendasarkan pada sistem kepemilikan yang sifatnya privat rights. Pengakuan indikasi geografis sebagai bagian dari HKI menunjukkan bahwa kepentingan ekonomi Negara maju lebih mendoinasi dalam membuat keputusan ini, sebagaimana ungkapan Horacio Rangel Ortiz27, bahwa TRIPs adalah salah satu dokumen hukum dengan berbagai keanehan/keganjilan, antara lain adanya sejumlah karakteristik yang tidak tampak dalam rancangan instrumen internasional dalam bidang HKI. 28 Satu dari sekian banyak keganjilan tampak jelas terditeksi dalam kesepakatan ketentuan Section 3 dari TRIPs yang berkait dengan indikasi geografis, terdapat dalam Article 22 (1) TRIPs tentang definisi indikasi geografis. Dari ketentuan tersebut, konsep indikasi geografis telah dikonstruksikan sebagai bagian dari 27
President of the International Association for the Advancement of Teaching and research in Intellectual Property, Mexico D.F. 28
Horacio Rangel Ortiz, “GI in Recent Treaty Law in The Americas, Latin American Free Trade Agreements, Mercosur, The Andean Community and the Central American Protocol”, Papers, Symposium on The Protection of Geographical Indications in The Worldwide Context, Eger, Hungary, WIPO-Hungarian Patent Office, Geneva, 24-25 Oktober 1997, h. 187.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
124
indications of source di satu sisi, dan appellation of origin di sisi lainnya, padahal 2 (dua) konsep itu tidak diperkenalkan di dalam TRIPs, terutama konsep appelation of origin yang tidak pernah populer dalam instrumen hukum, baik secara domestik maupun internasional, hal ini telah membuat masalah bagi beberapa negara anggota.29 Alasan lainnya, menurut Horacio Rangel Ortiz, mengapa ungkapan appellation of origin tersebut tidak diperkenalkan dalam TRIPs, karena dianggap secara tidak langsung, bahwa referensi appellation of origin di dalam TRIPs
sudah jelas sesuai dengan unsur-unsur dalam definisi
appellation of origin di dalam Lisbon Agreement, sementara definisi dalam TRIPs dan Lisbon Agreement tidak sama. Teks yang ada dalam TRIPs terlihat lebih flexible, dibandingkan dengan yang ada dalam Lisbon Agreement yang lebih ketat.30 Perjalanan sejarah memberikan petunjuk bahwa sebelum TRIPs, selain pengaturan yang sudah ada dalam konvensi ataupun perjanjian internasional, pengakuan adanya perlindungan indikasi geografis telah diatur dalam Article IX (6) the General Agreement on Tariff and Trade Tahun 1947 (selanjutnya disebut GATT)31, bahwa : the contracting parties shall cooperate with each other with a view to preventing the use of trade names in such a manner as to misrepresent the true origin of a product, to the detriment of such distinctive regional or geographical names of products of the territory of a contracting party as are protected by its legislation. Each contracting party shall accord full and sympathetic consideration to such requests or representations as may 29
Ibid.
30
Ibid., h. 188.
31 Lembaga Internasional yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian antarbangsa sejak akhir Perang Dunia II, khususnya di bidang perdagangan. Sejak April 1994, GATT beralih menjadi WTO sebagai hasil dari kesepakatan Uruguay Round.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
125
be made by any other contracting party regarding the application of the undertaking set forth in the preceding sentence to names of products which have been communicated to it by the other contracting party. (garis bawah dari penulis)
Secara umum ketentuan GATT lebih diarahkan pada upaya untuk menghindari penggunaan merek dagang yang salah (keliru) terhadap asal produk dihasilkan, dan keberadaan unsur geografis dianggap sebagai bagian dari perlindungan rezim merek. Meskipun tidak memberikan pengaturan yang rinci berkait dengan definisi mark of origin32, namun ketentuan GATT dianggap sebagai salah satu upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap keaslian produk yang dihasilkan dari suatu Negara anggota, sebagaimana diatur dalam Article IX GATT 1947, bahwa : 1.
2.
3.
4.
5.
Each contracting party shall accord to the products of the territories of other contracting parties treatment with regard to marking requirements no less favourable than the treatment accorded to like products of any third country; The contracting parties recognize that, in adopting and enforcing laws and regulations relating to marks of origin, the difficulties and inconveniences which such measures may cause to the commerce and industry of exporting countries should be reduced to a minimum, due regard being had to the necessity of protecting consumers against fraudulent or misleading indications;(garis bawah dari penulis) Whenever it is administratively practicable to do so, contracting parties should permit required marks of origin to be affixed at the time of importation; The laws and regulations of contracting parties relating to the marking of imported products shall be such as to permit compliance without seriously damaging the products, or materially reducing their value, or unreasonably increasing their cost; As a general rule, no special duty or penalty should be imposed by any contracting party for failure to comply with marking requirements prior to importation unless corrective marking is unreasonably delayed or deceptive marks have been affixed or the required marking has been intentionally omitted.
32
http://www.iprsonline.org/unctadictsd/docs/RB_2.15_update.pdf, Pengaturan tentang mark of origin.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
126
Upaya pemberian perlindungan indikasi geografis menemui babak baru, setelah ide tersebut menjadi bahan perdebatan33
dalam agenda
pertemuan Uruguay Round, yang pada akhirnya menghasilkan kesepakatan TRIPs Agreement. Upaya cakupan perlindungan yang lebih luas terhadap indikasi geografis untuk seluruh produk-produk yang memiliki spesifikasi, reputasi dan keunikan yang dihasilkan oleh suatu wilayah, terutama perlindungan secara lebih khusus diberikan
terhadap produk wines dan
spirits, telah memicu perdebatan diantara Negara anggota WTO. Dalam tugasnya yang berkait dengan isu indikasi geografis, WIPO telah
membentuk the Standing Committee on Trademarks, Industrial
Designs, and Geographical Indications34 (selanjutnya disingkat dengan SCT35) semenjak
tahun 1998 untuk membuat kesepakatan, dengan
menghubungkan kelompok yang satu dan lainnya terhadap materi yang diperdebatankan. SCT berusaha untuk mengembangkan pendekatan yang harmonis untuk
dapat merumuskan/mendefinisikan karakteristik indikasi
33
Dalam konteks inilah yang kemudian berkembang menjadi suatu isu yang memicu adanya perdebatan, karena beberapa delegasi menginginkan perlindungan indikasi geografis sebagai upaya perlindungan yang lebih kuat terhadap penyalahgunaan nama wilayah berkait dengan produk dihasilkan, dibandingkan dengan penggunaan perlindungan HKI lainnya, seperti merek, sementara di sisi lainnya tidak menginginkan adanya perlindungan indikasi geografis secara khusus. Sekertaris Dewan TRIPs telah memberi isyarat tentang bagaimana anggota WTO, termasuk negara-negara sedang berkembang, menemukan kewajiban-kewajiban mereka di bawah TRIPs. Sebagian besar mayoritas dari negara-negara memperoleh informasi penyediaan pengaturan khusus yang mencakup indikasi geografis, meskipun hal ini tidak jelas apakah pengaturan ini secara langsung berasal dari TRIPs atau telah melakukan pertemuan persetujuan di tempat, seperti adanya komitmen secara bilateral. 34
Susan Farquhar, Op. Cit., h. 82. The WIPO committee responsible for the development of trade mark systems was re-constituued in 1998 as the Standing Committee onTrademarks, Industrial Designs and Geographical Indications (SCT) to deal with clusters of interlocking issues that were increasingly the subject of international debate. 35
SCT mempunyai otoritas untuk membuat formulasi rekomendasi untuk kemungkinan pemecahan dari isu utama yang dipertimbangkan oleh negara-negara anggota dari Majelis Umum WIPO, dalam bentuk yang tepat dan tahapan prosedur untuk pemecahan yang dapat disesuaikan, serta diterapkan, apakah melalui perjanjian formal, atau sarana lainnya.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
127
geografis,
dan bagaimana
cara
melindunginya,
serta
bagaimana
hubungannya dengan sistem rezim HKI lainnya, khususnya Merek. Definisi indikasi geografis yang diatur dalam ketentuan Article 22(1) TRIPs dianggap sudah jelas dan lebih mudah dilaksanakan serta telah disesuaikan oleh beberapa negara untuk perlindungan indikasi geografis secara nasional, khususnya definisi yang berhubungan erat dengan perlindungan yang sudah ada sebelumnya (appellation of origin), meskipun rumusan tersebut dianggap terlalu luas. Studi yang dihasilkan dalam SCT/9/4, menunjukkan bahwa terdapat jangkauan yang luas diantara sejumlah negara anggota WIPO dalam penerapan sistem hukum nasional mereka masing-masing dalam kaitan dengan pengaturan perlindungan indikasi geografis. Penekanan kriteria utama TRIPs terhadap definisi indikasi geografis, antara lain : (1) an indication used to identify the geographical origin of a good; (2) corresponding to a State territory or a region or a locality of that territory, and (3) involving a special link with the quality, reputation or other characteristics of the good essentially attributable to the geographical origin. Kriteria tersebut menarik perdebatan di SCT, antara pihak-pihak yang setuju dan yang tidak setuju, dan kriteria ketigalah yang memunculkan pandangan luas, dengan pertanyaan utama adalah apakah yang dimaksud ‘ a special
link’
36
Desertasi
(hubungan/mata
rantai
khusus).36
Isu
utama
yang
Ibid.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
128
dipertimbangkan oleh Dewan TRIPs dalam kerangka perlindungan indikasi geografis terhadap wines dan spirits, antara lain :37 (1) it has been arguing in the Council for TRIPs and the Trade Negotiations Committee in the WTO that Members should be required to extend the level of protection currently afforded to GIs for wines and sprits to all other products; (2) the EU is aiming to establish a formal multilateral system of registration for GIs that would, in light of its first agenda item, cover all products; (3) the EU is seeking as part of the agriculture negotiations in the WTO’s Doha Development Agenda to “claw-back” 41 European GIs that it claims are currently being “abused” worldwide.
Negosiasi secara multilateral terhadap isu pertama dan kedua telah diungkapkan dalam Konferensi Tingkat Menteri WTO ke empat (the Fourth World Trade Organization/WTO Ministerial Conference) di Doha, Qatar pada tahun 2001, sekaligus merupakan agenda yang penting dalam perundingan perkembangan perlindungan indikasi geografis. Dalam forum itu, para anggota sepakat untuk memulai negosiasi baru, dan mengangkat isu-isu baru, terutama memfokuskan pada implementasi perjanjian-perjanjian yang telah disepakati, yang dinilai masih bermasalah. Hasil terpenting dari forum tertinggi WTO itu adalah disepakatinya The Doha Development
37
Michael Hanler, “The EU’s geographical indications agenda and its potential impact on Australia”, Australia Intellectual Property Journal, Vol. 173, No. 15, 2004, h. 173-174, bandingkan dan pelajari juga Becki Graham, “TRIPS: Ten Years Later: Compromise or Conflict over Geographical Indications”, Paper, University of California , Santa Barbara, 2005, h. 9, bahwa Dewan TRIPs bertugas untuk menyelesaikan 3 (tiga) isu berkait dengan persoalan indikasi geografis, yaitu : (1) the Council has addressed the task given to it under Article 23 of the TRIPS Agreement, primarily the creation of a multilateral register for wines and spirits; (2) the Council faces the difficult task of resolving the dispute of whether TRIPS provides for discussions on extending the higher level of protection beyond wines and spirits; (3) Isu yang ketiga disampaikan oleh negara Uni Eropa tentang adanya daftar nama untuk 41 (empatpuluh satu) katagori produk agricultural, and foodstuffs, such as “Feta” and “Parmigiano Reggiano” for cheese and “Mortadella Bologna” and “Prosciutto di Parma” for meats, termasuk wine, dan spirit, yang diminta secara ekslusif serta mutlak untuk tidak disalahgunakan oleh negara-negara lain.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
129
Agenda38, yang mencakup 20 (duapuluh) topik hangat yang disepakati, dan 3 (tiga) diantaranya termasuk persoalan yang berkait dengan HKI, antara lain39: (1) Implementasi dan intepretasi Perjanjian TRIPs yang berkaitan dengan kesehatan publik; (2) Sistem registrasi dan ruang lingkup indikasi geografis; (3) Peninjauan ketentuan-ketentuan TRIPs, khususnya berkait dengan invensi tanaman dan hewan yang dapat dan tidak dapat dipatenkan, serta perlindungan varietas tanaman.40
The
Doha
Developmennt
Agenda
masih
belum
memenuhi
kesepakatan, hinga pembahasan Konferensi Tingkat Menteri ke lima di Cancun, Mexico pada 10 -14 September 2003,
yang berakhir dengan
kegagalan, sehingga sebutan dalam pertemuan di Cancun dikenal in Cancun collapsed41. Alasan kegagalan pertemuan di Cancun, disebabkan antara lain:42 (1) differences over the Singapore issues seemed irresolvable. The EU had retreated on some of its demands, but several developing countries refused any consideration of these issues at all; (2) it was questioned whether some countries had come to Cancun with a serious intention to negotiate. In the view of some observers, a few countries showed no flexibility in their positions and only repeated their demands rather than talk about trade-offs; 38
The Doha Development Agenda merupakan hasil kesepakatan baru yang lebih didominasi oleh Negara-negara berkembang, dengan kekuatan tawar untuk menghasilkan kesepakatan sesuai dengan isu yang berkembang dalam pertemuan di Doha. 39 Miranda I , Op.Cit., h. 7-8, pelajari juga dalam Ian F. Fergusson, “WTO Negotiation: The Doha Development Agenda”, Papers, Congressional Research Service, 18 Januari 2008, h. 2-3, dalam http://www.nationalaglawcenter.org/assets/crs/RL32060.pdf, akses 15 Nopember 2011. 40
Miranda I , Loc.Cit.., pelajari juga dalam Ian F. Fergusson, Ibid.
41
Xuan-Thao N. Nguyen, “Nationalizing Trademarks: A New International Trademark Jurisprudence?”, Wake Forest Law Review, Winter 2004, 758-759, atau bisa dirujuk dalam World Trade Organization, TRIPS: Issues, Geographical Indications, http://www.wto.org/english/tratop_e/trips_e/gi_e.htm, akses 23 Januari 2003, atau bisa dirujuk dalam Irene Calboli, “Expanding the Protection of GI of Origin Under TRIPs: “Old” Debate or “New” Opportunity”, Marquette Intellectual Property Law, vol 10, 2006, h.197. 42
Desertasi
Ian F. Fergusson, Op.Cit., h. 4.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
130
(3) the wide difference between developing and developed countries across virtually all topics was a major obstacle. The U.S.-EU agricultural proposal and that of the Group of 21, for example, show strikingly different approaches to special and differential treatment; (4) there was some criticism of procedure. Some claimed the agenda was too complicated. Also, Cancun Ministerial chairman, Mexico’s Foreign Minister Luis Ernesto Derbez, was faulted for ending the meeting when he did, instead of trying to move the talks into areas where some progress could have been made.
Adanya perbedaan kepentingan di antara negara anggota, di satu sisi diantaranya kelompok Uni Eropa, dan beberapa negara Asia, seperti Thailand dan Sri Lanka dalam the EU Proposal dengan kelompok Negara antara lain Australia, the United States, New Zealand, Canada, Latin America, Japan, dan beberapa negara Asia Tenggara dalam the Joint Proposal,
memaksa
Dewan TRIPs untuk menunda batas waktu
penyelesaian untuk dilakukan negosiasi kembali. Keengganan untuk melakukan negosiasi kembali, menyebabkan hingga saat ini ketentuan TRIPs tidak menemukan titik temu diantara negara anggota WTO, sehingga sarana hukum perlindungan indikasi geografis tidak tercapai kesepakatan tunggal. 43 Konteks
argumentasi
perdebatan
masalah
pendaftaran
dan
perlindungan indikasi geografis secara multilateral di antara negara anggota WTO, diantaranya Uni Eropa mempertimbangkan suatu pendaftaran yang memiliki pengaruh terhadap semua anggota WTO, tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki potensi atau tidak perlindungan indikasi geografis.44 Anggota WTO lainnya menginginkan penolakan adanya kekhususan pencatatan dan pendaftaran dari indikasi geografis, sehingga perundingan-
43
Susan Farquhar, Op.Cit., h. 85.
44
WTO Document No. IP/C/W/107/Rev.1, http://doconline.wto.org/DDFDocuments/t/ip/c/w107R1.doc, akses 20 Pebruari 2010.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
131
perundingan merupakan upaya pemecahan persoalan terhadap penolakan tersebut. Negara-negara ‘New World’ dalam joint proposalnya Serikat, Canada,
(Amerika
Chilli, dan Jepang) menolak adanya pengaturan
perlindungan indikasi geografis secara
tersendiri,
dengan argumentasi
bahwa kewajiban menerapkan pengaturan TRIPs Agreement tentang indikasi geografis dapat dilakukan melalui 4 (empat) macam sistem pengaturan, antara lain (1) sui generis registration systems, (2) ad hoc statutes, (3) certification, and collective mark systems, and (4) unfair competition systems, sebagaimana juga disebutkan dalam kesepakatan Paragraph 18 of the Doha Declaration, bahwa dalam penerapan Article 23(4)TRIPS45 dianggap bersifat sukarela.46 Proposal Hungaria juga menentang kekhususan dari indikasi geografis dengan dasar, dengan menyebutkan bahwa indikasi geografis tidak dibutuhkan untuk dilindungi oleh anggota WTO, dan kekhususan perlindungan indikasi geografis hanya merupakan mandate dari ketentuan yang ada dalam Article 23 (4) TRIPs, yang dapat dipilih secara bebas dalam perlindungan dibawah sarana hukum nasional masing-masing Negara anggota WTO.47 45
Article 23(4) state : “In order to facilitate the protection of geographical indication for wines, negotiations shall be undertaken in the Council for TRIPs concerning the establishment of a multilateral system of notification and registration of geographical indications for wines eligible for protection in those Members participating in the system” 46
WTO-Council for TRIPs Special Session, “Joint Proposal for a Multilateral System of Notification and Registration of GIs for Wines and Spirits”, Proposal-WTO Document, 13 April 2004, h. 1-2. 47
WTO-Council for TRIPs, Special Session, “Proposal for A Multilateral System for Notification and Registration of GI for Wines and Spirits Based on Article 23.4 of the TRIPs Agreement”, Document- TN/IP/W/5, Communication from Argentina, Australia, Canada, Chile, Columbia, Costa Rica, Dominican Republic, Equador, El Salvador, Guatemala, Honduras, Japan, Namibia, New Zealand, Philippines, Chinese Taipei, and the United State, 23 Oktober 2002, h. 2.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
132
Sedangkan Negara yang tergabung dalam Old World menginginkan perluasan perlindungan indikasi geografis terhadap produk selain wines dan spirits, dengan alasan bahwa :48 a. potensi terjadinya free-riding, apabila produk yang telah mendapatkan perlidungan indikasi geografis telah menjadi generik; b. harga jual produk menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang tidak berlabel indikasi geografis. Seperti yang diungkapkan oleh Susan Farquhar, bahwa argumentasi yang diajukan oleh Old World terhadap perlindungan yang tinggi pada semua produk, adalah sebagai sarana untuk pemasaran produk-produk mereka, dan juga sebagai reaksi dari apa yang mereka kenal dengan istilah ‘usurping (merebut)’ produk-produk mereka oleh negara lain.49 Hal senada diungkapkan oleh Lina Monten, bahwa : “the basic premise of the argument in favor of GI (geographical indication) protection is that producers who make products indentified by a GI deserve to have their Gis protected because they products their produce have unique features that are the result of their geographical origin, and because they were developed at the cost of considerable investment and following a long tradition”50
Lina Monten juga menyebutkan beberapa alasan pentingnya perlindungan indikasi geografis secara tersendiri adalah 51: a. they are important because they identity a product source; b. they indicate a product’s quality by informing consumers that “the goods come from an area where a given quality reputation or order characteristic… is… attribute to their geographic origin”; 48
Amy P. Cotton, Loc.Cit.
49
Susan Farquhar, Loc.Cit.
50
51
Desertasi
Lina Monten, Loc.Cit. Ibid. , h. 317.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
133
c. they represent business interests because they only endorse the goods originiting from that particular area; d. without protection consumers may be confused as to the origin or quality of a product.
Perdebatan
persoalan
perlindungan
indikasi
geografis
telah
berkembang dalam sistem hukum beberapa negara anggota, ketika pengakuan bahwa TRIPs mewajibkan penerapan ketentuan-ketentuan dari perjanjian TRIPs dengan berbagai sarana hukum.52 Negara Australia sebagai salah satu negara yang mendukung penggunaan sistem hukum yang sudah ada, termasuk Hukum merek, Hukum Kegiatan Perdagangan, dan Hukum Kebiasaan, dibandingkan dengan menyesuaikan dengan ketentuan yang baru, khususnya sistem indikasi geografis.53 Permasalahan yang berkembang tersebut berakhir dengan suatu catatan untuk selanjutnya diagendakan kembali bersama isu lainnya, dalam pertemuan SCT ke 10 (sepuluh), pada November 2003. Namun agenda pertemuan itu diputuskan untuk memberikan prioritas pada revisi dari the Trademark Law Treaty (selanjutnya disingkat TLT), dibandingkan dengan persoalan indikasi geografis.54 Berkembangnya permasalahan yang indikasi geografis dalam perdebatan diantara negara anggota memicu adanya beragam argumentasi dari masing-masing negara anggota, baik dari Negaranegara yang dikenal dengan ‘Old World’, maupun ‘New World’. Hal ini sebenarnya merupakan bentuk kegagalan dalam pencapaian kesepakan
52
Beberapa utusan negara untuk SCT berkeinginan untuk menyesuaikan sistem khusus dalam pemberian perlindungan indikasi geografis, disisi yang lain mengakomodasikan perlindungan tersebut dengan menggunakan sarana sistem yang ada seperti sertifikat merek.
Desertasi
53
Ibid.
54
Christopher May dan Susan K.Sell , Op.Cit., h.85-86.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
134
tunggal dalam penerapan ketentuan TRIPs, khususnya ketentuan yang berkaitan dengan sistem perlindungan rezim indikasi geografis. Upaya yang dilakukan oleh WTO dalam menyelaraskan pengaturan indikasi geografis diantara negara anggota masih terus dilakukan, dengan dilaksanakannya Konferensi Tingkat Menteri Negara anggota yang ke-enam pada 13-18 Desember 2005 di Hongkong, dan Negara anggota menyetujui adanya 2 (dua) agenda utama, yaitu pertama tentang perkembangan sistem multilateral berkait dengan pencatatan dan pendaftaran indikasi geografis untuk wines dan spirits yang dimandatkan oleh ketentuan Article 23 (4) TRIPs, dan Paragrap 18 dari the Doha Ministerial Declaration; kedua tentang perluasan perlindungan dari indikasi geografis yang ditetapkan dalam Article 23 TRIPs untuk produk selain wines dan spirits. Namun demikian, dalam konferensi ini pun, tidak menghasilkan kesepakatan diantara negara anggota, yang menunjukkan adanya perkembangan terhadap upaya pencatatan dan pendaftaran secara multilateral indikasi geografis untuk wines dan spirits, ataupun juga perlindungan indikasi geografis untuk produk selain wines dan spirits.55 Kontroversi berkait dengan
agenda sistem registrasi dan ruang
lingkup indikasi geografis yang memberikan perlindungan lebih kuat khusus hanya untuk wines dan spirit dianggap diskriminatif, serta tidak sesuai dengan salah satu prinsip dasar TRIPs56, karena akan membatasi adanya
55 G.E. Evans, and Michael Blakeney, “The Protection of Geographical Indications after Doha: Quo Vadis?”, Journal of Economic Law, Vol. 9, No. 3, Oxford University Press, 12 July 2006, h. 578. 56
Prinsip mendasar dari TRIPs dapat dipelajari dalam ketentuan Article 3 (1) TRIPs, bahwa “Each Member shall accord to the nationals of other Members treatment no less favourable than that it accords to its own nationals with regard to the protection of
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
135
kemungkinan potensi terhadap produk selain wines dan spirit untuk dapat dilindungi dengan indikasi geografis,57 disamping adanya perbedaan secara kultural diantara Negara anggota WTO. Dari persoalan itulah, negosiasi58 dilakukan berkait dengan : (1) persoalan kemungkinan membangun sistem pendaftaran atau registrasi multilateral yang seragam untuk minuman wines dan spirit; (2) perluasan objek tambahan bagi produk-produk selain wines dan spirit,59 sebagaimana yang diungkapkan oleh Matthijs Geuze60, bahwa susunan ketentuan indikasi geografis yang telah dipersiapkan untuk TRIPs terdiri dari 4 (empat) bagian utama, antara lain61: (1) a definition of geographical indication, which specific that the quality, reputation, or other characteristics of a good can each be a intellectual property.” Prinsip ini dikenal dengan “National Treatment” yang berarti bahwa setiap Negara harus memberikan perlakuan yang sama terhadap warga Negara lain tanpa diskriminasi. Selain prinsip national treatment, dalam TRIPs juga dikenal adanya prinsip Most Favoured Nation (MFN) sebagaimana ketentuan Article 4 TRIPs menyebutkan bahwa “With
regard to the protection of intellectual property, any advantage, favour, privilege or immunity granted by a Member to the nationals of any other country shall be accorded immediately and unconditionally to the nationals of all other Members.” Prinsip ‘Negara yang Diistimewakan’ ini memberikan keistimewaan atau kekebalan yang diberikan suatu Negara kepada warga Negara suatu Negara lain, harus pula diberikan segera dan tanpa syarat kepada warga Negara seluruh Negara anggota lainnya. 57
Ibid., h. 7.
58 Negosiasi terhadap perlindungan indikasi geografis dalam kerangka TRIPs merupakan hal yang sangat rumit, karena banyak perdebatan diantara negara anggota. Hal ini dipicu oleh divisi-divisi para pendukung TRIPs, antara Negara Uni Eropa dan Amerika Serikat, yang kemudian melahirkan diskusi dalam TRIPs Council (Dewan TRIPS). Divisi TRIPs ini terdiri dari negara-negara maju dan negara-negara berkembang, yang dimandatkan untuk bekerja lebih lanjut berkait dengan adanya bagian yang penting dan tidak dapat terjangkau oleh TRIPs. 59
“WTO Members Divided over GI”, ICSTD Bridges Weekly Trade New Digest, Vol. 5 No. 25, Juli 3, 2002. 60
Counsellor, Intellectual Property and Investment Devision WTO.
61 Sistem WTO, termasuk didalamnya TRIPs sebagai satu kesatuan, sebenarnya dirancang untuk meningkatkan kondisi persaingan yang sehat, bertujuan mengatur kepentingan-kepentingan dari negara anggota dalam lingkungan persaingan pasar mereka dan liberalisasi perdagangan barang. Sistem dalam WTO dibangun berdasarkan pada prinsip perlindungan dari kondisi persaingan yang mengalir dari perjanjian multilateral tentang perdagangan. Seperti diungkapkan oleh Mattijs Geuze, bahwa sebagai salah satu contoh kerangka kerja WTO yang relevan dalam konteks tersebut adalah indikasi geografis dalam the WTO Agreement on Agriculture, dalam Ibid., h. 42.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
136
suffient basis for eligibility as a geographical indications, where they are essentially attributable to the geographical origin of the good; (2) the general standarts of protection that must be available for all geographical indications, these concern the protection against use the misleads the public and against use which constitutes an act of unfair competition within the meaning of article 10bis of the Paris Convention. They also provide for action against the registration of a trademark which uses a geographical indication in such a way as to mislead the public; (3) the additional protection that must be accorded to geographical indication for wines and spirits; (4) the provisions concerning, on the one hand, future negotiations aimed at increasing the protection of geographical indications and, the other, permissible exceptions to protection required under the Agreement.
Perlindungan diperuntukkan bagi
tambahan
secara
khusus
indikasi
geografis
wines dan spirits62 dengan melarang pemakaian
indikasi geografis terkait barang-barang selain produk yang dihasilkan oleh pemegang hak, sekalipun pemakaian itu dilakukan secara jujur sambil menyebutkan tempat asal dari produk tersebut, dengan menyisipkan kata seperti ‘jenis, ‘tipe’, ‘bentuk’, atau ‘gaya’, tiruan dari, dan lain-lain, sebagaimana disebutkan dalam Article 23 (1), bahwa : Each Member shall provide the legal means for interested parties to prevent use of a geographical indication identifying wines for wines not originating in the place indicated by the geographical indication in question or identifying spirits for spirits not originating in the place indicated by the geographical indication in question, even where the true origin of the goods is indicated or the geographical indication is used in translation or accompanied by expressions such as "kind", "type", "style", "imitation" or the like.
62 Ide Negara-negara Uni Eropa menyarankan perlindungan yang lebih kuat bagi wines dan spirits sebagai produk andalan mereka, serta mempromosikan perlindungan terhadap barang dan jasa lainnya, ditolak oleh Amerika Serikat, dengan alasan bahwa cara perlindungan terbaik indikasi geografis adalah mengintegrasikan sebagai bagian dari merek. Kontroversi ini cukup keras terjadi, sampai akhirnya naskah TRIPs diputus di Marakesh pada tanggal 15 April 1994. Dengan pengesahan WTO yang didalamnya terdapat Annex IC TRIPs Agreement, membuat persetujuan multilateral ini mengikat mayoritas Negara-negara di dunia yang tergabung dalam WTO.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
137
Perlindungan tambahan ini, selain melindungi masyarakat atau konsumen penikmat wines dan spirits , juga memberikan perlindungan kepada produsen dari pesaing yang mendompleng reputasi dari yang berhak untuk keuntungan sendiri. Hal senada diungkapkan oleh Keith E. Mascus, bahwa 63 related rights include geographical indications, which certify that a consumer product (wines, spirits, and foodstuffs) was made in a particular place…. Though there is variation in how this mechanisms operate and how they affect economic incentives, they all have the same basic purposes : to lower consumers’ search costs, protect consumers from fraud regarding the origin of a product, and safeguard commercial reputations for quality.
Pengaturan perlindungan indikasi geografis dalam TRIPs pada dasarnya mencakup beberapa hal, antara lain 64: a. a definition of geographical indication; b. requiring WTO members to provide the legal means to prevent the use of misleading geographical indications or acts that constitute unfair competition; c. requiring WTO members to refuse or invalidate the registration of trademarks (either ex officio or at the request of an interested party) containing or consisting of geographical indications that are liable to mislead the public; d. requiring WTO members to provide the legal means to prevent the use (or registration as a trademark) of a homonymous geographical indication when used to falsely represent a different country of origin; e. requiring WTO members to provide the legal means to prevent the use of a geographical indication for wines/spirits not originating in the place identified even when used in translation; f. requiring WTO members to refuse or invalidate registrations of trademarks (either ex officio or at the request of an interested party) containing or consisting of geographical indications for wines/spirits where the goods do not come from the place identified.
Dari pengaturan ketentuan TRIPs tersebut, maka TRIPs memberikan tingkatan perlindungan yang berbeda antara produk wines dan spirits dengan produk selain wines dan spirits, meskipun pada dasarnya adanya perlindungan terhadap barang/produk yang berbasis indikasi geografis
Desertasi
63
Keith E. Mascus, Op.Cit., h. 47.
64
Amy P. Cotton, Op.Cit., h. 1309.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
138
berupaya
untuk mencegah penggunaan nama wilayah oleh pihak
berkepentingan
yang
berada
di
luar
wilayah
produk
dihasilkan.
Penyalagunaan nama suatu daerah/wilayah bagi pihak yang tidak berhak menekankan pada upaya untuk menghindari penyesatan kepada konsumen serta tindakan yang mengarah kepada persaingan curang, sebagaimana yang dimaksud dalam Article 10bis Paris Convention. Meskipun masih
terdapat perbedaan dalam penerapan perjanjian
TRIPs, namun TRIPs telah diakui secara luas dan telah mengatur standar baru untuk perlindungan secara internasional indikasi geografis, sehingga secara tidak langsung telah berhasil dalam mengakui indikasi geografis sebagai bagian dari HKI, disamping Paten, Hak Cipta, Merek, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Saat ini pengaturan indikasi geografis telah menjadi bagian perlindungan HKI dari masing-masing negara anggota dengan beragam sarana hukum yang dianggap memadai telah dianggap sudah memberikan perlindungan hukum yang optimal untuk indikasi geografis, meski akan memberikan pengaruh secara hukum terhadap adanya uapaya adanya pendaftaran indikasi geografis secara multilateral ke depan. Meski telah diakui sebagai bagian dari HKI, bukti administratif menunjukkan bahwa pengaturan baru indikasi geografis bagi negara-negara tertentu masih belum memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini dikarenakan dalam ketentuan TRIPs tidak mewajibkan sistem pendaftaran perlindungan indikasi geografis yang sepatutnya dalam bentuk apapun secara formal, sehingga tidak ada penegakan hukum secara paksa, sebagaimana ketentuan Article 1 (1) TRIPs menyebutkan bahwa, ‘… Members shall be
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
139
free to determine the appropriate method of implementing the provisions of this Agreement within their own legal system and practice’. Bagi negara Uni Eropa dan beberapa negara anggota lainnya, upaya untuk mendapatkan perlindungan indikasi geografis sebagai bagian dari rezim HKI, sudah merupakan keberhasilan perundingan meski melalui perdebatan, terutama yang berkait bukan hanya perlindungan yang sangat kuat/istimewa untuk produk wines dan spirits, namun Uni Eropa juga mengupayakan perlindungan indikasi geografis untuk produk lainnya selain wines dan spirits,
sebagaimana
ketentuan Article
22 TRIPs,
yang mengatur
perlindungan indikasi geografis untuk semua barang.65 Keberagaman dalam sarana perlindungan hukum antara Negara Old World dan New World untuk rezim indikasi geografis, menunjukkan bahwa pengaruh adanya kepentingan politik, dan ekonomi lebih memberikan pengaruh terhadap perlindungan indikasi geografis sebagai bagian dari HKI, khususnya Negara Uni Eropa yang mengatur secara khusus indikasi geografis.
b. Perlindungan Indikasi Geografis Negara ‘Old World’ Tidak seperti Paten, Merek ataupun rezim HKI
lainnya, yang
memiliki konsep perlindungan yang sama di semua Negara anggota WTO, rezim indikasi geografis tidak ada keseragaman pendekatan dalam pemberian perlindungan hukumnya. Istilah indikasi geografis, mencuat dan mulai diperkenalkan seiring dengan beragam permasalahan yang muncul selama
65
Desertasi
Jose Manuel Cortes Martin, Op.Cit., h. 120.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
140
perundingan WTO. Perlindungan indikasi geografis merupakan konsep yang telah disesuaikan, semata-mata merupakan kepentingan dan upaya Negara Uni Eropa untuk melindungi produk-produk hasil pertanian, sebagaimana terurai dalam penjelasan sebelumnya. Bagi Negara Uni Eropa,
perlindungan indikasi geografis secara
tersendiri untuk produk wines, spirits, dan produk lainnya merupakan hal yang penting, karena indikasi geografis dan merek memiliki perbedaan yang mendasar sebagai HKI. Indikasi geografis memberikan perlindungan terhadap penyalagunaan pengalihan bentuk, atau dalam hubungan mengubah, seperti penggunaan kata ‘like’, ‘kind’, ‘style’, ‘type’, atau ‘imitation’, atau secara bersama-sama berkait dengan kebenaran asal dari produsen. Sedangkan merek hanya sebatas memberikan perlindungan berkait dengan kualitas produk dari satu produsen dengan produsen lainnya.66 Proposal Negara Uni Eropa (Negara Old World) memberikan perhatian lebih terhadap produk ’wines’ dan ‘spirits’, termasuk juga produkproduk lainnya, telah memicu konflik diantara anggota negara-negara yang tergabung dalam WTO. Dalam perlindungan ini, sejumlah Negara, misalnya India, Pakistan, Srilangka telah memberikan
dukungan terhadap
perlindungan tambahan yang khusus terhadap wines dan spirits.67
66
Eleanor Meltzer, “Geographical Indications : Point of View of Governments”, Makalah dalam World Symposium on Geographical Indications, WIPO-USPTO, San Fransisco, 9-11 Juli 2003, h.6-7. 67
Desertasi
John Barton, Daniel Alexander, et.all , Op.Cit., h. 89.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
141
Bagi Negara Uni Eropa, menurut L. Bently memiliki 2 (dua) rezim hukum
dalam pemberian perlindungan yang berkait dengan indikasi
geografis, antara lain 68 : 1.
Skema dari Negara Uni Eropa yang mengatur adanya geographical designation/ penandaan geografis, nama ini digunakan untuk menggambarkan adanya produk-produk makanan, dan hasil pertanian yang asli berasal dari suatu bagian wilayah geografis tertentu , seperti dalam produk-produk yang terkenal, antara lain : Kalimata Olives, Feta Cheese, dan Parma Ham; 2. Skema dari Negara Uni Eropa yang melindungi nama-nama dan resepresep makanan tradisional.
Namun demikian terhadap upaya perlindungan nama geografis, dan traditional designation, seperti penemuan yang dilakukan oleh Eizabeth David, atau Jamie Oliver, yang dikutip Bently, bahwa sangat bergantung pada pertautan sejarah (yang sangat tua), dan berkait pula dengan budaya masyarakat setempat, khususnya kasus yang terjadi di beberapa Negara, misalnya Spanyol, Perancis, Portugal, dan Jerman,69 meski sebenarnya rezim hukum secara khusus telah lama digunakan melalui pengaturan geographical designation, seperti pengaturan khusus yang sudah ada semenjak abad ke 14 di Perancis untuk melindungi Roquefort Cheese. Waktu sudah berlalu, dan Uni Eropa telah mengawali adanya rancangan tindakan untuk mengontrol jalannya penandaan dan pelabelan produk-produk pertanian, hal ini mempengaruhi adanya upaya perubahan standar perlindungan hukum bagi produk-produk yang memiliki karakteristik unik dari suatu wilayah. Perlindungan indikasi geografis dianggap memiliki kepentingan yang besar dalam bidang ekonomi, baik pada level Pemerintah (negara) maupun level
Desertasi
68
Lionel Bently dan Brad Sherman, Op.Cit., h. 962.
69
Ibid.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
142
produsen, berkait dengan produk-produk tertentu yang berasal dari sebagian wilayah yang memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh tanah, iklim, atau bagian dari keahlian yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah yang konsumennya mengharapkan produk-produk tersebut. Meskipun terdapat perbedaan dari sudut pandangan pendekatan, namun secara mendasar Negara kelompok Old World menganggap bahwa pemberian perlindungan indikasi geografis sebagai rezim tersediri memiliki keuntungan, antara lain 70: a. helping producers obtain a premium price for their products; b. providing guarantees to consumers as to the qualities of products; c. developing the rural economy; d. protecting local knowledge and strengthening local traditions. Sejarah perkembangan sistem perlindungan indikasi geografis telah mencapai puncaknya melalui pengaturan dalam
EC Regulation No.
2081/1992 yang telah digantikan oleh Council Regulation (EC) No 510/2006 of 20 March 2006 on the protection of geographical indications and designations of origin for agricultural products and foodstuffs (selanjutnya disingkat (EC Regulation No.510/2006) dengan mengatur beberapa sarana perlindungan, antara lain: (1) Perlindungan melalui designation of origin atau PDO, (2) Istilah baru juga diperkenalkan oleh Uni Eropa adalah perlindungan geographical indication atau PGI.
Bagi Negara-negara Uni Eropa, pengaturan indikasi geografis dalam EU Regulation 2082/92 dianggap telah memadai untuk melindungi barang yang berpotensi indikasi geografis, namun bagi negara maju lainnya, seperti
70
“Geographical Indications : From Darjeeling to Doha”, Artikel - WIPO Magazine, Juli, 2007, h. 3.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
143
Amerika Serikat
pemberlakuan EU Regulation 2082/92 dianggap
diskriminasi, tidak memberikan cukup perlindungan bagi barang dari luar wilayah Negara Uni Eropa yang telah dilindungi melalui rezim merek, dan tidak sejalan dengan ketentuan TRIPs, sehingga pada tahun 1999 mengajukan keberatan kepada WTO. WTO merilis laporan panel pada tahun 2005, dengan kesimpulan dan rekomendasi, bahwa Uni Eropa diwajibkan untuk merevisi ketentuan EU Regulation 2081/92 yang mengatur perlindungan indikasi geografis secara internasional.71 Uni Eropa telah berusaha mentaati putusan WTO Dispute Settlement Body, sehingga pada 20 Maret 2006, Dewan Eropa (EC) telah menggantikan EU Regulation 2081/92 dengan EU Regulation 510/2006. Bentuk perubahan pengaturan dari EU Regulation 510/2006, antara lain berkenaan dengan :72 (1) (2) (3)
amended registration procedure for PDOs and PGIs from producers in third countries; amended objection procedures for groups and individuals in third countries; amended inspection requirements in respect of third country registrations.
Upaya pemberian perlindungan
produk yang berbasis indikasi
geografis di wilayah Negara Uni Eropa dapat dilakukan melalui 3 (tiga) sarana perlindungan hukum
73
, antara lain: (1) Council Regulation (EC)
479/2008 tanggal 29 April 2008) yang menggantikan Regulation No. 1493/1999 untuk pengaturan wines; (2) Council Regulation (EC) 110/2008
71
G.E. Evans dan Michael Blakeney, Op.Cit., h. 578.
72
Ibid., h. 602.
73
Matteo Ferrari, “The Regulation of GIs in wine Sector”, Paper, University of Trento, June 2009, http://SSRN.com/abstract=1475378, akses 22 Oktober 2010.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
144
tanggal 15 Januari 2008) untuk spirits, sedangkan produk hasil pertanian,dan foodstuffs menggunakan sarana perlindungan Council Regulation (EC) 510/06 of 20 Maret 2006, dan
perlindungan untuk produk yang non
agricultural dapat menggunakan sarana perlindungan rezim hukum merek, sebagaimana diatur dalam EC Regulation 207/2009 on the Community trademark. Pengaturan dalam EC Regulation No.510/2006 mengkombinasikan sistem yang ada sebelumnya (sistem AOCs) melalui PDO/PGIs (melindungi penandaan asal/melindungi indikasi geografis), sebagaimana dalam Article 2 EC Regulation No.510/2006 menyebutkan pengertian dari Designation of origin dan geographical indication, bahwa : For the purpose of this Regulation: (a) ‘designation of origin’ means the name of a region, a specific place or, in exceptional cases, a country, used to describe an agricultural product or a foodstuff: - originating in that region, specific place or country; - the quality or characteristics of which are essentially or exclusively due to a particular geographical environment with its inherent natural and human factors, and; - the production, processing and preparation of which take place in the defined geographical area; Sedangkan indikasi geografis diartikan dengan : (b) ‘geographical indication’ means the name of a region, a specific place or, in exceptional cases, a country, used to describe an agricultural product or a foodstuff: originating in that region, specific place or country, and which possesses a specific quality, reputation or other characteristics attributable to that geographical origin, and the production and/or processing and/or preparation of which take place in the defined geographical area.
Dalam konteks ini, PDO didefinisikan sebagai nama dari suatu wilayah, suatu tempat khusus, atau dalam kasus-kasus tertentu, nama negara digunakan untuk menggambarkan suatu produk hasil pertanian dan bahanbahan makanan. Untuk kualitas sebagai PDO, nama produk harus asli
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
145
menggambarkan tempat suatu wilayah, tempat khusus, atau negara. Hal ini sangat dibutuhkan untuk menunjukkan kualitas, atau karakteristik dari produk sebagai sesuatu yang utama atau eksklusif, yang merupakan bagian lingkungan geografis, dan berhubungan dengan faktor alam dan faktor manusia, serta produksi, proses, dan persiapannya berada di wilayah yang disebutkan sebagai area geografis. Sedangkan PGI digunakan untuk menggambarkan suatu tanda asal yang didaftarkan sebagai nama dari suatu wilayah, suatu tempat khusus, atau untuk
kasus-kasus
khusus,
suatu
negara
dapat
digunakan
untuk
menggambarkan suatu produk hasil pertanian atau bahan-bahan makanan. Terhadap perlindungan kualitas, indikasi geografis harus asli dari wilayah, tempat khusus ataupun negara, dan produk-produk-produk tersebut harus memiliki kualitas yang spesifik, reputasi, atau karakteristik lainnya yang menandakan asal geografis. Selain itu, harus menunjukkan bahwa produksi, proses, dan/atau persiapannya harus berada di wilayah yang disebutkan sebagai area geografis. Perbedaan antara PDO dan PGI ditekankan pada adanya unsur kualitas tertentu dan reputasi yang melekat pada produk pertanian atau bahan makanan berasal bagi perlindungan melalui indikasi geografis (PGI), seperti halnya persyaratan yang dikenal dalam ketentuan TRIPs. Sedangkan PDO lebih menitikberatkan pada adanya kualitas atau karakteristik khusus yang secara eksklusif pada produk pertanian atau bahan makanan yang dipengaruhi oleh faktor geografis ( unsur alam dan manusia). Selain PDO dan PGI, perlindungan juga diberikan untuk produk agricultural dan foodstuffs yang memiliki karakteristik khusus, atau yang dikenal dengan istilah Traditional specialities guaranteed sebagaimana telah
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
146
diatur dalam EU Regulation No 509/2006 of 20 March 2006 on agricultural products and foodstuffs as traditional specialities guaranteed (‘Traditional specialities guaranteed’)/ TSGs yang menggantikan peraturan sebelumnya EU Regulation on Certificates of Specific Character for Agricultural Products and Foodstuffs (yang selanjutnya dikenal dengan Traditional Foods Regulation) / EU Regulation 2082/92, 14 Juli 1992. Produk yang dilindungi dalam EC No 509/2006, sebagaimana disebutkan dalam listed in Annex I to Regulation (EC) No 509/2006, a variety of foodstuffs : – Beer, – Chocolate and other food preparations containing cocoa, – Confectionery, bread, pastry, cakes, biscuits and other baker's wares, – Pasta, whether or not cooked or stuffed, – Pre-cooked meals, – Prepared condiment sauces, – Soups or broths, – Beverages made from plant extracts, – Ice-creams and sorbets.
Penyebutan istilah karakteristik spesifik didefinisikan “as a characteristic or set of characteristics that distinguishes an agricultural product or a foodstuff clearly from other similar products or foodstuffs of the same category”. Sedangkan istilah tradisional merujuk pada “usage on the Community market for a time period showing transmission between generations. This time period should be the one generally ascribed to one human generation, at least 25 years.” Karakter khusus yang dimaksud disini adalah suatu tampilan atau sekumpulan tampilan yang membedakan suatu produk hasil pertanian atau bahan makanan yang berasal dari produk lain yang sama, yang memiliki katagori sama. Untuk nama yang didaftarkan sebagai suatu sertifikat dari karakter spesial, haruslah spesifik, dan merujuk pada karakter spesifik dari bahan makanan ataupun produk, serta tradisional
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
147
atau yang telah dikembangkan melalui kebiasaan. Sebagai jaminan hak untuk menggunakan nama, mendaftarkan sebagai sertifikat dari karakter khusus juga memungkinkan produser untuk menggunakan Traditional Speciality Guaranteed (TSG logos).74 Pengaturan tehadap pihak yang berhak mengajukan permohonan terhadap produk yang berbasis PDO, PGI, ataupun TSGs, pada dasarnya sama merujuk pada suatu ‘group’ sebagaimana disebutkan dalam Article 5 EC Regulation 510/2006 dan Article 2 EC Regulation 509/2006, bahwa ‘group’ means any association, irrespective of its legal form or composition, of producers or processors working with the same agricultural product or foodstuff. Other interested parties may participate in the group. Dari pengaturan ini menunjukkan bahwa keberadaan perlindungan terhadap kepemilikan, khususnya indikasi geografis merujuk pada sifat ‘kolektif’ atau ‘group’, bukan pada sifat privat-personal. Meskipun sebenarnya lebih tepat apabila disebut dengan sifat kolektif-komunal, karena pada dasarnya keberadaan faktor geografis (unsur alam dan manusia) merupakan unsur yang dominan. Perkembangan saat ini telah menunjukkan, bahwa Uni Eropa secara berkesinambungan selalu berupaya melindungi produk-produk yang berkait dengan indikasi geografis, sebagaimana penerbitan secara berkala dilakukan melalui Official Journal of the European Union, melalui Commission Regulation 29/2010 pada 14 January 2010, yang melindungi produk daging Skilandis yang didaftarkan sebagai
74
Desertasi
a designation in the register of
Ibid.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
148
traditional specialities guaranteed / (TSG) , dengan nama Skilandis Lithuanian meat. Skilandis (right) is a pig's stomach stuffed with minced meat and garlic, which is then left to mature,75 Commission Regulation 30/2010 yang melindungi a name in the register of protected designations of origin and protected geographical indications [Pesca di Verona (PGI)], this being an Italian peach, 76 Commission Regulation 31/2010 yang melindungi a designation in the register of traditional specialities guaranteed [Idrijski žlikrofi (TSG)], this being a Slovenian pasta,
77
dan Commission Regulation
32/2010 melindungi a name in the register of protected designations of origin and protected geographical indications [Jihočeská Zlatá Niva (PGI)], this being another cheese which has been the subject of dispute between the Czech Republic and Slovakia.78 Pada 23 Februari 2010, melalui Commission Regulation 147/2010, melindungi lada/merica Pemento do Couto Pemento asal Spanyol dengan designations of origin and geographical indications (PGI), dan Commission Regulation 148/2010 mengatur
khusus untuk spesifikasi rincian yang
berkaitan pengemasan dari pre-sliced Parma ham yang dikenal dengan nama Prosciutto yang ada di wilayah Parma, melalui designations of origin and
75 European TM News , Wednesday, 10 February 2010 , More TSG and GI terms gain Euro-protection, Marques, class 46, http://www.marques.org/class46/Default.asp?D_A=20100224&XID=BHA1696#1696, akses tgl 15 Maret 2010.
Desertasi
76
Ibid.
77
Ibid.
78
Ibid.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
149
protected geographical indications (PDO).79 Produk PGI lainnya yang memperoleh
perlindungan
PGI
melalui
Commission
Implementing
Regulation (EU) No 754/2012 of 14 August 2012 entering a name in the register of protected designations of origin and protected geographical indications (Düsseldorfer Mostert/Düsseldorfer Senf Mostert/Düsseldorfer Urtyp Mostert/Aechter Düsseldorfer Mostert (PGI))- Class 2.6.,
untuk
produk Mustard paste.80 Commission Implementing Regulation (EU) No 753/2012 of 14 August 2012 entering a name in the register of protected designations of origin and protected geographical indications (Bovški sir (PDO)) Class 1.3., untuk produk Cheeses – SLOVENIA.81 Sebagai bahan kajian dan perbandingan, bahwa di wilayah Negara Uni Eropa, objek perlindungan indikasi geografis lebih didominasi diberikan pada produk hasil pertanian, ataupun produk makanan olahan, selain wines dan spirits. Sedangkan untuk produk bukan hasil pertanian (non agricultural products) tidak ada harmonisasi dalam sarana perlindungan hukumnya, sehingga
dapat menggunakan sarana rezim hukum merek (certification
marks atau collective marks), unfair competition law, passing off, consumer protection laws, atau perlindungan secara sui generis system (geographical indication, atau appellation of origin), bahkan melalui bilateral agreement. Misalnya Negara Hungaria menggunakan sarana perlindungan hukum merek, Belanda dan Inggris menggunakan sarana perlindungan sertifikat 79 Pementos protected, Parma packaging changes, Marques, class 46, GI news: European TM News , Wednesday, 24 February 2010 , http://www.marques.org/class46/Default.asp?D_A=20100224&XID=BHA1696#1696, akses tgl 15 Maret 2010. 80 http://eur-lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2012:223:0004:0005:EN:PDF, akses 17 September 2012. 81 http://eur-lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2012:223:0002:0003:EN:PDF, akses 17 September 2012.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
150
merek, sedangkan Polandia untuk produk Koniakow Laces menggunakan sarana perlindungan unfair competition.82 Dengan skala perbandingan perlindungan yang ada di Negara Uni Eropa, upaya perolehan perlindungan indikasi geografis sudah demikian melembaga dengan baik, yang memberikan pelajaran bagi Indonesia untuk lebih banyak memanfaatkan informasi yang maksimal terhadap upaya yang sama dalam pemberian perlindungan yang memadai bagi produk-produk yang ada di Indonesia. Perbedaan sistem ekonomi, politik, dan budaya masyarakat memberikan suatu kajian tersendiri terhadap keberhasilan atau kegagalan
dalam
mengimplementasikan
pengaturan
TRIPs.
Kunci
kebersamaan, koordinasi para pihak yang berkepentingan, termasuk stakeholders yang ada di daerah merupakan salah satu kunci utama dalam keberhasilan perlindungan produk/barang yang memiliki potensi untuk dilindungi indikasi geografis.
c. Perlindungan Indikasi Geografis Negara ‘New World’ Kelompok Negara-negara New World merupakan kelompok yang dianggap berseberangan dengan kelompok Negara Old World, yang menentang keberadaan perlindungan indikasi geografis secara tersendiri. Kelompok Negara New World, beralasan bahwa penggunakan sarana perlindungan dengan collective marks, trademark, and certification of marks sudah dianggap telah memadai, tanpa memberikan perlindungan secara tersendiri rezim indikasi geografis. Sebagaimana diungkapkan oleh David 82
David Thual, Dominique Barjolle, dan Massimo Vittori, “Study on the Protection of Geographical Indications for Products Other Than Wines, Spirits, Agricultural Products or Foodstuffs”, Papers, Origin dan Agridea, the Directorate General for Trade of the EuropeanCommission, November 2009, h. 17.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
151
Morfesi bahwa, “ just as with a trademark or collective mark, a certification mark grants the owner the right to prevent unauthorized uses that would likely cause confusion as to the source of the goods”.83 Selanjutnya David Morfesi menambahkan bahwa 84: this means that the certification mark owner, just like a trade mark owner, may authorize who may use the mark and how they may use it, including whether or not they are authorized to register the term as a descriptive component of another mark. This also means that the mark may not be registered by another as part of a mark without the owners consent, even when it is used accurately to describe the product.
Alasan lainnya terhadap penggunaan sarana perlindungan dengan sistem hukum merek dalam
melindungi produk indikasi geografis,
didasarkan pada 85: a. semua negara (apakah anggota ataupun tidak menjadi anggota WTO) telah memiliki sistem merek; b. sistem merek mengakui bahwa HKI bersifat privat rights; c. sistem merek menetapkan perlakukan secara jujur, dan saling menghormati antara merek dan indikasi geografis, sebagaimana yang diamanatkan oleh Perjanjian TRIPs; d. sistem merek menetapkan adanya mekanisme penegakkan hukumnya, termasuk larangan masuknya barang-barang yang melanggar ke suatu negara, tersedianya hukuman baik secara perdata maupun pidana terhadap pelanggaran, pemalsuan, maupun hasil bajakan.
Sedangkan untuk penggunaan sarana hukum sertifikat merek, ataupun merek kolektif, pada dasarnya penegakkan hukumnya sama dan mengikuti sistem hukum merek. Namun keduanya memiliki perbedaan, bahwa sertifikat merek menunjukkan bahwa barang ataupun jasa memiliki kualitas khusus, atau mungkin termasuk juga di dalamnya asal geografis
83
David Morfesi, “Key Ingredients for Geographical Indications : Collectivization and Control, How Market-Based Trademark System Encourage Collectivization and Control (without Taxpayer Revenue)”, Makalah, International Symposium on Geographical Indication, Beijing, June 26 to 28, 2007, h. 8.
Desertasi
84
Ibid.
85
Eleanor Meltzer, Op.Cit., h. 10.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
152
(geographical of origin). Pemilik menggunakan sertifikat merek sebagai tanda bahwa barang atau jasa yang berlabel sertifikat merek digunakan untuk kualitas tersebut. Setiap produsen (baik privat ataupun publik) yang telah mengikuti standar produksi seperti yang dirumuskan oleh pemilik sertifikat merek, berhak untuk menggunakan merek tersebut. Pemilik sertifikat merek secara bersama-sama mengatur segala hal berkait dengan pendaftaran, pengaturan ataupun pengawasan berkait dengan pemanfaatan sertifikat merek, namun pemilik tidak memiliki hak untuk menggunakan merek, atau ‘anti-use by owner rule’.86 Perbedaan antara sertifikat merek dan merek kolektif, terletak pada kepemilikan, bahwa merek kolektif bersifat kolektif oleh asosiasi produsen, asosiasi pedagang ataupun asosiasi perusahaan, dan semua anggota asosiasi berhak untuk menggunakan merek kolektif, tanpa kecuali.87 Sebagai Negara yang menentang pengaturan tersendiri indikasi geografis, Amerika Serikat telah memberlakukan seperangkat Undangundang, Code, Peraturan, Petunjuk Administrasi, dan seperangkat Hukum Kebiasaan dalam sistem Hukum Anglo Saxon yang menjadi dasar untuk mengupayakan perlindungan suatu indikasi geografis. Dasar-dasar hukum tersebut, antara lain Undang-undang Merek, Peraturan-peraturan yang disebarluaskan oleh Biro Alkohol, tembakau, dan Senjata Api Amerika
86 Marcus Hopperger,” Geographical Indications in the International Arena the Current Situation”, Makalah dalam International Symposium on GI, WIPO- the State Administration for Industry and Commerce (SAIC) of People’s Republic of China, 26-27 Juni 2007, Beijing, h. 7.
87
Desertasi
Ibid., h. 8.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
153
Serikat (the Bureau of Alcohol, Tobacco, and Firearms/ATF),
Hukum
Kebiasaan, serta Sistem Periklanan dan Pelabelan Amerika Serikat.88 Sebagaimana hal ini juga tercemin dalam the United State Trade Mark Act 1946 (Undang-undang Merek Amerika Serikat) yang mengatur pendaftaran dari sertifikat merek, termasuk di dalamnya ‘the indications of regional origin’.
89
Pernyataan tersebut
merupakan gambaran dari
pengaturan yang ada dalam Title 5 the United State Code, bahwa sertifikat merek sebagai kata, nama, symbol, alat, atau kombinasinya, yang dipakai dalam perdagangan dengan persetujuan pemiliknya, oleh seseorang selain pemilik tersebut untuk mengkonfirmasi kebenaran tempat atau asal geografis, bahan, cara pembuatan, kualitas, ketepatan, atau karakteristikkarakteristik dari barang atau jasa seseorang…. 90 Dalam konteks pola pemikiran yang ada pada Negara kelompok New World, setidak-tidaknya memberikan gambaran bahwa melalui merek, merek kolektif, ataupun sertifikat merek dapat memberikan jaminan bagi pemegang untuk melarang pihak lain menggunakan tanpa hak, atau menyalahgunakan asal dari produk itu dihasilkan, tanpa melalui pengaturan indikasi geografis secara khusus/tersendiri. Bagi Negara Amerika Serikat, sistem pendaftaran secara multilateral indikasi geografis bukanlah bersifat wajib, namun hanya sukarela, sehingga sebagai alternatif perlindungan indikasi geografis dapat
88
Desertasi
Miranda Risang Ayu I, Op.Cit., , h. 104.
89
Ibid., h. 105.
90
Ibid.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
154
menggunakan sarana TRIPs-Plus Agreement, melalui system bilateral or regional trade agreements.91 Namun demikian, dengan adanya perbedaan pola sistem pendaftaran dan perlindungan indikasi geografis ini dapat memicu persoalan hukum, sebagaimana yang pernah terjadi dalam the Basmati Case pada tahun 1997, yang dikenal dengan ‘The Battle for Basmati’.92 Kasus ini bermula ketika perusahaan pembudidayaan padi/beras di Amerika Serikat yang bernama RiceTec Inc. memperoleh Hak Paten (US 5663484) untuk tanaman dan benih padi/beras, dan meminta monopoli terhadap seluruh jenis padi/beras, termasuk beberapa yang memiliki karakteristik sama dengan Basmati. Pada tahun 2000, Negara India yang merasa berhak atas Basmati mengajukan permohonan pengujian ulang terhadap Hak Paten tersebut, terutama perhatian adanya potensi pengaruh terhadap adanya eksport beras. Pihak penerima paten merespon, dengan memberikan gambaran sejumlah klaim yang meliputi juga untuk jalur tipe Basmati, hal ini berlanjut dengan pernyatan yang disampaikan oleh United Stated Patent and Trade Mark Office (USPTO), bahwa perselisihan tersebut merupakan wilayah paten dengan penyalagunaan nama Basmati.93 Di beberapa Negara seperti India dan Pakistan penggunakan kata Basmati untuk pengajuan butir padi/beras panjang dan beraroma sudah berkembang. RiceTec juga mengajukan pendaftaran untuk merek ‘Texmati’
91
G.E.Evans dan M.Blakeney, Op.Cit., h. 611.
92
John Barton, Daniel Alexander, et.all , Loc.Cit.
93
Kaushik Laik, “Role of Intellectual Property in Economic Growth”, Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 10, November 2005, h. 469.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
155
di UK yang mengklaim bahwa Basmati adalah kata generik, dan UK akhirnya membuat sebuah aturan perdagangan untuk pemasaran beras, dan hal ini dianggap merupakan bentuk perlawanan yang berhasil. Saudi Arabia yang merupakan Negara pengekspor terbesar beras Basmati juga mengatur hal yang sama untuk labeling beras Basmati. Aturan tersebut menyebutkan bahwa” the belief in consumer, trade and scientific circles (is) that the distinctiveness of authentic Basmati rice can only be obtained from the northern regions of India and Pakistan due to the unique and complex combination of environment, soil, climate, agricultural practices and the generic of Basmati varieties.”94 Gabungan masyarakat LSM Amerika Serikat dan India juga merespon kasus ini, dengan
mengajukan petisi yang mencegah
pembudidayaan beras Basmati , dengan membuat iklan yang bertuliskan ‘Basmati’, namun pada bulan Mei 2001, Departemen Pertanian dan Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat menolak petisi tersebut, dengan mengungkapkan bahwa ‘tidak ada suatu pertimbangan bahwa pelabelan beras sebagai ‘American-grown basmati’ adalah menyesatkan, dan menganggap bahwa Basmati adalah nama generik’.95
Keberatan secara
formal kepada Komisi Federal Perdagangan Amerika Serikat atas pendeklarasian ‘Basmati’ sebagai kata generik hingga saat ini tidak pernah diajukan, dan India merasa yang berhak atas penggunaan nama basmati untuk beras yang dihasilkan di wilayah perbatasan antara Pakistan dan India.
Desertasi
94
John Barton, Daniel Alexander, et.all , Loc.Cit.
95
Ibid.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
156
Hal yang saat ini berkembang cukup menarik adalah berkait dengan perlindungan wines, dengan tercapainya kesepakatan perdagangan wines secara bilateral antara Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang selama ini berbeda dalam sistem pemberian perlindungan hukum. Sebagai satu bukti adanya kesepakatan tersebut, telah dihasilkan persetujuan ‘the United States of America and the European Community on Trade in Wine / The Wine Agreement of March 2006/the Wine Agreement’ pada tanggal 10 Maret 2006, dengan tujuan untuk menghindari adanya ‘perang anggur’ antar benua, terutama berkait dengan impor anggur , yang merupakan bayangan teror selama 22 (dupuluh dua) tahun.96 Persetujuan Anggur ini berusaha untuk mengatasi perbedaan mengenai pembuatan anggur , dan label yang berkait dengan tempat asal anggur, yang merupakan isu yang tersisa selama ini. Amerika Serikat sebagai salah satu Negara yang tidak menyetujui adanya perlindungan tersendiri indikasi geografis, termasuk Argentina, Chili, Guatemala berargumentasi bahwa perluasan perlindungan tambahan terhadap produk-produk yang lain, selain wines dan spirits, akan memberi beban biaya ekstra, dan akan memberatkan kemungkinan adanya keuntungan perdagangan. 97
Mereka percaya bahwa sejumlah bukti akan adanya
kegagalan, dan sangat memberatkan
bagi Negara-negara berkembang.
Ketiadaan taksiran ekonomi secara nyata, membuat hal ini sulit untuk dievaluasi kebaikan yang ada dalam argumentasi negara-negara maju 96
Brian Rose, “No more whining about geographical indications: assessing the 2005 agreement between the United States and the European community on the trade in wine”, Houston Journal of International Law, Vol 29, Spring 2007, h. 731. 97
Desertasi
John Barton , Daniel Alexander, et.all , Op.Cit.,., h.89.
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
157
tersebut. Mereka tentunya memberikan tanggapan yang berbeda dalam pertimbangan
kepentingan ekonomi antara Negara maju dan Negara
berkembang. Beberapa Negara, seperti Mesir dan Paraguay, akan menyediakan perlindungan
terhadap
produk-produk
nasionalnya.98
Kepentingan
lain
dalam
Undang-undang
ini untuk melihat apakah
ketersediaan
pengakuan secara internasional seperti perlindungan tambahan secara komprehensif telah menunjukkan adanya signifikansi antara biaya tambahan dengan keuntungan yang diperoleh. Pendekatan yang berbeda dalam perlindungan indikasi geografis telah memberikan suatu pelajaran berharga dalam upaya pemberikan perlindungan maksimal terhadap produk memiliki karakteristik unik yang ada dalam suatu wilayah, apakah melalui rezim indikasi geografis, ataukah melalui sarana hukum lainnya, baik melalui merek, merek kolektif ataukah sertifikat merk. Upaya negosiasi untuk terciptanya harmonisasi di bidang perlindungan indikasi geografis sampai saat ini masih berlangsung, terutama upaya mengusulkan pada International Bureau WIPO mengakomodasi adanya instrumen baru yang digagas oleh the Working Group on the Development of the Lisbon System99 (selanjutnya disebut the Working Group) untuk pendaftaran secara internasional appellation of origin termasuk indikasi geografis sebagai genusnya, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh the Lisbon System. 98
Ibid.
99
Working Group on the Development of the Lisbon System (Appellations of Origin) Fifth Session Geneva, June 11 to 15, 2012, Notes On The Draft New Instrument, Document prepared by the Secretariat. http://www.wipo.int/lisbon/en/, akses 20Juli 2012.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
158
Saat ini yang terpenting adalah menyesuaikan ketentuan TRIPs dengan menyediakan standar perlindungan minimal untuk perlindungan indikasi geografis sesuai dengan kondisi masing-masing negara anggota.
Desertasi
Prinsip Perlindungan Kepemilikan .....
Djulaeka