Alamsyah Mohammad Aryandi
IMPLEMENTASI PERDA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN RETRIBUSI PENGGANTI BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN
ALAMSYAH MOHAMMAD ARYANDI Abstract Based on observations in January 2015 in Muara Telang Banyuasin the difference in the number of its large population, most likely caused by the slow-belitnya apparatus and convoluted process followed in obtaining identity cards (KTP), as well as the lack of information provided to the public the magnitude of costs in the KTP, or if costs in the manufacture of ID cards had been laid down in Regulation (Perda), but in the realization of the fee is often different from what is listed in the regulations. The problem in this research is how the implementation of Regulation No. 10 Year 2011 on the Implementation of Population Administration and Levy Print Identity Card and Civil Registration Act in Muara Telang Banyuasin? The research objective is to determine and analyze the implementation of Regulation No. 10 Year 2011 on the Implementation of Population Administration and Levy Print Identity Card and Civil Registration Act in Muara Telang Banyuasin. The data collected will be analyzed using qualitative analysis tools. To analyze the data used triangulation techniques. The informants are residents and district staff and district head. Results of the study 1). Communication in the service of ID card and family card is not good, this condition is caused by hampatan on komuniasi tools and transport that connects the district with dea / villages as well as the district with the Office of Civil Registry. 2). The structure of the bureaucracy in the service of ID cards and family cards are relatively long and also the mechanisms and also the lack of clarity in the mechanisms of KTP and Family Card. 3). Existing resources, especially the lack of human resources in the service of ID cards and family cards are not comparable with the many citizens who make ID card and family card. The lack of facilities both existing facilities and infrastructure in the form of means of communication and transportation and service procedures are still not in accordance with what is expected in. 4). The disposition in this case is the attitude of the service employees in general are less well characterized by the existence of complaints from citizens who make ID card and family card about the lack of attention attendant to the citizens who make ID card and family card.. Keywords: Implementation, administration, demography
Alamsyah Mohammad Aryandi
PENDAHULUAN Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Salah satu syarat yang harus dimiliki oleh sebuah negara adalah memiliki penduduk yang tinggal di negara tersebut, ataupun penduduk yang secara hukum berhak tinggal di suatu negara, karena memiliki surat resmi untuk tinggal di negara tersebut. Misalnya orang yang memiliki bukti kewarganegaraan Indonesia, tetapi memilih tinggal di negara lain. Dalam ilmu sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Indonesia merupakan negara yang besar dalam hal jumlah penduduk, berdasarkan data populasi penduduk pada tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia sekitar 277.341.236 jiwa dengan jumlah tersebut (www.bps.go.id), berarti Indonesia merupakan negara terbesar keempat di dunia dalam hal jumlah penduduk setelah Republik Rakyat Cina dengan 1.306.313.802 jiwa, India 1.080.264.388 jiwa, Amerika Serikat 295.734.134 jiwa, (wikipedia, 2015). Data dimaksud sudah termasuk penduduk Indonesia yang berdomisili di luar negeri. Dengan jumlah penduduk yang besar seperti ini, Indonesia tentunya membutuhkan administrasi kependudukan yang terorganisir dari pusat hingga ke daerah. Administrasi kependudukan dimaksud menyangkut seluruh masalah kependudukan, yang meliputi pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan data informasi kependudukan. Sering sekali muncul berbagai masalah dalam pelayanan pemerintah terhadap masyarakat yang mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik pemerintah, antara lain pelayanan yang mahal, kaku dan berbelit-belit, sikap dan tindakan aparat, pelayanan yang suka menuntut imbalan, kurang ramah, arogan, lambat dan fasilitas pelayanan. Maraknya pungutan liar (pungli) terhadap pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) membuat masyarakat enggan untuk mengurusnya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa saat ini pelayanan publik di Indonesia secara umum masih sangat buruk. Berbagai peraturan yang dibuat dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik seolah tidak memberi dampak apapun kepada masyarakat. Berbagai tindakan menyimpang dari aparat pelayan publik (public servant) tidak juga berkurang, bahkan cenderung menjadi-jadi.(Rohman; 2013; 962) Pelayanan publik itu sendiri pada hakekatnya adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Namun kondisi yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa pelayanan publik dalam bentuk pelayanan administrasi kependudukan khususnya dalam hal pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan masih ditemuinya hambatan. (Rohman; 2013; 963)
Alamsyah Mohammad Aryandi
Setiap warga Negara tidak pernah bisa menghindar dari berhubungan dengan birokrasi pemerintah. Pada saat yang sama, birokrasi pemerintah adalah satu-satunya organisasi yang memiliki legitimasi untuk memaksakan berbagai peraturan dan kebijakan yang menyangkut masyarakat dan setiap warga negara. Itulah sebabnya pelayanan yang diberikan oleh birokrasi pemerintah menuntut tanggung jawab yang tinggi. Setiap individu agar diakui keberadaannya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), maka mereka berkewajiban untuk memiliki dokumen resmi seperti Kartu tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga, Akte Kelahiran dan lainnya. Seperti telah disebutkan sebelumnya, yaitu diperlakukan sebagai kartu identitas diri dan menjalankan aktivitas sehari-hari. Untuk mendapatkan kartu identitas/ sejenisnya merupakan kewajiban dari pihak kelurahan sebagai instansi pemerintah yang berada dibawah kecamatan dan langsung berhadapan dengan masyarakat untuk memberikan pelayanan yang baik dan maksimal dalam rangka pengurusan dokumen ( surat menyurat/produk hukum). Pelayanan publik merupakan proses pemberian layanan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat atau publik tanpa membeda-bedakan golongan tertentu dan diberikan secara sukarela atau dengan biaya tertentu sehingga kelompok yang paling tidak mampu sekalipun dapat menjangkaunya. Pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya tidak berorientasi pada profit yaitu pelayanan yang dilakukan sebenarnya untuk kepuasan daripada masyarakat sebagai pelanggan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah. Salah satu bentuk pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dalam bentuk pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan suatu tanda atau keterangan yang dimiliki oleh setiap individu dimanapun ia berada yang merupakan sebagai identitas pribadi seseorang yang bermukim di suatu tempat. KTP merupakan suatu hal yang dekat dengan masyarakat dan dapat dikatakan pembuatan KTP ini merupakan pelayanan dasar pemerintah kepada masyarakatnya, KTP merupakan unsur penting dalam administrasi kependudukan. Dalam Pasal 1 Undang-undang nomor 24 tahun 2013 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan dikatakan bahwa “Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain. Berdasarkan pengamatan pada bulan januari 2015 di Kecamatan Muara Telang Kabupaten Banyuasin adanya perbedaan jumlah penduduk yang cukup besar, kemungkinan besar disebabkan oleh lambatnya aparatur serta berbelitbelitnya proses yang dilalui dalam pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Alamsyah Mohammad Aryandi
tersebut, serta kurangnya informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai besarnya biaya dalam pengurusan KTP, atau kalaupun biaya dalam pembuatan KTP tadi sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda), namun dalam realisasinya biaya pembuatan KTP sering berbeda dengan apa yang tercantum dalam peraturan. Hal ini bisa saja disebabkan karena kesalahan pada faktor sumber daya pemerintahnya dan bisa juga karena faktor minimnya dukungan fasilitas pengadaan atau fasilitas kerja pemerintah, yang mana masih dominan manual dalam pengerjaan tugas. Akibat hal-hal tersebut diatas harus diakui secara perlahan-lahan akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kenerja pemerintah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah harus lebih responsif dan akuntabel guna memberikan pelayanan yang prima dan dapat memuaskan masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil judul “implementasi Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Retribusi Pengganti Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil di Kecamatan Muara Telang Kabupaten Banyuasin” Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagi berikut : “ Bagaimana implementasi Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Retribusi Pengganti Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil di Kecamatan Muara Telang Kabupaten Banyuasin?” TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Publik Dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah hukum suatu negara sering terjadi berbagai permasalahan. negara yang memegang penuh tanggung jawab pada kehidupan rakyatnya harus mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan publik yang dibuat dan dikeluarkan oleh negara diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan publik adalah salah satu kajian dari Ilmu Administrasi Publik yang banyak dipelajari oleh ahli serta ilmuwan Administrasi Publik. Berikut beberapa pengertian dasar kebijakan publik yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Dye (Dun, 2008:4): “Publik policy is whatever governments choose to do or not to do”. Dye berpendapat sederhana bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Sementara Anderson dalam Publik Policy-Making (Dun, 2008:5) mengutarakan lebih spesifik bahwa: “Publik policies
Alamsyah Mohammad Aryandi
are those policies developed by government bodies and official”. (Kebijakan publik adalah kebijakan pengembangan oleh pemerintah dan aparatnya) Selain itu banyak defenisi mengenai kebijakan publik yang diajukan oleh beberapa ahli diantaranya (Dunn, 2008; 24) : 1. Chandler dan Plano (1988). Kebijkan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik. 2. Dye ( 1981 ). Kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang dilakukan oleh pemerintah. Pokok kajian dari hal ini adalah negara. Pengertian ini selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui oleh para ilmuwan yang berkecimpung dalam ilmu kebijakan publik. Defenisi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini dapat diklasifikasikan sebagai keputusan (decision making), dimana pemerintah mempunyai wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif, termasuk keputusan untuk membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu persoalan publik. 3. Easton (1969). Kebijakan publik diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini hanya pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Defenisi kebijakan publik menurut Easton ini dapat diklasifikasikan sebagai suatu proses manajemen, yang merupakan fase dari serangkaian kerja pejabat publik. Dalam hal ini hanya pemerintah yang mempunyai andil untuk melakukan tindakan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah publik, sehingga defenisi ini juga dapat diklasifikasikan dalam bentuk intervensi pemerintah. 4. Jones (1977). Jones menekankan studi kebijakan publik pada dua proses, yaitu : 1) Proses-proses dalam ilmu politik, seperti bagaimana masalah-masalah itu sampai pada pemerintah, bagaimana pemerintah mendefenisikan masalah itu, dan bagaimana tindakan pemerintah. 2) Refleksi tentang bagaimana seseorang bereaksi tehadap masalah-masalah, terhadap kebijakan negara, dan memecahkannya.
Alamsyah Mohammad Aryandi
5. Heclo (1972). Heclo menggunakan istilah kebijakan secara luas, yakni sebagai rangkaian tindakan pemerintah atau tidak bertindaknya pemerintah atas sesuatu masalah. Jadi lebih luas dari tindakan atau keputusan yang bersifat khusus. Defenisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making yaitu apa yang dipilih olehpemerintah untuk mengatasi suatu masalah publik, baik dengan cara melakukan suatu tindakan maupun untuk tidak melakukan suatu tindakan. 6. Eulau dan Previt (1973). Merumuskan kebijakan sebagai keputusan yang tetap, ditandai oleh kelakuan yang berkesinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat kebijakan dan yang melaksanakannya. 7. Robert Eyestone (1986). Secara luas kebijakan publik dapat didefensikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Defenisi ini dapat diklasifikasikan sebagai democratic governance, dimana didalamnya terdapat interaksi negara dengan rakyatnya dalam rangka mengatasi persoalan publik. 8. Rose (1989). Kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri. Kebijakan ini dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu. Defenisi ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi negara dengan rakyatnya dalam rangka mengatasi persoalan publik, karena melalui hal tersebut akan terjadi perdebatan antara yang setuju dan tidak setuju terhadap suatu hasil kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dari berbagai pendapat tersebut maka kebijakan publik dapat disimpulkan sebagai sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Berhubungan dengan konteks pencapaian tujuan suatu bangsa dan pemecahan masalah publik, Anderson dalam Tachjan (2006:19) menerangkan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan. Seiring dengan pendapat tersebut Nugroho (2003:52) menjelaskan bahwa kebijakan publik berdasarkan usaha-usaha pencapaian tujuan nasional suatu bangsa dapat dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional dan ukurannya dapat disederhanakan dengan mengetahui sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita telah ditempuh.
Alamsyah Mohammad Aryandi
Untuk memahami lebih jauh bagaimana kebijakan publik sebagai solusi permasalahan yang ada pada masyarakat, Hakim (dalam Nurrohman, 2011) mengemukakan bahwa studi kebijakan publik mempelajari keputusan-keputusan pemerintah dalam mengatasi suatu masalah yang menjadi perhatian publik. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah sebagian disebabkan oleh kegagalan birokrasi dalam memberikan pelayanan dan menyelesaikan persoalan publik. Kegagalan tersebut adalah information failures, complex side effects, motivation failures, rentseeking, second best theory, implementation failures. Berdasarkan stratifikasinya, menurut Hakim (dalam Nurohman, 2011) kebijakan publik dapat dilihat dari tiga tingkatan, yaitu kebijakan umum (strategi), kebijakan manajerial, dan kebijakan teknis operasional. Selain itu, dari sudut manajemen, proses kerja dari kebijakan publik dapat dipandang sebagai serangkaian kegiatan yang meliputi (a) pembuatan kebijakan, (b) pelaksanaan dan pengendalian, serta (c) evaluasi kebijakan. Menurut Dunn (dalam Nurohman, 2011), proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling tergantung, yaitu (a) penyusunan agenda, (b) formulasi kebijakan, (c) adopsi kebijakan, (d) implementasi kebijakan, dan (e) penilaian kebijakan. Proses formulasi kebijakan dapat dilakukan melalui tujuh tahapan sebagai berikut: 1. Pengkajian Persoalan. Tujuannya adalah untuk menemukan dan memahami hakekat persoalan dari suatu permasalahan dan kemudian merumuskannya dalam hubungan sebab akibat. 2. Penentuan tujuan. Adalah tahapan untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai melalui kebijakan publik yang segera akan diformulasikan. 3. Perumusan Alternatif. Alternatif adalah sejumlah solusi pemecahan masalah yang mungkin diaplikasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. 4. Penyusunan Model. Model adalah penyederhanaan dan kenyataan persoalan yang dihadapi yang diwujudkan dalam hubungan kausal. Model dapat dibangun dalam berbagai bentuk, misalnya model skematik, model matematika, model fisik, model simbolik, dan lain-lain. 5. Penentuan kriteria. Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk menilai alternatif kebijakan yang ditawarkan. Kriteria yang dapat dipergunakan antara lain kriteria ekonomi, hukum, politik, teknis, administrasi, peran serta masyarakat, dan lain-lain. 6. Penilaian Alternatif. Penilaian alternatif dilakukan dengan menggunakan keriteria dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektivitas dan kelayakan setiap alternatif dalam pencapaian tujuan.
Alamsyah Mohammad Aryandi
7. Perumusan Rekomendasi. Rekomendasi disusun berdasarkan hasil penilaian alternatif kebijakan yang diperkirakan akan dapat mencapai tujuan secara optimal dan dengan kemungkinan dampak yang sekecil-kecilnya.( Nurrohman, 2011; 36) Implementasi Kebijakan Publik Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apaapa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri. Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika struktur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan ketidak efektifan dan menghambat jalanya pelaksanaan kebijakan. Edward mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor communication, resources, disposition, dan bureucratic structure (Edward dalam Widodo, 2011:96-110). a. Komunikasi (Communication) Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors) (Widodo, 2011:97). Widodo kemudian menambahkan bahwa informasi perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri. Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu tranformasi informasi (transimisi), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi informasi (consistency). Dimensi tranformasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang
Alamsyah Mohammad Aryandi
terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait. b. Sumber Daya (Resources) Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Edward III dalam Widodo (2011:98) mengemukakan bahwa: Bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturanaturan serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif. Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan yang dijelaskan sebagai berikut : 1) Sumber Daya Manusia (Staff) Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan, dedikas, profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya, sedangkan kuatitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa sumber daya manusia yang kehandalan sumber daya manusia, implementasi kebijakan akan berjalan lambat. 2) Anggaran (Budgetary) Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya kebijakan, sebab tanpa dukungan anggaran yang memadahi, kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran. 3) Fasilitas (facility) Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan.
Alamsyah Mohammad Aryandi
4) Informasi dan Kewenangan (Information and Authority) Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimplementasikan suatu kebijakan. Sementara wewenang berperan penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki. c. Disposisi (Disposition) Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam asa program yang telah digariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakn akan membuat mereka selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak akan terlaksana dengan baik. d. Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure) Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat standart operation procedur (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan pendekatan yang menekankan analisisnya pada proses penyimpulan dededuktif dan induktif serta analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.
Alamsyah Mohammad Aryandi
Sumber Data Penelitian Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data-data untuk penulisan tesis ini adalah sebagai berikut: a. Studi kepustakaan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan data, sumber informasi dan bahan-bahan yang diperoleh dari buku, literature, artikel. b. Wawancara. Melakukan tanya jawab dengan informan untuk mendapatkan informasi dan data-data yang dibutuhkan. Adapun yang menjadi informan dari penelitian ini adalah sekretaris camat, petugas kecamatan dan penduduk Kecamatan Muara Telang Kabupaten Banyuasin. c. Observasi. Melakukan pengamatan secara langsung pada lingkungan serta implementasi penyelenggaraan administrasi kependudukan (KK & KTP) di Kecamatan Muara Telang Kabupaten Banyuasin Teknik Analisis Data Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan alat analisis kualitatif. Analisis kualitif digunakan untuk menjelaskan kondisi implementasi penyelenggaraan administrasi kependudukan (KK & KTP) di Kecamatan Muara Telang Kabupaten Banyuasin. Untuk menganalisis data digunakan teknik triangulasi. Menurut Moleong, (2005:330) Triangulasi adalah “teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang dalam penelitian ini adalah memanfaatkan penggunaan sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat keprcayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton dalam Moleong, 2007: 178). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut : Komunikasi belum lancar karena terkendala oleh ketersediaan sarana komunikasi cepat (seperti: faksimili) yang belum tersedia di kecamatan, sehingga informasi/instruksi yang harus disampaikan kecamatan kepada desa yang selanjutnya kepada masyarakat memakan waktu lama, demikian pula sebaliknya. Hambatan dalam komunikasi ini mengakibatkan banyak masyarakat yang belum tahu tentang prosedur, syarat, waktu dan biaya pembuatan KTP, sehingga dalam pelaksanaan di
Alamsyah Mohammad Aryandi
lapangan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Walaupun sudah tersedia sarana komunikasi berupa Handphone tetapi tidak seluruh wilayah ter cover oleh sinyalnya sehingga seringkali menjadi hambatan. Masyarakat yang tempat tinggalnya dekat lokasi Kecamatan komunikasi tidak menjadi hambatan yang berarti. Komunikasi antara pihak kelurahan dengan pihak kecamatan relatif kurang cepat sebab alat komunikasi HP yang diandalkan seringkali sinyalnya kurang baik, sehingga menghambat komunikasi kurang berjalan lancar. Akibat dari kondisi ini maka pelayanan kepada masyarakat menjadi kurang maksimal. Transportasi ke kantor kecamatan relatif sulit sebab selain harus menggunakan speedboat juga harus menempuh kendaraan menggunakan ojek, sebab kendaraan umum tidak bisa melaluinya. Hal ini menyebabkan biaya untuk pengurusan KTP dan Kartu Keluarga menjadi relatif tinggi. Untuk struktur birokrasi menunjukkan bahwa Struktur birokrasi untuk Pelayanan Publik Administrasi Kependudukan (pembuatan KTP dan Kartu Keluarga) di Kecamatan Muara Telang cukup panjang. Proses dimulai dari tingkat RT/RW ke Desa/Kelurahan lalu ke Kecamatan dan seterusnya ke Dinas Catatan Sipil, Administrasi Kependudukan dan Keluarga Berencana, dan sebaliknya, sehingga proses untuk penyelesaian pembuatan KTP memakan waktu yang cukup lama. Selain itu Syarat-syarat pembuatan KTP maupun Kartu keluarga kurang diketahui oleh penduduk, penduduk mengetahuinya saat menghadap kepala desa, sedangkan syarat-syarat tersebut tidak di tempel di papan pengumuman di kantor desa, sehingga jika penduduk ingin membuat KTP dan Kartu Keluarga harus bertanya kepada perangkat desa. Tetapi kendalanya jika perangkat desa tidak ada maka penduduk tidak mengetahui syarat-syarat tersebut. Mekanisme pembuatan KTP dan Kartu keluarga penduduk tidak tahu sebab perangkat desa tidak pernah memberitahukannya, hanya saja waktu pengurusannya bisa memakan waktu lama dan kadang tidak jelas kapan selesainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sumber daya yang ada adalah sebagai berikut : Masih kurangnya sumberdaya manusia dalam pelayanan pembuatan KTP dan Kartu Keluarga yang tidak sebanding dengan banyaknya warga yang membuat KTP dan Kartu Keluarga. Minimnya fasilitas baik sarana maupun prasarana yang ada baik berupa alat komunikasi maupun transportasi serta prosedur pelayanan yang masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga membuat pelayanan menjadi kurang maksimal. Selain itu Pejabat birokrasi kecamatan belum sepenuhnya dapat bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya, utamanya dalam memberikan layanan kepada masyarakat pembuatan KTP dan Kartu Keluarga. Kemampuan dan kerampilan aparat dalam menjalankan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing belum dapat dijalankan secara maksimal. Hal tersebut disebabkan
Alamsyah Mohammad Aryandi
oleh tidak adanya kesesuaian antara tingkat pengetahuan dan dasar latar belakang pendidikan dengan beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan dari aspek disposisi menunjukan bahwa dalam memberikan pelayanan masih ada pegawai yang melayaninya kurang baik yang ditandai dengan masih adanya keluhan dari warga yang membuat KTP dan Kartu Keluarga mengenai kurangnya perhatian petugas kepada warga yang membuat KTP dan Kartu Keluarga. Keseriusan dan ketulusan dalam melayani masyarakat, sikap tegas tapi penuh perhatian terhadap masyarakat sangat dibutuhkan, sehingga memudahkan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan dan ke inginan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan sudah masih kurang optimal dilaksanakan oleh pegawai kecamatan. Daya tanggap pegawai dalam memberikan perhatian kepada masyarakat masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat, daya tanggap pegawai yang ditunjukkan dari sikap pegawai kurang memberikan perhatian secara maximal, sering kali pemohon menunggu cukup lama untuk dapat dilayani oleh petugas. Komunikasi pelayanan masih belum sepenuhnya dijalankan secara maksimal karena masih sering terjadi miss communication atau kesalahan pemberian informasi kepada masyarakat. Untuk mengatasinya kondisi di atas maka pihak Kecamatan Muara Telang sudah melaksanakan usaha perbaikan yaitu mengikutkan pegawai kecamatan yang akan ditempatkan sebagai petugas pelayanan publik keberbagai pelatihan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan kapasitas wawasan aparat/staf di lingkungan instansi kecamatan di dalam pelayanan publik, yang selanjutnya dapat dipergunakan sebagai acuan berprilaku dan bersikap dalam layanan kepada masyarakat. Dengan demikian apabila kemampuan staf telah meningkat, maka diharapkan dalam pelayanan publik dibidang KTP dan Kartu Keluarga lebih tertib dan baik. Peningkatan kemampuan sumber daya aparatur juga melalui beberapa studi banding di beberapa kecamatan yang lain. Hasil yang dicapai adalah meningkatnya wawasan dan terciptanya pemahaman yang sama bagi aparat di lingkungan kecamatan dalam melaksanakan pelayanan publik di bidang pelayanan KTP dan Kartu Keluarga KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan implementasi Perda maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Komunikasi dalam pelayanan pembuatan KTP dan Kartu Keluarga belum baik, kondisi ini disebabkan oleh hambatan pada alat komunikasi dan transportasi yang menghubungkan pihak kecamatan dengan dea/kelurahan maupun pihak kecamatan dengan Dinas Catatan Sipil.
Alamsyah Mohammad Aryandi
2. Sumber daya yang ada terutama sumberdaya manusia kurang dalam pelayanan pembuatan KTP dan Kartu Keluarga yang tidak sebanding dengan banyaknya warga yang membuat KTP dan Kartu Keluarga. Selan itu juga minimnya fasilitas baik sarana maupun prasarana yang ada baik berupa alat komunikasi maupun transportasi serta prosedur pelayanan yang masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan 3. Disposisi dalam hal ini adalah sikap dari pegawai pelayanan secara umum kurang baik yang ditandai dengan masih adanya keluhan dari warga yang membuat KTP dan Kartu Keluarga mengenai kurangnya perhatian petugas kepada warga yang membuat KTP dan Kartu Keluarga. 4. Struktur birokrasi dalam pelayanan pembuatan KTP dan Kartu keluarga relatif panjang dan juga kurang jelasnya mekanisme dalam pengurusan KTP dan Kartu Keluarga Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat disarankan sebagai berikut : 1. Pihak Kecamatan Muara Telang sebaiknya menetapkan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya. 2. Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan Pihak Kecamatan Muara Telang harus memiliki Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. 3. Pihak Kecamatan Muara Telang sebaiknya meningkatkan pengetahuan pegawainya melalui pelatihan maupun pendidikan serta studi banding ke instansi yang telah melaksanakan pelayanan publik dengan baik.
Alamsyah Mohammad Aryandi
DAFTAR PUSTAKA Agustino, 2006, Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Arikunto,2005. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta Dunn, William, 2008, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Dye, Thomas R, 1981, Understanding Public Policy, New York: Harper Collins Eka, Fitri, 2011, Implementasi Kebijakan Penertiban Pedagang Kaki Lima Di Kota Baturaja, Tesis (tidak dipublikasikan), Stisipol Chandradimuka, Palembang Fatih, Al, Andy, 2010, Implementasi Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Islamy, M. Irfan, 2004, Prinsip-prinsip Kebijakan Negara, Jakarta, Bumi Aksara Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya. Offset, Bandung Mustopadidjaja, AR, 2002, Manajemen proses kebijakan publik : formulasi, implementasi, dan evaluasi kinerja, Jakarta, Lembaga Administraso Negara Nugroho, Rianto, 2008, Analisis Kebijakan, Elex Media Komputindo, Jakarta Nurrohman, 2011, Implementasi Kebijakan Publik, Rineka Cipta, Jakarta Parsons, Talcott, 2006, Foundation of Modern Sociological Theory, terjemahan Bachtiar, Bandung, Remaja Rosdakarya Ratmono, Mulyo, 2008, Dasar-dasar kebijakan Publik, Bandung: Lubuk Agung. R.A. Faridah, 2011, Pelaksanaan sosialisasi Perda Nomor 7 Tahun 2007 tentang kawasan tanpa rokok di SMAN 4 Kecamatan Plaju Kota Palembang, Tesis (Tidak dipublikasikan), Palembang, Stisipol Sakyakirti Samudra, Wibawa, 1994, Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta, Raja Grafindo Persada Sudiyono, 1992, Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gajah Mada University. Press. Yogyakarta Suyanto. 2002. Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi. Bandung: Lubuk Agung. Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung:AIPI. Wahab. Abdul Solichin. 2006, Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara. Remaja Rosdakarya. Offset, Bandung Wibawa, Mulya, 1994, Analisis Kebijakan, Gajah Mada University. Press. Yogyakarta Widodo. Joko 2001. Good Governance Telaah Dari Dimensi Akuntabilitas. Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi Dan Otonomi Daerah. Insan Cendekia. Surabaya Winarno, Budi 2005, Kebijakan Publik, teori dan Proses, Media Pressindo, Jakarta