Studia Insania,
Vol. 1, No.
April 2013
1
ISSN 2088-6306
AL-QUR'AN SEBAGAI SUMBER TEKSTUAL FILSAFAT ISLAM $fardani Jutusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari Banjatmasin
Abstract This artide is intended to argue again$ those uho sa1 that the Islanicphilosopfui is rea@ nothingmore than the
bl Is/an, and to proue that Islanicphilonpfui, whin being as a result of hisnrical prnce$ of its adopting of Creek philosopfut, is to large extent the own Muslim thinkers' thoughts b1t "adapting" that philosophical tradition pith Islanic doctrine. As the result, thel haue sought to compromise behaeen rational and reaealed truth. Therefore, it sees that Islanic philonp@ is a attempt to interpret the pur'an in the light of reason. 81 this wa1 of argumentation, the author wishes to sa1 that the balanced uiew of the origin of Itlanic phihsopfu, e.g. between the histoical and textual r00fi 0r between influerurc and originali[t, must be recogniT,cd, so that we pill haue a holistic undentanding of the existence of this philosophica/ tradition in Islam. true ancient Greekphilosopfu that has been 'hepacfud"
Kata kunci: a/-pur'an, sunber
tekstual,
fbnfrt Iskn, flsafat
Yunani
Pendahuluan Ada dua perspektif untuk melihat keberadaan filsafat Islam. Pertama, perspektif sejarah. Dengan perspektif ini, filsafat Islam dilihat sebagai mata rantajdari fi.lsafat-filsafat atau pemikiranpemikiran yang ada sebelumnya. Bentuk ekstrem dari perspektif sejarah ini adalah kesimpulan yang menyatakat bahwa filsafat Islam hanya merupakan filsafat Yunani-Alexandda yang kemudian di kalangan filosof Islam dikemas dengan "bat1u" Islam. Kita sebenamya tidak bisa menolak bahwa filsafat Islam tidak mungkin tumbuh tanpa adanya proses transmisi ilmu-ilmu di luarnya. I(edua, di samping akar sejanhnya tersebut, petkembangannya y^ng begitu mengesankan dalam sejarah intelektual juga diiringi dengan kreativitas dan orisinalitas Islam. Dalam konteks ini, setiap perkembangan ilmu Islam harus dirunut kepada kitab suci, karena kaum muslimin, sebagaimana umat yang lain, adalah umat yarlg mengikatkan diri secata kuat dengan kitab suci. Oleh karena itu, seperti cabang ilmu Islam lunnyz, filsafat Islam bersumber dari al-Qur'an dan hadits di samping sumber histodsnya. Para filosof Islam sejak al-I(ndi hingga al-'Alldmah ath-ThabdthabA'i menarik pemikiranpemikirannya dari al-Qur'an dan hadits sebagai sumber sentralnya. Bahkan, mereka mengkritik pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan kedua sumber tersebut. Di samping bersikap rasional-netralis, mereka adalah penganut setia agama (fdttD.Oleh karena itu, idak hetan iika beberapa filosof Islam sekaligus merupakan ahli dalam hukum Islam (faqih, jusisl seperti Ibn Rusyd yang menuhs Bid@tat al-Mry'tahid (tentang fiqh petbandingan) dan al-Ghazdli.yangmenulis al Mustashfd min 'Iln al-Ushfrl (tentang ushfil al-frqh). Padahal Ibn Rusyd sendiri dengan aLrannya, Auerroitm atau Rasltd!1tah, diidentikkan di Barat dengan genkan pemikiran anti-keimanan.
10
Studia Insania
Vol. 1, No.
1
I(arena keterkaitan kuatnya dengan al-Qur'an dan hadits, Selyed Hossein Nasr dan Henry Corbin menyebut filsafat Islam dengan "filsafat profetik" atatt "ftfsafat kenabian" Qtrophetit philosopfu), meskipun keterikatan sebagian filosof Islam dengan kedua sumber tersebut masih diperdebatkan, seperti Muhammad ibn Zakaiyyl" ar-Ptdzi yang menolak pengetahuan dari kenabian. Tapi, bahwa kedua sumbet tersebut mengkristal kuat dalam pemikitan-pemikiran filsafat Islam, apalagpfilsafat Islam adalah sebuah Dp^y^mengharmonisasikan kebenatan tasional vpay^ memberikan dasar penjelasan spekulatif filsafat dengan kebenatan absolut wahyr, ^tav rasional bagp aiarat Islam.l
Filsafat Islam: Antara Pilihan Kebenaran Wahyu dan Kebenaran Akal filosof Islam dengan sumber tekstual adalah pandangan tentang akal ('aql. Katena ketika seorang filosof bengama, dalam pencarian kebenaran ia dihadapkan dengan dua sumbet, yaitu sumber kebenaran absolut yang diberikan oleh tuhan (reuealed knowledge) berupa kitab suci dan kebenaran rasional sebagai hasil kreasinya Salah satu fakta telpenting tentang keterkaitan
dalam berpikir (acquired knowledge,pengetahuan hasil pencarian manusia). Dua kebenaran tersebut
bertarung dalam kesadaran seoraflg filosof. Dalam aktivitas berpikir rasional, apayarrg disebut sebagai pemikiran spekulatif mengambil dua macam bentuk. Pertama, pemikiran spekulatif mutni, yaitu pemikiran bebas rasional manusia yang mendalatn tanpa dibatasi oleh batas kebenatan lain, seperti pemkiran f,lsafatYunani. Kedua, pemikiran spekulatif yang tidak murni seluruhnya bebas, yaitu spekulasi yang tidak mengasumsikan pemikiran yang bebas, tapi masih mempertimbangkan kebenaran kitab suci. Dalam kutannya dengan pandangan filosof Islam tentang akal, rasionalitas bukanlah mengasulnsikan kebebasan tak terbatas, seperti pemikiran spekulatif murni kalangan filosof Yunani, melainkan sebuah pemkiran rasional yang mencari kesesuaian afltara pemikfuan rasional manusia dengan kebenaran yang diberikan melalui kitab suci. Sebagai contoh untuk menjelaskan posisi spekulasi filosof Islam untuk mencari kebenatan, kita kemukakan argumen sebab-akibat atau yang dikenal juga dengan argurnen penyebaban (musation) untuk membuktikan secara tasional adanya tuhan. Argumen ini menielaskan bahwa nngkaian sebab-akibat (A-B-C-D dst...), di mana A meniadi sebab dan B menjadi akibat dari A sekaligus sebagai sebab bagi C, dst. Seperti layaktya dalam kelahiran manusia. Pemikiran spekulatif tidak bisa menerima berdasarkan pertimbangan rasional bahwa nngkaian sebabakibat tersebut bedanjut t^npa akhir, katena jika A sebagai sebab dan kembali ke A, maka sebenarnya tidak ada sebab dan akibat. Untuk menjelaskan hal ini, para filosof memiliki konsep yang disebut dengan ad infnitun, yaitu ketidakmungkinan secara rasional rangkaian sebab-akibat tersebut berlanjut t^np^ akhir. Dalam logika, prinsip ini mirip dengan istilah yang dikenal dengan petitir pincipii atau fallac1 of beging question.z
"The Qur'an and Hadith as Source and Inspiration of Islamic Philosophy", dalam Seryed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (eds.), Hittory of IstanicPhitonphl pondon dan NewYork: Roudedge, 1996), Part 1, h' rSeyyed Hossein.Nasr,
28. 2N{aksudnya adalah logika yang kesimpulannya ditarik dari premis-ptemis yang kebenarannya iusteru masih perlu dibuktikan, padahal prcmis seharusnya jelas kebenarannya. Nalar keliru ini disebut juga "nalar belputa/' (sirkular). Contoh
analogi yang keliru seperti ini: Alam semesta memiliki permulaan (premis mayor). Setiap yang memiliki permulaan mesti ada subjek yang mengaw aIi atauyang mencipt akanrya (premis minor). Jadi, alam semesta ini memiliki subiek ,vang
Al-Qur'an sebagai Sumber Tekstual
$TARDANI
11
Solusi atau jalan keluar dari mustahilnya ketakterhinggaan rangkaian sebab-akibat tersebut, akhirnya, dengan mengajukan konsep tentang adanya "penyebab ntama" (bahasa Inggis: prine
Ladn: pima causa). Konsep semula dikemukakan oleh Aristoteles dalam buku kedua Metapfutsics. Filsafat Aristoteles ini diadopsi oleh kalangan filosof Islam untuk membuktikan adanya tuhan sebagai "penggerak vtam " yang tidak bergerak lagp (unnoued mouer, al-muharrik al-awwal a//ad{ /6 ytaharrak). Argumen Aristoteles ini diterima oleh kalangan filosof Islam ahran Peripatetik (naysltA'jah), seperti Ibn SinA dan diterapkan juga oleh kalangan fi,losof skolastik Kristen, seperti St. Thomas Aquinas dan Samma mntra Gentiles. caase,
Belakangan, argumen spekulatif untuk membuktikan secara rasional tentang adanya tuhan
tersebut dikritik oleh bebetapa filosof modern, antara lain Emmanuel Kant dan Bertrand Russel. Kutipan berikut menunjukkan kritik Russel terhadap nalar spekulatif seperti itu: That very simple sentence showed to me, as I still think, the fallacy in the argument of the First Cause. If everything must have a cause, than God must have a cause. If there can be anything without a cause, it may just as well be the world as God, so that there cannot be any validity in that argument.3
I find
among rnany people at the present day an indifference to uuth which
I cannot but
think exttemely dangerous. When people argue, for example, in defence of Christianity, they do not, like Thomas Aquinas, give reasons for supposing that there is a God ang He has exptessed His will in the scripture.a Kalimat yang sangat sederhana tersebut mempedihatkan kepada saya, ketika saya masih berpikir, adanya kekeliruan dalam argumen tentang Penyebab Pettama. Jika segala sesuatu harus memiliki suatu sebab, lalu tuhan juga harus memiliki suatu sebab. Jika mungkin ada sesuatu tanpa sebab, makamungkin saja itu adalah dunia sebagaimana jugamungkin tuhan. Oleh katena itu, argumen tetsebut tidak memiliki validitas apa pun. Saya menemukan
di
antara banyak orang sekarang adanya suatu sikap tidak mengambil
pilihan terhadap kebenatan y^ng s^ya kira sangat berbahaya. Ketika orang menyatakan pendapat, misalnya, untuk membela Kristen, mereka itu, seperti Thomas Aquinas, tidak mengemukakan alasan untuk menyatakan bahwa tuhan adalah ada dan bahwa Dia mengungkapkan kehendak-Nya dalam kitab suci. Penulis tidak bermaksud untuk mengemukakan kdtik Russel terhadap argumen adanya tuhan dalam teologi Aquinas. Kritik Russel relevan dikemukakan di sini karcna kdtik tersebut rnemulai penciptaan/ tuhan ftonklusi). Analogi tersebut adalah keliru karena bertolak dad premis, statemen, atau pengandaian yang iusteru dipersoalkan kebenarannya berdasarkan akal pikiran, bukan atas dasar keyakinan teologis agama. Lihat lebih lanjut, misalnya: PatrickJ. Hudey, A Concis Introdaction n l-ogit (California: \Wadsworth Publishing Company, 1985), h. 720-722. Pola pikir filosof dalam menyelesaikan rangkaian sebab-akibat tersebut dengan ad infnitun sebenarnya juga diterapkan oleh kalangan teolog Islam dengan kemustahilan adanya daw drn lauhal, misalnya, ketika menjelaskan sifat
qidan Allah swt. 3Bertrand Russel, lVhl I an Not a Chigiau (an Other Eray on Rtligion and Rtkted Sabjeat), ed. Paul Edward (I.{ew York Simon & Schuster, Inc.,1,957),cet, Ke-41, h. 6-7. aBertrand Russel, lhlly I an Not a Chi$ian,h. 196-797.
12
Studia
Vol. 1,No.
Inunia
1
juga merupakan kritik terhadap pendukung-pendukung argumen tersebut, termasuk kalangan fi.losof Islam, semisal Ibn Sini.
Menurut Russel, jika secara rasional diasumsikan bahwa nngkaian sebab-akibat tersebut, dengan prinsip ad infnitun, tidak mungkin betputar ulang dan mesti berhenti pada Penyebab Pertama yang kemudian di kalangan filosof yang bertuhan disebut dengan tuhan, maka bukankah secara rasional-jika kita sepakat dengan menggunakan spekulasi mutni dan kebebasan tasio siapa yangmenjadi sebab bagi tuhan, iika diasumsikan t^npaf21as-ultuklalu betanya: ^paatau bahwa di jagat nyaini segala sesuatu adakarcna adanya sebab? Kritik Russel tersebut, sebenarnya jika orang bertolak dad pertimbangan rasional semata-
mata untuk membuktikan adanya tuhan, pernah dikemukakan dengan bahasa yang lugas oleh seseorang yang baru diperkenalkan dengan Islam pada masa Rasulullah saw. 'Jika langit, bumi, dan segala isinya diciptakan oleh Allah swt., lantas siapa yang menciptakan Allah swt sendiri?", tanyanya.s Dengan peristiwa tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa Islam memang
mendorong manusia untuk menggunakan akalnya dalam batas-batasfrya secata metodis dan bertanggung-jawab (lihat ilustrasi skema pada bag1an akhir tulisan ini). Peristiwa itu iuga menunjukkan bahwa kebebasan berpikir rasional harus dibatasi oieh kebenatan-kebenanny^rrg sudah diberikan oleh al-Qur'an, seperti tentang persoalan sangat penting itu, yaitu ketuhanan. Di samping Bertrand Russel, Emmanuel Kant juga mengkritik validitas argumen rasional pembuktian adanya tuhan tersebut. Menurut I{ant, argumen rasional yang ingin membuktikan adanya tuhan tersebut statusnya sama-sama kuat dengan argunen yang menyatakan sebaliknya (antinon). Hal itu karcna secara rasional, tidak alasan yang lebih kuat untuk meniadikan nngkaian sebab-akibat tersebut berhenti pada Penyebab Pertama. Bahwa fuhan adalah ada atau tidak ada adalah sama-sama tidak bisa dibuktikan secara rasional dalam konteks ini. Dalam keadaan di mana argumen rasional seperti itu, kita dihadapkan pada pilihan: percaya atau tidak dengan adanya tuhan. Para filosof yang beragarna, tetmasuk filosof Islam, dalam hal ini telah melakukan pilihan untuk percaya dengan adanya tuhan. Atau dengan ungkapan lain, yang mereka terapkan bukanlah pemikiran spekulatif murni yang mengasumsikan kebebasan akaltanpabatas, melainkan spekulasi akalyangmasih memperhitungkan kebenaran kitab suci yang jelas menunjukkan adanya tuhan. Di kalangan filosof Islam, al-Qur'an adalah sumber kebenaran yang harus diterima, termasuk tentang adanya tuhan. Peran al-Qurtan dalam Petkembang n Filsafat Islam Akal dengan contoh di atas tampak begitu lemah untuk secara mandiri t^npanaungan wahyu untuk membuktikan adanya tuhan. Kenyataan ini menyebabkan kalangan filosof Islam menganggap akal teoritis (al-'aq/ an-naqharfl dalan konsep Adstoteles tidak hatus ditetapkan atas dasar kebebasan absolut, melainkan harus "diislamisasr" QslaniTga). I{onsep seperti ditemukan, al-Qur'an misalnya, pada konsep 'aqldalam filsafat Mulla Shadta ketika menafsitkan ^y^t-ayat yangmemuatkan'aqldanbentuk turunannya, seperti taQihlndanla qilhn$rusilnya: Qs. al-Baqanh/ 2z 44 dan 164). Begitu juga, konsep 'aql seperi itu juga kita temukan dalam bagian 'aql dalam sl.ihat A. Wensinck, The Muttin Creed: Its Geneth and Hi$oical Deuelopneal (l'{ew Delhi: Oriental Books Reprint J.
Corporation,
197
9),h. 54.
Al-Qut'an sebagai Sumber Tekstual 13
WARDANI
koleksi hadits Syi'ah oleh al-Ifulayti,Ushfrl al-Kffi.Upayaislamisasi konsep-konsep Yunani tersebut juga terlihatpadapengalihbahasaan katanous (Yunani, bermakna: intelek) yangkemudian dibedkan
muatan makna Islam dalam konsep 'aql dalam filsafat Islam, seperti a/-'aq/ a/-fa"h/ pada karyakatya filosof Islam Peripatetik, seperti Ibn SinA yang menyejajarkan istilah ini dengan rfrh alqadus (roh suci, sebutan untukJibdl yang membawa wahyu), sebagaimana disebutkan dalam alQur'an.6
Al-Qur'an adalah sentral bagi perkembangan filsafat Islam. Yirsuf Mfrsi dalam al-Qur'dn wa al-Falsafah,7 bahkan, memandang al-Qur'an sebagai faktor vtama, sesudah persentuhan kaum muslimin dengan karya-karva Yunani, yang menyebabkan perkembangan yang semarak dalam filsafat Islam. Kita bisa melihat peran al-Qur'an dalam perkembangan filsafat Islam dalam beberapa segi. Pertama, istilah lain filsafat Islam, yaitu al-rtikmah, drambil dad al-Qur'an (Qs. al-Baqanh/ 2:269 dan A[ 'Imrdnf 3:48) dan hadits, sebagaimana dikemukakan sebelumnya. Penyebutan al-hikmah untuk frlsafat Islam untuk menunjukkan bahwa di samping bahwa kebenaran akal diakui per^nny^dalamlslam, juga bahwa penggunaan akal harus tetap merupakan basis penguat kebenaran-kebenaran yang disampalkan oleh wahyu. Ide bahwa f|isafat dan agama tidak bertentangan, seperti dikemukakan oleh Ibn Rusyd dalam Fashl a/-Maq6/ find Bay al-flikmah wa as1-S1ari'ah min a/-Ittish6/, mempe{elas peran kitab suci dalam pencarian kebenaran melalui spekulasi akal. Kedua, al-Qut'an mendorong manusia untuk menggunakan pemikiran akal dengan intensif dalam memahami agam dengan ungkapan seperti afal6 ta'qil;hn, afald tataddabadn, dan afal6 ytadabbarfrn. Tidak diragukan lagi bahwa akal merupakan sarana penting untuk memahami Islam. Bahkan, al-Qur'an dalam menyampalkan ajaman-aiarannya, di samping, menggsnakan metode khithdbi (retotik), yaitu menyarnparkan pesan secara retorik t^np^ disertai dengan argumen rasional di dalamnya, juga menggunakan metode burhdni (demonstratif), yaitu menggunakanalasan-alasan rasionalyangdapatditerima oleh semua orang. Penggunaan metode barhdni terutama berkaitan dengan ajakan al-Qur'an kepada manusia untuk bertauhid. Berikut dikemukakan contoh-contoh "log;ika" al-Qur'an: 1. Ketika menjelaskan tauhid, Qs. al-Anbiyd' /2L:22 menuniukkan ketidakiogisan pengandaian banyaknya tuhan dalam ayat berikut: /t
@oela+
fu
Ofio:^i i';#-ti'"'ki'fri114t,
1t("!
Sekiranla ada di langit dan di buni tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanla itu telah rusak.
Maka Maha Suci Allah yng mempan1ai 'arcy dai
2.
apa
yng
mereka sifatkan.
Ketika menjelaskan adanya kebangkitan, sebelum menyimpulkan suatu kesimpulan yang berisi keyakinan, al-Qur'an mengemukakan runut berpikir secara logis. Dengan memperhatikan secara seksama, kita akan memperoleh gambaran "logika" al-Qur'an seperti dalam rangkaian ay at-ay^t berikut:
6Seyyed
Hossein Nasr, ""The Qur'an and Hadith", h. 28. TYfrsuf Mf;s6, alp;ur'dn wa al-Fabafah,terjemah M. Thalib (Yogyakarta: Tian'Wacana, 1991), h. 159.
14
Studia
Vol.1,No.1
Innnia
l',.
n-A)->
e: y:- r,s:,:iS@t# 3*+ i,;y'fi ,i':fu
(,i
3;Sf 1lSi
ry"*,nis"ii'fri-Gthi Gfiu&"1I3@ tut eiCbri C; o"3i,,!Ji'SL G{it
e3i 6'ot*,i 4 Ai
,
u)3
tiv
.-,
n -
tz
z
JtJ d-
ltt\t i-ilt G 5J Jii 6;,rlt
Dan apakah manusia tidak nenperhatikan bahwa Kami telah nenciptakanrya dai setitik air (nani), lalu tiba-tiba ia nenjadi penantanglang ryata. 171 Dan dia membuat perampamaan bagi Kani dan dia lupa tentang kq'adianay. Ia bertanla: "Siapakahlang dapat rnenghidupkan tulang belulanglang telah hancur /uluh?" [78J Katakanlah: 'Ia akan dihidupkan olehTuhanlangnenciptakanrlyapertarza kali. dan Dia Maha mengetahui tentangsegala makhluk. y'91 YaituTuhanyngnenladikan untukmu
api dari kalu
yng
hfi'au, /a/u tiba-tiba kamu bisa menjtalakan (api) dari
kalu itu". [80] Tidaklah
Tuhanlang nenciptakan langit dan buni itu kuasa menciptakanlang serupa dengan itu? Tenta sa1'a,
Dia kuasa. DialahyngMaha
Pencipta lagi Maha Mengetahui.
Sebagaimana tampak pada kutipan ayat-^yat
di atas, al-Qur'an tidak
secara langsung
menyampaikan suatu keyakinan tentang kebangkitan manusia, kecuali setelah dikemukakan runut berpikir logis. Pada ayat79, untuk menyatakan bahwa 'Allah swt Maha mengetahui tentang
ciptaan-Nya" (wa huwa bikulli khalqin 'a/im), dikemukakan argumen rasional tentang kekuasaan Tuhan menciptakan manusia ketika awal kejadiany^ngpertama. Argumen ini diperkuat kembali pada ayat berikutnya teritang kekuasaan Tuhan untuk menciptakan panas api dan pohon hijau. Selanjutnya, pada ayat Sl untuk menyimpulkan bahwa "Allah swt adalah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui" (redaksi ayat sec ra teliti mengungkapkan dengan ungkapan yang berbeda dengan ungkapan sebelumnya, yntu: wa hupa al-khalldq a/-'alln), al-Qur'an mengemukakan kemahakuasaan Tuhan untuk menciptakan langit dan bumi yang lebih besar daripada manusia. Dengan runut berpikir logis tentang kemampuan Tuhan untuk menciptakan manusia darittada ke ada, seperti pada kejadian awaI, atau pada penciptaan panas apt dan kayu basah (hijau), hingga kemampuan Tuhan untuk menciptakan langit dan bumi, al-Qur'an betargumen: bukankah lebih logis untuk menerjma petnyataan bahwa Tuhan Maha I{uasa membangkitkan manusia yang telah menjadi tulang-belulang yang betserakan, sesuatu yang ada wujudnya sebelumnya? I{arena itu hal itu lebih mudah-dalam skala logika manusia, meski dalam kekuasaan Tuhan semuanya adalah mudah, seperti dinyatakan dalam ayat berikutnya (83)untuk diciptakan atau dibangkitkan kembali. "Logjka" al-Qur'an tersebut dikemukakan ag r manusia menggunak an akalny a. "Logika" al-Qur'an seperti ini juga bisa ditemukan pada ayat-ayat lain, seperti Qs. alHajj/z2:5-7 berikut:
t
*
*t' u'i /j G i':tu ('y *li w ?+/p Pt Fi ul i\a a'L,l'ti
u fr
b'";
t1
G
*
c i-{ orJ.ai q?'
Al-Qur'an sebagai Sumber Tekstual 15
ITARDANI
tbr-;!Ji )t''i A)'i; J r',-,'t3 ig (; r',-r3 'C'Ai1-;i*). o *4'v u:i,Ji;i ;t;i 6; tllittls taL 3:att 6 P9 t1\+,t /orel^
,F b ;Li
di
h
l-
$r";t;'ur-ui',tit
@1* ,,;
f
,-b ,{iS
i$lt
f
,{iS
CI t,;li Hai
manusia,
jika kanu dalan keraguan
3I ;'fi'bii{''i C
u, i;{.'frit
@
Lis W.A
tentang kebangkitan (dari kubar), sesanguhnla Kami telah
nen1adikan kamu dari tanah, kemudian dari rctetes nani, dari seganpal darah, kerzudian dari segunpal
dagingyng sempurna keladianrya danlang tidak nnpurna agar kani jelaskan kepada kanu dan kani tetapkan dalam rahin sesuai apayngKani kehendaki sanpai waktulangrudah ditentukan.
Kani keluarkan kamu sebasat ba1i, kenudian (dengan berangsur-angsur) kanu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu adalangdiwafatkan dan (adapula) di antara kamulang dipanlangkan ilmurnJta sanpai pikun, {apaJ/a dia tidak nengetahui lagi sesuatupun tentang keadaan sebelumn1a telah diketahuinla. Kanu lihat buni ini keing, kemudian apabila telah kani turunkan Kemudian,
air di atasnla, hiduplah bumi itu dan nery'adi subur sefta dapat menumbuhkan berbagai macam tumbuh-
[5J. Yang demikian itu, karena sesungguhnla A//ah, dialah yng haq dan sesunguhnla Dialah yng nenghidupkan segala lang mati dan sesungubnla Allah Maha Kaasa atas segala sesuatu [6J. Sesunguhryta hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanlta dan bahwasanla Allah akan rnenbangkitkan semua orang di dalan kubur fJ. tumbuban jtang indah
'Analogi" dengan model yang sama juga ditemukan pada Qs Fushshilat/41,: 39 berikut: .
-'r
Laqi-l
6t z
&{l iJ
@i/i te f ;.-Y,i)"tIi ,4 Dan di antara tanda-tanda-I{1a adalah bahwa kanu lihat buni lang keing dan gersang. Apabila Kani turunkan air di atatnJa, nirca1a ia bergerak dan subur. Sesunguhnla Tahan lang nenghidupkannla pastilah dapat nenghidupkanyng nati. Sewnguhnla dia Maha Kuasa atas tegala sesuatu.
Y0suf M0sA mengkategorikan analogp seperti dalam ay^t-^y^t al-Qur'an di atas "analogi dari persoalan yang kongkret (yAhidy untuk sampai ke kesimpulan tentang tuhan sebagai yang abstrak @hA'ib)" (.+Ut .Jo -UJt, :\3-:r*,'Jl212u r-61"!.Jl .!r +Ut ..rW), ataulebih l
I(etiga, al-Qur'an mengandung ay^t-ayat muhkan dan mutayhbih. Menurut Fakht ad-Din arRini, hiknah keberadaan dua rnacam ayat tersebut, antara lain, untuk mendorong perkembangan pemikitan dan alkan dalam Islam serta tidak ada taqlld, karcna setiap ajatan Islam harus dituntut pengetahuan yang disertai argumennya. Fakhr ad-Din ar-Rdzimengatakan (terjemahnya):
16
Vol.
Studialnsania
1,
No.
1
"Kalau semua ayat al-Qur'an itu muhkan,betatti hanyaseialan dengan satu alitan pemikiran dan berarti statemennyayangmengandung satu pengertian itu membatalkan adanya ahran pemikiran lainnya. Hal semacam ini akan membuat pemikir-pemikir dari berbagai' afuan pemikiran menjauhkan diri dati al-Qulan dan dari teori yang ada di dalamnya. Sesungguhnya,karcna suatu hal, ayat nutaslhbih memaksa orang untuk memikirkan ^yat tersebut dengan memedukan bantuan argumentasi rasional dan dengan cara demikian ia terlepas dan taqlid'.8 samping alasan tersebut, menurut Fakhr ad-Din al-Ftdzi, alasan terkuat adalahkarena al-Qur'an adalah kitab suci yang ditujukan kepada semua lapisan manusia dengan berbagai level pemahaman yang berbeda. Pola pemikiran kalangan awam adalah kemampuan memahami lahiriah teks. Oleh karena itu, kepada meteka keimanan ditanamkan melalui ayat-ayat yang nu4kan. Sedangkan, kelompok ahli memiliki kemampuan untuk menafsitkan secara simbolik
Di
atau metap or (nEd$ makna-makna terdalam di balik teks ayat-ayat yang nutaslhbih. Di samping memuat nub.kam dan nataslkbih, al-Qur'an betdasarkan sebuah hadits memfiki "makna lahiriah" (
luar teks, seperti kondisi sosio-historis,e selama bettoiak dad kaedah, prinsip, atau metode penafsiran yang benar dan bertanggung-jawab, adalah sesuatu yang diijinkan oleh tuhan, katena perbedaan ahtan dan pemah aman tafsir tersebut merupakan implikasi dari dorongan al-Qur'an untuk menggunakan akal. Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan sebagai berikut:
tuJ
t'!,
,ai-J! ga:"*r-
# :
,o-l-fr J J* to-F J;i Jt+
dpl .i!, ,JI/tt t
pa--abcr
Y
aa ta* \yV
dengan mengunakan al-par'an, karena al-pur'an Janganlah kamu membantah mereka ((hawAi) meniliki kenangkinan dipahami dengan beberapa makna, nemiliki barlyak aspek. Kamu mengatakan dari satu sisi, tapi nerekajaga bisa nengatakan dai sisi lain. Tapi, debatlah mereka dengan mengunakan
sunnah, karena dengan cara itu mereka tidak akan menemukanja/an untuk nenghindar.
y^rrg Dengan sifat al-Qur'an yang rnulti-face tersebut, selama bertolak dati pemah ^man ditopang oleh prinsip-prinsip penafsiran yang valid, pemahaman-pemahaman yang beragam diakui keberadaannya, baik dari kalangan teolog (nutakalliniln), ahlt' hukum Islam (fuqah'6), sufi, maup Dn pan filsuf Islam ffaksfah, fiukand). Ada banyak "iaIan menuiu ke keselamatan atau kedamaian" (subul as-saldm, a,Ui-!l f a,>\-Jl 1 if,.-Jl O-b)," termasuk "ialan" (tabill
6,ob
para filsuf. Meski demikian mengakui adanya pluralitas pemahaman, al-Qur'an memberikan rambu-rambu untuk menuju kebenaran yang bisa dirangkum dalam skema berikut yang bertolak
sYirsuf Mi;si, al-par'dn wa al-Falufah,h.28. elihat Sa,trd Abdulah al-Fanisin,L€ htilbf al-Mrfasiin:,4tbdbuh waAtshrsh fi.iyadh: Matkazad-DirisAtwa al-I'16m, 1997
.
/
7478),h.8-9. toAsy-51rrrif ar-Ridhi, Naf at-Batighah (Beirut Mu'assasat al-Alami li al-Mathbt'it, 7993),ju23,h.622-623. rrAbri al-Fidi'Ismi'il Ibn Katsir, Tafttrlbn Katsir(Beirut Dir al-Fikr, 1986), juz 7,h.25.
Al-Qur'an sebagai Sumbet Tekstual 17
WARDANI
dari Qs. al-Mi'idah: 16 dan perbedaan pada ungkapan " shirdth mustaqin/'12:
^ntaLr^
kata "rubul' (bentuk jamak sabil) dan "shirdf'
Ii{uakallimrin :.i
ffiiffi
il
iffifitliiiffi Fuqthfirt
r.ffi$i-iililllffi ,ft
-.
;il9lrrl...*'. s* \tilitll@VLNbJ
Wll
i,1,ffi'ffi!,,11v,4
tk?.ti*ii iiiiFiJi::t::t::i.:::iii
:,n 'r :::: V J {++(s t.';.1
Shiifii
.2**"sl r.-ctr@ t&isiit
.
t,r-F
l
I
i
,t :;:.1:i: .,=.nri:
trl# an !
inl
Goal
ii
i'i#
,irt;*ii"ra:,
(S
.!!r.:r!i:r: rlr :jlfr
1. 1! ri+:.riri
Y?
yj
+
i['s:iii'-]h{#
}t-6
!.wr-l\ii I
!lit>t7.r:i5N,
H
:*r 1J
dE d- ,. r' Filisif#i , Hi7
tli Nliillri4ffiii lirl2.:t:.:L4\iltr itf tuilir
li: i:i$I I l: l:il;i I ililll ;)riiini;?niii:i..i::tl il I i rrNi: issulti:i:ri:;i;iix r 14\
/E
A
k .,4
k#F$i,iil1rlr{f;
[email protected]
--1"1L
.+
+
+
Error Elimination
Process
(Elimurasr
(Kebenar- kesalahan clalam belpikir "") supaYa ada kesrmpulan
Ltt. ut:I :iri:;:i:: I
ti,l
.
v
:: :
dan pendekatan)
(Pluralitas pemahaman
+
+
Motivation Guidance
pencarian
(al-Qur'an
I{ebenaran; dan ikhlash) Sunnah Plus nalar)
yang ditufu)
(Terjemah: Dengan Kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan-jalan keselamatan, dan mengeluarkan mereka datt kegelapankegelapan kepada cahayadengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke"ialanyang lurus"). I(eempat, al-Qur'an memuat diskusi tentang isu-isu yang kemudian memberikan inspirasi bagi diskusi yang mendalam dalam filsafat Islam. Berikut dikemukakan beberapa contoh: 1,. Diskusi tentang dzit dan sifat Allah swt. Dalam Qs. al-Baqarah/2:20 dtnyatakan:
@i+ t.-f i'-{'^ia Sesungahnla
Allah Maha Kuasa atas tegala sesuata.
r2Bandingkan dengan uraian dalam NI. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Keran, dan knrasian al-Qur'an lakatta: Lentera Hati,2000), Volume 1, h. 53.
18
Studia
Vol. 1, No
Insnia
1
Dalam Qs. al-Baq arz.h/ 2: 256 berikut dinyatakan:
;-*
L'-
ltJ,i,l',.
J
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Betdasarkan dua ayat tersebut di atas, diyakini bahwa Allah swt memiliki kuasa (qudrah),
kemampuan mendengar (san), dan kemampuafl mengetahui (i/n). I(aum muslimin generasi awal Islam menerima pengertian adanya sifat-sifat Allah swt tanpa mempersolkan bagaimana "cara bekerjanya" ketiga sifat tetsebut. Sejak terjadtnya polarisasi umat Islam kepada sekte-sekte, respon tethadap persoalan ini menjadi betagam, antara lain, karena tingkat rasionalitas pemikiran yang berbeda. I(alangan Mu'tazilah meyakini bahwa Allah swt adalah Maha l(uasa, Maha Mendengat, dan Maha Mengetahui dengan dzdtnya. Sedangkan, Asy'ariyah meyakini semua itu beroperasi dengan sifat-Nya, bukan dzdtnya seperti diklaim oleh Mu'tazilah.
Harcy Austryn \Wolfson menyimpulkan bahwa petsoalan tentang sifat tuhan sebagaimana didiskusikan sec^ta rumit oleh umat Islam belakangan berabad-abad setelah masa Rasulullah saw adalah sesuatu yang baru dalam kal6m. Problem a.walnya adalah problem semantik tentang bagatlorrana ai-Qur'an mendeskripsikan tuhan untuk membedakan-Nya dari makhiuk-Nya.13 Fotmulasi tentang sifat tuhan y^ngterc tat pernah dikemukakan oleh Sulaymin ibnJarir az-Zaydi (785) dari Syi'ah. Dalam Maqdl'At al-Isldnjin karya al-Asy'ari dikutip formulasi az-Zyadi tersebut: "Pengetahuan (sifat ilmu) tuhan bukanlah tuhan sendiri". Formulasi ini kemudian digunakan oleh HisyAm ibn Hakam (w 814) yang juga seorang perigarlut Syi'ah. Ibn Kullib (*.854), seorang Sunni, memformulasikan: "Tuhan secara kekal (qadin) berkehendak melalui kehendak-Nya y^ng tidak bisa dikatakan sebagai tuhan sendiri, tapi tidak juga sesuatu yang lain dati tuhan".la Seabad kemudian, formulasi Ibn Kulldb diadopsi oleh Ab0 HAsyim (w. 933). Ia mengubah istilah "slfat" dari Ibn I(ullAb menjadi "keadaan" (hd/, node). "Bukan tuhan" dalam formulasi Ibn I(ullAb diartikan dengan penolakan pandangan Mu'tazilah bahwa istilah yang dilekatkan pada tuhan semata-mata n ma yang menunjukkan esensi tuhan, dan "bukan juga sesuatu yang lain dari tuhan" adalah penolakan pandangan or.ang yang menetapkan adanya sifat tuhan bahwa istilah yang dilekatkan pada tuhan menunjukkan kebetadaan sifat nyata pada tuhan yang sebenarnya harus dibedakan dari dzAt-Nya. Betsamaan dengan Abri HAsyim, al-Asy'ari juga mengadopsi formulasi Ibn I(ullAb. Tentang pengetahuan ('i/m) tuhan, misalnya, al-Asy'ari mengatakan bahwa "seseorang seharusnya tidak mengatakannya sebagai sesuatu selain tuhan".l5 Setelah al-Asy'ari, persoalan ini tetap saja menggelayrti diskusi kalim di tangan tokoh-tokoh, seperti al-Biqillini. Para nutakallimfin dalam menjelaskan persoalan tersebut sering menggunakan frase linafsihi atau binafsihi (karena
diri-Nya sendiri).
r3Harry Austryn Wolfson, The Philonpfu of the Kakn (Cambridge: F{arvard University Press, 1976), h. 206. taHatty Austryn W'olfson, The Philonplry of the Kalan,h.207-208.
rsHarry Austryn'Wolfson, The Phihnplly of
the
Kalan,h.211-212.
Al-Qur'an sebagaiSumberTekstual 19
ITARDANI
Persoalan dzittdansifat dalam al-Qur'an, akhirnya, didiskusikan secara filosofis sebagai persoalan filsafat tentang substansi dan aksidensi. Dalam penggunaan istilah-istilah tersebut,
diskusi tentang ajannal-Qur'an inimerambah diskusi filsafat, khususnya filsafatAristoteles (382-322 StD.
Dalam diskusi tefltang dzit dan sifat tuhan sebagaimana berkembang dalam sejatah seperti itu, memang kita tidak bisa menyangkal bahwa akar seianh filsafat Islam, antara lain, berasal dari filsafat Yunani, khususnya dalam diskusi ini pandangan Adstoteles tentang sepuluh kategori (al-naqfrldt al-'asyah), terutama tentang substansi dan aksiden. Meskipun demikian, diskusi tersebut tidak akan mendapatkan spirit yang kuat jika tidak bersentuhan langsung dengan aiaran al-Qur'an tentang tuhan dalam konteks ini. Peran sentral al-Qur'an inilah yang menyebabkan Ira M. Lapidus berkesimpulan bahwa motivasi penerjemahan karya-karya Yunani ke bahasa Arab, lain, didorong oleh spirit keagamaan tentaflg ^ntarekeinginan menjelaskan fondasi rasional bagi Islam. Ia mengatakan: "Philosoph1, howeuer, was not a neutralforrz of analtsis, but itself a kind of religion" ('\kan tetapi, filsafat bukanlah suatu bentuk analisis yang nettal, melainkan suatu bentuk agama,tgu).tu Para filosof Islam telah berjasa mempertemukan akar sejarah dan dasar tekstual filsafat Islam. Para teolog Mu'tazilah generasi awal, seperti Abfi al-Hudzayl al-Allif dan anNazhzhim, yang bersentuhan langsung dengan fi.lsafat Yun ant adalah "f,losof Islam generasi awal" (fallsifat al-Isldn al-asbaqfrn), menurut Nader. Mereka mengadopsi, mengadaftasi, dan memodifikasi metode filsafat untuk digunakan dalam kalim serta mendiskusikan isuisu ketuhanan dengan perspektif filsafat. Kreativitas Mu'tazilah seperti itulah yang kemudian dalam karya-karya heresiografi Asy'ariyah, seperti al-Milal wa an-Nihal asy-Syahtastini dan al Farq bcEn al-Firaq al-Baghdidi,dikatakan "mengada-adakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada" (bid'ah) dengan mempertanyakan suatu ajann yang sebelumnya tidak dipertanyakan. Sejarah kemunculan dan perkembangan ilmu kalim, sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Khladrin dan asy-Syahrastini, menjelaskanbagaimana proses terjadtnyainternalisasi fi.lsafat ke kalim untuk menyikapi persoalan-persoalan ag ma yang semula betgerak dalam orientasi penanganan sederhana fiqh. Karena tidak hanya filsafat Islam yang berupaya memahami ajaran-ajaran al-Qur'an, seperti tampak dalam diskusi tentang dzAn dan sifat tuhan di atas, dengan skema filsafat, melainkan juga kalAm ikut ambil bag1an dalam diskusi tentang hal itu. Justreu karena peran yang dimainkannya, kalim f,losofis menjadi bag1an kreativitas yang cemedang dalam filsafat Islam.
2.
Tentang kosmologr, misalnya, dalam Qs. an-Ntr/24: 35 bedkut:
,{(
L,;}f > 6 3 A L6iT@
*' i @
is taew: 3Ki'?'ti
w g<:-< -y
*;
*
;'& "u" rl{ts + .,'r':-ui } Kt
y;t:+'';J i';i
.
3
,v :t';4,si"u"os
ry r;;",F1.'frii" qfu- J-:ii rli ttx;r"iu.. G -,.r.A fi ,s *6.")j V'"tlVs
r6lra M.
Lapidus,l Hittory of Islanic
Societear
(Cambridge: Cambridge University Press, 1999), h. 94.
20
VoL 1,No.
Studialnsania
_ &.
b
L+'li-9e,63
/ria;t-Lt+
O
t
<-,
Wii<:"t< -2); lb-r"tfiis ->3i'ili
3,j' fri
1
*
y* I yp: ^h'';l t6 a iiitai" s"r; (( ,t'' ,h $o'qfu,,)uttltl Ulz*"iu-a -yAltit ar$- )i ie"j'V,l'#
;: ls taa 4': :K *.e
'to
@ry Attah adalah (Penbei) mhay langit dan bumi. Perampdmaan cahala Allah adalah lubanglang tak tenbuslang di dalanrlya
ada
seperti sebuah
pelita besar. Pelita itu berada di dalan kaca, (dan) kaca
itu seakan-akan seperti bintang (yang bercahay) seperti mutiara, jtang dinlalakan dengan miryak dai pohon yng diberkahi, (yoito) pohon qaitun lang tunbuh tidak di sebelah tinur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah baratlang ninlaknla (sEa) hampir hanpir bisa nenerangl walaupun tidak disentuh api. Cahay di atas cahalta (bnlapis kpis). Allah nenbinbing kepada cahala-IrJa siapa saia yng Dia kehendaki, dan Allah membuat perampamaan-perilmpamaan bagi manusia, dan Allah Maha me nge ta h ui sega
la
sesu
atu.
Sebagaimana diketahui, ayat-zyatal-Qut'an memuat dua lapisan makna, yaitu "maknaluar. atau makna lahiriah" (
tidak semua tokoh Islam sepakat dengan adanya lilqA
i:;Jl
,a*, al";lr aolir ,*rrJr
q.e+ :;K-:J
,.$t.FJl
Cr*-:
urJll j.:l;Jl
ty
inl
,r-;V).1 6\.z1r ,CW q+ .nr )-r.'t o;il\ CldI ,3;1 ;K-:Il Vb: \S,F' Jti' ,ro kJ" ,-njl ,_e u 4i ar u. a+"all aiti.:tJl <J-,til J/F) J1!t ;rr;t ,ra : a+L*rl i;riir 113;trt as:Fl ;r/l ;)rAt -* ,6t' 6 f uiif i;it ,.p'it ,;+l "-i'il "tr "Klt 'rd+l J ;+t .,p'; EKI ,*,i;Jl :K;: i*_rr ! J 4-i ! a;xj 6y Sv-t ,y $st
*
..iJ;,
! I 6t !
r wu,u ,K; :
"
JF )
i
f
;-P
h\ ylt,
*w J,4f ! r +r'J 6t,ait'g-f .-:l>;tjll
3jt"'rS',-# ;:
it &a; ue: SKj *; ,6
r?Muhammad'AUla rt-;alH atrTuq1fat ,Ban-jtat al-Aqlal-Arabi: DiriuhTaUi@ah Naqdfiah liNaqhan al-Ma'rifahfr h. 283. 1993), al-l\tabi, at-Arabjah (Beirut al-Markaz ats-Tsaqifi
Al-Qur'an sebagai Sumber Tekstual
WARDANI
21
,k ,J" :dts GtJ# u-r-i t^Ii .V J.?'- I j : Glt :) >w J-$t (qlnt ,;,jl :) Wjj
f\i L;h?r"ir;;- u -ot-fr fYi ,S{6 .r;,ir u, os Ft ,t CJJ -l ,)/u. ila.^Ju,ll C'bjt* -tU'
Jl J"r'd rtlt
,LIJS
,"r,
P\ ,JK;!r J*i ,f ,uJt c^:s eIJJ : i Ofu. j;:ti
,fi gU,
I (Vl :gr) (* ;f tt".a+lq
aA- J ),f
d drtL) JU C*- .-,*lrl
.lt ,!7:.; qt-lt s rL4t
Fi
/
o&Jt J
'A//ah adalah cahala langit dan buni. Perumpamaan cahala-N1a" maksudnla adalah akal uniuersal, "seperti sebuah lubanglang tak tembus" maksudnlta adalah jiwa uniuersallang muncul dari akal uniuersal1ang mampu menerangi dengan cahala akal uniaercal sebagainana lubanglang tak tembus tersebut menerangi dengan cahala lanpu jtang bersinar dengan cahay A//ah. 'Di dalann1a ada pelita pelita besar tersebut berada dalam kaca, sedangkan kaca tersebut adalah bentuk awal (a/ a/-fr/,4)yng nenberikan kasib salang dan sinar karena adanla limpahan jiwa terhadapnla
besar, dan
hafili
nelalui linpahan akal uniuersal terhadap jiwa uniuersal. "Seakan-akan bintang (yang bercahay) seperti mutiara",laitu bentuk murnilang menlerupai bintang dengan berbagai sifat personaln1a. 'Yang diryalakan dengan ninlak dari pohonyng diberkahi, (1aitu) pohon
lang Dia kehendak|
dan
Allah
nembuat perunpanaan-perumpamaan
bagi manusia. Oleh karena itu, api adalah bentuklangpaling
nulia
dan perumpamaanyngpaling
a&tng)ang berhubungan dengan cahEa. Oleh karena itu, Iblis diufi ketika ia nengatakan: 'Engkau ciptakan aku dari api, dan Engkau ciptakan dia (Adan) dai tanah" (ps. Shdd: 75). Hal itu karena api dari rcgi sifatryta dapat bergerak ke padat, dan tanah dari
segi
sfatryta bergerak
kt
tenpatyngtingt
Sedangkan, tanah adalah benda
tempatitang lebih rendah.
Sebagaimana tampak dalam kutipan di atas, ayat al-Qur'an dliadrkan sebagai sumbet inspirasi berFrlsafat dengan melakukan ta'wil dengan memalingkan nmakna-makna lahiriahnya ke gambaran-gambatan metafisis yang berkaitan dengan tuhan yang transenden, akal universal, jiwa universal, dan sebagainya.l8 Dengan demikian, sebagaimana kalangan sufi, seperti yang
dilakukan oleh al-Qusyairi, kalangan filosof Islam menerapkan ta'wilterhadap ayat-ayat alQur'an untuk sampai ke pemikiran-pemikran fiIsafat yang dikembangkannya. Dengan bersumber dari al-Qur'an sebagai inspirasinya, pantas dikatakan bahwa "filsafat Islam adalah filsafat prophetik, karena pada esensi filsafat Islam adalahhetmeneutika filosofis untuk memahami teks kitab suci". Seyyed Hossein Nasr mengatakan sebagai berikut:
lsMulammad'aUia "t-;
aUiri,
B a n -1 at a l- Aq t a l- Ara b i,
h. 283.
22
Vol.1,No.1
Stadialnsania
A deeper study of Islamic philosophy over its twelve-hundred-yeat history will reveal the role of the Qur'an and hadith in the fotmulation, exposition and problematics of this major philosophical tradition. In the same way that all of the Islamic philosophers from al-I(ndi onwards knew the Qur'an and hadith and lived with them, Islamic philosophy has manifested over the centuries its innet link with the revealed sources of Islam, a link which has become even more manifest as the centuries have unfolded, for Islamic philosophy is essentially a philosophical hermeneutics use of the rich philosophical heritage of antiquity.le
of
the Sacred Text while making
Suatu studi yang lebih mendalam tentang fi.lsafat Islam dalam perjalanan sejarahnya selama
dua belas abad akan bisa menunjukkan peran al-Qur'an dan hadits, baik dalam memformulasikan, menj elaskan, maupun dalam pengembangan persoalan-persoalan yang muncul dalam tradisi fi.lsafat utama ini. Dengan cara yang sama, di mana semua filsuf Islam sejak al-Kindi mengenal al-Qur'an dan hadits serta hidup dengan kedua sumber tersebut, fi.lsafat Islam selama berabad-abad menunjukkan keterkutannyayarrger tdengan sumber-sumber Islam yang diwahprkan, sebuah keterkaitan yang memiJiki banyak bentuk seiring dengan perjalanannya beberapa abad, karen a frlsafatlslam pada dasarnya adalah sebuah hermeneutika filosofis tentang
teks suci ketimbang menggunakan peninggalankaya filsafat kuno. Hubungan al-Qur'an dan hadits di satu sisi dengan filsafat Islam di sisi lain bisa ^nt^ra dipahami dari sejarah {ilsafat Islam. I(aum muslimin mengidentifikasi Hermes yang juga dikenal di Barat melalui sumber Islam dengan Nabi Idds atau Nffb, rasul yang disebut dalam al-Qur'an dan hadits. Para filosof Islam mengariggap Nabi Idris sebagai sumber fi.lsafat dan menyebutnya sebagai ahl al-hukan6'(Bapak para filosof). Seperti halnya Platq filosof Yunani yang terakhit, dan filosof Renaissance di Eropa, filosof Islam juga menganggap kenabian sebagai sumber
filsafat. Perkataan Arab yang terkenal mengatakan: "Filsafat Islam bersumber dad sumber kenabian" (yanba' al-hikmah nin nislkht an-nubuwwah) yang menggaung dalam sejarah Islam menunjukkan adanya hubungan antara filsafat dan kenabian.zo
Penutup Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, ltlsafat Islam, di samping berakar secara historis, juga memilikihubungan dengan sumber-sumber tekstual, baik al-Qur'an maupun hadits. Upaya kompromisasi antara sumber histotis dan sumber tekstual yang dilakukan oleh pata fi.losof Islam sangat tampak dalam contoh-contoh di atas. Fakta sejarah ketika penerjemahan karya Yunani ke bahasa Arab yang, arTtara lain, didorong oleh motivasi keagarnaan, sepetti kesimpulan Ira M. Lapidus di atas, memperkuat bahwa filsafat tidak bisa dipisahkan dari sumbet kenabian.
reSe11'ed
2oSeryed
Hossein Nasr, ""The Qur'an and Hadith", h. 37. Hossein Nasr, ""The Qur'an and Hadith", h. 30.
ITARDANI
Al-Qur'an sebagai Sumber Tekstual 23
DAFTAR PUSTAKA Al-Fanisin, Su'fid Abdu[ah, (,997M/1418H). IkhillAf al-Mafassirin:Asbdbuh waAthruh.Riyadh: Matkaz ad-Dir6sit wa al-I'lim. Hurley, Pattick J, (1985). A Condse Introduction to Logrc. California: \Tadswotth Publishing Company.
Al-JAbiri, Mu[ammad 'Abid, (1993). Bun-1at a/-Aq/ al-Arabi: Dirdsah TalliQtah Naqd{tah ti Nuqhun al-Marifah f ats Tsaqafat al-Arabfuah (Beirul al-Markaz ats-Tsaqdfi al-'Atabi. Lapidus, Ira M, (1999). A History of Islanic Societies. Cambddge: Cambridge University Press. Mfisi,Y0suf, (1991). al-pur'dn wa al-Falsafah, terjemah M. Thalib. Yogyakarta:Ttara\Yacana. Russel, Bertrand, (1957). lVfu I am Not a Chistian (an OtherEsMJs 0n Religion and Re/ated Subjects), ed. Paul Edward. New York: Simon & Schuster, Inc. Wensinck, A.J,Q979).TheMuslin Creed: Its Genesis andHistoricalDeuelopmeal. NewDelhi: Oriental Books Repdnt Corporation. \7olfson, Harry Austtyn, (1976). The Philosopfut of the Kalan (Cambridge: Harvatd Univetsity Press.