Aku belajar bahwa tawa dan airmata bukan sesuatu yangg memalukan, Aku mau menjadi rajawali yang siap setiap saat melewati badai hidup dan tak akan menyerah pada apapun juga Walaupun berakhir dengan kematian. Kehidupan tidak akan selalu berjalan lurus, kadang berliku liku kadang menanjak dan kadang aku harus terjatuh Bodohnya aku kenapa keputusan ini tidak kubuat satu tahun yang lalu, setelah semuannya menjadi sia sia aku harus merasakan kepedihan yang seharusnya tidak kurasakan. Ibuku dan ayahku bercerai saat aku berusia 5 tahun, saat itu aku lebih memilih hidup bersama ibuku dan aku pergi bersamanya meninggalkan ayahku sendirian diJakarta, alasanku lebih memilih Ibuku adalah Ayahku yang selalu sibuk dengan Pekerjaannya, jarang sekali dia rumah dan Ibu selalu bersamaku. Tapi kali ini aku merasakan sebuah penyesalan, kupikir mereka akan rujuk dan akan kembali bersatu, mereka tidak pernah memikirkan perasaanku, mereka berpisah seperti membalikan telapak tangan tanpa melihat Kondisiku yang saat itu sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tua. Penyesalan yang kualami adalah Ibuku menikah dengan salah satu temannya, aku sangat membenci saat kondisi itu, yang kuinginkan Ibuku dan ayahku kembali bersatu bukan seperti ini, suasana malah semakin kacau.
Aku menghirup nafas terakhirku dikota hujan ini, Bogor. Setelah selesai mengangkut semua barang barang yang ada dikamarku, aku berjalan membawa Koper besar, Hanya satu. Ibuku berfikir aku akan kembali padanya. Ayahku Sam, sudah menungguku sedari tadi didalam mobil hitam mengkilapnya dihalaman rumah Ibuku. Ibuku, Rini mengambil alih Koper untuk meringankan beban saat aku berjalan. “Reka“ Entah sudah berapa kali dia menyebut namaku saat aku berhenti diambang pintu Rumah. Ayahku membuka kaca mobilnya untuk melambaikan tangan padaku, aku membalasnya dengan sangat masam. “Maafkan ibu“Pintanya “Mama harap kamu bahagia sama Papamu“ Aku sentak melirik kearah Ibuku “Mama gak perlu meminta maaf, Mama gak salah“Suaraku terdengar parau, Mungkin Efek saat aku menangis dihari Pernikahan Ibuku. Dia terus menangis dibahuku, aku mencoba merespon dengan membelai rambutnya walaupun terlihat tidak sopan apa boleh buat aku selalu mencuekannya dari tadi. Suara klackson Ayahku berdentang, mengagetkan Ibuku. “Selamat tinggal, Ma“ Aku memeluk Ibuku dengan satu tangan karena tangan satunya mengambil alih Koper. 2
“Jaga diri kamu baik-baik, Mama selalu sayang kamu“Ucapnnya begitu tersentuh dihatiku, dia tidak sedang ingin merayukukan agar menetap disini ?. “Reka juga sayang mama“ Setelah itu dia mengecup keningku sebelum aku menerobos gerimis yang mulai merintik. Ayahku dengan ramah membuka pintu Mobil disebelahnya, Dia tersenyum dan sepertinya sangat senang atas kehadiranku dirumahnya. Lagi lagi aku mencoba tersenyum padanya tadi aku yakin senyumanku berupa senyuman sinis. Rambutku yang tergerai kuubah menjadi ikat Kuncir kuda, suasana diluar sangat dingin tapi ketika masuk kedalam Mobil ini aku merasakan hawa panas, Huu... “Terima Kasih“ Sudah berapa lama aku tidak berbicara dengan Ayahku? Ucapanku terdengar Kaku. “Ya sama sama“Balasnya kemudian menginjak pedal gas dan Kami langsung meninggalkan halaman depan rumah Ibuku, saat aku melirik kebelakang. Ibuku tengah melambaikan tangannya padaku, aku membalasnya dengan semangat mungkin dalam arti semangat aku semangat untuk meninggalkan Kota ini. Berjam jam aku bersama Ayahku didalam Mobi,l saat dia menawarkan agar menepi untuk makan, aku 3
memilih menolak aku Ingin cepat-cepat tiba dirumah, melihat suasana baru, bagus atau sebaliknya. “Sampai“tukasnnya Saat mobil berhenti, mataku mengerjap sudah berapa lama aku tertidur dimobil ini, ucapannya sekaligus mengagetkanku. Tergambar sebuah Ekspresi penyesalan diwajah ayahku, mungkin dia menyesal telah mengganggu Jam tidur magribku ini. Aku keluar tanpa mengucapkan sepata katapun, aku nyaris seperti bukan anaknya saat ini. Dijakarta hujan lebih deras, sekarang aku berdiri didepan Rumah besar dengan halaman seluas rumah Ibuku, ternyata Ibuku bukan mata duitan. Ayah mendahuluiku dengan maksud ingin menyambutku, saat dia membuka Pintu rumah, aku masuk lebih dulu. Sedikit kaget karena Dalamnnya begitu luas dan beraneka ragam barang antik. Anehnya, dia tak merasa takut harus tinggal disini sendirian sudah beberapa tahun atau mungkin saja dia nyaris tak pernah menyentuh rumah ini. Apakah tidak ada pembantu ? “Bi ina dan pak Kardi sedang cuti untuk beberapa hari, mungkin lusa mereka sudah kembali“seolah Ayahku mengetahui pikiranku dia menjawab begitu saja, mungkin dari ekspresi bingungku. “Reka, kamar 4
kamu ada dilantai dua“Katanya, Lalu mengangkut Koperku menaiki anak tangga. Kenapa aku seperti orang bodoh seperti ini ? Bukankah aku pernah tinggal disini ? Oh ya beberapa tahun yang lalu Rumah ini tidak seperti ini dan tidak ada yang namannya lantai dua. Mungkin ayahku sudah mendekorasi rumah ini dengan jerih payah keringatnya sendiri, menghabiskan uangnya hanya dengan mempercantik rumah yang mungkin saja tak pernah dia tempati, aku yakin itu. Aku membuka Pintu kamarku dengan sangat ragu, ketika aku berbalik ayahku sudah tidak ada, Sifat yang sangat aku sukai dari ayahku, dia tak pernah mengekoriku. “Bagus“desisku mengedarkan pandanganku kesetiap sudut ruangan kamar ini. Mungkin beberapa hari lalu Ayahku menyuruh seorang Arsitek ternama untuk mendesain kamarku sebagus mungkin atau lebih tepatnya segadis mungkin, Warna Pink sangat mencolok dikamar ini, semua serba Pink tapi itu tak masalah bagiku selagi dia tak pernah menggangguku saat tidur. Fajar menyingsing, Cahaya matahari sangat menyilaukan menuju kamarku, mataku mengerjap secepat mungkin.
5
6