AKTIVITAS PAKIRIZIN DAN TURUNANNYA TERHADAP PERTUMBUHAN SEL LEUKEMIA L1210
ABSTRAK DISERTASI Untuk memperoleh gelar Doktor dalam bidang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Institut Teknologi Bandung Dipertahankan pada Sidang Terbuka Komisi Program Doktor Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung Tanggal 21 Juni 2000
Oleh SUTRISNO NIM : 31195002
Promotor Kopromotor
: Prof. Soekeni Soedigdo, Ph.D : Dr. Sadijah Achmad Dr. Buchari
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2000
ABSTRAK Usaha untuk memperoleh obat yang berkhasiat sebagai antitumor baik dari senyawa bahan alam maupun sintetis terus dilakukan oleh para peneliti. Kajian terhadap struktur senyawa bahan alam yang bersifat antitumor yang telah dilakukan oleh para peneliti menunjukkan adanya gugus-gugus fungsional khas yang terdapat dalam senyawa tersebut. Senyawa-senyawa bahan alam yang bersifat antitumor pada umumnya dicirikan oleh adanya gugus-gugus fungsional yang khas, yakni sistem lingkar, sistem lakton, sistem karbonil tidak jenuh α,β (baik sebagai lakton, ester, asam, aldehid maupun keton), jembatan oksida dan gugus hidroksi (-OH). Makin banyak gugus-gugus fungsional khas yang terkandung dalam suatu molekul makin besar aktivitasnya sebagai zat antitumor. Pakirizin yang mempunyai sifat racun dan menghambat respirasi homogenat hati mencit, di dalam strukturnya mengandung gugus-gugus fungsional yang khas, yakni sistem lingkar, sistem lakton dalam bentuk α-metilen-δ-lakton, sistem furan, dan metilendioksi. Berdasarkan adanya gugusgugus fungsional yang khas dalam strukturnya dan sifat fisiologi tertentu yang telah diteliti untuk pakirizin, maka dilakukan penelitian lebih lanjut tentang sifat sitotoksik pakirizin terhadap sel leukemia L1210 sebagai salah satu upaya untuk memperoleh senyawa antitumor ataupun antikanker alami. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas sitotoksik pakirizin terhadap sel leukemia L1210, khususnya mengkaji gugus-gugus mana yang berperan dominan dalam menentukan aktivitas sitotoksiknya, sehingga dapat dipelajari hubungan struktur-aktivitas sitotoksiknya. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan eksperimen dengan tahapan sebagai berikut: (1). Mengisolasi pakirizin dari biji bengkuang (Pachyrrhizus erosus Urban) dan menentukan strukturnya, (2). Memodifikasi gugus-gugus tertentu pakirizin, sehingga diperoleh senyawa-senyawa turunan pakirizin, (3). Melakukan penapisan dengan sel leukemia L1210 untuk mengkaji aktivitas sitotoksik pakirizin dan turunannya. Pakirizin berhasil diisolasi dari biji bengkuang (Pachyrrhizus erosus Urban) dengan teknik ekstraksi dan kromatografi kolom. Ekstraksi terhadap serbuk kering biji bengkuang dengan cara maserasi menggunakan pelarut petroleum eter, dan dilanjutkan dengan pelarut etanol menghasilkan suatu isolat kasar yang mengandung pakirizin. Pemurnian terhadap isolat kasar dilakukan secara kromatografi kolom dengan pengelusi kloroform. Sebagai hasil isolasi diperoleh kristal berbentuk jarum yang berwarna kuning-hijau cerah dengan titik lebur 206-2070C. Karakterisasi dan identifikasi lebih lanjut terhadap kristal hasil isolasi dilakukan dengan kromatografi lapis tipis,
kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas, spektrometri massa, spektrofotometri ultraviolet, spektrofotometri inframerah, spektrometri 1H- dan
13
C-NMR. Hasil karakterisasi dan identifikasi
menunjukkan bahwa zat ini adalah pakirizin. Dari uji aktivitasnya terhadap pertumbuhan sel leukemia L1210 secara in vitro diperoleh IC50 sebesar 57,84 µg/mL untuk isolat kasar pakirizin dan 0,73 µg/mL untuk pakirizin. Hal ini menunjukkan bahwa pakirizin bersifat sitotoksik, dan berpotensi sebagai zat antitumor atau antikanker. Telaah peranan gugus-gugus fungsional yang berperan dominan dalam menentukan sifat sitotoksiknya dilakukan dengan memodifikasi gugus-gugus fungsional khas pakirizin, yakni mereduksi ikatan rangkap C=C dan memecah cincin lakton. Dari hasil kajian ini dapat diungkap hubungan antara struktur-aktivitas sitotoksik pakirizin dan turunannya. Reduksi terhadap pakirizin dilakukan dengan hidrogenasi katalitik menggunakan gas hidrogen dan katalis Pd/C 3% pada suhu kamar dan tekanan normal. Sebagai hasil reduksi diperoleh suatu kristal berbentuk jarum berwarna kuning-putih (kuning pudar) yang mempunyai titik lebur 220-2220C. Karakterisasi dan identifikasi terhadap kristal ini lebih lanjut dilakukan dengan kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas, spektrometri massa, spektrofotometri ultraviolet, spektrofotometri inframerah, spektrometri 1H- dan identifikasi
menunjukkan
bahwa
senyawa
hasil
13
C-NMR. Hasil karakterisasi dan
hidrogenasi
katalitik
tersebut
adalah
dihidropakirizin, dan reduksi terjadi pada ikatan rangkap C=C dalam cincin furan. Uji aktivitas dihidropakirizin terhadap pertumbuhan sel leukemia L1210 secara in vitro mempunyai IC50 sebesar 0,96 µg/mL, yang menunjukkan bahwa dihidropakirizin mempunyai aktivitas sitotoksik yang lebih lemah (turun menjadi 76%) dibanding pakirizin, namun tetap bersifat sitotoksik. Pemecahan cincin lakton dilakukan dengan menghidrolisis pakirizin melalui dua cara. Cara yang pertama, reaksi hidrolisis dilakukan dengan larutan KOH/MeOH 20% dan dilanjutkan dengan pengasaman menggunakan larutan HCl pekat. Hasilnya, berupa kristal berbentuk jarum berwama kuning dengan titik lebur 162,51650C. Karakterisasi dan identifikasi lebih lanjut terhadap zat ini dilakukan secara kromatografi lapis tipis, kromatografi gas, spektrometri massa, spektrofotometri ultraviolet, spektrofotometri inframerah, dan spektrometri
1
H-NMR. Hasil karakterisasi dan
identifikasi menunjukkan bahwa senyawa ini tidak mengandung sistem lakton, mengandung gugus hidroksi (-OH) aromatik dan gugus metil (-CH3) ester. Untuk selanjutnya senyawa ini disebut metilhidroksipakirizin. Uji aktivitas metilhidroksipakirizin terhadap pertumbuhan sel leukemia L1210 secara in vitro memberikan IC50 sebesar 7,50 µg/mL, hal ini menunjukkan bahwa aktivitas sitotoksik metilhidroksipakirizin jauh lebih rendah dibanding pakirizin, yakni turun hingga tinggal
10%-nya. Cara yang ke dua, reaksi hidrolisis dilakukan dengan larutan NaOH (aq) 20% yang dilanjutkan dengan metilasi menggunakan dimetilsulfat. Hasil yang diperoleh adalah zat padat berwarna kuning-kecoklatan dengan titik lebur 142,5-1450C. Karakterisasi dan identifikasi terhadap zat ini dilakukan secara kromatograf lapis tipis, kromatografi gas, spektrometri massa, spektrofotometri ultraviolet, spektrofotometri infiramerah, dan spektrometri
1
H-NMR. Hasil
karakterisasi dan identifikasi menunjukkan bahwa senyawa ini tidak mengandung sistem lakton, mengandung gugus metil (-CH3) ester dan gugus metoksi (-OCH3) aromatik, dan untuk selanjutnya senyawa ini disebut metilmetoksipakirizin. Uji aktivitas metilmetoksipakirizin terhadap pertumbuhan sel leukemia L1210 secara in vitro memberikan IC50 4,75 µg/mL, yang menunjukkan bahwa metilmetoksipakirizin sangat kurang aktif (aktivitasnya turun menjadi 15%-nya) daripada pakirizin maupun dibanding dihidropakirizin, dan lebih aktif daripada metilhidroksipakirizin. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan struktur pakirizin mempengaruhi aktivitas sitotoksik pakirizin. Cincin lakton mempunyai peranan yang dominan dalam menentukan sifat sitotoksik pakirizin terhadap sel leukemia L1210, sedangkan ikatan rangkap C=C cincin furan mempunyai peranan yang kurang signifikan dalam menentukan sifat sitotoksiknya. Urutan aktivitas sitotoksik pakirizin dan turunan-turunannya terhadap sel leukemia L 1210 dapat dinyatakan sebagai berikut: pakirizin > dihidropakirizin > metilmetoksipakirizin > metilhidroksipakirizin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan lanjut tersebut terhadap asam deoksiribonukleat (DNA) melalui mekanisme penyisipan (interkalasi), karenanya faktor keplanaran molekul berperan dalam melakukan penyisipan ke dalam molekul DNA. Makin planar molekulnya makin mudah melakukan penyisipan di antara celah pasangan-basa dalam untaian pilinan ganda DNA sehingga makin besar kemungkinan gangguan kerja pada DNA, yang mengakibatkan peningkatan aktivitas sitotoksiknya. Ditinjau dari strukturnya pakirizin lebih planar daripada metilmetoksipkirizin, sehingga pakirizin lebih mudah melakukan penyisipan, akibatnya pakirizin mempunyai aktivitas sitotoksik lebih tinggi daripada metilmetoksipakirizin. Mekanisme penyisipan diduga sebagai berikut: Bagian planar molekul pakirizin menyisip di antara celah pasangan-basa dalam untaian pilinan ganda DNA, selanjutnya mengadakan interaksi dengan basa-basa DNA dan membentuk suatu "kompleks pakirizin-DNA ". Akibatnya, terjadi perusakan atau perubahan struktur pilinan pada untaian ganda DNA. Perubahan struktur pilinan untaian ganda DNA ini menyebabkan gangguan pada kerja DNA untuk melakukan replikasi dan gangguan kerja DNA-polimerase, yang menyebabkan hambatan pada sintesis protein, sehingga mengakibatkan hambatan pertumbuhan sel atau kematian sel.
Penelitian ini membuka peluang untuk pengkajian lebih lanjut kebenaran prediksi-prediksi tersebut di atas. Hasil-hasil penelitian ini dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
ABSTRACT The efforts to search for effective medicines as potent antitumour agents, either from natural products or synthetic compounds, have been carried out by many researchers. The studies on the structure of natural substances having potential antitumour activity show that the molecules of the substances contain typical functional groups.. These substances are characterized by their typical functional groups, such as ring system, lactone system, α,β unsaturated carbonyl group (CH=CC=0) such as lactone, ester, acid, aldehyde and ketone groups, oxide bridge and hydroxyl group (OH). The higher the number of the typical functional groups contained in a molecule is the greater the activity of the substance as an antitumour agent. Pachyrrhizin is poisonous and able to inhibit respiration in mice liver. It has chemical structure contains typical functional groups. The groups are in the forms of ring system, lactone system in αmethylene-δ-lactone, furan system, and methylenedioxy group. Since its structure, typical groups, and physiological properties have been studied, in this research the study of cytotoxic activity of pachyrrhizin against L1210 leukemia cell has been carried out as an effort to find a natural antitumour or anticancer agents. The aims of this research is to assay the cytotoxic activity of pachyrrhizin against L1210 leukemia cell, particularly to find the most active functional groups in determining the cytotoxic activity, thus the structure-activity relationship could then be studied. To achieve this aim, the experiment was carried out in three steps, as follows: (1) Isolation of pachyrrhizin from the seeds of Pachyrrhizus erosus Urban, and followed by determination of its chemical structure. (2) Chemical modification of specific group pachyrrhizin was done to obtain derivatives of pachyrrhizin. (3) Bioassay of pachyrrhizin and its derivatives against L1210 leukemia cell to study their cytotoxic activities. Pachyrrhizin was isolated succesfully from Pachyrrhizus erosus seeds by extraction and column chromatography. Extraction of the dried powder of Pachyrrhizus erosus seeds was done by maseration with using petroleum ether, followed by ethanol, and produced crude isolate containing pachyrrhizin. The purification of the crude isolate was done by column chromatography with chloroform as eluent, resulted in a bright greenish-yellow needles, which had melting point of 260270°C. Further characterization and identification of this crystal done by thin layer chromatography, high performance liquid chromatography, gas chromatography, mass spectometry, ultraviolet and infrared spectrophotometry,and 1H- and compound was pachyrrhizin.
13
C-NMR spectrometry, showed that this
The in vitro bioassay against L1210 leukemia cell produced the IC50 value of 57,84 µg/rnL for crude isolate and 0,73 µg/mL for pachyrrhizin. This result shows that pachyrrhizin is cytotoxic, and prospective as antitumour or anticancer agent. Study on functional groups of pachyrrhizin dominantly playing roles on the cytotoxic activity was done by modifying this characteristic functional group, i. e. reduction of C=C double bond and the cleavage of the lactone ring. The result of the study was expected to be able to identify the relationship between the structure and the cytotoxic activity of pachyrrhizin and its derivatives. The reduction of pachyrrhizin was carried out by catalytic hydrogenation using hydrogen gas and Pd/C 3% as catalyst at normal pressure and room temperature, resulted in a whitish yellow needles, which had melting point of 220-222°C. The characterization and identification of the crystal was done by thin layer chromatography, high performance liquid chromatography, gas chromatography, mass spectrometry, ultraviolet and infrared spectrophotometry,
1
H and
13
C-NMR
spectrometry. The result of the characterization and identification showed that the compound resulted from the catalytic hydrogenation was dihydropachyrrhizin, which the reduction of C=C double bond occurred in furan ring. The in vitro bioassay of dihydropachyrrhizin against L1210 leukemia cell growth showed that the value of its IC50 was 0,96 µg/mL. It means that dihydropachyrrhizin has lower cytotoxic activity than pachyrrhizin. The cleavage of lactone ring was carried out by hydrolizing pachyrrhizin using two methods. The first method, was hydrolysis reaction using K0H/MeOH 20% solution, followed by acidification using hydrochloric acid solution. The result was yellow needles, which had melting point of 162,5165°C. Further characterization and identification of this compound was done using thin layer chromatography,
high
performance
liquid
chromatography,
spectrometry, ultraviolet and infrared spectrophotometry, 1H- and
gas 13
chromatography,
mass
C-NMR spectrometry. The
result of these characterization and identification showed that this compound was not contain a lactone system, but contained aromatic hydroxyl (Ar-OH) and methyl ester (-COOCH3) functional groups. This compound is called methylhydroxypachyrrhizin. The in vitro bioassay of methylhydroxypachyrrhizin against L1210 leukemia cell growth, had IC50 value of 7,50 µg/mL. This result showed that methylhydroxypachyrrhizin was not cytotoxic. The second method, was hydrolysis reaction of pachyrrhizin using 20% of NaOH (aq) solution, followed by methylation using dimethylsulphate. A brownish yellow solid matter having, melting point of 142,5-145°C was obtained. The characterization and identification of this substance was performed by thin layer chromatography, gas chromatography, mass spectometry, ultraviolet and infrared spectrophotometry, and 1H-NMR spectro-metry. The result of these characterization and identification showed that this
substance did not contain lactone system, but contained aromatic methoxy (Ar-OCH3) and methyl ester (-COOCH3) functional groups. This substance is called methylmethoxypachyrrhizin. The in vitro bioassay of this compound against L 1210 leukemia cell growth, had the IC50 value of 4,75 µg/mL This result showed that methylmethoxypachyrrhizin was not cytotoxic extremely less active than pachyrrhizin, but more active than methylmydroxypachyrrhizin. The results of this research indicate that modification of the structure of pachyrrhizin affects its cytotoxic activity. The lactone ring has a dominant role in affecting the nature of cytotoxic activity of pachyrrhizin againts L1210 leukemia cell, while the C=C double bond of the furan ring is less significant. The ranking of cytotoxic activity of pachyrrhizin and its derivatives against L1210 leukemia cell as follows: pachyrrhizin > dihydropachyrrhizin > methylmethoxypachyrrhizin > methylhydroxypachyrrhizin. It is expected that the investigation of the molecule structure of natural substances can contribute positively to the prediction of potential antitumour activity. The results of the research on the cytotoxic activity of pachyrrhizin and its derivatives indicate that there is relationship between structure and cytotoxic activity. The lactone ring of pachyrrhizin contributes dominantly to the cytotoxic activity, whereas the C=C double bond of furan ring shows less contribution. The investigation of the structure cytotoxic activity relationship of pachyrrhizin and its derivatives indicates that cytotoxic activity is determined by the polarity and the planarity of the molecules. The increase in the polarity (as occurs in dihydropachyrrhizin and methylmethoxy pachyrrhizin compared to that of pachyrrhizin) results in the decrease in the cytotoxic activity, due to the fact that the more polar the compound is, the more difficult the molecules reach the target organ in the cell. Based on that investigation and studies on the interaction mechanism of antitumour activity of furocoumarin and its derivatives, it is suggested that, the following interaction occures in the deoxyribonucleic acid (DNA) through intercalation mechanism. The planarity of the molecule has a role to intercalate into the DNA molecule. The higher planarity of the molecule is the easier the molecule intercalate between the base-pair of the strands of DNA double helix. This condition may cause disturbance to the working mechanism of the DNA, which will then cause the increase of cytotoxic activity. Considering its structure, the planarity of pachyrrhizin is higher than that of methyhnethoxypachynizin, therefore it is more capable to intercalate; thus, pachyrrhizin has higher cytotoxic activity than methylmethoxypachyrrhizin. The intercalation mechanism is predicted to occur in the following way:
The planar part of pachyrrhizin intercalates between the base-pair of the strands DNA double helix, then interacts with the DNA bases to form "pachyrrhizin-DNA complex ", resulting in the damage or change of the double strand structure of the DNA. This change affects the replication of the DNA and the DNA-polimerase template activity, that will inhibit the protein synthesis, then will result in the inhibition of cell growth or the cell will dye. Further research is needed to verify the predictions mentioned above. The results of this research are described below: