AKTIVITAS INSULINOTROPIK EKSTRAK ETANOL BUAH MAHKOTA DEWA SECARA IN VITRO
NURHIKMAH ARFIANTI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
AKTIVITAS INSULINOTROPIK EKSTRAK ETANOL BUAH MAHKOTA DEWA SECARA IN VITRO
NURHIKMAH ARFIANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ABSTRAK
NURHIKMAH ARFIANTI. Aktivitas Insulinotropik Ekstrak Etanol Buah Mahkota Dewa secara In Vitro. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO dan WULAN TRIWAHYUNI. Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa.) merupakan tanaman asli Indonesia yang akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai obat antidiabetes oleh masyarakat dan dilaporkan berkhasiat. Namun mekanisme kerja dan senyawa aktif yang berperan sebagai antidiabetes belum diketahui. Penelitian ini bertujuan membuktikan mekanisme kerja ekstrak etanol buah mahkota dewa sebagai insulinotropik pada kultur sel pankreas BRIN-BD11 dan menentukan kandungan senyawa dari ekstrak etanol buah mahkota dewa yang memberikan efek insulinotropik terbaik. Buah mahkota dewa diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 30%. Ekstrak etanol buah mahkota dewa pekat diuji kandungan senyawa metabolit sekundernya dengan uji fitokimia. Selanjutnya diuji aktivitasnya sebagai insulinotropik pada kultur sel pankreas BRIN-BD11 dengan konsentrasi 1.125, 2.250, dan 4.500 mg/ml, ekstrak etanol buah mahkota dewa dipisahkan menggunakan flash chromatography dan kromatografi lapis tipis (KLT) analitik. Fraksi-fraksi yang diperoleh diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet (UV), Inframerah (IR), dan uji fitokimia. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid. Dari hasil uji aktivitas insulinotropik ekstrak etanol memiliki efek insulinotropik pada konsentrasi 1.125, 2.250, dan 4.500 mg/ml masing-masing sebesar 1.50, 1.31, dan 2.00 kali lipat dibandingkan dengan kontrol. Pemisahan dengan flash chromatography dan KLT menunjukkan ekstrak pekat memiliki 4 fraksi. Hasil identifikasi dengan spektrofotometer UV, IR, dan uji fitokimia diduga semua fraksi mengandung flavonoid.
ABSTRACT NURHIKMAH ARFIANTI. Insulinotropic Activity of Ethanol Extract from Mahkota Dewa’s fruit with In Vitro. Supervised by IRMA HERAWATI SUPARTO and WULAN TRIWAHYUNI. Mahkota dewa’s (Phaleria macrocarpa) fruits as Indonesian traditional plant increasingly popular to be used as antidiabetic medicine. However, the antidiabetic mechanism of mahkota dewa’s fruits is not known yet. The purpose of this research are to prove ethanol extract from mahkota dewa’s fruits mechanism as insulinotropic in BRIN-BD11 pancreas cells culture and also to determine the compound that has the best insulinotropic effect. The fruits were extracted by maseration method with ethanol 30% as solvent. Crude ethanol extract was determined for its secondary metabolite compounds by phytochemical assay. Furthermore, crude ethanol extract were assayed for its antidiabetic activity as insulinotropic with 1.125, 2.250, and 4.500 mg/ml concentration. The crude extract was separated by flash chromatography and analytical thin layer chromatography (TLC). The obtained fractions were identified with ultraviolet (UV), infrared (IR) spectrophotometer and confirmed with qualitative phytochemical assay. The phytochemical assay showed that this crude extract contains alkaloid, flavonoid, tanin, and steroid. The result of antidiabetic activity assay showed that 1.125, 2.250, and 4.500 mg/ml concentration had insulinotropic effects 1.50, 1.31, and 2.00 times as compared to control. The separation with flash chromathography and analytical TLC resulted in 4 fractions. Identification of all fractions with UV, IR spectrum, and qualtitative phytochemical assay resulted in the assumption of flavonoid compound.
Judul Nama NIM
: Aktivitas Insulinotropik Ekstrak Etanol Buah Mahkota Dewa secara In Vitro : Nurhikmah Arfianti : G44204049
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. dr. Irma Herawati Suparto, MS NIP 131 606 776
Wulan Triwahyuni, S.Si
Mengetahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor,
Dr. drh. Hasim, DEA NIP 131 578 806
Tanggal Lulus :
Kupersembahkan untuk bapak dan mama yang tidak pernah lelah memberi kasih sayang, semangat, dan dukungan…
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT berkat rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah yang berjudul Aktivitas Insulinotropik Ekstrak Etanol Buah Mahkota Dewa secara In Vitro ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB Bogor, Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), dan Pusat Studi Biofarmaka (PSB), LPPM-IPB Bogor dari bulan Februari sampai Juli 2008. Terima kasih penulis ucapkan kepada kepada pihak yang telah membantu dalam mengerjakan karya ini, terutama kepada Ibu Dr. dr. Irma H Suparto, MS dan Ibu Wulan Triwahyuni, S.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, serta dorongan semangat selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada PSB yang telah memberi kesempatan untuk terlibat dalam penelitian antidiabetes dan membantu sebagian dana penelitian. Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada Dr. drh. Diah Iskandriati dan seluruh staf Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi PSSP LPPM-IPB Bogor atas bantuan dan bimbingannya selama pengujian dengan sel, serta Om Eman, Bu Nunung, dan seluruh staf Laboratorim Kimia Analitik. Terima kasih kepada Bapak, Mama, Menek, Adikku Alm. Andrian, keluarga besar kakek H. Husen Nata Mihardja, dan keluarga besar di Bima atas kasih sayang, doa, dukungan moril dan materil yang diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Tri atas bantuan, semangat, dan kerja samanya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Budi atas jurnal-jurnal, bantuan, dan dukungannya, Ela dan Irma dalam memecahkan persoalan yang dihadapi penulis, teman-teman Kimia Analitik 41, teman-teman Wisma Bisma 2 atas dukungan dan doanya, dan teman-teman Kimia angkatan 41 atas jalinan pertemanannya. Akhir kata semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2008
Nurhikmah Arfianti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 Oktober 1986 dari ayah Arifin A. Kadir, S.Pd dan ibu Dra. Siti Apipah. Penulis merupakan anak tunggal. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 35 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB dengan pilihan Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun ajaran 2005-2006 penulis tergabung dalam organisasi kemahasiswaan kimia IPB, Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika), sebagai staf Departemen Keilmuan. Bidang yang diminati adalah Kimia Anorganik. Penulis melakukan Praktik Lapangan di Laboratorium Quality Assurance PT Indofood Sukses Makmur, Tbk Jakarta dari Bulan Juli sampai Agustus 2007.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) .................................................... 1 Diabetes Melitus ...................................................................................... 2 Pengoatan Diabetes Melitus ..................................................................... 2 Ekstraksi .................................................................................................. 3 Insulinotropik dan Sel Pankreas BRIN-BD11 ........................................... 3 Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) ....................................... 4 Kromatografi............................................................................................ 4 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) .................................... 5 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ......................................................................................... 5 Lingkup Kerja .......................................................................................... 5 Preparasi sampel ...................................................................................... 6 Kadar Air ................................................................................................. 6 Ekstraksi .................................................................................................. 6 Analisis Fitokimia Ekstrak Etanol 30% (Harborne 1987).......................... 6 Efek Insulinotropik pada Kultur Sel Pánkreas BRIN-BD11 ...................... 7 Pengaruh Ekstrak pada Sekresi Insulin Fase Cepat pada Kultur Sel Pankreas BRIN-BD11 ..................................................... 7 Pengukuran Kadar Insulin dengan Kit Mercodia Rat Insulin ELISA ......... 7 Pemisahan dengan Flash Chromatography............................................... 7 Pemisahan dengan Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Analitik .......... 7 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dengan Spektrofotometer Ultraviolet (UV) ....................................................................................... 8 Identifikasi Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer FTIR ....................... 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air ................................................................................................. 8 Ekstrak Sampel ........................................................................................ 8 Golongan Fitokimia ................................................................................. 8 Efek Insulinotropik Ekstrak Etanol pada Kultur Sel Pankreas BRIN-BD11 ............................................................................................. 9 Pengaruh Ekstrak pada Sekresi Insulin Fase Cepat pada kultur Sel Pankreas BRIN-BD11 ............................................................................ 10 Fraksinasi ............................................................................................... 10 Spektrum Ultraviolet (UV) ..................................................................... 11 Spektrofotometer Inframerah.................................................................. 11
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................ 12 Saran ...................................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12 LAMPIRAN ...................................................................................................... 15
DAFTAR TABEL Halaman 1 Daerah spektra inframerah.......................................................... .............5 2 Hasil uji kualitatif fitokimia ekstrak etanol buah mahkota dewa............ 9 3 Data sekresi insulin oleh sel BRIN-BD11 ekstrak etanol buah mahkota dewa KSH .......................................................................................... 10 4 Panjang gelombang maksimum pada spektrum UV ........................... 11 5 Bilangan gelombang inframerah dan dugaan gugus fungsi.................. 12
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Buah mahkota dewa ............................................................................. 2 2 Alat flash chromatograpy ..................................................................... 4 3 Efek insulinotropik ekstrak etanol buah mahkota dewa dari KSH dan Cikabayan ...................................................................................... 9 4 Efek insulinotropik ekstrak etanol buah mahkota dewa KSH pada fase cepat KRB-1 dan KRB-3 dan fase lambat ........................................... 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 2 3 4 5 6 7 8
Halaman Diagram alir penelitian ....................................................................... 16 Diagram alir uji fitokimia .................................................................. 17 Perhitungan kadar air.......................................................................... 18 Perolehan rendemen ekstrak ............................................................... 19 Perolehan data uji sel .......................................................................... 20 Hasil pemisahan ekstrak mahlota dewa KSH ...................................... 21 Spektrum UV keempat fraksi.............................................................. 22 Spektrum inframerah keempat fraksi .................................................. 23
16
PENDAHULUAN Penyakit diabetes melitus (DM) juga disebut masyarakat sebagai penyakit gula atau kencing manis. Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolisme karbohidrat. Meningkatnya kadar glukosa dalam darah dan urin, menyebabkan produksi urin yang berlebihan, rasa haus, lapar, yang menyerang sekitar 200 juta orang di dunia (Bapanna & Rathod 1997). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 300 juta penduduk dunia akan menderita penyakit DM pada tahun 2025 (Pradeepa & Mohan 2002). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Indonesia jumlah penderita DM berkisar antara 1.2−2.3% dari jumlah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Pengobatan penyakit DM dapat dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian insulin dan berbagai obat antidiabetik oral. Saat ini harga insulin maupun obat antidiabetik oral terbilang mahal. Selain mahal, penggunaan obat antidiabetik oral dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, masyarakat saat ini mulai berpaling menggunakan obat tradisional yang dikombinasikan dengan obat antidiabetik oral komersial sebagai obat antidiabetik. Obat tradisional yang biasa digunakan sebagai obat diabetes adalah sambiloto, sirih merah, daun jati, mengkudu, pohon kayu gabus, dan akhirakhir ini mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) banyak digunakan. Mahkota dewa merupakan salah satu tanaman obat yang secara empiris berkhasiat untuk mengobati kanker, diabetes melitus, liver, jantung, darah tinggi, gangguan ginjal, menghentikan pendarahan pada luka, insomnia, eksim, jerawat, reumatik, luka gigitan serangga, penyakit kulit, dan penambah stamina (Harmanto 2003). Menurut berbagai hasil penelitian mahkota dewa mengandung flavonoid, alkaloid, terpenoid, saponin, dan senyawa resin (Harmanto 2003; Winarto 2003). Penelitian mengenai potensi mahkota dewa sebagai obat antidiabetes belum banyak dilakukan. Shalahuddin (2005) berhasil membuktikan khasiat mahkota dewa sebagai antidiabetes pada tikus hiperglikemik dengan penurunan kadar glukosa darah hingga 46,1% pada minggu pertama dan 43,8% pada minggu kedua. Namun mekanisme kerja dan senyawa aktif yang berperan sebagai obat antidiabetes belum diketahui. Oleh karena itu, perlu diteliti mekanisme kerja ekstrak buah mahkota dewa
yang berkhasiat sebagai antihiperglikemik dengan menggunakan sel pankreas BRINBD11 dan dikarakterisasi senyawa aktifnya yang berperan sebagai antihiperglikemik. Penelitian ini bertujuan membuktikan mekanisme kerja ekstrak etanol buah mahkota dewa sebagai insulinotropik pada kultur sel pankreas BRIN-BD11 dan melakukan fraksinasi serta identifikasi terhadap fraksi dari ekstrak etanol buah mahkota dewa.
TINJAUAN PUSTAKA Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Mahkota dewa adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari tanah Papua. Namun, dikenal sebagai tanaman obat justru bermula di tanah Jawa. Mahkota dewa diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Bangsa Thymelaeales, Suku Thymelaeaceae, Marga Phaleria, Jenis Phaleria macrocarpa. Sebutan atau nama lain untuk mahkota dewa cukup banyak seperti pusaka dewa, derajat, buah simalakama, mahkota ratu, trimahkota, makuto dewo, makuto ratu, makuto rojo, dan pau. Secara empiris bagian tanaman yang digunakan sebagai obat umumnya adalah batang, daun, dan buah. Bagian akar dan bunga belum terbukti berkhasiat untuk pengobatan. Khasiat mahkota dewa yang telah dilakukan pada hewan coba adalah berkhasiat sebagai hepatoprotektor (Marliana 2005), antioksidan (Lisdawati & Kardono 2006; Saleh 2007), dan antihiperglikemia (Shalahuddin 2005). Mahkota dewa merupakan tanaman perdu dengan ketinggian kurang lebih mencapai 2.5 m, berdaun tunggal seperti daun jambu air tetapi langsing dan ujungnya runcing. Panjang daun mahkota dewa sekitar 10-70 cm, dan lebar 3-5 cm. Warna permukaan daun bagian atas lebih tua dari bagian bawah. Bunga setiap kelompok kelipatan 2−4, berbentuk seperti terompet dengan warna putih. Buah mahkota dewa berbentuk bulat sedikit agak lonjong dengan ukuran mulai dari ukuran sebesar bola pingpong sampai sebesar bola tenis. Warna buah yang muda berwarna hijau, namun setelah tua berwarna merah seperti darah segar (Gambar 1). Bagian tanaman yang digunakan untuk obat antara lain buah (daging buah, kulit dan biji), batang, dan daun (Harmanto 2003).
16
Produk mahkota dewa yang sudah banyak dipasarkan ke masyarakat, yaitu dalam bentuk irisan yang sudah dikeringkan. Secara tradisional buah mahkota dewa yang sudah dikeringkan dikonsumsi sebanyak 5 g untuk satu kali pengolahan. Untuk meningkatkan khasiat biasanya dianjurkan meminum air hasil ekstraksi buah mahkota dewa bersamasama tanaman obat lain seperti temulawak, sambiloto, dan tapak dara (Winarto 2003).
Gambar 1 Buah makota dewa. Menurut Djumidi et al. (1999), daun dan buah mahkota dewa mengandung alkaloid dan saponin. Evaluasi fitokimia mahkota dewa telah dilakukan, antara lain mengandung alkaloid, saponin, terpenoid, flavonoid, fenolik, dan steroid. Buah makhkota dewa mengandung berbagai jenis lemak (lipid), sedangkan getahnya mengandung senyawasenyawa insektisida terutama terhadap kumbang tenebrinoid (Kardono 2003). Efek antihistamin dari mahkota dewa diduga karena adanya steroid, saponin, atau flavonoid. Ekstrak daging buah dan kulit biji mahkota dewa menunjukkan aktivitas antioksidan yang cukup potensial. Diabetes Melitus Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (80-120 mg/dl), yang biasa disebut hiperglikemia, akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) serta dapat menyerang semua lapisan umur tidak membedakan orang kaya ataupun miskin. Pada orang yang telah berumur penyakit ini sering muncul tanpa gejala dan kerap baru diketahui bila yang bersangkutan melakukan pemeriksaan rutin. Gejala yang ditimbulkan antara lain rasa haus, sering kencing (poliuria), banyak makan (polifagia) tetapi berat badan tetap menurun, gatal-gatal, dan badan terasa lemah. Apabila penyakit ini dibiarkan tidak terkendali maka akan timbul berbagai komplikasi yang fatal, seperti penyakit jantung, terganggunya fungsi ginjal, kebutaan, pembusukan kaki yang terkadang perlu diamputasi, atau timbulnya impotensi (Dalimartha 2002).
Seseorang dapat menderita penyakit diabetes melitus karena berbagai faktor, antara lain keturunan, obesitas, pola makan yang tidak sehat, malnutrisi, gangguan toleransi glukosa, dan lingkungan (Tjokoprawiro 1989). Menurut WHO tahun 1995, secara klinis diabetes mellitus dikelompokkan ke dalam 1. Diabetes melllitus tipe I (DM tipe I) Penderita penyakit diabetes tipe ini tergantung pada insulin seumur hidupnya. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi insulin. Insulin sama sekali tidak diproduksi atau diproduksi dalam jumlah yang sedikit sekali (Vinicor 2001 dalam Maryuni 2002). Tubuh tidak mampu memproduksi insulin karena sel β pulau Langerhans mengalami peradangan yang diakibatkan oleh adanya virus, seperti cochsakie, rubella, cito megalo virus (CMV), harpes, dan lain-lain (Ranakusuma, et al. 1999). 2. Diabetes mellitus tipe II (DM tipe II) Penyakit ini biasanya terjadi pada penderita berusia di atas 40 tahun yang berbadan gemuk. DM tipe II berbeda dengan DM tipe I, pankreas masih bisa memproduksi insulin dalam jumlah sedikit atau normal, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang sehingga masuknya glukosa ke dalam sel terhambat (Dalimartha 2002). Penyakit DM tipe II diperkirakan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan, seperti diet dan latihan fisik (Suryohudoyo 2000). . Pengobatan Diabetes Melitus Baru-baru ini, perkembangan obat-obatan antidiabetes dari golongan yang berbeda-beda sangat cepat. Beberapa memiliki aksi mekanisme farmasi yang unik dan sesuai sasaran organ. Obat-obatan antidiabetes berpotensi menimbulkan efek yang sangat beracun dan penderita biasanya memerlukan pemeriksaan serta perawatan medis (Waring 2007). Pengobatan diabetes melitus terbagi dalam 3 bentuk utama, yaitu diet, terapi insulin dan obat antidibetes oral (OAD) (Bowman & Rand 1968). Terapi diet bertujuan untuk memperoleh berat badan ideal dan untuk menghindari peningkatan kadar glukosa darah. Pengurangan berat badan dapat mengurangi ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin. Pemberian obat secara oral merupakan cara pengobatan yang paling umum dilakukan
17
karena mudah. Adapun pengobatan yang dapat diberikan untuk penderita diabetes harus sesuai dengan sasaran organ dan mengetahui mekanisme kerja obat tersebut agar tidak menjadi racun bagi penderita. Suatu bahan atau obat yang bermanfaat sebagai antidiabetes harus memiliki kekuatan kurangnya salah satu mekanisme atau termasuk dalam kategori berikut: 1. Insulin sekretagog, yaitu bersifat insulinotropik atau menstimulasi pankreas untuk mensekresi insulin, kemudian menurunkan produksi glukosa oleh hati dan meningkatkan glukosa otot dengan cepat. Ada dua golongan dari sekretagog, yaitu sulfonilurea dan nonsulfonilurea. 2. Sensitizer, yaitu dapat meningkatkan kerja insulin, melalui beragam mekanisme, seperti menghambat glukogenesis dan glikogenolisis, menghambat penyerapan glukosa hati, atau meningkatkan glukosa dengan cepat pada lemak dan otot. Ada tiga golongan sensitizer, yaitu biguanid (metformin), tiazolidindion dan inhibitor αglukosidase (Fonseca & Kulkarni 2008). Ekstraksi Ekstraksi ialah proses transfer solut dari suatu fase ke fase yang baru. Keberhasilan proses transfer solut atau komponen pada ekstraksi ditentukan oleh perbedaan konstanta distribusi atau rasio distribusi. Jenis-jenis ekstraksi antara lain, ekstraksi cair-cair, padatcair, cair-padat, dan gas-padat (Harvey 2000). Ekstraksi dilakukan untuk mengambil zatzat yang terkandung dalam suatu campuran. Ekstraksi merupakan proses yang secara selektif mengambil zat terlarut dengan bantuan pelarut. Metode pemisahan pada ekstraksi pelarut menggunakan prinsip kelarutan. Prinsip kelarutan adalah like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar (Harborne 1987). Untuk memisahkan senyawa-senyawa polar digunakan pelarut yang bersifat polar, seperti air, etanol, dan metanol, sedangkan untuk memisahkan senyawa-senyawa nonpolar digunakan pelarut non polar seperti heksana. Pelarut-pelarut yang biasa digunakan untuk ekstraksi tanaman herbal antara lain air, etanol, metanol, dan heksana. Pemilihan pelarut yang digunakan pada ekstraksi bergantung pada kemampuan selektivitas maksimum pelarut dalam memisahkan senyawa-senyawa yang diinginkan. Pelarut
yang memiliki daya pemisahan senyawasenyawa tumbuhan yang terbaik adalah pelarut alkohol yang memiliki rantai karbon kurang dari 3 atau alkohol tersebut dicampurkan dengan air (Wijesekera 1991). Ekstraksi senyawa-senyawa dari bahan alam terutama yang akan digunakan untuk obat dapat dilakukan dengan cara perebusan, penyeduhan, maserasi, perkolasi atau cara lain yang sesuai dengan sifat bahan alam yang diekstraksi. Selain itu cara dan prosedur ekstraksi yang dilakukan mengacu pada Farmakope Indonesia atau cara lain yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM 1984). Insulinotropik dan Sel Pankreas BRINBD11 Insulinotropik adalah sesuatu zat yang dapat menstimulasi atau mempengaruhi produksi atau sekresi hormon insulin (Merriam-Webster 2008). Insulin merupakan hormon yang berperan mengatur kadar gula dalam darah. Bila kadar gula dalam darah meningkat maka insulin disekresi untuk menurunkan kadar gula dalam darah. Insulin disekresi oleh sel β pankreas merupakan proses yang kompleks melibatkan integrasi dan interaksi dari multipel ekternal dan stimulan internal. Stimulus utama untuk sekresi insulin adalah respon sel β pancreas untuk mengubah glukosa ambien. Secara normal, glukosa menyebabkan pola biphasic dari insulin yang dikeluarkan (Seino, 2002). Pola biphasic adalah sekresi insulin fase cepat dan fase lambat. Sekresi insulin fase cepat merupakan respon yang diberikan sel untuk memproduksi insulin selama 20 menit dari keberadaan glukosa. Sekresi insulin fase lambat terjadi selama 60 menit keberadaan glukosa. Sel BRIN-BD11 adalah salah satu jenis sel lestari penghasil insulin (clonal glucoseresponsive insulin-secreting cell) yang cukup stabil, dan mempunyai sifat yang mendekati fisiologi sel β pankreas (McClenaghan 2007). BRIN-BD11 dapat dipergunakan untuk berbagai penelitian yang berhubungan dengan sekresi insulin, dan dapat mengatasi beberapa keterbatasan pada penggunaan islet cell yang diisolasi dari pankreas tikus atau mencit seperti kesulitan teknis isolasi islet Langerhans, heterogenitas selular hormonal dari islet, penurunan produksi insulin secara cepat dalam kondisi kultur jaringan. Sel BRIN-BD11 dibentuk dari proses fusielektrik (electrofusion) dari RINm5F dan
18
pancreatic islet cells tikus New England Deaconess Hospital (NEDH). Dari proses ini dihasilkan 3 jenis sel lestari penghasil insulin, yaitu BRIN-BG5, BRIN-BG7, dan BRINBD11. Di antara ketiga jenis sel tersebut, BRIN-BD11 mempunyai tingkat respons yang paling baik terhadap perbedaan konsentrasi glukosa, karena mempunyai kandungan GLUT-2 dan glukokinase yang terbanyak (McClenaghan & Flatt 2000; McClenaghan et al. 1996; McClenaghan 2007). Sel BRIN-BD11 bila dibandingkan dengan sel lestari penghasil insulin lain seperti RIN5mF, HIT-T5, dan INS, mempunyai sifat yang paling mendekati sel β pankreas walaupun sel INS mempunyai kandungan granul insulin paling banyak. BRIN-BD11 mempunyai sensitivitas terhadap glukosa dengan menunjukkan perbedaan respons sekresi insulin pada berbagai konsentrasi glukosa, sedangkan yang lainnya tidak (Akbarsha et al. 1990). Profil metabolisme BRIN-BD11 juga lebih baik dibandingkan dengan sel induknya RIN5mF (Rasschaert et al. 1996). Media terbaik yang dapat dipakai untuk pemeliharaan adalah RPMI 1640, dengan kadar glukosa 11.1 mM (Akbarsha et al. 1990). Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) ELISA merupakan suatu teknik biokimia yang biasa digunakan dalam immunologi untuk mendeteksi keberadaan antibodi atau antigen dalam suatu sampel dalam jumlah yang sedikit. ELISA merupakan pengembangan dari teknik Enzyme Immunoassay (EIA) yang heterogen (Wise 1990). ELISA digunakan sebagai alat diagnosa kedokteran dan ilmu penyakit tanaman, pada berbagai industri. Prinsip dasar ELISA menggunakan reaksi antigen-antibodi yang bersifat sangat spesifik dan sensitivitas tinggi, sehingga dapat memberikan hasil dengan nilai akurasi yang cukup tinggi. Teknik pemeriksaan ELISA terdiri atas 3 metode dasar, yaitu direct, indirect dan sandwich ELISA (Crowther 2001). Sandwich ELISA digolongkan dalam 2 sistem, yaitu direct dan indirect sandwich. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah direct sandwich ELISA. Metode direct sandwich ELISA merupakan prosedur pemeriksaan yang tidak terlalu kompleks untuk mendeteksi antigen. Sistem ini terbatas hanya untuk antigen yang mempunyai paling tidak 2 antigen yang
berbeda baik jenis maupun posisi dalam molekul antigen tersebut, karena sistem ini memerlukan tempat terikat yang berbeda antara antibodi yang dilekatkan pada fase solid dan antibodi yang diberi enzim. Kromatografi Kromatografi merupakan suatu teknik untuk memisahkan suatu komponen berdasarkan lajunya selama pergerakan melalui fase diam dan fase gerak. Fase diam berfungsi untuk menahan sampel dengan daya tahan yang berbeda pada masing-masing komponen sedangkan fase gerak berfungsi untuk mengalirkan sampel. Komponenkomponen yang mempunyai struktur kimia yang berbeda akan bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga menimbulkan bercak atau noda yang berbeda. Kromatografi dapat digolongkan berdasarkan bentuk penyangga kromatografi, wujud fisik fase gerak, dan mekanisme pemisahan. Berdasarkan bentuk penyangga kromatografi dibagi menjadi kromatografi kolom dan kromatografi planar. Berdasarkan wujud fisik fase gerak kromatografi dibedakan menjadi kromatografi gas (kromatografi gas-cair dan gas-padat), kromatografi cair (kromatografi cair-cair dan cair-padat), dan kromatografi fluidasuperkritis. Berdasarkan mekanisme pemisahan kromatografi dibedakan menjadi kromatografi adsorpsi, partisi, penukaran ion, eksklusi, dan afinitas (Harvey 2000). Alat kromatografi kolom yang biasa digunakan salah satunya adalah flash chromatography (Gambar 2). Flash chromatography merupakan salah satu tipe kromatografi cair preparatif yang biasa digunakan dalam pemisahan senyawa organik. Flash chromatography merupakan metode yang popular dalam pemisahan fase normal melalui pemurnian. Teknik ini menggunakan tekanan rendah atau biasa juga menggunakan vakum pada tekanan sedang untuk mempercepat proses pemisahan.
Gambar 2 Alat flash chromatography.
19
Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) Terdapat banyak senyawa yang memliki ikatan kovalen, baik senyawa organik maupun anorganik, dengan menyerap berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik pada daerah infamerah (IR). Daerah spektrum IR terbentang pada panjang gelombang yang lebih panjang dari sinar ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Vis) , tetapi lebih pendek dari gelombang mikro. Daerah IR dapat memancarkan radiasi dengan panjang gelombang antara 0,78-1000µm atau pada bilangan gelombang 12800-10 cm-1 (Skoog et al. 1998). Penggunaan spektrum inframerah dibagi menjadi 3 bagian, yaitu inframerah dekat (NIR), menengah (MIR), dan jauh (FIR) (Tabel 1). Aplikasi terpenting dari penggunaan NIR adalah untuk analisis kualitatif material industri dan pertanian, serta untuk proses pengontrolan. Instrumen untuk MIR menggunakan kisi difraksi. Untuk saat ini telah digunakan tipe transformasi Fourier untuk analisis MIR yang lebih dikenal dengan FTIR. FTIR digunakan untuk analisis kualitatif senyawa organik dan analisis spektra yang berdasarkan pada spektra absorpsi. Inframerah jauh (FIR) jarang digunakan karena eksperimen dengan FIR sulit. Tabel 1 Daerah spekra inframerah Υ Daerah IR λ (×103) Dekat 0.78−2.5 12.8−4 Menengah 2.5−50 4.0−0.2 Jauh 50−1000 0.2−0.01 Digunakan 2.5−15 4.0-0.67 Keterangan : λ = panjang gelombang (μm) Y = bilangan gelombang (cm-1) υ = frekuensi (Hz)
υ (×1014) 3.8 –1.2 1.2–0.06 0.06–0.003 1.2–0.2
Spektrum inframerah pada prinsipnya dihasilkan dengan cara melewatkan radiasi inframerah yang telah didispersikan oleh grating menembus sampel kemudian ditangkap oleh detektor dan akhirnya dicetak pada kertas rekorder. Spektrum yang muncul biasanya digambarkan dalam bentuk kurva transmitan dengan bilangan gelombang (Sudjadi 1983). Fourier Transform Infrared spectrophotometer (FTIR) merupakan spekrofotometer inframerah modern dioperasikan dengan menggunakan disain
jalur optik yang disebut interferometer sebagai contoh Michelson interferometer. Interferometer merupakan komplek sinyal, seperti pola yang mengandung semua frekuensi yang terbentuk pada spektum IR. Interferometer terdiri atas 2 bidang cermin dan celah splitter pada sudut 45°C dari cermin. Salah satu cemin dapat digerakan pada permukaan dengan kecepatan tetap. Transformasi Fourier dapat memisahkan frekuensi serapan individual dari interferometer, sehingga menghasilkan spekrum yang identik dengan spektrometer. FTIR digunakan pada deteksi sinyal lemah dan mempelajari sampel dengan konsentrasi yang kecil.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah mahkota dewa yang diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka di daerah Cikabayan dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan (KSH) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang berwarna merah bergaris hijau, pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorff, pereaksi Liebermann-Buchard, 4-(2hidroksietil)-1-piperazin etanasulfonat (HEPES), bovine serum albumin (BSA) dari Sigma, gas CO2 5% dan O2 95%, standar insulin, sel BRIN-BD11 pasase ke-40 dan 41 dari Swedia, dan media tumbuh sel RPMI 1640. Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca, microplate 24 wells, perangkat pengujian sel, sentrifus, Kit Mercodia Rat Insulin ELISA, spektrofotometer Microplate Reader BioRad model 3550, flash chromatography, pelat kromatografi lapis tipis (KLT) silika gel, chamber, hair dryer, spektrofotometer UV berkas ganda merek Shimazu, dan FTIR merek Bruker. Lingkup Kerja Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, antara lain preparasi sampel, penentuan kadar air, dan pembuatan ekstrak etanol buah mahkota dewa. Ekstrak tersebut selanjutnya uji fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekundernya dengan metode Harborne (1987). Setelah itu dilakukan uji aktivitas antidiabetes pada kultur sel pankreas BRIN-BD11 dan hasil insulinotropik terbaik difraksinasi serta
20
dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan spektrofotometer UV dan inframerah (Lampiran 1). Preparasi Sampel Buah mahkota dewa yang berwarna merah kehijauan yang berasal dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka di daerah Cikabayan dan KSH IPB dipotong-potong tipis, kemudian dikeringkan pada oven pada suhu sekitar 50oC selama 30 jam. Buah mahkota dewa sebanyak 300 gram digiling hingga halus dengan ukuran 40 mesh. Kadar Air Kadar air ditentukan dengan cara mengeringkan cawan porselin dalam oven yang bersuhu 105ºC selama 1 jam. Lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan dalam cawan dan dipanaskan dalam oven 105ºC selama 6 jam sampai diperoleh bobot konstan, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (AOAC 1984). Kadar air
=
A− B × 100% A
keterangan: A: bobot sampel B: bobot bahan setelah dikeringkan Ekstraksi Metode maserasi. Sebanyak 150.0555 g sampel Fahutan dan 120.0547 g sampel Cikabayan dimaserasi masing-masing dengan 1800 ml dan 1440 ml etanol 30% dalam maserator sambil diaduk selama 2 kali satu jam dan disimpan di dalam lemari pendingin selama 24 jam. Setelah itu filtratnya diambil dan ampasnya dimaserasi kembali. Maserasi dilakukan selama 4 hari. Larutan hasil maserasi dipisahkan dengan cara penyaringan dengan menggunakan kain blacu kemudian dilakukan penyaringan kembali dengan kertas saring biasa. Zat-zat terlarut dalam pelarut dipisahkan dengan cara memekatkannya menggunakan penguap putar, sehingga diperoleh ekstrak kasar. Setelah itu ditimbang rendemen yang diperoleh. Analisis Fitokimia Ekstrak Etanol 30% (Harborne 1987) Uji alkaloid. Ekstrak etanol pekat sampel sebanyak 1 g ditambahkan 10 mL kloroform dan 3 tetes amoniak dalam tabung reaksi. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan H2SO4 2 M dan dimasukkan ke dalam
3 buah tabung reaksi, lalu ditambahkan pereaksi Dragendorff pada tabung pertama, pereaksi Mayer pada tabung kedua dan pereaksi Wagner pada tabung ketiga. Terdapatnya akaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih oleh pereaksi Mayer, endapan merah oleh pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat oleh pereaksi Wagner. Uji saponin. Ekstrak etanol pekat sampel sebanyak 1 g dilarutkan dengan 100 ml air panas dan didihkan selama 10 menit. Sampel disaring dan sebanyak 5 ml filtrat yang diperoleh dikocok. Timbulnya busa hingga selang waktu 10 menit menunjukkan adanya saponin. Uji flavonoid dan kuinon. Ekstrak etanol pekat sampel sebanyak 1 g dilarutkan dengan 100 ml air panas dan didihkan selama 10 menit, kemudian disaring. Sebanyak 5 ml filtrat ditambahkan 0.5 mg serbuk Mg, 2 ml larutan HCl, dan 2 ml amil alkohol lalu dikocok kuat. Warna jingga yang terbentuk menunjukkan terdapatnya senyawa flavonoid. Warna merah yang terbentuk karena penambahan NaOH 10% pada 5 ml filtrat menunjukkan terdapatnya senyawa kuinon. Uji terpenoid dan steroid. Ekstrak etanol pekat sampel sebanyak 1 g dimaserasi dengan 10 mL dietil eter selama 10 menit. Lapisan eter dipisah lalu ditambah 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4. warna merah atau ungu menunjukkan kandungan triterpenoid pada sampel sedangkan warna hijau menunjukkan kandungan steroid. Uji tanin. Ekstrak etanol sampel sebanyak 1 g dilarutkan dengan 100 ml air panas dan didihkan selama 10 menit, kemudian disaring dan ditambahkan beberapa tetes FeCl3. Terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan terdapatnya tanin (Lampiran 2). Efek Insulinotropik Mahkota Dewa pada Kultur Sel Pankreas BRIN-BD11 Penilaian efek insulinotropik mahkota dewa pada BRIN-BD11, dilakukan inkubasi dengan berbagai konsentrasi mahkota dewa. Setelah jumlah sel BRIN-BD11 dalam botol kultur telah mencukupi (sekitar 150×105 sel), dilakukan inkubasi BRIN-BD11 selama 24 jam pada microplate dengan 24 buah sumur dengan konsentrasi 3×105 sel di dalam masing-masing sumur dalam media RPMI 1640. Setelah inkubasi selama 24 jam, diharapkan sudah terjadi penempelan BRINBD11 pada dinding dasar sumur. Selanjutnya
21
pembilasan sebanyak 3 kali dengan 1 mL larutan segar Modified Krebs Ringer Bufffer (KRB)-1 (NaCl 115 mM, KCl 4.7 mN, CaCl2 1.3 mM, KH2PO4 1.2 mM, MgSO4 1.2 mM, NaHCO3 24 mM, HEPES 10Mm, BSA 1 g/l, glukosa 1.11 mM, dialiri gas CO2 5%, dan O2 95% selama 15 menit). Sebelum perlakuan, dilakukan preinkubasi selama 40 menit dengan 1 ml larutan KRB-1 dalam inkubator pada suhu 37°C dan dialiri gas CO2 5%. Untuk penentuan efek insulinotropik mahkota dewa, dilakukan inkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C dan dialiri gas CO2 5% selama 60 menit dengan 1 ml larutan ekstrak mahkota dewa konsentrasi 0.56, 1.125, 2.25, dan 4.50 mg/l dalam KRB-3 (Modified Krebs Ringer Bufffer berkadar glukosa 16.7 mM) dan KRB-1. Selanjutnya media dipanen dan dimasukkan dalam wadah 1.5 ml, disentrifugasi dengan kecepatan 158 g selama 5 menit untuk memisahkan sel BRINBD11 yang terlepas dalam media tersebut. Pemeriksaan kadar insulin dilakukan dengan Kit Mercodia Rat Insulin ELISA. Pengaruh Ekstrak Buah Mahkota Dewa pada Sekresi Insulin Fase Cepat pada Kultur Sel Pankreas BRIN-BD11 Penentuan efek insulinotropik mahkota dewa pada sekresi fase cepat dilakukan tahapan yang sama seperti di atas, hanya lama inkubasi dalam inkubator selama 20 menit dengan 1 ml larutan ekstrak mahkota dewa konsentrasi 0.56, 1.125, 2.25, dan 4.5 mg/ml dalam KRB-3 dan KRB-1. Selanjutnya media dipanen dan dimasukkan dalam wadah 1.5 ml, disentrifugasi dengan kecepatan 158 g selama 5 menit untuk memisahkan sel BRIN-BD11 yang terlepas dalam media tersebut. Lakukan pemeriksaan kadar insulin dengan Kit Mercodia Rat Insulin ELISA. Pengukuran Kadar Insulin dengan Kit Mercodia Rat Insulin ELISA Sampel-sampel sebanyak 25 μl dimasukkan ke dalam sumur-sumur microplate. Sebanyak 50 μl larutan konjugat ditambahkan, kemudian diinkubasi di atas shaker selama 2 jam pada suhu ruang. Sumursumur dicuci 6 kali menggunakan mesin pencuci otomatis dengan larutan pencuci masing-masing sebanyak 350 μl setiap kali pencucian. Setelah selesai pencucian, microplate dikeringkan dengan kertas penyerap. Substrat peroksidase, tetrametilbenzidina (TMB), ditambahkan 200 μl ke dalam sumur-sumur dan diinkubasi
selama 15 menit di tempat yang tidak terkena cahaya. Bila semakin banyak kandungan insulin dalam masing-masing microplate, maka warna biru yang terbentuk semakin pekat. Larutan penghenti H2SO4 1 M ditambahkan sebanyak 50 μl ke sumur-sumur dan digoyang-goyang sekitar 5 detik untuk memastikan susbtrat dan larutan panghenti bercampur. Absorbans diukur pada panjang gelombang 450 nm dengan spektrofotometer Microplate Reader BioRad model 3550. Penentuan kurva standar insulin dilakukan dengan prosedur yang sama dengan sampel. Standar insulin tikus yang digunakan adalah konsentrasi 0.15, 0.4, 1.0, 3.0, dan 5.5 μg/l. Pemisahan dengan Flash Chromatography Ekstrak etanol difraksinasi awal dengan menggunakan flash chromatography. Eluen yang digunakan adalah campuran dari butanol:asam asetat:air (BAW) dengan nisbah 60:15:25 yang merupakan eluen terbaik. Fase diam yang digunakan adalah kolom silika gel dengan diameter 12 mm dan panjang kolom 150 mm. Langkah pertama yang dilakukan adalah melarutkan 1 g ekstrak pekat buah mahkota dewa dengan pelarut etanol 30% dengan perbandingan sekitar 1:1. Selanjutnya flash chromatography terlebih dahulu dijenuhkan dengan eluen yang akan dipakai. Laju alir yang digunakan adalah 10 ml/menit. Eluat ditampung ke dalam tabung reaksi. Penggantian tabung reaksi dilakukan setelah eluat ditampung sebanyak 3 ml. Hasil fraksinasi ini diperiksa efektivitas pemisahannya dengan pelat KLT analitik. Pemisahan dengan Pelat Kromatografi lapis Tipis ( KLT) Analitik Hasil dari pemisahan dengan flash chromatography diperiksa keefektifan pemisahannya dengan pelat KLT silika gel (20×10 cm), yang telah diaktivasi sebelumnya dalam oven pada suhu 105 °C, dengan eluen BAW (60:15:25) sebanyak ± 160 ml menggunakan chamber besar (40×30 cm). Jarak garis start dari ujung bawah 1 cm dan jarak garis finish 1 cm dari ujung atas pelat KLT dan fraksi dari tiap tabung diberi jarak masing-masing 1 cm. Hasil fraksinasi ditotolkan masing-masing 15 kali penotolan. Noda hasil penotolan dikeringkan dengan pengering. Sampel pada pelat KLT dielusi sampai eluen tepat digaris finish. Pelat KLT diambil dari chamber dan dikeringkan, kemudian noda diidentifikasi dengan lampu UV pada λ 254 dan 366 nm.
22
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dengan Spektrofotometer UV Fraksi flash chromatography yang memberikan noda dengan nilai Rf yang sama pada pelat KLT digabungkan menjadi 1 fraksi. Masing-masing fraksi dicari panjang gelombang maksimumnya dengan spektofotometer UV pada panjang gelombang 215-400 nm dengan interval 0.5 nm. Dari grafik hubungan antara panjang gelombang (λ) dengan absorbans (A) dapat ditentukan λ maksimum tiap fraksi. Identifikasi Gugus Fungsi Spektrofotometer FTIR
dengan
Fraksi-fraksi hasil pemisahan dengan flash chromatography yang memiliki nilai Rf sama pada plat KLT sebanyak 0.5 ml dikeringkan. Sebanyak 0.18 g serbuk KBr dicampurkan dengan sampel fraksi pada mortar agate, kemudian dibuat pelet. Pelet sampel fraksi kemudian diidentifikasi gugus fungsinya dengan spektrofotometer FTIR.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Bagian tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging buah mahkota dewa beserta kulitnya. Buah mahkota dewa setelah dipanen dikeringkan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam penelitian ini. Pengeringan bertujuan meghilangkan racun yang terdapat pada bagian tanaman mahkota dewa (Winarto 2003; Hermanto 2004) dan menghindari perubahan fisik dan kimia yang tidak diinginkan. Selain itu pengeringan juga bertujuan untuk meghindari pengaruh mikroba, karena kandungan air yang tinggi dalam suatu bahan dapat mempercepat pertumbuhan mikroba. Hasil kadar air sampel mahkota dewa yang diperoleh dari Cikabayan dan KSH IPB masing-masing sebesar 6.62% dan 7.52% (Lampiran 3). Kadar air buah mahkota dewa dari kedua sumber kurang dari 10%, ini berarti simplisia dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama dan memenuhi syarat simplisia yang baik (Winarno 1997). Selain itu, kadar air yang kurang dari 10% dapat memudahkan proses ekstraksi senyawasenyawa yang diinginkan dalam simplisia, karena bila kadar air lebih dari 10% senyawasenyawa yang bersifat polar akan terikat oleh
air yang terkandung dalam simplisia sehingga sulit terekstraksi. Ekstrak Sampel Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Metode maserasi dipilih untuk menghindari rusaknya atau hilangnya senyawa yang tidak tahan panas. Selain itu maserasi merupakan metode yang sederhana, tidak memerlukan peralatan yang rumit, dan mudah dilakukan. Pelarut yang digunakan adalah etanol 30%. Pelarut etanol merupakan pelarut yang diperbolehkan untuk mengekstrak tumbuhan yang akan digunakan sebagai obat, selain air. Rendemen yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan etanol 30% dengan sampel Cikabayan dan KSH IPB masing-masing sebesar 23.51 dan 20.92 % (b /b) (Lampiran 4). Persentase rendemen yang diperoleh tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Wulandari (2005), yaitu sebesar 30.91% (b/b), yang melakukan metode ekstraksi dan pelarut yang sama. Hasil yang lebih rendah dapat disebabkan oleh ekstraksi yang dilakukan langsung menggunakan sampel yang banyak (150 g) dalam satu wadah, sehingga mengakibatkan senyawa tidak terekstrak sempurna karena kontak dengan pelarut kurang maksimal. Selain itu, kondisi tekstur sampel mahkota dewa kering yang berserabut banyak menyerap pelarut sehingga memerlukan pelarut yang banyak dan pengadukan terus menerus agar senyawa yang terkandung di dalamnya dapat terekstraksi sempurna. Golongan Fitokimia Analisis fitokimia terhadap ekstrak sampel mahkota dewa bertujuan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antidiabetes pada pengujian secara in vitro dalam sel pankreas. Hasil analisis fitokimia dari kedua ekstrak sampel sumber Cikabayan dan KSH menunjukkan kandungan senyawa metabolit sekunder yang sama, yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid (Tabel 2). Ekstrak mengandung alkaloid ditunjukkan dengan memberikan hasil positif dari setiap pereaksi (Wagner, Mayer, dan Dragendorff). Keberadaan senyawa alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan warna putih, cokelat dan jingga pada masing-masing pereaksi.
23
Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2005), Shalahuddin (2005) dan Saleh (2007) menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah mahkota dewa mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan steroid, sedangkan penelitian Marliana (2005) ekstrak air buah mahkota dewa mengandung alkaloid, saponin, tanin, dan steroid. Hasil analisis kandungan senyawa metabolit sekunder yang berbeda pada jenis tanaman dan pelarut yang sama dapat terjadi karena adanya pengaruh perbedaan kondisi lingkungan tempat penanaman, seperti unsur hara dan iklim. Hasil positif dari analisis senyawa metabolit sekunder, yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid diharapkan ada yang berperan sebagai antidiabetes atau antihiperglikemia. Penelitian yang dilakukan Sharma et al. (2008) menunjukkan bahwa ekstrak kaya flavonoid dari biji Eugenia jambolana (L) berperan sebagai antidiabetes melalui mekanisme insulinotropik. Selain itu, menurut Arsan (1997) ekstrak alkaloid kulit batang pohon kayu gabus (Alstonia scholaris, R.BR) mempunyai efek menurunkan kadar glukosa (hipoglikemia) darah tikus diabetes yang diinduksi alloksan. Efek Insulinotropik Ekstrak Etanol pada Kultur Sel Pankreas BRIN-BD11 Pengujian aktivitas ekstrak etanol buah mahkota dewa sebagai insulinotropik dilakukan pada sel penghasil insulin BRINBD11 yang mempunyai sifat fisiologis mendekati sel β-pankreas (McClenaghan et al. 1996). Pengujian aktivitas insulinotropik ekstrak buah mahkota dewa dilakukan dengan
menggunakan ekstrak sampel dari dua sumber yang berbeda yaitu Cikabayan dan KSH IPB yang ditambahkan ke larutan buffer KRB-1 dan KRB-3. Larutan buffer KRB-1 merupakan larutan fiisologis dengan kadar glukosa 1.11 mM yang sama dengan keadaan kadar glukosa normal dalam tubuh organisme. Larutan buffer KRB-3 merupakan larutan yang disesuaikan dengan keadaan hiperglikemik pada organisme, yaitu 16.7 mM. Tujuan penggunaan KRB-1 dan KRB-3 adalah mengetahui respon sel untuk mensekresi insulin pada keadaan normal dan hiperglikemik. Pada awal penelitian dilakukan inkubasi sel BRIN-BD11 dengan konsentrasi ekstrak 0.56, 1.125, 2.25, dan 4.5 mg/ml selama 60 menit untuk pemilihan konsentrasi yang sesuai dan penentuan ekstrak sampel yang lebih bersifat insulinotropik. Dari pengujian awal tersebut diperoleh hasil bahwa ekstrak buah mahkota dewa yang bersumber dari KSH memiliki aktivitas sekresi insulin yang lebih baik dibandingkan ekstrak yang bersumber dari Cikabayan (Gambar 3). Konsentrasi ekstrak yang dapat mensekresi insulin adalah 1.125, 2.25 dan 4.5 mg/ml. Analisis selanjutnya hanya dengan menggunakan ekstrak buah mahkota dewa bersumber dari KSH dengan konsentrasi 1.125, 2.25, dan 4.5 mg/ml (Lampiran 5). Konsentrasi Insulin (ug/l)
Tabel 2 Hasil uji kualitatif fitokimia ekstrak etanol buah mahkota dewa Hasil Uji Senyawa Cikabayan KSH Alkaloid - Wagner +++ ++++ - Mayer + + - Dragendorf ++ +++ Tanin +++ ++++ Saponin Flavonoid + ++ Kuinon Triterpenoid Steroid + + Keterangan: + : mengandung senyawa kimia uji dan intensitas warna - : tidak mengandung senyawa kimia uji
0.250 0.200 0.150
KSH
0.100
Cikabayan
0.050 0.000 0.56
1.125
2.25
4.5
Konsentrasi Ekstrak (mg/ml)
Gambar 3 Efek insulinotropik ekstrak etanol buah mahkota dewa dari KSH dan Cikabayan pada sel BRIN-BD11. Hasil pengujian dengan media KRB-3 menunjukkan bahwa pada inkubasi 60 menit ekstrak etanol buah mahkota dewa pada konsentrasi 1.125 mg/ml sudah menunjukkan aktivitas insulinotropik sebesar 1.50 kali lipat dibandingkan, dengan kontrol (Tabel 3). Konsentrasi ekstrak 2.25 mg/ml menunjukkan aktivitas insulinotropik sebesar 1.31 kali lipat dibandingkan, dengan kontrol. Namun pada konsentrasi ekstrak 2.25 mg/ml efek insulinotropiknya menurun sebesar 12.63% dari konsentrasi ekstrak 1.125 mg/ml. Hal
24
Tabel 3 Sekresi Insulin oleh sel BRIN-BD11 ekstrak etanol buah mahkota dewa KSH Konsentrasi Sekresi Insulin (μg/l/) ekstrak (mg/ml) A B C 0 0.262 0.180 0.253 1.125 0.210 0.200 0.380 2.250 0.237 0.276 0.332 4.500 0.250 0.290 0.506 n=2 Keterangan: A : Media KRB-1 yang mengandung 1.11 mM dengan inkubasi 20 menit. B : Media KRB-3 yang mengandung 16.7 mM dengan inkubasi 20 menit. C : Media KRB-3 yang mengandung 16.7 mM dengan inkubasi 60 menit. Penelitian oleh Wibudi (2005) dengan menggunakan sampel rebusan sambiloto dengan sel yang sama (BRIN-BD11) menunjukkan bahwa sambiloto memiliki efek insulinotropik mulai dari konsentrasi 0.625, 1.25, 2.5 mg/ml masing-masing sebesar 1.3 kali, 1.5 kali dan 3.73 kali. Efek insulinotropik ekstrak etanol buah mahkota dewa masih lebih rendah dari efek insulinotropik sambiloto. Namun bila dibandingkan dengan efek insulinotropik ekstrak kaya flavonoid biji Eugenia jambolana (Sharma et al. 2008) insulin dihasilkan sebesar 37% dari sel pankreas yang diisolasi dari mencit diabetes secara in vitro, efek insulinotropik ekstrak etanol buah mahkota dewa lebih besar, yaitu 100%. Pengaruh Ekstrak pada Sekresi Insulin Fase Cepat pada Sel BRIN-BD11 Hasil yang diperoleh dari pengamatan ekstrak etanol buah mahkota dewa pada inkubasi 60 menit terbukti bersifat insulinotropik, maka diteliti efek insulinotropiknya pada fase cepat. Penelitian efek insulinotropik ekstrak etanol buah mahkota dewa pada fase cepat dilakukan dengan inkubasi selama 20 menit saja. Penelitian ini menggunakan dua media, yaitu KRB-1 (kadar glukosa 1.11 mM) dan KRB-3
(kadar glukosa 16.7 mM) dengan inkubasi selama 20 menit. Data pada Tabel 3 sel BRIN-BD11 dengan media KRB-3 menunjukkan peningkatan sekresi insulin seiring dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak. Konsentrasi ekstrak etanol buah mahkota dewa 1.125, 2.25 dan 4.5 mg/ml menunjukkan efek insulinotropik fase cepat masing-masing sebesar 1.11 kali, 1.53 kali dan 1.61 kali (Gambar 3). 0.6 0.506
Konsentrasi Insulin (ug/l)
tersebut terjadi diduga karena banyak sel yang mati sehingga sekresi insulinnya menjadi lebih sedikit. Pada konsentrasi ekstrak 4.5 mg/ml menunjukkan efek insulinotropik sebesar 2.0 kali atau meningkat 34.39% dari konsentrasi 2.25 mg/ml.
0.5 0.380
0.4
0.332
0.3 0.2
0.262
0.276 0.237
0.253
0.180
0.290 0.250
0.2100.200
0.1 0 0
Fase cepat KRB I
1.125 2.25 Konsentrasi Ekstrak (mg/ml) Fase cepat KRB III
4.5
Fase Lambat KRB III
Gambar 4 Efek insulinotropik ekstrak etanol buah mahkota dewa KSH pada fase cepat KRB-1 dan KRB-3 dan fase lambat. Sekresi insulin oleh sel BRIN-BD11 dengan media KRB-1 yang tidak menunjukkan adanya peningkatan insulin yang disekresi, tetapi terjadi penurunan efek insulinotropiknya dengan meningkatnya konsentrasi terkecuali pada konsentrasi ekstrak 4.5 mg/ml (Tabel 3) (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa efek insulinotropik ekstrak etanol buah mahkota dewa pada fase cepat tergantung pada keberadaan glukosa. Pada media KRB-3 dengan kadar glukosa 16.7 mM menunjukkan peningkatan sekresi insulin dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak, tetapi pada media KRB-1 dengan kadar glukosa 1.11 mM tidak terjadi peningkatan insulin dengan seiring bertambahnya konsentrasi ekstrak. Menurut Wibudi (2005) pada konsentrasi 5.0 mg/ml ekstrak sambiloto juga terjadi penurunan konsentrasi insulin yang disekresi. Kedua hal tersebut kemungkinan diduga terjadi inhibisi sekresi insulin akibat inhibisi kanal kalsium voltage dependent calcium channels (VDCC) tipe-L (Wibudi 2005). Fraksinasi Ekstrak kasar sampel buah mahkota dewa yang memberikan efek insulinotropik terbaik, yaitu asal KSH, selanjutnya dilakukan fraksinasi. Fraksinasi terhadap ekstrak etanol buah mahkota dewa dilakukan untuk
25
menentukan jumlah fraksi yang terdapat dalam ekstrak kasar tersebut. Fraksinasi yang dilakukan pada penelitian, yaitu dengan alat flash chromatography. Flash chromatography digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang dilewatkan ke dalam kolom melalui proses elusi menjadi bentuk fraksi-fraksi yang keluar sebagai eluat dan ditampung berdasarkan volume sebanyak 3 ml. Pemisahan dengan flash chromatography dilakukan menggunakan eluen campuran antara butanol, asam asetat, air (BAW) dengan nisbah 60:15:25 yang merupakan eluen hasil optimasi. Hasil pemisahan dengan flash chromatography menghasilkan 19 tabung. Eluat yang terdapat pada tabung 1 sampai 3 tidak berwarna, tabung 4-12 berwarna mulai dari kuning hingga cokelat dan eluat pada tabung 13-19 tidak berwarna. Diperkirakan eluat pada tabung 1-3 dan 13-19 merupakan pelarut yang digunakan sebagai fase geraknya. Eluat-eluat dari seluruh tabung diperiksa keterpisahannya dengan pelat KLT. Pemisahan dengan pelat KLT dilakukan untuk mengetahui jumlah fraksi yang sesuai berdasarkan nilai keterpisahannya (Rf) senyawa yang terdapat dalam ekstrak kasar sampel setelah sebelumnya dilakukan pemisahan dengan flash chromatography. Hasil pemisahan dengan pelat KLT diperoleh 16 noda dan dikelompokkan menjadi 4 fraksi, yaitu fraksi 4, 5-6, 7, dan 8 (Lampiran 6). Penentuan jumlah fraksi tersebut didasarkan pada nilai Rf yang sama. Namun, dari hasil fraksinasi dengan flash chromatography menunjukkan keterpisahan yang kurang baik karena dari hasil pemisahan pada pelat KLT masih terdapat noda yang dengan nilai Rf sama dari fraksi 5-6, 7, dan 8-12. Spektrum Ultra Violet (UV) Bentuk dan pola serapan spektrum UV dari keempat fraksi pada panjang gelombang 215-240 nm adalah sama, sehingga diduga pada daerah tersebut merupakan daerah serapan pelarut. Spektrum UV keempat fraksi memiliki serapan pada daerah panjang gelombang yang berbeda 259-260 nm (Lampiran 7). Selain itu, keempat fraksi memiliki serapan tambahan pada kisaran panjang gelombang 246-370 nm (Tabel 4).
Tabel 4 Panjang gelombang maksimum pada spektrum UV Serapan Serapan Fraksi maksimum (nm) tambahan(nm) 4 259 278,310,369 5-6 259 280,310,370 7 259 246,318,369 8-12 260 247,318,370 Hasil serapan maksimum pada 259-260 nm menunjukkan transisi π-π* . Transisi elektron π- π* dapat dihasilkan dari kromofor C=O dan C=C (Sudjadi 1983). Serapan maksimum pada 260 nm merupakan pita benzena pada transisi terlarang. Serapan tambahan pada panjang gelombang 246-370 nm pada keempat fraksi menunjukkan transisi n-π* yang merupakan transisi terlarang. Pita serapan dengan intensitas sangat rendah pada daerah 270-300 nm merupakan hasil dari transisi n-π* dari keton dan aldehida (Sudjadi 1983). Adanya serapan tambahan diduga karena senyawa hasil pemisahan belum murni dan berdasarkan pemisahan dengan KLT masingmasing fraksi mengandung minimal 1 noda (Lampiran 6). Hasil serapan maksimum keempat fraksi pada panjang gelombang 259260 nm. Gelombang maksimum senyawa golongan flavonoid adalah pada 230-560 nm (Markham 1988). Spektrofotometer Inframerah Spektrum inframerah keempat fraksi memiliki pola spektrum yang hampir sama, perbedaannya terdapat pada daerah sidik jari masing-masing fraksi (Lampiran 8). Hal tersebut dikarenakan hasil pemisahan dengan flash chromatography dan KLT analitik belum terpisah dengan baik. Keempat fraksi memiliki uluran OH yang kuat pada kisaran bilangan gelombang 3427.43-3369.72 cm-1 (Sudjadi 1983; Hollas 2002). Selain itu, keempat fraksi memiliki serapan C-H aromatik pada daerah bilangan gelombang 2900-2700 cm-1 dan memiliki serapan uluran C=O keton pada bilangan gelombang 1701.84-1623.89 cm-1 (Skoog et al. 1998) (Tabel 5).
26
Tabel 5 Bilangan gelombang inframerah dan dugaan gugus fungsi Fraksi 4
5-6
7
8-12
Puncak serapan (cm-1)
Intensitas
Dugaan gugus fungsi
3369.72
Sedang
Uluran O-H
2926.24
Lemah
C-H aromatik
1701.84
Sedang
C=O keton
1468.83
Kuat
C=C aromatik
3427.43
Sedang
Uluran O-H
2926.00
Lemah
C-H aromatik
2362.13
Lemah
C≡C
1624.36
Sedang
C=O keton
1455.14
Kuat
C=C aromatik
3392.56
Sedang
Uluran O-H
2927.00
Lemah
C-H aromatik
2364.07
Lemah
C≡C
1623.89
Sedang
C=O keton
1407.66
Kuat
C=C aromatik
3389.81
Sedang
Uluran O-H
2928.17
Lemah
C-H aromatik
2361.69
Lemah
C≡C
1629.91
Sedang
C=O keton
1411.16
Kuat
C=C aromatik
Serapan tekuk C=C aromatik teridentifikasi pada keempat fraksi dengan bilangan gelombang 1468.83-1407.66 cm-1 yang cukup kuat. Fraksi 5-6, 7, dan 8-12 memiliki serapan gugus C≡C lemah pada bilangan gelombang 2260-2240 cm-1 . Selain identifikasi senyawa dengan spektrofotometer UV dan IR dilakukan pula uji fitokimia untuk semua fraksi. Hasil uji fitokimia menunjukkan semua fraksi positif mengandung flavonoid. Hasil identifikasi senyawa berdasarkan spektrum UV, IR dan uji fitokimia fraksi 4, 7, 5-6, dan 8-12 diduga mengandung senyawa golongan flavonoid.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak buah mahkota dewa mengandung senyawa metabolit sekunder, antara lain alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid. Ekstrak etanol buah mahkota dewa bersumber dari KSH dengan konsentrasi 4.5 mg/ml menunjukkan efek insulinotropik tertinggi, dengan sel BRIN-BD11 dapat mensekresi insulin 0.506 μg/l/3×105 sel atau
sekitar 100% dibandingkan dengan kontrol negatif yang diinkubasi selama 60 menit. Efek insulinotropik fase cepat pada KRB-3 menunjukkan peningkatan sekresi insulin seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Pemisahan ekstrak buah mahkota dewa sumber KSH menghasilkan 4 fraksi. Berdasarkan spektum UV, inframerah, dan hasil uji fitokimia keempat fraksi diduga mengandung senyawa golongan flavonoid. Saran Pemisahan dengan flash chromatograpy sebaiknya digunakan laju alir yang rendah dan dilanjutkan pemisahan dengan menggunakan KLT preparatif sebelum diidentifikasi. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui fraksi dan senyawa aktif yang memberikan efek insulinotropik terbaik. Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut dengan spektrofotometer massa dan NMR untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam mahkota dewa.
DAFTAR PUSTAKA Adnan M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Ed ke-1. Yogyakarta: Penerbit Andi. Akbarsha MA, Manivannan B, Hamid KS, Vijayan B. 1990. Antifertility effect of Andrographis paniculata (Ness) in male albino rat. Indiana J Exp Biol. 28:423426. [Anonim]. 2008. Insulinotropic. [terhuwww.merriam-webster.com bung berkala] http://medical. merriamwebster.com/medical/insulinotropic. html [8 Maret 2008]. [AOAC] Assosiation of Official Analytical Chemists. 1984. Official Methods of Analysis of AOAC International. Washington DC: AOAC International. Arsan LOM. 1997. Efek hipoglikemik dari ekstrak alkaloid kulit batang pohon kayu gabus (Alstonia scholaris, R.BR) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
27
Bapanna KN, Rathod SP. 1997. Antidiabetic and antihyperlipaemic effect of neem seed kernel powder on alloxan rabbits. Indian J. Pharmacol. 29:162-167.
dan Pengembangan Departemen Kesehatan.
Kesehatan,
Bowman WC, Rand MJ. 1968. Textbook of Pharmacology. Ed ke-2. New York: Blackwell.
Lisdawati V, Kardono LBS. 2006. Aktivitas antioksidan dari berbagai fraksi ekstrak daging buah dan kulit biji mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Media Litbang Kesehatan 16:4.
Crowther JR. 2001. Method in Molecular Biology: The ELISA Guide Book. New Jersey: Humana Pr.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K, Penerjemah. Bandung: Penerbit ITB.
Dalimartha S. 2002. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Diabetes Melitus. Jakarta: Penebar Swadaya.
Marliana N. 2005. Potensi ekstrak daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl). sebagai hepatoprotektor pada tikus putih galur Spague dawley [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Djumidi et al. 1999. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Ed ke-5. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan. Fitri AD. 2000. Gambaran Histopatologi pankreas dan miokardium pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Fonseca VA., Kulkarni KD. 2008. Management of type 2 diabetes: oral agent, insulin, and injectables. Journal American Diabetic Association 108:S29-S33. Gritter RJ, Bobbitt JM, Schwarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi. Ed ke-2. Dr. Kosasih Padmawinata, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB. Harmanto N. 2003. Mahkota Dewa, Obat Pusaka Para Dewa. Jakarta: Agromedia Pustaka. Harvey D. 2000. Modern Anlytical Chemistry. Edisi ke-1. Boston: McGraw-Hill. Hollas JM. 2002. Basic Atomic and Molecular Spectroscopy. Bristol: Willey. Kardono LBS. 2003. Kajian kandungan kimia mahkota dewa (phaleria macrocarpa) dalam prosiding seminar sehari mahkota dewa. Jakarta: Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional Badan Penelitian
Maryuni AE. 2002. Pengaruh pemberian dekokta daun jati pada tikus putih hiperglikemik [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika Dan Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. McClenaghan NH, Rasscheaert J, Flatt PR, Malaisse WJ. 1996. D-glucose metabolism in BRIN-BD11 islet cells. Biochem Mol Med 57:97-105. McClenaghan NH. 2007. Physiological regulation of the pancreatic β-cell: functional insights for understanding and therapy of diabetes. Exp Physiol 92.3: 481-496. Newgard CB, Johnson JH. 2000. The Role of Glucose Transport and Phosphorilation in Glucose-stimulated Insulin secretion. In Leroith D, Taylor SI, Olefsky JM (Eds). Diabetes Mellitus a fundamental and clinical text. Ed. Ke-2. Tokyo: Wilkins. Permata DA. 2006. Potensi rebusan daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap perbaikan pankreas tikus putih hiperglikemia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika Dan Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pradeepa R, Mohan V. 2004. The Changing of diabetic epidemic implications for India. Indian J Med Res. 116:163-76.
28
Ranakusuma AB et al. 1999. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Aksara Buana.
Winarto WP. 2003. Mahkota Dewa: Budi daya dan Pemanfaatan Untuk Obat. Jakarta: Penebar Swadaya.
Seino S. 2002. Molecular mechanisms of insulin secretion. Diabetes 51 Supl 2.
Wise DL. 1990. Bioinstrumentation Research, Developments and Applications. Wolborn: Butterworth.
Saleh I. 2007. Aktivitas Antioksidan Daging Buah dan Daun Mahkota Dewa Berdasarkan Pengukuran Kapasitas Reduksi Ce(IV) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Shalahuddin I. 2005. Efek Antihiperglikemik Ekstrak Air Buah Mahkota Dewa pada Tikus Diabetes yang Diinduksi Streptozotosin [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika Dan Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA. 1998. Modern Spectroscopy. Ed ke-4. Florida: Harcourt Brace College Publishing. Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandung: Ghalia Indonesia. Suradikusumah E. 1989. Kimia Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Suryohudoyo P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekular. Jakarta: Infomedika. Tjokroprawiro A. 1989. Diabetes Mellitus, Klasifikasi, Diagnosis, dan DasarDasar Terapi. Jakarta: Gramedia. Waring WS. 2007. Antidiabetic Elsevier Medicine 35:590-591.
drugs.
Wibudi A. 2006. Mekanisme Kerja Sambiloto (Andrographis paniculata) Sebagai Antidiabetes [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Peranian Bogor. Wijesekera ROB. 1991. The Medicinal Plant Industry. Florida: CRC. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wulandari NDM. 2005. Perbandingan Metode Ekstraksi Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) dan Uji Toksisitas Subkronis pada Tikus Putih [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Diagram Alir Kerja Buah Mahkota Dewa Cikabayan
KSH
Dipotong-potong kecil & tipis
Dipotong-potong kecil & tipis
Dikeringkan di oven 55°C
Dikeringkan di oven 55°C
Dihaluskan
Dihaluskan
Maserasi dengan Etanol 30%
Maserasi dengan Etanol 30%
Dipekatkan
Dipekatkan
Dihitung Rendemen
Dihitung Rendemen
Uji Fitokomia
Uji Fitokimia
Uji in vitro
Uji in vitro
Hasil terbaik
Fraksinasi
Karakterisasi dengan Spektrofotometer UV dan FTIR
Uji fitokimia
18
Lampiran 2 Diagram alir uji fitokimia a Uji Alkaloid 1 ml ekstrak sampel + 5 ml kloroform dan beberapa tetes amonia saring 10 tetes H2SO4 lapisan asam +pereaksi Dragendrof
Meyer
Wagner
↓ jingga
↓ putih
↓ coklat
b Uji saponin, flavonoid, tanin, dan kuinon 1 ekstrak sampel dilarutkan dalam 100 ml air panas didihkan selama 5 menit saring
10 ml 10 ml + 10 ml FeCl3 0.1% + 0.5 mg Mg + 2 ml HCl + 2 ml amil alkohol
10 ml kocok
Busa 10 menit
Merah/kuning/ Jingga (flavonoid)
10 ml +beberapa tetes NaOH
Biru tua (tannin)
Merah (kuinon)
saponin c Steroid/triterpenoid 1 ml ekstrak sampel dilarutkan dalam 25 ml etanol panas uapkan pelarut residu dilarutkan dalam eter ekstrak eter + 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat
merah/ungu (triterpenoid)
hijau/biru (steroid)
19
Lampiran 3 Perhitungan kadar air a. Sampel Cikabayan Bobot (g) Ulangan Kosong Sampel Total 1 18.9142 3.0088 21.9230 2 20.5101 3.0053 23.5154 3 18.2632 3.0277 21.2909 Rerata Standar deviasi
Bobot Akhir (g) 21.7187 23.3247 21.0872
Selisih (g) 0.2043 0.1907 0.2037
Kadar air (%) 6.79 6.35 6.73 6.62 0.24
b. Sampel KSH Ulangan
Bobot (g) Kosong Sampel Total 16.6218 3.0068 19.6286 18.2730 2.9975 21.2705 17.6883 3.0109 20.6992
1 2 3 Rerata Standar deviasi
Bobot Akhir (g) 19.4097 21.0421 20.4686
Contoh Perhitungan: Bobottotal − bobotakhir Kadar Air = × 100% bobotsampel (21.9230 − 21.7187) g = × 100% 3.0088 g = 6.79%
Selisih (g) 0.2189 0.2284 0.2306
Kadar air (%) 7.28 7.62 7.66 7.52 0.21
20
Lampiran 4 Perolehan rendemen ekstrak Sumber Sampel Cikabayan KSH
Bobot ekstrak (g) Rendemen Bobot Sampel (g) Awal Akhir Selisih (%) 23.51 120.0547 36.8345 65.0608 28.2263 150.0555 36.5726 67.972 31.3994 20.92
Contoh Perhitungan: % Rendemen = Bobot Akhir – Bobot awal × 100% Bobot sampel (65.0608 − 36.8345) g = × 100% 120.0547 g = 23.51%
21
Lampiran 5 Perolehan data uji sel Standar Insulin Konsentrasi (μg/l) 0.000 0.150 0.400 1.000 3.000 5.500
Ulangan 1
Ulangan 2
Rerata
0.003 0.036 0.048 0.201 0.884 1.661
0.002 0.014 0.054 0.200 0.893 1.688
0.003 0.025 0.051 0.201 0.889 1.675
Kurva Standar Insulin 2.000
OD rerata
1.500
y = 0.3110 x - 0.0473 R2 = 0.9965
1.000 0.500 0.000 0.000 -0.500
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
Konsentrasi Insulin (ug/L)
Fase Cepat Konsentrasi Ekstrak(mg/ml) 1.125 2.250 4.500 Kontrol KRB A Kontrol KRB B Rerata kontrol
KRB I
KRB III
1
2
Rerata
0.019 0.028 0.033 0.066 0.018
0.017 0.025 0.028 0.017 0.036
0.018 0.027 0.031 0.042 0.027
Konsentrasi (μg/L) 0.210 0.237 0.250 0.286 0.239 0.262
1
2
Rerata
0.014 0.048 0.037 0.008 0.006
0.016 0.029 0.049 0.006 0.015
0.015 0.039 0.043 0.007 0.011
Keterangan: 1, 2 = Ulangan Fase Lambat Konsentrasi Ekstrak (mg/ml) 1.125 2.250 4.500 Kontrol KRB A Kontrol KRB B Rerata Kontrol
KRB III Ulangan 1 0.064 0.048 0.114 0.019 0.034
Ulangan 2 0.078 0.064 0.106 0.017 0.055
Rerata 0.071 0.056 0.110 0.018 0.045
Konsentrasi (μg/L) 0.380 0.332 0.506 0.210 0.295 0.253
Konsentrasi (μg/L) 0.200 0.276 0.290 0.175 0.186 0.180
22
Lampiran 6 Hasil pemisahan ekstrak etanol mahkota dewa KSH
4 5
Tabung ke1 2 3 4 5
6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
6 7
8
9 10 11 12
Jarak Spot dari start (cm) 5.2 1.2 1.7 4 5.2 1.2 1.7 3.95 5.2 1.2 1.7 1.2 1.2 1.1 1.1 1.1 -
Rf 0.69 0.16 0.23 0.53 0.69 0.16 0.23 0.53 0.69 0.16 0.23 0.16 0.16 0.15 0.15 0.15 -
Perhitungan : Jarak migrasi spot dari garis start Rf = Jarak migrasi eluen 5.2 = = 0.69 7.5
23
Lampiran 7 Spekrum UV dari setiap fraksi b) fraksi 5-6
405
391
378
364
351
337
324
310
297
d) fraksi 8-12 λ maks = 259 nm
λ maks = 260 nm
Absorban
0.5 0.4 0.3 0.2
Panjang gelombang (nm)
Panjang gelombang (nm)
403
387
371
355
339
323
307
291
275
259
0 243
406
390
373
357
340
324
307
291
274
258
0.1 241
Absorban
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
283
Panjang gelombang (nm)
Panjang gelombang (nm)
c) fraksi 7
270
243
Absorban 403
388
374
359
345
330
316
301
287
272
258
λ maks = 259 nm
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 256
λ maks = 259 nm
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 243
Absorban
a) fraksi 4
24
Lampiran 8 Spektum Inframerah dari (a) fraksi 4, (b) fraksi 5-6, (c) fraksi 7 dan (d) fraksi 8-12 (a) Fraksi 4
Uluran -OH
C=O keton C-H aldehida
C=C aromatik
(b) Fraksi 5-6
C≡C
C-H aromatik
Uluran -OH
C=O keton
C=C aromatik
25
Lampiran 8 Lanjutan (c) Fraksi 7
C≡C
C=C aromatik Uluran -OH
C-H aromatik
C=O keton
(d) Fraksi 8-12
C≡C
Uluran -OH
C=C aromatik C-H aromatik
C=O keton