AKTIVITAS DAKWAH KH. Drs. SAIFUDDIN AMSIR DALAM MENSOSIALISASIKAN KONSEP KELUARGA QUR’ANI DI YAYASAN TERPADU SHIBGATULLAH JAKARTA TIMUR
Oleh:
SITI SOLEHA 104051001926
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
AKTIVITAS DAKWAH KH. Drs. SAIFUDDIN AMSIR DALAM MENSOSIALISASIKAN KONSEP KELUARGA QUR’ANI DI YAYASAN TERPADU SHIBGATULLAH JAKARTA TIMUR SKRIPSI Diajukan sebagai tugas akhir dalam jenjang Strata Satu (S1) pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi guna mencapai gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
SITI SOLEHA 104051001926
Di bawah bimbingan:
M. Hudri, M. Ag NIP. 150.289.437
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul Aktivitas Dakwah KH. Drs. Saifuddin Amsir Dalam Mensosialisasikan Konsep Keluarga Qur’any di Yayasan Terpadu Shibghatullah Jakarta Timur telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 11 Desember 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
Jakarta, 15 Desember 2008 17 Dzulhijjah 1429 Panitia Sidang Munaqasah Ketua
Sekretaris
Dr. Murodi. MA NIP. 150254102
Umi Musyarofah, MA NIP. 150281980
Penguji I
Penguji II
Drs. Harun Asfar,MA NIP. 150062829
Drs. Wahidin Saputra,MA NIP. 150276299
Pembimbing
M. Hudri, M.Ag. NIP. 150289437
Lembar Pernyataan
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2008
Siti Soleha
ABSTRAK AKTIVITAS DAKWAH Drs. KH. SAIFUDDIN AMSIR DALAM MENSOSIALISASIKAN KONSEP KELUARGA QUR’ANY DI YAYASAN TERPADU SHIBGATULLAH Pada saat ini semakin marak munculnya aliran-aliran penyimpangan yang membuat kita sebagai umat Islam ikut bertanggung jawab dalam menyikapi hal tersebut karena beragam faktor yang menyebabkan adanya perpecahan dalam tubuh Islam, maka untuk menyikapi hal tersebut sebaiknya segala persoalan yang dihadapi umat Islam harus dikembalikan kepada pedoman fundamental yakni Al-qur’an dan As-sunnah. Tujuan hidup kita adalah mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat maka untuk mencapai tujuan tersebut, kita harus menatanya dari unit yang terkecil yaitu keluarga, dengan menata keluarga yang didasari dengan Al-Qur’an dan As-sunnah maka tercapailah tujuan tersebut, untuk itu kunci memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat yaitu bagaimana kita dapat menjalani hidup ini di landasi dengan Al-qur’an dan As-sunnah. Drs. KH Saifuddin Amsir memperkenalkan konsep keluarga qur’any sebagai solusi kemelut yang dihadapi umat Islam, keluarga qur’any adalah keluarga yang dibangun di atas pondasi Al-qur’an dan As-sunnah untuk dapat menjalankan konsep tersebut Al-Qur’an dan As-sunnah harus dipelajari secara benar bukan hanya diketahui secara teoritis tetapi merupakan sesuatu yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan latar belakang tersebut, yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah bentuk aktivitas dakwah Drs. KH Saifuddin Amsir dan langkah-langkah yang dilakukan dalam mensosialisasikan konsep keluarga qur’any Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode kualitatif dengan cara analisis deskriptif, yakni menganilisis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan dilapangan, serta buku-buku dengan cara menggambarkan dan menjelaskan kedalam bentuk kalimat yang disertai kutipan-kutipan data Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Dari penelitian ini ditemukan bahwa Aktivitas dakwah yang dilakukan Drs.KH. Saifuddin Amsir dalam sosialisasi konsep keluarga qur’any di yayasan terpadu shibgatullah lebih kepada dakwah bil-lisan karena dakwah yang beliau lakukan, melalui penyajian umum (ceramah), diskusi dan pengajian rutin yang kesemuanya mencakup dari dakwah bil lisan kemudian sosialisasi yang dilakukan pada tahap awal yaitu disosialisasikan melaui mars yang beliau ciptakan kemudian melalui majlis ta’lim dengan adanya ta’lim rutin yang membahas materi bidang fiqih, tafsir, akidah dan akhlak yang merupakan prinsip dasar dari konsep keluarga qur’any dan diadakannya diskusi-diskusi yang kesemuanya itu merupakan upaya untuk merealisasikan konsep keluarga qur’any. Kemudian terdapat beberapa faktor Pendukung diantaranya kualitas keilmuan yang dimiliki dan adanya respon jama’ah.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas Dakwah KH. Drs. Saifuddin Amsir dalam Mensosialisasikan Konsep Keluarga Qur’any Di Yayasan Terpadu Shibgatullah Jakarta Timur” Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir selama menempuh jenjang Strata Satu (S1) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan sebagai persyaratan dalam meraih gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya bantuan, dukungan, bimbingan serta doa dari berbagai pihak. Atas dasar tersebut penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. H. Murodi, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Dr. Arief Subhan, MA selaku Pembantu Dekan I, Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku Pembantu Dekan II, Drs. Study Rizal L.K, MA selaku Pembantu Dekan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Dra. Umi Musyarofah sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA selaku Pembimbing Akademik mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam angkatan 2004 kelas E.
3. M. Hudri, M. Ag sebagai Pembimbing Skripsi, dengan kesabaran dan kebijaksanaan serta keluasan wawasan keilmuannya telah memberikan bimbingan serta arahan dalam pembuatan skripsi ini. 4. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah mendidik dan memberikan ilmu
yang
berharga selama mengikuti pendidikan di Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah. 5. KH. Drs. Saifuddin Amsir selaku subjek penelitian yang telah meluangkan waktu dan memberikan kemudahan dan kelancaran dalam proses wawancara dan observasi semoga Allah selalu mencurahkan kasih sayangNya kepada Beliau. 6. Ketua beserta staf Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Perpustakaan Umum yang telah memberikan pelayanan dalam mencari referensi-referensi selama kuliah dan dalam pembuatan skripsi ini. 7. Kepada kedua orang tua yang tercinta H. Abdul Wahab (alm) dan Ibunda Tersayang Hj. Faridah yang telah memberikan motivasi, doa yang tak kenal bosan, kasih sayang yang tak akan pernah padam dan perjuangannya yang tak kenal lelah demi keberhasilan anak-anaknya,” i love u and u’r the best”. 8. Kepada seluruh kakak dan kakak iparku tercinta yang terus memberikan motivasi dan atas kasih sayangnya sehingga sampai pada gelar sarjana. 9. Kepada Aa’ & A’nok yang tak henti-henti memberikan spirit, kasih sayang, motivasi dan bimbingan dari awal penulisan sampai rampungnya skripsi ini. 10. Kepada Ang iis atas spirit, kasih sayang, doa dan kesediaan bantuannya yang tak bosan-bosan untuk browsing artikel sehingga skripsi ini dapat rampung
11. Kepada ijholumuth atas doanya semoga Allah terus menjaga persahabatan ini dan mengabadikan rasa sayang ini. 12. Kepada unun atas kasih sayang, spirit, saran dan atas persahabatan yang kita bina selama masa perkuliahan semoga tak henti sampai selesainya gelar akademik semoga persahabatan ini terus abadi. 13. Kepada lail, meong’s, epot, ale (dewi2) atas bantuan dan doanya dan seluruh temanteman seperjuangan di KPI-E tanpa terkecuali angkatan 2004 yang telah mewarnai kisah-kasih di masa perkuliahan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini memberi manfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal A’lamin.
Jakarta, 30 Desember 2008
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..............................................................................................
i
KATA PENGANTAR ............................................................................
ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
v
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah ..................................................
1
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah ...............................
4
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................
4
D.
Metodologi Penelitian .....................................................
5
E.
Sistematika Penulisan ......................................................
6
TINJAUAN TEORITIS A.
Aktivitas Dakwah.............................................................
8
1.
Pengertian Aktivitas Dakwah...................................
8
2.
Bentuk-Bentuk Dakwah.............................................
9
3.
Unsur- Unsur Dakwah .............................................
10
a. Subjek Dakwah..................................................
10
b. Objek dakwah ....................................................
11
c. Tujuan Dakwah..................................................
12
d. Metode Dakwah.................................................
13
e. Materi Dakwah ..................................................
15
f. Media Dakwah...................................................
17
B.
BAB III
Sosialisasi ..........................................................................
17
1.
17
Pengertian Sosialisasi ..............................................
BIOGRAFI KH. Drs SAIFUDDIN AMSIR, GAMBARAN UMUM YAYASAN
TERPADU
SHIBGATULLAH
DAN
KONSEP
KELUARGA QUR’ANY A.
B.
Biografi Drs KH Saifuddin Amsir ....................................
20
1. Latar Belakang Keluarga KH. Drs Saifuddin Amsir....
20
2. Latar Belakang Pendidikan KH. Drs Saifuddin Amsir.
22
Gambaran Umum Yayasan Terpadu Shibgatullah.............
27
1. Latar Belakang Berdirinya Yayasan Terpadu Shibgatullah 27 2. Tujuan dan Kegiatan Yayasan Terpadu Shibgatullah .. C. BAB IV
Konsep Keluarga Qur’any Menurut KH. Drs Saifuddin Amsir 30
HASIL DAN ANALISIS DATA A.
Bentuk Aktifitas Dakwah KH. Drs Saifuddin Amsir Dalam Mensosialisasikan Konsep Keluarga Qur’any...................
B.
Langkah-Langkah
KH.
Drs.
Saifuddin
Amsir
Mensosialisasikan Konsep Keluarga Qur’any................... BAB V
28
42 Dalam 48
PENUTUP A.
Kritik ...............................................................................
51
B.
Saran- Saran.....................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
52
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Setiap muslim dan muslimah pada dasarnya mempunyai kewajiban untuk berdakwah, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar1. Persoalan yang dihadapi pada zaman sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat, seperti perilaku individu atau masyarakat dalam menyikapi program yang muncul di media, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan-kerawanan moral dan etika. Kerawanan moral dan etika itu muncul semakin transparan dalam bentuk kemaksiatan karena disokong oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi mutakhir seperti televisi, keping-keping VCD, jaringan Internet, dan sebagainya. Untuk itu yang perlu ditekankan dalam dakwah yaitu harus mengarah kepada "How to be managed " bagaimana kegiatan dakwah diatur, disusun, direncanakan serta diorganisasikan menjadi program yang dilakukan secara sistematis guna mencapai sebuah tujuan dakwah. Dakwah bukan hanya bersifat amatir, tetapi sudah sampai pada “profesional” profesionalisme bukan berarti bersifat materialistis tetapi mempunyai arti kecanggihan dalam menerapkan strategi dakwah. Pada hakikatnya dakwah Islam adalah realisasi dari 1
M.Syafa’at Habib, Buku Pedoman Dakwah ( Jakarta : Wijaya,1982), h.25.
amar makruf nahi munkar. Bagaimanapun besarnya kesulitan, halangan, tantangan, rintangan dan cobaan yang dihadapi namun dakwah tetap harus berjalan. Kelalaian dalam berdakwah akan menambah rusaknya umat. Kadang-kadang orang menjadi tidak peduli, menjadi acuh tak acuh melihat keadaan yang telah berubah; yang ma’ruf dipandang mungkar; yang mungkar dipandang ma’ruf; tuntunan dibuat menjadi tontonan; dan tontonan malah menjadi panutan. Melihat kenyataan tersebut ada sebagian golongan yang tidak berani buka mulut, ada pula golongan yang hanya menolak dalam hati sambil mengeluh. Padahal berdasarkan hadits shahih disebutkan bahwa yang tidak berani buka mulut untuk menegur kemunkaran adalah selemah-lemahnya iman. Rasulullah SAW bersabda :
رل ا ص م: ا ارى ر ا ل " ﻥ وان#$% &'(" ن ) ی% * *+,#% ا+-) ﻡ- ﻡ راى ﻡ: یل ()#" ی ن )روا* ﻡ/ ا0 ا1 وذا$#$% &'(") ی “ Barangsiapa diantara kamu melihat yang mungkar, maka hendaknya diubah dengan tangannya, barangsiapa yang tidak kuasa mengubah dengan tangannya, maka ubahlah dengan lidah. Dan jika tidak pula kuasa dengan lidah, hendaklah mengubah dengan hati. Dan yang demikian itu (dengan hati) adalah selemah-lemah iman” ( H.R. Imam Muslim dan Tirmidzi ). Selain persoalan diatas, saat ini juga semakin marak munculnya aliran-aliran penyimpangan yang membuat kita sebagai umat Islam ikut bertanggung jawab dalam menyikapi hal tersebut karena beragam faktor yang menyebabkan adanya perpecahan dalam tubuh Islam, maka untuk menyikapi hal tersebut sebaiknya segala persoalan yang dihadapi umat Islam harus dikembalikan kepada pedoman fundamental yakni Al-qur’an. Al-Qur'an harus dipahami umat Islam secara benar. Salah satu faktor munculnya aliran penyimpangan karena adanya kesalahan dalam menafsirkan makna al-qur’an yang
sesungguhnya. Hal tersebut menginspirasi saya untuk mengangkat seorang ulama yang bernama KH. Drs Saifuddin Amsir yang telah melahirkan konsep “ keluarga qur’any” untuk dijadikan sebagai tema skripsi. KH. Drs. Saifuddin Amsir adalah seorang ulama sekaligus akademisi yang aktif memberikan ceramah agama di berbagai lapisan masyarakat dan di berbagai media. Tidak cukup berdakwah keliling, beliau juga mengasuh beberapa majlis taklim dosen di beberapa perguruan tinggi dan banyak kiprah-kiprah beliau dalam bidang dakwah. Kelugasan retorika dalam berdakwah serta keluasan ilmu agama, pengetahuan umum dan keantausiasan jama’ah ketika beliau memberikan materi dakwah menarik perhatian saya untuk memilih beliau sebagai objek penelitian selain itu beliau mempunyai kepedulian terhadap problematika yang muncul dalam Islam maupun problematika di masyarakat. Keluarga qur'any merupakan gagasan beliau dalam menghadapi kemelut yang dihadapi. Dari berbagai pengalaman, beliau berkesimpulan bahwa solusi dari berbagai kemelut yang dihadapi oleh umat Islam, khususnya masyarakat ibukota adalah “keluarga qur'any” yaitu keluarga yang gerak-gerik anggotanya berdasarkan Al-Qur'an dan Assunnah oleh karena itu beliau mengajak masyarakat untuk selalu cinta kepada Al-Qur'an dan selalu berpedoman kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka diangkat menjadi sebuah judul : “Aktivitas Dakwah KH. Drs.
Saifuddin Amsir dalam Mensosialisasikan Konsep
Keluarga Qur’any Di Yayasan Terpadu Shibgatullah Jakarta Timur”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu aktivitas
dakwah
yang
dilakukan
KH.
Drs
Saifuddin
Amsir
hanya
dalam
Saifuddin
Amsir
dalam
mensosialisasikan konsep keluarga qur'any. Rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana
bentuk
aktivitas
dakwah
KH.
Drs
mensosialisasikan keluarga qur’any di yayasan terpadu shibgatullah? 2. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan KH. Drs Saifuddin Amsir dalam mensosialisasikan konsep keluarga qur’any di yayasan terpadu shibgatullah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui bentuk aktivitas dakwah KH. Drs Saifuddin Amsir dalam mensosialisasikan keluarga qur'any di yayasan terpadu shibgatullah 2. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan KH. Drs Saifuddin Amsir dalam mensosialisasikan konsep keluarga qur'any di yayasan terpadu shibgatullah Manfaat dari Penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan ilmiah di bidang Komunikasi dan Dakwah dan memberikan kontribusi yang positif dalam berbagai analisis studi mengenai sosialisasi kegiatan dakwah.
2. Manfaat Praktis : Menambah wawasan bagi penulis serta pembaca mengenai sosialisasi kegiatan dakwah serta dapat menarik penelitian lain sehingga dapat menjadi referensi untuk peneliti selanjutnya.
D. Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, penulis menganilisis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan dilapangan, serta buku-buku dengan cara menggambarkan dan menjelaskan kedalam bentuk kalimat yang disertai kutipan-kutipan data2. Pendekatan deskriptif dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan aktivitas dakwah KH. Drs saifuddin Amsir dalam mensosialisasikan konsep keluarga qur’any di yayasan Terpadu Shibgatullah. 1. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini yaitu KH. Drs. Saifuddin Amsir. 2. Tehnik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data digunakan metode sebagai berikut : a. Wawancara Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara secara mendalam kepada KH. Drs. Saifuddin Amsir serta pihak-pihak yang terkait dalam pembahasan ini, wawancara dilakukan selama lima kali. b. Observasi
2
h.6
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT Rosdakarya, 2004), cet ke-18,
Metode observasi yaitu untuk mengamati dan meneliti obyek penelitian. Observasi adalah pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan in situ sesuai dengan tujuan-tujuan empiris. 3 Observasi sering juga diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang akan diselidiki. Dalam penelitian ini, observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas dakwah KH. Drs. Saifuddin Amsir di Yayasan Terpadu Shibgatullah, memperoleh pemahaman yang jelas mengenai konsep keluarga qur’any dan upaya sosialisasi konsep keluarga qur’any. 3. Tehnik Analisis Data Setelah menghimpun data yang dibutuhkan dalam penelitian ini selanjutnya data diolah dan dianalisa dengan metode deskriptif kualitatif yakni setelah data dikategorisasikan sesuai dengan aspek yang terkumpul kemudian dengan menjelaskan suatu data serta diinterpretasikan secara logis.
E. Sistematika Penulisan Masalah- masalah yang dibahas dalam skripsi ini dibagi ke dalam lima bab dan terbagi ke dalam sub- sub bab sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan, berisi tentang : Latar Belakang Masalah,Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
3
h. 83.
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi ( Bandung :PT Remaja Rosdakarya, 2004 ),
Bab II : Tinjauan Teoritis, berisi tentang : Aktivitas Dakwah dan Ruang Lingkup Dakwah, Pengertian Sosialisasi. Bab III : Biografi KH. Drs Saifuddin Amsir Yang berisi tentang Latar Belakang Keluarga dan Latar Belakang Pendidikan, Gambaran mengenai Yayasan Terpadu Shibgatullah dan Konsep Keluarga Qur’any KH. Drs Saifuddin Amsir Bab IV : Hasil Penelitian, berisi tentang : Bentuk Aktivitas Dakwah KH. Drs Saifuddin Amsir, langkah- langkah yang dihadapi dalam mensosialisasikan konsep keluarga qur’any. Bab V : Kesimpulan, berisi tentang Kritik dan Saran
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Aktivitas Dakwah 1. Pengertian Aktivitas Dakwah Dalam kamus besar bahasa Indonesia, aktivitas diartikan sebagai segala bentuk keaktifan dan kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian. 4 Menurut ilmu sosial, aktivitas adalah segala bentuk kegiatan yang ada di masyarakat, seperti gotong royong atau kerja bakti disebut sebagai aktivitas sosial baik yang berdasarkan hubungan tetangga ataupun hubungan kekerabatan5 Kata dakwah secara etimologis ( Bahasa ) berasal dari bahasa arab yaitu da’a, yadu’, da’watan yang berarti seruan, ajakan, panggilan. Secara semantik (istilah) dakwah adalah suatu proses penyampaian (tablig) pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan/ seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.6 Banyak para ahli yang mendefinisikan pengertian dakwah dan mereka bervariasi dalam mengungkapkannya. Diantara para ahli tersebut adalah : a. Syeikh Ali Makhfuz, memberikan definisi dakwah yaitu mendorong manusia untuk mengikuti kebenaran dan petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan munkar agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan diakhirat.
4
Ahmadi, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2000), h. 32. Sojogyo dan Pujiwati Sajogyo, Sosiologi Pedesaan Kumpulan Bacaan (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1999)…cet 12, jilid 1, h.28. 6 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya : Al-Ikhlas, 2000).h.23 5
8
b. Menurut HMS. Nasaruddin Latif, dakwah adalah setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan menaati Allah SWT sesuai dengan garis- garis aqidah dan syari’ah serta akhlak Islamiyah.7 Dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa aktivitas dakwah adalah segala bentuk kegiatan yang berkesinambungan yang mengandung nilai-nilai yang mendorong manusia agar berbuat kebaikan berdasarkan Al-qur’an dan As-sunnah. Pengertian lain dari aktivitas dakwah yaitu suatu kegiatan, kesibukan, atau suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk kejalan Allah SWT dan secara bertahap menuju peri kehidupan Islami. Suatu proses yang berkesinambungan adalah suatu proses yang bukan insidental atau kebetulan, melainkan benar-benar direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara terus menerus oleh para pengemban dakwah dalam rangka mengubah perilaku sasaran dakwah sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. 2. Bentuk-Bentuk Dakwah a. Dakwah bil lisan. Dakwah ini dilakukan dengan menggunakan lisan, antara lain : 1) Qaulun ma’rufun, dengan berbicara dalam pergaulannya sehari- hari yang disertai dengan misi agama yaitu agama Islam, seperti penyebarluasan salam, mengawali segala perbuatan dengan membaca basmalah. dll. 2) Mudzakarah, yaitu mengingatkan orang lain jika berbuat salah, baik dalam ibadah maupun perbuatan. 3) Nasihatuddin, yaitu memberi nasihat kepada orang yang dilanda problem kehidupan agar mampu melaksanakan agamanya dengan baik, seperti bimbingan penyuluhan agama dan sebagainya. 4) Majelis Ta'lim, seperti pembahasan terhadap bab-bab dengan menggunakan buku atau kitab dan berakhir dengan dialog. 5) Penyajian umum, yaitu menyajikan materi dakwah di depan umum. 7
Rafi’udin, dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, ( Bandung : Pustaka Setia, 2001) h. 24.
6) Mujadalah, yaitu berdebat dengan menggunakan argumentasi serta alasan dan diakhiri dengan kesepakatan bersama dengan menarik satu kesimpulan. b. Dakwah bil kitab, yaitu dakwah yang menggunakan keterampilan tulis menulis berupa artikel atau naskah yang kemudian dimuat di dalam majalah atau surat kabar, bulletin, buku dan sebagainya. Dakwah seperti ini mempunyai kelebihan dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta lebih luas jangkauannya,di samping masyarakat juga dapat mempelajari serta memahaminya sendiri. c. Dakwah bil hal, yaitu dakwah yang dilakukan melalui berbagai kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai objek dakwah atau berdakwah melalui perbuatan, mulai dari tutur kata, tingkah laku, sampai pada kerja bentuk nyata seperti mendirikan panti asuhan, fakir miskin, sekolah- sekolah, rumah ibadah dll.8 3. Unsur-Unsur Dakwah Unsur- unsur dakwah adalah komponen- komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah, unsur- unsur tersebut di antaranya : a. Subjek Dakwah Subjek dakwah yaitu pelaku dakwah atau orang yang melaksanakan dakwah secara lisan, tulisan maupun perbuatan, baik secara individu, kelompok, atau berbentuk organisasi atau lembaga.9 Berkaitan dengan subjek dakwah, maka subjek dakwah dapat dibedakan menjadi dua bagian: Pertama ; da’i dalam kriteria umum, artinya setiap muslim atau muslimat yang berdakwah sebagai kewajiban seorang muslim yang melekat dari misinya sebagai penganut Islam, sesuai dengan perintah “ ballighu “anni walau ayat “.10 Kedua; secara khusus, yakni mereka yang mengambil keahlian khusus (mutakhassis) dalam bidang dakwah Islam, dengan kesungguhan yang luar biasa. Sebagaimana dapat dipahami dari makna surat Al-Imron ayat 104 : 8
Ibid, hal. 30. Ibid, hal. 47. 10 Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2000), cet. Ke-1, 9
h.23
ِ َ ََْن7َُْوفِ وَی+َْْ ِ َُون+ُْﻡ:َِ وَی+َُْْ)ْ أُﻡ>=ٌ یَْ ُنَ إَِ ا-ُِْ ْ ﻡ-َ(َْو (١٠٤) َِ@ُن#ْAَُْ هُ)ُ ا1ِCَِ وَأُو+َ-ُْْا “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orangorang yang beruntung” Dalam menghadapi berbagai masalah yang semakin berat dan kompleks sebagai akibat tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, globalisasi, dan tuntutan kebutuhan hidup maka tidak memadai kegiatan dakwah hanya dilakukan secara fardhi (merencanakan dan mengerjakan sendiri). Maka dakwah bisa dilakukan secara jama’i melalui sebuah kelembagaan yang ditata secara baik serta menghimpun berbagai keahlian yang diperlukan. Seorang pelaku dakwah sebaiknya perlu mempelajari psikologi, sosiologi disamping memperhatikan ekonomi dan kebudayaan masyarakat, dengan mengetahui ruang lingkup tersebut diharapkan kegiatan dakwah berjalan dengan baik. b. Objek Dakwah Objek dakwah yaitu orang-orang yang dituju oleh suatu kegiatan dakwah atau sering disebut dengan mad’u. Sebagaimana orang yang dituju oleh kegiatan dakwah sangat bervariasi, maka agar dakwah bisa dilakukan secara efisien dan efektif, dan sesuai dengan kebutuhan, seorang juru dakwah harus memperhatikan berdasarkan tingkat usia, pendidikan, pengetahuan, sosial, ekonomi, profesi dan sebagainya11. Mengetahui umur sasaran dakwah diperlukan karena secara psikologis terdapat perbedaan kesenangan antara anak-anak, remaja, pemuda dan orang tua. Kelompok anakanak lebih menyukai permainan dan segala sesuatu yang tidak memerlukan pemikiran inilah tugas da’i yang terkadang da’i harus ikut bermain atau mengkoordinasikan 11
Rafi’udin, Prinsip dan Strategi Dakwah,h. 33
permainan agar materi yang disajikan menarik, untuk itu seorang da’i dituntut menguasai psikologi anak. Berbeda dengan remaja, kalangan remaja memiliki pemikiran yang ringan tetapi kritis, untuk itu seorang da’i harus pintar-pintar menyajikan dakwah sesuai dengan usia remaja. Beragam perbedaan dalam usia, profesi, ekonomi atau hal lainnya maka diperlukan pendekatan dan ciri-ciri tersendiri dalam menghadapinya. c. Tujuan Dakwah Tujuan dakwah secara umum adalah mengubah perilaku sasaran dakwah agar mau menerima ajaran Islam dan mengamalkannya dalam tataran kenyataan kehidupan sehari-hari, baik yang bersangkutan dengan masalah pribadi, keluarga, maupun sosial kemasyarakatan sehingga tercapai umat yang sejahtera lahir dan batin, bahagia di dunia dan diakhirat12. Tujuan-tujuan umum ini harus dirumuskan ke dalam tujuan-tujuan yang lebih operasional dan dapat dievaluasi keberhasilan yang telah dicapainya. Misalnya tingkat keistiqamahan di dalam mengerjakan shalat, tingkat keamanahan dan kejujurannya, berkurangnya angka kemaksiatan, ramainya shalat berjamaah di masjid dan sebagainya, karena tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah untuk itu agar mencapai sasaran ini diperlukan adanya aktivitas dakwah. d. Metode Dakwah Metode dakwah adalah cara berdakwah yang tepat sehingga materi dapat diterima oleh subjek dakwah. Seorang mubaligh harus mempunyai berbagai cara dan harus dapat memilih cara yang tepat agar dakwahnya tidak sia-sia belaka.
12
Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual ( Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 78.
َِ ه ْ ِ(> ِ ْ)ُ7َِْ دIََ=ِ اْ@َ"ََ=ِ وJِ ََْْْ=ِ وَا-ِ@ْ ِ َ1Kَِ رLِْ$َ َِاُ ْدعُ ا .َ ْْ(َِی7ُْ#ِ ُ)َ#ْ َِِ وَهَُ ا#ِْ$َ ْ َ >Lَ ْ َِ ُ)َ#ْ ََ هَُ ا1>َاَﺡْ"َ ُ اِن> ر “Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”
Metode dakwah yang terdapat pada ayat di atas yaitu ; 1. Al-Hikmah Kata hikmah seringkali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah melaksanakan apa yang di dakwahkan, atas kemauannya sendiri, tidak merasakan adanya paksaan, konflik maupun rasa tertekan.13 Menurut istilah (syar'i) para ulama berbeda penafsiran mengenai kata hikmah baik yang ada dalam Al-Qur'an maupun As-sunnah, antara lain : a). Valid (Tepat) dalam perkataan dan perbuatan b). Mengetahui yang benar dan mengamalkannya (ilmu dan pengamalan) c). Wara' dalam Din Allah d). Meletakkan sesuatu pada tempatnya e). Menjawab dengan tegas dan tepat.14 Adapun definisi hikmah secara umum adalah ketepatan dalam perkataan, perbuatan, dan keyakinan serta meletakkan sesuatu pada tempatnya. 15 Dari berbagai definisi dapat disimpulkan bahwa hikmah adalah mengajak manusia menuju jalan Allah tidak hanya terbatas pada perkataan lembut, tetapi dengan keteladanan. 2. Mauidzah Hasanah Menurut Ali Ya'qub mauidzah hasanah adalah ucapan yang berisi nasehat-nasehat yang baik. Dimana nasehat-nasehat tersebut dapat bermanfaat bagi orang yang 13
Siti Muriah, Metodologi Dakwah kontemporer, (Yogjakarta : Mitra Pustaka, 2000), cet ke-1
14
Ibid. h. 42 Ibid. h.42
h.29 15
mendengarkannya, atau atgumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak audiens membenarkan apa yang disampaikan oleh subjek dakwah. 16 Adapun dakwah yang dapat dikategorikan ke dalam metode mauidzah hasanah antara lain : a) Pengajian di majlis ta'lim b) Ceramah umum c) Tabligh, dan sebagainya 3. Mujadalah Mujadalah adalah cara terakhir yang digunakan dalam berdakwah, manakala dua cara sebelumnya tidak mampu, lazimnya cara ini digunakan untuk orang-orang yang taraf berpikirnya cukup maju dan kritis.17 Adapun dakwah yang dikategorikan ke dalam metode mujadalah, diantaranya: a) Dialog b) Debat c) Diskusi d) Seminar, dan lain sebagainya e. Materi Dakwah Materi dakwah menurut Drs. H.M Masyhur Amin dalam buku “ Dakwah Islam dan pesan Moral “ materi dakwah adalah ajaran-ajaran agama Islam yang wajib
16
Hasanuddin, Hukum Dakwah ( Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia), ( Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h.35 17 Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, h. 48-49
disampaikan kepada umat manusia dan mengajak mereka agar mau menerima dan mengikutinya. Ajaran-ajaran tersebut berdasarkan Al-qur’an dan Hadits.18 Ajaran-ajaran Islam tersebut dibagi menjadi tiga macam, yakni : 1. Aqidah atau keyakinan Aqidah merupakan pegangan bagi setiap muslim, dengan aqidah inilah yang menjadikan dasar dan yang memberi arah bagi kehidupan seorang muslim. Ketika pertama kali Nabi Muhammad melakukan dakwah di mekkah maka Aqidah merupakan salah satu tema dakwah beliau.. 2. Syariat atau Hukum-hukum Hukum-hukum ini merupakan peraturan-peraturan atau
sistem-sistem yang
disyariatkan oleh Allah SWT untuk umat manusia, baik secara terperinci maupun pokok-pokoknya. Kemudian Rasulullah yang memberikan penjelasan. Hukum-hukum ini meliputi lima bagian a. Ibadah, yaitu suatu sistem yang mengatur tentang hubungan manusia sebagai hamba dengan Tuhannya sebagi Dzat yang wajib disembah.ibadah ini melipu shalat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah lainnya. b. Hukum Keluarga atau Al-Ahwalusy Syakhshiyah, meliputi hukum pernikahan, nasab, nafaqah, waris dan masalah lain yang berada dalam lingkupnya. c. Hukum yang mengatur tentang ekonomi atau Al-Muamalatul maliyah, meliputi hukum jual beli, pertanian, gadai, dan masalah-masalah lain yang masih dalam ruang lingkupnya. d. Hukum pidana, meliputi qishash, ta’zir dsb
18
1, h.12.
Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta : Al Amin Press, 1997), Cet. Ke-
e. Hukum ketatanegaraan, meliputi hukum perang, perdamaian, ghanimah dll.19 3. Akhlaq dan Moral Akhlaq atau moral merupakan pendidikan jiwa agar jiwa seseorang dapat bersih dari sifat-sifat tercela dan dihiasi dengan sifat-sifat terpuji. Pendidikan jiwa ini amat penting karena jiwa merupakan sumber dari perilaku manusia. Nabi Muhammad SAW bersabda :
ْ ََ"َ% ُ وَاِذَاQ#َُ"َُ آSَْ اTُ#َU َْ@ُ#َU َ=ً اِذَا,ْWَُ"َِ ﻡSِْ ا% >َ وَاِن/َا ت ) ا ن#" ري وﻡ$ُ )روا* اXْ#ََْوَهَِ ا/َُ اQ#َُ"َُ آSَْ"ََا% (+Z “ Ingatlah! Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada sekerat daging. Jika ia baik, maka baiklah tubuh itu semuanya, dan jika ia rusak, maka rusaklah tubuh itu semuanya. Ingatlah! Sekerat daging itu adalah hati “ (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari AnNu’man bin Basyir) 20
a. Media Dakwah Media dakwah banyak ragamnya diantaranya adalah : 1. Alat-alat elektronik, seperti radio, televisi, tape recorder, computer, dan lain-lain. 2. Tempat terbuka, seperti lapangan, halaman, dll. 3. Alat-alat cetak, seperti brosur, artikel, majalah, Koran, buku, dll. 4. Gedung atau bangunan, seperti masjid, sekolah, kantin, balai desa, gedung pertemuan, dll. 5. Seni, seperti kaligrafi, film, wayang, drama, lukisan, ukiran, dll. B. Sosialisasi 1. Pengertian Sosialisasi
19 20
Ibid, h. 12-13. Ibid, h.14.
Pengertian sosialisasi dalam kamus istilah pendidikan dan umum berarti usaha untuk mengubah milik seseorang menjadi milik umum, kata mensosialisasikan mempunyai arti menjadikan milik umum secara sosialisme. Adapun sosialisme itu sendiri yaitu ajaran atau paham kenegaraan yang berusaha supaya harta benda, industri, dan perusahaan menjadi milik negara21 Sosialisasi didefinisikan sebagai proses seorang berinteraksi sosial sepanjang hidupnya yang di dalam proses itu ia mempelajari pengetahuan, sikap, nilai-nilai dan perilaku yang penting supaya bisa terlibat secara efektif dalam hidup bermasyarakat ( Zenden, 1998: 140).22 Makna mensosialisasikan yang dimaksud dalam skripsi ini adalah suatu proses atau usaha untuk menginformasikan, menyebarluaskan, atau memperkenalkan suatu konsep. Proses sosialisasi adalah proses belajar meskipun sosialisasi kerap kali disama artikan dengan proses belajar, tetapi beberapa ahli mengartikannya sebagai proses belajar yang bersifat khusus. Thomas Ford Hould berpendapat, proses sosialisasi adalah proses belajar individu atau kelompok untuk bertingkah laku sesuai dengan standar yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat.23 Dalam proses sosialisasi, individu atau kelompok mengadopsi kebiasaan, sikap dan ide- ide dari orang atau kelompok lain dan menyusunnya kembali sebagai suatu sistem diri pribadi atau kelompoknya.24
21
M. Sastrapradja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, ( Surabaya: Usaha Nasional, 1981 ),
h.450. 22
M.Amin Nurdin dan ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi Pengantar Memahami Konsep-Konsep Sosiologi ( Jakarta: UIN Jakarta Press ) h. 73. 23 St. Vembriarto, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT Grasindo, 1993 ) h.18. 24 Ibid. h. 19.
Agen sosialisasi adalah sekelompok orang yang didalamnya setiap anggotanya terus menerus berinteraksi, yang biasa mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang sepanjang hidupnya. Yang termasuk agen sosialisasi adalah individu-individu, seperti orang tua dan guru, namun yang paling dikenal adalah : keluarga, sekolah, teman bermain, masyarakat, Negara dan media massa.25 Terdapat 3 metode yang mempengaruhi proses sosialisasi dalam suatu organisasi: b. Metode ganjaran dan hukuman Tingkah laku individu dalam organisasi yang salah, tidak baik, kurang pantas, tidak diterima dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam mendapatkan hukuman (punishman) sedangkan yang sesuai dengan ajaran Islam serta mematuhi peraturan organisasi yang telah menjadi kesepakatan umum akan mendapatkan ganjaran ( reward ). Hukuman dapat berupa hukuman badan atau hukuman sosial ( diasingkan atau dikucilkan dan dikurangi hak-haknya ). Dengan hukuman ini diharapkan individu- individu dalam organisasi menjadi sadar bahwa tingkah lakunya salah, tidak baik, tidak sesuai dengan nilai- nilai Islam dan ditolak masyarakat. c. Metode Didactic Teaching Dengan metode ini kepada pengurus dan anggota dalam organisasi diajarkan berbagai macam pengetahuan dan keterampilan melalui pemberian informasi, ceramah, dan penjelasan. Metode ini digunakan dalam pendidikan di sekolah, pendidikan agama dan pendidikan kepramukaan. d. Metode Pemberian Contoh
25
M.Amin Nurdin dan ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi Pengantar Memahami Konsep-Konsep Sosiologi ,h.80.
Para senior dapat mensosialisasikan nilai- nilai Islam kepada juniornya melalui praktek dan aplikasi langsung dalam kehidupan sehari- hari. Contoh : akhlak yang baik ini secara sadar akan diserap para anggota apalagi semakin intensif dan interaksi maka sosialisasi nilai- nilai dapat ditransfer dengan cepat.
BAB III BIOGRAFI KH. Drs. SAIFUDDIN AMSIR, YAYASAN TERPADU SHIBGATULLAH DAN KONSEP KELUARGA QUR’ANY
A. Biografi KH. Drs. Saifuddin Amsir 1. Latar Belakang Keluarga KH Drs.Saifuddin Amsir dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Januari 1955, beliau anak ke-enam dari 11 bersaudara jika dihitung dari anak pertama yang telah meninggal dunia. Ayahnya bernama Amsir bin Naiman yang lahir pada tanggal 21 Agustus 1921, sedangkan Ibunya bernama Nur’ain binti Anwar beliau lebih muda sekitar enam tahun dibandingkan ayahnya. Kedua orang tuanya berasal dari daerah Kebun Manggis, Matraman Jakarta Timur.26 KH Drs. Saifuddin Amsir bukan putra dari seorang ulama dan tidak pula terlahir dari kalangan pesantren beliau hanyalah seorang anak guru ngaji dan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang secara penuh mengabdi untuk mengurus keluarga. Ayah beliau merupakan seorang yang tegas dalam urusan agama untuk itu tidak ada kompromi bagi suatu pelanggaran yang telah ditetapkan ayahnya. KH Drs. Saifuddin Amsir dilahirkan di lingkungan keluarga yang sederhana, penerapan pola hidup kedua orang tuanya yang senantiasa memberikan keteladanan dalam kesabaran, kesederhanaan, ketaatan kepada Allah SWT dan berkat kegigihannya dalam mencari ilmu merupakan faktor kesuksesan beliau sampai menjadi seorang ulama yang disegani saat ini.
26
Wawancara Pribadi dengan Saifuddin Amsir, Jakarta, 7 juli 2008.
20
Beliau menikah diusia 27 tahun tepatnya pada tanggal 18 Juli 1982 dengan seorang putri dari salah seorang lurah di daerah Cakung, Jakarta Timur. Awal perkenalan antara KH. Drs Saifuddin Amsir dengan isterinya yang bernama Hj. Siti Mas’udah putri dari bapak H. Marzuki (alm) dan ibu Hj. Marhati bermula di lingkungan pondok pesantren As-syafi’iyah yang beralamat di Bali Matraman Jakarta Timur. Pada saat itu beliau mengajar di yayasan tersebut dan isterinya merupakan salah satu muridnya. Beliau dijodohkan oleh pimpinan Pondok Pesantren As-syafi’iyah yaitu KH. Abdullah Syafi’i karena kedua belah pihak keluarga saling setuju maka dilangsungkan pernikahan walaupun istrinya masih duduk di kelas II Aliyah. Dari perkawinan ini beliau memperoleh empat orang putri yaitu Hj. Badrah Uyuni, MA yang telah menikah dengan Ustadz H. Mohammad Adnan Lc,MA,LL.M pada tahun 2003. Putri keduanya bernama Raichanatul Quddus lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Dirasah Islamiyyah dan sekarang telah menikah dengan Ustadz H. Zulkarnain, putri ketiga Kasyifatudduja dan yang bungsu Hj. Rabiah Al-Adawiyyah.27 KH. Drs Saifuddin Amsir merupakan sosok ayah yang sangat memperhatikan keluarga, demokratis, sabar, tegas persis mewarisi sifat ayahnya, Beliau bagaikan guru, sahabat bagi isteri dan putri-putrinya. Beliau selalu mengajarkan tentang pentingnya agama dan ilmu pengetahuan pada anaknya sejak mereka masih kecil. Disiplin dalam shalat merupakan suatu didikan yang selalu ditanamkan dalam keluarga dan shalat berjamaah adalah salah satu keharusan dalam keluarga. Dengan menerapkan pola pembinaan dan pendidikan keluarga yang demikian menjadikan putri-putri beliau orangorang yang cinta akan ilmu agama sehingga banyak prestasi yang telah diraih keempat 27
Wawancara Pribadi dengan Saifuddin Amsir.
putrinya, di antaranya semua putri beliau selalu mendapatkan beasiswa. Si bungsu Hj. Rabi’ah Al-Adawiyah sejak berusia 12 tahun mampu menghafal Al-qur’an 30 juz. Isteri beliau tidak kurang perannya dalam membentuk citra kebersahajaan dan kemandirian dalam keluarga. Di samping menangani urusan rumah tangga isterinya masih menyempatkan untuk berkiprah di bidang sosial dan agama dengan mengajar di beberapa majlis taklim. 2. Latar Belakang Pendidikan Sebelum masuk SD beliau terlebih dahulu belajar mengaji di rumah dengan ayahnya dan juga belajar dengan gurunya yang sering disapa Kong Perin dan setelah Kong Perin meninggal dunia dilanjutkan dengan Ustadz H. Sayuti yang kebetulan sepupu dari ibu beliau sendiri. Metode belajar mengaji di waktu itu menurut beliau tidak terlalu efektif disebabkan karena kurangnya tenaga pengajar sedangkan jumlah murid terlalu banyak serta daya tangkap masing-masing murid berbeda-beda hasilnya tergantung daripada kecepatan daya tangkap masing-masing anak. Kemudian barulah beliau masuk Sekolah Dasar Negeri (SDN) Matraman, dan sore harinya beliau belajar di Madrasah Diniyyah Al-Jam’iyatul Washliyyah Matraman untuk mendapatkan pelajaran agama secara intensif. Adapun jenjang menengah ditempuh di Madrasah Tsanawiyah Assyafi’iyah, suatu prestasi bagi beliau masuk As-syafi’iyah karena pada saat itu merupakan madrasah yang standarnya tinggi sehingga sulit orang untuk bisa sekolah di As-syafi’iyah. Modal utama yang dimiliki pada saat itu yaitu memahami dan hafal kitab AlAjrumiyah, Matnul bina wal-ashash, Rub’ul Ibadat dari kitab Matn Al-Ghayah wa attaqrib, karena kemampuannya tersebut, banyak guru yang kagum kepada beliau sehingga
ketika kenaikan kelas beliau loncat dari kelas satu ke kelas tiga sehingga hanya menduduki Tsanawiyah dua tahun. Beliau dikenal siswa yang pintar dan cerdas karena sejak kecil beliau sangat gemar membaca dari buku bacaan ringan seperti majalah, sampai buku yang terbilang serius juga ia gemari. Kegemaran membaca dilatar belakangi karena lingkungannya yang cukup kondusif dan berdirinya perpustakaan di sekitar tempat tinggalnya. Sejak kecil beliau sering mendapat panggilan untuk membaca Al-qur’an pada acara-acara tertentu karena beliau dikenal sebagai seorang qori namun setelah semakin beranjak remaja beliau tidak hanya ingin menjadi seorang yang pandai dalam membaca Al-Qur’an tetapi ingin memahami makna dari Al-Qur’an untuk itu beliaupun mempelajari ilmu tafsif dan kemudian di usia remaja pula beliau dikenal sebagai seorang muballigh. Tidak cukup belajar ilmu tafsir beliau juga mempelajari ilmu Al-qur’an yaitu Ilmu Asbab An-Nuzul, ilmu Nasikh Mansukh. Secara informal beliau telah banyak mendapatkan pendidikan terutama dari orang tuanya namun beliau juga aktif untuk belajar kepada ulama-ulama besar diantaranya pada akhir 1976 beliau ikut bergabung mengikuti pengajian yang diselenggarakan oleh KH. Abdullah Syafi’i pada waktu itu membahas kitab Fathul Mu’in dan kitab Jauhar Makmun yang mengajar pada waktu itu adalah ulama yang merupakan salah satu guru utama beliau yaitu KH. Syafi’i Hadzami dan Prof. Ibrahim Husen. Ketika ikut bergabung dalam pengajian tersebut beliau baru lulus dari Aliyah As-Syafi’iyah. Selanjutnya beliau bergabung dengan pengajian KH. Syafe’i yang diadakan di daerah Rawabunga, Jakarta Timur yang perlu dicatat adalah bahwa ketika beliau mulai
mengikuti pengajian tingkat lanjutan pada guru-guru utamanya, beliau telah memiliki bekal yang sangat memadai dam memiliki potensi yang sangat memungkinkan untuk terlibat dalam masalah-masalah yang di bahas. Selain di Rawabunga beliau juga mengikuti pengajian mualim KH. Syafi’i Hadzami di daerah Kepu. Jakarta Pusat beliau sempat menghatamkan kitab Al-Luma’ yang mengesankan bagi KH. Saifuddin Amsir adalah beliau di dampingi oleh para ulama dan guru-guru sepuh, yang membanggakan justru beliau sering kali diminta untuk menjadi semacam ujung tombak untuk menanyakan hal-hal yang mereka sendiri enggan menanyakannya. Sampai saat mua’lim KH. Syafi’i Hadzami meninggal dunia, beliau yang dipercaya untuk menggantikan mualim mengajarkan jamaah yang kebanyakan adalah para ustadz di salah satu ta’lim KH. Syafi’i Hadzami di Majlis Al-Ijabah yang berada di Jakarta Timur. Selain itu beliau juga mengaji pada Habib Abdullah Syami Al-A’ttas di awal tahun 1978 kitab yang di baca pada saat itu adalah Fathul Mu’in, Ghayatul Bayan dan AlMahalli.kemudian pada KH. Hasan Murtadho kitab yang dibacanya yaitu Mukhtasar jamrah kemudian kitab Tanqihul Qaul dan Fathul Wahab. Kurang lebih tiga tahun beliau menimba ilmu pada guru Hasan. Beliau banyak bergabung pada pengajian-pengajian yang berada disekitar Ibukota. Banyak kitab-kitab yang telah beliau pelajari diantaranya
ِ=ََُِیْ)ِ و+َ-ْْ\نِ ا+ُِْ ا% ِْْ#َِْ زِ اSْ ِ/ْ ﻡَُْْ َ=ِ ا.1 َِة+>7َ'ُْا ْ\ن+ُُْ)ْ اَیَ تِ ا7َ% َِْﺵُِ ا+َُْ ا.2
ِ)ِْی+َ-ْْ\نِ ا+َُْ ظَ اAَْcِ َُس+>7َAَُْ)ُ اSََْْ ا.3 ُ=>َِی$>َةُ ا+K"َ ا.4 ِ1َ#َAْ ﻡَُْْ َ=ُ ا.5 ِ)َ-ِ@َْاحُ ا+َ ﺵ.6 َِْ عIِ/ْ ﻡَُْْ َ=ُ ا.7 ِ=ََُُ7َ% .8 َِ رَةWَ@َْ ةِ اlِ .9 Beliau melanjutkan perguruan tinggi di As-syafi’iyah ketika masuk ke Universitas Islam As-syafi’iyah ( UIA ) awalnya beliau kuliah di fakultas Tarbiyah karena ketika itu hanya ada fakultas Tarbiyah dan Ushuluddin Jurusan dakwah, tetapi karena Fakultas Tarbiyah tidak berjalan maka ujian yang beliau ikuti adalah di Jurusan dakwah yang berada di bawah Fakultas Ushuluddin. Kondisi perkuliahan di UIA saat itu masih mengkhawatirkan karena kebanyakan dosen hanya mampu menyajikan materi-materi yang ia dapatkan di bangku kuliahnya dulu yang terkadang tidak relevan lagi ketika itu. Akibatnya banyak diantara mereka yang tidak lulus mengikuti ujian sarjana bahkan banyak yang tidak mendapatkan gelar sarjana muda tetapi ketika banyak dosen dari IAIN yang direkrut untuk mengajar di UIA maka kondisinya semakin membaik. Selama masa kuliah di UIA beliau juga mengajar di Tsanawiyah dan Aliyah Asyafi’iyah sekaligus ditunjuk sebagai tutor bahasa Arab ketika beliau duduk di semester II. Selain itu beliau juga menjadi salah satu koordinator yang meluluskan orang-orang yang akan ujian di Lembaga Bahasa. Jika dihitung-hitung beliau menempuh pendidikan di As-syafi’iyah selama 10 tahun, 2 tahun pada tingkat Tsanawiyah, 3 tahun tingkat Aliyah dan lima tahun menyelesaikan kuliahnya dan kemudian beliau langsung mengajar di As-syafi’iyah sehingga kurang lebih beliau berada di As-syafi’iyah selama 20 tahun.
Setelah selesai mengambil gelar Sarjana Muda (BA) di UIA, beliau melanjutkan kuliah di IAIN pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah Filsafat, kesempatan kuliah di IAIN menjadi terbuka karena ada kuliah sore hari ( ekstensi) disebabkan sebagian gedung sedang dibangun dengan demikian kegiatan kuliah beliau tidak terganggu karena pagi hari beliau mengajar Jurusan yang baru dibuka ketika beliau masuk IAIN ini dipilih karena beliau menginginkan sesuatu yang baru, menurutnya kalau ia memilih jurusan Syari’ah maka tentu penekananya pada materi bidang fiqih yang menurut beliau bisa dicari di luar IAIN, beliau memilih jurusan aqidah filsafat. Selepas lulus dari IAIN dengan predikat lulusan terbaik pada tahun 1985 beliau langsung diminta aktif mengajar diperguruan tempat ia menimba ilmu (IAIN), beliau mengajar sampai saat ini, kegiatan akademisi ini dilengkapi dengan tugas dari instansinya untuk membimbing para mahasiswa dalam melakukan dialog dengan tokoh-tokoh lintas agama dan aliran kepercayaan. Selain menjadi dosen di IAIN ( UIN ) beliau juga aktif mengajar di Paramadina ( Pimpinan Nurcholis Madjid ), IMAN ( Pimpinan Haidar Bagir). Beliau juga aktif sebagai nara sumber pada beberapa seminar dan diskusi ilmiah berskala nasional seperti diskusi tentang korupsi, fikih, dan tafsir dan beberapa diskusi lainnya. Beliau juga diangkat sebagai Direktur Ma’had Al-Arba’in, staff ahli Rektor Universitas Islam As-syafi’iyah dan dewan Masjid Agung Sunda Kelapa. 28 Beliau dikenal sebagai seorang ulama yang padat akan keilmuan serta aktif mengikuti perkembangan dunia Islam. Kegigihan dan kedisiplinan beliau sejak kecil untuk selalu mencari ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum serta didukung dengan
28
Yayasan Terpadu Shibgatullah,Bersama Drs. KH.Saifuddin Amsir Menuju Keluarga Qur’any, ( Jakarta :T.pn., 2006) h.1.
kepribadian beliau yang terpuji, menjadikan beliau kini menjadi orang yang disegani dalam keluarga dan masyarakat.
B. Gambaran Umum Yayasan Terpadu Shibgatullah 1. Latar Belakang Berdirinya Yayasan Terpadu Shibgatullah Sebagai ulama, beliau aktif memberikan ceramah-ceramah agama di berbagai lapisan masyarakat serta mengasuh beberapa majlis ta’lim yang tersebar di DKI Jakarta dan sekitarnya tercatat lebih dari 20 majelis taklim yang diasuhnya. Pada tahun 2001 semua majelis ta’lim yang diasuhnya digabungkan dengan nama “ Majelis Ta’lim Terpadu KH. Saifuddin Amsir ” Peresmian majelis ta’lim ini dihadiri oleh Bapak Dr. Hamzah Haz yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Selain Hamzah Haz, tercatat beberapa tokoh dan ulama penting lainnya hadir dalam peresmian majelis ta’lim tersebut diantaranya : Brig.Jend.TNI (Purn) dr.A.Syukur, SKM yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua umum bamus (Badan Musyawarah Masyarakat) Betawi, Muallim KH. M. Syafi’i Hadzami, Habib Hud bin Baqir Al-Attas dan lain-lain. 29 Tidak cukup berdakwah keliling atau menjadi pengasuh beberapa majelis ta’lim, beliau juga membuka majelis ta’lim yang diberi nama “Ma’had At-Tamhid Al-Islami” untuk asatidz dan “At-Tamhid lil Ummahat” untuk asatdizah serta majelis zikir yang diberi nama “ Hizbul Mustaghfirin”. sama halnya dengan Hizbul Mustaghfirin yang telah puluhan tahun diasuhnya, majelis ta’lim yang tunasnya sudah dipupuk belasan tahun ini bertujuan mempersiapkan generasi muda Islam menjadi mubaligh/ustadz dan mubalighah/ustadzah dengan kurikulum yang disusun beliau sendiri. 29
Ibid..,h.3.
Yayasan Terpadu Shibgatullah merupakan induk dari semua majlis ta’lim dan majlis dzikir yang diasuhnya. Yayasan ini berdiri tahun 2005, berdirinya yayasan ini karena beliau merasa perlu ada payung hukum yang menaungi segala kegiatan yang merupakan refleksi dari gagasan-gagasannya. Yayasan Terpadu Shibgatullah berisikan perpaduan dari berbagai aspek pendidikan, agama, dan sosial. Banyak kiprah yang dilakukan beliau bersama Yayasan Terpadu di berbagai bidang yang kesemuanya bertujuan untuk menegakkan kalimat tauhid. 2. Tujuan dan Kegiatan Yayasan Terpadu Shibgatullah Tujuan berdirinya yayasan ini yaitu membentuk generasi Islam yang berkualitas dalam bidang keagamaan, kemanusiaan, sosial, mensyiarkan ajaran Islam dan ingin membangun keluarga qur’any.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka yayasan ini menjalankan kegiatan30 1) Bidang Keagamaan a. Menyelenggarakan tuntunan dan bimbingan dalam melaksanakan ibadah haji dan umrah b. Mengadakan bimbingan dalam kunjungan ke tempat- tempat bersejarah c. Membina kerjasama dengan pemerintah dan swasta, khususnya dalam meningkatkan pelayanan ibadah haji dan umrah
30
R.Hendro.N. Asmoro, Akta Notaris Pendirian Yayasan Terpadu Shibgatullah ( Jakarta : Pejabat Pembuat Akta Tanah, 2005 )
d. Mendirikan sarana ibadah e. Mengelola pengembangan kemakmuran masjid, mushollah dan tempat-tempat peribadatan lainnya. f. Menyelenggarakan pengajian, majlis ta’lim dan kegiatan sosial budaya yang bernafaskan Islam g. Menyelenggarakan pondok pesantren dan madrasah h. Menerima dan menyalurkan amal, zakat, infaq, dan shadaqoh i.
Meningkatkan pemahaman keagamaan
j.
Melaksanakan syiar keagamaan
k. Mengadakan studi banding keagamaan 2) Bidang Kemanusiaan a. Memberi bantuan kepada korban bencana alam b. Memberikan bantuan kepada pengungsi akibat perang dsb c. Memberikan bantuan kepada tuna wisma, fakir miskin, dan gelandangan d. Mendirikan dan menyelenggarakan rumah singgah dan rumah duka e. Melestarikan lingkungan hidup 3) Bidang Sosial a. Lembaga formal dan nonformal b. Panti asuhan, panti jompo, panti wreda c. Pembinaan olahraga d. Penelitian di bidang ilmu pengetahuan e. Studi banding
C. Konsep Keluarga Qur’any KH. Drs. Saifuddin Amsir
Keluarga qur’any merupakan konsep yang dikembangkan oleh KH. Drs. Saifuddin Amsir. Konsep ini lahir pada tahun 2006, lahirnya konsep keluarga qur’any dilatar belakangi karena orang non muslim khususnya di negara bagian Barat mempelajari kitab suci Al-Qur’an dengan berbagai misi diantaranya ada yang memang mempelajari Al-qur’an karena ingin mengetahui tentang keIslaman namun sebagian mempunyai misi menghancurkan makna Al-qur’an kemudian di tanah air sendiri muncul polemik yang menganggap bahwa al-qur’an tidak relevan, meragukan isi dari al-qur’an bahkan ingin mencabut al-qur’an dengan memunculkan kitab suci baru. Terkadang orang juga mengesampingkan makna dari Al-qur’an dengan lebih mengusung aspek lagu bacaan/ nagham sehingga timbul opini dari masyarakat bahwa orang yang paling ahli dalam Al-qur’an yaitu orang yang ahli dalam seni baca al-qur’an bukan orang yang memahami substansi dari Al-qur’an. Menurut beliau Umat Islam harus mempunyai kepeduliaan untuk mencegah adanya kehancuran akidah dan moral untuk itu dari latar belakang tersebut dan melalui pemikirannya beliau mencoba mengembangkan konsep keluarga qur’any31. Keluarga qur’any adalah keluarga yang gerak-gerik anggotanya berdasarkan AlQur'an dan As-sunnah. Keluarga qur'any juga dapat diartikan yaitu keluarga yang dibangun di atas pondasi Al-qur’an dan As-sunnah. Menurut beliau keluarga adalah basis utama yang menjadi pondasi bangunan masyarakat. Dengan menata keluarga yang didasari dengan Al-Qur’an dan As-sunnah maka dapat menciptakan suatu masyarakat yang Islami untuk dapat menjalankan konsep keluarga tersebut maka harus mempelajari Al-Qur’an dan As-sunnah secara benar bukan hanya diketahui secara teoritis tetapi merupakan sesuatu yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 31
Wawancara Pribadi dengan Saifuddin Amsir.
Tujuan lahirnya konsep keluarga qur’any yaitu a. Menciptakan keluarga di atas landasan Al-qur’an dan As-sunnah b. Menjadikan Al-qur’an sebagai gaya hidup sehingga Al-qur’an tidak diketahui secara teoritis saja tetapi merupakan sesuatu yang diterapkan c. Mempunyai kecintaan terhadap Al-qur’an d. Memahami Al-qur’an dan As-sunnah secara murni sehingga tidak adanya penyimpangan ajaran Islam Untuk membangun keluarga di atas landasan Al-qur’an dan As-sunnah seseorang harus memahami terlebih dahulu proses pembentukan keluarga yang benar dan sejalan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Pada dasarnya cikal bakal dari keluarga adalah suami dan isteri, selamat atau tidaknya keluarga sangat bergantung pada keduanya. Selain lingkungan sesungguhnya suami-isteri (orang tua) merupakan faktor dominan yang menentukan bentuk dan corak keluarga. Kehidupan keluarga Islami harus dimulai dari kehidupan suami-isteri yang sah menurut syariat. Islam telah mengatur masalah ini dengan aturan yang berhubungan dengan aturan yang berhubungan dengan persiapan menuju kehidupan suami-isteri. Islam telah menjelaskan tata cara membangun rumah tangga yang kuat dan kokoh. Islam juga telah memberikan penjelasan mengenai kriteria suami dan isteri yang baik. Islam juga telah menjelaskan hak dan kewajiban suami-isteri dalam kehidupan rumah tangga. Dari hukum-hukum ini bisa dijelaskan proses pembentukan keluarga yang dilandasi dari Alqur’an dan As-sunnah, untuk itu perlu diperhatika pilar-pilar rumah tangga. Pilar-Pilar rumah tangga diantaranya:32
32
Syamsuddin Ramadhan, Fikih Rumah Tangga Pedoman Membangun Keluarga Bahagia, ( Bogor : Idea Pustaka, 2004), h.20.
a. Motivasi pernikahan Unsur terpenting yang harus dipenuhi sebelum mengarungi kehidupan suami isteri adalah motivasi pernikahan. Motivasi pernikahan yang benar merupakan pondasi yang kokoh untuk membangun kehidupan rumah tangga untuk itu Islam telah menerangkan apa yang seharusnya memotivasi seseorang untuk melangsungkan kehidupan suami-isteri. Secara umum tatkala melakukan perbuatan apapun, seorang muslim harus meniatkannya secara ikhlas kerena Allah SWT. Ini didasarkan pada firman Allah SWT :
َةm>nَ ءَ وَیُُِا اAَُِ َ َُ اِّی َ ﺡnِ#ُْ>َ ﻡ#ُُوا ا$َِْ /ُِوا إ+ِوَﻡَ أُﻡ (٥) ِ=َََِّْ دِی ُ ا1َِ>آَ ةَ وَذqْﺕُا اsُوَی Artinya : Mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agamanya yang lurus ( QS Al-Bayyinah : 5) Dalam sebuah hadits shahih telah dututurkan bahwa motivasi seseorang melakukan pernikahan ada empat perkara. Rasulullah SAW bersabda :
ِ ْیK َِاﺕuِ ْ+َAْv َ% َ7َِْ وَِِی7ِ ََIََ و7ِ$َ"َََِ و7ِ َِ ِ&ََْر/ِ ُْاَة+َُْ اTَ-ُْﺕ ََِْ یََاك+َﺕ “Wanita itu dinikahi karena empat perkara : karena hartanya; karena keturunannya (kelas sosialnya); karena kecantikannya; karena agamanya. Pilihlah olehmu wanita beragama, niscaya kamu akan bahagia. ( HR Al-Bukhori dan Muslim). Hadits di atas telah menjelaskan kepada kita bahwa motivasi pernikahan harus didasarkan pada prinsip ketakwaan. Seorang Muslim dan Muslimat tidak diperkenankan melakukan pernikahan dengan motivasi selain mencari keridhaan
Allah. Ini didasarkan pada kenyataan, bahwa pernikahan adalah ibadah kepada Allah SWT. Sebagaimana membangun sebuah rumah, membangun rumah tangga juga diperlukan pondasi yang kokoh dan kuat. Pondasi itu adalah ketakwaan kepada Allah. Ketakwaan harus dijadikan dasar dalam membangun rumah tangga. Seorang laki-laki, tatkala hendak membangun rumah tangga dengan seorang wanita, harus termotivasi untuk membangun rumah tangga yang dihiasi dengan ketakwaan. Tatkala ia menjatuhkan pilihan kepada seorang wanita ia harus berfikir, apakah dengan pilihannya kepada wanita tersebut ia bisa semakin dekat dengan Allah atau tidak. Ia memahami benar bahwa pernikahan merupakan ibadah yang bisa menyempurnakan agamanya. Demikianlah motivasi pernikahan yang benar merupakan faktor penentu keberhasilan dan kebahagiaan kehidupan rumah tangga, lebih dari itu motivasi yang benar merupakan jaminan bagi kuat dan kokohnya kehidupan rumah tangga.
b. Memilih calon suami/ isteri Setelah menetapkan motivasi pernikahan yang benar langkah selanjutnya adalah menentukan calon suami/isteri sejalan dengan tuntunan sunnah rasul. Sebelum menjatuhkan pilihan, seorang muslim dan muslimat wajib memahami terlebih dahulu muslim/muslimat yang boleh dinikahinya. Hal ini telah diatur oleh ketentuan syariat Islam wanita-wanita yang boleh dinikahi dan yang haram dinikahi. Memilih calon suami/isteri yang sesuai dengan tuntunan syariat merupakan kewajiban seorang muslim dan muslimat.
c. Karakter calon Isteri Memahami karakter calon isteri merupakan faktor terpenting sebelum menjatuhkan ketetapan untuk menikah. Hal tersebut didasarkan karena pada kenyataannya, bahwa kedudukan isteri dalam rumah tangga sangatlah penting. Seorang isteri akan memegang peran sentral sebagai ibu dan pengatur rumah tangga ia berkewajiban untuk mengasuh dan mendidik anak, mengatur urusan rumah tangga, dan menjaga kenyamanan rumah tangga. Tugas dan tanggung jawab semacam ini tidak mungkin dipikul oleh seorang wanita yang moral dan akhlaknya rusak. Dengan demikian wanita yang akan dinikahi hendaknya bisa melaksanakan fungsinya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Wanita muslimah yang hendak dinikahi hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. Taat beragama dan berusaha menjalankan urusan agamanya Sangat dianjurkan seseorang menikahi wanita yang sejalan pemikirannya dan perasaannya. Ini ditujukan agar keduanya dapat mengarungi kehidupan rumah tangga dengan visi misi yang sama. Jika kondisi seperti ini terwujud tentu dalam menyelesaikan masalah apapun, keduanya bisa beranjak dari sudut pandang yang benar dan sama jika keduanya sudah memiliki sudut pandang yang sama tentu keduanya akan sangat mudah untuk saling mengerti dan memahami satu sama lain. 2. Menyejukan dam menyenangkan hati 3. berasal dari keturunan yang subur d. Karakter calon suami
Seorang wanita muslimah hendaknya memilih calon suami yang shalih dan berakhlak mulia sehingga bisa mempergaulinya dengan cara yang baik.calon suami haruslah orang yang bertakwa, ramah, pengasih, penyayang, dan lembut namun sikap demikian harus dimengerti bahwa sikap dan karakter tersebut sejalan dengan akidah dan syariat Islam. Seorang suami yang bersikap lembut dan membiarkan istrinya melakukan kemaksiatan bukanlah contoh suami yang terpuji. Karakter lembut tidak terlepas dari pemahaman Islam. Seorang suami kadangkadang harus bersikap tegas dan keras terhadap isterinya yang melakukan pembangkangan atau yang sudah tidak taat lagi kepada suami. Seorang suami tidak boleh mengikuti perasaan dan hawa nafsunya dengan mengesampingkan pemahaman yang benar. Karakter yang dimiliki calon suami dan isteri harus terbentuk dari pemahaman Islam, bukan sekedar karakter liar yang lahir dari hawa nafsu. Sebab sifat atau karakter yang tidak dipandu dengan akidah dan pemahaman yang benar tentu akan menyebabkan seseorang berjalan hanya berdasarkan hawa nafsunya belaka. Karakter suami yang baik adalah karakter yang lahir dari akidah dan syariat Islam, serta yang memiliki akhlak yang lahir dari Al-qur’an dan As-sunnah. Untuk mencapai tujuan utama dari kehidupan suami-isteri maka Islam datang dengan seperangkat aturan yang mengatur hak dan kewajiban suami-isteri. Dengan aturan-aturan ini, seorang suami bisa memahami kewajiban sekaligus haknya sebagai seorang suami sehingga ia bisa berlaku adil, bertanggung jawab, dan tidak berperilaku zalim kepada isterinya. Demikian juga dengan pihak isteri ia akan memahami hak dan kewajibannya sebagai seorang isteri.
Hak dan kewajiban suami-isteri adalah : a. Hak isteri atas suaminya. Pada dasarnya seorang suami diwajibkan memenuhi hak-hak isterinya, berdasarkan fiman Allah SWT :
َ ُْ(ْ-َُ > أَنْ ی7َ QLِ@َ ی/َُوءٍ و+ُ َ=َymَy > ِ7ِ"ُAَْﻥ:ِ َ ْn>َ+َ(َ>َ تُ ی#َ'ُْوَا ِ+ِ>ِ وَاَْْمِ ا{ﺥ# ِ > ِْﻡsُِ > إِنْ آُ > ی7ِِ أَرْﺡَ ﻡ% َُ|َ ا#َﻡَ ﺥ ِيu>ُ اLْ}ُِ > ﻡ7ََﺡً وmْUَِ إِنْ أَرَادُوا إ1َِِ ذ% > َِدِّه+ِ Q|َُ > أَﺡ7ُ(ََُُو (٢٢٨) ٌ)ِ-ٌَ ﺡqِیqَ َُ=ٌ وَاIَِ > دَر7َْ#َ َِ لIِّ+#َُِوفِ و+َْْ ِ > ِ7َْ#َ
“Isteri-isteri itu mempunyai hak (dari suami mereka) sebagaimana pada diri mereka terdapat kewajiban (terhadap suaminya) dengan cara yang baik. ( QS Al-Baqarah : 228 ) Diantara hak isteri atas suaminya adalah sebagai berikut :33 1. Suami berkewajiban memberikan nafkah kepada isterinya baik makanan, minuman, pakaian, maupun tempat tinggal dengan cara yang baik. 2. Suami berkewajiban memenuhi kebutuhan seksual isterinya, sekalipun hanya sekali dalam setiap empat bulan yakni jika suami berada dalam kondisi lemah. Batas semacam ini ditetapkan berdasarkan firman Allah SWT :
ََِن> ا% َ ءُوا% َِْن% ٍ+ُ7ُْ أَرََْ=ِ أَﺵlQَ+َِ)ْ ﺕ7ُِْنَ ﻡِ ْ ﻥِ"َ ﺉsُِی َ یu>#ِ (٢٢٦) ٌ)ُِرٌ رَﺡAَ “Kepada orang-orang yang telah bersumpah hendak menjauhkan dirinya dari isteri-isterinya, bagi mereka ada masa tangguh sampai empat bulan. Kemudian jika mereka kembali kepada isterinya maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang” (QS. Al-Baqarah : 226) 3. Minimal tidur bersama isteri sekali dalam setiap empat hari. Pada masa Umar bin Khathab ketetapan ini pernah diberlakukan. 33
Ibid., h.82.
4. Berbuat adil dalam pembagian jika suami mempunyai isteri lebih dari satu orang 5. Jika isterinya seorang gadis maka sang suami hendaknya tinggal bersamanya selama seminggu dari permulaan pernikahan dan tiga hari jika isterinya seorang janda. 6. Suami disunnahkan memberikan izin kepada isterinya jika ingin menengok saudaranya yang sakit atau bertakziyah jika ada yang meninggal dunia. b. Hak suami atas isterinya Diantara hak suami atas isterinya adalah :34 Isteri harus mentaati suaminya dalam hal kebaikan, bukan dalam kemaksiatan kepada Allah SWT, namun demikian seorang suami hendaknya tidak memberatkan ataupun menyusahkan isterinya 1. Seorang isteri harus menjaga harta kekayaan dan rahasia suaminya dan isteri juga tidak boleh keluar rumah kecuali atas izin suaminya 2. Bepergian bersama suaminya jika diajak, kecuali sudah diisyaratkan dalam akad nikah, bahwa pernikahan bisa dilangsungkan asal suami tidak bepergian dengannya. Sebab bepergian bersama suami merupakan hak suami yang harus ditaati 3. Isteri harus melayani suami jika suami meminta dirinya sebab melayani kebutuhan seksual suami merupakan kewajiban isteri dan hak bagi suami 4. Seorang isteri harus meminta izin suaminya jika ia hendak mengerjakan puasa sunnah
34
Ibid., h. 84.
Inilah hak dan kewajiban suami-isteri. Pada dasarnya hak dan kewajiban ini wajib diketahui oleh suami dan isteri agar mereka memahami tanggung jawab serta kedudukannya di dalam rumah tangga. Jika suami isteri tidak memahami hak dan tanggung jawabnya, tentu akan terjadi penyimpangan-penyimpangan dan kezhaliman, yang akan berakhir pada konflik rumah tangga karena itu, memahami dengan cermat hak dan kewajiban suami-isteri merupakan keharusan demi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Selain itu jika kedua belah pihak memahami hak dan kewajibannya masing-masing, tentu akan tercipta hubungan kerjasama yang indah, dan meringankan kedua belah pihak. Tentu saja hal demikian harus didasarkan pada prinsip persahabatan, kasih sayang dan empati. Kemudian tujuan konsep keluarga qur’any selanjutnya menjadikan Al-qur’an dan As-sunnah sebagai gaya hidup. Menurut beliau upaya agar masyarakat dapat menjadikan Al-qur’an dan As-sunnah sebagai gaya hidup maka :35 1. Al-qur’an dan As-sunnah harus dipahami secara benar tidak dipahami secara setengah-setengah. 2. mengikuti pola hidup orang-orang yang diketahui sebagai seorang yang taat 3.
menghindari dari bentuk intervensi luar yang berniat tidak baik terhadap Al-qur’an dan As-sunnah dengan jalan menafsirkan dengan selera masing-masing.
4. belajar ilmu agama kepada orang yang memahami serta pandai memilih seorang yang akan dijadikan sebagai guru agar kita tidak pada jalan kesesatan. 5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan Umat Islam harus memahami ajaran Islam yang murni. Islam yang tidak terintervensi oleh gerakan-gerakan sepiilis yang menggeser nilai-nilai Al-qur’an sehingga 35
Wawancara Pribadi dengan Saifuddin Amsir.
umat Islam mudah dikotak-kotakan sampai timbulnya perpecahan dalam tubuh Islam sendiri. Perpecahan di antara umat Islam memang bukan merupakan gejala yang baru melainkan sudah tercatat oleh sejarah sejak awal perkembangan Islam. Segala sumber terjadinya perpecahan dapat ditinjau dari dua segi, yang pertama dari tubuh umat Islam sendiri dan yang kedua dari serangan-serangan musuh Islam. Sumber dari dalam dapat disebutkan berupa kebodohan umat islam, kesempitan pandangan, tidak berpegang pada tali Allah serta fanatisme golongan. Kebodohan umat terhadap agamanya merupakan salah satu penyebab terjadinya perpecahan, sebagian dari umat Islam tidak tahu akan hukum-hukum agamanya, akidah agamanya, adab serta yang terkait dengan syariat Islam, dengan keadaan demikian maka lebih mudah bagi musuhmusuh Islam untuk mencabik-cabik ukhuwah Islamiyah. Musuh-musuh Islam lebih leluasa menyebarkan kesesatan dan meniupkan racun-racun kepada umat Islam dan lebih jauh lagi akan memperlancar upaya mereka untuk mendidik kaki tangan yang diambil dari kaum muslimin yang kemudian dijadikan sebagai kader untuk memerangi akidah kaum muslimin serta menyebarkan berbagai kesesatan pada barisan-barisan kaum muslimin. Umat Islam harus berjihad untuk menegakan agama Islam melawan segala bentuk kesesatan atau penyimpangan-penyimpangan, dengan penuh kesabaran menghadapi segala ancaman yang dapat merusak Islam. Kita harus bercermin kepada Nabi Muhammad SAW yang membina ukhuwah di kalangan umat Islam. Secara umum ukhuwah Islamiyah adalah persaudaraan Islam yang dibina, diciptakan, diwujudkan, diikat, dan dijiwai oleh akidah atau iman. 36 Demi persaudaraan
36
Mahfudh Syamsul Hadi, dkk., KH.Zainuddin MZ. Figur Da’I Berjuta Umat (Surabaya : Karunia, 1994),h. 239.
itulah timbul iman dan sebaliknya karena iman atau akidah tumbuhlah persaudaraan. Nabi telah memulai membina ukhuwah sejak di Makkah, mereka merasa senasib seperjuangan. Ukhuwah ini tetap terwujud hingga mereka tiba di Madinah, bahkan lebih luas hingga meliputi ukhuwah diantara Muhajirin dan Anshar. Mereka bersatu dan bersaudara berlandaskan iman mereka saling menyayangi dan tolong menolong dan toleransi antara satu sama lain, dengan sikap demikian dapat menarik orang masuk Islam. Karakteristik dari keluarga qur’any yang ingin diwujudkan yaitu pada umumnya tidak ada sesuatu yang ditonjolkan secara spesifik namun dengan menegakan amar ma’ruf nahi munkar serta konsisten menjaga serta mengantisipasi dari gejala-gejala yang ingin menghancurkan Islam maka diharapkan tujuan dari konsep ini dapat direalisasikan. Keluarga qur’any menolak kalau ada intervensi-intervensi dari gagasan lain diluar Al-qur’an yang akan mengacak-acak nilai-nilai dari Al-qur’an dan As-sunnah. Hal ini menggejala ketika globalisasi dari pihak-pihak luar sangat mengusung gerakan sepilis yang menjadikan Al-qur’an menjadi suatu kendaraan dengan metode memanipulasi terhadap makna-makna Al-qur’an jadi hal demikian sangat dijaga. Jika dilihat secara khusus karakter keluarga qur’any yaitu : a) Menjalankan perintah Allah sesuai dengan landasan Al-qur’an dan As-sunnah b) Menjaga kemurnian Al-qur’an dan As-sunnah dengan tidak memanipulasikan makna Al-qur’an dan As-sunnah Karakter keluarga yang tidak qur’any: a) Melanggar perintah Allah dan tidak menjalankan segala perintahNya b) Mengacak-acak nilai Al-qur’an dan terintervensi oleh gerakan-gerakan yang ingin menghancurkan Al-qur’an dan As-sunnah.
Selain ingin mewujudkan agar nilai-nilai Al-qur’an terjaga juga mengupayakan agar masyarakat cinta terhadap Al-qur’an tak cukup hanya sekedar membacanya namun perlu adanya pengamalan serta usaha untuk mensyiarkan nilai-nilai Al-qur’an dengan berbagai jalan.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Bentuk Aktifitas Dakwah KH. Drs. Saifuddin Amsir Dalam Mensosialisasikan Konsep Keluarga Qur’any Aktivitas dakwah yang dilakukan KH. Drs.Saifuddin Amsir sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai keluarga qur’any. Beliau tidak mempunyai gebrakan-gebrakan dengan menonjolkan berbagai atribut-atribut yang khas, berjalan perlahan namun pasti tidak diupayakan dengan eksklusif namun mempunyai panduan dengan tujuan keluarga qur’any dapat melekat di tengah masyarakat. Bentuk aktivitas dakwah yang dilakukan KH. Drs. Saifuddin Amsir dalam mensosialisasikan konsep keluarga qur’any : a. Ceramah agama, metode ini biasa dilakukan para da’i pada umumnya namun dalam hal ini beliau menekankan atau mendorong agar para jama’ah selalu cinta terhadap Al-qur’an. Tak hanya sekedar mencintai Al-Qur’an dengan membacanya saja namun dalam membangun keluarga qur’any maka perlu adanya pengamalan ketika Al-qur’an memerintahkan maka mau mengamalkannya. b. Majlis ta’lim yang membahas materi bidang tafsir, fiqih, akidah dan akhlak. Beliau sangat mempertahankan kitab-kitab padat ilmu karya para ulama klasik atau sering disebut dengan kutub al-turuts atau kitab kuning karena kitab tersebut padat tentang pemahaman ajaran Islam dan kitab turats juga sangat relevan dengan kehidupan karena tanpa adanya kitab turats maka kita tidak akan bisa berbuat apa-apa. Membaca Alqur’an saja tidak akan bisa tanpa adanya pemahaman ilmu yang merujuk pada kitab turats 42 seperti ilmu tajwid dan tidak bisa memahami Al-qur’an secara utuh tanpa adanya ilmu
tafsir, nahwu dan shorof, kemudian untuk mengklasifikasikan hadits shahih atau dhoif maka diperlukan rujukan dari kitab turats dan untuk bisa memahami nash Al-qur’an dan Hadits maka diperlukan usul fiqh yang merupakan bagian dari kitab turats. Bahkan kitabkitab kontemporer sekarang ini tidak bisa lepas dan tetap merujuk pada kitab-kitab karya ulama klasik atau ulama salaf namun seharusnya penulis kitab kontemporer tetap menjaga keorisinilan kitab
turats tersebut. Beliau sangat menghimbau kepada
masyarakat untuk tidak meninggalkan para ulama karena dari para ulamalah umat Islam dapat mereguk ilmu-ilmu agama secara mendalam. Menurut beliau kajian tentang tafsir ini perlu untuk dibahas karena ilmu tafsir mengkaji arti atau makna yang terkandung di dalam Al-qur’an dan ini juga sangat mendukung upaya realisasi konsep keluarga qur’any. Begitupun kajian ilmu fiqih sangat penting karena untuk mencapai salah satu tujuan keluarga qur’any yaitu untuk menciptakan suatu keluarga yang berlandaskan Alqur’an maka pembahasan ini sebagai materi pendukung. Dalam bidang fiqih terdapat kajian tentang fiqih rumah tangga yang mengkaji tentang pedoman membangun keluarga berdasarkan ajaran Islam. Ilmu fiqih juga merupakan ilmu pokok untuk dipelajari
karena pada garis
besarnya syariah Islam ( Fiqih ) di bagi menjadi dua bagian :37 1. Qaidah Ibadah ( Qaidah Ubudiyyah) yaitu tata aturan ilahi yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dengan tuhannya yang tata caranya telah ditentukan secara terperinci dalam Al-Qur’an dan sunnah rasul.
37
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam dan Umatnya, ( Bandung : Pustaka, 1983 ), h. 25.
2. Qaidah Muamalah yaitu tata aturan ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan benda. Jika dalam suatu Negara terdapat perundang-undangan agar masyarakatnya dapat hidup dengan aman maka Islampun memiliki peraturan-peraturan yang meyangkut soal kehidupan. Peraturan atau hukum ini dinamakan ilmu fiqih. Fiqih merupakan ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshil. Menurut Hasan Ahmad Khathib pengertian fiqih adalah sekumpulan hukum syara’ yang sudah dibukukan dari berbagai mazhab, baik dari mazhab yang empat atau dari mazhab lainnya, dan yang dinukilkan dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, baik dari fuqaha yang tujuh38 di Madinah, atau di Makkah, fuqaha Syam dan fuqaha Mesir, Iraq, Bashrah dan sebagainya.39 Ilmu fiqh mempunyai cakupan yang luas seperti yang akan dipaparkan di dalam skema yang meliputi individu, mayarakat, dan Negara yang melengkapi bidang-bidang: ibadah, mu’amalah, kekeluargaan, kekayaan, warisan, kriminal, peradilan, kenegaraan dan sebagainya. Kemudian Pembahasan mengenai akidah pada umumnya berkisar pada Arkanul Iman ( rukun iman ) yaitu :
1. Iman kepada Allah 2. Iman kepada Rasul 3. Iman kepada kitab 4. Iman kepada Malaikat 38
Fuqaha tujuh : Sa’ad ibn Musaiyub, Abu Bakar ibn Abdurrahman, Urwah Ibn Zubair, Sulaiman Ibn Yassar, Al-Qasim Ibn Muhammad, Kharidjah Ibn Zaid, dan Ubaidullah Ibn Abdillah 39 Ash Shiddieqy, M Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqih, (Jakarta: CV Bulan Bintang, 1967),h.19.
5. Iman kepada Hari Kiamat 6. Iman kepada Qadha dan Qadhar Akidah dipelajari untuk menambah keyakinan kepada Allah SWT sehingga diharapkan tidak terjadi penyimpangan. Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan adanya penyimpangan ajaran Islam dan aliran kesesatan. Faktor tersebut timbul karena umat Islam sendiri yang kurang memahami atau ketidak sempurnaan dalam memahami Al-qur’an kemudian dilihat dari faktor eksternal yaitu adanya pengaruh dari luar seperti misi-misi orang-orang yahudi yang ingin menghancurkan Islam dengan mendoktrin dan menyebarluaskan aliran-aliran penyimpangan Kajian akhlak juga sangat penting, adapun ilmu yang mencakup bidang akhlak yaitu ilmu akhlak dan ilmu tasawuf ( ilmu atau metode pembersian jiwa ). Ajaran Islam pada pokoknya terdiri atas 3 cabang ajaran mengenai Akidah, Akhlak dan Hukum ( Fiqih ), pembagian ajaran Islam tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan yang lainnya.40 Ketiga ajaran tersebut juga merupakan prinsip dasar keluarga qur’any. Seorang mukmin tidaklah mungkin dapat memahami ajaran Islam secara utuh dan benar, dengan hanya menguasai
salah satu dari cabang ajaran tersebut melainkan
haruslah menguasai atau memahami ketiga cabang ajaran Islam tersebut secara bersamaan. Ketika seorang muslim hanya mempelajari misalnya tasawuf saja tanpa memahami soal syari’ah maka tidaklah utuh pemahamannya tentang ajaran Islam. Menurut Imam Ghozali : “Siapa orang mendalami ilmu tasawuf sebelum mendalami ilmu fiqih maka dia telah menyerupai kafir zindik” 40
Endang, Wawasan Islam, h.24.
Ketika orang hanya mengikuti jalan tasawuf tapi dia tidak mempunyai basic fiqih artinya ia terlepas dari syariah maka akan menjadi zindik, kelihatannya seperti orang yang ahli dalam ibadah namun ketaatannya kurang kepada Allah. Jika kita lihat gambaran masa lalu bahwa orang kafir zindik itu adalah orang yang dulunya nonmuslim ia berdandan dengan gaya Islam dan mereka pandai membuat ungkapan-ungkapan secara Islam dengan cara mendekatkan kepada orang Islam ketika ia sudah bisa menyatu dengan Islam maka ia bunuh orang-orang Islam. 41 Demikian akan dipaparkan skema mengenai keterkaitan ketiga pokok ajaran Islam
Akidah
Rukun iman
Ibadah
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Iman kepada Allah Iman kepada Rasul Iman kepada kitab Iman kepada Malaikat Iman kepada Hari Kiamat Iman kepada Qadha dan Qadhar
1. Thaharah 2. Sholat 3. Zakat
4 Puasa 5. Haji
Syariah Hukum Perdata 41
I S L A
Wawancara Pribadi dengan Saifuddin Amsir, Jakarta, 14 Agustus 2008. Muamalah
Hukum Publik
a. Muamalah (niaga) b. Munakahah c. Waratsah d.dll a. Jinayah (Pidana) b. Khilafah (H. Negara) c. Jihad (H. Peperangan) d. dll
Semakin banyak seseorang menguasai berbagai ilmu pengetahuan tentang Islam, maka tentunya akan semakin luas dan semakin mendalam pemahamannya tentang Islam, melalui penguasaan berbagai ilmu pengetahuan Islam maka akan lebih mengenali Allah SWT semakin luas, mendalam dan utuh atau dapat dikatakan bahwa melalui penguasaan berbagai ilmu pengetahuan Islam seseorang dapat mencapai maqam tertinggi dalam ma’rifatullah. Dengan kita menguasai lingkup tersebut maka akan lebih mudah juga merealisasikan apa yang dianjurkan dalam Al-qur’an dengan demikian maka Al-qur’an tidak difahami maknanya secara setengah-setengah yang menyebabkan adanya kesalahfahaman dalam menafsirkan makna dari Al-qur’an. Hal demikian juga merupakan faktor yang menyebabkan adanya penyimpangan ajaran Islam apalagi pemahaman yang setengah-setengah ini diajarkan atau disebarluaskan kepada orang lain yang pemikirannya masih awam.
B. Langkah-Langkah KH. Drs. Saifuddin Amsir Dalam Mensosialisasikan Konsep Keluarga Qur’any Langkah-langkah yang dilakukan agar konsep keluarga qur’any dikenal diantaranya :42 1. Menciptakan
mars
keluarga
qur’any
(Asyiro
Qur’aniyah)
kemudian
mensosialisasikannya di majelis-majelis yang beliau asuh. Langkah ini dilakukan karena menurut beliau melalui seni membuat orang mudah tertarik, dengan mars ini beliau ingin menyampaikan tujuan dari adanya keluarga qur’any. 2. Melalui pengajian yang sudah rutin dilaksanakan setiap minggunya Majelis ta’lim yang sudah berdiri sebelum lahirnya konsep ini merupakan suatu wadah sebagai upaya sosialisasi. Majlis ta’lim merupakan salah satu bentuk kegiatan yang ada di Yayasan Terpadu Shibghatullah, pengajian ini membahas materi bidang tafsir, fiqih, akidah dan akhlak. 3. Mengadakan diskusi Diskusi yang diadakan masih bersifat tentative kegiatan diskusi ini diharapkan bisa membantu merealisasikan konsep keluarga qur’any tema-tema yang di bahas diantaranya : 1. Membangun Keluarga Qur’any 2. Seputar tentang ilmu Mawaris 3. Ilmu Tasawuf “ Mengenal Tarekat “ dll. Pembicara dalam diskusi tersebut yaitu di isi oleh beliau sendiri dan peserta dari diskusi tersebut yaitu jama’ah majlis ta’lim Shibghatullah. 4. Mengadakan Seminar 42
K.H Drs Saifuddin Amsir, Wawancara Pribadi, senin 8 juli 2008.
Selain diskusi ada kegiatan yang lebih terbuka untuk umum yaitu seminar diantaranya: a. Seminar tentang “Fikih Syahwati“ dengan menghadirkan Dr. Hidayat Nurwahid sebagai pembicara. b. Seminar tentang “Apostolos” dengan menghadirkan almarhum Nurul Fajri, MA dan Husein Umar ( pimpinan Dewan Dakwah ) sebagai pembicara. c. Seminar “Khazanah Jakarta dalam menghadapi Tantangan zaman” dengan menghadirkan Daellami Firdaus, M.BA.,L.L.M., Mustafa Edwin Masution, Ph.D dan KH. Saifuddin sendiri sebagai pembicara. d. Acara Halaqah Ulama dan Tokoh Masyarakat dengan tema “Kritik terhadap Fikih Liberal ( Fikih Lintas Agama )” pada Januari 2006 diadakan dalam rangka memperingati Tahun Baru Hijriyah 1427. Jadi dakwah yang dilakukan KH. Drs. Saifuddin Amsir dalam mensosialisasikan konsep keluarga qur’any lebih kepada dakwah bil lisan karena aktivitas yang beliau lakukan seperti mengadakan diskusi, ceramah agama, seminar, majlis ta’lim yang kesemuanya mencakup pada dakwah bil-lisan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah diuraikan pada bab-bab sebelumnya yang mengkaji tentang “Aktivitas Dakwah KH Drs. Saifuddin Amsir dalam mensosoialisasikan konsep keluarga qur’any di Yayasan Terpadu Shibghatullah Jakarta Timur“ maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Aktivitas dakwah yang dilakukan KH. Drs. Saifuddin Amsir dalam mensosialisasikan konsep keluarga qur’any di yayasan terpadu Shibgatullah Jakarta lebih kepada dakwah bil-lisan karena dakwah yang beliau lakukan melalui penyajian umum (Ceramah), Majlis ta’lim, diskusi dan seminar yang kesemuanya mencakup dari dakwah bil lisan. 2. Langkah- langkah yang dilakukan dalam proses sosialisasi konsep keluarga qur’any di yayasan Shibgatullah Jakarta pada tahap awal beliau menciptakan mars keluarga qur’any kemudian disosialisasikan di masyarakat kemudian pembahasan kitab tafsir, fiqih, akidah dan akhlaq yang merupakan prinsip dasar dari konsep keluarga qur’any agar keluarga qur’any dapat melekat di masyarakat dan mengadakan diskusi, seminar yang kesemuanya itu merupakan upaya untuk merealisasikan konsep keluarga qur’any. B. Saran- Saran 1. Kepada Drs KH. Saifuddin Amsir untuk terus berjuang dan konsen memperkenalkan konsep keluarga qur’any baik dalam lingkup jama’ah Yayasan Terpadu Shibgatullah maupun kepada masyarakat secara luas
2. Kepada para jama’ah Yayasan Terpadu Shibgatullah agar isthiqamah berjuang dan berpartisipasi merealisasikan konsep keluarga Qur’any. 3. Kepada umat muslim senantiasa terus menggali ilmu agama khususnya kepada seorang ulama, ustadz dan guru untuk kebaikan dunia dan akherat dan menyadari betapa
pentingnya
permasalahan agama.
sosok
ulama
ditengah
masyarakat
sebagai
pemecahan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2000. Al-Munawar, Husin Said Agil, Prof. Dr. MA, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem Pendidikan Islam. Jakarta : PT Ciputat Press, 2005. Amin, Masyhur. Dakwah Islam dan Pesan Moral. Yogyakarta : Al Amin Press, 1997. Amin, M. Nurdin dan Abrori, Ahmad M.Si. Mengerti Sosiologi Pengantar Memahami Konsep-Konsep Sosiologi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Anshari, Endang Saifuddin.Wawasan Islam Pokok-pokok pikiran tentang Islam dan Umatnya. Bandung : Pustaka, 1983. Arifin, M Noor. ISD ( Ilmu Sosial Dasar ). Bandung : Pustaka Setia, 1997. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Indonesia. cet. I. Jakarta: Balai Pustaka, 1988. D. Gunarsa, Singgih Prof. Dr. dan Dra. Singgih, Y. Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 2000. Dwi, J, Narwoko dan Suyanto, Bagong. Sosiologi Teks Pengantar dan terapan, Jakarta : Prenada Media, 2004. Habib, M Syafa’at. Buku Pedoman Dakwah. Jakarta : Wijaya,1982. Hadi, Mahfudh Syamsul, MR, Drs dan Aminan, Muaddib, Drs, et.al. KH.Zainuddin MZ Figur Da’I Berjuta Umat. Surabaya : CV. Karunia, 1994. Hafidhuddin, Didin. Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani, 2001. Moleong, Lexy.J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000. Muhiddin, Asep. MA, Dakwah Dalam Perspektif Al-qur’an. Bandung : CV Pustaka Setia, 2002. Muriah, Siti. Metodologi Dakwah Kontemporer. Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2000. Nurdin, Ali. Qur’anic Society ( Menelusuri konsep masyarakat ideal dalam Al-qur’an. Jakarta : Erlangga, 2006. Rafi’udin dan Djaliel, Maman Abdul. Prinsip dan Strategi Dakwah. Bandung : Pustaka Setia, 2001. Ramadhan, Syamsuddin, Fikih Rumah Tangga Pedoman Membangun Keluarga Bahagia, Bogor : Idea Pustaka, 2004. Salam, Syamsir, Prof. Dr dan Aripin, Jaenal, M.Ag. Metodologi Penelitian Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penelitian UIN, 2006.
Shiddieqy, Ash dan Hasbi, M. Pengantar Ilmu Fiqih, Jakarta : CV Bulan Bintang, 1967. Sojogyo dan Sajogyo, Pujiwati. Sosiologi Pedesaan Kumpulan Bacaan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1999. Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004. Syukir, Asmuni. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya : Al-Ikhlas, 1995. Vembriarto, St. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo, 1993. Yayasan Terpadu Shibgatullah, Bersama Drs. KH.Saifuddin Amsir Menuju Keluarga Qur’any, Jakarta : 2006. Zaidan, Abdul Karim. Dasar-dasar Ilmu Dakwah. Jakarta : Media Dakwah, 1984.
Dari Internet : Natsir, M.
Membangun Generasi. Artikel diakses pada 10 Juni 2008 dari
http://www.waspada.co.id/Mimbar Jumat/Membangun generasi Qurani.html
Farid Achmad Okbah, Cita-cita Islam Dalam Membentuk Masyarakat Qur’any, Artikel diakses pada tanggal 19 April 2008 dari htpp://assunnah.jeeran.com/cita2Islam.html