AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI-FRAKSI MOROMI, KECAP MANIS DAN MODEL PRODUK REAKSI MAILLARD BERDASARKAN BERAT MOLEKUL
DEDIN FINATSIYATULL ROSIDA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul:
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI-FRAKSI MOROMI, KECAP MANIS DAN MODEL PRODUK REAKSI MAILLARD BERDASARKAN BERAT MOLEKUL Adalah gagasan atau hasil penelitian disertasi karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor September 2009
Dedin Finatsiyatull Rosida NRP P09600007
ABSTRACT DEDIN FINATSIYATULL ROSIDA. Antioxidant Activity of Fractions from Moromi, Soy Sauce and Model of Maillard Reaction Based on Molecular Weight. Under supervision of C. HANNY WIJAYA, ANTON APRIYANTONO and FRANSISCA RUNGKAT ZAKARIA. Moromi is a fermented soy product which is used as raw material for making soy sauce. The browning reactions of soy sauce was considered to have antioxidant activity as well as strong impact on flavor and color of product. The brown pigments, mainly of melanoidin and other varieties of intermediates products are resulted by Maillard reactions. The objective of this study was to investigate antioxidant activity of fractions in moromi and soy sauce based on molecular weight. Four products i.e. moromi, heated moromi, soy sauce with coconut sugar and soy sauce with cane sugar were made. The heated moromi was made by heating for 20 minutes whereas soy sauce were added with sugar and heated for 65 minutes. The products were evaluated for water contents, protein, lipid, reducing sugar, amino acid and pH. The system models of Maillard reaction were prepared from sugar and amino acids. The models contained glucose – glycine - cysteine; glucose – glycine – cysteine - phenylalanine; glucose – glycine – cysteine – phenylalanine – isoleucine - tyrosine. All moromi, soy sauce and models were fractionated by ultrafiltration in a molecular weight ranging between 10 kDa to 100 kDa. The fractions with molecular weight >100 kDa and 30-100 kDa of moromi and heated moromi retarded oil oxidation and had DPPH radical scavenging activity stronger than fractions with molecular weight < 30 kDa equal with BHT antioxidant. The fractions with molecular weight <10 kDa and 10-30 kDa of soysauce retarded oil oxidation better than fractions with molecular weight > 30 kDa, whereas the fractions molecular weight 30-100 kDa and > 100 kDa had DPPH radical scavenging activity better than fractions with molecular weight < 30 kDa. The soy sauce with cane sugar showed the strongest antioxidant activity. The fractions with molecular weight 30-100 kDa of models stronger had DPPH radical scavenging activity than other fractions. The fractions with molecular weight > 10 kDa of models stronger retarded oil oxidation than fraction with molecular weight < 10 kDa. The fractions of soy sauce had better antioxidant activity that of the model. The fraction >100 kDa of soy sauce with cane sugar retarded better erythrocyte hemolysis comparing to the fraction <10 kDa. The compounds which has the role as antioxidant is the reaction Maillard product (MRP) were determined based on uv-vis absorption at wave length 306 nm, 348 nm and 403 nm and infra red spectrum indicated functional group of –OH…O from β-diketon or C=R=R combination and →CH, →COC, >C=C<, >C=N, >NH, →N+H, COO. The content of protein, alfa amino and phenol had no correlation with antioxidant activities.
Key Words : Maillard Reactions, moromi, soy sauce, fractinationated, antioxidative activity
RINGKASAN DEDIN FINATSIYATULL ROSIDA. Aktivitas Antioksidan Fraksi-Fraksi Moromi, Kecap Manis dan Model Produk Reaksi Maillard Berdasarkan Berat Molekul. Di bawah bimbingan C. HANNY WIJAYA, ANTON APRIYANTONO DAN FRANSISCA RUNGKAT ZAKARIA
Kecap merupakan bahan penyedap yang banyak digunakan dalam berbagai produk pangan di Indonesia. Pada pembuatan kecap manis, moromi sebagai bahan baku kecap manis dimasak dengan penambahan gula merah dan bumbu. Pembentukan warna kecap terjadi selama fermentasi moromi dan proses pemasakan. Selama pemasakan terjadi pembentukan warna coklat yang disebabkan oleh terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis, yaitu reaksi Maillard dan karamelisasi. Reaksi ini selain berkontribusi dalam pembentukan warna, flavor dan tekstur juga memberikan potensi antioksidan yang cukup tinggi dalam produk kecap manis. Penelitian ini bertujuan mempelajari aktivitas antioksidan fraksi-fraksi pada moromi, kecap manis dan model reaksi Maillard berdasarkan berat molekul. Bahan penelitian utama pada penelitian ini terdiri dari empat produk yang berupa: moromi (M), moromi yang dipanaskan (MP), kecap dengan gula merah (KGM) dan kecap dengan gula pasir (KGP). Pembuatan moromi menjadi produk moromi yang dipanaskan (MP) dengan memanaskan moromi pada suhu 100 oC selama 20 menit, sedangkan untuk produk kecap manis dengan gula merah (KGM) dan gula pasir (KGP) masing-masing dengan memanaskan moromi selama 65 menit pada suhu 100 oC dan penambahan gula sebanyak 48% dan air 14%. Pada moromi (M), moromi dipanaskan (MP), kecap manis dengan gula merah (KGM) dan kecap manis dengan gula pasir dilakukan analisis yang meliputi: kadar air, protein, lemak, pH, total padatan, gula pereduksi dan komposisi asam amino. Analisis kadar sukrosa, glukosa dan fruktosa pada gula merah dan gula pasir juga dilakukan dengan menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Tahapan selanjutnya dilakukan fraksinasi pada ke empat produk menggunakan ultrafiltrasi dengan membran 100 kDa, 30 kDa dan 10 kDa. Fraksinasi dilakukan untuk memperoleh empat fraksi yang terdiri dari: fraksi dengan berat molekul (BM) >100 kDa (F1), fraksi BM 30-100 kDa (F2), fraksi BM 10-30 kDa (F3) dan fraksi BM<10 kDa (F4). Pada tiap fraksi dari tiap produk dilakukan pengujian yang meliputi: kadar protein, α-amino, total fenol, serapan uv-vis dan FTIR (Fourier Transformation Infra Red), TLC (Thin Layer Chromatography) dan HPLC serta uji aktivitas antioksidan. Pengujian aktivitas antioksidan pada masing-masing fraksi menggunakan metode rancimat, DPPH(1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), penentuan bilangan TBA (Thiobarbituric acid) dan sistem linoleat-tiosianat. Pada penelitian ini juga dibuat model dari produkreaksi Maillard (Maillard reaction product/MRP) menggunakan gula dan asam amino untuk mengetahui kemampuan aktivitas antioksidan MRP dan membuktikan bahwa aktivitas antioksidan pada kecap manis disebabkan senyawa produk reaksi Maillard. Model terdiri dari: glukosa-glisin-sistein, glukosa-glisin-sisteinphenilalanin, glukosa-glisin-sistein-phenilalanin-isoleusin-tirosin. Pada semua model produk reaksi Maillard juga dilakukan fraksinasi dan menghasilkan empat fraksi sebagaimana pada moromi dan kecap manis. Pada tiap fraksi dari tiap model dilakukan analisis spektrum uv-vis dan aktivitas antioksidan. Pada fraksi kecap manis dengan gula pasir dan model glukosa-glisin-sistein-phenilalanin-isoleusin-tirosin dengan fraksi berat molekul > 100 kDa dan < 10 kDa dilakukan juga pengujian aktivitas antioksidan dalam sistem biologi secara in vitro menggunakan sel eritrosit. Pada produk moromi (M) dan moromi dipanaskan (MP) fraksi dengan berat molekul 30 kDa sampai dengan lebih besar dari 100 kDa mempunyai kemampuan menghambat oksidasi minyak atau asam lemak dan menangkap radikal DPPH lebih kuat dibandingkan fraksi dengan berat molekul < 30 kDa. Fraksi dengan berat molekul
besar ini aktivitasnya ≥ BHT 200 ppm untuk penghambatan oksidasi minyak atau asam lemak dan lebih besar dari vitamin C 100 ppm dalam menangkap radikal DPPH. Pada produk kecap manis dengan gula merah (KGM) dan gula pasir (KGP) mempunyai kemampuan menangkap radikal DPPH lebih kuat pada fraksi dengan berat molekul 30 kDa sampai lebih besar dari 100 kDa dan aktivitasnya sama dengan vitamin C 200 ppm. Penghambatan oksidasi minyak atau asam lemak lebih kuat pada fraksi dengan berat molekul < 10 kDa sampai 30 kDa dan aktivitasnya lebih besar dari BHT 200 ppm. Fraksi-fraksi dari semua produk mempunyai aktivitas antioksidan dengan Indeks protektif pada kisaran 1.31 - 2.34, sedangkan indek protektif BHT 1.60. Pada produk kecap manis dengan gula pasir memberikan aktivitas antioksidan yang paling kuat. Aktivitas antioksidan pada model didapatkan pada berat molekul yang besar (> 30 kDa) mampu menghambat oksidasi minyak atau asam lemak dan menangkap radikal DPPH lebih kuat dibandingkan fraksi yang lain. Fraksi dengan berat molekul < 30 kDa hanya mampu menghambat oksidasi minyak atau asam lemak lebih kuat. Jenis asam amino lebih menentukan kekuatan akivitas antioksidan daripada jumlah dari asam amino. Fraksi-fraksi pada kecap manis dengan gula pasir (KGP) dan model produk reaksi Maillard (glu-5.AA) mempunyai aktivitas antioksidan dalam sistem biologi. Fraksi pada kecap manis dengan gula pasir mampu menghambat hemolisis sel eritrosit lebih besar dari model terutama pada fraksi dengan berat molekul > 100 kDa. Produk kecap manis dengan gula pasir (KGP) dan model mempunyai aktivitas antioksidan cukup kuat baik secara kimia maupun secara biologis. Senyawa yang berperan sebagai antioksidan dalam moromi dan kecap manis terutama disebabkan oleh senyawa produk reaksi Maillard. Kadar protein, alfa-amino dan fenol yang dapat berpotensi sebagai antioksidan, dalam penelitian ini tidak menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan moromi dan kecap manis disebabkan oleh senyawa-senyawa tersebut. Kadar protein, alfa amino dan fenol pada tiap produk sebagian besar terdapat pada fraksi dengan berat molekul < 10 kDa dengan kisaran kadar protein 2.89-3.68 mg/ml, alfa-amino 2.29-2.99 mg/ml dan total fenol 362-713 ppm tidak menunjukkan korelasi dengan kuatnya aktivitas antioksidan. Kuatnya aktivitas antioksidan kecap manis (KGM dan KGP) dalam menghambat oksidasi minyak atau lemak pada fraksi dengan berat molekul < 10 kDa terutama disebabkan senyawa produk reaksi Maillard bukan fenol karena senyawa fenol potensial sebagai antioksidan dalam sistem aqueous, sedangkan dalam penelitian ini kekuatan aktivitas antioksidan fraksi dengan berat molekul< 10 kDa diperoleh dari sistem minyak atau asam lemak. Kurang kuatnya peran senyawa fenolik sebagai antioksidan dalam penelitian ini dapat disebabkan karena banyak yang rusak akibat proses pemanasan atau bergabung dengan senyawa produk reaksi Maillard untuk memberikan aktivitas sebagai antioksidan. Senyawa fenolik mampu mendonorkan residu dari gugus karbonilnya untuk fase awal reaksi Maillard. Hasil analisis spektrum uv-vis tiap fraksi pada kisaran 306 nm, 348 nm dan 403 nm, spectra infra merah mengindikasikan gugus –OH...O dari β-diketon atau kombinasi C=R=R dan gugus fungsional →CH, →COC, >C=C<, >C=N, >NH, →N+H, COO dan nilai Rf 0.32-0.41 dari TLC menunjukkan fraksi-fraksi banyak terdiri dari senyawa produk reaksi Mailard. Kata kunci: moromi, kecap manis, model produk reaksi Maillard, fraksinasi, aktivitas antioksidan
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofil dan sebagainya.
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI-FRAKSI MOROMI, KECAP MANIS DAN MODEL PRODUK REAKSI MAILLARD BERDASARKAN BERAT MOLEKUL
DEDIN FINATSIYATULL ROSIDA
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Disertasi
: Aktivitas Antioksidan Fraksi-Fraksi Moromi, Kecap Manis dan Model Produk Reaksi Maillard Berdasarkan Berat Molekul
Nama
: Dedin Finatsiyatull Rosida
Nomor Pokok
: P09600007
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.C.Hanny Wijaya, M.Agr Ketua
Dr.Ir.Anton Apriyantono, MS
Prof.Dr.Ir.Fransisca R.Zakaria, MSc
Anggota
Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi MSc
Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal ujian : 05 Agustus 2008
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pasuruan Jawa-Timur pada tanggal 25 Desember 1970, sebagai anak ke empat dari pasangan Bahrudin dan Dra.Hj. Sudariyah. Pada tanggal 1 Agustus 2004 penulis menikah dengan Yadi STp dan saat ini telah dikaruniai 2 orang anak yaitu M. Hikari Reiziq Rahmaddinta dan M. Hageshii Mirzan Maulana. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada Tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama pada tahun 1985, dan Sekolah Menengah Tingkat Atas pada tahun 1988. Penulis diterima di universitas Jember pada tahun 1988 melalui jalur PMDK untuk program sarjana. Pada tahun 1989 penulis masuk di Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Jember dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1995 penulis meneruskan studi pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Pascasarjana Universitas Airlangga dan lulus pada program Magister pada tahun 1997. Pada Tahun 2000 penulis meneruskan studi pada Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis hingga saat ini bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur Jurusan Teknologi Pangan sejak tahun 1997. Pada Tahun 2004 penulis
mendapatkan dana penelitian
fundamental dari Dikti dengan judul “Kajian aktivitas antioksidan produk reaksi Maillard pada kecap manis.” digunakan untuk kelanjutan penelitian disertasi penulis. Penulis mempublikasikan hasil penelitian ini pada Seminar Internasional Redesigning sustainable development on food and agricultural system for developing countries, di yogyakarta tahun 2003 dan Kongres PATPI pada tahun 2003, 2006 dan 2007 serta Jurnal Tekn. & Industri Pangan vol:XVII No.3Tahun 2006.
PRAKATA Alhamdulillahirrobbil ‘alamin, saya memanjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan kasih sayang dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini. Disertasi berjudul “ Aktivitas antioksidan fraksi-fraksi Moromi, kecap Manis dan model produk reaksi Maillard berdasarkan berat molekul” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program
Studi
Ilmu Pangan Sekolah
Pascasarjana IPB Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Prof. Dr.Ir.C.Hanny Wijaya, M.Agr sebagai ketua komisi pembimbing, serta Bapak Dr.Ir.Anton Apriyantono, MS dan Ibu Prof.Dr.Ir.Fransisca R Zakaria, MSc sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala saran, bimbingan, motivasi dan kemudahan yang diberikan selama studi. Terima kasih kepada
Ibu Dr.Ir.Dwi Setyaningsih, MS dan Dr.Ir.Endang
Prangdimurti, MS sebagai penguji luar pada ujian tertutup, serta Ibu Prof.Dr. Ir.Latifah K.Darusman MS dan Bapak Dr.Ir. LBS Kardono sebagai penguji luar pada ujian terbuka, atas saran, masukan dan kebaikan yang diberikan. Tarima kasih juga saya sampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro,MS dan Rektor UPN “Veteran” Surabaya Ungkapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ibu saya Dra.Hj. Sudariyah, Bapak mertua Drs. Tadjudin Winata dan kakak-kakak saya yang selalu memberi bantuan materil dan spirituil. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada suami tercinta Yadi STp dan buah hati tercinta M.Hikari Reiziq Rahmaddinta dan M.Hageshii Mirzan Maulana atas segala curahan kasih sayang, doa dan pengertian. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan IPN dan mas Taufik dan mbak Ari atas kerjasama dan bantuannya selama ini. Pada disertasi ini mungkin masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran akan penulis terima dengan senang hati. Semoga disertasi ini menjadi amalan bagi penulis dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pangan. Amien
Bogor, September 2009
Dedin Finatsiyatull Rosida
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: (Pelaksanaan Tanggal 5 Agustus 2009) 1. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, Msi (Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA IPB) 2. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, Msi (Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB)
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka: (Pelaksanaan tanggal 2 September 2009) 1. Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS (Departemen Kimia, FMIPA IPB) 2. Dr. Ir. LBS. Kardono (LIPI Kimia PUSPITEK Serpong)
DAFTAR ISI Hal. DAFTAR ISI ........................................................................................................................... DAFTAR TABEL..................................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................................. PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1 A. Latar Belakang............................................................................................................ 1 B. Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 2 C. Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 2 D. Hipotesis Penelitian .................................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................ 4 A. Moromi ......................................................................................................................... 4 B. Kecap ........................................................................................................................... 5 B.1. Kimia Kecap ........................................................................................................ 5 B.2. Kecap dan Perubahan Kimia Selama Pengolahan .............................................. 7 C. Reaksi Maillard ............................................................................................................ 9 C.1 Dasar Reaksi Maillard .......................................................................................... 9 C.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Pencoklatan Non-Enzimatis................ 14 D. Antioksidan .................................................................................................................. 15 D.1 Mekanisme Oksidasi Lemak ................................................................................. 15 D.2 Reaksi Antioksidasi .............................................................................................. 16 D.3 Antioksidan dalam Produk Reaksi Maillard ........................................................... 19 E. Uji Aktivitas Antioksidan ............................................................................................... 23 F. Fraksinasi Produk Reaksi Maillard ............................................................................... 25 III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................................ 27 A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................................... 27 B. Bahan dan Alat ........................................................................................................... 27 C. Metode Penelitian ....................................................................................................... 28 Pembuatan produk MP, KGM dan KGP ...................................................................... 28 Proses fraksinasi dengan ultrafiltrasi........................................................................... 30 Pembuatan Sistem Model ........................................................................................... 31 Karakterisasi kimia produk M,MP, KGM dan KGP ...................................................... 33 Penentuan Kadar Gula Sukrosa, Fruktosa dan Glukosa .......................................... 35 Penentuan Kadar Gula Reduksi .............................................................................. 35 Penentuan Kadar Asam Amino ............................................................................... 35
Penentuan kadar protein dengan Lowry .................................................................. 36 Penentuan Kadar Alfa-Amino .................................................................................. 36 Penentuan Kadar Total Fenol .................................................................................. 36 Pengamatan Penyerapan UV-Vis tiap Faksi ............................................................ 37 Pengamatan Spectra IR tiap Fraksi ......................................................................... 37 Pemisahan Senyawa yang terdapat dalam tiap Fraks ............................................. 37 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Rancimat .................................................. 38 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Penetapan Bilangan TBA .......................... 38 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan DPPH........................................................ 39 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Feritiosianat .............................................. 39 Pengujian Terhadap Penghambatan Hemolisis Eritrosit Manusia ............................ 39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................ 43 A.Karakteristik Kimia Moromi dan Kecap Manis .......................................................... 43 A.1 Reaksi Gula pada Moromi yang Dipanaskan .................................................. 44 A.2 Beberapa Aspek yang Berhubungan dengan Asam Amino Kecap ................. 48 B. Aktivitas Antioksidan Moromi dan Kecap Manis ..................................................... 51 a. Aktivitas Antioksidan dalam Sistem Minyak ....................................................... 52 b.Aktivitas Antioksidan dalam Sistem Aqueous ..................................................... 58 C. Karakteristik Kimia Fraksi-Fraksi Produk M, MP, KGM dan KGP .......................... 61 C..1 Perubahan Kadar Protein ..................................................................... 61 C..2 Perubahan Kadar Alfa-Amino ................................................................. 62 C.3. Perubahan Kadar Total Fenol ................................................................ 63 C.4. Serapan Uv-Vis tiap Fraksi dari tiap Produk ........................................... 65 C.5. Spectra IR............................................................................................... 72 D. Senyawa yang Berperan sebagai Antioksidan dalam Moromi dan Kecap ............ 73 E. Mekanisme Senyawa Produk Reaksi Maillard sebagai Antioksidan ..................... 80 F. Aktivitas Antioksidan Produk Reaksi Maillard pada Sistem Model ........................ 83 F.1. Aktivitas Antioksidan dalam Sistem Model Glu-Gli-Sis ................................... 85 F.2. Aktivitas Antioksidan dalam Sistem Model Glu-Gli-Sis-Phe............................ 89 F.3. Aktivitas Antioksidan dalam Sistem Model Glu- 5.AA ..................................... 92 G. Pengujian Respon Perlindungan Sel Eritrosit Manusia Terhadap Proses Hemolisis oleh Fraksi-Fraksi Kecap Manis dan Model ........................................... 96 V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 103 PUSTAKA ................................................................................................................... 105 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi gula pada kecap aren, kecap gula kelapa dan kecap tebu .............. 7 Tabel 2.2 Beberapa dugaan struktur melanoidin............................................................... 13 Tabel 2.3 Deskripsi sistem model dan pangan yang mengalami browning nonenzimatis dan koefisien statistik aktivitas antioksidan dengan warna .............. 21 Tabel 2.4 Efek oksidasi dan reduksi pada aktivitas pengkelat, intensitas warna dan berat molekul melanoidin................................................................................. 23 Tabel 3.1 Pembuatan model 1 .......................................................................................... 32 Tabel 3.2 Pembuatan model 2 .......................................................................................... 32 Tabel 3.3 Pembuatan model 3 .......................................................................................... 33 Tabel 3.4 Pengujian penghambatan hemolisis dengan H2O2 ............................................ 41 Tabel 3.5 Pengujian penghambatan hemolisis tanpa H2O2 ............................................................................ 41 Tabel 4.1 Hasil analisis karakteristik kimia moromi dan kecap manis ............................... 44 Tabel 4.2 Kadar gula pada gula merah dan gula pasir ..................................................... 47 Tabel 4.3 Kadar asam amino pada moromi dan kecap manis.......................................... 49 Tabel 4.4 Indeks protektif aktivitas antioksidan produk M, MP, KGM dan KGP ................. 53 Tabel 4.5 Intensitas browning pada sistem model larutan glukosa-glisin ......................... 66 Tabel 4.6 Gugus fungsional pada fraksi-fraksi M, MP, KGM dan KGP.............................. 74 Tabel 4.7 Aktivitas antioksidan optimal pada M, MP, KGM dan KGP ................................ 73 Tabel 4.8 Karakteristik kimia dengan kadar tertinggi pada F4 ........................................... 75 Tabel 4.9 Spektrum Uv-Vis fraksi-fraksi dalam tiap produk ............................................... 76 Tabel 4.10 Spektrum uv-vis model produk reaksi Maillard dari literatur ............................ 76 Tabel 4.11 Nilai Rf dari fraksi BM>100 kDa dan BM< 10 kDa tiap produk......................... 78 Tabel 4.12 Aktivitas antioksidan berbagai sistem model ................................................... 84 Tabel 4.13 Aktivitas antioksidan model dengan pemanasan 65 menit ............................. 85 Tabel 4.14. Indeks protektif aktivitas antioksidan sistem model ........................................ 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema reaksi Maillard ................................................................................... 11 Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Maillard pada Produk Pangan ........................................ 12 Gambar 2.3 Unit pengulangan melanoidin ....................................................................... 13 Gambar 2.4 Mekanisme autooksidasi ............................................................................... 16 Gambar 2.5 Reaksi ketengikan oksidatif pada lipida ......................................................... 17 Gambar 2.6 Struktur hidroksipiridone & piranone sebagai sekuestran Fe ......................... 22 Gambar 3.1 Skema proses karakterisasi uji aktivitas antioksidan kecap manis ................ 29 Gambar 3.2 Skema pembuatan kecap manis ................................................................... 30 Gambar 3.3 Skema proses fraksinasi dengan ultrafiltrasi ................................................. 31 Gambar 3.4 Skema proses pembuatan sistem model ...................................................... 34 Gambar 4.1 Spektrum UV-Vis produk M, MP, KGM dan KGP .......................................... 45 Gambar 4.2 Spektrum UV-Vis gula merah ........................................................................ 46 Gamabr 4.3 Aktivitas antioksidan dengan rancimat pada tiap fraksi produk...................... 53 Gambar 4.4 Aktivitas antioksidan dengan metode linoleat-tiosianat pada M .................... 55 Gambar 4.5 Aktivitas antioksidan dengan metode linoleat-tiosianat pada MP ................. 55 Gambar 4.6 Aktivitas antioksidan dengan metode linoleat-tiosianat pada KGM ............... 56 Gambar 4.7 Aktivitas antioksidan dengan metode linoleat-tiosianat pada KGP ................ 57 Gambar 4.8 Aktivitas antioksidan dengan metode DPPH pada tiap fraksi produk............. 58 Gambar 4.9 Aktivitas antioksidan dengan metode TBA pada tiap fraksi produk............... 60 Gambar 4.10 Kadar protein pada tiap fraksi produk ......................................................... 62 Gambar 4.11Kadar alfa-amino pada tiap fraksi produk ..................................................... 63 Gambar 4.12 Kadar fenol pada tiap fraksi produk ............................................................. 64 Gambar 4.13 Kadar total padatan pada tiap fraksi produk ................................................ 65 Gambar 4.14 Penampakan F1 dan F4 pada produk M, MP, KGM dan KGP..................... 67 Gambar 4.15. Spektrum UV-Vis tiap fraksi pada produk M ............................................... 69 Gambar 4.16. Spektrum UV-Vis tiap fraksi pada produk MP............................................. 69 Gambar 4.17 Spektrum UV-Vis tiap fraksi pada produk KGM ........................................... 70 Gambar 4.18 Spektrum UV-Vis tiap fraksi pada produk KGP ........................................... 71 Gambar 4.19 Struktur melanoidin ..................................................................................... 72 Gambar 4.20 Mekanisme reaksi imidazol dan radikal hidroksi .......................................... 83 Gambar 4.21 Aktivitas antioksidan sistem model glu-gli-sis dengan rancimat ................... 86 Gambar 4.22 Aktivitas antioksidan sistem model glu-gli-sis dengan DPPH ...................... 87 Gambar 4.23 Aktivitas antioksidan sistem model glu-gli-sis dengan tiosianat ................... 87
Gambar 4.24. Spektrum uv-vis fraksi-fraksi pada sistem model glu-gli-sis ....................... 88 Gambar 4.25 Aktivitas antioksidan sistem model glu-gli-sis-phe dengan rancimat............ 89 Gambar 4.26 Aktivitas antioksidan sistem model glu-gli-sis-phe dengan DPPH ............... 90 Gambar 4.27 Aktivitas antioksidan sistem model glu-gli-sis-phe dengan tiosianat ............ 91 Gambar 4.28. Spektrum uv-vis pada sistem model glu-gli-sis-phe ................................... 91 Gambar 4.29 Aktivitas antioksidan sistem model glu-5.AA dengan rancimat .................... 92 Gambar 4.30 Aktivitas antioksidan sistem model glu-5.AA dengan DPPH ........................ 93 Gambar 4.31 Aktivitas antioksidan sistem model glu-5.AA dengan tiosanat ..................... 94 Gambar 4.32. Spektrum uv-vis sistem model glu-5.AA ..................................................... 95 Gambar 4.33 Kemampuan fraksi sampel dan model menghambat hemolisis sel eritrosit manusia dengan penambahan oksidator H2O2 ............................... 97 Gambar 4.34 Persen penghambatan hemolisis sel eritrosit oleh fraksi sampel dan model dengan penambahan H2O2 ............................................................... 98 Gambar 4.35 Kemampuan fraksi sampel dan model menghambat hemolisis sel eritrosit manusia tanpa penambahan oksidator H2O2 ......................................................... 101 Gambar 4.36 Jumlah sel eritrosit hidup pada suspensi sel yang ditambahkan fraksi-fraksi produk KGP dan sistem mode G-5.AAl .................................... 102
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil analisis proksimat produk moromi dan kecap manis Lampiran 2. Kadar Protein produk moromi dan kecap manis Lampiran 3. Kadar alfa amino produk moromi dan kecap manis Lampiran 4. Kadar air produk moromi dan kecap manis Lampiran 5. Kadar total padatan produk moromi dan kecap manis Lampiran 6. kadar fenol produk moromi dan kecap manis Lampiran 7. Hasil aktivitas antioksidan dengan rancimat pada moromi dan kecap Lampiran 8. Hasil penentuan dengan TBA pada moromi dan kecap manis Lampiran 9. Hasil penentuan dengan DPPH pada moromi dan kecap manis Lampiran10. Hasil aktivitas antioksidan model dengan rancimat dan DPPH Lampiran 11. Aktivitas antioksidan model dengan tiosianat Lampiran 12. Aktivitas antioksidan Moromi dan kecap Manis dengan tiosianat Lampiran 13. Proses pembuatan moromi di PT.Indofood Sukses Makmur Lampiran 14. Nilai absorbansi pencegahan hemolisis eritrosit dengan H2O2 Lampiran 15 Nilai absorbansi pencegahan hemolisis eritrosit tanpa H2O2 Lampiran 16. Kromatografi fraksi-fraksi moromi dan kecap manis dengan HPLC Lampiran 17. Spektra infra merah pada produk moromi dan kecap manis Lampiran 18. Spot-spot hasil TLC moromi dan kecap manis Lampiran 19. Kromatogram komposisi asam amino pada moromi dan kecap Lampiran 20. Kromatogram kadar gula
1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Oksidasi terhadap bahan pangan yang mengandung lemak mempengaruhi bau dan flavornya. Umumnya pendekatan yang digunakan untuk mengatasi hal tersebut
adalah
dengan
penggunaan
bahan
tambahan
pangan
(BTP)
antioksidan. Antioksidan yang banyak digunakan dari jenis sintetis seperti Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil galat dan tert-Butil Hidroksi Quinon (TBHQ). Selain antioksidan sintetis, antioksidan alami lebih aman penggunaannya di dalam bahan pangan. Antioksidan alami dapat berasal dari: senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen pangan, senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama pengolahan, senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke dalam makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt 1992). Menurut Pratt dan Hudson (1990) serta Shahidi dan Naczk (1995) senyawa alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Salah satu antioksidan yang dihasilkan dari proses pengolahan dapat dihasilkan dari reaksi Maillard. Penggunaan produk reaksi Maillard (Maillard reaction product/MRP) dapat mencegah oksidasi lipid (Bailey & Won Um 1992). Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara gugus amino dari suatu asam amino bebas, residu rantai peptida atau protein dengan gugus karbonil dari suatu karbohidrat apabila keduanya dipanaskan atau tersimpan dalam waktu yang relatif lama. Gugus ∈-amino residu lisin yang terikat pada peptida dan protein berperan penting dalam reaksi disebabkan kereaktifannya yang relatif tinggi. Selain itu gugus α-amino terminal juga berperan dalam reaksi Maillard (Yokotsuka 1986). Salah satu produk pangan yang mengandung produk reaksi Maillard (MRP) adalah kecap. Kecap merupakan bahan penyedap yang disukai dan banyak digunakan dalam berbagai makanan. Secara umum, ada dua jenis kecap yang dikenal di Indonesia yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap manis mempunyai konsistensi sangat kental, rasa manis dengan kandungan gula 26-61% serta kandungan garam 3-6% (Judoamidjojo 1986). Pada pembuatan kecap manis, moromi sebagai bahan baku kecap manis dimasak dengan penambahan gula
2 merah dan bumbu. Kecap manis Indonesia memiliki warna dan flavor khas yang tidak dimiliki oleh negara lain. Pembentukan warna kecap terjadi selama fermentasi moromi dan proses pemasakan. Selama pemasakan terjadi pembentukan warna coklat disebabkan terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis, yaitu reaksi Maillard dan karamelisasi. Reaksi pencoklatan non enzimatis merupakan fenomena yang sering dijumpai pada penyimpanan bahan makanan maupun pengolahan makanan. Reaksi ini selain berkontribusi dalam pembentukan warna, flavor dan tekstur diharapkan juga memberikan potensi antioksidan yang cukup tinggi dalam produk kecap manis. B. Tujuan penelitian Pada penelitian ini bertujuan mempelajari aktivitas antioksidan fraksi-fraksi moromi, kecap manis dan model reaksi Maillard berdasarkan berat molekul.
Tujuan khusus : 1. Mempelajari aktivitas antioksidan fraksi-fraksi moromi dan kecap manis berdasarkan berat molekul terkait dengan perlakuan perbedaan proses pemanasan dan penambahan gula 2. Mempelajari fraksi-fraksi moromi dan kecap manis yang mempunyai aktivitas antioksidan optimal 3. Mempelajari aktivitas antioksidan fraksi-fraksi model reaksi Maillard berdasarkan berat molekul 4. Membandingkan aktivitas antioksidan fraksi moromi dan kecap manis dengan fraksi model produk reaksi Maillard 5. Mempelajari peran komponen dalam fraksi-fraksi kecap manis dan model produk reaksi Maillard sebagai antioksidan dalam sistem biologi C. Manfaat penelitian : Menggali potensi antioksidan yang terbentuk akibat proses pengolahan kecap manis dan memberikan bukti ilmiah adanya sifat antioksidan baik secara kimia maupun biologis.
3 D. Hipotesis Penelitian 1. Kecap manis mengandung senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan 2. Proses pemanasan dan jenis gula menentukan aktivitas antioksidan kecap manis 3. Senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan dalam kecap manis merupakan produk reaksi Maillard (MRP) 4. Aktivitas antioksidan produk reaksi Maillard mencakup penghambatan terhadap oksidasi lemak dan penangkapan radikal bebas 5. Produk reaksi Maillard (MRP) dengan berat molekul tertentu mempunyai aktivitas antioksidan tertinggi 6. Senyawa produk reaksi Maillard dalam kecap manis juga mempunyai aktivitas antioksidan dalam sistem biologi khususnya dapat menghambat hemolisis sel eritrosit 7. Aktivitas antioksidan moromi dan kecap manis lebih kuat dibandingkan aktivitas antioksidan dalam model produk reaksi Maillard
4
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Moromi Dengan semakin berkembangnya industri pangan, khususnya produk penyedap rasa secara fermentasi maka keberadaan kecap manis semakin bertambah luas. Moromi sebagai bahan dasar kecap manis merupakan hasil fermentasi garam dari kedele yang menggunakan kapang Aspergillus sp. selama lebih dari 2 bulan. Ekstrak moromi dalam pembuatan kecap mengandung peptida atau protein nabati yang telah terakumulasi dengan asam-asam lemak dan gula sebagai hasil dari aktifitas kapang Aspergillus sp yang memberi cita rasa kecap sedap, namun juga spesifik dengan kandungan nutrisi yang tinggi. Ekstrak moromi mengandung zat gizi lengkap dengan asam-asam aminonya. Proses fermentasi dalam pembuatan kecap dari bahan kedelai melalui 2 tahap yaitu fermentasi padat dengan menggunakan jamur disebut koji dan fermentasi cair yang menggunakan bakteri asam yang disebut moromi. Keberhasilan fermentasi moromi sangat menentukan kualitas kecap yang dihasilkan. Prinsip pembuatan kecap secara fermentasi adalah proses hidrolisis protein dan senyawa-senyawa lainnya dari kedelai secara enzimatis oleh aktifitas mikroba. Moromi merupakan fermentasi lanjutan setelah fermentasi padat (Aspiyanto & Susilowati 2002). Hal-hal yang berkaitan erat dengan moromi yaitu larutan garam dapur (NaCl) dan bakteri asam laktat. Garam ini merupakan salah satu jenis bahan pembantu dalam bahan pangan yang paling penting dalam pengawetan pangan. Berbagai
fungsi
garam
selain
sebagai
bahan
pengawet
juga
untuk
menghilangkan sejumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri asam laktat secara morfologi terdiri dari 2 familia yaitu familia Lactobacillacea yang berbentuk batang dan streptococcoceae yang berbentuk bulat. Sifat bakteri asam laktat mampu tumbuh pada garam dan gula yang tinggi, tumbuh pada pH 3,8-8,0 serta mampu memfermentasi monosakarida dan disakarida. Faktor-faktor yang mempengaruhi tahap fermentasi moromi yaitu suhu, nutrisi, pH dan oksigen. Masing-masing jenis mikroba mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhan. Mikroba membutuhkan nutrisi untuk kehidupan dan pertumbuhannya yang meliputi sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi dan faktor pertumbuhan (mineral dan vitamin). Nutrisi tersebut digunakan untuk membentuk energi dan menyusun komponen sel. PH medium merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi aktifitas dari mikroba dan kematian dari
5 mikroorganisme. Pada umumnya proses pembuatan moromi secara spontan. Pada proses fermentasi secara spontan, jenis mikroba yang tumbuh sangat banyak dan sulit dikontrol (Aspiyanto & Susilowati 2002). Pangan yang difermentasi dapat memperbaiki nilai nutrisi. Pada proses fermentasi moromi prinsipnya adalah kerja proteolisis. Degradasi protein/asam amino tidak hanya berpengaruh pada nilai nutrisi tetapi juga berpengaruh terhadap karakteristik rasa dan flavor yang disebabkan pembentukan senyawa aromatik (Yanfang & Wenyi 2009). Tahapan utama yang berpengaruh terhadap flavor kecap adalah pada saat proses pemanasan bahan mentah (kedelai), fermentasi koji, fermentasi moromi termasuk saat aging dan pasteurisasi (Nunomura & Sasaki1993). B. Kecap Kecap merupakan produk fermentasi dari pemecahan protein, lemak dan karbohidrat oleh kapang, khamir dan bakteri menjadi fraksi-fraksi yang lebih sederhana: asam amino, asam lemak dan glukosa. Fraksi-fraksi tersebut akan menentukan rasa, aroma, warna dan komposisi kecap.
Kecap yang dibuat
dengan cara fermentasi biasanya lebih baik ditinjau dari segi rasa dan aromanya. Kecap hasil fermentasi mengandung senyawa-senyawa hasil fermentasi seperti asam-asam organik dan alkohol yang memberikan aroma yang khas (Hardjo 1964). B.1. Kimia Kecap Kedele sebagai bahan baku kecap mengandung nilai gizi yang cukup tinggi terutama kandungan protein (34,9%) dan karbohidrat (34,8%). Sedangkan asam amino essensialnya yaitu : isoleusin, leusin, lisin, fenilalanin, tirosin, sistein, treonin, triptofan, valin dan metionin. Asam amino pembatasnya adalah asam amino yang mengandung sulfur yaitu metionin dan triptofan (Hesseltine & Wang 1972). Asam amino bebas dalam kecap terbanyak adalah asam glutamat. Selain itu asam amino bebas yang lain terdiri atas : aspartat, treonin, serin, prolin, glisin, alanin, valin, isoleusin, leusin, tirosin, fenilalanin dan lisin, yang jumlahnya masing-masing berkisar 0,01-0,03 g/100 g bahan (Judoamidjojo et al. 1985). Kecap yang bermutu tinggi berkadar garam 18% dan pH-nya berkisar antara 4,6 - 4,8 (Hesseltine & Wang 1972).
6 Senyawa organik dalam kecap tidak hanya berasal dari kedele tapi juga berasal dari gula merah yang digunakan. Kecap manis mengandung gula yang tinggi dengan adanya penambahan gula kelapa pada saat pembuatannya. Senyawa organik tersebut yaitu: sitrat, tartarat, suksinat, laktat, format, piroglutamat, propionat dan butirat (Judoamidjojo et al. 1985, Itoh et al. 1985). Komposisi komponen volatile kecap manis banyak ditentukan oleh komponen volatile gula merah yang ditambahkan pada saat pembuatan kecap manis tersebut (40-50%). Hasil penelitian Nurhayati (1996) didapatkan bahwa terdapat penambahan jenis komponen volatil pada kecap manis dibandingkan dengan jenis komponen volatil gula merahnya. Pada kecap manis dengan gula kelapa terdapat senyawa aldehid, asam, furan, pirol, turunan benzen dan ester. Pada kecap manis dengan gula aren terdapat senyawa aldehid, alkohol, furan, hidrokarbon, turunan benzen dan ester. Sedangkan pada kecap manis dengan gula tebu terdapat senyawa keton, alkohol, asam, furan, turunan benzen dan hidrokarbon. Komponen volatil pada gula merah adalah keton, alkohol, asam, furan, pirazin, pirol, turunan benzen, ester, hidrokarbon dan fenol. Terdapat perbedaan komposisi komponen volatile berbagai jenis gula merah. Pada gula merah yang berasal dari aren tidak terdapat senyawa aldehid, tiazol, dan senyawa piran. Pada gula merah yang berasal dari tebu tidak terdapat senyawa tiazol, sedangkan pada gula kelapa tidak terdapat senyawa piridin. Secara keseluruhan pada gula kelapa teridentifikasi 89 komponen volatile, gula aren 104 komponen volatile dan gula tebu 108 komponen volatile (Nurhayati, 1996). Gula memegang peranan penting dalam kecap manis, gula dapat meningkatkan kemanisan dan karakteristik aroma, mempengaruhi warna dan flavor kecap melalui reaksi Maillard, karamelisasi dan menurunkan aw sehingga dapat memperpanjang masa simpan dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Tiga jenis kecap yaitu: kecap dengan gula aren, kecap dengan gula kelapa, kecap dengan gula tebu mampu mendeteksi adanya rafinosa dan stakhiosa (Tabel 2.1)( Wiratma 1995). Reaksi karamelisasi merupakan degradasi gula yang menghasilkan produk akhir berupa polimer tanpa nitrogen yang berwarna coklat. Proses karamelisasi meliputi tiga tahap, yaitu tahap 1,2 enolisasi, tahap dehidrasi atau tahap fisi dan tahap pembentukan pigmen (Belitz & Grosch 1996).
7
Tabel 2.1 Komposisi gula pada kecap aren, kecap gula kelapa dan kecap tebu Jenis Gula Stakhiosa Rafinosa Sukrosa Glukosa Fruktosa Total
Kecap Aren(%) 2,4 0,6 53,0 4,2 5,2 65,4
Kecap Kelapa(%) 2,1 0,8 49,5 4,6 4,7 61,7
Kecap Tebu(%) 2,7 0,8 46,5 4,1 4,3 58,3
Sumber : Wiratma (1995)
Pada tahap 1,2 enolisasi gula mengalami enolisasi menghasilkan senyawa 1,2 enol. Reaksi ini lebih cepat dalam kondisi basa dibandingkan kondisi asam Tahap selanjutnya adalah tahap dehidrasi atau fisi.
Pada tahap dehidrasi,
senyawa 1,2 enol mengalami dehidrasi menghasilkan senyawa 5-hidroksimetil-2furaldehid yang merupakan salah satu prekursor pigmen coklat (Hodge & Rist 1953). Tahap yang terakhir adalah tahap pembentukan pigmen coklat. Pada tahap ini diduga terjadi serangkaian reaksi polimerisasi dan kondensasi dari senyawa-senyawa 5-hidroksimetil-2-furaldehid, gliseraldehid dan piruvaldehidrat (Eskin et al. 1971). Sebagian besar kecap Indonesia menunjukkan perbedaan kandungan gula, komposisi asam dan konsentrasi asam amino yang berhubungan dengan perlakuan fermentasi. Sekitar 70% gula yang terdapat dalam kecap Indonesia terdiri dari sukrosa, glukosa dan fruktosa. Asam-asam dalam kecap tidak hanya diperoleh dari koji dan tahap fermentasi garam, tetapi juga diperoleh dari penambahan gula palm (Judoamidjojo et al. 1985). B.2. Perubahan Komponen Kecap Selama Pengolahan Kecap dapat dibuat dari tiga cara: cara fermentasi, hidrolisa asam dan campuran keduanya. Proses pembuatan kecap secara fermentasi dibagi menjadi dua tahap utama. Tahap pertama merupakan tahap penguraian sakarolitik dan proteolitik kedelai dan tepung oleh kapang Aspergillus sp., kemudian diikuti oleh tahap kedua yaitu fermentasi dalam larutan garam dapur. Fermentasi kapang berlangsung 2-3 hari. Fermentasi ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik seperti ketersediaan oksigen, morfologi substrat, difusi, aw dan produksi panas (Roling et al 1996). Pada proses ini terjadi perombakan karbohidrat menjadi gula dan protein menjadi peptida dan asam amino oleh enzim yang dihasilkan kapang. Enzim-enzim tersebut adalah amilase, protease, nuklease, sulfatase,
8 fosfatase, trans glikosidase, peptidase, ribonukleodipolimerase, mononukleotidafosfatase, adenil-deaminase dan purin-nukleosidase (Hasseltine & Wang 1972). Enzim yang paling berperan adalah protease dan amilase (Yong & Wood 1974). Fermentasi kapang menghasilkan asam organik seperti asam oksalat, asam sitrat, asam D-glukonat, asam malat, asam fumarat, asam suksinat dan asam laktat (Wolf & Wolf 1974). Pada fermentasi garam akan terjadi fermentasi asam laktat oleh bakteri asam laktat yang dilanjutkan dengan fermentasi alkohol oleh khamir. Produk akhir yang dihasilkan berupa asam laktat, asam suksinat, asam asetat, piroglutamat dan yang utama asam glutamat
(Hesseltine & Wang 1972).
Selama fermentasi garam akan terjadi pembentukan dan pemantapan warna. Pembentukan warna terutama disebabkan oleh reaksi pencoklatan (browning) yang terjadi antara beberapa komponen flavor seperti asam-asam amino dan gula. Intensitas warna ditimbulkan oleh berbagai komponen pembentuk flavor kecap seperti asam asetat, asam vanilat dan vanilin yang memiliki intensitas warna terbesar diikuti oleh asam suksinat, asam laktat dan tirosol (Yokotsuka 1960). Penelitian yang dilakukan oleh Okuhara et al (1975) menunjukkan rasio antara total nitrogen dengan formol nitrogen berhubungan pula dengan reaksi pencoklatan pada kecap.
Nilai formol nitrogen filtrat moromi mencapai
maksimum pada 1 bulan fermentasi garam seiring dengan tercapainya jumlah maksimum total asam amino bebas dan jumlah asam glutamat. Hal ini sejalan dengan yang disimpulkan oleh Roling et al. (1996) yang didasarkan pada pengamatan formol nitrogen dan asam glutamat yang jumlahnya meningkat sampai 20 hari fermentasi dan tidak meningkat secara tajam lagi sampai 120 hari fermentasi.
Kecenderungan yang sama juga terjadi pada aktivitas enzim
glutaminase, protease dan leusin aminopeptidase yang terdapat pada moromi. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Shikata et al (1971) yang menyatakan
bahwa
hidrolisa
enzimatik
bahan
mentah
kecap
dengan
penambahan enzim selulase, diastase dan protease meningkatkan intensitas warna kecap yang berkorelasi persentase antara formol nitrogen dengan pentosa. Inaktivasi enzim berlangsung lambat pada suhu rendah sehingga fermentasi berlangsung baik pada suhu rendah.
Tetapi pada suhu 15-28oC
fermentasi berlangsung lebih lama. Yong dan Wood (1974) menyatakan bahwa
9 fermentasi yang dilakukan pada suhu 35-40 oC fermentasi dapat berlangsung selama 1 bulan. Pembuatan kecap secara hidrolisis asam merupakan hidrolisis protein menggunakan asam sehingga dihasilkan peptida dan asam-asam amino. Selama proses hidrolisis dapat terjadi kerusakan asam-asam amino dan gula , dan terbentuk senyawa menyimpang (off flavor) seperti asam levulinat dan H2S (Nunomura & Sasaki 1986). Pengaruh peptida dalam proses pencoklatan selama aging sangat besar, namun asam amino lebih aktif daripada peptida dalam proses pencoklatan kecap. Produk hasil hidrolisa proteolitik baik secara individu maupun kombinasi dengan komponen bahan pangan lainnya, berkontribusi pada flavor dan warna makanan hasil fermentasi kedele (Hashiba 1982) C. REAKSI MAILLARD C.1. Dasar Reaksi Maillard Reaksi pembentukan warna dan flavor kecap manis terutama terjadi karena reaksi Maillard. Reaksi Maillard merupakan reaksi antara gugus karbonil terutama dari gula pereduksi dengan gugus amino terutama dari asam amino, peptida dan protein (Whistler & Daniel 1985). Reaksi awal antara gugus aldehid atau keton dari molekul gula dan gugus amino bebas dari molekul asam amino atau protein, oleh karena itu sering disebut dengan istilah reaksi gula-amino. Hasil reaksi yang diinginkan pada produk pangan contohnya pada produk coklat, sedangkan yang tidak diinginkan misalnya pada chips kentang (Miller 1998). Reaksi Maillard dapat dibagi dalam tiga tahapan yaitu tahap awal dimana terbentuk glikosilamin dan Amadori Rearrangement Product (ARP), tahap intermediet dimana terjadi dekomposisi ARP dan degradasi strecker, dan tahap akhir dimana terjadi perubahan senyawa karbonil (furfural, produk fisi, dehidroredukton atau aldehid hasil degradasi strecker) menjadi senyawa yang mempunyai berat molekul tinggi. Produk degradasi ARP selama pemanasan adalah hidroksimetil furfural (HMF) yang terbentuk melalui jalur 3 deoksiglukoson yang merupakan prekursor dalam pembentukan melanoidin (Yokotsuka 1986). Browning non enzimatis pada kecap terjadi selama pasteurisasi dan penyimpanan. Hampir semua macam asam amino dan peptida terdapat pada kecap. Sejumlah pentosa seperti xilosa dan arabinosa yang terdapat pada kecap mampu membentuk senyawa Amadori dengan asam amino tersebut. Hashiba (1978) mendapatkan total konsentrasi senyawa Amadori pada kecap sebanyak
10 4,5 mM. Kato et al dalam Hashiba (1972) menunjukkan bahwa 3-deoxyozones dan glukoson merupakan senyawa intermediat yang penting dalam reaksi browning. Tahap akhir dari reaksi Maillard ini menghasilkan pigmen-pigmen melanoidin yang berwarna coklat. HMF atau furfural, dehidro-redukton maupun produk-produk fisi yang dihasilkan pada tahap intermediet dapat membentuk aldol dan polimer tanpa N. Aldol kemudian terkondensasi dan dengan adanya senyawa amino akan membentuk melanoidin (Gambar 2.1) . Begitu juga dengan HMF atau furfural, dehdro-redukton, aldehid serta produk-produk fisi dapat secara langsung bereaksi dengan senyawa amino menghasilkan melanoidin (Bailey & Won Um 1992). Selain melanoidin, reaksi Maillard juga menghasilkan flavor pada berbagai produk pangan (Gambar 2.2). Secara keseluruhan reaksi Maillard menghasilkan : a. Pigmen coklat, yang diketahui sebagai melanoidin, mengandung sejumlah nitrogen, berat molekul bervariasi dan larut dalam air. b. Senyawa volatil yang potensial sebagai substansi aroma c. Agen flavoring d. Senyawa dengan sifat reduksi tinggi e. Kehilangan asam amino essensial f.
Senyawa dengan sifat mutagen
g. Senyawa yang dapat menyebabkan crosslinking protein (Belitz & Grosch 1999) Melanoidin terbentuk pada pemanasan sekitar 100 oC pada kondisi asam. Melanoidin merupakan senyawa dengan berat molekul tinggi yang menunjukkan absorpsi normal dan tidak mempunyai absorpsi maksimum pada daerah visible. Lignin, tanin,melanin, karamel dan humin adalah senyawa organik yang diketahui mirip dengan sifat kimia melanoidin. Senyawa ini diklasifikasikan sebagai poikilopolimer yang sulit diidentifikasi dikarenakan
sistem polidispersi yang
berpengaruh pada berat molekul dan sifat-sifat elektrik (Ikan 1996). Melanoidin mengandung sejumlah perbedaan N tergantung pada kondisi reaksi, sistem model alami dan produk (Rogacheva et al 1998). Beberapa dugaan para ahli mengenai strukturnya melanoidin dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Gambar 2.3.
11
aldosa
Senyawa amino
-H2O
Glikosilamin N-substituted Amadori rearrangement
Produk amadori rearrangement (1-amino-1-deoxy-2-ketose) -3H2O
-2H2O
Basa schiff dari hidroksimetilfurfural atau 2-furaldehid
Produk fisi (asetol, diasetil, piruvaldehid, dsb)
gula
+ asam amino-α - CO2 (Degradasi strecker) -senyawa amino + H2O
-2H
redukton
+ 2H
Hidroksimetilfurfural atau 2-furaldehid + senyawa amino
Dehidroredukton
aldehid
Aldol dan polimer bebas nitrogen +senyawa amino
+senyawa amino
seny. amino
Melanoidin Gambar 2.1. Skema Reaksi Maillard (Hodge dan Rist 1953).
seny amino
12
Produk Amadori atau Heyns rearrangement pH rendah
pH tinggi
1,2-enolisasi 2,3-enolisasi 3-deoksioson
1-deoksioson 1-amino-1,4-dideoksioson
Furfural
furanon
HMF
sikloten
furan
fisi
asam amino
karbonil
degradasi
dikarbonil
Strecker
+ asam piranon Amino diasetil Senyawa
hidroksiaseton
berwarna
Piruvaldehid
+asam amino
aldehid α-amino keton
Pirazin
ammonia
Oxazol
merkapto
Tiazol
aldehid H2S
+Prolin
Flavor kulit roti
asetaldehid
flavor daging
+ H2S Komponen siklik bersulfur
Gambar 2.2. Mekanisme reaksi Maillard pada produk pangan (Mlotkeewiez 1998)
13
Tabel 2.2 Beberapa pendapat peneliti mengenai struktur melanoidin struktur melanodin
References
C9.4H11.4NO4.6 (dari sistem model glu-gly)
Hayase F dan Kato H, 1981
C8.9H10.6NO4.6 (dari sistem model xyl-gly)
C12.0 H14.2N5.4 C27H17N3O13 dan C27H15N3O12 (dalam kecap manis)
Yokotsuka 1986
Unit pengulangan rantai karbon
Ikan, 1996
Mengandung gugus–OH..O- dari β-diketon atau kombinasi C=R=R
Homma S et al,1997
suatu unit pengulangan karbon berikatan rangkap dan nitrogen tersier. Struktur ini terdiri atas redukton seperti enol atau enaminol
CH = O
CH = O
C=N–R
C – NH – R
CH2
CH
HC - OH
HC - OH
HC – OH R’
CH
Belitz & Grosch 1999
R
HC – N - CH R CH
C - N – CH2 R
C – OH
CH
C - N- CH2 R
HC – OH
CH
C- OH
CH2
R’
R’
O
C– N -
HC – OH O C = O CH R’
CH
C-OH
R’
C-OH R’
R – NH2 = amine;
R’ = H atau CH2H
Gambar 2.3. Unit Pengulangan Melanoidin dan Precursornya (Ikan, 1996)
n
14 Dari hasil penelitian Obretenov et al (1993) menunjukkan bahwa kenaikan temperatur dan waktu pemanggangan memberikan pembentukan produk dengan massa
molekul
yang
lebih
tinggi,
kuantitasnya
menurun
pada
suhu
pemanggangan yang lebih tinggi disebabkan pembentukan polimer tidak larut air dan polimerisasi parsial melanoidin. Fraksi dengan massa molekul yang berbeda mempunyai karakteristik UV yang mirip.
C.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Pencoklatan Non Enzimatis Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pencoklatan non enzimatis meliputi suhu, kadar air, pH, senyawa kimia seperti sulfur dioksida atau sulfit dan asamasam organik (Eskin et al. 1971). Sedangkan menurut Miller (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi pencoklatan karena reaksi Maillard meliputi suhu, konsentrasi gula dan gugus amina, pH dan jenis gula. Peningkatan suhu pada saat proses pemanasan dapat meningkatkan kecepatan pembentukan warna coklat. Menurut Eskin et al (1971), penurunan suhu selama pengolahan dan penyimpanan dapat memperpanjang fase lag yang merupakan periode yang dibutuhkan untuk membentuk warna coklat pada produk. Kadar air dan pH juga mempengaruhi pembentukan warna coklat, dimana pencoklatan akan semakin meningkat dengan bertambahnya kadar air dan meningkatnya pH (Hashiba 1978). Kebanyakan pengaruh pH berhubungan dengan protonasi gugus amino. Pada pH rendah , gugus amino banyak yang di protonasi sehingga sedikit yang tersedia untuk reaksi (Miller 1998). Reaksi secara lambat terjadi pada pangan kering dan dalam larutan dengan kelarutan yang tinggi.
Kebanyakan reaksi browning maksimum terjadi dalam
pangan yang mempunyai kelembaban 10-15%. Hal ini disebabkan air penting untuk terjadinya suatu reaksi sehingga reaktan akan mudah dipisahkan. Air juga dapat bertindak sebagai penghambat reaksi disebabkan tahapan yang kompleks dalam tahapan reaksinya menyebabkan dehidrasi. Konfigurasi stereokimia dan ukuran molekul gula berpengaruh terhadap reaksi Maillard. Umumnya molekul gula yang lebih kecil bereaksi lebih cepat daripada yang besar. Pentosa bereaksi lebih cepat dibandingkan heksosa dan heksosa lebih cepat bereaksi dibandingkan disakarida. Galaktosa paling reaktif diantara heksosa pada umumnya. Fruktosa lebih cepat bereaksi dibandingkan glukosa pada tahap awal, tetapi untuk tahap selanjutnya sebaliknya (Miller 1998).
15 Komponen yang berperan pada pencoklatan kecap terbagi menjadi dua yaitu fraksi kation dan fraksi gabungan antara anion dengan fraksi netral. Fraksi anion terdiri dari asam amino, abu dan senyawa yang belum diketahui. Hanya fraksi kation yang bertambah gelap selama penyimpanan dengan adanya sedikit gula. Pembentukan warna merupakan proses yang kompleks, diduga dipengaruhi oleh faktor seperti gula, karbonil, komponen Amadori, redukton, asam organik, besi, tembaga, sodium klorida, total nitrogen, peptida dan asam amino.
Senyawa
redukton, komponen karbonil dan 3-DG (deoksiglukoson) dilaporkan mempunyai peranan penting dalam reaksi pencoklatan. Redukton diperoleh dari fraksi kation dalam jumlah sedikit dan dapat dielusi dengan HCl, sehingga fraksi kation yang mengandung redukton warnanya gelap (Hashiba 1978). D. ANTIOKSIDAN D.1. Mekanisme oksidasi lemak Oksidasi lemak berjalan dengan dua tahap: 1) disebut sebagai periode induksi, selama tahap ini oksidasi berjalan lambat dengan laju kecepatan seragam, 2) Laju oksidasi pada tahap kedua beberapa kali lebih cepat dari tahap pertama. Umumnya lemak dan minyak mulai terasa tengik pada awal tahap kedua. Asam linoleat yang memiliki ikatan rangkap lebih banyak bereaksi lebih cepat dibanding metil oleat akibatnya periode induksinya lebih pendek (Meyer 1973 & Hamilton 1983). Mekanisme oksidasi lipid tidak jenuh diawali dengan tahap inisiasi, yaitu terbentuknya radikal bebas (R*) bila lipida kontak dengan panas, cahaya, ion metal dan oksigen. Reaksi ini terjadi pada grup metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap –C=C- (Smith 1991). Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi dimana autooksidasi berawal ketika radikal lipida (R*) hasil inisiasi bertemu dengan oksigen membentuk radikal peroksida (ROO*). Reaksi oksigenasi ini terjadi sangat cepat dengan energi aktivasi hampir nol sehingga konsentrasi ROO* yang terbentuk jauh lebih besar dari konsentrasi R* dalam sistem makanan dimana oksigen berada. Radikal peroksida yang terbentuk akan mengekstrak ion hidrogen dari molekul lipida lain (R1H) membentuk hidroperoksida (ROOH) dan molekul radikal lipida baru (R1*). Selanjutnya reaksi autooksidasi ini akan berulang sehingga merupakan reaksi berantai (Gordon 1990). Tahap terakhir oksidasi lipida adalah
16 tahap terminasi, dimana hidroperoksida yang sangat tidak stabil terpecah menjadi senyawa organik berantai pendek seperti aldehid, keton, alkohol dan asam (Gambar 2.4).
Inisiasi
ROO. + H.
: ROOH* ROOH
RO. +
2ROOH
.
ROO.
ROO. + R1H
RO.
OH
RO + H2O + ROO.
Propagasi : R. + O2 Terminasi : ROO.
..
+ R1OO +
ROOH + R1 ROOR1 +
1
R
O2
ROR’
Gambar 2.4. Mekanisme autooksidasi (Gordon 1990)
Menurut Sherwin (1990) terbentuknya radikal diawali dengan oksidasi pada ikatan rangkap dan karbon--α dalam molekul trigliserida. Tahap inisiasi hidrogen dihilangkan dari karbon-α. Hal ini dikatalisis oleh panas, sinar dan logam. Bentuk yang tidak stabil dari trigliserida ini sangat reaktif dengan oksigen sehingga mudah membentuk senyawa organik dengan rantai pendek. Pada akhirnya gliserida tersebut mengalami ketengikan dalam pangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. 5. Faktor-faktor dan kondisi yang dapat ikut berperan pada oksidasi lipida adalah (a) panas, setiap peningkatan suhu sebesar 10
o
C laju kecepatan
meningkat dua kali, (b) cahaya, terutama ultraviolet yang merupakan inisiator dan katalisator kuat, (c) logam, logam terlarut seperti Fe, Cu merupakan katalisator kuat meski dalam jumlah kecil, (d) kondisi alkali, ion alkali merangsang radikal bebas, (e) tingkat ketidakjenuhan, jumlah dan posisi ikatan rangkap pada molekul lipida berhubungan langsung dengan kerentanan terhadap oksidasi (contoh, asam linolenat lebih rentan dibandingkan asam oleat), dan (f) ketesediaan oksigen (Smith 1991). D.2. Reaksi Antioksidasi Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam bahan. Antioksidan harus mampu menunda atau mencegah terjadinya reaksi autooksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipida (Kochhar & Rossell
17 1990). Untuk itu antioksidan harus mempunyai sifat: efektif pada konsentrasi rendah, aman, tidak memberi warna, odor atau flavor, tahan setelah pengolahan, stabil dalam produk akhir, larut dalam lemak, tersedia dengan harga yang relatif
H
O
Ikatan rangkap dan karbon-α
HH H
H-C-O-C(CH2)6- C-C=C - (CH2)2CH3 O
pada molekul trigliserida merupakan tempat oksidasi
H
H-C-O-C-R O
-H+
tahap inisiasi, hidrogen lepas dari karbon-α asam lemak
H-C-O-C-R H
dikatalisis panas,cahaya,logam
Radikal lipida
bentuk tidak stabil dari gliserida Sangat reaktif dengan oksigen
+O2 radikal peroksida +hidroperoksida
aldehid, asam, keton, alkohol
sangat tidak stabil, terdekomposisi ke senyawa organik rantai pendek
Produk akhir oksidasi gliserida penyebab tengik
Gambar 2.5. Reaksi ketengikan oksidatif pada lipida (Sherwin 1990)
rendah dan kelihatan “natural” pada kemasan (Cuppett et al 1996). Antioksidan dapat berperan sebagai inhibitor atau pemecah peroksida. a. Inhibitor Reaksi autoksidasi dalam cairan atau fase larutan berlangsung melalui proses pembentukan radikal. Permulaan reaksi memerlukan produksi radikal bebas baik oleh serangan oksigen langsung, reaksi fotokimia atau oleh agensia yang ditambahkan. Reaksi ini meliputi inisiasi, propagasi dan terminasi (Gambar 2.4).
Antioksidan
bereaksi dengan rantai pembawa
radikal bebas membentuk produk inert dalam satu fase terminasi.
18 Jumlah rantai reaksi yang paling mungkin dihentikan oleh satu molekul inhibitor adalah dua. Oleh karena itu reaksi antara suatu inhibitor dengan sebuah radikal peroksi berlangsung melalui dua tahap:
ROO + AH2
ROOH + AH
AH
A
•
+ AH
+
AH2
AH : antioksidan
Mekanisme lain melalui pembentukan kompleks antara radikal peroksi dan inhibitor. Kompleks ini kemudian bereaksi dengan radikal peroksi lain menghasilkan produk terminasi.
Fase ini yang menentukan kecepatan
reaksi. ROO
+
AH
(ROO AH)
(ROO AH) + AH
produk terminasi
Pada umumnya antioksidan dapat menghentikan rantai reaksi oksidatif sebagai berikut : (1) dengan donasi elektron pada radikal peroksi; (2) dengan donasi atom hidrogen pada radikal peroksi; (3) dengan adisi pada radikal peroksi sebelum atau sesudah terjadi oksidasi parsial, dan (4) dengan metode lain yang mungkin berkaitan dengan radikal hidrokarbon
b.Pemecah peroksida Mekanisme ini meliputi dekomposisi katalitik hidroperoksida yang mula-mula terdapat dalam sistem, atau mungkin terbentuk sebagai akibat serangan langsung oksigen pada substrat atau pada inhibitor. Hasil stabil primernya bukanlah radikal bebas. Dekomposisi dapat berlangsung dengan proses stoikhiometrik, dengan proses yang menghasilkan radikal bebas dan dalam beberapa hal dengan pengaturan ionik. Beberapa senyawa sulfur adalah pemecah peroksida yang efektif. Peranan ini dapat berupa reaksi transfer satu elektron, dan struktur permulaannya mungkin hanya prekursor inhibitor aktif (Smith 1991).
Berdasarkan fungsinya antioksidan dikelompokkan menjadi antioksidan primer
dan
sekunder.
Antioksidan
primer
akan
memecah
rantai
dan
mendonorkan atom hidrogennya ke radikal lipida (RO*) dan radikal turunannya
19 (A*) sehingga menjadi stabil. Antioksidan sekunder dapat memperlambat laju reaksi
autooksidasi.
Mekanisme
kerjanya
seperti:
mengikat
ion
metal,
menangkap oksigen, memecah hidroperoksida menjadi non radikal, menyerap radiasi ultra violet atau mendeaktifkan oksigen singlet (Gordon 1990). Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (BHA, BHT, TBHQ, propil gallat, dll) dan antioksidan alami (tocopherol, karoten , flavonoid, diterpen, senyawa produk reaksi Maillard, dll). Peranan antioksidan sintetis semakin menurun digantikan posisinya oleh antioksidan alami karena adanya kekhawatiran penyebab kanker. Ada beberapa senyawa fenolik pada kedelai yang memiliki aktivitas antioksidan, salah satunya adalah flavonoid. Flavonoid kedelai unik karena dari semua flavonoid yang teridentifikasi adalah isoflavon. Senyawa antioksidan alami isoflavon
kedelai
adalah
5,7,5’-trihidroksiisoflavon-7-O-monoglukosida
(geninstein), 7,4’-dihidroksiisoflavon-7-O-monoglukosida (daidzein), dan 7,4’dihidroksi-6-metoksi-isoflavon-7-O-monoglukosida
(glycitein).
Isoflavon
yang
terdapat pada produk kedelai yang difermentasi yaitu 6,7,4’-trihidroksiisoflavon (Pratt 1992). Selain isoflavon, kedelai dan produk-produk kedelai merupakan sumber berbagai macam senyawa antioksidan yang merupakan golongan dari turunan asam sinamat, fosfolipida, tokoferol, asam amino dan peptida (Shahidi & Naczk 1995) D.3 Antioksidan dalam Produk Reaksi Maillard Antioksidan dikelompokkan ke dalam dua kategori: menangkap radikal bebas dan mengkelat logam/metal (Lu & Baker 1986). Efek menangkap radikal dari ovalbumin semakin meningkat dengan adanya konyugasinya dengan dekstran atau galaktomanan melalui reaksi Maillard antara gugus amino bebas dalam protein dan gugus karbonil pereduksi dalam polisakarida (Nakamura et al. 1992). Antioksidan dibentuk pada beberapa level selama pemanasan karbonilamina, termasuk degradasi senyawa Amadori menjadi amino redukton
atau
pembentukan polimer dengan aktivitas antioksidan. Bailey & Won Um (1992) dapat membuktikan bahwa reduktone dari MRP dapat menghambat oksidasi minyak sayur. Sebuah redukton dari 3-hidroksi-2-ketopropane yang terdiri senyawa dikarbonil vicinal berkemampuan pembentukan enolisasi atau enol dan membentuk gugus keto diikuti lepasnya atom H. Contohnya triosa redukton, asam dihidromalat, asam reduktat dan dihidro pirogalllol.
20 Redukton sebagai agen pereduksi organik mempunyai gugus fungsional yang berasal dari konyugasi enediol dan karbonil. Peneliti yang lain menunjukkan bahwa analog amino dimana gugus hidroksilnya digantikan oleh NH2 atau gugus karbonilnya digantikan oleh gugus –C=NR menjadi agen pereduksi yang kuat. Menurut Bailey & Won Um (1992), tiga jalan utama yang berperan pada pembentukan senyawa intermediat dalam antioksidan dan pembentukan pigmen dari senyawa Amadori, yaitu 1-deoksioson, 1-deoksiredukton dan 3-deoksioson. Jalur ke empat dari degradasi strecker. Pembentukan enol dari 1-deoksioson (1-deoksiredukton) dengan degradasi menghasilkan piruvaldehid, diasetil, asetaldehid, asam asetat dan redukton. Senyawa-senyawa ini potensial sebagai prekursor antioksidan, khususnya ketika pemanasan amina. Amino redukton kemungkinan lebih efektif dan stabil dibandingkan dengan enediol. Redukton amino lebih baik sebagai antioksidan disebabkan nitrogennya menyumbangkan gugus elektrofilik yang mampu mengkelat ion metal seperti copper dan Fe yang diketahui mempunyai aktivitas katalitik. Gugus penting lainnya dari senyawa yang dibentuk oleh dehidrasi senyawa 2,3-enolisasi (2,3-osone) yang diikuti rekondensasi dengan amina adalah amina redukton, yang kemungkinan mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Reaksi ini dapat berasal dari degradasi D-Fruktoseamine dalam larutan alkali Produk reaksi Maillard dengan perlakuan panas dari sistem model glukosaglisin menghambat lebih dari 90 % radikal OH. Mekanisme penghambatannya tidak hanya menangkap radikal OH secara langsung tetapi juga dengan menekan pembentukan radikal OH melalui pengkelatan dengan logam Fe2+ (reaksi Fenton). Kemampuan pengkelatan metal dari produk reaksi Maillard dengan berat molekul yang besar adalah lebih tinggi dibandingkan dengan yang mempunyai berat molekul kecil (Yoshimura
et al 1997). Pada Tabel 2.3
memperlihatkan banyak sistem model produk reaksi Maillard mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Pembentukan produk reaksi Maillard dari pemanasan campuran lisin dan madu memberikan efek antioksidan dalam sistem asam linoleat (Antony et al. 2000). Kondisi-kondisi reaksi seperti pH, waktu dan suhu reaksi, perbandingan molar reaktan dan konsentrasinya, aktivitas air dan medium reaksi sangat mempengaruhi aktivitas antioksidan. Antioksidan dibentuk pada beberapa tahap selama reaksi Maillard, termasuk degradasi senyawa Amadori pada amino redukton, atau redukton, dan pembentukan polimer dengan aktivitas antioksidan
21 Tabel 2.3 .Deskripsi Sistem Model dan Pangan yang Mengalami Browning Non-Enzimatis dan Koefisien Statistik Aktivitas Antioksidan dengan Warna Sistem model
variable
A.Glukosa-Histidin o Dipanaskan 100 C selama 5 jam B.Glukosa-Fruktosa-asam glutamat o Dipanaskan 95 C selama 50 jam C.Glukosa-lisin-pati pregelatinisasi o Dipanaskan 100 C selama 90 menit D.Glukosa-histidin o PH 3;5;7;9;11 dan dipanaskan 100 C Selama 5 jam E.Glukosa-asam amino (cys,hys,val,lys, o arg),dipanaskan 100 C selama 5 jam F.Fruktosa-asam amino (cys,hys,val,lys, o Arg),dipanaskan 100 C selama 5 jam G.Fraksi MRP dengan perbedaan BM dari glukosa-triptophan o dipanaskan 100 C selama 10 jam H.Sukrosa-lisin dengan perbedaan kons. o Molar,dipanaskan 100 C waktu 6jam I.Glukosa-glysine freeze dry pada aw o 0.23-0.82 disimpan 40 C waktu 40jam o o J.Pasta, dikeringkan 50 C atau 110 c
Waktu pemanasan
o
K.Pure tomat, dipanaskan 95 C sampai waktu 50 jam
Waktu pemanasan
Pengujian aktivitas antioksidan Penghambatan oksidasi a) asam linoleat b) Radikal quenching
Waktu pemanasan
Probabilitas
Absorban 450 nm
Korelasi 2 Linear (R ) 0.94
< 10
-5
Absorban 420 nm
0.99
< 10
-3
7
Radikal quenching
Parameter hunter
0.88
< 10
-3
7
pH awal
Penghambatan oksidasi asam linoleat
Absorban 450 nm
0.94
< 10
-2
5
Asam amino
Penghambatan oksidasi asam linoleat Penghambatan oksidasi asam linoleat c) Kekuatan reduksi
Absorban 450 nm
0.92
< 10
-2
5
Absorban 450 nm
0.80
< 10
-2
5
Absorban 420 nm
0.96
< 10
-3
6
Penghambatan oksidasi asam linoleat Kekuatan reduksi
Absorban 480 nm
0.96
< 10
-4
7
Absorban 420 nm
0.81
< 10
-3
9
Radikal quenching
Parameter hunter
0.98
< 10
-4
7
Radika quenching
Absorban 420 nm
0.82
< 10
-2
6
Asam amino Berat molekul
Rasio reaktan Waktu pemanasan dan aw awal waktu pamanasan dan temperature waktu pemanasan
Pengukuran warna
a). Dengan pengukuran polarografik konsumsi oksigen,gas kromatografi-head space atau deteksi bilangan peroksida b). Pengamatan spektroskopik penghambatan crocin bleaching c). Dengan Potasium Ferisianida (Manzocco L et al. 2001)
Jumlah (n) 10
22
(Bailey & Won Um 1992). Contoh yang lain aktivitas antioksidan produk reaksi Maillard juga berpengaruh terhadap stabilitas oksidasi pada margarin. Produk reaksi Maillard non volatil yang telah dilaporkan berfungsi sebagai antioksidan adalah produk reaksi Maillard berberat molekul tinggi (melanoidin) dan berberat molekul rendah (Bailey & Won Um 1992). Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Schlüsselwőrter (2001) menggunakan melanoidin standar yang ditambahkan pada minyak wijen dan efeknya dibandingkan dengan αtokoferol dan sesamol, yaitu senyawa antioksidan yang terdapat pada minyak wijen.
Hasilnya menunjukkan bahwa efek antioksidannya meningkat dengan
semakin meningkatnya suhu pemanasan biji wijen. Dua mekanisme yang mungkin yang dapat menjelaskan sifat antioksidan melanoidin
adalah
pembentukan
pembentukan
struktur
radikal
reduktone
bebas
(sebagai
(enaminol).
inhibitor)
Struktur
dan
melanoidin
mengindikasikan adanya tipe redukton yang berperan sebagai antioksidan (mengkelat metal sebagaimana aktivitas reduksi). Hal ini menunjukkan struktur hidroksi piridone atau seperti piranone (Gambar 2.6) dalam melanoidin yang mengkompleks besi (Fe+++) dan mereduksi aktivitas katalitiknya.
Struktur ini
menyerupai maltol yang mengkelat besi (Bailey & Won Um 1992).
Fe
Fe
HO O
O
OH
H3C OH N
N
O O HO R OH H3C O Fe
Gambar 2.6. Struktur Hidroksipiridone dan Piranone dari Melanoidin sebagai Sekuestran Logam Fe (Bailey & Won Um 1992)
23
Enediol dan enaminol pada melanoidin mempunyai aktivitas pereduksi. Perubahan bentuk oksidasi-reduksi dari redukton melanoidin berpengaruh pada intensitas warna, pengkelat metal dan disosiasi gugus fungsional (Tabel 2.4 ). Tabel 2.4 .Efek oksidasi dan reduksi pada aktivitas pengkelat, intensitas warna dan berat molekul melanoidin Aktivitas Pengkelat Melanoidin berikatan Cu 1% BM (µg Cu/mg melanoidin) E 500nm peak positif peak negatif utuh teroksidasi terreduksi
22.9 29.8 9.1
8.4 8.8 2.3
30.4 20.8 19.0
32000 51000 41000
(Homma S et.al 1997)
Melanoidin merupakan reduktone dan polimer amfoter. Pada proses pengolahan kecap, melanoidin mengalami oksidasi-reduksi. Enediol dan enaminol dalam melanoidin termasuk dalam aktivitas reduksi dan antioksidan. Perubahan dalam bentuk oksidasi-reduksi dari redukton dalam melanoidin mempengaruhi warna, aktivitas mengkelat metal dan disosiasi gugus fungsional. E. Uji Aktivitas Antioksidan Uji oksidasi lemak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu yang bersifat uji prediksi atau uji sebagai indikator. Pengujian prediksi menggunakan kondisi pengujian yang diakselerasi atau diekstrimkan untuk mengetahui stabilitas dari lemak atau produk makanan yang mengandung lemak. Metode ini sesuai digunakan untuk menguji kualitas bahan-bahan makanan yang akan diolah, mengukur efektivitas antioksidan dan umur simpan produk makanan. Kelompok ini contohnya adalah AOM (active oxygen method), OSI (oxidative stability index), angka iodin, OBT (oxygen bomb test). Pengujian yang berfungsi sebagai indikator dimaksudkan untuk mengukur secara kuantitatif tingkat oksidasi lemak pada makanan ataupun ingrediennya. Contoh dalam kelompok ini angka peroksida, uji TBA, nilai anisidin, nilai heksanal, profil headspace dan asam lemak bebas (Raharjo 2004). Pengujian aktivitas antioksidan yang lain dibedakan secara langsung atau tidak langsung. Pengujian secara langsung didasarkan pada pengukuran produk-produk utama atau sekunder dari oksidasi lipida, umumnya adalah pembentukan hidroperoksida atau produk sekunder seperti aldehid, contohnya uji AOM, TBA (2-Thio Barbituric Acid), metode tiosianat, uji
24
schaal, uji masa simpan dan Rancimat. Pengujian secara tidak langsung didasarkan pada pengukuran selain produk utama atau sekunder oksidasi lipida, seperti misalnya jumlah oksigen yang diperlukan untuk oksidasi. Contohnya uji OBT, sistem emulsi β-karoten-linoleat, penyemprotan larutan β-karoten dan metode penimbangan. Uji AOM Metode ini memprediksi stabilitas lemak dengan cara mengalirkan udara dengan kecepatan, suhu dan konsentrasi oksigen tertentu ke dalam cairan lemak. Metode ini juga berdasarkan evaluasi periodik kandungan peroksida dalam lemak yang teroksidasi. Pada pengujian AOM, sampel cairan diletakkan dalam tube aerasi khusus yang dimasukkan dalam wadah. Udara tersaring dihembuskan melalui sampel dan di awasi secara hati-hati. Sampel diletakkan pada suhu 97oC kemudian secara periodik, sampel lemak dianalisa kandungan peroksidanya berdasarkan reaksi dengan indikator pati-yodida. Metode ini sering dipergunakan untuk penelitian, pengawasan mutu dan tujuan pemasaran (Raharjo 2004). Nilai TBA Oksidasi lemak pada fase lanjut (terminasi) menghasilkan senyawa-senyawa aldehid seperti 2-enal dan 2-dienal. Senyawa aldehid ini bisa bereaksi dengan asam 2-thiobarbiturat (TBA) sehingga bisa dilakukan pengukuran terhadapnya. Hasil reaksinya akan membentuk warna merah yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer. Meskipun semula metode ini dimaksudkan mengukur kadar malonaldehid, namun uji TBA ini juga bisa bereaksi dengan aldehid lain termasuk dengan senyawa fenol pada produk yang diasapi. Penerjemahan nilai TBA mirip seperti angka peroksida (Raharjo 2004). Rancimat Autooksidasi lipida disebabkan oleh aliran udara bersuhu 100 oC dalam suatu model alat Rancimat. Pengukuran didasarkan pada penentuan nilai konduktivitas senyawa volatil sebagai produk sekunder dari oksidasi lipid. Metode Tiosianat Sejumlah sampel dilarutkan dalam alkohol dan dicampurkan dalam asam linoleat, etanol 99.5% dan buffer phosphat 0.05 M dan ditiambahkan air destilasi. Larutan ini diletakkan dalam waterbath pada suhu 40oC dan diamati setiap hari selama satu minggu. Nilai peroksida diukur dengan menggunakan tiosianat sebagai indikator warna. Senyawa peroksida sebagai produk hasil oksidasi lipida
25
akan mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ yang dengan tiosianat membentuk warna merah (Tressl dan Wondrak, 1998). Metode Menangkap Radikal Menangkap radikal adalah mekanisme utama antioksidan dalam pangan. Beberapa metode yang dikembangkan dengan menangkap radikal sintetik dalam pelarut organik polar, seperti metanol dalam suhu ruangan. Radikal yang sering dipergunakan yaitu 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil (DPPH) dan 2,2’-azinobis (3ethylbenzthiazoline-sulphonic acid) (ABTS). Dalam pengujian dengan DPPH, aktivitas menangkap radikal DPPH oleh suatu antioksidan dimonitor dengan penurunan absorbansi. Reaksi cepat radikal DPPH terjadi dengan beberapa phenol seperti α-tokoferol, reaksi selanjutnya secara lambat menyebabkan penurunan absorbansi sampai dicapai keadaan stabil selama beberapa jam. Banyak peneliti menggunakan metode DPPH dengan waktu reaksi manangkap radikal selama 15 atau 30 menit (Gordon et al 2001). Uji Aktivitas Antioksidan dalam Sistem Biologi Uji aktivitas antioksidan dalam sistem biologi dapat dilakukan dengan menggunakan sel eritrosit, karena fungsinya yang penting dalam tubuh dan kerentanannya terhadap oksidasi maka banyak peneliti menggunakan eritrosit sebagai model untuk mempelajari kerusakan oksidatif biomembran. Pada umumnya parameter yang dipergunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan pada membran adalah persentase hemolisis yang terjadi pada eritrosit. Semakin tinggi persentase hemolisis yang terjadi menandakan semakin parahnya kerusakan yang terjadi pada membran, begitu pula sebaliknya, semakin rendah persentase hemolisis yang terjadi menandakan bahwa semakin tahan membran sel terhadap kerusakan. Tersedianya antioksidan di dalam plasma mengurangi kerusakan oksidatif pada eritrosit (Zhu et al 2002). F. Fraksinasi Produk Reaksi Maillard Melanoidin yang diisolasi dari hasil reaksi bovine serum albumin (BSA) dengan glikoaldehid dalam larutan aqueous yang dipanaskan menunjukkan adanya senyawa protein berikatan dengan radikal dari kation 1,4-bis(5-amino-5karboksi-1-pentil) pirazinium. Senyawa ini terdapat pada pangan crust roti gandum, biji kopi atau coklat yang dipanaskan. Melanoidin yang berwarna coklatorange ini dengan ultrasentrifugasi dapat dipisahkan menjadi dua fraksi, yaitu fraksi dengan berat molekul > 100000 Da dan fraksi dengan berat molekul
26
rendah (<100000 Da) ( Hofmann et al 1999). Pada penelitian yang lain Hofmann (1998b) mengukur intensitas pencoklatan pada berbagai fraksi dari sistem model glukosa-glisin. Intensitas pencoklatan semakin besar terdapat pada fraksi dengan berat molekul yang semakin kecil. Yaylayan dan Kaminsky (1998) mendapatkan tiga fraksi (A, B1, B2) pada berat molekul diantara 10000 Da dan 20000 Da dengan fraksinasi menggunakan gel filtrasi pada sistem model glukosa-glisin. Formula empiris untuk polimer A (C7H11N1O4) dan untuk polimer B1 dan B2 sama dengan D-glukosa (C1H2O1). Polimer A mengandung nitrogen tersusun atas senyawa intermediat Amadori atau turunannya, sedangkan polimer B1 dan B2 tersusun atas glukoson dan atau 3- atau 1-deoksiglukoson. Hofmann (1998a) mendapatkan 2 peak yang intens menggunakan HPLC pada sistem model kasein dan furan-2-karboksaldehide yang menghasilkan melanoidin dengan berat molekul >10000 Da. Keduanya teridentifikasi sebagai kromophore asam amino (S)-2-amino-6-4-[(E)-1-formil-2(2-furil)ethenil]-5-(2-furil)
metilidene]-2,3-dihidro-3-oxo-1
H-pirol-1-yl}
asam
heksanoat dan isomer 2-[(Z)-(2-furil)metiliden]. Senyawa melanodin ini dihasilkan dari reaksi silang antara khromophore berat molekul rendah dan biopolimer dengan berat molekul tinggi yang tidak berwarna. Hofmann et al (2001) dengan metode headspace mendapatkan dari ekstrak bubuk kopi yang disangrai fraksi melanoidin yang mengandung 25 senyawa aroma. Tiga senyawa yang terutama menyumbangkan odor pada kopi adalah 2furfuriltiol (FFT), 3-metil-2-butene-1-tiol dan 3-merkapto-3-metilbutil format dimana secara signifikan senyawa ini dapat direduksi dengan adanya penambahan melanoidin. Melanoidin dengan berat molekul rendah (1500-3000 Da) dapat menurunkan FFT, sebaliknya aldehid yang ada tidak dipengaruhi melanoidin.
27
II. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia dan Biokimia, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
dan di Laboratorium Kimia Pangan dan Gizi,
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut
Pertanian Bogor dan di Laboratorium Fisika Universitas Indonesia, Jakarta. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2002 sampai dengan Juni 2005 dan November 2007 sampai Juni 2008 Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah moromi yang diperoleh dari PT. Indofood Sukses Makmur dengan umur fermentasi 3 bulan, gula merah (gula kelapa) dan gula pasir.(sukrosa). Bahan kimia yang digunakan untuk penetapan kadar α-amino nitrogen adalah trinitrobenzene sulfonic acid (TNBS, Sigma - Aldrich), HCl 1N dan 0,02 M, leusin, dan untuk penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl digunakan K2SO4, H2SO4, HGO, H2BO3,Na2S2O3, NaOH, indikator metil merah dan biru, sedangkan untuk penetapan kadar protein terlarut dengan metode Lowry digunakan pereaksi Folin-Ciocalteau, Na-K tartarat, tembaga sulfat, Natrium karbonat, larutan bovine serum albumin (BSA, E. Merck). Untuk penetapan kadar fenol digunakan etanol 95%, Na2CO3 5% dan asam tanat. Untuk pengukuran kadar gula digunakan larutan Fehling, dekstrosa standar, metilen biru, CaCO3, Pb-acetat, Na-oksalat dan asam sulfat. untuk uji sifat antioksidan digunakan minyak kedelai, air bebas ion, tween-80, asam thiobarbiturat,
1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl,
asam
linoleat,
buffer
fosfat,
NH4SCN, FeCl2 dan HCl. Untuk uji antioksidan dalam sistem biologi digunakan phosphat bufer saline, biru triphan, H2O2 dan darah dari donor yang sehat berjenis kelamin laki-laki. Peralatan utama yang digunakan meliputi seperangkat alat destilasi, Vortex, sentrifuse (IEC Centra-815A), spektrofotometer (shimadzu UV-160), stirred cell ultrafiltration kapasitas 50 ml (Amicon Inc.Beverly,MS) membrane ultrafiltrasi cut off
10; 30; 100 kDa),
FTIR BIORAD Excalibur series,
HPLC (Shimadzu
Co.Japan) dan alat Rancimat 743 (Metrohm), hemasitometer, inkubator bersuhu 37oC dengan CO2 5%, spetrofotometer microplate reader dan mikroskop.
28
Metode Penelitian Secara umum penelitian dilakukan mengikuti alur seperti pada Gambar 3.1. Tahapan penelitian ini meliputi : 1. Pengukuran kadar gula sukrosa, fruktosa, glukosa pada gula merah dan gula pasir 2. Pembuatan produk: moromi yang dipanaskan (MP), kecap manis dengan gula merah (KGM) dan kecap manis dengan gula pasir (KGP). Kemudian dilakukan beberapa analisis yang meliputi: kandungan air, protein, lemak, total padatan terlarut, gula pereduksi, dan komposisi asam amino 3. Fraksinasi terhadap ke empat jenis produk menggunakan membran ultrafiltrasi cut off
10; 30; dan 100 kDa.
Pada masing-masing produk
didapatkan 4 fraksi meliputi: Fraksi 1: BM > 100 kDa Fraksi 2: BM 30 kDa – 100 kDa Fraksi 3: BM 10 kDa – 30 kDa Fraksi 4: BM < 10 kDa Pada masing-masing fraksi tiap produk dilakukan analisis terhadap: a. kandungan protein, α-amino nitrogen, total fenol, total padatan dan pH. b. Serapan UV-Vis dan infra merah (IR) serta karakteristik pemisahan fraksifraksi produk dengan TLC dan HPLC. c. Uji aktivitas antioksidan pada fraksi tiap produk menggunakan metode rancimat, DPPH, penentuan bilangan TBA dan linoleat-tiosianat 4. Pembuatan sistem model dari produk reaksi Maillard (MRP) antara asam amino
dengan gula pereduksi. Kemudian dilakukan fraksinasi dan uji
aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode rancimat, DPPH, dan linoleat-tiosianat. 5. Untuk melihat aktivitas antioksidan dalam sistem biologi dilakukan pengujian terhadap penghambatan hemolisis eritrosit secara in vitro Pembuatan Produk MP, KGM dan KGP Sampel dalam penelitian ini meliput empat produki: Moromi (M), moromi yang dipanaskan (MP), kecap manis dengan gula merah (KGM) dan kecap manis dengan gula pasir (KGP). Pembuatan produk moromi yang dipanaskan (MP) dilakukan dengan memanaskan moromi sebanyak 400 g selama 20 menit
29
Umur fermentasi 3 bulan
Moromi (M)
Gula merah Moromi dipanaskan (MP) 20 menit
Gula pasir
Pemanasan (45 menit,100oC) Pemanasan (20 menit,100oC) (75-78 o Brix )
Kecap gula merah (KGM)
Kecap gula pasir (KGP)
Analisis: Kadar air, lemak, protein, asam amino, pH Total padatan terlarut, gula reduksi
Penambahan dengan air 1 : 2 (b/v)
Disentrifus 3000 rpm, 4oC, 20 menit
Fraksinasi dengan stirred cell ultrafiltration
Fraksi : - BM > 100 kDa (F1) - 30 kDa < BM < 100 kDa (F2) - 10 kDa < BM < 30 kDa (F3) - BM < 10 kDa (F4)
Karakterisasi tiap fraksi : - Analisis total padatan, protein, total fenol, α-amino, serapan UV-Vis & IR - Pengujian aktivitas antioksidan dengan:Rancimat,TBA,DPPH, tiosianat - Pengujian penghambatan terhadap Hemolisis sel eritrosit manusia
Gambar 3.1 Skema karakterisasi dan uji aktivitas antioksidan moromi dan kecap manis
30
pada suhu 100 oC, sedangkan pembuatan kecap manis (KGM dan KGP) dengan memanaskan gula 500 g dan air 150 g selama 45 menit pada suhu 100 oC. kemudian ditambahkan moromi sebanyak 400 g dan pemanasan dilanjutkan selama 20 menit (Gambar 3.2)
Gula (500 g) + air (150 g)
Pemanasan (45 menit, 100 oC)
Penambahan dengan moromi (400 g))
Pemanasan (20 menit, 100 oC)
Kecap manis (KGM/KGP)
Gambar 3.2. Skema pembuatan kecap manis (Wiratma, 1995)
Setelah didapatkan ke empat produk M, MP, KGM dan KGP masingmasing dilakukan penambahan dengan aquades 1:2 dan diaduk sampai homogen, kemudian dilakukan sentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm pada suhu 4 oC selama 20 menit. Setelah itu dilakukan penyaringan dengan kertas Whatman 1 dan membran 0.45 µm. Kemudian produk-produk tersebut disimpan dalam freezer untuk siap digunakan analisis lebih lanjut dan proses fraksinasi. Proses Fraksinasi dengan Ultrafiltrasi Proses fraksinasi dilakukan dengan ultrafiltration stirred cell volume 50 ml (Amicon) dan reservoar volume 100 ml pada suhu refrigerator 5 - 10 oC dan tekanan gas nitrogen 2.5 – 3 bar. Kecepatan penyaringan berkisar 0.5 – 10 ml/jam. Waktu filtrasi disesuaikan dengan volume yang diinginkan, waktu penyaringan semakin lama dengan semakin kecilnya molecular weight cutt-off (MWCO) dari membran.
31
Proses fraksinasi dimulai dengan memisahkan cairan dari filtrat moromi (M), MP, KGM dan KGP masing-masing sebanyak 50 ml dari komponen yang tidak larut dengan menggunakan membran 0.45 µm (Milipore). Kemudian fraksinasi dilanjutkan dengan menggunakan membran 100 kDa, 30 kDa dan 10 kDa. Proses fraksinasi ini menghasikan 4 fraksi, yaitu filtrat yang lolos membran 0.45 µm dan tertahan oleh membran 100 kDa disebut fraksi 1, filtrat yang lolos membran 100 kDa dan tertahan oleh membran 30 kDa disebut dengan fraksi 2, filtrat yang lolos membran 30 kDa dan tertahan oleh membran 10 kDa disebut dengan fraksi 3 dan yang terakhir filtrat yang lolos membran 10 kDa disebut dengan fraksi 4. Setiap filtrat akhir yang tertahan oleh membran 100 kDa atau 30 kDa dilakukan pencucian satu kali dengan aquades sebanyak volume awal (50 ml). Proses fraksinasi ini juga dilakukan pada sistem model produk reaksi Maillard yang dibuat. Volume awal 50 ml
membran 0.45 µm
Fraksi 1 Pencucian dengan aquades sebanyak 40 ml
membran 100 kDa sisa volume 10 ml
Fraksi 2 membran 30 kDa sisa volume 10 ml
Fraksi 3 membran 10 kDa sisa volume 10 ml
Fraksi 4 Gambar 3.3. Skema Proses Fraksinasi dengan Ultrafiltrasi Pembuatan Sistem Model Sistem model dibuat dengan menggunakan asam amino dan satu jenis gula pereduksi. Model ini dibuat untuk mengetahui kemampuan aktivitas antioksidan dari model dan membuktikan bahwa senyawa produk reaksi Maillard pada produk kecap manis dapat berperan sebagai antioksidan. Banyaknya gula dan asam amino yang dipergunakan sesuai kadar gula yang terdapat pada gula
32
merah/gula pasir dan asam amino yang terdapat pada moromi yang dipergunakan dalam pembuatan kecap manis. Glukosa yang dipergunakan sebanyak 0.778 g (4.32 mmol) dan asam amino glisin sebanyak 1.34 mg (0.01 mmol), sistein 2.9 mg (0.02 mmol), phenilalanin 1.4 mg (0.009 mmol), isoleusin 2.29 mg (0.017 mmol ) dan tirosin 1.9 mg (0.01 mmol). Setiap model asam amino dan glukosa dilarutkan dalam buffer fosfat 0.1 M pH 5.5 sebanyak 100 ml. Kemudian dilakukan pemanasan dengan hot plate dengan sistem refluks. Sistem model yang dibuat meliputi:
Tabel 3.1 Pembuatan model 1 Model
konsentrasi
lama pemanasan
Glukosa-glisin
sesuai pada moromi
65 menit
Glukosa-glisin
sesuai pada moromi
2 jam 10 menit
Glukosa-glisin
sesuai pada moromi
6 jam
Glukosa-glisin
0.1M
2 jam
Glukosa-glisin
0.1M
6 jam
Glukosa+5 jenis as.amino
sesuai pada moromi
65 menit
Kemudian dibuat lagi sistem model dengan menggunakan variasi macam asam amino untuk mengetahui asam amino yang lebih berperan dalam aktivitas antioksidan.
Tabel 3.2 Pembuatan model 2 Model
Konsentrasi
Lama pemanasan
Glukosa-glisin
sesuai pada moromi
65 menit
Glukosa-isoleusin
sesuai pada moromi
65 menit
Glukosa-phenilalanin
sesuai pada moromi
65 menit
Glukosa-tirosin
sesuai pada moromi
65 menit
Glukosa-isoleusin-phenilalanin
sesuai pada moromi
65 menit
Glukosa-glisin-phenilalanin
sesuai pada moromi
65 menit
Glukosa-phenilalanin-isoleusin-
sesuai pada moromi
65 menit
Glukosa-glisin-sistein
sesuai pada moromi
65 menit
Glukosa-sistein-phenilalanin
sesuai pada moromi
65 menit
Glukosa-glisin-sistein-phenilalanin
sesuai pada moromi
65 menit
tirosin
33
Selanjutnya dibuat sistem model yang terakhir menggunakan lama pemanasan 65 menit dan konsentrasi glukosa dan asam amino yang telah disebutkan di atas
Tabel 3.3 Pembuatan model 3 Model
Konsentrasi
lama pemanasan
Glukosa – glisin - sistein
sesuai pada moromi
65 menit
Glukosa – glisin – sistein –
sesuai pada moromi
65 menit
sesuai pada moromi
65 menit
phenilalanin Glukosa-glisin-sistein-phenilalaninisoleusin-tirosin
Pada model 3 setelah pemanasan langsung didinginkan dengan segera disimpan dalam lemari pendingin. Setelah dingin dilakukan fraksinasi dengan ultrafiltrasi dengan menggunakan membran 100 kDa, 30 kDa dan 10 kDa. Hasil ultrafiltrasi ini didapatkan 4 fraksi, yaitu: Fraksi 1 (F1) : BM > 100 kDa Fraksi 2 (F2) : BM 30 – 100 kDa Fraksi 3 (F3) : BM 10 – 30 kDa Fraksi 4 (F4) : BM < 10 kDa Kemudian setiap fraksi dilakukan pengamatan terhadap serapan uv-vis dan kemampuannya sebagai antioksidan dengan metode rancimat, DPPH dan linoleat-tiosianat. Alur penelitian model 3: glu-gli-sis, glu-gli-sis-phe dan glu-glisis-phe-iso-tir (G-5.AA) dapat dilihat pada Gambar 3.4. Karakterisasi Kimia pada Produk M, MP, KGM, KGP Karakterisasi kimia dilakukan dengan menganalisis kandungan air, protein, pH, total padatan terlarut, gula pereduksi, lemak dan asam amino pada produk M, MP, KGM dan KGP, dan pengukuran terhadap kadar gula sukrosa, fruktosa dan glukosa pada gula merah dan gula pasir serta karakterisasi terhadap kandungan protein, α-amino nitrogen, total fenol, total padatan, pH, serapan UV-Vis dan IR pada tiap fraksi dari tiap produk mengikuti prosedur analisis sebagai berikut.
34
Glukosa-glisin-sistein
Glukosa-Glisin-Sistein-Phenilalanin
Glukosa-Glisin-SisteinPhenilalanin-Isoleusin-Tirosin
Dilarutkan dalam buffer fosfat 0.1 M pH 5.5
Pemanasan selama 65 menit pada suhu 100 oC
Pendinginan
model: Glu – 5.AA
model: Glu-gli-sis
model: Glu-Gli-Sis-Phe
Fraksinasi dengan stirred cell ultrafiltration
Fraksi : - BM > 100 kDa (F1) - 30 kDa < BM < 100 kDa (F2) - 10 kDa < BM < 30 kDa (F3) - BM < 10 kDa (F4)
- Pengamatan serapan UV-Vis - Pengujian aktivitas antioksidan dengan:Rancimat, DPPH, tiosianat - Pengujian penghambatan terhadap Hemolisis sel eritrosit manusia
Gambar 3.4. Skema proses pembuatan model 3 dan uji aktivitas antioksidan
35
Penentuan Kadar Sukrosa, Fruktosa dan Glukosa Penentuan kadar sukrosa, fruktosa dan glukosa dilakukan pada gula merah dan gula pasir. Pada gula merah dan gula pasir terlebih dahulu dilakukan preparasi sebagai berikut: gula merah dan gula pasir masing-amsing sebanyak 10 g ditambahkan pada aquades 50 ml dan CaCO3 3 g, kemudian dipanaskan 80 o
C selama 30 menit. Pb-acetat jenuh ditambahkan sampai endapan yang
terbentuk hilang. Aliquot ditera 100 ml dan disaring dengan Whatman No.42. Kemudian ditambahkan Na-oksalat 3 g dan disaring lagi dengan Whatman No 42. Sampel siap diinjeksikan pada HPLC. Kondisi HPLC sebagai berikut: kolom aminex, flow rate 0.4 ml/min, eluent H2SO4 0.05 M, tekanan 125 Kg F/cm2 dan panjang gelombang 325 nm Analisis Gula Pereduksi dengan metode Lane-eynon (Apriyantono et al. 1989) Pada masing-masing produk M, MP, KGM dan KGP diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan larutan Fehling 10 ml (sudah distandarisasi). Kemudian ditambahkan larutan dekstrosa standar 5 ml. Campuran ini dititrasi dengan dekstrosa standar dan ditambahkan metilen biru. Penentuan persentase gula reduksi didapatkan dari dekstrosa sebagai titer penetapan larutan standar, blanko dan sampel Komposisi Asam Amino Analisis komposisi asam amino menggunakan High performance Liquid Chromatography (HPLC). Penyiapan sampel dilakukan dengan menambahkan HCl 6 N 5 ml pada produk M, MP, KGM dan KGP sebanyak 0.25 g kemudian dipanaskan pada suhu 100
o
C selama 20 jam selanjutnya dilakukan
pengenceran 10 kali dengan aquades dan penyaringan. Sampel yang sudah mengalami pemanasan dan penyaringan ini diambil 30 µl
untuk didinginkan
selama 20 menit dan kemudian ditambahkan Na-acetat sebanyak 20 ml. Sampel siap diinjeksikan pada HPLC.
Kondisi HPLC sebagai berikut: kolom yang
digunakan pico Tag 3.9 X 150 nm dengan flow rate 2 ml/min dan tekanan 3000 psi dengan fase gerak asetonitril 60%, buffer natrium asetat pH 5.75, detektor UV, panjang gelombang 254 nm dan volume injeksi 2 µl. Penghitungan persen asam amino dalam sampel :
36
% asam amino = luas area sampel x luas area standar as.amino
5 µg x BM x 10 x 100 250.000
Kadar protein dengan metode Lowry (Lowry et al 1951) Analisa ini mekanismenya merupakan reaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida dari sampel serta reduksi dari asam fosfomolobdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan dan triptofan yang menghasilkan warna biru. Analisis dilakukan dengan mengambil masing-masing fraksi tiap produk M, MP, KGM dan KGP sebanyak 2 ml ditambah aquades 2 ml serta 5,5 ml pereaksi berupa campuran larutan natrium karbonat 2% dalam larutan NaOH 0,1 N dan tembaga sulfat 0,5% dalam larutan Na-K tartarat 1% (50:1), kemudian dilakukan pengadukan dan dibiarkan selama 10-15 menit pada suhu kamar. Selanjutnya dilakukan penambahan 0,5 ml pereaksi Folin-Ciocalteau, dikocok dan dibiarkan selama 30 menit sampai warna biru terbentuk. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 650 nm. Kurva standar dibuat dengan menggunakan larutan bovine serum albumin 0,25 mg/ml. Kadar α-Amino Nitrogen (Adler-Niesen 1979) Analisa
ini
bertujuan
untuk
menentukan
kadar
α-amino
dengan
menggunakan pereaksi TNBS (trinitrobenzene sulfonic acid). Pada pH 8, asam trinitrobenzensulfonat bereaksi dengan gugus alfa amino bebas`menghasilkan senyawa berwarna. Analisis dilakukan dengan mengambil fraksi-fraksi tiap produk M, MP, KGM dan KGP sebanyak 0,1 ml dan volume ditepatkan menjadi 1 ml menggunakan buffer fosfat pH 8,2.
Kemudian ditambahkan 1 ml larutan
TNBS 0,1%, dilakukan pengadukan dan direndam dalam penangas air pada suhu 40 oC selama 2 jam dalam tabung reaksi yang tertutup semua. Reaksi dihentikan dengan cara menambahkan 1ml HCl 1 N, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 340 nm. Kurva standar dibuat dengan larutan leusin 10 mg/ml. Kadar Total Fenol (Shetty 1999) Analisis dilakukan dengan mengambil fraksi-fraksi tiap produk M, MP, KGM dan KGP sebanyak 1ml dan ditambahkan 1 ml etanol 95% serta aquades 5 ml. Kemudian ditambahkan 0.5 ml Folin Ciocalteau 50 % dan ditunggu selama 5 menit, baru kemudian ditambahkan Na2CO3 5% sebanyak 1 ml dicampur dengan menggunakan vortex. Setelah itu diinkubasikan dalam ruangan gelap selama 30
37
menit. Dilakukan vortex lagi dan kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm. Kurva standar dibuat dengan larutan asam tanat Absorbsi UV-Vis Pengukuran absorbsi UV-Vis menggunakan spektrofotometer (Shimadzu UV-160) dilakukan pada tiap fraksi dari tiap produk M, MP, KGM dan KGP serta model dengan kisaran panjang gelombang 200 – 500 nm. Hal ini bertujuan untuk memberikan dugaan senyawa-senyawa yang dominan dalam tiap fraksi. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan mengambil 1 ml tiap fraksi dengan pengenceran sebanyak lima kali untuk mendapatkan spektrum yang jelas. Spectra IR Identifikasi gugus fungsional tiap fraksi dengan Fourier Transformation Infra Red (FTIR). Pada masing-masing fraksi tiap produk dicampur dengan KBr dengan perbandingan 1/100 untuk dibentuk menjadi pelet, kemudian pelet ini dianalisis dengan FTIR BIORAD Excalibur series dengan kisaran bilangan gelombang 400-4000 cm-1 Pemisahan senyawa yang terdapat dalam tiap fraksi (Arnoldi et al 1997 dan Kurata et al 1973) Pada fraksi F1 dan F4 tiap produk M, MP, KGM dan KGP diteteskan pada lempeng TLC (thin layer chromatografi) secukupnya menggunakan pipa kapiler dan dibiarkan kering. Kemudian di elusi menggunakan berbagai komposisi pelarut, hal ini bertujuan untuk mendapatkan spot pemisahan yang paling baik. Komposisi pelarut yang digunakan sebagai berikut : khloroform:etil asetat:etanol (15:2:2;
5:2:2;
1:2:2)
dan
butanol:etanol:H2O:asam
asetat
(50:20:30:1;
30:20:30:20; 20:20:30:1; 20:30:30:30; 20:20:10:20; 10:20:20:10; 10:30:30:30; serta pelarut etil asetat:pyridine:H2O (10:4:3; 8:4:3) dan ditunggu sampai fase bergerak mencapai sekitar 2 cm dari pinggir atas TLC. Setelah kering lempeng TLC diamati spot yang terbentuk. Spot yang didapat dideteksi di bawah sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm. Hasil pemisahan yang didapat dibandingkan dengan literatur. Selanjutnya spot yang dihasilkan oleh fraksi-fraksi yang dilewatkan pada TLC dilakukan pengerokan dan dilarutkan kembali ke dalam pelarut kemudian diinjeksikan pada HPLC. Kondisi HPLC sebagai berikut: kolom yang digunakan
38
C-18 dengan flow rate 1 ml/min dan tekanan 3000 psi dengan eluent metanol, detektor UV, panjang gelombang 420-460 nm dan volume injeksi 2 µl. Analisis antioksidan dengan rancimat Minyak kedelai sebanyak 10 ml dan ditambahkan 1 ml fraksi-fraksi dari tiap produk M, MP, KGM, KGP dan model sebanyak 1 ml diaduk dengan ditambahkan tween 80 agar tercampur secara homogen. Minyak kedelai yang sudah ada sampelnya ini diambil sebanyak 3 g dan dimasukkan dalam tabung rancimat dan dihubungkan pada aliran udara dengan menggunakan suhu sekitar 110
o
C. Produk oksidasinya ditransfer untuk diukur
dan demikian juga
absorbsinya dalam air destilat. Nilai konduktivitas sebagai produk sekunder dari oksidasi lipida dari pengukuran ini akan muncul kurva oksidasi yang diperoleh dari perubahan waktu induksi. Hal ini merupakan nilai karakteristik dari stabilitas oksidasi.
Efisiensi
antioksidan
(indeks
protektif)
dinyatakan
sebagai
perbandingan waktu induksi lipida mengandung antioksidan terhadap waktu induksi lipida tanpa antioksidan. Hasil ini juga dibandingkan dengan antioksidan BHT. Indek protektif
=
Waktu induksi fraksi Waktu induksi kontrol
Analisis antioksidan dengan penetapan bilangan TBA (Bedinghaus 1995) Sebanyak 5 ml fraksi tiap produk M, MP, KGM, KGP dan
5 ml TBA
(thiobarbituric acid) 0.02 M ditempatkan dalam tabung reaksi tertutup. Kemudian dilakukan pengocokan sebanyak tiga kali dan setelah itu didiamkan dalam ruangan gelap pada suhu ruang selama 15 jam.
Pengukuran absorbansi
dilakukan pada panjang gelombang 530 nm. Nilai absorbansi yang didapat dikalikan dengan nilai K dari kurva standar.
Nilai K = (S/A) (MW) (107/SW)(100P) Keterangan : S/A = slope dari kurva standar (6.195 x 10-8) MW = berat molekul dari malonaldehid (72,03) SW = berat sampel yang dianalisis P = %recovery yang ditambah standar 1,1,3,3-tetramethoxypropane (TMP).
39
Analisis antioksidan dengan radikal DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) (Cheung et al 2003) Sebanyak 1 ml fraksi tiap produk M, MP, KGM, KGP dan model ditambahkan 0.5 ml DPPH (dalam metanol) 0.1 mM di vortex, kemudian segera ditentukan absorbannya pada panjang gelombang 520 nm
Aktivitas antioksidan (%) = (1 – Absorbansi fraksi ) x 100% Absorbansi blanko Uji Fe (III) thiosianat (Tressl & Wondrak, 1998) Sebanyak 2 µl fraksi tiap produk M, MP, KGM, KGP dan model dalam 2 ml etanol 99.5% ditambahkan pada 2.052 ml asam linoleat (2.51% dalam 99.5% etanol), 4 ml buffer fosfat (0.05 M, pH 7) dan 1.948 ml air destilat. Kemudian ditempatkan pada waterbath 40 oC selama satu minggu. Tiap 24 jam aliquot diambil 0.1 ml dan ditambahkan pada 9.7 ml etanol 75% (v/v) dan 0.1 ml NH4SCN 30% (w/v), dikocok dan kemudian ditambahkan 0.1 ml FeCl2 0.02 M (dalam HCl 3.55%). Didiamkan selama 3 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm
Aktivitas antioksidan ( %) = (1 – Absorbansi fraksi ) x 100% Absorbansi blanko
Pengujian Aktivitas Antioksidan dalam Sistem Biologi Menggunakan Sel Eritrosit sebagai Model a.Isolasi sel eritrosit manusia (Nike et al (1988) dan Zhu (2002) Pengujian aktivitas antioksidan ini dilakukan secara in vitro. Darah diambil dari donor sehat berjenis kelamin laki-laki dan pengambilan dilakukan secara aseptis kurang lebih sebanyak 30 ml dimasukkan dalam tabung vacuntee steril yang sudah mengandung antikoagulan CPDA 0.1% (citrate phosphate dextrose adenin). Darah tersebut kemudian dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse steril dan pengerjaannya dilakukan dalam laminar hood selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Sel eritrosit yang mengendap di bawah dicuci dengan menggunakan PBS (phosphat buffer saline) lima kali volume sel eritrosit yang diambil. Kemudian sebanyak 1 ml sel eritrosit dicuci dengan 5 ml larutan PBS kemudian disentrifuse
40
dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Sel eritrosit akan mengendap di dasar tabung dan larutan PBS akan berwarna kuning jernih. Suspensi eritrosit kemudian diencerkan agar jumlah sel dapat dihitung dan sel yang hidup harus lebih dari 95%
Sel darah merah/eritrosit b. Penghitungan jumlah sel eritrosit manusia Jumlah sel eritrosit yang ada dalam suspensi dihitung menggunakan hemasitometer. Sebanyak 100 µl suspensi eritrosit hasil pencucian dengan PBS dari prosedur isolasi di atas diambil lalu ditambah dengan PBS lagi sebanyak 1400 µl. Dari suspensi sel eritrosit ini diambil 100 µl lalu ditambah 1400 µl PBS. Kemudian diambil 25 µl suspensi sel eritrosit dicampur dengan biru triphan 0.2% diaduk dan ditempatkan pada hemasitometer. Larutan pewarna biru triphan dibuat dengan melarutkan 20 mg bubuk biru triphan dalam 10 ml air bebas ion. Kemudian campuran sel eritrosit dan biru triphan ini dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran total 400 kali. Sel yang hidup akan berwarna jernih pada dinding selnya, sedangkan sel yang mati terlihat biru seluruhnya. Jumlah sel yang hidupdihitung dan penghitungannya dilakukan dalam waktu kurang dari 3 menit, untuk mencegah adanya penyerapan warna oleh sel hidup karena adanya afinitas yang kuat dari biru triphan pada DNA. Rumus perhitungan sel eritrosit dengan menggunakan hemasitometer adalah sebagai berikut: N = A x FP x 104 sel/ml N = jumlah sel per mililiter A = rata-rata jumlah sel terhitung FP = Faktor pengenceran penambahan 50 µl biru triphan dan 50 µl suspensi sel
41
c. Uji terhadap hemolisis eritrosit manusia Pada pengujian penghambatan hemolisis sel eritrosit ini digunakan sampel dari: 1. Kecap manis KGP: F1 (BM>100 kDa) dan F4 (BM<10kDa) 2. Model G-5.AA: F1 (BM>100 kDa) dan F4 (BM<10kDa) Konsentrasi H2O2 yang digunakan untuk oksidator adalah 3.3 mM (Dewi 2008) dan metode analisis dengan menggunakan metode sentrifugasi tunggal (Dewi 2008). Pengujian dengan menggunakan oksidator H2O2 dan tanpa H2O2. Disiapkan 1 set tabung eppendorf dengan masing-masing fraksi yang akan diuji dan duplo. Volume akhir suspensi yang digunakan untuk tiap eppendorf adalah 800 µl. Suspensi sel eritrosit stok dengan konsentrasi 20x107 sel/ml. Suspensi sel
sebanyak
160
µl dimasukkan
dalam
tabung
eppendorf
kemudian
ditambahkan fraksi-fraksi yang akan diuji sebanyak 160 µl. Selanjutnya ditambahkan larutan H2O2 stok sebanyak 160 µl, inkubasi di inkubator bersuhu 37oC dengan CO2 5% hingga waktu pengamatan dari jam ke-0 sampai jam ke-5. Untuk lebih jelasnya rincian volume masing-masing perlakuan dapat dilihat Tabel 3.1-3.2 Tabel 3.4 Pengujian penghambatan hemolisis dengan oksidator H2O2 Jenis fraksi kontrol
fraksi -
Volume (µl) sel eritrosit H2O2 160 160
PBS 480
KGP>100kDa
160
160
160
320
KGP<10 kDa
160
160
160
320
G-5.AA>100kDa
160
160
160
320
G-5.AA<10kDa
160
160
160
320
Ket: KGP:kecap manis dengan gula pasir; G-5.AA: glukosa dengan glisin,sistein,phenilalanin,isoleusin,tirosin PBS: fosfat buffer saline
Tabel 3.5 Pengujian penghambatan hemolisis tanpa oksidator H2O2 Jenis fraksi fraksi
Volume (µl) sel eritrosit 160
PBS 640
KGP>100kDa
160
160
480
KGP<10 kDa
160
160
480
G-5.AA>100kDa
160
160
480
G-5.AA<10kDa
160
160
480
kontrol
Ket: KGP:kecap manis dengan gula pasir; G-5.AA: glukosa dengan glisin,sistein,phenilalanin,isoleusin,tirosin PBS: fosfat buffer saline
42
Pengamatan
dimulai
dengan
mengambil
1
set
eppendorf
untuk
disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit untuk mengendapkan sel darah merah. Sebanyak 150 µl supernatan diambil dan dimasukkan ke 96well plate dan diukur absorbansinya dengan menggunakan spectrofotometer microplate reader pada panjang gelombang 450 nm. Pada pengamatan jam ke-5 dilakukan penghitungan sel yang hidup dengan metode pewarnaan biru trifan.
% Pencegahan hemolisis = (abs.kontrol – abs. Sampel) X 100 abs.kontrol Keterangan: Abs.kontrol : absorbansi suspensi eritrosit + oksidator H2O2 Abs. Sampel : absorbansi suspensi eritrosit + fraksi sampel + oksidator) – (absorbansi fraksi sampel) Untuk pengujian yang tanpa menggunakan oksidator H2O2 maka perhitungan persen penghambatan hemolisis tanpa menggunakan absorbansi oksidator H2O2 Analisis Statistik Rancangan percobaan yang dipergunakan untuk mengetahui karakteristik kimia dan aktivitas antioksidan antar fraksi-fraksi pada moromi dan kecap manis adalah rancangan acak lengkap bentuk faktorial. Model liniernya adalah: Y = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijn Dimana: Y
: Respon percobaan terhadap pengaruh jenis perlakuan (M, MP, KGM, KGP) dan jenis fraksi pada ulangan ke-n
µ
: rata-rata umum
Ai
: Pengaruh perlakuan A (jenis kecap) pada taraf ke-i
Bj
: Pengaruh perlakuan B (jenis fraksi) pada taraf ke-j
(AB)ij :Pengaruh interaksi pelakuan A dan perlakuan B εijn
: Pengaruh kesalahan percobaan pada ulangan ke-n karena pengaruh Ai, Bj dan (AB)ij
Multiple comparison dilakukan dengan menggunakan one way analysis of variance (ANOVA) dimana nilai p<0.05 dianggap signifikan secara statistik dilanjutkan dengan uji Duncan.
43
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini ada empat jenis produk yang berupa moromi (M), moromi yang mengalami perlakuan pemanasan (MP), kecap dengan gula merah (KGM) dan kecap dengan gula pasir (KGP). Adanya empat jenis produk ini diharapkan
dapat
menjelaskan
pengaruh
proses
pengolahan
terutama
pemanasan dan jenis gula yang digunakan terhadap kemampuan aktivitas antioksidannya. A. Karakteristik Kimia Moromi dan Kecap Manis Karakteristik kimia moromi dan kecap manis meliputi: kandungan padatan, air, protein, lemak, karbohidrat, gula pereduksi dan asam amino. Kandungan padatan produk M sebesar 34o brix, sedangkan MP 36o brix, KGM 65o brix dan KGP 77o brix (Tabel 4.1). Adanya perbedaan kandungan padatan ini menyebabkan perbedaan viskositas dari ke empat produk. Kecap KGP memiliki kekentalan yang paling tinggi bahkan cenderung pekat. Perbedaan viskositas ini disebabkan oleh proses pemanasan dan komponen yang terdapat dalam produk. Pada produk KGM dan KGP selain mengalami proses pemanasan dengan waktu yang lebih lama juga dilakukan penambahan gula sebesar 48%. Pengukuran total padatan merupakan gambaran dari total kandungan komponen produk yang larut dalam air, terutama terdiri dari jumlah total gula dan beberapa komponen lain seperti protein dan asam. Nilai pH untuk produk M 4.81, produk MP 4.85, produk KGM 4.55 dan produk KGP 4.97 tidak berbeda nyata dengan adanya perbedaan waktu pemanasan dan penambahan gula (Lampiran 1). Karakteristik kimia lainnya dari ke empat produk M, MP, KGM dan KGP dapat dilihat pada Tabel 4.1 Kadar air berhubungan dengan lama pemanasan dan penambahan gula pada produk. Perubahan kadar air dari produk M 66.99% menjadi 63.98% pada produk MP sebagian besar disebabkan proses penguapan karena adanya prosess pemanasan pada suhu 100 oC selama 20 menit pada produk MP. Demikian juga perubahan kadar air pada produk KGM dan KGP karena adanya penambahan gula sebesar 48% dan pemanasan lebih lama (65 menit). Kadar air dari KGP (29.78%) lebih kecil daripada KGM (44.34%) hal ini diduga karena pada KGP banyak mengandung sukrosa yang sifatnya higroskopis. Gula yang dipergunakan pada pembuatan kecap KGP adalah gula pasir, dimana komponen
44
terbesarnya adalah sukrosa. Pada waktu pemanasan air yang diikat KGP banyak teruapkan, melalui proses kondensasi air diikat kemudian air mudah dilepaskan secara dehidrasi. Pada KGM menggunakan gula merah dimana pada gula merah tidak hanya mengandung gula tetapi juga mengandung protein, lemak, abu dan asam-asam organik dimana komponen – komponen ini kurang higroskopis, sehingga dengan adanya proses pemanasan pada pembuatan kecap KGM, kadar air akhir yang tercapai pada KGM masih lebih besar dibandingkan KGP. Tabel 4.1 Karakteristik kimia moromi dan kecap manis (% bk) Komponen
Moromi tanpa pemanasan
Air Lemak Protein Karbohidrat (by difference) Gula pereduksi o Tot. padatan( brix)
kecap manis
dengan pemanasan
dengan gula kelapa
66.99 ± 0.08 c 1.06 ± 0.04 b 25.30 ± 0.96 c 33.22 ± 1.09
d
63.98 ± 0.60 c 1.01 ± 0.04 b 25.56 ± 2.51 c 35.26 ± 3.10
c
44.34 ± 0.66 b 0.56 ± 0.03 a 8.57 ± 0.31 b 76.70 ± 0.03
c
3.39 ± 0.04 b 36 ± 1.41
c
11.39 ± 0.07 c 65 ± 1.44
3.15 ± 0.04 a 34 ± 1.35
b
b
dengan gula pasir a
29.78 ± 0.18 a 0.27 ± 0.02 a 7.18 ± 0.21 a 81.32 ± 0.22 a
9.46 ± 0.76 d 77 ± 1.39
Keterangan: % bk: persen berat kering Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada masing-masing pengamatan tiap produk menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Pada kadar protein produk MP (25.56%) dan M (25.30%) tidak berbeda nyata. Hal ini karena perubahan produk M menjadi produk MP hanya melibatkan proses pemanasan selama 20 menit pada suhu 100 oC. Demikian juga kadar protein pada produk KGM dengan kadar protein pada KGP tidak berbeda nyata. Kadar protein produk KGM sedikit lebih besar daripada produk KGP hal ini dikarenakan pada gula merah yang dipergunakan untuk pembuatan produk KGM mengandung kadar protein sebesar 0.12% (Lampiran 1), sedangkan gula pasir yang dipergunakan untuk pembuatan produk KGP tidak mengandung protein. A.1 Reaksi Gula pada Moromi yang Dipanaskan Pada moromi terdapat gula reduksi dengan kadar sebesar 3.15% dan protein sebesar 25.29% (Tabel 4.1), dengan adanya proses pemanasan pada produk MP, KGM dan KGP akan sangat memungkinkan terjadinya reaksi Maillard. Reaksi pembentukan warna dan flavor pada kecap manis terjadi karena reaksi Maillard (Hashiba 1978). Menurut Whistler dan Daniel (1985) Reaksi Maillard merupakan reaksi antara gugus karbonil terutama dari gula pereduksi
45
dengan gugus amino terutama dari asam amino, peptida dan protein. Dugaan pada produk M, MP, KGM dan KGP terjadi reaksi Maillard selain karena adanya gula dan asam amino juga didukung dari data spektrum uv-vis produk M, MP, KGM dan KGP yang maksimal pada kisaran panjang gelombang 380 - 400 nm (Gambar 4.1). Kisaran panjang gelombang 380 – 400 nm mengindikasikan adanya senyawa produk reaksi Maillard. Hasil penelitian Namiki et al (1983) mendapatkan peak maksimum pigmen merah yang menunjukkan produk reaksi Maillard berasal dari sistem model DHA-casein dan DHA-ovalbumin terdapat pada panjang gelombang 385 nm. Gula merah yang dipergunakan pada pembuatan kecap manis (KGM) dalam penelitian ini juga mempunyai peak maksimal pada panjang gelombang 387 nm (Gambar 4.2). Hasil penelitian dari Nurhayati (1996) menunjukkan bahwa gula merah yang dipergunakan pada pembuatan kecap manis memberikan flavor kecap manis yang mengandung banyak senyawa produk reaksi Maillard.
2,5
absorbansi
2
1,5
1
0,5
0 200
250
300
350
400
450
500
panjang gelombang (nm)
Gambar 4.1. Spektrum UV-Vis produk M (x), MP (□), KGM (◊ dan KGP (○)
46
2,5
absorbansi
2 1,5
1 0,5
0 200
250
300
350
400
450
500
panjang gelombang (nm)
Gambar 4.2. Spektrum UV-Vis gula merah
Kecap manis mengandung gula seperti sukrosa 28.05%, glukosa 13.24% dan fruktosa 11.93% (Judoamidjojo 1986). Sukrosa yang terdapat pada KGM dan KGP diduga terlibat dalam reaksi Maillard dalam bentuk disakaridanya maupun setelah terbentuk gula-gula reduksinya. Pada proses pemanasan kecap KGP, gula pasir (sukrosa) diduga mengalami invertasi dan atau hidrolisis sehingga menjadi glukosa dan fruktosa. Proses invertasi ini dimungkinkan karena kecap dalam suasana asam (pH 4.97) dan adanya pemanasan. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Kim dan Harris (1988) yang menyatakan bahwa sukrosa dalam bahan pangan dapat mengalami hidrolisis dalam keadaan asam atau adanya perlakuan dengan temperatur tinggi. Pada sistem model sukrosa – lisin dengan pH 4.45, sukrosa mengalami hidrolisis sebesar 14.8%. Hasil analisis gula reduksi pada gula pasir didapatkan sebesar 15.75% (Lampiran 1). Adanya gula reduksi ini akan bereaksi dengan asam-asam amino dari moromi sebagai bahan baku kecap manis untuk menghasilkan produkproduk reaksi Maillard, sehingga pada kecap manis KGP terdapat gula reduksi sebesar 9.46%. Fallico et al (2008) mendapatkan produk reaksi Maillard berupa 5-hidroksimetilfurfural (HMF) di dalam madu yang dipanaskan. Proses konversi kadar gula dalam madu menjadi HMF kurang dari 2%. Pada proses pembuatan kecap KGM, gula merah yang dipergunakan sudah mengandung fruktosa sebesar 2.32% dan glukosa 4.20% (Tabel 4.2). Gugus
47
karbonil dari gula reduksi ini bereaksi dengan asam-asam amino untuk menghasilkan produk reaksi Maillard. Sukrosa (64.34%) yang terdapat dalam gula merah juga diduga mengalami invertasi menjadi glukosa dan fruktosa karena KGM juga dalam suasana asam (pH 4.55) dan mengalami pemanasan. Kadar gula reduksi akhir pada KGM sebesar 11.39% (Tabel 4.1).
Tabel 4.2. Kadar gula pada gula merah dan gula pasir (% bk) Jenis gula
Gula merah
Sukrosa Fruktosa glukosa
64.34 2.32 4.20
Gula pasir 86.37 4.41 7.41
Keterangan: % bk: persen berat kering
Menurut Muchtadi et al (1992) gula merah (gula kelapa) mengandung sukrosa 77.11%, fruktosa 6.54% dan glukosa 5.70%, sedangkan menurut Nurhayati (1996) gula merah (gula kelapa) mengandung sukrosa 38%, glukosa 8.3% dan fruktosa 6.3%. Di dalam bahan pangan, monosakarida dan disakarida bereaksi dengan asam amino dan atau protein. Rantai glikosidik pada glikoprotein, glikolipid, flavonoid atau dalam disakarida (sukrosa) berpartisipasi dalam reaksi Maillard setelah ikatan glikosidiknya terputus (Ledl & Schleicher 1990). Perbedaan kadar dan jenis gula sukrosa, fruktosa dan glukosa pada gula merah dan gula pasir yang dipergunakan dalam pembuatan kecap manis menyebabkan perbedaan reaktivitas pada reaksi Maillard yang terjadi pada kecap manis KGM dan KGP. Seperti halnya yang dijelaskan oleh Miller (1998) yang mengatakan bahwa laju reaksi Maillard dipengaruhi proporsi dan sifat reaktan, misalnya pentosa, lebih cepat terjadi reaksi pembentukan warna dibandingkan dengan heksosa (glukosa). Demikian pula heksosa lebih cepat membentuk warna daripada disakarida. Gugus fungsional juga berpengaruh terhadap laju reaksi, glukosa berbeda laju reaksinya dengan fruktosa. Fruktosa lebih reaktif dibandingkan glukosa. Pada penelitian-penelitian dalam sistem model banyak dijelaskan reaksi Maillard hanya antara monosakarida dan asam amino dalam larutan aqueous, padahal dalam kenyataannya dalam sistem pangan juga mengandung oligosakarida atau polimer sakarida yang lain. Untuk itu Holnagel dan Kroh (2000)
melakukan
penelitian
terhadap
α-dikarbonil
dengan
melakukan
48
pemanasan (100oC) dengan berbagai derajat polimerisasi terhadap suatu sakarida. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa pembentukan α-dikarbonil merupakan intermediat kunci bagi reaksi Maillard. Proses pencoklatan di dalam bahan pangan dapat juga disebabkan oleh asam askorbat, polifenol dan furfural. Di dalam produk M, MP, KGM dan KGP kadar asam askorbat, polifenol dan furfural diduga jumlahnya sangat kecil sehingga reaksi Maillard yang terjadi pada MP, KGM dan KGP diduga hanya disebabkan oleh gula dan asam amino. Hashiba (1976) berpendapat bahwa produk kecap cepat menjadi coklat dan mekanismenya berbeda dari senyawa asam askorbat, polifenol dan furfural disebabkan senyawa ini dalam kecap jumlahnya sangat sedikit. Senyawa karbonil merupakan senyawa penting yang berperan dalam proses pencoklatan. Senyawa 3-deoksiglukoson dalam kecap merupakan
prekursor
penting
dalam
reaksi
pencoklatan.
deoksiglukoson merupakan suatu redukton, sehingga
Senyawa
3-
berpotensi sebagai
antioksidan.
A.2 Beberapa Aspek yang Berhubungan dengan Asam Amino pada Kecap Kadar awal asam amino lisin, histidin, arginin dan sistein dalam produk M berturut-turut adalah 2.68%, 0.87%, 0.87% dan 3.76% (Tabel 4.3). Terdapat perubahan kadar asam-asam amino pada moromi yang mengalami perubahan menjadi bentuk produk MP, KGM dan KGP diduga karena adanya penambahan gula dan lama pemanasan yang berbeda. Pada produk MP, lisin, histidin dan arginin kadarnya berturut-turut menjadi 3.27%, 0.99% dan 1.07%
Pada produk
KGM masing–masing asam amino tersebut menjadi 1.25%, 0.41%, 1.40%, 1.83% dan pada produk KGP 1.26%, 0.56%, 0.42%, 1.66% (Tabel 4.3). Pada produk KGM, asam amino sistein dan arginin kadarnya lebih banyak dibandingkan pada produk KGP, diduga pada produk KGP terjadi reaksi Maillard yang lebih inten. Dugaan ini juga berdasarkan perubahan kadar gula reduksi pada KGM dan KGP yang sudah dijelaskan di depan. Asam amino sistein dengan gula reduksi akan mengadakan reaksi Maillard dan gugus thiol yang terdapat pada sistein menghasilkan produk-produk reaksi Maillard yang berpotensi sebagai antioksidan yang kuat (Eiserich & Shibamoto 1994).
49
Tabel 4.3 Kadar asam amino moromi dan kecap manis (% bk) Komponen
Moromi tanpa pemanasan 3.96 7.68 0.93 1.39 0.87 0.87 2.45 2.04 1.08 2.14 1.82 0.95 3.76 3.25 2.56 1.44 2.68
Asam aspartat Asam glutamat Serin Glisin Histidin Arginin Treonin Alanin Prolin Tirosin Valin Metionin Sistein Isoleusin Leusin Phenilalanin Lisin
kecap manis dengan dengan gula pasir gula kelapa 1.9 2.09 4.08 4.22 0.43 0.46 0.94 0.83 0.41 0.56 1.4 0.42 1.21 1.2 0.81 0.92 0.85 0.57 1.16 1.16 0.81 0.95 0.54 0.56 1.83 1.66 1.87 1.82 1.48 1.37 0.88 0.87 1.25 1.26
dengan pemanasan 4.3 8.96 0.9 1.58 0.99 1.07 2.5 1.66 1.08 2.41 1.86 1.08 3.42 2.89 2.88 1.9 3.27
Keterangan: % bk: persen berat kering
Asam amino yang bereaksi dengan gula reduksi dapat berasal dari peruraian protein yang ada pada moromi dan atau asam-asam amino yang sudah ada dalam moromi. Produksi asam amino dimulai pada awal fermentasi moromi selama tiga minggu. Beberapa asam amino mempunyai tingkat reaktivitas yang berbeda-beda. Asam amino lisin
paling cepat menghasilkan
warna yang disebabkan oleh gugus ε-amino tersebut yang sangat reaktif. Hashiba (1972) berpendapat bahwa asam amino lisin, histidin dan arginin sangat efektif digunakan dalam reaksi pencoklatan. Kehilangan
asam
pencoklatan di kecap.
amino
lisin
sangat
dimungkinkan
dalam
reaksi
“Blocking” terhadap asam amino lisin dalam reaksi
Maillard karena proses deaminasi gugus ε-amino lisin sangat mungkin terjadi dalam kecap
yang akan membentuk warna coklat (melanoidin).
Ledl dan
Schleicher (1990) berpendapat bahwa dalam reaksi Maillard amina primer lebih berperan dari amina sekunder. Oleh karena itu dalam protein dimana gugus amina primer dari rantai samping lisin lebih mudah bereaksi dan hal ini banyak terjadi dalam bahan pangan. Asam amino lisin paling cepat menghasilkan warna yang disebabkan oleh gugus ε-amino tersebut yang sangat reaktif (Namiki et al . 1983). Oleh karena itu bahan pangan yang mengandung asam amino lisin sangat mudah mengalami
50
reaksi Maillard. Reaktivitas asam amino lisin dan arginin dapat dicontohkan dari beberapa hasil penelitian. Hofmann (1998a) melakukan penelitian untuk melihat dampak adanya lisin dalam suatu protein dengan menggunakan sistem model lisin dan furan-2-karboksaldehida. Hasil yang didapat menunjukkan lisin dapat membentuk kromofor dan kromofor ini dapat berikatan silang membentuk senyawa melanoidin. Assoumani et al (1994) mendapatkan bahwa lisin yang hilang selama berlangsungnya reaksi Maillard dipengaruhi oleh jenis gula. Fruktosa adalah gula yang sangat reaktif, sehingga memberikan efek kehilangan lisin yang cukup besar dibandingkan jenis gula lainnya. Setelah fruktosa, sifat kereaktifan gula selanjutnya
diikuti oleh glukosa, galaktosa, mannose, arabinosa, xilosa dan
ribosa Asam amino hidrofobik (Valin, leusin, isoleusin), asam amino hidrofilik (glutamat, glisin, aspartat) dan asam amino aromatik (fenilalanin) kadarnya relatif sama pada produk kecap manis KGM maupun KGP. Asam amino yang bertanggung jawab terhadap flavor kecap adalah asam glutamat, untuk itu kadarnya dalam kecap manis paling besar. Asam glutamat diproduksi dalam waktu yang lama selama fermentasi bahkan dapat mencapai 3-4
bulan
meskipun jika fermentasinya lebih dari 3 bulan peningkatannya lebih kecil dari 15%. Aktivitas glutaminase sebagai enzim yang dapat mengubah glutamin menjadi asam glutamat secara cepat menurun, tetapi aktivitas protease dan leusin aminopeptidase tetap ada (Roling et al. 1996). Kadar asam glutamat dapat mengalami penurunan jika mengalami pemanasan. Asam glutamat tidak banyak terlibat dalam reaksi Maillard. Penurunan asam glutamat pada pemanasan dalam kecap disebabkan oleh proses pirolisis bukan oleh reaksi browning (Hashiba 1972). Hampir semua macam asam amino terdapat pada kecap.
Sejumlah
pentosa seperti xilosa dan arabinosa yang terdapat pada kecap mampu membentuk senyawa Amadori dengan asam amino tersebut. Hashiba (1978) mendapatkan total konsentrasi senyawa Amadori pada kecap sebanyak 4,5 mM. Hashiba (1976) menyatakan bahwa banyaknya macam asam amino dalam kecap menyebabkan senyawa Amadori sangat eksis dan sangat berperan dalam reaksi browning dan dapat terjadi sangat cepat. Selanjutnya penelitian Hofmann (1998c) dengan menggunakan model arginin dan glioksal dalam furan-2-karboksaldehida. Furan-2-karboksaldehida
51
merupakan produk degradasi karbohidrat yang teridentifikasi pada beberapa bahan pangan yang dipanaskan, sedangkan glioksal merupakan senyawa dikarbonil yang umum ditemukan pada degradasi karbohidrat atau produk autooksidasi lipid pada edible oil. Hasil reaksi dengan sistem model ini terbentuk warna coklat-orange dengan sangat cepat. Senyawa berwarna yang terbentuk pada sistem model ini merupakan ikatan silang antara asam amino dengan produk reaksi Maillard berberat molekul rendah (imidazol dan imidazolin). Jenis aldehid yang dihasilkan selama reaksi Maillard terutama ditentukan oleh jenis asam amino yang digunakan dalam reaksi, sedangkan jumlah dari jenis aldehid yang dihasilkan ditentukan oleh jenis gula yang digunakan (Antony et al 2000). Menurut Cammerer dan Kroh (1995) komposisi senyawa melanoidin sebagai produk akhir dari reaksi Maillard dipengaruhi oleh kondisi reaksi, seperti jumlah atom C, H, O dan N, rasio antara C/N, jenis gula pentosa/heksosa dan jenis asam aminonya. Melanoidin diduga tidak hanya terdiri dari senyawa berberat molekul kecil, seperti gula dan asam amino, senyawa Amadori dan HMF(hidroksi metilfurfural) tetapi juga mengandung senyawa berberat molekul besar. Untuk itu dalam penelitian ini dilanjutkan dengan fraksinasi berdasarkan berat molekul kecap. B. Aktivitas Antioksidan Fraksi-Fraksi pada Moromi dan Kecap Manis Aktivitas antioksidan diuji menggunakan beberapa metode baik dalam sistem minyak dan sistem aqueous. Metode analisis antioksidan yang dipergunakan adalah: 1) mengukur periode induksinya dengan menggunakan alat rancimat, 2) menentukan bilangan TBA (thiobarbituric acid), 3) menggunakan radikal DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl), dan 4) reduksi dengan Fe(III)tiosianat. Pengujian aktivitas antioksidan pada asam linoleat merupakan sistem pengujian yang digunakan untuk mewakili sistem pangan. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat kemampuan pencegahan pembentukan peroksida dalam sistem emulsi asam linoleat. Pengujian ini menunjukkan aktivitas antioksidan total (Duh, et al. 1999). Pengujian
kapasitas
penangkapan
radikal
biasa
diukur
dengan
menggunakan suatu senyawa radikal DPPH 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) yang bersifat stabil dan dapat menerima elektron atau radikal hidrogen menjadi suatu senyawa yang secara diamagnetik stabil (Soares et al., 1997). Lebih lanjut Duh
52
et al., (1999) menyatakan bahwa kemampuan radikal DPPH untuk direduksi atau distabilisasi oleh antioksidan dengan mengukur penurunan absorbansi pada panjang gelombang 517. Oleh karena itu DPPH biasa digunakan untuk mengkaji kapasitas penangkapan radikal. Penggunaan empat metode analisis tersebut dimaksudkan selain untuk melihat aktivitasnya sebagai antioksidan dalam menghambat oksidasi minyak atau menangkap radikal bebas, juga dimaksudkan untuk menguatkan dugaan aktivitas suatu senyawa uji sebagai antioksidan karena sebagaimana diketahui daya antioksidan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Meskipun suatu senyawa uji menunjukkan daya antioksidan yang tinggi dengan salah satu metode, tidak selalu akan memberikan hasil yang sama baiknya dengan menggunakan metode lainnya sehingga disarankan untuk mengukur daya antioksidan dengan berbagai macam metode (Takaya, et al., 2003). Uji aktivitas antioksidan dilakukan terhadap fraksi-fraksi semua produk M, MP, KGM dan KGP yang meliputi fraksi: F1 (BM > 100 kDa), F2 (BM 30–100 kDa), F3 (BM 1030 kDa) dan F4 (BM < 10 kDa).
a. Aktivitas antioksidan dalam sistem minyak Pengujian menggunakan rancimat Hasil pengujian aktivitas antioksidan menggunakan rancimat didapatkan pada fraksi F1, KGM memiliki aktivitas antioksidan tertinggi tetapi nilainya tidak berbeda nyata dengan produk M, MP dan KGP. Pada F3 dan F4, aktivitas antioksidan pada KGP menunjukkan periode induksi yang paling lama (17 jam) dengan indeks protektif 2.3 (Tabel 4.4). Aktivitas antioksidan fraksi F1 pada moromi (M) dan pada MP tidak berbeda nyata dengan aktivitas antioksidan BHT (butylated hidroxy toluen) 200 ppm. Fraksi F3 dan F4 pada KGP dengan rancimat ini memberikan aktivitas antioksidan yang paling kuat tetapi jika diperhatikan secara keseluruhan maka fraksi F1 (BM > 100 kDa) untuk semua produk aktivitas antioksidannya cukup kuat bahkan setara dengan BHT. Hampir semua fraksi dari ke empat produk mempunyai aktivitas antioksidan (Gambar 4.3) dengan Indek protektif pada kisaran 1.31 - 2.34 (Tabel 4.4). Produk KGP memberikan aktivitas antioksidan yang paling besar diduga karena pada produk KGP banyak terdapat senyawa produk reaksi Maillard.
53
periode induksi (jam)
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
17.70 17.42 15.85 15.12
15.85 15.71
15.00 14.77 13.27
12.60
12.85 11.80
12.25 11.04
12.10
9.89 7.48
7.55
a
bc
gh
ab fgh
bcdef efgh
M
bcde
cdef g
gh
MP
bcd
fgh
bcde fg
efgh
KGM
h
h
KGP
bcde
a
BHT
kontrol
jenis produk F1
F2
F3
F4
Keterangan: M: moromi; MP: moromi dipanaskan; KGM: kecap manis dengan gula merah; KGP: kecap manis dengan gula pasir; BHT: butylated hidroxy toluene; F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.3 Aktivitas antioksidan tiap fraksi pada tiap produk yang diukur dengan rancimat
Tabel 4.4 Indek protektif aktivitas antioksidan tiap produk Fraksi
F1 F2 F3 F4
Moromi tanpa dengan pemanasan pemanasan 1.67 1.62 0.99 1.46 2 2.08 2.1 2.1
kecap manis dengan gula kelapa 1.76 1.31 1.99 1.96
dengan gula pasir 1.7 1.56 2.31 2.34
BHT
1.60
Keterangan:F1: fraksi dengan berat molekul > 100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100kDa F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul < 10 kDa BHT: butylated hidroxy toluene
Pada Tabel 4.4 memperlihatkan aktivitas penghambatan oksidasi minyak fraksi dengan berat molekul > 100 kDa untuk semua produk M, MP, KGM dan KGP setara dengan aktivitas antioksidan BHT. Pada fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa untuk produk M, MP dan KGM mempunyai aktivitas antioksidan di
54
bawah antioksidan BHT. Produk KGP dengan berat molekul < 30 kDa mempunyai aktivitas penghambatan oksidasi minyak 1.5 kali dari aktivitas antioksidan BHT. Tingginya aktivitas antioksidan pada produk KGP diduga karena pada KGP banyak terdapat senyawa produk reaksi Maillard. Menurut Yoshimura et al (1997) produk reaksi Mailard mampu menghambat lebih dari 90% radikal OH. Aktivitas antioksidan fraksi-fraksi moromi dan kecap manis dalam penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan aktivitas antioksidan isoflavon dari kedelai 500 ppm dimana dengan rancimat indek protektifnya hanya sebesar 1.06 (Fleury et al 1992), demikian juga jika dibandingkan dengan ekstrak andaliman dalam etanol yang mempunyai indek protektif 1.18 dan ekstrak andaliman dalam heksan-etanol 1.13 (Tensiska et al 2003) Pengujian menggunakan metode linoleat-tiosianat Hasil pengukuran aktivitas antioksidan terhadap fraksi-fraksi berdasarkan berat molekul dari M, MP, KGM dan KGP dengan menggunakan metode linoleattiosianat selama 6 hari yang ditandai dengan menurunnya absorbansi tiap faksi. Perhitungan aktivitas antioksidannya merupakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi kontrol. Perubahan aktivitas antioksidan fraksi-fraksi pada tiap produk M, MP, KGM dan KGP yang diamati selama 6 hari dapat dilihat pada Gambar 4.4 - 4.7. Produk M memiliki aktivitas antioksidan pada F1 sebesar 80%, F4 55.56 %, F2 40%, F3 38.89% dan BHT 40%. Pada produk MP, aktivitas antioksidan F2 dan F4 sebesar 50%, F3 38.89% dan F1 33.33%. Jadi pada produk M aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada F1(BM>100 kDa), sedangkan pada produk MP terdapat pada F2 dan F4. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan Gambar 4.4 – 4.5. Dalam metode linoleat-tiosianat ini sebagai sumber radikal adalah asam linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh. Radikal ini akan mengoksidasi ion fero (dari feroklorida) menjadi ion feri yang dengan adanya ion tiosianat akan menghasilkan kompleks feri-tiosianat yang berwarna merah dan dapat diukur intensitasnya pada panjang gelombang 500 nm. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
55
RO• OH•
+
Fe2+
Fe3+
R•
Radikal Fe3+ + 6 CNS-
Fe(CNS)6 Merah
90
aktivitas antioksidan(%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10 0
1
2
3
4
5
6
7
lama oksidasi (hari)
Gambar 4.4. Aktivitas antioksidan produk Moromi (M) dengan metode tiosianat pada F1(−ס−), F2 (−□−), F3 (−∆−), F4 (−х−) dan BHT (−ж−)
aktivitas antioksidan(%)
60 50 40 30 20 10 0 0
1
2
-10
3
4
5
6
7
lama oksidasi (hari)
Gambar 4.5. Aktivitas antioksidan produk moromi dipanaskan (MP) dengan metode tiosianat pada F1(−ס−), F2 (−□−), F3 (−∆−), F4 (−х−) dan BHT (−ж−)
56
Radikal bebas terbentuk karena oksidasi asam linoleat dalam kondisi buffer yang dapat diukur bilangan peroksidanya dengan pereaksi FeCl2 dan NH4SCN. Peningkatan bilangan peroksida pada metode ini dinyatakan sebagai jumlah senyawa yang dapat mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ seperti dinyatakan dalam persamaan reaksi berikut : RO + Fe2+ → RO - + Fe3+ (Wahyudi 2006). Pada metode tiosianat pengukuran aktivitas antioksidan berdasarkan daya penghambatan terbentuknya senyawa-senyawa radikal yang bersifat reaktif. Oksidasi asam linoleat umumnya berupa peroksida lipid. Proses oksidasi lemak menghasilkan produk primer peroksida (Mun’im, et al 2003). Bilangan peroksida dinyatakan sebagai senyawa yang mampu mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+, dan selanjutnya Fe3+ dengan ion CNS menghasilkan warna merah yang diukur pada panjang gelombang 500 nm. Pada KGM, aktivitas antioksidan terkuat terdapat pada F3 (66.67%), diikuti F2 (55.56%), F4 (50%) dan F1 (33.33%). Pada produk KGP, aktivitas antioksidan terkuat terdapat pada fraksi F4 (61.11%), diikuti F2 dan F3 (44%) serta F1 (27.78%) (Gambar 4.6 - 4.7).
80
aktivitas antioksidan(%)
70 60 50 40 30 20 10 0 -1
-10
1
3
5
lama oksidasi(hari)
Keterangan: F1: fraksi BM>100 kDa; F2: fraksi BM 30-100 kDa; F3: fraksi BM 10-30 kDa; F4: fraksi BM < 10 kDa
Gambar 4.6.Aktivitas antioksidan produk kecap manis dengan gula merah (KGM) dengan metode tiosianat pada F1(−ס−), F2 (−□−), F3 (−∆−), F4 (−х−) dan BHT (−ж−)
7
57
Pada fraksi F2, F3 dan F4 untuk semua produk mempunyai aktivitas antioksidan ≥ dengan BHT 200 ppm. Pada beberapa fraksi aktivitas antioksidannya sangat lebih kuat dari BHT, seperti pada F1 produk M (80%), fraksi F3 produk KGM (66%) dan F4 produk KGP (61%). Sebagai perbandingan ekstrak etanol daun kemuning 10% mempunyai daya antioksidan lebih besar dari vitamin E 1% (Rohman dan Riyanto 2005), sedangkan pada aktivitas antioksidan ekstrak Callyspongia sp tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan vitamin C dan BHT (Hanani et al 2005). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan fraksi-fraksi pada moromi dan kecap manis sama atau lebih besar dari aktivitas antioksidan flavonoid yang terdapat pada ekstrak daun kemuning dan Callyspongia sp. 70
aktivitas antioksidan (%)
60 50 40 30 20 10 0 -1
1 -10
3
5
7
lama oksidasi (hari)
Keterangan: F1: fraksi BM>100 kDa; F2: fraksi BM 30-100 kDa; F3: fraksi BM 10-30 kDa; F4: fraksi BM < 10 kDa
Gambar 4.7.Aktivitas antioksidan produkkecap manis dengan gula pasir (KGP) dengan metode tiosianat pada F1(−ס−), F2 (−□−), F3 (−∆−), F4 (−х−) dan BHT (−ж−)
Semakin lama waktu inkubasi terjadi penurunan aktivitas antioksidan untuk semua fraksi dan semua produk. Penurunan tersebut disebabkan pembentukan peroksida yang semakin intensif dan jumlah antioksidan yang tersedia tidak cukup untuk menghambat proses peroksidasi tersebut. Jika diperhatikan Gambar
58
4.4-4.7 maka penurunan aktivitas antioksidan fraksi-fraksi pada tiap produk berbeda-beda selama 6 hari pengamatan. Pada produk KGP menunjukkan penurunan aktivitas antioksidan lebih tajam dibandingkan fraksi produk yang lain. b. Aktivitas antioksidan dalam sistem “aqueous” Pengujian dengan menggunakan radikal DPPH Pada fraksi F1, aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada produk KGP(66%), pada produk KGM, M dan MP aktivitas antioksidannya tidak berbeda nyata. Pada F2, aktivitas antioksidan pada produk MP (53%), KGM (56%) dan KGP (43%) tidak berbeda nyata. Pada F3, aktivitas antioksidan cukup kuat pada KGM (55%), KGP (54%) dan M (49%) dan di antara ketiganya tidak berbeda nyata. Pada F4, aktivitas antioksidan hanya pada produk KGP (63%) paling kuat diantara ke empat produk dan aktivitasnya setara dengan vitamin C 200 ppm, sedangkan pada produk MP dan KGM dengan metode DPPH ini tidak mempunyai aktivitas antioksidan.
80 60
47.31 49.27
56.49 55.97 49.53
53.11 46.9
63.7
62.48
54.1 43.97
38.29
40
33.31 27.1 13.99 fg
c
fgh
ghi
hi
d
a
KG P
P
-13.11
i
ghi
b
-23.77
vit
-40
.c 20 0p pm
def fg
efg
KG M
-20
fg
M
0
ghi ghi
ch
.c 10 0p pm
de
vit
20
M
aktivitas antiksidan (%)
66.1
jenis produk F1
F2
F3
F4
Keterangan: M: moromi; MP: moromi dipanaskan; KGM: kecap manis dengan gula merah; KGP: kecap manis dengan gula pasir; F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.8 Aktivitas antioksidan tiap fraksi produk dengan metode DPPH
59
Jika diperhatikan aktivitas antioksidan pada tiap produk, pada produk M aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada F3 (49.27%) dan F1 (47.31%), pada MP terdapat pada F2 (53.11%) dan F1(46.9%), pada KGM terdapat pada F2 (56.49%) dan F3 (55.97%), pada KGP terdapat pada F1 (66.1%) dan F4 (63.7%) aktivitasnya setara dengan vitamin C 200 ppm (Gambar 4.8). Jadi dengan metode DPPH produk yang mempunyai aktivitas antioksidan paling kuat adalah KGP, sedangkan fraksinya adalah F1 (BM > 100 kDa) dan F4 (BM< 10 kDa). Secara keseluruhan dengan metode DPPH ini didapatkan fraksi F1 mempunyai aktivitas antioksidan cukup kuat untuk semua produk (lebih dari 46%), fraksi F2 hanya pada produk M yang mempunyai aktivitas antioksidan kurang kuat (33%) tetapi aktivitasnya masih lebih besar daripada vitamin C 100 ppm, fraksi F3 pada produk MP hanya 18%, sedangkan fraksi F4 pada produk MP dan KGM tidak mempunyai aktivitas antioksidan. Jadi Fraksi F1 dan F2 untuk semua produk mempunyai aktivitas menangkap radikal DPPH cukup kuat. Penentuan bilangan TBA (thiobarbituric acid) Kemampuan aktivitas sebagai antioksidan yang cukup besar pada fraksi F2 dan F1 terdapat pada moromi (M), MP dan KGP yang ditunjukkan oleh nilai TBA sebesar 2.16; 1.26; 1.38 dan sebesar 2.32; 2.56 dan 2.68. Pada F3, KGP memberikan aktivitas antioksidan yang terbesar sedangkan pada F4 produk KGP dan M yang memperlihatkan aktivitas antioksidan tertinggi Nilai TBA dari kontrol didapatkan sebesar 11.75 dan untuk antioksidan BHT(200 ppm) sebesar 7.45 (Gambar 4.9). Nilai TBA semua fraksi dari tiap produk lebih kecil dari kontrol, hal ini memperlihatkan fraksi-fraksi pada semua produk mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Demikian juga fraksi-fraksi pada produk M, MP dan KGP mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dari BHT, sedangkan F1 dari produk KGM aktivitas antioksidannya dengan metode ini lebih kecil dari BHT. Jika ditinjau berdasarkan produk maka produk M aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada F1 (2.33) dan F2 (2.16), pada MP terdapat pada F2 (1.26) dan F1 (2.68), pada KGM terdapat pada F2 (5.01) dan F3 (5.44), pada KGP terdapat pada F2 (1.38) dan F1 (2.56). Pada Gambar 4.9 memperlihatkan bahwa produk KGP mempunyai aktivitas antioksidan paling besar dibandingkan produk yang lain, dan rata-rata fraksi F1 dan F2 untuk semua produk memberikan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari fraksi lainnya. Aktivitas antioksidan
60
yang besar menunjukkan penghambatan pembentukan malonaldehid yang cukup kuat.
Nilai TBA (mg malonaldehid/kg sampel)
14 11,75
12 10,68
10 8
7,54
6
5 4,23
3,84
4
2,92 2,332,16
2 0
6,12 5,44 5,01 3,153,45
2,68
2,56 1,38 cde
1,26 abc abc
def
M
a cd
fgh
efg
cd
fgh
MP
j
gh
h
KGM
bcd ab
cde
KGP
i
j
BHT
kontrol
jenis produk
F1
F2
F3
F4
Keterangan: M: moromi; MP: moromi dipanaskan; KGM: kecap manis dengan gula merah; KGP: kecap manis dengan gula pasir; BHT: butylated hidroxy toluene; F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.9 Aktivitas antioksidan tiap fraksi pada tiap produk dengan metode penentuan bilangan TBA
Secara keseluruhan didapatkan bahwa aktivitas menghambat oksidasi minyak atau lemak tertinggi dan menangkap radikal DPPH untuk produk M dan MP terdapat pada fraksi dengan berat molekul 30 kDa sampai > 100 kDa (F1dan F2). Pada produk KGM dan KGP aktivitas menghambat oksidasi minyak atau asam lemak paling kuat terdapat pada fraksi dengan berat molekul < 10 kDa sampai 30 kDa (F3 dan F4), sedangkan aktivitas menangkap radikal DPPH paling kuat terdapat pada fraksi dengan berat molekul 30 kDa sampai > 100 kDa (F1 dan F2). Pada fraksi-fraksi produk kecap manis dengan gula pasir (KGP) mempunyai aktivitas antioksidan paling kuat.
61
Hasil analisis antioksidan ke empat metode di atas menunjukkan terdapat perbedaan. Hasil dari metode rancimat mendekati hasil yang didapat pada metode tiosianat. Proses oksidasi pada lemak menghasilkan suatu peroksida dimana pada rancimat akan memberikan nilai konduktivitas yang akan memunculkan kurva oksidasi yang diperoleh dari perubahan waktu induksi, sedangkan dengan metode tiosianat, peroksida yang dihasilkan dari oksidasi asam lemak linoleat akan mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+. Hasil metode DPPH mendekati hasil dari metode TBA, meskipun tujuan penggunaan metode DPPH berbeda dengan metode TBA. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan menggunakan DPPH untuk mengetahui kemampuan suatu komponen senyawa dalam menangkap radikal DPPH sehingga menjadi bentuk yang stabil, sedangkan pengukuran dengan TBA untuk mengetahui kemampuan suatu senyawa dalam menghambat pembentukan malonaldehid sehingga semakin besar nilai TBA menunjukkan kurang kuatnya suatu senyawa sebagai antioksidan. Perbedaan hasil yang didapat diduga kuat disebabkan oleh perbedaan penggunaan suhu pada saat analisis. Pada metode dengan rancimat menggunakan suhu 110 oC dan metode tiosianat 37 oC, sedangkan metode dengan DPPH dan TBA menggunakan suhu kamar. Alaiz et al (1995) mendapatkan hasil analisis aktivitas antioksidan dengan TBARS lebih baik daripada rancimat karena senyawa pirol yang dihasilkan oleh 4,5(E)-epoxy-2(E)heptenal dengan lisin mengalami degradasi dengan rancimat. C. Karakteristik Kimia Fraksi-Fraksi Produk M, MP, KGM dan KGP C.1 Perubahan Kadar Protein Pada moromi (M), moromi yang dipanaskan (MP), KGM dan KGP, protein sebagian besar berada pada F4 (berat molekul < 10 kDa) diikuti terdapat pada F3 (BM 10 – 30 kDa). Kadar protein moromi terjadi perubahan ketika berubah bentuk menjadi produk kecap manis (KGM dan KGP) atau ketika moromi dipanaskan. Kadar protein pada produk moromi 3.68 mg/ml, setelah moromi dipanaskan (MP) kadarnya menjadi 3.21 mg/ml, dan ketika menjadi produk kecap manis KGM kadarnya sebesar 2.62 mg/ml dan KGP 2.89 mg/ml (Lampiran 2). Pola penyebaran kadar protein pada masing-masing fraksi tiap produk dapat dilihat pada Gambar 4.10. Pada fraksi F4 Moromi (M) kadar protein terjadi perubahan ketika produk moromi dipanaskan selama 20 menit (MP), dan ketika moromi dilakukan
62
pemanasan lebih lama sampai 65 menit dan juga dengan penambahan gula (KGM dan KGP).
3 2,37
Kadar protein (mg/ml)
2,5
1,99
2 1,54
1,44
1,5 1,12
1,11
1,21
1,09
1 0,5 0,05 0,022
0
b
0,070,02
c
M
b
0,020,04
c
MP
0,050,04 b
KGM
b
b
b
KGP
jenis produk F1
F2
F3
F4
Keterangan: M: moromi; MP: moromi dipanaskan; KGM: kecap manis dengan gula merah; KGP: kecap manis dengan gula pasir; F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.10 Kadar protein fraksi - fraksi pada tiap produk
C.2 Perubahan Kadar Alfa-Amino Kadar alfa-amino
produk M (2.99 mg/ml) mengalami perubahan ketika
berubah bentuknya menjadi produk MP (2.39 mg/ml), produk KGM (2.26 mg/ml) dan produk KGP (2.29 mg/ml ) (Lampiran 3). Kadar alfa-amino tiap produk banyak terdapat pada F4 (Gambar 4.11). Hal ini menunjukkan berat molekul asam amino banyak berada pada kisaran berat molekul < 10 kDa. Perubahan kadar alfa amino banyak
disebabkan karena proses pemanasan dan
penambahan gula pada proses pembuatan kecap manis.
63
kadar alfa-amino (mg/ml)
3.00
2.67
2.50 1.94
2.00
1.90 1.33
1.50
0.87
1.00 0.50 0.00 -0.50
0.17 i 0.040.08
0.30 0.020.02
0.26 0.130.03
cd
M
de
h
e
MP
KGM
h
0.050.02 f
g
KGP
jenis produk
F1
F2
F3
F4
Keterangan: M: moromi; MP: moromi dipanaskan; KGM: kecap manis dengan gula merah; KGP: kecap manis dengan gula pasir; F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.11 Kadar alfa-amino fraksi – fraksi tiap produk
Pereaksi TNBS bereaksi secara lambat dengan ion hidroksil. Kedua puluh asam amino penyusun protein mengandung ion hidroksil sebagai bagian dari gugus karboksil. Asam amino serin, treonin, asam aspartat dan asam glutamat juga mengandung gugus hidroksil tambahan pada rantai sampingnya. Oleh karena itu kadar α-amino tiap fraksi juga ditentukan oleh perbedaan konsentrasi ke empat asam amino tersebut. Semua asam amino bebas dapat berpartisipasi dalam reaksi Maillard disebabkan gugus amino bebasnya. Kebanyakan asam amino bahan pangan terdapat dalam suatu rangkaian peptida, dimana hanya pada gugus terminal dan rantai samping yang reaktif dari residu asam amino yang terlibat dalam reaksi Maillard (Adler-Niesen 1979)..
C.3 Perubahan Kadar Total Fenol Kadar fenol produk M 713.56 ppm, MP 799.12 ppm, KGM 572.78 ppm dan KGP 362.16 ppm (Lampiran 6). Pada MP kadar fenol lebih besar daripada M, di duga karena adanya pemanasan fenol yang terikat dengan molekul lain akan terlepas dan pada saat analisis akan mudah terdeteksi. Pada masing-masing
64
produk fenol sebagian besar terdapat pada F4. Hal ini menunjukkan bahwa fenol berada pada kisaran berat molekul 10 < kDa (Gambar 4.12). Pada produk M, MP dan KGP, semakin besar berat molekul, kadar fenol semakin berkurang. Pada produk KGM, kadar fenol F1 lebih besar dibandingkan pada F2 dan F3. Hal ini diduga fenol pada KGM ada yang terikat pada molekul yang lebih besar. Secara keseluruhan, produk M memiliki kadar fenol paling besar dibandingkan produk yang lain. Diduga pada produk MP dan KGM/KGP, fenol mengalami degradasi karena adanya pemanasan. Senyawa fenol pada M, MP, KGM dan KGP berasal dari kedelai yang digunakan sebagai bahan baku pembuatannya. Ada beberapa senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan yang terdapat pada kedelai (Glycine max.L.), salah satunya adalah flavonoid. Flavonoid kedelai unik dimana hampir semua flavonoidnya
adalah
isoflavon.
Isoflavon
dari
kedelai
berupa
5,7,5’
-
trihidroksiisoflavon – 7 – O - monoglukosida (genistein), 7,4’ - dihidroksiisoflavon – 7 – O - monoglukosida (daidzein), dan 7,4’ – dihidroksi – 6 –metoksi – isoflavon – 7 – O - monoglukosida (glycitein). Spesifik untuk kedelai yang difermentasi isoflavonnya berupa 6,7,4” – trihidroksiisoflavon (Pratt 19992).
kadar fenol (ppm)
600
534.18
500
446.15
400
360.94
300
261.3
200 100
68.2 bcd
117.28 81.93 e
d
111.51 80.2473.2 h
d
cd
e
101.37 51.1559.32
i
e
b
bc
0 M
MP
g
53.55 26.0121.3 f a
KGM
a
b
KGP
jenis produk F1
F2
F3
F4
Keterangan: M: moromi; MP: moromi dipanaskan; KGM: kecap manis dengan gula merah; KGP: kecap manis dengan gula pasir; F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.12 Kadar fenol fraksi – fraksi tiap produk
65
Fenol bebas dan produk oksidasinya diketahui beinteraksi dengan protein bahan pangan dan menghambat aktivitas anzim-enzim seperti oksidase, tripsin, arginase dan lipase. Dengan demikian kadar fenol juga berhubungan dengan kadar protein (Haslam et al 1992). C.4 Karakteristik Serapan UV-Vis tiap Fraksi dari tiap Produk Selama proses pengolahan perubahan warna ini terjadi secara simultan dan berkembang menjadi beberapa tipe pigmen dengan perbedaan komposisi senyawa kimia. Pengukuran absorbansi uv-vis pada kisaran panjang gelombang 200 - 500 nm dimaksudkan untuk melihat intensitas pigmen coklat. Warna dan kekeruhan fraksi menentukan spektrum uv-vis, juga ditentukan oleh kadar total padatan fraksi. Fraksi F4 untuk semua produk M, MP, KGM dan KGP memiliki kadar total padatan tertinggi jika dibandingkan dengan F1, F2 dan F3 (Gambar 4.13). Diduga sebagian besar komponen-komponen dalam tiap produk M, MP, KGM dan KGP mempunyai berat molekul < 10 kDa. Hal ini juga menghasilkan penampakan tiap fraksi yang berbeda, F1 dan F2 berwarna putih-kekuningan dan bening, F3 dan F4 berwarna coklat sampai coklat kehitaman (Gambar 4.14).
kadar total padatan(%)
30 25 20 15 10 5 c
c
d
e
0 M
MP
KGM
KGP
jenis produk F1
F2
F3
F4
Keterangan: M: moromi; MP: moromi dipanaskan; KGM: kecap manis dengan gula merah; KGP: kecap manis dengan gula pasir; F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.13 Kadar total padatan fraksi-fraksi pada tiap produk
66
Total padatan dan pigmen coklat pada empat produk M, MP, KGM dan KGP menghasilkan semakin besar berat molekul dari fraksi, total padatan dan pigmen coklat semakin berkurang. Fraksi dengan berat molekul > 30 kDa (F1 dan F2) berwarna kuning – kuning bening. Fraksi dengan berat molekul < 30 kDa (F3 dan F4) berwarna coklat muda – coklat kehitaman. Penampakan tiap fraksi dari penelitian ini menghasilkan intensitas pencoklatan yang selaras dari hasil penelitian Hofmann (1998) yang ditampilkan pada Tabel 4.5. Pada fraksi dengan berat molekul > 100 kDa dari model glukosa-glisin memberikan intensitas pencoklatan yang lebih kecil dibandingkan pada fraksi dengan berat molekul < 100 kDa.
Tabel 4.5.Intensitas browning pada sistem model larutan glukosa-glisin jumlah Fraksi 1 2
berat molekul (Da) > 100000 100000-50000
mg <0.5 <0.5 <0.5
%
3 4 5 6 7
50000-30000 30000-10000 10000-3000 3000-1000 <1000
154.9 632
<0.1 <0.1 <0.1 0.1 0.8 19.8 78.4
jumlah
792.9
96.7
0.6 5.4
(Hofmann 1998b)
Warna coklat pada produk M diduga karena proses pencoklatan enzimatis dan non enzimatis pada saat proses fermentasi moromi. Kedelai sebagai bahan baku moromi mengandung banyak senyawa fenolik, terutama dari jenis ortodihidroksi atau trihidroksi. Kedua senyawa ini merupakan substrat yang baik untuk proses pencoklatan enzimatis, sehingga jika ada oksigen dan enzim fenol oksidase maka proses pencoklatan akan terjadi. Sittiwat et al (2001) yang menjelaskan bahwa
pencoklatan
pada moromi
(yang
tidak
mengalami
pemanasan) tidak bergantung pada reaksi Maillard, pencoklatan akan terjadi meningkat jika jumlah protein dan peptida cukup. Pencoklatan yang dominan pada moromi tersebut adalah pencoklatan secara enzimatis.
67
F1 pada produk M dan MP
F1 pada produk kecap manis
F4 pada produk M dan MP
F4 pada produk kecap manis
Gambar 4.14 Penampakan fraksi-fraksi produk M, MP, KGM dan KGP
68
Pembentukan warna kecap selama proses moromi, pasteurisasi dan penyimpanan seiring dengan pembentukan flavor kecap sehingga banyak senyawa-senyawa yang merupakan produk dari reaksi pencoklatan sangat berkontribusi pada flavor kecap. Pada tahun 1996 Blank dan Fay menjelaskan bahwa sebenarnya senyawa 4-hidroksi-2(5)-etil-5(2)-metil-3(2H)-furanon (HEMF) merupakan senyawa yang berasal dari reaksi Maillard dengan prekursor gulagula pentosa. Gula – gula pentosa dihasilkan dari degradasi enzimatik kedelai dan gandum yang mulai terbentuk pada pembuatan koji. Senyawa lain seperti hidroksi metil furfural (HMF)merupakan produk degradasi ARP selama pasteurisasi kecap melalui jalur 3-deoksiglukoson seperti: 3-deoksi-D-glukoson dan 3-deoksigalaktoson (Yokotsuka 1986).
Aldosa (heksosa)
3-deoksiglukoson
senyawa HMF
CHO C=O CH2 H-C-OH
-2H2O HOH2C
O
CHO H-C-OH CH2OH
Pigmen larut air
Pigmen larut air
Serapan uv-vis pada produk M, hanya pada F4 terdapat peak yang intens, yaitu pada panjang gelombang 360 nm. Pada F3 peak broad/lebar pada 307 nm dan 345 nm. Pada F1 ada peak kecil pada panjang gelombang 306 nm dan 348 nm, pada F2 dengan panjang gelombang 306 nm (Gambar 4.15). Pada F1 produk MP lebih intens spektrumnya dibandingkan F1 produk M, yaitu pada panjang gelombang 350 nm, sedangkan F2 produk MP ada peak kecil pada
69
panjang gelombang 306 nm. Pada F3 dan F4 produk MP peak cukup intens pada panjang gelombang 365 nm dan 350 nm (Gambar 4.16). 2,4
absorbansi
2 1,6 1,2 0,8 0,4 0 200
250
300
350
400
450
500
panjang gelombang (nm)
M F1
M F2
M F3
M F4
Keterangan: MF1: moromi dengan fraksi berat molekul >100 kDa; MF2: moromi dengan fraksi berat molekul 30-100 kDa; MF3: moromi dengan fraksi berat molekul 10-30 kDa; MF4: moromi dengan fraksi berat molekul <10 kDa
Gambar 4.15. Spektrum UV-Vis fraksi-fraksi pada produk moromi (M) 2,5
absorbansi
2
1,5
1
0,5
0 200
250
300
350
400
450
500
panjang gelombang (nm) MP F1
MP F2
MP F3
MP F4
Keterangan: MPF1: moromi dipanaskan dengan fraksi berat molekul >100 kDa; MPF2: moromi dipanaskan dengan fraksi berat molekul 30-100 kDa; MPF3: moromi dipanaskan dengan fraksi berat molekul 10-30 kDa; MPF4: moromi dipanaskan dengan fraksi berat molekul <10 kDa
Gambar 4.16. Spektrum UV-Vis fraksi-fraksi pada produk moromi dipanaskan (MP)
70
Pada F4 produk M dan produk MP serapannya di sekitar panjang gelombang 350 nm - 360 nm yang sama-sama intens, diduga pada produk M terutama pada F4 juga terdapat produk reaksi Maillard. Produk reaksi Maillard pada produk M diduga ada karena pada saat pembuatan moromi sebelum proses fermentasi kapang dan garam, pada kedelai dilakukan pemanasan pada suhu 121oC (Lampiran 13).
2,5
absorbansi
2
1,5
1
0,5
0 200
250
300
350
400
450
500
panjang gelombang (nm) F1
F2
F3
F4
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.17 Spektrum UV-Vis fraksi-fraksi pada produk kecap manis dengan gula merah (KGM)
Ada peak kecil pada F1 produk KGM di 306 nm dan pada F2 ada peak di 306 nm dan 343 nm. Pada F3 produk KGM peak agak lebar di 380 nm, sedangkan F4 produk KGM peak cukup intens pada panjang gelombag 368 nm (Gambar 4.17). Peak kecil juga terdapat pada F2 produk KGP dengan panjang gelombang di 306 nm dan 342 nm. Pada F1 produk KGP ada peak pada panjang gelombang 397 nm dan 348 nm. Pada F3 produk KGP pada panjang gelombang 397 nm dan peak cukup intens di F4 produk KGP pada panjang gelombang 403 nm (Gambar 4.18).
71
2,5
absorbansi
2
1,5
1
0,5
0 200
250
300
350
400
450
500
panjang gelombang (nm)
KGP F1
KGP F2
KGP F3
KGP F4
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.18 Spektrum UV-Vis fraksi-fraksi pada kecap manis dengan gula pasir (KGP)
Perbedaan spektrum fraksi KGM dan KGP terletak pada F1 produk KGP yang lebih intens peaknya dan lebih besar serapannya dibandingkan F1 produk KGM, dan F4 produk KGP yang lebih intens serapannya dibandingkan F4 produk KGM, meskipun keduanya terletak pada panjang gelombang yang hampir sama. Hampir semua spektrum F1 dan F2 pada semua produk peaknya kecil, hal ini diduga karena pada F1 dan F2 total padatan sangat kecil, sedangkan pada F3 dan F4 total padatan lebih banyak. Jumlah padatan dan warna akan menentukan intensitas
absorbansi
pigmen
dari
pengukuran
dengan
menggunakan
spektroskopi. Hampir semua serapan uv-vis pada fraksi-fraksi tiap produk mengindikasikan adanya senyawa produk reaksi Maillard. Pengukuran serapan uv-vis ini dengan melakukan pengenceran 5-10 kali sehingga fraksi yang terukur dengan benar. Tingginya absorbansi pada kisaran panjang gelombang 200-250 nm diduga karena banyaknya asam amino atau peptida yang terdapat pada tiap fraksi dari tiap produk M, MP, KGM dan KGP.
72
C.5. Karakteristik Spectra-IR Pada fraksi-fraksi produk M, MP, KGM dan KGP mempunyai serapan yang cukup tajam di daerah sekitar 2060 cm-1 yang mengindikasikan gugus –OH...O dari β-diketon atau kombinasi C=R=R (Gambar 4.23 - 4.26). Selain itu band di sekitar daerah 600-900, 1020-1080, 1240-1265, 1350-1415, 1610-1650, 23002360 dan 2900-3500 cm-1 menunjukkan gugus fungsional →CH, →COC, >C=C<, >C=N, >NH, →N+H, COO dan gugus fungsional yang lain. Pada prinsipnya, spectra IR pada fraksi-fraksi semua produk M, MP, KGM dan KGP menunjukkan senyawa produk reaksi Maillard terutama struktur melanoidin, dimana merupakan senyawa polimer (spreading bands). Posisi dan tipe karakteristik absorbsinya tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi reaksi yang berbeda. Absorbsi IR yang ada dapat disesuaikan dengan yang didapat oleh Cammerer dan Kroh (1995) yang mendapatkan gugus –N=C- atau >N+=C dan hipotesis struktur melanoidin
pada Gambar 4.19 dibawah ini.
Hipotesisnya
menjelaskan bahwa elemen utama dalam struktur melanoidin merupakan penggabungan nitrogen dalam polimer melanoidin. Intensitas yang lebih kecil didapatkan pada amida sekunder dan juga amina sekunder dan tersier.
CH2OH
H
OH H
CHR`
CH2OH
CHOH
CHOH
CHOR
CHOR
H
H
CH2
C = C – C1 = N+ - C1 = C – C = C – C1 = N+ - C1 – C = N- - → CHOH
H
CH2
CHOH
CHOR
CH2OH
CHOH CH2OH
OH
H CR` H COOH
(contoh:amida, ester)
Gambar 4.19 Struktur melanoidin (Cammerer dan Kroh, 1995)
73
Struktur kimia melanoidin belum sepenuhnya dijelaskan dengan lengkap dalam publikasi-publikasi, untuk itu masih sulit menentukan dengan tepat, secara umum struktur melanoidin terdiri dari pengulangan gugus aromatik. Homma et al (1997) menjelaskan struktur melanoidin mirip dengan produk reaksi Amadori, dan juga merupakan unit pengulangan dari konyugasi ikatan rangkap karbon dan nitrogen tersier. Struktur ini sebagaimana halnya pada redukton, seperti enol dan enaminol. Kromatogram lengkap ada pada Lampiran 17, ringkasan dapat dilihat Tabel 4.6.
D. Senyawa yang Berperan sebagai Antioksidan Secara keseluruhan fraksi-fraksi produk yang mempunyai aktivitas antioksidan paling kuat pada setiap metode untuk setiap produk dapat disimpulkan pada Tabel 4.7.
Pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa aktivitas
antioksidan terkuat terdapat pada produk KGP. Senyawa yang berperan sebagai antioksidan di dalam tiap produk diduga berdasarkan adanya senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan seperti: kadar protein terlarut, kadar total fenol, alfa-amino, disertai memprediksi senyawa yang dominan dalam tiap fraksi dengan melihat karakteristik spektrum uv-vis dan IR tiap fraksi.
Tabel 4.7. Aktivitas antioksidan optimal pada tiap produk Metode
Moromi tanpa pemanasan
dengan pemanasan
c(F4)
15.85
a(F3)
53.11
Rancimat(jam)
15.85
DPPH (%)
49.27
a(F2)
TBA
2.16
Tiosianat(%)
83.33
d(F1)
c(F4)
15
b(F2)
56.49
a(F2)
1.26
b(F2)
50
Kecap manis dengan gula dengan kelapa gula pasir c(F3)
b(F2)
b(F2)
5.01
c(F3)
66.67
d(F4)
17.70
kontrol Antioksidan sintetis # (BHT*/vit.C ) b
12.1*
c(F1)
62.48
a(F2)
7.53*
66.1 1.38
c(F4)
61.11
a
7.54
#c c
d
11.74
a
40*
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada masing-masing pengamatan tiap produk menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Secara keseluruhan maka fraksi dengan berat molekul besar 30 kDa sampai > 100 kDa (F1 dan F2) untuk produk M dan MP memiliki kemampuan menangkap radikal DPPH dan menghambat oksidasi minyak atau lemak lebih kuat dibandingkan fraksi yang lebih kecil berat molekulnya (< 30 kDa).
74
Tabel 4.6. Gugus fungsional pada fraksi-fraksi produk M, MP, KGM dan KGP
Gugus fungsional
bilangan gelombang -1 (cm ) Moromi
tanpa pemanasan
Kecap manis
dengan pemanasan
OH..O atau C=R=R -CH -COC
2060
F1 w
F2 w
F3 -
F4 w
F1 w
F2 w
600-900 1020-1080
w s
w m
w s
m
w s
w w
C=C
1240-1265
sh
w
m
w
m
C=N
1350-1415
sh
w
sh
sh
NH
1610-1650
s
s
m
s
N+H
2300-2360
br
br
-
w
COO
2900-3500
m
w
w
w
dengan
gula pasir
F1 w
F2 w
F3
F4 w
F1 w
F2 w
F3 w
s
w
w s
w s
w s
w w
w s
w s
sh m
w w
w
sh
w
w
w
m
w
sh
w
m
w
sh
w
s
s
w
w
sh
w
sh
w
sh
w
s
s
s
s
s
s
s
s
s
s
s
sh
-
br
-
w
w
m
s
m
sh
m
sh
w
S = strong; m = medium; w = weak; sh = sharp; br = broad
w
br
F4
gula kelapa
w
br
F3
dengan
w
F4
75
Kemampuan menghambat oksidasi lemak pada produk kecap manis KGM dan KGP terdapat pada fraksi dengan berat molekul < 10 kDa sampai 30 kDa (F3 dan F4), sedangkan kemampuan menangkap radikal DPPH lebih kuat terdapat pada fraksi dengan berat molekul 30 kDa sampai > 100 kDa (F1 dan F2). Beberapa karakteristik kimia fraksi-fraksi pada tiap produk M, MP, KGM dan KGP yang telah dijelaskan di atas diringkas sebagaimana dalam Tabel 4.8 dimana kadar protein, alfa-amino dan fenol terkonsentrasi pada faksi F4.
Tabel 4.8. Karakteristik kimia dengan kadar tertinggi pada F4 (fraksi dengan berat molekul < 10 kDa) dalam tiap produk Komponen
Protein(mg/ml) Alfa-amino(mg/ml) Fenol (ppm)
Moromi tanpa dengan pemanasan pemanasan 2.37a 1.99a 2.67c 1.94b c 534.18d 446.15
Kecap manis dengan dengan gula kelapa gula pasir 1.44a 1.54a 1.90b 1.35a b 360.94 261.3a
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada masing-masing pengamatan tiap produk menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Kekuatan aktivitas antioksidan ini jika dihubungkan dengan kuantitas protein, alfa-amino dan fenol tidak berhubungan dengan kekuatan aktivitas fraksi-fraksi sebagai antioksidan. Untuk protein pada semua produk paling banyak terdapat pada fraksi F4 dan antar produk tidak berbeda nyata. Pada alfa-amino tertinggi terdapat pada produk moromi (M) dan fenol tertinggi terdapat produk MP dan M. Hasil spektrum uv-vis fraksi-fraksi tiap produk (Tabel 4.9) dan IR (Tabel 4.6) mengindikasikan bahwa senyawa-senyawa yang dominan dalam fraksi-fraksi produk M, MP, KGM dan KGP adalah senyawa produk reaksi Maillard. Telah banyak dibahas pada sub bab sebelumnya bahwa proses perubahan produk M menjadi bentuk produk MP, KGM dan KGP diduga banyak melibatkan proses reaksi Maillard. Pada KGP dan KGM banyak mengandung senyawa produk reaksi Maillard, produk MP lebih banyak mengandung produk reaksi Maillard dibandingkan produk M. Untuk itu diduga senyawa yang berperan sebagai antioksidan adalah produk reaksi Maillard.
76
Beberapa hasil spektrum uv-vis dari beberapa peneliti pada Tabel 4.10 mendapatkan spektrum uv-vis pada produk reaksi Maillard hasil dari model. Hasil spektrum uv-vis fraksi-fraksi tiap produk M, MP, KGM dan KGP dicocokkan pada Tabel 4.10 didapatkan fraksi-fraksi tiap produk M, MP, KGM dan KGP (Tabel 4.9) mengindikasikan spektrum mengandung banyak senyawa produk reaksi Maillard.
Tabel 4.9 Peak maksimum pada spektrum uv-vis fraksi-fraksi tiap produk (nm) Fraksi
F1 F2 F3 F4
Moromi
kecap manis
tanpa pemanasan
dengan pemanasan
dengan gula kelapa
dengan gula pasir
306; 348 306 306; 345 360
350 306 365 350
306 306; 343 380 368
306; 348 306; 342 397 403
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Tabel 4.10 Spektrum uv-vis sistem model produk reaksi Maillard dari literatur sistem model arginin,glioksal,furan-2-
serapan optimal 314; 472
reference Hofmann (1998c)
karboksaldehid glukosa-glisin asam dehidroaskorbat(DHA)-kasein
320 385; 512
Terasawa et al (1991) Namiki et al (1983)
dan DHA-ovalbumin kasein-glukosa
280
Hofmann (1998b)
glisin-xilosa
320
Motai & Inoue (1974)
326; 347
Yaylayan & Kaminsky
glukosa-glisin
(1998)
Spektrum uv-vis fraksi-fraksi tiap produk M, MP, KGM dan KGP diduga bukan spektrum dari senyawa fenol atau asam amino karena senyawa aromatik golongan fenol memiliki puncak serapan sekunder pada panjang gelombang 270 nm dan peptida pada 214 nm (Pavia et al 1996). Serapan senyawa aromatik pada panjang
77
gelombang 240 nm, asam amino tirosin, phenilalanin, triptofan pada 280 nm dan asam glutamat 185 nm (Bollag & Edelstein 1991). Kemampuan senyawa produk reaksi Maillard dapat lebih unggul aktivitas antioksidannya daripada senyawa fenol dapat dilihat dari hasil penelitian Supriyanto et al (2006) yang mendapatkan aktivitas penghambatan oksidasi asam lemak linoleat oleh ekstrak polifenol dari kakao yang disangrai lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak disangrai. Telah disebutkan di atas bahwa pada fraksi F3 dan F4 khususnya pada produk KGP dan KGM mempunyai aktivitas antioksidan cukup kuat terutama dalam menghambat oksidasi lemak atau asam lemak terutama dengan metode rancimat dan linoleat-tiosianat, pada awalnya diduga penyebab utama disebabkan oleh senyawa fenol karena senyawa fenol banyak terkonsentrasi pada fraksi F3 dan F4 tetapi dari pendapat Hammerschmidt dan Pratt (1978) flavonoid potensial sebagai antioksidan pada sistem aqueous tetapi kurang efektif mencegah autooksidasi pada minyak kedelai, sedangkan dengan metode rancimat media yang digunakan adalah minyak kedelai dan metode-tiosianat adalah asam linoleat sehingga diduga tetap yang berperan adalah senyawa produk reaksi Maillard sebagai antioksidan atau ada efek sinergis senyawa produk reaksi Maillard dengan fenol atau asam amino atau peptida. Aktivitas antioksidan kecap manis diduga juga tetap mendapat sumbangan dari senyawa fenolik. Kurang kuatnya peran senyawa fenolik sebagai antioksidan dalam penelitian ini diduga karena banyak yang rusak atau bergabung dengan senyawa produk reaksi Maillard untuk memberikan aktivitas sebagai antioksidan. Senyawa fenolik mendonorkan residu dari gugus karbonilnya untuk fase awal reaksi Maillard (Morales & Babbel 2002). Hasil penelitian dari Misnawi et al (2002) didapakan bahwa dengan adanya proses pemanasan/penyangraian pada suhu 120 oC selama 45 menit menyebabkan penurunan total polifenol sebesar 3%. Ada beberapa senyawa fenolik yang memiliki potensi aktivitas antioksidan, salah satunya adalah flavonoid. Flavonoid kedelai kebanyakan berupa isoflavon. Isoflavon untuk produk-produk kedelai yang difermentasi berupa 6,7,4’ – trihidroksiisoflavon (Pratt 1992). Menurut Shahidi dan Naczk (1995), selain isoflavon, produk kedelai merupakan sumber berbagai macam senyawa antioksidan yang
78
merupakan golongan dari turunan asam sinamat, fosfolipida, tokoferol, asam amino dan peptida. Untuk lebih menguatkan dugaan bahwa senyawa yang dominan dalam fraksifraksi produk maka dilanjutkan dengan melewatkan fraksi-fraksi produk M, MP, KGM dan KGP pada TLC (thin layer chromatografi) dan HPLC (high performance liquid chromatografi). Hasil analisis dengan TLC yang memberikan pemisahan cukup baik dengan menggunakan komposisi pelarut: khloroform:etil asetat:etanol:air (1:2:2:2). Hasil TLC pada fraksi F1 dari produk M, KGM dan KGP memberikan nilai Rf yang hampir sama, yaitu 0.3,
hanya pada produk MP yang mempunyai nilai Rf 0.4.
Sedangkan pada fraksi F4, nilai Rf produk M dan MP hampir sama (0.4), pada produk KGM (0.3) dengan KGP (0.5) sangat berbeda nilai Rf nya (Tabel 4.11). Hasil spot-spot dari TLC ini dilanjutkan dengan menginjeksikan pada HPLC dan hasilnya fraksi-fraksi relatif dapat terpisah cukup baik. Nilai Rf yang didapatkan dari tiap fraksi-fraksi produk M, MP, KGM dan KGP mendekati hasil yang didapatkan oleh Arnoldi et al (1997) yang mereaksikan antara silosa dan lisin dan dipanaskan selama 1 jam pada suhu 100 oC dan pH 2.66 untuk mendapatkan senyawa produk reaksi Maillard dengan komposisi pelarut yang dipergunakan untuk melewatkan pada plat TLC adalah khloroform:etil asetat:etanol (15:2:2). Band dapat terpisah cukup baik dengan nilai Rf sebesar 0.28 dan 0.38. Sedangkan Kurata (1973) mendapatkan hasil reaksi DHA (dehidro-L-ascorbic acid) dengan leusin menghasilkan pigmen merah yang dengan TLC didapatkan nilai Rf sebesar 0.12 dengan sistem solven n-butanol-etanol-air (4:1:4).
Tabel 4.11 Nilai Rf dari fraksi BM>100 kDa dan BM< 10 kDa tiap produk Fraksi
Moromi
kecap manis
tanpa pemanasan
dengan pemanasan
dengan gula kelapa
dengan gula pasir
F1
0.38
0.41
0.34
0.36
F4
0.41
0.47
0.32
0.58
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa;
79
Hasil yang didapatkan dengan HPLC, pada fraksi F4, produk M mempunyai waktu retensi 2.63 dengan persen luas area 90% pada panjang gelombang maksimal 307 nm, produk MP dengan waktu retensi 2.51 (26.52%) dan 2.81 (73.48%) pada panjang gelombang 420 nm, produk KGM waktu retensinya 15.04 (100%) pada panjang gelombang 460 nm dan produk KGP waktu retensinya 2.1 (100%) pada panjang gelombang 403 nm. Pada fraksi dengan berat molekul yang lebih besar, F3M mempunyai waktu retensi 2.68 (15.58%) dan 2.93 (7.57%) pada panjang gelombang 307 nm dan F1 pada produk MP waktu retensinya 1.81 (94.57%) dan 2.5 (5.43%) pada panjang gelombang 420 nm, produk KGM waktu retensinya 2.79 menit (100%) pada panjang gelombang 460 nm dan produk KGP waktu retensinya 1.77 (9.5%) dan 2.203 (56.78%) pada panjang gelombang 420 nm. Jadi Hasil yang didapatkan dengan HPLC, pada fraksi F4 dan F3 peak yang cukup intens muncul dengan menggunakan panjang gelombang 307 nm, 403 nm dan 420 dengan waktu retensi pada kisaran 2 – 3 menit Beberapa hasil penelitian berikut memberikan kontribusi bahwa pada kecap banyak
mengandung
senyawa
produk
reaksi
Maillard
dan
mempunyai
kecenderungan kuat sebagai antioksidan. Senyawa nitrogen merupakan salah satu komponen penting pada sifat antioksidan kecap, komponen utama warna coklat dari kecap seperti melanoidin sebagai produk akhir reaksi Maillard juga memegang peranan penting terhadap kekuatan aktivitas antioksidannya (Moon et al 2002). Hasil analisis warna kecap manis profilnya mirip dengan komponen berwarna yang dihasilkan dari reaksi model glisin dan xilosa (Apriyantono et al 1997). Penelitian sebelumnya dari Wiratma (1995) diketahui bahwa sebagian besar komponen volatil yang terdapat dalam kecap manis adalah hasil reaksi Maillard. Terjadinya reaksi Maillard ini melibatkan asam-asam amino dan gula pereduksi dimana sebagian besar gula pereduksi disumbangkan oleh gula yang ditambahkan. Menurut Nurhayati (1996) kecap manis dan gula merah (gula kelapa) mengandung komponen volatil: aldehid, keton, alkohol, asam, furan, pirazin, pirol, tiazol, turunan benzen, ester, hidrokarbon, piran dan fenol. Nurhayati menyimpulkan bahwa sebagian besar komponen volatil gula merah merupakan penyusun komposisi komponen volatil kecap manis. Penambahan senyawa volatil pada kecap manis dibandingkan dengan jenis komponen volatil gula merah terdapat pada senyawa
80
aldehid, asam, furan, pirol, turunan benzen dan ester. Adanya penambahan senyawa volatil ini disebabkan karena pengaruh proses pemasakan kecap manis dan dari moromi. Proses yang terjadi selama pemasakan kecap manis yaitu reaksi Maillard. Senyawa aldehid atau keton dapat dihasilkan dari senyawa α-dkarbonil dari reaksi Maillard yang mengalami degradasi strecker (Yokotsuka 1986). Senyawa furan yang teidentifikasi dalam kecap manis dengan gula merah adalah 5hidroksimetil-2-furaldehid (Nurhayati 1996). Senyawa furan juga merupakan hasil degradasi gula (Shibamoto 1983) dan dapat dihasilkan dari interaksi antara gula dan asam amino (Vermin & Parkanyi 1982). Senyawa pirazin berasal dari degradasi panas protein dan asam amino atau berasal dari reaksi kimia gula dan protein (Yokotsuka 1986). Senyawa pirol dapat dihasilkan dari reaksi degradasi strecker yang melibatkan asam amino prolin dan hidroksi prolin (Maga 1981). Selain itu juga dapat dihasilkan dari interaksi antara hasil fragmentasi gula pada suhu tinggi dengan hasil degradasi asam amino selain prolin dan hidroksi prolin (Shibamoto1983). Senyawa tiazol terdapat pada makanan yang mengalami proses pemanasan sehingga terjadi reaksi Maillard. E. Mekanisme Senyawa Produk Reaksi Maillard sebagai Antioksidan Dari hasil analisis antioksidan didapatkan bahwa fraksi F1 dan F2 rata-rata memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat dan stabil untuk setiap produk. Aktivitas antioksidan ini baik dalam menghambat autooksidasi lemak atau asam lemak, dan menangkap radikal DPPH dengan aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada produk KGP. Hasil pengujian daya hambat fraksi-fraksi moromi dan kecap manis pada oksidasi asam lemak khususnya pengukuran aktivitas antioksidan dalam sistem minyak, diduga bahwa senyawa yang terkandung dalam fraksi-fraksi merupakan antioksidan
primer
yang
mampu
memutus
rantai
radikal-radikal
peroksil
menghasilkan senyawa yang lebih stabil. Gagalnya suatu antioksidan dalam menghambat proses autooksidasi minyak atau lemak akan menghasilkan sejumlah aldehida, disamping itu terdapat juga dekadienal, heksanal dan oktanal. Secara teoritis, antioksidan akan kehilangan potensi jika tidak mempunyai kemampuan lagi
81
untuk mengikat hidrogen atau elektron atau menjadi bagian dari molekul lemak (Ketaren 1986). Antioksidan fraksi-fraksi dalam tiap produk M, MP, KGM dan KGP diduga dapat bereaksi sebagai scavenger radikal peroksil (ROO•) dan merupakan scavenger yang kuat terhadap radikal hidroksil (OH•). Diduga mekanisme reaksi radikal hidroksil (OH•) dan radikal peroksil (ROO•) sebagai berikut:
OH•
+
AH2
H2O + AH•
ROO• +
AH2
ROOH + AH•
OH• yang tertangkap antioksidan pada fraksi (AH2) diregenerasi menjadi H2O dan ROO• yang tertangkap AH2 diregenerasi menjadi ROOH. Antioksidan ini dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan selama tahap propagasi dari lemak atau minyak dengan cara mendonasikan radikal hidrogen sehingga radikal lemak tidak aktif lagi melaksanakan tahap propagasi yang akan merusak lemak (Gordon 1990). Penggunaan metoda efek penangkapan radikal bebas DPPH (Diphenyl picryl hydrazil)
prinsipnya adalah penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh radikal
bebas. Dalam hal ini DPPH menjadi sumber radikal bebas, untuk dipertemukan dengan fraksi-fraksi dari moromi dan kecap manis yang menjadi antioksidan. Penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas, akan menyebabkan terjadinya perubahan warna Senyawa produk reaksi Maillard sebagai antioksidan dibentuk pada beberapa tahap selama reaksi Maillard, termasuk degradasi senyawa Amadori pada amino redukton, atau redukton, dan pembentukan polimer dengan aktivitas antioksidan (Bailey & Won Um 1992). Produk reaksi Maillard mempunyai aktivitas sebagai antioksidan secara khusus dapat disebabkan karena adanya (1) gugus hidroksil dari glukosa yang terdapat pada produk reaksi Maillard, yang bertindak sebagai: pereduksi logam Fe3+→ Fe2+( Yoshimura 1997), mengikat logam atau menghambat pembentukan radikal bebas, dan (2) adanya gugus alkil dan thiol pada produk reaksi Maillard. Pada kecap banyak mengandung macam-macam asam amino. Aktivitas antioksidan senyawa produk reaksi Maillard dapat berasal dari reaksi gugus samping SH dari suatu asam amino, misalnya sistein dengan gugus karbonil dari
82
gula. Kekuatan antioksidan produk reaksi Maillard berkorelasi dengan derajat kemampuan mereduksi dari komponen reaksi pencoklatan. Hal ini berhubungan dengan produk reaksi Maillard yang mempunyai struktur enediol yang dapat dengan mudah dioksidasi seperti halnya suatu redukton. Pembentukan senyawa redukton oleh dekomposisi senyawa Amadori. Efek antioksidatif suatu redukton karena adanya transfer atom hidrogen menjadi radikal peroksida kemudian memecah rantai radikal. Redukton merupakan senyawa yang memiliki struktur enediol R-C(OH) = C (OH) – CHO yang dihasilkan pada awal reaksi Maillard. Redukton merupakan molekul pereduksi aktif yang diukur dengan istilah “ setara” dengan asam askorbat. Redukton merupakan bahan primer untuk degradasi Strecker (Eichner 1985). Yamaguchi et al (1981) menjelaskan mekanisme antioksidatif produk reaksi Maillard dengan mereduksi peroksida dan inaktivasi radikal dengan mengkompleks logam. Eiserich dan Shibamoto (1994) mendapatkan tiopen yang tersubstitusi alkil, seperti metil, etil dan butil pada posisi dua dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dibandingkan dengan tiopen yang tidak tersubstitusi. Gugus alkil dapat menghambat pembentukan asam heptanoat dari heptanal karena gugus alkil dapat menangkap radikal-radikal bebas, seperti peroksil dan alkoksil. Demikian juga Gugus tiol (SH) yang
terdapat
pada
2-methyl-2-furanthiol
dan
2-thiopenethiol
juga
dapat
menghambat oksidasi heptanal selama 34 hari dan 30 hari. Furfuryl mercaptan yang juga mengandung gugus thiol menunjukkan aktivitas antioksidatif yang lebih rendah dibandingkan senyawa yang mengandung gugus thiol yang langsung terikat pada cincin aromatik heterosiklik. Furfuryl mercaptan menghambat oksidasi heptanal hanya 13 hari. Aktivitas antioksidatif ini dikarenakan gugus thiol bersifat nukleofilik yang dapat menangkap radikal-radikal bebas. Beberapa senyawa volatil seperti: alkiltiopen, tiazol, tiazolidin dan 1,3-ditiolen yang dibentuk dalam reaksi browning dapat menghambat oksidasi heptanal. Imidazol merupakan senyawa heterosiklik yang volatil hasil reaksi browning yang larut dalam air (Shibamoto 1983). Imidazol dapat menghambat oksidasi lipid (Gambar 4.20). Karbon no 5 dalam cincin imidazol memiliki densitas elektron yang sangat besar sehingga dapat menyerap sebuah radikal hidroksil menjadi bentuk radikal 5-hidroksiimidazolin (Shaker et al 1995).
83
H N
N
NH
HO
•OH
-H2O
N
NH
N
H
Gambar 4.20 . Mekanisme reaksi imidazol dan radikal hidroksil (Shaker et al 1995)
Pengujian dengan radikal DPPH menurut Prakash (2001) berdasarkan elektron yang tidak berpasangan pada DPPH memiliki kemampuan penyerapan yang kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna ungu. Perubahan warna ungu menjadi kuning terjadi karena perubahan DPPH menjadi DPPH-H (Xu & Hu 2004). Antioksidan berperan mendonorkan atom H sehingga terbentuk DPPH-H terreduksi. Kemampuan
penangkapan
radikal
bebas
ditunjukkan
dengan
persentase
berkurangnya warna ungu dari DPPH. Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode ini menunjukkan kemampuan fraksi-fraksi moromi dan kecap manis sebagai antioksidan primer. NO2
NO2 NO2
.
N N NO2
DPPH
NO2
H N N NO2
DPPH-H
Perubahan struktur kimia DPPH dari warna ungu menjadi kuning (Xu & Hu 2004)
F. Aktivitas Antioksidan Produk Reaksi Maillard pada Sistem Model Mengingat beberapa senyawa dalam suatu bahan pangan dapat berpotensi sebagai antioksidan dan untuk lebih menguatkan dugaan dari bahasan sebelumnya bahwa yang berperan sebagai antioksidan dalam kecap manis adalah senyawa produk reaksi Maillard, maka pada bahasan ini akan dilihat aktivitas antioksidan pada sistem model. Model yang dipergunakan adalah dari gula dan asam amino yang kemudian direaksikan dengan pemanasan selama 65 menit. Model ini
84
dimaksudkan untuk menghasilkan produk reaksi Maillard dan dilakukan analisis untuk mengetahui aktivitas antioksidannya. Lama pemanasan yang dipergunakan sesuai dengan lama pemanasan yang dipergunakan dalam proses pembuatan kecap manis. Aktivitas antioksidan pada sistem model diharapkan dapat digunakan untuk menjelaskan aktivitas antioksidannya yang terjadi pada kecap manis sehingga dapat membuktikan bahwa aktivitas antioksidan pada kecap manis berasal dari senyawa produk reaksi Maillard. Ada beberapa sistem model yang dibuat. Sistem model pada Tabel 4.12 dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh lama pemanasan, konsentrasi asam amino dan gula reduksi, dan jenis asam amino terhadap aktivitas antioksidan. Glukosa-glisin yang dipanaskan 65’, 130’ dan 6 jam menggunakan konsentrasi glukosa dan glisin sebagaimana terdapat dalam moromi yang dipergunakan dalam penelitian ini (glukosa 4.32 mmol dan glisin 0.01 mmol ). Pada model glukosa dengan 5 jenis asam yang terdiri dari glisin (0.01 mmol), sistein (0.02 mmol), phenilalanin (0.009 mmol), isoleusin (0.017 mmol) dan tirosin (0.01 mmol) juga sebagaimana terdapat dalam moromi.
Tabel 4.12 Aktivitas antioksidan berbagai sistem model Sistem model
aktivitas antioksidan (%)
Glu-Gli dipanaskan 65 menit
20.98
Glu-Gli dipanaskan 2 jam 10 menit
19.99
Glu-Gli dipanaskan 6 jam
25.19
Glu-Gli 0.1M dipanaskan 2 jam
71.52
Glu-Gli 0.1M dipanaskan 6 jam
80.63
Glu + 5 jenis As.amino dipanaskan 65 menit
88.92
Keterangan: glu: glukosa; gli: glisin; 5 jenis asam amino: glisin, sistein, phenilalanin, isoleusin, tirosin
Tabel 4.12 memperlihatkan bahwa semakin lama pemanasan, konsentrasi yang lebih besar dan jumlah asam amino yang digunakan lebih banyak memberikan aktivitas antioksidan lebih besar. Aktivitas antioksidan diamati menggunakan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Konsentrasi glukosa dan glisin 0.1 M dan pemanasan paling lama yaitu 6 jam memberikan aktivitas antioksidan sangat kuat. Demikian juga dengan bervariasinya asam amino yang dipergunakan (glisin, sistein,
85
phenilalanin, tirosin dan isoleusin) memberikan aktivitas antioksidan yang juga sangat kuat. Sistem model selanjutnya menggunakan glukosa yang direaksikan dengan salah satu dari asam amino dengan konsentrasi sebagaimana terdapat dalam moromi menggunakan lama pemanasan 65 menit. Sistem model ini bertujuan ingin mengetahui peran masing-masing asam amino dan kombinasi antar asam amino terhadap kekuatan aktivitas antioksidan. Tabel 4.13 menunjukkan bahwa sistem model yang mengandung asam amino sistein mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar.
Tabel 4.13 Aktivitas antioksidan sistem model dengan pemanasan 65 menit Sistem model
aktivitas antioksidan (%)
Glu-gli
21.47
Glu-iso
22.92
Glu-phe
22.03
Glu-tir
27.55
Glu-iso-phe
21.67
Glu-gli-phe
20.08
Glu-phe-iso-tir
27.72
glu-gli-sis
85.79
Glu-sis-phe
90.19
Glu-Gli-sis-phe
89.42
Keterangan: glu: glukosa; gli: glisin; iso: isoleusin; phe: phenilalanin; tir: tirosin; sis: sistein
Pada akhirnya dibuat 3 sistem model, yaitu: Glu-gli-sis (glukosa-glisin-sistein), Glu-gli-sis-phe (glukosa-glisin-sistein-phenilalanin) dan Glu-5.AA (glukosa – glisin – sistein – phenilalanin - isoleusin-tirosin) untuk melihat kekuatan aktivitas antioksidannya dengan fraksi-fraksinya. F.1. Aktivitas antioksidan dalam sistem model glu-gli-sis Aktivitas antioksidan sistem model glu-gli-sis diamati dengan menggunakan metode rancimat, DPPH dan linoleat-tiosianat. Analisis antioksidan menggunakan rancimat didapatkan bahwa semua fraksi memiliki aktivitas antioksidan dengan F2
86
dan F3 memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan periode induksi 15 jam dengan kisaran indek protektif 1.31 - 1.41(Gambar 4.21), sedangkan dengan DPPH, aktivitas antioksidan fraksi-fraksi sebesar 31% - 64% dengan aktivitas tertinggi pada F2 (Gambar 4.22). Secara statistik (p= 0.05), F2 memperlihatkan perbedaan yang bermakna dengan F1, F3 dan F4 (Lampiran 10). Reduksi dengan tiosianat didapatkan F1 memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan menghambat oksidasi asam linoleat pada hari pertama sebesar 72%, sedangkan fraksi yang lain sebesar 60% (Gambar 4.23). Fraksi F2, F3 dan F4
periode induksi(jam)
secara statistik tidak memperlihatkan pebedaan yang signifikan.
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
14.41
15.08
15.28
14.11 10.85
ab
F1
b
F2
b
F3
ab
F4
a
kontrol
jenis fraksi
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.21. Aktivitas antioksidan sistem model glu-gli-sis dengan rancimat
Pada penelitian ini spektrum uv-vis dari sistem model glu-gli-sis tiap fraksi terlihat pada Gambar 4.24. Serapan maksimum tidak cukup tajam ditunjukkan oleh tiap fraksi. Semua fraksi menunjukkan ada peak kecil pada daerah 270 nm. Serapan yang tidak tajam ini juga diindikasikan dengan warna dari model yang tidak banyak mengalami perubahan (putih-bening). Hal ini diduga disebabkan konsentrasi asam amino yang dipergunakan kecil dan proses pemanasan yang tidak terlalu lama.
87
Hasil penelitian dari Terasawa et al (1991) didapatkan bahwa melanoidin ada pada panjang gelombang 270 nm.
aktivitas antioksidan (%)
70
64.176
60 50 38.082
40
31.971
35.532
30 20 10 a
0
F1
b
a
F2
F3
a
F4
jenis fraksi
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.22. Aktivitas antioksidan sistem model glu-gli-sis dengan DPPH 80
aktivitas antioksidan(%)
70 60 50 40 30 20 10 0 -10
0
1
2
3
4
5
6
lama oksidasi(hari)
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.23. Aktivitas antioksidan sistem model glu-gli-sis dengan metode linoleat-tiosianat pada F1(−ס−), F2 (−□−), F3 (−∆−), F4 (−х−)
88
Penelitian pendahuluan dari model didapatkan bahwa pada sistem model glukosa-glisin dengan rancimat mempunyai periode induksi selama 12.86 jam. Sedangkan dengan DPPH didapatkan aktivitas antioksidannya sebesar 20.98%. Hasil ini menunjukkan bahwa model glu-gli-sis mempunyai aktivitas antioksidan lebih besar dibandingkan dengan model glukosa-glisin. 1,4 1,2
absorbansi
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 200
250
300
350
400
450
500
panjang gelombang (nm)
Keterangan: F1: fraksi BM>100 kDa; F2: fraksi BM 30-100 kDa; F3: fraksi BM 10-30 kDa; F4: fraksi BM < 10 kDa
Gambar 4.24. Spektrum uv-vis F1(−ס−), F2 (−□−), F3 (−∆−), F4 (−х−) pada sistem model glu-gli-sis
Pembentukan antioksidan volatil yang dapat menghambat degradasi oksidatif dari minyak kedelai dapat dihasilkan dari pemanasan glukosa-glisin. Di sisi yang lain, hasil reaksi browning volatil dari glukosa-sistein dapat menghambat pembentukan asam heksanoat hampir 100% selama 13 hari dalam keadaan gelap. Senyawa volatil hasil reaksi browning yang mempunyai gugus tiol dapat menghambat oksidasi lipid. Gugus tiol dalam sistein dapat menangkap satu elektron pereduksi seperti peroksil atau radikal alkoksil dan dapat juga menguraikan hidroperoksida melalui reduksi dua elektron (Shaker et al 1995). Untuk itu dalam
89
penelitian ini model dari glukosa-glisin-sistein memiliki aktivitas antioksidan lebih besar dibandingkan model glukosa-glisin. Sistein dalam bahan pangan tidak dalam keadaan bebas. Asam amino sistein sangat berperan dalam pembentukan aroma. Pada saat pemanasan, hidrogen sulfida bereaksi dengan produk reaksi Maillard membentuk senyawa-senyawa yang mengandung sulfur. Dalam sistem model sistein dengan pentosa dan heksosa memberikan spektrum yang broad dari senyawa volatil yang mengandung sulfur. Mono-, di- dan tri- tiazol merupakan struktur yang umum yang dibentuk dari sistein (Ledl & Schleicher 1990).
F.2. Aktivitas antioksidan dalam sistem model glu-gli-sis-phe Aktivitas
antioksidan
sistem
model
glu-gli-sis-phe
dengan
rancimat
menghasilkan F1 dan F3 memiliki aktivitas antioksidan tertinggi, tetapi secara statistik aktivitas antioksidan fraksi-fraksi tidak berbeda nyata. indek protektif aktivitas antioksidan fraksi-fraksi berada pada kisaran 1.16 - 1.34 (Gambar 4.25), 16
14.55
14 periode induksi(jam)
14.57 13.21
12.62 10.85
12 10 8 6
a
a
a
a
a
F1
F2
F3
F4
kontrol
4 2 0 jenis fraksi
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.25. Aktivitas antioksidan sistem model glu-gli-sis-phe dengan rancimat
90
sedangkan dengan DPPH, F4 memiliki aktivitas antioksidan tertinggi sebesar 68% (Gambar 4.26). Dengan tiosianat, aktivitas terbesar dalam menghambat oksidasi asam linoleat terdapat pada F2 sebesar 45%, untuk F1 aktivitas antioksidannya hanya sebesar 31%. Pada F3 dan F4 aktivitas antioksidan tertinggi terjadi pada hari keempat sebesar 27% dan 35%. Secara statistik (p=0.05), ketiga metode tidak memperlihatkan perbedaan yang bermakna antar fraksi (Lampiran 10-11). Gambar 4.27 memperlihatkan bahwa setiap fraksi mempunyai aktivitas antioksidan.
aktivitas antioksidan (%)
80
68.243
70 60
56.737
57.967 48.709
50 40 30 20
a
a
F1
F2
a
a
10 0 F3
F4
jenis faksi
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.26. Aktivitas antioksidan model glu-gli-sis-phe dengan metode DPPH
Pada penelitian ini spektrum uv-vis dari sistem model glu-gli-sis-phe tiap fraksi diperlihatkan pada Gambar 4.28. Serapan maksimum juga tidak cukup tajam ditunjukkan tiap fraksi. Semua fraksi menunjukkan ada peak kecil di daerah 270 nm. Serapan yang tidak tajam ini juga diindikasikan dengan warna dari model yang tidak banyak mengalami perubahan (putih-bening).
91
aktivitas antioksidan(%)
50 40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
-10 lama oksidasi(hari)
Keterangan: F1: fraksi BM>100 kDa; F2: fraksi BM 30-100 kDa; F3: fraksi BM 10-30 kDa; F4: fraksi BM < 10 kDa
Gambar 4.27. Aktivitas antioksidan sistem model glu-gli-sis-phe dengan metode linoleat-tiosianat pada F1(−ס−), F2 (−□−), F3 (−∆−), F4 (−х−)
absorbansi
1,2
0,8
0,4
0 200
250
300
350
400
450
500
panjang gelombang (nm)
Keterangan: F1: fraksi BM>100 kDa; F2: fraksi BM 30-100 kDa; F3: fraksi BM 10-30 kDa; F4: fraksi BM < 10 kDa
Gambar 4.28. Spektrum uv-vis F1(−ס−), F2 (−□−), F3 (−∆−), F4 (−х−) pada sistem model glu-gli-sis-phe
92
F.3. Aktivitas antioksidan dalam sistem model glu- 5.AA Pada sistem model glu-5.AA dibuat dengan lebih banyak jenis asam amino, yaitu asam amino glisin, sistein, phenilalanin, isoleusin dan tirosin. Hal ini dimaksudkan untuk mengamati perbedaan aktivitas antioksidan dengan sistem model sebelumnya yang menggunakan asam amino lebih sedikit. Hasil analisis aktivitas antioksidan dengan rancimat menunjukkan bahwa F2 dan F3 memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan periode induksi selama 14 jam dan memperlihatkan perbedaan yang bermakna dengan kontrol, indek protektif pada kisaran 1.21 - 1.33 (Gambar 4.29 dan Tabel 4.14), sedangkan dengan DPPH yang tertinggi adalah F2 sebesar 55% dan aktivitas antioksidannya berbeda cukup bermakna dengan fraksi yang lain (Gambar 4.30).
16
periode induksi (jam)
14
13.43
14.35
14.43 13.08
12
10.85
10 8 6 4
ab
b a
b a
ab
a
2 0 F1
F2
F3
F4
kontrol
jenis fraksi
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.29. Aktivitas antioksidan sistem model glu-5.AA dengan rancimat
93
55.475
aktivitas antioksidan (%)
60 50 40 30
28.263
28.551
b
b
c
20 9.879 10 a
0 F1
F2 F3 jenis fraksi
F4
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa
Gambar 4.30. Aktivitas antioksidan sistem model glu-5.AA dengan DPPH
Penggunaan metode linoleat-tiosianat menghasilkan F2 juga yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi sebesar 41%, diikuti oleh F3 sebesar 39%, F1 sebesar 36% dan F4 sebesar 34% (Gambar 4.31). Jadi pada model glukosa dengan 5 macam asam amino F2 memiliki aktivitas antioksidan terkuat. Dari data analisis antioksidan di atas didapatkan bahwa F2 memiliki aktivitas antioksidan terkuat dibandingkan fraksi lainnya. Jika diperhatikan serapan uv-vis sistem model glu-5.AA pada Gambar 4.32 menunjukkan bahwa serapan F2 paling besar dibandingkan dengan fraksi lainnya. Hal ini juga memperlihatkan bahwa intensitas warna berhubungan dengan besarnya aktivitas antioksidan .
94
aktivitas antioksidan(%)
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
1
2
3
4
5
6
lam a oksidasi(hari)
Keterangan: F1: fraksi BM>100 kDa; F2: fraksi BM 30-100 kDa; F3: fraksi BM 10-30 kDa; F4: fraksi BM < 10 kDa
Gambar 4.31.Aktivitas antioksidan sistem model glu-5.AA dengan metode linoleat-tiosianat pada F1(−ס−), F2 (−□−), F3 (−∆−), F4 (−х−)
Dengan mengamati tiga macam sistem model di atas didapatkan bahwa ketiga model
mempunyai
aktivitas
sebagai
antioksidan.
Ketiga
model
tersebut
menghasilkan produk reaksi Maillard, tidak ada senyawa lain yang berperan sebagai antioksidan kecuali hanya gula dan asam amino yang bereaksi untuk menghasilkan produk reaksi Maillard. Pada sistem model Glu-gli-sis dan Glu-5.AA didapatkan bahwa F2 memiliki aktivitas antioksidan terkuat. Sistem model glu-gli-sis menghasilkan aktivitas antioksidan cukup kuat terutama pada F2, akan tetapi ketika pada sistem model tersebut ditambahkan gugus aromatik dari asam amino fenilalanin menghasilkan aktivitas antioksidan kurang kuat dibandingkan model sebelumnya. Demikian juga ketika sistem model kedua ditambahkan asam amino tirosin dan isoleusin yang mengandung gugus aromatik dan alifatik, tidak banyak meningkatkan aktivitas antioksidannya. Kompleksitas berbagai macam asam amino
95
dalam bereaksi dengan suatu gula reduksi menghasilkan aktivitas antioksidan yang berbeda-beda. Tabel 4.14 . Indeks protektif aktivitas antioksidan sistem model (dengan rancimat) Sistem Model F1 F2 F3 F4
glu-gli-sis 1.33 1.39 1.41 1.31
glu-gli-sis-phe 1.34 1.22 1.34 1.16
glu-5.AA 1.24 1.32 1.33 1.21
Keterangan: F1: fraksi dengan berat molekul >100 kDa; F2: fraksi dengan berat molekul 30-100 kDa; F3: fraksi dengan berat molekul 10-30 kDa; F4: fraksi dengan berat molekul <10 kDa glu: glukosa; gli: glisin; sis: sistein; phe: phenilalanin; 5 jenis asam amino: glisin, sistein, phenilalanin, isoleusin, tirosin
Potensi antioksidan dari senyawa produk reaksi Maillard bergantung dari jenis gula reduksi dan asam amino yang digunakan sebagai reaktan. Menurut Bedinghaus & Ockerman (1995) gula reduksi yang mempunyai kekuatan antioksidan yang kuat adalah dari pentosa dan triosa, xilosa dan DHA (dihidroksiaceton) dan untuk asam aminonya adalah histidin, lisin, dan triptophan. Model glukosa - histidin mempunyai aktivitas antioksidan yang cukup kuat, demikian juga dari model xilosalisin, xilosa-triptophan, DHA-histidin dan DHA-triptophan. 2
absorbansi
1,6
1,2
0,8
0,4
0 200
250
300
350
400
450
500
panjang gelombang (nm)
Keterangan: F1: fraksi BM>100 kDa; F2: fraksi BM 30-100 kDa; F3: fraksi BM 10-30 kDa; F4: fraksi BM < 10 kDa
Gambar 4.32. Spektrum uv-vis F1(−ס−), F2 (−□−), F3 (−∆−), F4 (−х−) pada sistem model glu-5.AA
96
Pada penelitian ini spektrum uv-vis dari sistem model glu-5.AA tiap fraksi diperlihatkan pada Gambar 4.32. Serapan maksimum juga tidak cukup tajam ditunjukkan oleh tiap fraksi. Semua fraksi menunjukkan ada peak kecil pada daerah 270 nm. Serapan yang tidak tajam ini juga diindikasikan dengan warna dari model yang tidak banyak mengalami perubahan (putih-bening). Hal ini diduga disebabkan konsentrasi asam amino yang dipergunakan sedikit (0.01-0.02 mmol ) dan waktu pemanasan yang kurang lama (65 menit). Jika dibandingkan
spektrum uv-vis pada kecap manis menunjukkan pada
kecap manis serapan maksimum lebih tajam. Demikian juga aktivitas antioksidan pada fraksi-fraksi kecap manis lebih besar dan cukup signifikan daripada model. Hal ini karena konsentrasi asam amino yang dipergunakan dalam model ini sangat kecil, sedangkan di kecap manis terdiri berbagai macam asam amino. Hal ini yang mempengaruhi kekuatan aktivitas antioksidan pada kecap manis. Pada model produk reaksi Maillard yang dibuat pada penelitian ini juga waktunya sangat singkat jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian model peneliti lain sebelumnya. Peneliti lain kebanyakan menggunakan konsentrasi asam amino dan gula pereduksi di kisaran 0.01 - 0.1 M dengan lama pemanasan 5-12 jam bahkan ada yang menggunakan waktu 40-50 jam (Tabel 2.3 pada Bab 2).
G. Pengujian Respon Perlindungan Sel Eritrosit Manusia terhadap Proses Hemolisis oleh Fraksi-Fraksi Kecap Manis dan Sistem Model Setelah cukup banyak dibahas di atas kuatnya aktivitas antioksidan moromi dan kecap manis secara kimia, maka selanjutnya juga ingin dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dalam sistem biologi. Pengujian aktivitas antioksidan dalam sistem biologi dilakukan terhadap sel eritrosit manusia sebagai model yang dilakukan secara in vitro. Sel darah manusia yang diambil dari donor sehat. Sel eritrosit merupakan target yang kritis bagi serangan radikal bebas karena sebagian besar terdiri dari protein dan lipid. Pada penelitian ini ingin diuji kemampuan fraksifraksi yang mengandung senyawa produk reaksi Maillard dalam melindungi sel eritrosit dari serangan radikal bebas terutama dalam penghambatannya terhadap proses hemolisis. Sel eritrosit diisolasi dan diujikan dengan penambahan larutan pengoksidasi (H2O2) dan fraksi yang mengandung produk reaksi Maillard. Sampel
97
yang diambil adalah yang mewakili, yaitu rata-rata yang mempunyai aktivitas antioksidan terbaik secara kimia. Sampel tersebut terdiri dari dua jenis: (1) fraksi dari kecap manis (KGP) (2) fraksi dari suatu model produk reaksi Maillard (model MRP) yang berasal dari glukosa dan 5 macam asam amino (glisin, phenilalanin, sistein, isoleusin dan tirosin). Masing-masing fraksi terbagi menjadi fraksi yang mempunyai berat molekul > 100 kDa dan < 10 kDa. Media yang digunakan dalam proses isolasi dan pengujian adalah balanced salt solution, merupakan kombinasi garam-garam inorganik yang dapat mempertahankan pH fisiologis dan tekanan osmotik. Hasil pengujian terhadap sel eritrosit ini dapat dilihat pada Gambar 4.33. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perbedaan nilai absorbansi pada suspensi sel yang mengandung fraksi kecap KGP dan model MRP dengan suspensi yang tidak mengandung fraksi-fraksi tersebut (kontrol).
absorbansi
0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0
1
2
3
4
5
waktu pengamatan (jam) KGP>100 kDa
KGP< 10 kDa
G-5.AA<10 kDa
kontrol
G-5.AA>100 kDa
Gambar 4.33 Kemampuan fraksi-fraksi kecap manis dengan gula pasir (KGP) dan model (G-5.AA) dalam mencegah hemolisis eritrosit dengan penambahan oksidator H2O2
98
Suspensi yang mengandung fraksi produk reaksi Maillard (KGP dan model) mempunyai nilai absorbansi lebih kecil dibandingkan suspensi yang tidak mengandung fraksi tersebut (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa fraksi produk reaksi Maillard mampu menghambat hemolisis sel eritrosit, terutama pada waktu pengamatan jam ke-0 sampai jam ke-3. Suspensi yang mengandung fraksi KGP memiliki nilai absorbansi lebih rendah dibandingkan dengan suspensi yang mengandung fraksi model MRP sampai waktu pengamatan jam ke-4. Hal ini menunjukkan fraksi KGP lebih mampu menghambat hemolisis sel eritrosit
pencegahan hemolisis (%)
dibandingkan dengan fraksi model MRP (Gambar 4.34).
100 60 20 -20 0
1
2
3
4
5
-60
waktu pengamatan (jam) KGP>100 kDa
KGP< 10 kDa
G-5.AA>100 kDa
G-5.AA<10 kDa
Gambar 4.34.Persen penghambatan hemolisis sel eritrosit oleh fraksi-fraksi kecap manis dengan gula pasir (KGP) dan model (G-5.AA) dengan penambahan oksidator H2O2. Suspensi yang mengandung fraksi KGP memiliki persen penghambatan hemolisis lebih besar dibandingkan dengan suspensi yang mengandung fraksi model MRP. Pada waktu pengamatan jam ke-3 suspensi yang mengandung fraksi KGP>100 kDa memiliki persen penghambatan hemolisis sel eritrosit lebih besar
99
dibandingkan dengan suspensi yang mengandung fraksi KGP<10 kDa. Persen penghambatan model MRP tidak banyak berbeda pada fraksi >100 kDa dengan < 10 kDa. Penurunan grafik persentase penghambatan hemolisis mengasumsikan bahwa terjadi kematian sel pada suspensi eritrosit yang ditambahkan dengan fraksi dan oksidator. Sebaliknya grafik persentase penghambatan yang cenderung mengalami kenaikan mengasumsikan bahwa terjadi pengurangan jumlah sel eritrosit yang mengalami hemolisis. Grafik persentase penghambatan hemolisis cenderung sama persatuan waktu mengasumsikan bahwa tidak ada kematian sel. Persentase penghambatan yang cenderung turun mulai awal pengamatan pada suspensi yang mengandung fraksi model MRP menunjukkan bahwa proses hemolisis telah terjadi pada sel eritrosit. Senyawa produk reaksi Maillard yang terdapat pada model MRP diduga tidak mampu mengimbangi kecepatan proses pembentukan radikal bebas serta kerusakan membran yang mengakibatkan terjadinya proses hemolisis pada sel eritrosit. Kemudian persentase penghambatan hemolisis naik dan turun lagi pada akhir pengamatan. Kenaikan tersebut diduga disebabkan oleh pencegahan radikal bebas oleh senyawa produk reaksi Maillard sehingga jumlah sel yang mengalami hemolisis pada kontrol lebih tinggi dibandingkan suspensi yang ditambahkan fraksi dari model MRP. Sedangkan pada akhir pengamatan, diduga jumlah senyawa produk reaksi Maillard tidak mencukupi untuk menghambat proses hemolisis. Hasil penelitian dari Dewi (2008) didapatkan asam askobat dapat melindungi eritrosit dari pengaruh radikal bebas, dengan konsentrasi asam askorbat 100 µM, 200 µM dan 400 µM mampu mencegah hemolisis eritrosit berturut-turut 69.32%, 69.90% dan 75.10%. Siagian (2007) mendapatkan ekstrak ceremai dengan aquades mampu menghambat hemolisis eritrosit sebesar 98.06%, sedangkan ekstrak delima dengan etanol hanya mampu menghambat hemolisis sebesar 12.01%. Eritrosit mudah mengalami oksidasi disebabkan kandungan asam lemak tak jenuh gandanya yang tinggi, oksigen molekuler dan ion besi sebagai ligand. Senyawa oksigen reaktif yang terdapat pada plasma, sitosol dan membran sel dapat bereaksi dengan membran eritrosit, mempengaruhi integritas membran dan menyebabkan terjadinya hemolisis (Zhu et al 2002). Radikal bebas dapat terbentuk dalam tubuh manusia dan efeknya dapat dinetralisir oleh antioksidan dalam jumlah
100
berimbang. Zakaria & Abidin (1996) menyatakan bahwa konsumsi makanan jajanan yang tercemar bahan kimia berpotensi menaikkan pembentukan senyawa radikal dalam tubuh. Protein
merupakan
target
kritikal
oleh
radikal
bebas
dikarenakan
konsentrasinya yang sangat tinggi baik di dalam atau luar sel. Beberapa asam amino yang penting sangat rentan terhadap serangan OH• yang dihasilkan dari H2O2 sebagai konsekuensi pembentukan radikal intermediet peroksidasi lipid. Seperti asam amino lisin yang dapat dimodifikasi oleh produk peroksidasi lipid seperti malonaldehid atau 4-hidroksinonenal(Evans 1990). Dalam keadaan normal sel mamalia mampu menghasilkan ROS sperti anion superoksida (O2•) dan H2O2. Stress oksidatif yang disebabkan oleh H2O2 terjadi secara tidak langsung dan dibantu oleh beberapa ion logam. Reaksi yang terjadi di dalam tubuh yang melibatkan H2O2 adalah reaksi Fenton (Kim 2001). Hidrogen peroksida merupakan senyawa yang relatif stabil sehingga dapat menembus membran nukleus atau membran sel. Hidrogen peroksida yang masuk ke dalam membran akan bereaksi dengan ion Fe dan Cu dan membentuk molekul yang lebih reaktif seperti OH•. Radikal hidroksil banyak merusak protein, lemak dan DNA di dalam sel (Halliwell & Aruoma 1991). Pada suspensi tanpa penambahan oksidator H2O2 secara keseluruhan ratarata memiliki nilai absorbansi lebih kecil dibandingkan dengan suspensi yang menggunakan penambahan oksidator H2O2. Semua suspensi yang mengandung fraksi produk reaksi Maillard memiliki nilai absorbansi lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Suspensi yang mengandung fraksi model G-5.AA > 100 kDa memiliki nilai absorbansi paling besar, bahkan mendekati nilai absorbansi dari kontrol(Gambar 4.35). Penghitungan jumlah sel hidup dilakukan pada akhir pengamatan yaitu pada jam ke-5. Sel awal yang digunakan adalah sebanyak 20 x 107 sel/ml (Gambar 4.36). Pada suspensi yang mengandung fraksi KGP>100 kDa mempunyai jumlah sel eritrosit yang masih hidup tertinggi yaitu 2.99 x 107 sel/ ml (dengan H2O2) dan 3.34 x 107 sel/ml (tanpa H2O2), diikuti oleh suspensi yang mengandung fraksi KGP<10 dan model MRP. Kontrol memiliki jumlah sel hidup yang paling kecil dibandingkan dengan yang lainnya, yaitu 9.24 x 106 sel/ml (dengan H2O2) dan 6.8 x 106 sel/ml (tanpa H2O2).
101
0,4 absobansir
0,3 0,2 0,1 0 -1
1
-0,1
3
5
w aktu pengamatan (jam) KGP>100 kDa
KGP< 10 kDa
G-5.AA<10 kDa
kontrol
G-5.AA>100 kDa
Gambar 4.35 Kemampuan fraksi-fraksikecap manis dengan gula pasir (KGP) dan model(G-5.AA) dalam mencegah hemolisis eritrosit tanpa penambahan oksidator H2O2 Berdasarkan data-data di atas
didapatkan bahwa fraksi-fraksi dari produk
reaksi Maillard, baik yang berasal dari kecap KGP atau yang berasal dari model MRP, mempunyai efek terhadap penghambatan hemolisis sel eritrosit. Hasil ini kemudian dikonfirmasi dengan menggunakan penghitungan jumlah sel eitrosit yang masih hidup dengan metode biru trifan. Hasil penghitungan jumlah sel hidup menujukkan bahwa jumlah sel hidup tertinggi terdapat pada suspensi yang mengandung fraksi dari KGP, kemudian diikuti oleh suspensi yang mengandung fraksi dari model MRP. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian dari Guimares et al (2008) terhadap molases, suatu produk samping dari pengolahan gula. Molases mengandung fenol sebesar 2.86 mg/L - 4.72 mg/L, dan melanoidin (dari spektrum UV-Vis) sebagai hasil produk reaksi Maillard akibat proses pengolahan gula. Komponen
dari
molases
menunjukkan
mampu
sebagai
menghambat kerusakan oksidatif DNA dalam sistem seluler.
antioksidan
dan
102
4 jumlah sel (x 10^7 sel/ml)
3.5 3 2.5
2.84
3.34 2.99
2.93 2.39
2.19
2.81 2.3
2 1.5 0.924 0.68
1 0.5 0 F1KGP
F4KGP
F1G-5.AA
F4G-5.AA
kontrol
jenis sampel dgn H2O2 tanpa H2O2 Keterangan: F1KGP: fraksi dengan berat molekul > 100 kDa dari kecap manis dengan gula pasir F4KGP: fraksi dengan berat molekul < 10 kDa pada kecap manis dengan gula pasir F1G-5.AA: fraksi dengan berat molekul >100 kDa pada model glukosa-glisin, sistein, phenilalanin, isoleusin, tirosin F4G-5.AA: fraksi dengan berat molekul <10 kDa pada model glukosa-glisin, sistein, phenilalanin, isoleusin, tirosin
Gambar 4.36 Jumlah sel eritrosit hidup pada suspensi sel yang ditambahkan fraksi - fraksi kecap KGP dan sistem model
Hasil uji aktivitas antioksidan secara biologi ini memberikan hasil yang sama dengan pengujian aktivitas antioksidan secara kimia, yaitu yang pertama, fraksifraksi pada kecap manis KGP dan model produk reaksi Maillard mempunyai aktivitas antioksidan cukup kuat. Kedua, kecap manis KGP dengan fraksi > 100 kDa memberikan aktivitas antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan fraksi < 10 kDa.
103
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada produk moromi dan moromi dipanaskan fraksi dengan berat molekul 30 kDa sampai lebih besar dari 100 kDa mempunyai kemampuan menghambat oksidasi lemak atau asam lemak dan menangkap radikal DPPH paling kuat dibandingkan fraksi dengan berat molekul yang lebih kecil. Fraksi dengan berat molekul besar ini aktivitasnya ≥ BHT 200 ppm untuk penghambatan oksidasi lemak atau asam lemak dan lebih besar dari vitamin C 100 ppm dalam menangkap radikal DPPH. Pada produk kecap manis dengan gula merah dan gula pasir mempunyai kemampuan menangkap radikal DPPH lebih kuat pada fraksi dengan berat molekul 30 kDa sampai lebih besar dari 100 kDa dan aktivitasnya sama dengan vitamin C 200 ppm, sedangkan penghambatan oksidasi lemak atau asam lemak lebih kuat pada fraksi dengan berat molekul < 10 kDa sampai 30 kDa dan aktivitasnya lebih besar dari BHT 200 ppm. Senyawa yang berperan sebagai antioksidan pada moromi dan kecap manis terutama disebabkan oleh senyawa produk reaksi Maillard. Senyawa protein, alfaamino dan fenol yang dapat berpotensi sebagai antioksidan, dalam penelitian ini tidak
menunjukkan aktivitas antioksidan moromi dan kecap manis terutama
disebabkan oleh senyawa-senyawa tersebut. Kadar protein, alfa amino dan fenol pada tiap produk sebagian besar terdapat pada fraksi dengan berat molekul < 10 kDa dengan kisaran jumlah protein 2.89-3.68 mg/ml, alfa-amino 2.29-2.99 mg/ml dan total fenol 362-713 ppm dan tidak menunjukkan hubungan dengan kuatnya aktivitas antioksidan. Kuatnya aktivitas antioksidan kecap manis (KGM dan KGP) dalam menghambat oksidasi minyak atau lemak pada fraksi dengan berat molekul < 10 kDa terutama disebabkan senyawa produk reaksi Maillard bukan fenol karena senyawa fenol potensial sebagai antioksidan dalam sistem aqueous, sedangkan dalam penelitian ini kekuatan aktivitas antioksidan fraksi dengan berat molekul< 10 kDa diperoleh dari sistem minyak atau asam lemak. Hasil analisis spektrum uv-vis tiap fraksi
pada kisaran 306 nm, 348 nm dan 403 nm, spectra infra merah
mengindikasikan gugus –OH...O dari β-diketon atau kombinasi C=R=R dan gugus
104
fungsional →CH, →COC, >C=C<, >C=N, >NH, →N+H, COO dan nilai Rf 0.32-0.41 dari TLC menunjukkan fraksi-fraksi banyak terdiri dari senyawa produk reaksi Mailard. Aktivitas antioksidan pada model didapatkan pada berat molekul yang besar (> 30 kDa) mampu menghambat oksidasi minyak atau asam lemak dan menangkap radikal DPPH lebih kuat dibandingkan fraksi yang lain. Fraksi dengan berat molekul < 30 kDa hanya mampu menghambat oksidasi minyak atau asam lemak lebih kuat. Jenis asam amino lebih menentukan kekuatan akivitas antioksidan daripada jumlah dari asam amino. Model dari glukosa dan asam amino mempunyai aktivitas antioksidan dan aktivitasnya kurang kuat jika dibandingkan aktivitas antioksidan pada moromi dan kecap manis. Indek protektif model hanya pada kisaran 1.21-1.41 sedangkan pada kecap manis mencapai 1.31-2.34. Asam amino sistein dalam model produk reaksi Maillard memberikan aktivitas antioksidan lebih kuat dibandingkan dengan asam amino yang lain dalam model yang dibuat. Fraksi-fraksi pada kecap manis dengan gula pasir dan model produk reaksi Maillard mempunyai aktivitas antioksidan dalam sistem biologi. Fraksi pada kecap manis dengan gula pasir mampu menghambat hemolisis sel eritrosit lebih kuat dibandingkan pada fraksi-fraksi dari model terutama pada fraksi dengan berat molekul > 100 kDa. Aktivitas antioksidan kecap manis dengan gula pasir pada fraksi dengan berat molekul > 100 kDa baik secara kimia maupun secara biologis mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat.
Saran Perlu identifikasi lebih lanjut tentang struktur senyawa yang terdapat dalam fraksi-fraksi kecap manis. Kajian perlu juga dilakukan mengenai kondisi proses pengolahan kecap manis dan umur fermentasi moromi untuk mendapatkan aktivitas antioksidan yang optimal.
105
PUSTAKA Adler, Niesen. 1979. Determination of degree of hidrolisis of food protein hidrolisat by trinitrobenzene sulfonic acid. J. Agric. Food. Chem. 27: 1256 – 1262 Alaiz M., Zamora R, Hidalgo F J. 1995 Antioxidative activity of (E)-2-octenal/amino acids reaction products. J. Agric. Food Chem. 43: 795-800 Antony SM, Han LY, Rieck JR dan Dawson PL. 2000. Antioxidative effect of Maillard reaction products formed from honey at different reaction times. J. Agric. Food Chem. 48: 3985-3989 Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budijanto S. 1989. Analisa Pangan. Bogor: PAU IPB Apriyantono A, Marianti S, Bailey RG, Royle L, Ames JM. 1997. Separation of coloured of kecap manis (a typical Indonesian soy sauce) using HPLC and capillary electrophoresis. Di dalam prosiding 6th Maillard Symposium, London 27-30 July 1997 Arnoldi A, Corain EA, Scaglioni L dan Ames JM. 1997. New colored compounds from the Maillard reaction between xylose and lysine. J.Agric.ood Chem.(45):650-655 Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 1984. Officia Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. 14 th ed. AOAC. Virginia : Inc. Arlington Assoumani MB, Maxime D dan Nguyen NP. 1994. Evaluation of a lysine-glucose Maillard model system using three rapid analytical methods. Food Chem.46:383-387 Bailey ME, Won Um K. 1992. Maillard reaction and lipid oxidation. Di dalam: Angelo AJS. Lipid Oxidation in Food. ACS symposium series. .New York: August 2530 Bedinghaus AJ dan Ockerman HW . 1995. Antioxidative Maillard reaction products from reducing sugars and free amino acids in cooked ground pork patties. J. Of food of science (60) 5- 992-995 Belitz HD dan Grosch W. 1996. Food Chemistry. 2nd ed. Springer-Berlin Blank I dan Fay LB. 1996. Formation of 4-hydroxy-2,5-dimethyl-3(2H)-furanone and 4-hydroxy-2(or5)-ethyl-5(or2)-methyl-3(2H)-furanone through Maillard reaction based on pentosa sugar. J.Agric.Food Chem.44: 531-536 Bollag DM dan Edelstein SJ. 1991. Protein Methods. Wiley-Liss Publ. New York
106
Cammerer B dan Kroh LW. 1995. Investigation of the influence of reaction conditions on elementary composition of melanoidins. Food Chemistry (53).p 55-59 Cheung LM, Peter CK Cheung dan Vincent EC Ooi. 2003. Antioxidant activity and total phenolics of edible mushroom extracts. Food chemistry 81. 249-255 Cuppett S, Schnepf M, Hall III C. 1996. Natural antioxidants- are they a reality. ? Di dalam: Shahidi F (ed). Natural Antioxidants. Chemistry, health effects and applications. Canada: ACS Pr Dewi NI. 2008. Efek asam askorbat terhadap sel kanker hepatoma AH109A dan sel eritrosit manusia secara in vitro [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Duh P, Tu Y dan Yen G. 1999. Antioxidant activity of water extract of harng lyur (Chrysanthemum morifolium ramat). Lebensm Wiss U Technol.32: 269-277 Eichner K. 1985. Antioxidative Effect of Maillard Reaction Intermediates. FraunhoferInstitute fur Lebensmitteltechnologie und Verpackung. Munchen 50. Schragenhofstrabe. P 367-383 Eiserich JP dan Shibamoto T. 1994. Antioxidative activity of volatile heterocyclic compounds. J.Agric.Food Chem. 42(5): 1060-1063 Eskin NAM., Handerson HM, Townsend RJ. 1971. Biochemistry of Foods. New York : Academic Pr Evans dan Catherine R. 1990. Iron mediated oxidative stress and erythrocytes. Di dalam: Blood Cell Biochemistry 1. Harris JR (ed). Plenum Press. New York Fallico B, Arena E dan Zappala M. 2008. Degradation of 5-Hydroxymethylfurfural in Honey. J. Of Food Science (73) No. 9 Fleury Y, Welti DH, Philipposian C dan Magnolato D.1992. Soybean (Malonyl) Isoflavones, characterization and antioxidant properties. Di dalam: Huang MT, Ho CT dan Le CY (eds) Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health II. Acs symposium series 507 Wahington DC p.98-113 Gordon MH. 1990. The Mechanism of antioxidant action in vitro. Di dalam: Hudson BJF (ed). Food Antioxidant. London: Elsevier Appl Science Gordon M, Yanishlieva N dan Pokrny J. 2001. Antioxidant in Food. Woodhead Publ.England Guimaraes CM, Giao MS, Martinez SS, Pintado AI, Pintado ME, Bento LS dan Malcata FX. 2008. Antioxidant activity of sugar molasses, including protective effect against DNA oxidative damage. J.of Food Science (72) No.1
107
Halliwell B dan Aruoma OI. 1997. DNA damage by oxygen-derived species. Its mechanism and measurement in mammalian systems. FEBS Letter 281:9-19 Hammerschmidt PA dan Pratt DE. 1978. Phenolic antioxidant of dried soybean. J.Food Sci. 43:556-559 Hanani E, Mun’im A dan Sekarini R (2005). Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp dari kepulauan seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian Vol.II (3) 123-133 Hardjo S. 1964. Pengolahan dan Pengawetan Kedelai untuk Makanan Manusia. Bogor: Rapat Kerja Kedelai 28-30 september Hashiba H. 1972. Non-enzymatic browning of soy sauce comparison of the browning of soy sauce with that of a sugar-amino acid model system. Agric Biol. Chem. 36(3): 390-397 Hashiba H. 1976. Participation of Amadori rearrangement products and carbonyl compounds in oxygen-dependent browning of soysauce. J.Agric.Food.Chem. 24(1) p 70-73 Hashiba H. 1982. The Browning reaction of amadory compound derived from various sugar. Agric. Biol.Chem. , 46 (2), 547-548 Haslam E, Liley TH, Warminsky E, Liao H, Yacai, Martin R, Gaffney, Goulding PN. 1992. Polyphenol complexation: a study in molecular recognition. Di dalam: Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health I. Editor. Chi-Tang Ho, Lee CY, Huang MT. American Chemical Society. Washington DC Hayase F dan Kato H. 1981. Volatile components formed by thermal degradation of nondialyzable melanoidins prepared from sugar-amino acid reaction system. Agric.Biol.Chem.45(11) 2559-2567 Hesseltine CW, Wang HL. 1972. Fermented soybean food product. Di dalam: A.K. Smith dan S. J. Circle (eds). Soybean Chemistry and Technology Vol I. Westport : AVI Publ. Co. Inc. Hodge JE, Rist CE. 1953. The Ammadory rearrangement under condition and its significance for non enzymatic browning reaction. J. Am. Chem. Soc.75: 316322 Hofmann T. 1998a. Studies on melanoidin-type colorants generated from The Maillard reaction of protein-bound lysine and furan-2-carboxaldehyde-chemical characterisation of ared coloured domained. Z.Lebensm Unters Forsch A 206: 251 – 258 Hofmann 1998b. Studies on relationship between molecular weght and the color potency of fractions obtained by thermal treatment of glucose/amino acid and
108
glucose/protein solutions by using ultrasentrifugation and color dilution techniques. J.Agric.Food Chem.46: 3891-3895 Hofmann 1998c.4-Alkylidene-2-imino-5-[4-alkylidene-5-oxo-1,3 - imidazol-2-inyl]azamethylidene-1,3-imidazolidine- a novel colored substructure in melanoidins formed by Maillard reactions of bound arginine with glyoxal and furan-2carboxaldehyde. J.Agric.Food Chem.46: 3896-3901 Hofmann T, Bors W, Stettmaier K. 1999. Radical-assisted melanoidin formation during thermal processing of food as well as under physiological conditions. J. Agric. Food Chem. 47: 391-396 Hofmann T, Czerny M, Calligaris S, Schieberle P. 2001. Model studies on the influence of coffee melanoidins on flavor volatiles of coffee beverages. J. Agric. Food Chem. 49: 2382-2386 Hollnagel A dan Kroh LW. 2000. Degradation of oligosaccharides in nonenzimatic browning by formation of alpha-dicarbonyl compounds via a ‘peeling off’ mechanism. J.Agric.Food Chem.48(12): 6219-6226 Homma S, Tomura T, Fujimaki M. 1982. Fractionation of nondialyzable melanoidin into components by electrofocusing electrophoresis. Agric. Biol. Chem 46: 1791-1796 Homma S, Terasawa N, Kubo T, Yoneyama-Ishi, Aida K. 1997. Changes in chemical properties of melanoidin by oxidation and reduction. Biosci. Biotech. Biochem. 61 (3): 533-535 Hurrell RF, Lerman P dan carpenter KJ. 1979. Reactive lysine in foodstuffs as measured by a dye-binding procedure. J.Food Sci. 44:1221-1227 Ikan R. 1996. The Maillard Reaction. New York : J. Wiley & Sons Itoh T, Matsuyama., Widjaya CH, Nasution MZ, Kumendong J. 1985. Compositional of Nira Palma Juice of High Sugar Content from Palma Tree. Di dalam: S. Fardiaz, Matsuyama dan K. Abdullah (ed). Processing of the IPB-JICA International Symposium on Agricultural Product, Processing and Technology, IPB-JICA Judoamidjojo RM., Itoh T, Tomatsu A , Matsuyama A. 1985. The analytical study on “kecap”-an Indonesian soy sauce. Di dalam: makalah Internasional symposium on agriculture product, processing and technology. Bogor: Tanggal 31 juli-2 agustus Judoamidjojo RM. 1986. The Studies on The Kecap – Indigenous Seasoning of Indonesia. The Tokyo University of Agriculture. Japan Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta
109
Kim BY. 2001. Effect of reactive oxigent species on proliferation of Chinese hamster lung fibroblast (V-79) cells. J.Free Radical Biology and Medicine 30: 686-698 Kim NK dan Harris ND. 1988. Antioxidant effect of non-enzimatic browning reaction products on linoleic acid. Dep. of Nutrition and Food Science. Florida State University.USA Kurata T, Fujimaki M dan Sakurai Y. 1973. Red pigment produced by the reaction o dehydro-L-ascorbic acid with α-amino acid. Agr.Biol.Chem.37(6):1471-1477 Ledl F dan Schleicher E. 1990. New aspects of the Maillard reaction in foods and in human body. Angewandte Chemie. International edition in English. Vol.29 (6):565-706 Lowry OH, Rosebrough NJ, Farr AL dan Randall RJ. 1951. Protein measurement with the folin phenol reagent. J.Biol.Chem.193:265-275 Maga JA. 1981. Pyrroles in foods. J.Agric and Food Chem. 29(4):691-694 Manzocco L, Calligaris S, Mastrocola D, Nicoli MC dan Lerici CR. 2001.Review of non-enzymatic browning and antioxidant capacity in processed foods. Trends in Food Science & Technology 11 (2001) 340-346 Miller DD. 1998. Food Chemistry. A Laboratory manual. New York: J Wiley & Sons Inc. Misnawi, Jinap S, Jamilah B, Nazamid S. 2002. Effects of cocoa liquor roasting on polyphenols content, hydrophobicity and tanning capacity, Scientific Conference on Food Antioxidant, UPM. Malaysia Mlotkeewiez JA. 1998. The role of Maillard reactionin the food industri. Didalam O’Brien J, Nursten HE, Crabbe MJC, Ames JM (eds.). The Maillard Reaction in Foods and Medicine. The Royal Society of Chemistry Mohn Zin Z, Abdul Hamid A dan Osman A. 2002. Antioxidative activity of extracts from mengkudu (Morinda citrifolia L.) rot, fruit and leaf. J. Food Chemistry (78):227-231 Moon G, Lee M, Lee Y dan Trakoontivakorn G. 2002. Main component of soysauce representing antioxidative activity. International congress series 1245:509-510 Morales FJ dan Babbel MB. 2002. Melanoidins exert a weak antiradical activity in water fluids. J.Agric.Food Chem.(50) p. 4657-4661 Motai H dan Inoue. 1974. Conversion of color components of melanoidin produced from the glycine-xylose system. Agr.Biol.Chem.38(2).p 233-239
110
Muchtadi D, Koswara S, Astawan, Palupi NS dan Dyah D. 1992. Disain proses pengolahan dan penggunaan beberapa jenis gula palma [Laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Mun’im A, Negishi O and Ozawa T. 2003. Antioxidative compounds from Crotalaria sessiliflora, Biosci.Biotechnol.Biochem. 67 (2) p.410-414. Nakamura S, Kato A, Kobayashi K. 1992. Enhanced antioxidative effect of avalbumin due to covalent binding of polysaccharide. J.Agric. Food Chem. 40: 2033-2037 Namiki M, Terao A, Ueda S dan Hayashi T. 1983. Deamination of lysine in protein by reaction with oxidized ascorbic acid or active carbonyl compounds produced by Maillard reaction. Agric.Biol.Chem.47.106-114 Niki E, Komura E, Takahashi M, Urano S, Ito E dan Terao K. 1988. Oxidative hemolysis of erythrocytes and its inhibition by free radical scavengers. The Journal of Biological Chemistry. Vol. 263 (36): 19809-19814 Nunomura N, Sasaki M. 1986. Soy sauce. dalam Reddy N, Pierson. MD, Solunke, DK (ed). Legume-based Fermented Foods. Florida: CRC Pr Inc Nurhayati. 1996. Mempelajari kontribusi flavor gula merah pada pembentukan flavor kecap manis [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Obretenov TD, Ivanova SD, Kuntcheva MJ, Somov GT. 1993. Isolation and characterisation of melanoidin from heat-treated fish meat. J. Agric. Food Chem. 41 : 653-658 Okuhara A, Saeki M, Sasaki T. 1975. Browning of soy sauce. J. Japan Soy Sauce. Rest Inst. 1: 185-189 O’Reilly R. 1983. Application of electrofocusing for the fractionation of colored products formed during the xylose-glycine Maillard reaction. J.Chem. nd 19: 716-717 Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS.1996. Introduction to Spectroscopy. 2nd. Ed.Harcourt Brace College Publishers. London Prakash A. 2001. Antioxidant activity. Medallion Laboratories Analytical Progress. Vol.19 (2) Minnesota Pratt DE. 1992. Natural antioxidants from plant material. Di dalam: Huang MT, Ho CT dan Lee CY, ed. Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health II. American Chemical Society, Washington DC Pratt DE dan Hudson BJF. 1990. Natural antioxidants not exploited commercially. Didalam: Hudson BJF. Editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Sciences. London
111
Rogacheva SM, Kuntcheva MJ, Obretenov TD, Vermin D. 1998. Formation and structure of melanoidin in food and model system. Di dalam: John O’Brien, Harry E. Nursten, M.James C Crabbe dan Jennifer M. Ames (ed). The Maillard Reaction in Foods and Medicine. Cambridge : The Royal Society of Chemistry Rohman A dan Riyanto S. 2005.Daya antioksidan ekstrak etanol daun kemuning (Murraya Paninculata (L) Jack) secara in vitro. Majalah Farmasi Indonesia 16(3) 136-140 Roling WFM, Apriyantono A dan Verseveld HW. 1996. Comparison between traditional and industrial soysauce (kecap) fermentation in Indonesia. J.of Fermentation and Bioengineering.vol.81(3): 275-278 Schlüsselwőrter. 2001. Influence of the temperature by roasting sesame on flavour and antioxidative characteristics of the oil [tesis doktor]. http://edocs.tuberlin.de/diss/2001/kim_jeong.htm. [3 juli 2001]. Shahidi F dan Naczk M. 1995. Food Phenolics. Technomic pub.Co.Inc. LancesterBasel Shaker ES, Ghazy MA dan Shibamoto T. 1995. Antioxidative activity of volatile browning reaction products and related compounds in a hexanal/hexanoic acid system. J.Agric.Food Chem. (43): 1017-1022 Sherwin ER. 1990. Antioxidants. Di dalam: Branen AL, Davidson PM, Salminen S. Food Additives. New York: Marcel dekker Inc. Shetty K. 1999. Phenolic content in differentiated tissue culture of transformed and agrobacterium-transformed roots of anise (pimpinella anisum L). J.Agric.Food.Chem.47: 1776-1780 Shibamoto T. 1983. Heterocyclic compounds in browning and browning nitrite model system: occurence, formation mechanisms, flavor characteristic and mutagenic activity. Didalam: Instrumental Analysis of Foods. Vol.I.Academic Press Inc.Florida Shikata HK, Omori., Okuno T, Moriguchi S. 1971. Colour of usukuchi soy sauce I : browning reaction by reducing sugar and amino acids. Season Sci. 18: 28-39 Shurtleff W dan Aoyagi A. 1979. The Book of Tempeh. Haper and Raw Publisher. New York Siagian IMR. 2007. Pengaruh ekstrak tanaman ceremai, delima putih, kecombrang, kemuning dan jati belanda terhadap penghambatan hemolisis sel eritrosit manusia secara in vitro [ Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor
112
Sittiwat L, Roungdao M, Apinya A dan Amaret B. 2001. Roles of Maillard reaction in browning during moromi process of Thai soysauce. J.of food processing and preservation, ISSN 0145-8892–CODEH JFPPDL.Vol.25, no2, pp 149-162 Smith. 1991. Food Additive User’s Handbook. Blackie Academic & Profesional. Glasgow-UK Soares JR, Dins TCP, Cunha AP dan Ameida LM. 1997. Antioxidant activity of some extract of thymus zygis. Free Rad.Res.26: 469-478 Supriyanto, Haryadi, Rahardjo B dan Marseno DW. 2006. Aktivitas antioksidan ekstrak polifenol kasar dari kakao hasil penyangraian menggunakan energi gelombang mikro. J.Tekn.dan Ind.Pangan Vol.XVII (3): 176-182 Takaya Y, Kondo Y, Furukawa T and Niwa M., 2003, Antioxidant constituents of radish sprout (Kaiware-daikon), Raphanus sativus L., J. Agric. Food Chem, 51, 8061-8066. Tensiska, Wijaya CH, Andarwulan N. 2003. Aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman (zanthoxylium acanthopodium DC) dalam beberapa sistem pangan dan kestabilan aktivitasnya terhadap kondisi suhu dan pH. J.Tekn. dan Industri pangan. Vol.XIV No.1 hal.29-39 Terasawa N, Murata M, Homma S . 1991. Separation of model melanoidin into components with copper chelating sepharose 6B column chromatography and comparison of chelating activity. J.Agric.Biol.Chem.55(6): 1507-1514 Tressl R dan Wondrak GT. 1998. New melanoidin-like Maillard polymers from 2deoxypentoses. J.Agric.Food.Chem. 46. p.104-110 Vernin G dan Parkanyi C. 1982. Mechanisms of formation of heterocyclic compounds in Maillard reactions. Didalam: Vernin G (ed). The Chemistry of Heterocyclic Flavoring and Aroma Compounds. Ellis Horwood Chichester Wahyudi A. 2006. Pengaruh penambahan kurkumin dari rimpang temu giring pada aktivitas antioksidan asam askorbat dengan metode FTC. Akta Kimindo Vol. 2 (1): 37 – 40 Whistler R, Daniel JR. 1985. Carbohydrate. Di dalam: Fennema OR (eds). Food Chemistry. New York : Marcel Dekker. Inc Wiratma E. 1995. Analisis komponen flavor kecap manis [skripsi]. IPB ,Fateta Wolf FA, Wolf FT. 1974. The Fungi, Vol VII. New York: J Wiley and Sons. Inc Xu J dan Hu Q. 2004. Effect of foliar application of selenium on the antioxidant activity of aqueous and ethanolic extracts of selenium-enriched rice. J.Agric.Food.Chem.(52): 1759-1763
113
Yamaguchi N, Koyama Y, Fujimaki M. 1981. Fractionation and antioxidative activity of browning reaction products between D-xylose and glycine. Prog.Fd.Nutr.Sci. 5: 429-439 Yaylayan VA, Kaminsky E. 1998. Isolation and structural analysis of Maillard polymers : caramel and melanoidin formation in glycine/glucose model system J.Food Chemistry 63 ( 1): 25-31 Yokotsuka T. 1960. Aroma and flavor of Japannese soy sauce. Di dalam: C.O. Chister (eds) Advance in Food Research. Vol X. New York: Academic Press Yokotsuka T. 1986. Soy sauce biochemistry. Adv. Food. Res. (30): 195-329 Yong FM, Wood BJB. 1974. Applied microbial. Di dalam: A.H. Rose Fermented Food, A.P. Vol VII p. 97-129 Yoshimura Y, Iijima T, Watanabe T, Nakazawa H. 1997. Antioxidative effect of Maillard reaction products using glucose-glycine model system. j.Agric. Food Chem. Vol.45 p. 4106-4109 Zakaria FR dan Abidin Z. 1996. Kadar malonaldehid dan zat gizi antioksidan plasma pada populasi remaja rentan pencemaran makanan. Bul.tekn. dan Industri Pangan 7(3): 56-64 Zhu QY, Holt RR, Lazarus SA, Orozco Tj dan Kenn CL. 2002. Inhibitory effect of cocoa flavonols and procyanidin oligomers on free radical-induced erythrocyte hemolysis. J.Experimental Biology Medicine. Vol.22 (5): 321-329
Lampiran 1. Hasil analisis proksimat dan pH Hasil analisis proksimat (%bk) jenis produkl K.air K.lemak K.protein K.abu M 67.05 1.03 25.98 40.55 66.93 1.09 24.61 40.31 rata-rata 66.99 1.06 25.30 40.43 0.0849 0.0401 0.9647 0.1682 SDEV MP rata-rata SDEV
KGM rata-rata STDEV
KGP rata-rata SDEV
63.56 64.41 63.99 0.6010
0.99 1.04 1.01 0.0366
23.79 27.34 25.57 2.5078
37.76 38.55 38.16 0.5582
44.81 43.88 44.35 0.6576
0.58 0.53 0.56 0.0320
8.35 8.78 8.57 0.3053
14.39 13.95 14.17 0.3072
29.66 29.91 29.79 0.1768
0.26 0.29 0.27 0.0208
7.34 7.03 7.18 0.2135
11.25 11.20 11.22 0.0322
Nilai pH tiap fraksi MMMM<<<MMM M MP 4.81 4.85
KGM 4.55
KGP 4.97
BM>100 kDa
4.81
4.78
4.62
4.81
BM 30-100 kDa
4.73
4.93
4.68
4.87
BM 10-30 kDa
4.83
4.74
5.08
4.8
BM<10 kDa
4.66
4.68
5.28
4.62
Tabel . Komponen gizi pada gula merah dan gula pasir (%bk) Parameter K.air (%) K.protein(%) K.lemak(%) K.abu (%) gula pereduksi
Gula merah 18.27 0.12 0.22 0.79 7.08
Gula reduksi 1.29
15.75
Lampiran 2. Kadar protein sampel
konsentrasi(mg/ml) I II 3.552 3.812 3.392 3.392 2.582 2.66 2.811 2.977
rata-rata 3.682 3.208 2.621 2.894
Konsentrasi rata-rata protein produk M Fraksi Konsentrasi(mg/ml) I II BM>100 kDa 0.0312 0.0128 BM 30-100 kDa 0.0464 0.0559 BM 10-30 kDa 1.0685 1.1792 BM<10 kDa 2.893 1.8465
rata-rata 0.022 0.051 1.124 2.370
Konsentrasi rata-rata protein produk MP Fraksi konsentrasi(mg/ml) I II BM>100 kDa 0.0945 0.0519 BM 30-100 kDa 0.0169 0.026 BM 10-30 kDa 1.249 0.9649 BM<10 kDa 2.1505 1.8363
rata-rata 0.073 0.021 1.107 1.993
M MP KGM KGP
SDEV
0.1838 0.0000 0.0552 0.1174
SDEV
0.0130 0.0067 0.0783 0.7400
SDEV
0.0301 0.0064 0.2009 0.2222
Konsentrasi rata-rata protein produk KGM fraksi konsentrasi (mg/ml) I II BM>100 kDa 0.0292 0.0118 BM 30-100 kDa 0.0313 0.0436 BM 10-30 kDa 1.2525 0.9221 BM<10 kDa 1.49 1.3996
rata-rata 0.021 0.037 1.087 1.445
0.0123 0.0087 0.2336 0.0639
Konsentrasi rata-rata protein produk KGP fraksi konsentrasi (mg/ml) I II BM>100 kDa 0.0684 0.0334 BM 30-100 kDa 0.0395 0.0424 BM 10-30 kDa 1.1505 1.2689 BM<10 kDa 1.553 1.5203
rata-rata 0.051 0.041 1.210 1.537
0.0247 0.0021 0.0837 0.0231
SDEV
SDEV
Lampiran 3. Kadar alfa-amino Produk M MP KGM KGP
konsentrasi (mg/ml) I II 2.9822 3.0082 2.2564 2.5184 2.1887 2.3347 2.2245 2.34994
Konsentrasi rata-rata alfa-amino M fraksi konsentrasi (mg/ml) I II BM>100 kDa 0.03108 0.04753 BM 30-100 kDa 0.03961 0.11943 BM 10-30 kDa 0.21023 0.1341 BM<10 kDa 2.6934 2.6421 Konsentrasi rata-rata alfa-amino MP fraksi konsentrasi (mg/ml) I II BM>100 kDa 0.11944 0.13955 BM 30-100 kDa 0.01097 0.0457 BM 10-30 kDa 0.30468 0.21937 BM<10 kDa 1.9987 1.8891 Konsentrasi rata-rata alfa-amino KGM fraksi konsentrasi (mg/ml) I II BM>100 kDa 0.01706 0.03047 BM 30-100 kDa 0.00975 0.02376 BM 10-30 kDa 0.33516 0.26203 BM<10 kDa 1.8403 1.95 Konsentrasi rata-rata alfa-amino KGP fraksi konsentrasi (mg/ml) I II BM>100 kDa 0.03595 0.07008 BM 30-100 kDa 0.01219 0.0262 BM 10-30 kDa 0.82875 0.91406 BM<10 kDa 1.32234 1.32844
rata-rata 2.9952 2.3874 2.262 2.287
rata-rata 0.03931 0.07952 0.17217 2.66775 2.95874
rata-rata 0.1295 0.02834 0.26203 1.9439
rata-rata 0.02377 0.01676 0.2986 1.89515 2.23427
rata-rata 0.05302 0.0192 0.87141 1.32539
SDEV
0.018385 0.185262 0.103238 0.088699
SDEV
0.011632 0.056441 0.053832 0.036275
SDEV
0.01422 0.024558 0.060323 0.077499
SDEV
0.009482 0.009907 0.051711 0.07757
SDEV
0.024134 0.009907 0.060323 0.004313
Lampiran 4. Kadar air tiap fraksi Kadar air tiap fraksi dari moromi (M) Fraksi BM>100 kDa BM 30-100 kDa BM 10-30 kDa BM<10 kDa
kadar air (%) I 99.58 99.6 99.36 91.83
II 99.59 99.77 99.89 91.89
Kadar air fraksi moromi yang dipanaskan (MP) Fraksi kadar air (%) I II BM>100 kDa 99.58 99.68 BM 30-100 kDa 99.89 99.77 BM 10-30 kDa 99.89 99.67 BM<10 kDa 92.23 92.08 Kadar air tiap fraksi dari KGM Fraksi BM>100 kDa BM 30-100 kDa BM 10-30 kDa BM<10 kDa Kadar air tiap fraksi dari KGP Fraksi BM>100 kDa BM 30-100 kDa BM 10-30 kDa BM<10 kDa
rata-rata 99.585 99.685 99.625 91.86
rata-rata 99.63 99.83 99.78 92.155
kadar air (%) I II 99.32 99.89 99.68 99.89 99.56 99.57 77.78 78.42
rata-rata 99.605 99.785 99.565 78.1
kadar air (%) I II 99.78 99.78 99.79 99.67 99.24 99.24 76.73 76.03
rata-rata 99.78 99.73 99.24 76.38
SDEV
0.0071 0.1202 0.3748 0.0424
SDEV
0.0707 0.0849 0.1556 0.1061
SDEV
0.4031 0.1485 0.0071 0.4525
SDEV
0.0000 0.0849 0.0000 0.4950
Lampiran 5. Kadar total padatan Kadar total padatan tiap fraksi dari moromi Fraksi kadar total padatan (%) I II rata-rata BM>100 kDa 0.4237 0.31479 0.36925 BM 30-100 kDa 0.3979 0.22548 0.31169 BM 10-30 kDa 0.6363 0.10977 0.37304 BM<10 kDa 8.165 8.10526 8.13513
0.0770 0.1219 0.3723 0.0422
Kadar total padatan fraksi moromi yang dipanaskan (MP) Fraksi kadar total padatan (%) I II rata-rata BM>100 kDa 0.4264 0.4012 0.4138 BM 30-100 kDa 0.1079 0.2331 0.1705 BM 10-30 kDa 0.106 0.33149 0.21875 BM<10 kDa 7.772 7.92181 7.84691
0.01782 0.08853 0.15945 0.10593
Kadar total padatan tiap fraksi dari KGM Fraksi kadar total padatan (%) I II rata-rata BM>100 kDa 0.6428 0.11062 0.37671 BM 30-100 kDa 0.3215 0.10753 0.21451 BM 10-30 kDa 0.4343 0.4329 0.4336 BM<10 kDa 22.2222 21.5805 21.9014
0.37631 0.1513 0.00099 0.45372
Kadar total padatan tiap fraksi dari KGP Fraksi kadar total padatan (%) I II rata-rata BM>100 kDa 0.2146 0.2222 0.2184 BM 30-100 kDa 0.2121 0.32751 0.26981 BM 10-30 kDa 0.7592 0.76336 0.76128 BM<10 kDa 23.2698 23.9686 23.6192
0.00537 0.08161 0.00294 0.4941
SDEV
SDEV
SDEV
SDEV
Lampiran 6. Kadar fenol Kadar fenol tiap fraksi dari tiap produkl jenis sampel blanko M>100 kDa
A1 0.1
A2 rata-rata SDEV [fenol(ppm)] 0.065 0.0825 0.0247
0.501
0.497
0.499
0.0028
68.2
M30-100 kDa
0.59
0.603
0.5965
0.0092
81.93
M10-30 kDa
0.828
0.867
0.8475
0.0276
117.28
M<10 kDa
0.678
0.727
0.7025
0.0346
446.15
MP>100 kDa
0.579
0.59
0.5845
0.0078
80.24
MP30-100 kDa
0.522
0.547
0.5345
0.0177
73.2
MP10-30 kDa
0.858
0.755
0.8065
0.0728
111.51
MP<10 kDa
0.823
0.832
0.8275
0.0064
534.18
0.76
0.709
0.7345
0.0361
101.37
KGM30-100 kDa
0.375
0.381
0.378
0.0042
51.15
KGM10-30 kDa
0.44
0.432
0.436
0.0057
59.32
KGM<10 kDa
0.565
0.598
0.5815
0.0233
360.94
KGP>100 kDa
0.189
0.21
0.1995
0.0148
26.01
KGP30-100 kDa
0.171
0.161
0.166
0.0071
21.3
KGP10-30 kDa
0.393
0.397
0.395
0.0028
53.55
0.44
0.44
0.44
0.0000
261.3
KGM>100 kDa
KGP<10 kDa
Lampiran 7. Hasil pengamatan aktivitas antioksidan dengan rancimat
Lama periode induksi M, MP, KGM dan KGP (jam) Fraksi
t1
t2
rata-rata
SDEV
M<10 kDa
14.14
17.56
15.850
2.4183
MP<10kDa
14.015
17.69
15.853
2.5986
KGM<10kDa
12.475
17.07
14.773
3.2492
KGP<10kDa
16.675
18.73
17.703
1.4531
7.35
7.74
7.545
0.2758
BHT 200 ppm
12.25
11.95
12.100
0.2121
M10-30kDa
14.55
15.68
15.115
0.7990
MP10-30kDa
15.42
16
15.710
0.4101
KGM10-30kDa
14.685
15.31
14.998
0.4419
KGP10-30kDa
16.09
18.75
17.420
1.8809
7.59
7.36
7.475
0.1626
10.82
11.25
11.035
0.3041
KGM30-100kDa
9.53
10.25
9.890
0.5091
KGP30-100kDa
11.73
11.86
11.795
0.0919
M>100kDa
13.17
12.02
12.595
0.8132
MP>100kDa
12.42
12.07
12.245
0.2475
KGM>100kDa
13.11
13.43
13.270
0.2263
KGP>100kDa
12.77
12.93
12.850
0.1131
kontrol
M30-100kDa MP30-100kDa
Lampiran 8. Hasil penentuan nilai TBA
Nilai TBA tiap fraksi M, MP, KGM dan KGP jenis sampel
Ao
A1
A2
rata-rata
SDEV
nilai TBA
M >100 kDa
0.226
0.185
0.186
0.186
0.00071
2.33
30-100kDa
0.183
0.189
0.154
0.172
0.02475
2.16
10-30 kDa
0.45
0.296
0.314
0.305
0.01273
3.84
< 10 kDa
0.224
0.235
0.23
0.233
0.00354
2.92
>100 kDa
0.269
0.251
0.175
0.213
0.05374
2.68
30-100kDa
0.097
0.096
0.105
0.101
0.00636
1.26
10-30 kDa
0.547
0.334
0.338
0.336
0.00283
4.23
< 10 kDa
0.371
0.391
0.404
0.398
0.00919
5
>100 kDa
1.293
0.742
0.956
0.849
0.15132
10.68
30-100kDa
0.741
0.394
0.402
0.398
0.00566
5.01
10-30 kDa
0.624
0.427
0.438
0.433
0.00778
5.44
< 10 kDa
0.498
0.485
0.488
0.487
0.00212
6.12
>100 kDa
0.271
0.23
0.177
0.204
0.03748
2.56
30-100kDa
0.073
0.153
0.066
0.11
0.06152
1.38
10-30 kDa
0.345
0.253
0.248
0.251
0.00354
3.15
< 10 kDa
0.159
0.256
0.292
0.274
0.02546
3.45
MP
KGM
KGP
Lampiran 9. Aktivitas antioksidan dengan DPPH
F1
F1
rata-rata
SDEV
F2
F2
rata-rata
SDEV
M
48.01
46.6
47.31
0.9970
32.90
33.72
33.31
0.579828
MP
45.67
48.13
46.9
1.7395
54.22
51.99
53.10
1.576848
KGM
45.08
53.98
49.53
6.2933
59.48
53.51
56.49
4.221427
KGP
69.09
63.11
66.1
4.2285
48.24
39.70
43.97
6.038692
vit.c100ppm
25.19
29.01
27.10
2.6961
vit.c200ppm
63.64
61.32
62.48
1.6357
F3
F3
rata-rata
SDEV
F4
F4
rata-rata
SDEV
50.82
47.72
49.27
2.192031
38.88
38.29
38.58
0.417193
13.7
14.29
13.99
0.417193
-5.15
-13.11
-9.13
5.62857
57.96
53.98
55.97
2.814285
-21.19
-26.35
-23.77
3.648671
45.08
63.11
54.09
12.74914
44.26
63.7
53.98
Lampiran 10. Aktivitas antioksidan model dengan rancimat dan DPPH
Hasil analisis antioksidan dengan rancimat pada model MRP Jenis sampel >100 kDa 30-100kDa 10-30kDa <10kDa Glu-gli-sis 13.23 14.99 16.71 14.95 15.26 15.18 13.85 13.28 rata-rata 14.245 15.085 15.28 14.115 SDEV 1.4354 0.1344 2.0223 1.1809 Glu-gli-sis-phe 16.97 14.35 14.37 11.68 12.13 12.06 14.78 13.56 rata-rata 14.55 13.205 14.575 12.62 SDEV 3.4224 1.6193 0.2899 1.3294 Glu-5.AA 13.57 13.68 13.52 11.73 13.29 15.03 15.35 14.43 rata-rata 13.43 14.355 14.435 13.08 SDEV 0.1980 0.9546 1.2940 1.9092 kontrol 10.74 10.96 rata-rata 10.85 SDEV 0.1555
Nilai absorbansi pada pengukuran dengan DPPH Jenis sampel >100 kDa 30-100kDa Glu-gli-sis 0.286 0.072 0.3 0.175 rata-rata 0.293 0.1235 SDEV 0.0099 0.0728 Glu-gli-sis-phe 0.085 0.166 0.131 0.188 rata-rata 0.108 0.177 SDEV 0.0325 0.0156 Glu-5.AA 0.265 0.109 0.288 0.109 rata-rata 0.2765 0.109 SDEV 0.0163 0.0000 kontrol 0.437 0.408 0.486 0.463 rata-rata 0.4615 0.4355 SDEV 0.0346 0.0389
10-30kDa
<10kDa
0.287 0.266 0.2765 0.0148
0.272 0.292 0.282 0.0141
0.236 0.193 0.2145 0.0304
0.116 0.157 0.1365 0.0290
0.209 0.207 0.208 0.0014 0.304 0.292 0.298 0.0085
0.246 0.195 0.2205 0.0361
Lampiran 11. Aktivitas antioksidan model dengan tiosianat Glu-gli-sis hari F1 1 72.317 2 34.803 3 25 4 20.012 5 18.051 6 2.825
Glu-gli-sis-phe hari F1 1 31.887 2 24.169 3 22.523 4 20.45 5 4.807 6 4.787
Glu-5.AA hari 1 2 3 4 5 6
F1 36.707 35.217 20.675 20.169 11.843 1.586
F2 59.599 31.332 22.356 20.313 14.164 6.392
F2 45.389 30.728 24.39 18.236 16.012 2.549
F2 41.463 38.235 28.776 2.279 0 0
F3 60.569 31.722 28.143 21.881 7.585 7.582
F3 27.245 22.725 19.335 8 0.793 0.793
F3 39.681 35.991 34.961 28.323 7.681 0.26
F4 58.563 27.486 27.245 26.737 11.445 7.185
F4 35.929 35.139 33.454 28.323 5.154 4.955
F4 34.053 33.333 32.817 29.381 15.064 15.064
Lampiran 12. Aktivitas antioksidan produk M, MP, KGM dan KGP dengan tiosianat
Produk M Pengamatan hari keF1M F2M F3M F4M BHT 1 80 40 38.889 55.556 40 2 66.667 33.33 33.33 27.778 33.33 3 33.33 27.778 16.67 16.67 16.67 4 27.778 25 16.67 16.67 16.67 5 16.67 16.67 16.67 16.67 8.33 6 16.667 16.667 0 8.33 -3.125 Produk MP 1 2 3 4 5 6
F1MP F2MP F3MP F4MP BHT 33.33 50 38.889 50 40 27.78 33.33 22.22 44.444 33.33 16.67 20 16.67 22.222 16.67 16.67 16.67 16.67 20 16.67 8.33 16.67 8.33 16.67 8.33 8.333 0 0 16.667 -3.125
1 2 3 4 5 6
F1KGM F2KGM F3KGM F4KGM BHT 33.33 55.56 66.67 50 40 20 33.333 22.22 41.667 33.33 16.67 27.78 16.67 38.889 16.67 16.67 27.778 8.33 30 16.67 8.33 16.67 0 16.67 8.33 0 8.33 0 16.667 -3.125
1 2 3 4 5 6
F1KGP F2KGP F3KGP F4KGP BHT 27.778 44.55 44.44 61.111 40 10 33.33 38.89 27.778 33.33 5.556 16.67 16.67 25 16.67 0 8.33 8.33 16.67 16.67 0 0 0 8.33 8.33 0 0 0 8.333 -3.125
Produk KGM
Produk KGP
Lampiran 13 . Proses pembuatan moromi di PT. Indofood Sukses Makmur, Cikarang-Bekasi
Defatted soybean
Wheat
Cooking (121 oC)
roasting (± 120 oC) Seed mould
Cooling (± 40 oC)
cooling (± 35 oC)
25-35 oC
grinding MIXING
Fermented koji
Fermentasi air garam (tanki moromi)
Pressing
Sari kedelai
ampas kedelai
Gambar . Skema pembuatan moromi di PT.Indofood Sukses Makmur
Lampiran 14. Data nilai absorbansi dan persen pencegahan hemolisis pada sel eritrosit (+H2O2) Jenis fraksi KGP>100 kDa rata-rata standar deviasi abs.sampel awal rata-rata-sampl awal %cegah hemolisis KGP<10 kDa rata-rata standar deviasi abs.sampel awal rata-rata-sampl awal %cegah hemolisis G.5AA>100 kDa rata-rata standar deviasi %cegah hemolisis G.5AA<10 kDa rata-rata standar deviasi %cegah hemolisis kontrol rata-rata standar deviasi
waktu pengamatan (jam) 0 1 2 3 4 5 0.137 0.153 0.145 0.153 0.508 0.572 0.136 0.139 0.171 0.163 0.502 0.526 0.136 0.146 0.158 0.158 0.505 0.549 0.00071 0.009899 0.01838 0.007071 0.00424 0.0325269 0.1205 0.0155
0.0185
0.0505
0.0425
0.3815 85.9729 95.10582 91.2402 68.86447 140.694
0.4055 -165.9016
0.264 0.381 0.558 0.447 0.305 0.258 0.267 0.272 0.274 0.496 0.326 0.31 0.2625 0.268 0.3275 0.527 0.3865 0.3075 0.00636 0.005657 0.07566 0.043841 0.08556 0.0035355 0.285 -0.0225
-0.017
0.0425
120.362 104.4974 92.6279
0.242
0.1015
0.0225
-77.2894 35.9621 85.245902
0.164 0.22 0.246 0.232 0.251 0.223 0.211 0.214 0.238 0.218 0.208 0.202 0.1875 0.217 0.242 0.225 0.2295 0.2125 0.03323 0.004243 0.00566 0.009899 0.03041 0.0148492 -69.683 42.59259 58.0225
-64.8352
-44.795
-39.34426
0.202 0.196 0.244 0.216 0.231 0.168 0.16 0.207 0.234 0.253 0.214 0.209 0.164 0.2045 0.215 0.2485 0.215 0.22 0.00566 0.003536 0.02687 0.006364 0.00141 0.0155563 -48.416 45.89947 62.706 -82.0513 35.6467 -44.2623 0.118 0.418 0.515 0.108 0.114 0.117 0.103 0.338 0.638 0.165 0.203 0.188 0.1105 0.378 0.5765 0.1365 0.1585 0.1525 0.01061 0.056569 0.08697 0.040305 0.06293 0.0502046
Lampiran 15. Data nilai absorbansi dan persen pencegahan hemolisis pada sel eritrosit (-H2O2) Jenis fraksi KGP>100 kDa rata-rata standar deviasi abs.sampel awal rata-rata-sampl awal %cegah hemolisis KGP<10 kDa rata-rata standar deviasi abs.sampel awal rata-rata-sampl awal %cegah hemolisis G.5AA>100 kDa rata-rata standar deviasi %cegah hemolisis G.5AA<10 kDa rata-rata standar deviasi %cegah hemolisis kontrol rata-rata standar deviasi
waktu pengamatan (jam) 0 1 2 3 4 5 0.126 0.125 0.131 0.148 0.195 0.178 0.111 0.127 0.128 0.144 0.184 0.231 0.1185 0.126 0.1295 0.146 0.1895 0.2045 0.010607 0.0014142 0.002121 0.002828 0.007778 0.037477 0.1205 -0.002 101.7778
0.0055
0.009
0.0255
98.51752 94.75219 83.54839
0.282 0.269 0.269 0.272 0.269 0.277 0 0.0070711
0.069
0.084
54.7541 39.78495
0.331 0.283 0.273 0.258 0.279 0.275 0.291 0.27 0.305 0.279 0.282 0.264 0.03677 0.005657 0.012728 0.008485
0.285 -0.016
-0.008
0.02
-0.006
-0.003
-0.021
114.222
102.156
88.338
103.871
101.967
115.054
0.102 0.117 0.096 0.64 0.632 0.1 0.112 0.61 0.115 0.502 0.581 0.233 0.107 0.3635 0.1055 0.571 0.6065 0.1665 0.007071 0.3486036 0.013435 0.097581 0.036062 0.094045 4.888889 2.0215633 38.48397 268.3871 -297.705 -19.3548 0.173 0.097 0.097 0.105 0.111 0.104 0.106 0.101 0.11 0.103 0.116 0.1 0.1395 0.099 0.1035 0.104 0.1135 0.102 0.047376 0.0028284 0.009192 0.001414 0.003536 0.002828 -24 73.315364 39.65015 32.90323 25.57377 26.88172 0.116 0.611 0.226 0.106 0.124 0.116 0.109 0.131 0.117 0.204 0.181 0.163 0.1125 0.371 0.1715 0.155 0.1525 0.1395 0.00495 0.3394113 0.077075 0.069296 0.040305 0.033234
Lampiran 16. Kromatogram fraksi-fraksi moromi dan kecap manis dengan HPLC
KGM
Lampiran 17. Spectra infra merah tiap fraksi dari tiap produk Produk M (fraksi<10 kDa)
Produk M (fraksi 10-30 kDa)
Produk M (fraksi 30-100 kDa)
Produk M (fraksi >100 kDa)
Gambar . Spectra-IR produk moromi (M)
Fraksi produk MP BM<10 kDa
Fraksi produk MP BM 10-30 kDa
Fraksi produk MP BM 30-100 kDa
Fraksi produk MP BM >100 kDa
Gambar . Spectra-IR produk MP
Fraksi produk KGM BM <10 kDa
Fraksi produk KGM BM 10-30 kDa
Fraksi produk KGM BM 30-100 kDa
Fraksi produk KGM BM >100 kDa
Gambar . Spectra-IR produk KGM
Fraksi produk KGP BM <10 kDa
Fraksi produk KGP BM 10-30 kDa
Fraksi produk KGP BM 30-100 kDa
Fraksi produk KGP BM >100 kDa
Gambar . Spectra-IR produk KGP
Lampiran 18.
Hasil TLC fraksi F1 dari M, MP, KGM dan KGP
Hasil TLC fraksi F4 dari M, KGM, KGP dan MP
Lampiran 19. Kromatogram komposisi asam amino
Lampiran 20. Kromatogram kadar gula
Lampiran 21. Spektrum UV-Vis moromi dan kecap manis M
MP
ג
A 2.495 2.491 2.48 2.472 1.643 1.626 1.675 1.757 1.888 1.965 1.966 1.908 1.753 1.425 1.17 0.998 0.858 0.634 0.545
200 309 330 345 351 352 355 360 370 380 381 390 400 420 440 457 470 490 500
ג 200 313 340 350 351 360 370 380 388 395 400 425 450 473 485 500
Gula merah
ג 200 335 350 351 360 370 380 387 395 400 420 450 475 490 500
KGM A 2.498 2.495 2.489 2.491 1.623 1.784 1.928 2.066 2.124 2.098 2.054 1.665 1.307 0.989 0.841 0.672
KGP
ג
A 2.495 2.491 2.48 2.472 1.698 1.728 1.812 1.886 1.961 2.037 2.111 2.194 2.152 1.823 1.459 1.173 1.038 0.997 0.841 0.728 0.678
200 309 330 345 351 355 360 365 370 375 380 393 400 420 440 460 470 473 485 495 500
ג 200 309 330 345 352 360 370 380 390 398 400 420 440 460 461 470 485 500
A 2.495 2.491 2.48 2.472 1.637 1.77 1.992 2.085 2.222 2.278 2.275 1.874 1.373 1.012 0.997 0.867 0.683 0.539
Gula Pasir
ג
A 2.496 2.49 2.487 1.809 1.952 2.104 2.255 2.318 2.294 2.245 1.916 1.443 0.993 0.719 0.58
200 212 235 245 257 265 276 300 320 340 360 380 400 420 440 460
A 1.959 0.99 0.373 0.203 0.118 0.204 0.286 0.212 0.138 0.077 0.035 0.017 0.008 0.005 0.002 0.001
M>100
M30-100
גA 200 227.5 240 260 270 280 290 300 303.5 304 304.5 305 305.5 306 310 312.5 313 330 343 344.5 345 345.5 346.5 350.5 352 352.5 353 370 380 390 400 430 450 480 500
גA 2.504 2.491 1.87 1.446 1.332 1.236 1.131 1.026 0.99 0.994 1.018 0.98 0.984 1.016 1.016 0.976 0.974 0.89 0.792 0.819 0.774 0.789 0.773 0.7 0.691 0.69 0.68 0.614 0.578 0.546 0.519 0.451 0.415 0.366 0.339
200 230 240 242 244 248 252 256 260 270 280 290 300 301 304.5 305 307.5 312 315 316 325 345 348 348.5 353 355 390 400 420 440 460 480 500
10-30kDa
גA 2.5 2.156 1.469 1.424 1.391 1.354 1.341 1.324 1.312 1.267 1.165 1.003 0.882 0.877 0.873 0.83 0.86 0.875 0.858 0.851 0.806 0.667 0.658 0.634 0.561 0.551 0.425 0.403 0.364 0.333 0.311 0.288 0.266
200 243 270 275 280 285 290 297 300 302 304 306 308 310 316 320 330 340 345 350 350.5 351 353 360 380 400 420 450 470 500
<10 kDa
גA 2.494 2.477 2.083 2.058 2.021 1.982 1.931 1.877 1.898 1.982 2.066 2.145 2.101 2.054 1.979 1.943 1.812 1.603 1.446 1.39 1.15 1.137 1.126 1.059 0.858 0.708 0.599 0.479 0.412 0.31
200 314 330 340 350 351 352 353 354 355 360 362 363 365 366 367 370 385 400 420 450 480 500
2.5 2.498 2.495 2.493 2.494 1.593 1.611 1.625 1.636 1.654 1.668 1.664 1.658 1.642 1.634 1.62 1.578 1.29 1.017 0.773 0.56 0.384 0.288
MP>100 kDa
גA 200 272 285 299 300 301 302 307 308 310 311 312 315 318 320 323 325 328 342 343 346 349 350 351 352 355 358 360 380 388 400 420 440 470 500
MP 30-100
גA 2.499 2 2.265 2.034 2.047 2.054 2.08 2.068 1.993 1.929 1.873 1.876 1.84 1.824 1.801 1.773 1.755 1.716 1.504 1.539 1.392 1.432 1.42 1.272 1.27 1.251 1.227 1.212 1.05 0.995 0.992 0.827 0.751 0.659 0.574
200 220 245 260 275 290 301 302 304 305 306 307.5 309 312.5 316 335 350 375 400 420 440 470 500
MP 10-30
גA 2.186 1.296 0.68 0.64 0.597 0.532 0.469 0.47 0.456 0.435 0.465 0.427 0.427 0.431 0.42 0.374 0.321 0.265 0.231 0.211 0.194 0.172 0.155
200 313 350 351 353 356 365 370 375 380 385 390 400 440 448 460 480 500
MP<10 kDa
גA 2.5 2.498 2.494 1.642 1.675 1.706 1.738 1.723 1.698 1.656 1.607 1.548 1.434 1.056 0.996 0.915 0.773 0.639
200 313 330 340 350 351 352 353 355 358 366 375 390 420 430 450 480 500
2.5 2.498 2.495 2.493 2.494 1.638 1.658 1.677 1.692 1.741 1.776 1.7 1.412 0.923 0.818 0.656 0.451 0.342
KGM>100 kDa
גA 200 210 220 230 240 260 270 280 290 300 301 302 303 305 306 307 308 309 310 311 336 337 339 342 343 346 347 349 350 380 400 440 470 500
KGM 30-100kDa
גA 1.821 1.401 1.065 0.802 0.607 0.525 0.506 0.475 0.451 0.378 0.374 0.377 0.363 0.371 0.373 0.36 0.348 0.363 0.373 0.347 0.307 0.302 0.305 0.285 0.293 0.267 0.284 0.283 0.28 0.234 0.219 0.193 0.179 0.167
200 225 240 241 242 243 244 247 249 251 257 259 265 270 277 285 296 300 303.5 304 304.5 310.5 311 312 312.5 313 325 340 341 341.5 342 342.5 343 350 360 380 400 420 440 470 500
KGM 10-30kDa
גA 2.438 1.385 0.857 0.844 0.832 0.823 0.815 0.797 0.786 0.778 0.761 0.761 0.749 0.731 0.703 0.65 0.569 0.551 0.529 0.531 0.535 0.504 0.525 0.501 0.499 0.495 0.455 0.393 0.405 0.401 0.393 0.405 0.386 0.361 0.318 0.272 0.238 0.213 0.193 0.174 0.156
200 309 330 345 350 351 355 360 365 370 375 380 390 400 410 420 440 460 480 490 495 500
KGM<10 kDa
גA 2.495 2.491 2.48 2.472 2.477 1.881 1.911 1.982 2.032 2.069 2.09 2.094 2.036 1.928 1.802 1.686 1.464 1.278 1.091 0.999 0.956 0.917
200 309 340 351 352 354 356 358 360 362 364 366 368 370 372 374 376 378 380 400 420 440 460 480 500
2.495 2.491 2.476 1.76 1.74 1.777 1.801 1.829 1.851 1.871 1.886 1.896 1.901 1.9 1.894 1.882 1.866 1.844 1.817 1.403 1.063 0.832 0.667 0.517 0.399
KGP>100 kDa
KGP 30-100 kDa
גA
גA
200 254 280 299 300 301 302 303 304 305 305.5 306 308 309 310 311 325 340 342 343 344 346 347 350 351 353 356 358 360 361 363 365 368 375 380 390 400 420 440 460 480 500
2.499 2.495 2.229 2.026 2.029 2.045 2.077 2.102 2.093 2.071 2.082 2.101 2.009 1.973 1.932 1.876 1.714 1.525 1.342 1.511 1.452 1.377 1.371 1.401 1.209 1.206 1.197 1.186 1.176 1.169 1.159 1.145 1.125 1.072 1.034 0.951 0.869 0.729 0.623 0.542 0.472 0.414
200 218 230 246 247 248 249 250 255 260 265 270 283 290 300 302 303 303.5 304 304.5 305 309.5 310 310.5 311 311.5 312 313 330 335.5 336 336.5 340 340.5 341 341.5 342 344.5 345 345.5 346 349.5 350 370 400 420 440 460 480 500
KGP 10-30 kDa
גA 2.499 2.474 1.878 0.995 0.983 0.978 0.966 0.963 0.951 0.957 0.953 0.955 0.949 0.913 0.829 0.816 0.808 0.781 0.792 0.797 0.759 0.743 0.767 0.727 0.739 0.719 0.718 0.628 0.595 0.6 0.593 0.581 0.581 0.579 0.574 0.545 0.554 0.55 0.55 0.533 0.529 0.499 0.421 0.291 0.223 0.179 0.151 0.129 0.112
200 309 330 345 352 358 370 380 390 397 400 410 420 430 450 470 500
KGP<10kDa
גA 2.495 2.491 2.48 2.472 1.747 1.846 2.02 2.166 2.259 2.285 2.276 2.197 2.08 1.908 1.566 1.268 0.901
200 309 330 352 360 370 380 390 403 420 440 456 475 485 500
2.495 2.491 2.48 1.689 1.822 1.973 2.142 2.294 2.415 2.017 1.355 0.992 0.683 0.562 0.422
Glu-gli-sis>100kDa
גA 230 250 270 290 310 330 350 370 390 410 430 450 470 490
גA 1.281 1.044 1.028 0.929 0.875 0.848 0.833 0.822 0.818 0.809 0.801 0.793 0.782 0.774
Glu-gli-sis-phe >100kDa
גA
210 230 250 270 290 310 330 350 370 390 410 430 450 470 490 Glu-gli-sis-phe 30-100 kDa
גA
1.131 0.697 0.419 0.383 0.322 0.269 0.228 0.2 0.189 0.178 0.167 0.156 0.148 0.14 0.131
Glu-gli-sis<10kDa
גA 0.992 200 0.65 0.429 0.387 0.334 0.276 0.24 0.21 0.191 0.178 0.164 0.154 0.143 0.132 0.123
גA
210 1.169 230 0.513 250 0.26 270 0.225 290 0.184 310 0.144 330 0.118 350 0.103 370 0.092 390 0.086 410 0.081 430 0.078 450 0.073 470 0.069 490 0.066 Glu-5.AA 30-100 kDa 210 230 250 270 290 310 330 350 370 390 410 430 450 470 490
210 230 250 270 290 310 330 350 370 390 410 430 450 470 490
Glu-gli-sis-phe 10-30kDa
גA 1.487 0.933 0.559 0.554 0.438 0.368 0.331 0.298 0.275 0.26 0.24 0.234 0.222 0.21 0.2
Glu-gli-sis 10-30kDa
גA
גA
210 1.343 230 0.784 250 0.59 270 0.59 290 0.542 310 0.526 330 0.51 350 0.501 370 0.499 390 0.497 410 0.495 430 0.491 450 0.488 470 0.483 490 0.478 Glu-5.AA>100kDa 210 230 250 270 290 310 330 350 370 390 410 430 450 470 490
Glu-gli-sis 30-100 kDa
210 230 250 270 290 310 330 350 370 390 410 430 450 470 490 Glu-gli-sis-phe <10kDa
גA
210 1.25 210 230 0.576 230 250 0.287 250 270 0.248 270 290 0.207 290 310 0.172 310 330 0.147 330 350 0.134 350 370 0.124 370 390 0.118 390 410 0.113 410 430 0.109 430 450 0.104 450 470 0.101 470 490 0.09 490 Glu-5.AA 10-30kDa
גA 2.014 1.504 0.888 0.872 0.714 0.611 0.557 0.521 0.494 0.477 0.461 0.447 0.433 0.419 0.407
210 230 250 270 290 310 330 350 370 390 410 430 450 470 490
0.63 0.588 0.373 0.218 0.197 0.17 0.135 0.11 0.098 0.086 0.08 0.075 0.065 0.065 0.06 0.054
1.227 0.58 0.351 0.323 0.281 0.253 0.229 0.215 0.208 0.202 0.197 0.193 0.189 0.184 0.179 Glu-5.AA<10kDa
גA 1.646 1.03 0.57 0.549 0.438 0.36 0.315 0.279 0.25 0.241 0.226 0.213 0.202 0.191 0.181
210 230 250 270 290 310 330 350 370 390 410 430 450 470 490
1.711 1.1 0.607 0.604 0.488 0.421 0.374 0.344 0.327 0.315 0.305 0.293 0.283 0.273 0.264
Lampiran 21. inform concern INFORM CONCERN PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Khoirul Umam Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) NRP : F24050878 Alamat : Griya Artayasa, Leuwikopo, Babakan Darmaga-Bogor Telepon : 0852-2685-6558 Menyatakan dalam keadaan sehat dan bersedia atau tidak keberatan untuk dilakukan pengambilan darah untuk keperluan penelitian yang berjudul ” Aktivitas antioksidan pada kecap manis”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka penulisan disertasi oleh Dedin Finatsiyatull Rosida/NRP P09600007. Pengambilan darah dilakukan di klinik Farfa Darmaga-Bogor pada bulan Mei-Juni 2008. Demikian keterangan ini dibuat untuk digunakan seperlunya.
Petugas pengambil darah
Neng
Bogor, Juni 2008 Responden
Khoirul Umam