AKIBAT HUKUM PENJUALAN TELEPON GENGGAM REPLIKA DALAM KAITANNYA DENGAN KONTRAK JUAL BELI ANTARA PEDAGANG DAN PEMBELI Oleh: I Made Adi Satria Ida Bagus Surya Dharmajaya Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai akibat hukum penjualan telepon genggam replika dan kaitannya dengan kontrak jual beli antara pedagang dan pembeli. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini mengkaji mengenai penjualan barang-barang palsu dan kontrak jual beli. Akibat hukum dari penjualan telepon genggam replika ini adalah penerima lisensi merek terdaftar maupun pemilik merek yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek, berupa gugatan ganti rugi dan penghentian perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Hubungan kontrak jual beli antara pedagang dan pembeli dianggap batal demi hukum, karena hubungan kontrak jual beli yang terjadi didasarkan oleh suatu sebab yang terlarang dan tidak diperbolehkan dalam Undang-Undang, oleh karena itu pedagang wajib untuk mengembalikan segala biaya yang dikeluarkan oleh pembeli sejak awal perjanjian baik itu berupa harga pembelian maupun ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan oleh pembeli tersebut. Kata Kunci: Akibat hukum, telepon genggam replika, kontrak. ABSTRACT This study aims to discuss the legal effect of mobile phone sales replica and connection with the contractual between the sale and purchase of sellers and buyers. This study uses normative research approach to legislation in this regard examine the sale of counterfeit goods and the purchase contract relationships. The legal effect of mobile phone sales replica is a licensee of the registered mark or trademark owners concerned may file a lawsuit against another party without right to use the brand, in the form of claim for damages and termination of actions relating to the use of the trademark. Relations purchase contract between the trader and the buyer is deemed null and void by law, because the relationship purchase contract which occur grounded by a cause that is forbidden and not allowed in the Act, therefore traders obliged to refund any costs incurred by the buyer since the beginning of the agreement whether it be the purchase price and the costs that have been incurred by the buyer. Keywords: Legal effect, replica mobile phones, contract.
1
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dewasa ini telepon genggam merupakan salah satu alat komunikasi yang
memiliki peranan besar dalam mempermudah aktivitas kehidupan sehari-hari, telepon genggam memiliki banyak kelebihan, salah satunya yaitu dengan menggunakan telepon genggam maka manusia tidak harus bertemu langsung untuk melakukan komunikasi. Banyaknya perusahaan yang memproduksi telepon genggam dengan berbagai merek dan kelebihan yang ditawarkan, membuat konsumen lebih mudah untuk memilih telepon genggam yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing, akan tetapi banyaknya pedagang yang menjual produk berupa telepon genggam replika dengan berbagai merek terkenal membuat masyarakat sulit untuk membedakan antara barang yang asli ataupun barang palsu. Akibatnya, sering kali konsumen yang tidak mengetahui mengenai keaslian barang merasa dirugikan, karena tidak memahami dengan jelas bahwa barang yang mereka beli merupakan barang palsu. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana akibat hukum penjualan telepon genggam replika, dan bagaimana hubungan kontrak antara pedagang dan pembeli dalam jual beli telepon genggam replika tersebut.
1.2.
Tujuan Penulisan Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum penjualan telepon
genggam replika, dan bagaimana hubungan kontrak antara pedagang dan pembeli dalam jual beli telepon genggam replika.
II.
ISI MAKALAH
2.1.
Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum
normatif, yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan seperti buku dan pendekatan peraturan perundang-undangan.
2.2.
Hasil dan Pembahasan
2.2.1. Akibat Hukum Penjualan Telepon Genggam Replika
2
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan tidak secara jelas mengatur mengenai larangan terhadap penjualan telepon genggam replika ini, akan tetapi penggunaan merek dalam telepon genggam replika ini dapat ditemui pada beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (UU Merek), sehingga dapat dijadikan dasar hukum untuk menjatuhkan tuntutan bagi pemakai merek tanpa izin.1 Penggunaan merek terkenal dalam telepon genggam replika ini merupakan wujud persaingan curang, karena meniru atau menjiplak ketenaran merek pihak lain.2 Penggunaan merek tanpa izin dari pemilik merek terdaftar dapat dituntut berdasarkan pasal 76 UU Merek yang pada intinya menyatakan, pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi dan/atau penghentian perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Mengenai pihak yang dapat mengajukan tuntutan kepada pengguna merek tanpa izin ini ditegaskan pada pasal 77 UU Merek yang menyatakan, gugatan atas pelanggaran merek sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 dapat diajukan oleh penerima lisensi merek terdaftar baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan pemilik merek yang bersangkutan.
2.2.2. Hubungan Kontrak Antara Pedagang Dan Pembeli Dalam Jual Beli Telepon Genggam Replika Jual beli adalah suatu perjanjian yang terjadi dimana pihak yang satu bersedia mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lainnya bersedia untuk membayar harga yang dijanjikan.3 Pada dasarnya terjadinya kontrak jual beli antara pedagang dan pembeli adalah saat terjadinya penyesuaian kehendak dan pernyataan
Ruby Juliansyah, 2013, “Penegakan Hukum Perdagangan Barang-Barang KW”, m.hukumonline.com/klinik/detail/lt522464e40449c/penegakan-hukum-perdagangan-barang-barang-kw, diakses pada tanggal 19 Maret 2016. 2 Farida Hasyim, 2009, Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta, h. 208. 3 Salim H.S, 2003, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, h. 48. 1
3
antara mereka tentang barang dan harga.4 Dalam proses terjadinya kontrak jual beli antara pihak pedagang dan pembeli harus didasari itikad baik, itikad baik merupakan salah satu bentuk kewajiban hukum yang harus dipatuhi dalam keseluruhan proses kontrak.5 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) pada pasal 1320, menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak, kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, adanya objek, dan adanya kausa yang halal.6 Pada pasal 1320 KUHPer tidak dijelaskan pengertian kausa yang halal, akan tetapi pada pasal 1337 KUHPer hanya dijelaskan kausa yang terlarang. Suatu sebab yang terlarang adalah apabila bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Apabila syarat kesepakatan kedua belah pihak dan kecakapan bertindak tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan, artinya bahwa salah satu pihak dapat mengajukan pembatalan pada perjanjian. Apabila syarat adanya objek perjanjian dan adanya kausa yang halal tidak terpenuhi maka perjanjian itu dianggap batal demi hukum, artinya bahwa dari awal semua perjanjian itu dianggap tidak ada. Dari hubungan kontrak antara pedagang dan pembeli disini dinyatakan batal demi hukum, karena pada syarat sahnya perjanjian yaitu berupa adanya kausa yang halal tidak terpenuhi. Dinyatakan tidak terpenuhinya syarat tersebut karena disini disebabkan oleh kausa yang terlarang, dimana penjualan telepon genggam replika itu sendiri dilarang oleh UU Merek karena menimbulkan persaingan curang dengan cara meniru atau menjiplak ketenaran merek pihak lain. Dari sisi objek perjanjian dalam kontrak itu sendiri merupakan hasil perbuatan melawan hukum, sehingga dalam jual beli telepon genggam replika tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Untuk itu timbulnya sebab ganti rugi karena perbuatan melawan hukum, sebagaimana dijelaskan pada pasal 1365 KUHPer yang menyatakan bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. Untuk itu pedagang wajib untuk mengembalikan segala biaya yang dikeluarkan oleh pembeli sejak awal perjanjian baik 4
Ibid. Sogar Simamora, 2013, Hukum Kontrak: Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia, Laksbang Justitia, Surabaya, h. 33. 6 Soetojo Prawirohamidjodjo, 1979, Hukum Perikatan, Bina Ilmu, Surabaya, h. 114. 5
4
itu berupa harga pembelian maupun ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan oleh pembeli tersebut.
III.
KESIMPULAN Akibat hukum dari penjualan telepon genggam replika ini adalah penerima
lisensi merek terdaftar maupun pemilik merek yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek, berupa gugatan ganti rugi dan penghentian perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Hubungan kontrak jual beli antara pedagang dan pembeli dianggap batal demi hukum, karena hubungan kontrak jual beli yang terjadi didasarkan oleh suatu sebab yang terlarang dan tidak diperbolehkan dalam Undang-Undang, oleh karena itu pedagang wajib untuk mengembalikan segala biaya yang dikeluarkan oleh pembeli sejak awal perjanjian baik itu berupa harga pembelian maupun ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan oleh pembeli tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Buku: Farida Hasyim, 2009, Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta. Salim H.S, 2003, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta. Soetojo Prawirohamidjodjo, 1979, Hukum Perikatan, Bina Ilmu, Surabaya. Sogar Simamora, 2013, Hukum Kontrak: Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia, Laksbang Justitia, Surabaya. Internet: Ruby Juliansyah, 2013, “Penegakan Hukum Perdagangan Barang-Barang KW”, m.hukumonline.com/klinik/detail/lt522464e40449c/penegakan-hukumperdagangan-barang-barang-kw, diakses pada tanggal 19 Maret 2016. Peraturan Perundang-Undangan: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Subekti, 1996, Pradnya Paramita, Jakarta. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
5