KAJIAN SISTEM PROTEKSI AKTIF DAN PASIF, SARANA PENYELAMATAN JIWA SERTA MANAJEMEN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI DIREKTORAT PENGEMBANGAN MUTU BARANG (PMB), KEMENTERIAN PERDAGANGAN TAHUN 2013 Ajeng Wulan Apriyanti1 Ridwan Zahdi Sjaaf2 1. Peminatan Keselamatan dan Kesehatan kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (email:
[email protected]) 2. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Gd. C Lt.1 FKM UI, Kampus Baru UI Depok 16424 Abstrak Penelitian ini membahas tentang penerapan Sistem Proteksi Aktif dan Pasif, Sarana Penyelamatan Jiwa serta Manajeman Tanggap Darurat Kebakaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian sistem proteksi aktif dan pasif, sarana penyelamatan jiwa, serta manajemen tanggap darurat kebakaran dengan standar National Fire Protection Association, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif dengan metode observasional yaitu melihat secara langsung sistem proteksi kebakaran, sarana penyelamatan jiwa, dan melakukan telaah dokumen mengenai manajemen tanggap darurat kebakaran di gedung Direktorat Pengembangan Mutu Barang (PMB). Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan yaitu sistem proteksi aktif dan pasif, sarana penyelamatan jiwa, serta manajemen tanggap darurat kebakaran belum seluruhnya memenuhi standar. Keywords : Sistem proteksi aktif dan pasif; sarana penyelamatan jiwa; manajemen tanggap darurat; NFPA; Keputusan Menteri Pekerjaan Umum; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Abstract This research is about the application of active and passive protection system, means of escape, and fire emergency response management at Direktorat Pengembangan Mutu Barang (PMB). The purpose of this research is to determine the suitability of active and passive protection systems, means of escape, and fire emergency management compare to standard National Fire Protection Association, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum and Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. This research use descriptive design with the observational method through observation of fire protection system, means of escape and document review about fire emergency response management at Direktorat Pengembangan Mutu Barang (PMB). The conclusion of this research is the active and passive protection system, means of escape, and fire emergency response management at Direktorat Pengembangan Mutu Barang (PMB) has not fully complied the standard. Keywords: Sistem proteksi aktif dan pasif; sarana penyelamatan jiwa; manajemen tanggap darurat; NFPA; Keputusan Menteri Pekerjaan Umum; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
Pendahuluan Perkembangan zaman yang semakin pesat telah terjadi di berbagai sektor, seperti kegiatan industri, kegiatan usaha formal maupun informal, kegiatan sosial-budaya dan lainlain. Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan usaha tersebut, manusia membutuhkan tempat yang nyaman dan aman supaya segala aktivitas berjalan dengan lancar. Hal ini juga yang mempengaruhi pembangunan gedung di Indonesia yang semakin pesat pula, khususnya di daerah metropolitan DKI Jakarta. Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 dalam pasal 1 tentang Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang berada diatas dan didalam tanah atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus. Sedangkan pada pasal 3 dalam undang-undang yang sama, menyatakan bahwa bangunan gedung yang difungsikan untuk berbagai macam aktivitas penghuni seharusnya memberikan jaminan keselamatan, kesehatan dan kenyamanan bagi penghuninya, termasuk salah satunya adalah jaminan keselamatan terhadap bahaya kebakaran. Bahaya kebakaran telah menjadi ancaman yang serius bagi penghuni maupun pemakai gedung-gedung bertingkat terutama di daerah yang menjadi sentra layanan dan bisnis. Risiko yang diakibatkan oleh bahaya kebakaran bisa menjadi semakin besar apabila pemilik dan pemakai bangunan tersebut tidak memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengantisipasi bahaya yang mungkin timbul dari ancaman ini. Data dari Jurnal Setyawan (2008) yang di dapatkan dari United States National Fire Protection Association (US NFPA) yang diterbitkan tahun 2008 menjelaskan tentang kerugian yang diakibatkan dari bencana kebakaran. Dari rata rata 350.000 kali bencana kebakaran di daerah perumahan dan perkantoran yang terjadi dalam setahun, 15.300 kali merupakan kejadian kebakaran di gedung-gedung bertingkat diseluruh Amerika serikat dengan rata rata 60 orang meninggal, 930 luka-luka dan 52 juta dollar kerugian hangus terbakar mengikuti bencana kebakaran di gedung-gedung bertingkat tersebut. Hasil temuan menyatakan bahwa kebakaran di gedung bertingkat lebih mematikan dan merugikan dari lokasi-lokasi lain dimana bencana kebakaran terjadi. Ditambah lagi penanganan kebakaran di lokasi gedung bertingkat lebih menyulitkan dan beresiko tinggi. Salah satu contoh ledakan dan disusul dengan kebakaran yang terjadi di kawasan perkantoran di Lewisville, Texas, Amerika Serikat, pada Jumat, 11 Januari 2013 yang lalu, menurut laporan media lokal, ledakan diduga berasal dari kebocoran gas di dalam gedung.
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
Saksi mata yang berada di sekitar lokasi kejadian mengaku mencium bau gas di sekitar gedung beberapa jam sebelum ledakan dan kebakaran terjadi. Satu orang terluka dan dilarikan ke rumah sakit akibat kejadian tersebut (www.bbc.co.uk). Berdasarkan data Kementerian dalam negeri Republik Indonesia, pada tahun 2011, terjadi sebanyak 16.500 kebakaran di 498 kota dan kabupaten yang ada di Indonesia. Di Medan kebakaran terjadi sebanyak 163 kali, Surabaya 187 kejadian, Bandung 163 kali, Bekasi 127 kali, Depok 124 kali, dan Kota Tangerang 167 kali (Nasional.kompas.com). Sedangkan Data Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta menyebutkan kasus kebakaran yang terjadi di Jakarta pada tahun 2012 mencapai 1.008 kasus dengan rata-rata 3 kali kebakaran per hari. Sementara hingga Bulan Maret 2013, kebakaran sudah mencapai 191 kasus. Wilayah Jakarta Timur merupakan daerah terbanyak terjadinya kebakaran yakni mencapai 54 peristiwa. Disusul Jakarta Barat dengan 44 peristiwa, Jakarta Selatan 37 peristiwa, Jakarta Pusat 32 peristiwa dan dan terakhir Jakarta Utara dengan 24 peristiwa. Adapun penyebab utama terjadinya kebakaran masih didominasi hubungan pendek arus listrik sebanyak 141 kasus dan akibat kompor 11 kasus. Dari seluruh kasus kebakaran tersebut, Dinas Damkar dan PB juga mencatat korban yang menderita luka-luka sebanyak 16 orang dan korban tewas sebanyak empat orang. Selain korban tewas dan luka-luka, kasus kebakaran di Jakarta juga mengakibatkan kerugian materi. Terhitung sejak Januari sampai Maret, kerugian materi akibat peristiwa kebakaran mencapai Rp 65 miliar (www.Aktual.co) Salah satu contoh kebakaran yang diduga akibat hubungan pendek arus listrik yang terjadi di gedung Sekretariat negara pada hari kamis tanggal 21 Maret 2013, pukul 16.50 WIB. Menurut Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Lambock V Nahattands menyatakan bahwa kebakaran berasal dan terjadi hanya di lantai tiga gedung tersebut. Pada lantai 3, tidak ada ruangan yang diperuntukan sebagai kantor karyawan. Di lantai tersebut hanya ada ruang sidang atau ruang pertemuan besar yang biasa digunakan untuk rapat paripurna Kementerian Sekretariat Negara. Akibat dari kebakaran tersebut, kondisi atap yang jebol dan lantai tiga yang hangus terbakar dan terdapat berkas-berkas penting di lantai tersebut yang ikut ludes terbakar. Selain itu, beberapa kerusakan di lantai dua juga terlihat seperti kaca pecah dan ruangan berantakan, namun tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut (www.Temponews.co). Pengamat kebakaran Universitas Indonesia (UI) Fatma Lestari menilai, peristiwa kebakaran yang terjadi di komplek Istana Kepresidenan itu terjadi akibat tidak adanya organisasi darurat kebakaran, beliau mengatakan bahwa "respon staf internal Setneg tidak sigap menangani kebakaran, malah pejabat negara mendatangi lokasi kebakaran, springkel
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
atau alat untuk memancarkan air di atap juga tidak berjalan, sehingga api tidak bisa di lokalisasi, malah merembet dan membesar. Belum ada organisasi darurat internal, pejabat negara harusnya jangan menghampiri pusat kebakaran, justru harusnya dievakuasi". Beliau juga mengatakan "gedung-gedung pemerintah hanya mengandalkan dinas Pemadam Kebakaran saja, yang saya lakukan pemantauan di gedung-gedung swasta sangat siap justru bagus, gedung pemerintahan belum ada unit reaksi cepat pemadam kebakaran. Kesiapan masih sangat jauh. Komplek Istana Kepresidenan kan objek vital" (www.jurnas.com). Direktorat Pengembangan Mutu Barang (PMB), Kementerian Perdagangan yang berlokasi di Jalan Raya Bogor KM.26 Ciracas Jakarta Timur, merupakan gedung perkantoran milik pemerintah dengan berbagai aktivitas kerja di dalamnya seperti kegiatan yang berhubungan dengan bidang verifikasi mutu barang, bagian tata usaha, Laboratorium Balai Pengujian Mutu Barang, dan lain-lain. Dengan berbagai aktivitas serta material yang terdapat di dalam gedung PMB, maka dapat menyebabkan risiko kebakaran semakin besar. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kesiapan dari instansi tersebut dalam menghadapi keadaan darurat kebakaran, dengan mengkaji sistem proteksi kebakaran aktif maupun pasif, sarana penyelamatan jiwa (evakuasi) serta manajemen tanggap darurat kebakaran yang terdapat di Direktorat PMB tahun 2013. Tinjauan Teoritis Definisi Api Definisi Api adalah serangkaian reaksi kimia yang kompleks cepat yang melepaskan energi dalam bentuk panas dan cahaya. Lebih khusus, sebagian besar pelepasan energi terjadi sebagai reaksi oksidasi (Cheney and Sullivan, 2009). Fire triangle (Segitiga Api) Kebakaran dapat terjadi karena adanya tiga unsur yang paling berhubungan yaitu bahan bakar, sumber panas, dan oksigen. Panas penting untuk nyala api tetapi bila api telah timbul dengan sendirinya maka menimbulkan panas untuk tetap menyala (ILO, 1992). Ketiga unsur tersebut apabila bertemu akan terjadi api, hal inilah yang disebut segitiga api. Berikut ini adalah gambar dari segitiga api.
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
Gambar 2.1. The Combustion Triangle) (Sumber : Grassfires_fuel, weather and fire behavior Second Edition Handbook, 2009) Tetrahedron of Fire (Bidang Empat Api) Teori mengenai segitiga api mengalami pengembangan yaitu ditemukan unsur keempat terjadinya api atau Tetrahedron of Fire yaitu rantai-reaksi. Teori ini ditemukan berdasarkan penelitian dan pengembangan bahan pemadam tepung kimia (dry chemical) dan Halon (halogeneted hydrocarbon). Berikut ini merupakan gambar tetrahedron of fire.
Gambar 2.2. The "Fire Tetrahedron" (Sumber : fire.html.com)
Terdapat empat komponen dasar yang diperlukan untuk menciptakan api yaitu bahan bakar, oksigen, panas, dan reaksi kimia berkelanjutan atau rantai reaksi kimia. keempat komponen penting ini yang disebut sebagai Tetrahedron api (Tetrahedron of Fire). Definisi Kebakaran Definisi kebakaran menurut National Fire Protection Association (NFPA) yaitu peristiwa oksidasi dimana bertemunya tiga buah unsur yaitu bahan yang dapat terbakar, oksigen yang terdapat di udara dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan kematian manusia.
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
Sistem Proteksi Kebakaran Aktif Sistem proteksi kebakaran aktif merupakan peralatan yang dapat mendeteksi atau memadamkan kebakaran pada awal kebakaran (Furness and Muckett, 2007). sistem proteksi kebakaran aktif seperti Detektor, Alarm, Sprinkler, Hidran, APAR. a. Detektor Kebakaran Detektor adalah alat untuk mendeteksi kebakaran secara otomatis, yang dapat dipilih berdasarkan tipe yang sesuai dengan karakteristik ruangan, diharapkan dapat mendeteksi secara cepat, akurat, dan tidak memberikan informasi palsu (Depnarkertrans, 2008). Menurut Arthur E.Cote (2004), jenis detektor kebakaran ditentukan oleh produk kebakaran yang berupa energi panas dan suspensi. Terdapat empat unsur produk kebakaran yang dapat digunakan untuk menentukan jenis detektor kebakaran yaitu detektor panas, detektor nyala api, dan detektor gas. b. Alarm Kebakaran Alarm Kebakaran merupakan komponen dari sistem yang memberikan isyarat atau tanda setelah kebakaran terdeteksi (SNI-03-3985-2000). Sedangkan Sistem alarm kebakaran gedung adalah suatu alat untuk memberikan peringatan dini kepada penghuni gedung atau petugas yang di tunjuk, tentang adanya kejadian atau indikasi kebakaran di suatu bagian gedung. Suatu sistem alarm kebakaran gedung merupakan rangkaian dari komponenkomponen sistem yang masing-masing dihubungkan dengan suatu instalasi kabel, sedangkan komponen-komponen tersebut yaitu Panel Kontrol (Main Control Panel), Manual Call box (titik panggil manual), Alat pengindera kebakaran (fire detector), Alarm bel atau Horn. c. Sprinkler menurut SNI-03-3989-2000 sprinkler adalah suatu sistem instalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara tetap atau permanen di dalam bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan di tempat mula terjadi kebakaran. d. Hidran Hidran adalah alat yang dilengkapi dengan selang dan mulut pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran (Kepmen PU No.10 Tahun 2000). Menurut tempat atau lokasinya, sistem hidran kebakaran dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu sistem hidran gedung, sistem hidran halaman, dan sistem hidran kota.
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
e. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Alat Pemadam Api ringan (APAR) adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung, cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujuan pemadaman kebakaran. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif Menurut Kepmen PU Nomor 10 Tahun 2000 yang dimaksud dengan Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Sarana Penyelamatan Jiwa Sarana Penyelamatan jiwa adalah sarana yang dipersiapkan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa maupun harta benda bila terjadi kebakaran dalam suatu bangunan gedung dan lingkungan. Tujuan utama dari adanya sarana penyelamatan jiwa adalah mencegah terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan darurat terjadi (Permen PU No.26 tahun 2008). Sarana penyelamatan jiwa seperti sarana jalan keluar darurat, pintu darurat, tangga darurat, petunjuk arah jalan keluar, komunikasi darurat, penerangan darurat, lokasi berkumpul (Assembly Point). Manajemen Tanggap Darurat Kebakaran Manajemen penanggulangan kebakaran bangunan atau gedung merupakan bagian dari ”Manajemen Bangunan” untuk mengupayakan kesiapan pengelola, penghuni, dan regu pemadam kebakaran terhadap kegiatan pemadaman yang terjadi pada suatu bangunan atau gedung. Besar kecilnya organisasi manajemen penanggulangan kebakaran ditentukan oleh risiko bangunan atau gedung terhadap bahaya kebakaran (Kepmen PU No. 11/KPTS/2000). Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan metode observasional yaitu melihat secara langsung sistem proteksi kebakaran, sarana penyelamatan jiwa, dan melakukan telaah dokumen mengenai sarana pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran serta manajemen tanggap darurat kebakaran di gedung Direktorat Pengembangan Mutu Barang (PMB), Kementerian Perdagangan. Hasil observasi dibandingakan dengan peraturan yang berlaku di indonesia yaitu Kepmen PU No. 10/KPTS/2000, Permen PU
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
No.26/PRT/M/2008, Kepmen PU No.11/KPTS/2000 dan standar internasional yaitu NFPA 72, NFPA 13, NFPA 14, NFPA 10, dan NFPA 101. Hasil Berikut ini merupakan hasil penelitian mengenai Sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran. yang dilakukan melalui observasi, wawancara, pengukuran dan telaah dokumen di Direktorat PMB. 1. Data Umum Bangunan Direktorat PMB Direktorat PMB memiliki luas tanah keseluruhan yaitu 2 Hektar. Terdapat tiga bangunan gedung antara lain gedung Industri, gedung pertanian dan gedung sekretariat. Selain itu, terdapat pula ruang panel atau genset, ruang pompa dan tempat penyimpanan air serta kantin yang letaknya di belakang gedung Direktorat PMB. Di dalam gedung terdapat ruang kantor dan ruang laboratorium pengujian mutu barang seperti hasil pertanian dan industri. a. Gedung 1 (Gedung Industri) memiliki luas bangunan 4.516 m2 , Tinggi Bangunan 18 m Luas per lantai : 903,2 m2, Jumlah lantai : lima lantai b. Gedung 2 (Pertanian) memiliki Luas bangunan: 3.123 m2 , Tinggi Bangunan : 13,5 m, Luas perlantai : 1041 m2, Jumlah lantai : tiga lantai c. Gedung 3 (Sekretariat) memiliki Luas bangunan : 1.792 m2 , Tinggi Bangunan : 9,5 m, Luas perlantai : 896 m2, Jumlah lantai : dua lantai Sumber Listrik utama Gedung Direktorat PMB berasal dari PLN. Sedangkan sumber listrik darurat yang digunakan apabila sumber listrik utama mengalami ganguan adalah berasal dari generator dengan daya sebesar 645 KVA dan baterai. Kemudian, Sumber air yang digunakan untuk keperluan aktivitas di Direktorat PMB adalah berasal dari Sumur bor yang berjumlah dua buah. Kontruksi bangunan Direktorat PMB tersusun atas beton, kaca, kayu. 2. Sistem Proteksi Kebakaran Aktif a. Detektor Kebakaran sistem detektor kebakaran yang terdapat di gedung Direktorat PMB adalah detektor panas (heat detector) dengan jenis detektor suhu tetap (fixed temperature detector). dan detektor asap. Jumlah detektor panas dan detektor asap yang terpasang di gedung 1 (industri), gedung 2 (pertanian) dan gedung 3 (sekretariat) Direktorat PMB ada 260 buah, yang terdiri dari 109 buah detektor di gedung 1, 102 buah detektor di gedung 2, dan 49 buah di gedung 3. Detektor yang di pasang di gedung Puskesmas Z merupakan detektor otomatis dan terhubung dengan main control fire alarm.
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
b. Alarm Kebakaran Jenis alarm kebakaran yang terpasang di seluruh gedung Direktorat PMB yaitu alarm kebakaran dengan jenis alarm manual dan alarm otomatis. Alarm manual berupa Tirik Pnggil Manual (TPM), sedangkan alarm otomatis berupa lampu indikator dan bel. Titik Panggil Manual (TPM) letaknya dekat lampu indikator dan bel. Titik Panggil Manual yang ada di Direktorat PMB berupa break glass atau kaca yang berjumlah 15 buah, sedangkan untuk lampu indikator dan bel masing-masing berjumlah 15 lampu indikator dan 15 bel. Alarm kebakaran gedung Direktorat PMB terhubung dengan detektor dan sprinkler saat terjadi kebakaran serta terdapat panel fire alarm yang terdapat di ruang kontrol panel yang berfungsi untuk mengetahui lokasi atau zona kebakaran yang alarmnya aktif c. Sprinkler Jenis Sprinkler yang terpasang di Direktorat PMB yaitu wet pipe system. Jumlah seluruh sprinkler yang terdapat di gedung Direktorat PMB yaitu 269 buah yang terdiri dari 170 buah pada gedung 1 (industri), 61 buah pada gedung 2 (pertanian) dan 38 buah pada gedung 3 (sekretariat). Sumber air untuk sprinkler berasal dari sumur bor yang sebelumnya ditampung di tangki persediaan air. Sistem pompa air yang digunakan untuk sprinkler yaitu jenis Jockey Pump yang bisa mempertahankan tekanan dalam pipa sebesar 8 kg/cm2. Jika tekanan air turun antara 5-7 kg/cm2, maka pompa akan berfungsi secara otomatis. Sprinkler tidak ada yang dicat dan tidak terhalang oleh benda lain. Kemudian jarak antara sprinkler yaitu 2-3 meter. d. Hidran Kebakaran Terdapat 2 jenis hidran di Direktorat PMB yaitu hidran gedung dan hidran halaman. seluruh hidran yang terdapat di Direktorat PMB yaitu 22 buah yang terdiri dari 11 buah hidran pada gedung 1 (industri), 6 buah pada gedung 2 (pertanian), dan 3 buah pada gedung 3 (sekretariat). Sedangkan untuk hidran halaman berjumlah 2 buah. Semua kotak hidran berwarna merah dan bertuliskan ”HYDRANT” berwarna putih. Pada hidran halaman memiliki selang berukuran diameter 2,5 inch,
panjang selang
berukuran 30 meter dan ukuran nozzle 2,5 inch. Sedangkan pada hidran gedung ada yang memiliki panjang selang berukuran 15 sampai 20 meter, disesuaikan dengan fungsi hidran yang terdapat di setiap lantai gedung. Sumber air yang digunakan sebagai pasokan air untuk sistem hidran yang terdapat di dalam gedung pertanian dan gedung sekretariat Direktorat PMB berasal dari sumur bor namun, sebelum digunakan airnya
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
terlebih dahulu ditampung pada tangki atau tempat penampungan air. Hidran gedung ada yang dipasang di dinding dekat tangga umum dan ada juga yang dipasang dekat tangga darurat. e. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Jenis APAR di Direktorat PMB yaitu APAR dengan isi tepung kering atau bubuk kimia kering (dry chemical powder), APAR dengan isi Gas atau CO2, dan Halon. Jumlah seluruh APAR yang ada di Direktorat PMB yaitu 181 buah yang terdiri dari 88 buah APAR di gedung 1 (industri), 59 buah di gedung 2 (pertanian), dan 28 buah di gedung 3 (sekretariat). Sedangkan APAR yang berada di luar gedung yaitu di kantin berjumlah 3 APAR dengan jenis dry chemical powder, dan di dekat ruang panel berjumlah 3 APAR dengan jenis yang sama yaitu dry chemical powder dengan bobot APAR ada yang 8,7 kg dan 6 kg. APAR ada yang diletakkan menggantung dengan penguat sekang atau dalam lemari kaca, namun ada juga yang diletakkan di lantai tanpa penguat sekang atau lemari kaca. APAR dipasang di dalam ruangan kantor yang mempunyai suhu antara 24250C, sedangkan pada suhu ruangan laboratorium < 210C. 3. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif konstruksi bangunan gedung terbuat dari bahan bangunan yang memiliki tingkat ketahanan terhadap api. Konstruksi bangunan dalam kondisi layak dan aman. Dinding dan lantai gedung Direktorat PMB terbuat dari bahan beton, lantai dilapisi oleh keramik. Selain itu, pintu darurat terbuat dari terbuat dari bahan stainless steel dan kaca sehingga dapat menahan api. 4. Sarana Penyelamatan Jiwa a. Sarana Jalan Keluar Darurat Direktorat PMB memiliki jalan keluar darurat di setiap lantainya gedung 1 dan 2 yang diperuntukkan bagi penghuni maupun pengunjung gedung yang digunakan jika terjadi bencana darurat seperti kebakaran bukan untuk jalan umum. sarana jalan keluar pada setiap lantai gedung 1 dan 2 terdapat di sisi kiri dan kanan gedung. Lebar dari setiap jalan keluar yang terdapat di gedung Direktorat PMB adalah lebih dari 2 meter. b. Pintu Darurat Direktorat PMB memiliki pintu darurat yang berada pada tiap-tiap lantai bangunan gedung industri dan gedung pertanian. Pintu darurat yang disediakan sudah khusus untuk proses evakuasi tanggap darurat termasuk bencana kebakaran, bukan untuk pintu yang digunakan untuk lalu lalang umum. Jumlah keseluruhan Pintu darurat di direktorat PMB yaitu 16 buah yang terdiri dari 10 buah pada gedung 1 (industri), dan 6 buah pada
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
gedung 2 (pertanian). Masing-masing gedung memiliki 2 Pintu darurat yang berada pada sisi kanan dan sisi kiri gedung 1 (industri) dan gedung 2 (pertanian). pintu darurat langsung terhubung dengan tangga darurat atau tangga kebakaran. Pintu darurat terbuat dari bahan stainless steel dan kaca dengan bukaan pintu kearah dalam, dan pintu bisa dibuka dari arah luar. Lebar pintu darurat yang berada di gedung industri dan gedung pertanian yaitu 80 cm Pintu Darurat dilengkapi dengan anak kunci sehingga pada malam hari atau ketika kegiatan perkantoran telah selesai seluruh pintu darurat dikunci, namun ketika pagi hari atau pada saat kegiatan perkantoran berlangsung pintu darurat tidak pernah dikunci. Pada pintu darurat tidak terdapat tanda yang menunjukan bahwa pintu tersebut merupakan pintu darurat yang langsung menuju ke tangga darurat. c. Direktorat PMB sudah memiliki tangga darurat atau tangga kebakaran yang letaknya di sisi kanan atau kiri bangunan. Tangga darurat ini sudah khusus digunakan untuk proses evakuasi atau tidak digabung dengan tangga umum. Tangga darurat menghubungkan lantai teratas sampai lantai terbawah, kemudian berhubungan langsung dengan jalan keluar, pintu darurat, sampai keluar gedung atau halaman menuju lokasi berkumpul (Assembly point). Permukaan anak tangga yang terdapat di gedung industri Direktorat PMB terbuat dari semen beton, dengan pegangan anak tangga terbuat dari besi yang di cat putih. Sedangkan permukaan anak tangga pada gedung pertanian Direktorat PMB, sama seperti yang terdapat di gedung industri terbuat dari semen beton yang dilapisi keramik dengan permukaan yang kasar dan tidak licin, namun pegangan anak tangganya berbeda yaitu terbuat dari kayu. Jenis tangga darurat yang ada bukan tangga darurat berputar atau tangga melingkar. Lebar tangga darurat 105 cm dengan tinggi anak tangga 20 cm, lebar injakan anak tangga 30 cm dan pegangan tangan (handrail) setinggi 1,1 meter. d. Petunjuk Arah Jalan Keluar Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pegawai Direktorat PMB, Gedung Direktorat PMB sudah lama tidak memiliki tanda petunjuk arah jalan keluar baik berupa tulisan atau gambar terkait informasi yang berhubungan dengan proses evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran. Sekitar 2 tahun yang lalu, masih terpasang tanda panah dan tulisan ”KELUAR” yang menunjukan arah lokasi pintu darurat berada, selain itu juga terdapat tanda panah turun kebawah yang dipasang pada tangga darurat di setiap lantai gedung. Karena banyak yang rusak akhirnya tanda-tanda tersebut dicopot. e. Komunikasi Darurat
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
Direktorat PMB memiliki sistem tata suara dan komunikasi darurat seperti peralatan telepon, paging microphone dan speaker serta Handy Talky (HT). Sistem tata suara seperti paging microphone dan telepon, utama berada di satu tempat yaitu di ruang operator yang terletak di lantai 2 pada gedung sekretariat Direktorat PMB. Sedangkan handy talky berada di pos security, dan di kendalikan oleh petugas atau security di gedung Direktorat PMB. Jumlah telepon yang ada di gedung Direktorat PMB berjumlah 120 buah, sedangkan jumlah speaker sebanyak 130 buah yang diletakkan di setip ruang kantor. Sumber daya darurat yang digunakan untuk komunikasi darurat apabila listrik PLN padam yaitu berasal dari generator. f. Penerangan Darurat penerangan darurat pada gedung Direktorat PMB terletak di setiap tangga darurat gedung. Penerangan darurat ini berasal dari lampu yang dapat digunakan secara otomatis apabila aliran listrik PLN padam, dan apabila aliran listrik PLN menyala kembali maka lampu darurat akan mati secara otomatis. Sumber energi cadangan apabila aliran listrik PLN padam yaitu berasal dari generator dan baterai. g. Lokasi Berkumpul (Assembly Point) Lokasi berkumpul (Assembly point) yang digunakan pada saat terjadi kebakaran terdapat di halaman depan atau sisi luar bangunan yaitu menggunakan area parkir mobil dan lapangan badminton sebagai lokasi berkumpul (assembly point). Pada saat proses evakuasi, penghuni bangunan yang berada di gedung pertanian bisa keluar dan menuju lokasi berkumpul yang paling dekat yaitu lapangan badminton karena letaknya berada di sisi depan gedung pertanian. Sedangkan penghuni bangunan yang berada di gedung industri dan gedung sekretariat bisa keluar dan menuju lokasi berkumpul yang paling dekat yaitu lapangan parkir mobil yang berada di depan gedung sekretariat. Pada tempat berkumpul tidak terdapat tanda yang menunjukkan bahwa tempat tersebut merupakan tempat berkumpul pada saat kejadian kebakaran atau keadaan darurat lainnya. 5. Manajemen Tanggap Darurat Kebakaran Gedung Direktorat PMB Direktorat PMB belum memiliki struktur organisasi tim tanggap darurat kebakaran yang dibuat secara tertulis (melalui surat keputusan instansi yang tembusannya disampaikan kepada pemadam kebakaran setempat). Selain itu Direktorat PMB juga belum memilki prosedur operasional standar tentang pencegahan dan penenggulangan kebakaran. Namun, apabila terjadi kebakaran pengelola gedung Direktorat PMB berkoordinasi dengan instansi pemadam kebakaran. Direktorat PMB menyelenggarakan pelatihan simulasi kebakaran yaitu sekali dalam satu tahun yang dibantu oleh pemadam kebakaran setempat dan diikuti
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
oleh seluruh pegawai, sedangkan pemeriksaan dan pengecekan terhadap sistem proteksi aktif , maupun pasif dilakukan secara berkala yaitu setiap 6 bulan sekali atau satu tahun sekali. Pembahasan berdasarkan hasil hasil observasi, wawancara, pengukuran dan telaah dokumen, dilakukan analisis perbandingan sistem proteksi kebakaran, sarana penyelamatan jiwa serta manajemen tanggap darurat kebakaran di Direktorat PMB dengan peraturan yang berlaku di Indonesia seperti Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.10 tahun 2000, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26 tahun 2008, Kepmen PU No.11 tahun 2000 dan standar internasional yaitu National Fire Protection Association (NFPA). 1. Sistem Proteksi Kebakaran Aktif a. Detektor Kebakaran Berdasarkan hasil perbandingan Detektor yang terdapat pada gedung Direktorat PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu Kepmen PU No.10 tahun 2000, Permen PU No.26 tahun 2008 dan NFPA 72 terdapat elemen yang tidak sesuai dengan standard yaitu seluruh detektor tidak ada yang dicat namun, beberapa detektor di dalam ruangan ada yang dalam keadaan kotor, berdebu. b. Alarm Kebakaran Berdasarkan perbandingan antara kondisi aktual yang terdapat di Gedung PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu Kepmen PU No. 10 tahun 2010, Permen PU No. 26 tahun 2008, dan NFPA 72 terdapat elemen yang tidak sesuai dengan standard yaitu alarm yang terdapat di gedung Direktorat PMB semua titik panggil manual sudah berwarna merah, model tombol ditekan, tetapi dari 15 titik panggil manual yang ada di gedung Direktorat PMB hanya ada 2 titik panggil manual yang ada pemecah kacanya. c. Sprinkler Berdasarkan hasil Perbandingan antara kondisi aktual sprinkler yang terdapat di Direktorat PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu terdapat beberapa sprinkler yang sudah tidak berfungsi dengan baik, dan terdapat fungsi sprinkler yang diganti dengan detektor. Hal ini tidak sesuai karena fungsi sprinkler dan detektor berbeda. Sprinkler merupakan alat untuk mendeteksi dan memadamkan api di sekitar ruangan apabila terjadi kebakaran, sedangkan detektor hanya berfungsi sebagai alat pendeteksi kebakaran. d. Hidran Kebakaran
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
Berdasarkan hasil Perbandingan antara kondisi aktual Hidran kebakaran yang ada di Direktorat PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu Kepmen PU No. 10 tahun 2000 dan NFPA 14 terdapat elemen yang tidak sesuai dengan standard yaitu terdapat beberapa hidran dengan Nozzle yang belum terpasang pada selang seperti yang terdapat pada hidran halaman. Selain itu, mengenai pemasangan atau penempelan petunjuk penggunaan hidran, memang tidak semua hidran dilengkapi dengan pemasangan petunjuk penggunaannya, misalnya di beberapa hidran yang terdapat pada gedung industri Direktorat PMB tidak terdapat petunjuk penggunaan hidran yang ditempel atau terpasang di dekat hidran yang dapat memperlambat dalam penanganan kebakaran. e. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Berdasarkan hasil perbandingan Detektor yang terdapat pada gedung Direktorat PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu Kepmen PU No.10 tahun 2000, Permen PU No.26 tahun 2008 dan NFPA 10 terdapat elemen yang tidak sesuai dengan standard yaitu beberapa APAR sudah dipasang menggantung pada dinding dengan penguat sekang atau dalam lemari kaca, namun ditemukan ada sebagian APAR yang diletakkan di dalam lemari kaca yang terkunci dan ada pula APAR yang diletakkan di lantai sehingga tidak mudah digunakan apabila terjadi kebakaran. 2. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif Berdasarkan hasil perbandingan kondisi aktual bahan dan konstruksi bangunan gedung Direktorat PMB dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.10 tahun 2000, semua elemen yang yang dibandingkan sudah sesuai dengan standar tersebut. 3. Sarana Penyelamatan jiwa a. Sarana Jalan Keluar Darurat Berdasarkan hasil Perbandingan antara kondisi aktual sarana jalan keluar darurat yang ada di Direktorat PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu Kepmen PU No. 10 tahun 2000, Permen PU No.26 tahun 2008 dan NFPA 101 semua elemen yang dibandingkan sudah sesuai dengan standar tersebut. b. Pintu Darurat Berdasarkan hasil Perbandingan antara kondisi aktual sarana jalan keluar darurat yang ada di Direktorat PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu Kepmen PU No. 10 tahun 2000, Permen PU No.26 tahun 2008 dan NFPA 101 terdapat elemen yang tidak sesuai dengan standard yaitu pintu darurat belum dilengkapi dengan self
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
closing door, daun pintu membuka di tarik ke arah dalam dan jika tertutup bisa dibuka dari luar, kemudian terdapat anak kunci pada pintu darurat c. Tangga Darurat Berdasarkan hasil Perbandingan antara kondisi aktual sarana jalan keluar darurat yang ada di Direktorat PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu Kepmen PU No. 10 tahun 2000, Permen PU No.26 tahun 2008 dan NFPA 101 terdapat elemen yang tidak sesuai dengan standard yaitu terdapat beberapa tangga darurat yang masih menggunakan pegangan tangan (handrail) yang terbuat dari bahan kayu yang tidak tahan terhadap api seperti yang terdapat pada gedung 2 (Pertanian). d. Petunjuk Arah Jalan Keluar Berdasarkan hasil Perbandingan antara kondisi aktual sarana jalan keluar darurat yang ada di Direktorat PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu Kepmen PU No. 10 tahun 2000, Permen PU No.26 tahun 2008 dan NFPA 101 semua elemen tidak sesuai karena gedung Direktorat PMB tidak memiliki tanda petunjuk arah jalan keluar yang dipasang di dekat pintu darurat sehingga dapat mempersulita atau memperlambat proses evakuasi apabila terjadi bencana seperti kebakaran. e. Komunikasi Darurat Berdasarkan hasil Perbandingan antara kondisi aktual sarana jalan keluar darurat yang ada di Direktorat PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu Kepmen PU No. 10 tahun 2000, Permen PU No.26 tahun 2008 dan NFPA 101 semua elemen yang dibandingkan sudah sesuai dengan standar tersebut. f. Penerangan Darurat Berdasarkan hasil Perbandingan antara kondisi aktual sarana jalan keluar darurat yang ada di Direktorat PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu Kepmen PU No. 10 tahun 2000, Permen PU No.26 tahun 2008 dan NFPA 101 terdapat elemen yang tidak sesuai dengan standard yaitu seharusnya sinar lampu darurat berwarna kuning sehingga dapat menembus asap serta tidak menyilaukan. Sedangkan kondisi aktual lampu darurat yang terdapat pada gedung Direktorat PMB berwarna putih yang tidak dapat menembus asap dan menyilaukan. g. Lokasi Berkumpul (Assembly Point) Berdasarkan hasil Perbandingan antara kondisi aktual sarana jalan keluar darurat yang ada di Direktorat PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu Kepmen PU No. 10 tahun 2000, Permen PU No.26 tahun 2008 dan NFPA 101 terdapat elemen yang tidak sesuai dengan standard yaitu tidak terdapat petunjuk arah yang mengarah ke
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
lokasi berkumpul (assembly point), dan juga tidak terdapat tanda yang menunjukan bahwa lapangan parkir dan lapangan badminton digunakan sebagai area berkumpul, sehingga jika terjadi kebakaran bisa membingungkan proses evakuasi. 4. Manajemen Tanggap Darurat Kebakaran Berdasarkan hasil Perbandingan antara kondisi aktual sarana jalan keluar darurat yang ada di Direktorat PMB dengan peraturan atau standar yang digunakan yaitu Kepmen PU No. 11 tahun 2000, terdapat elemen yang tidak sesuai dengan peraturat yaitu Direktorat PMB belum memiliki struktur organisasi tim tanggap darurat kebakaran yang dibuat secara resmi melalui surat keputusan instansi yang tembusannya disampaikan kepada pemadam kebakaran setempat), tidak terdapat prosedur operasional standar (POS) tentang pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Kesimpulan Direktorat PMB memiliki tiga gedung dengan karakteristik yang berbeda-beda (tinggi, luas dan fungsi ruangan) sehingga potensi bahaya kebakaran yang akan timbul berbeda juga. Pada gedung 1 (gedung industri) dan gedung 2 (gedung pertanian) di dalamnya terdapat ruang kantor dan laboratorium untuk menguji mutu barang hasil industri dan pertanian sedangkan gedung 3 (gedung sekretariat) digunakan hanya untuk ruang kantor. Berikut ini akan menjelaskan sistem penanggulangan kebakaran yang hampir sama mengenai ketiga gedung tersebut dan masih ditemukan ketidak sesuaian dengan peraturan yang ada yaitu menurut peraturan Kepmen PU No 10 tahun 2000, Permen PU No 26 tahun 2008, Kepmen PU No 11 tahun 2000, dan Perda DKI No. 8, NFPA 10,13,14, 72, dan 101 seperti: - Terdapat APAR yang masih diletakkan di lantai, dibelakang pintu, tidak dengan penguat sekang atau dalam lemari kaca sehingga menyebabkan tidak mudah dilihat dan dijangkau apabila diperlukan. - Terdapat hidran yang di dalam kotaknya ditemukan nozzle yang belum terpasang pada selang kebakaran menyebabkan pada saat kebakaran hidran tidak siap digunakan karena alat untuk mengatur pengeluaran air dari selang tidak terpasang sehingga air tidak bisa di pancarkan ke segala arah untuk memadamkan api. - Pintu darurat belum dilengkapi dengan self closing door dan jika tertutup bisa dibuka dari luar. Seharusnya pintu bisa menutup sendiri dan jika tertutup tidak bisa dibuka dari luar sehingga api tidak bisa masuk dan menjalar dengan mudah dan cepat. - Terdapat tangga darurat yang masih menggunakan pegangan tangan (handrail) yang terbuat dari bahan kayu yang tidak tahan terhadap api.
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
- Tidak dipasang tanda petunjuk arah jalan keluar di dekat pintu darurat, kemudian tidak terdapat tanda petunjuk lantai pada semua ruang tangga darurat. Hal ini tidak baik karena bisa memperhambat proses evakuasi dan perhitungan jumlah personel apabila terjadi kebakaran. - Sprinkler banyak yang tidak berfungsi dan diganti dengan detektor, hal ini tidak sesuai karena fungsi sprinkler dan detektor berbeda, alat sprinkler digunakan untuk mendeteksi panas dari api kemudian memancarkan air untuk memadamkan api di dalam suatu ruangan sedangkan alat detektor hanya berfungsi untuk mendeteksi kebakaran bukan unuk memadamkan api. Ketidaksesuaian ini terjadi karena kurangnya dukungan dari organisasi. Sistem penanggulangan kebakaran ini penting di suatu gedung kantor karena sebagai tindakan awal pencegahan dan pemadaman kebakaran sebelum mendapatkan penanganan lebih lanjut oleh petugas pemadam kebakaran dan untuk meminimalisir kerugian seperti kehilangan jiwa dan materi yang besar yang disebabkan oleh kebakaran. Selain itu Direktorat PMB belum memiliki tim dan prosedur tanggap darurat kebakaran. Saran 1. Mensosialisasikan kepada Pegawai tentang petunjuk penggunaan sistem proteksi aktif kebakaran seperti penggunaan APAR, agar apabila terjadi kebakaran setiap pegawai sigap dan bisa menggunakan APAR yang berada di dekat ruangan kerja sehingga tidak harus menunggu petugas pemadam kebakaran, hal ini sebagai penanganan awal kebakaran. 2. Sebaiknya Bagian Pemeliharaan gedung Direktorat PMB lebih memperhatikan : - APAR yang masih diletakkan dilantai dan berada dibelakang pintu masuk ruangan sebaiknya diletakkan pada tempat yang mudah dilihat, tidak terhalang oleh benda apapun, mudah dicapai, dan dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan APAR. - Dipasang rambu-rambu keselamatan seperti petunjuk arah jalan keluar misalnya, berupa tulisan ”KELUAR” atau ”EXIT’ yang diletakkan di dekat pintu darurat dan sebaiknya memasang tanda petunjuk lantai pada semua ruang tangga darurat. - Sebaiknya pada tempat berkumpul seperti di area parkir dan lapangan badminton dipasang petunjuk misalnya, berupa tulisan lokasi berkumpul (Assembly Point) agar memudahkan proses evakuasi. 3. Instansi sebaiknya membentuk organisasi tim tanggap darurat kebakaran beserta tugas dan tanggung jawab masing-masing personel secara resmi (dengan surat keputusan Instansi yang tembusannya disampaikan kepada Instansi pemadam kebakaran setempat, serta diumumkan kepada seluruh penghuni bangunan) sehingga apabila terjadi kebakaran tim
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
yang sudah dibentuk bisa siap dan tanggap serta bekerja sama dengan baik untuk penanganan awal kebakaran. 4. Membuat prosedur Emergency Response Preparedness (ERP) dan mensosialisasikannya kepada seluruh pegawai. 5. Mensosialisasikan tentang bahaya kebakaran dan penanggulangan kebakaran kepada seluruh penghuni gedung maupun pengunjung bisa melalui media seperti poster, lefleat, majalah, atau brosur kebakaran. 6. Mengasuransikan gedung beserta isinya agar apabila terjadi bencana kebakaran dampak atau kerugian materi yang besar bisa diminimalisir. 7. Dibentuk manajemen atau bagian khusus untuk memelihara sarana penanggulangan kebakaran yang ada agar apabila terjadi bencana kebakaran, penghuni gedung bisa tanggap dan sigap menanggulangi kebakaran tahap awal. Daftar Pustaka Arief, Setyawan, Endo Wijaya Kartika. (2008). Jurnal Manajemen Perhotelan : Studi Eksploratif Tingkat Kesadaran Penghuni Gedung Bertingkat Terhadap Bahaya Kebakaran. Universitas Kristen Petra Surabaya. Badan Standar Nasional Indonesia. (2000). SNI 03-3985-2000 tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan, dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung. Badan Standar Nasional Indonesia. (2000). SNI 03-3989-2000 tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Sprinkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung. Burke, Robert (2007). Fire Protection Systems And Response. United States of America. CRC Press Tailor & Francis Group. Cote, Arthur E. (2004). Fundamentals of Fire Protection, NFPA. Quincy, Massachusetts. Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (2000). Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No: 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (2000). Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No: 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Pekotaan. Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
Furness, Andrew & Muckett, Martin. (2007). Introduction to Fire Safety Management. Oxford, UK. Butterworth-Heinemann Publications. Hilal,
Fauzan. 2013. Audit Bangunan Pemerintah. Jurnal Nasional. http://www.jurnas.com/halaman/8/2013-03-23/237653 (diakses pada tanggal 10 Mei 2013).
ILO. 1992. Proses Terbentuknya Segitiga Api. Kronologi Kebakaran yang terjadi di kawasan Perkantoran di Lewisville, Texas, Amerika Serikat. bbcnews.co.uk. http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2013/04/130418_ledakan_texas.shtml (diakses pada tanggal 10 Mei 2013). Muhammad Hilmi. 2013. Pemerintah Belum Punya Langkah Antisipasi yang Baik. Nasional Kompas.com http://nasional.kompas.com/read/2013/03/19/21290925/Pemerintah.Belum.Punya.La ngkah.Antisipasi.yang.Baik (diakses pada tanggal 10 Juni 2013). National Fire Protection (NFPA) 13. (2002). Standard for the Installation of Sprinkler Systems. Massachusetts. National Fire Protection Association (NFPA) 72. (2002). National Fire Alarm Code, Massachusetts. Pemerintah Daerah DKI Jakarta. (2008). Peraturan Daerah DKI No.8 tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Rafkha.
2013. 2013, Ada 191 Kasus Kebakaran di Jakarta. Aktual.co. http://www.aktual.co/sosial/1528422013-ada-191-kasus-kebakaran-di-jakarta(diakses pada tanggal 10 Juni 2013).
Scott Dornan. (2008). Industrial Fire Brigade Principle and Practice. United Kingdom. Jones and Barlett Publishers inc. and the National Fire Protection Association. Soehatman, Ramli. (2010). Manajemen Kebakaran. Jakarta: PT Dian Rakyat. Subekti.
2013. Kronologi Kebakaran Gedung Sekretariat Negara. Temponews.com.http://www.tempo.co/read/news/2013/03/21/083468551/Kronologi -Kebakaran-Gedung-Sekretariat-Negara (diakses pada tanggal 10 Mei 2013).
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013
Kajian sistem..., Ajeng Wulan Apriyanti, FKM UI, 2013