Lingkungan
STUDI KEINGINAN MEMBAYAR OLEH MASYARAKAT DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH TPA TAMANGAPA KOTA MAKASSAR (151L) Irwan Ridwan Rahim1 dan Achmad Zubair2 1
Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar Email:
[email protected] 2 Proram Studi Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar Email:
[email protected]
ABSTRAK Salah satu problem utama masalah persampahan kota di negara berkembang karena pada umumnya belum memiliki standar pelayanan persampahan khususnya pada pengumpulan dan pengolahan sampah di TPA. Studi ini mengambil kasus Kota Makassar, dengan mengambil sampel masyarakat yang bertempat tinggal : didalam wilayah Kelurahan Tamangapa tempat TPA Tamangapa berada, diluar wilayah Kelurahan Tamangapa namun masih didalam wilayah Kecamatan Mangala dan didalam Kota Makassar namun diluar wilayah Kecamatan Mangala. Dengan menggunakan metode contingent valuation untuk menentukan faktor yang dapat mendorong keinginan masyarakat untuk membayar dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan pengumpulan dan pengolahan sampah di Kota Makassar. Selain itu diperoleh besarnya nilai (Rupiah) keinginan untuk membayar masyarakat bervariasi berdasarkan demografi, dimana semakin dekat lokasi tempat tinggal masyarakat dengan TPA Tamangapa semakin tinggi nilai keinginan untuk membayar dibanding masyarakat yang tinggal lebih jauh dari TPA Tamangapa. Kata kunci: keinginan untuk membayar, pengumpulan sampah, pengolahan sampah di TPA, kota Makassar
1. PENDAHULUAN Memastikan keberlanjutan lingkungan merupakan poin ke 7 dari 8 poin pada tujuan pembangunan milenium atau Millenium Development Goals (UNESCO,2011). Isu krusial yang dalam upaya merealisasikannya adalah kebutuhan akan pengembangan dan menerapkan strategi yang efektif dalam manajemen persampahan di kota, khususnya kota berpopulasi besar. Tujuan utama dari manajemen persampahan adalah menyiapkan proses pengumpulan, transportasi, pengolahan atau pembuangan akhir yang higenis, efisien serta ekonomis dengan meminimalkan dampak polusi ke udara, tanah dan sumber air bersih. Risiko kerusakan lingkungan dan dampak terhadap kesehatan dapat disebabkan oleh pengelolaan yang tidak sesuai standard, seperti: tercemarnya air tanah dan permukaan oleh lindi, tercemarnya tanah akibat kontak langsung dengan sampah atau lindi, pembakaran sampah secara illegal sehingga menimbulkan polusi udara, penyebaran penyakit oleh burung, serangga maupun tikus, dan tidak terkendalinya emisi gas metan yang merupakan hasil dekomposisi sampah ke atmosfir (Schertenleib & Meyer, 1992). SWM Pesatnya pertumbuhan dan meningkatnya konsumsi masyarakat kota Makassar mengakibatkan semakin tingginya tekanan terhadap lingkungan, laju pertambahan timbulan sampah yang lebih besar dari peningkatan jumlah penduduk namun tidak terkejar oleh penambahan fasilitas persampahan mengakibatkan semakin banyak ditemukan tempat pembuangan illegal yang menunjukkan masih lemahnya manajemen serta efisensi manajemen persampahan kota Makasar.
2. METODOLOGI Studi dilakukan berdasarkan data empiris yang diperoleh dari rumah tangga dikota Makassar dengan mengambil sampel masyarakat yang bertempat tinggal : didalam wilayah Kelurahan Tamangapa tempat TPA Tamangapa berada (Area 1), diluar wilayah Kelurahan Tamangapa namun masih didalam wilayah Kecamatan Mangala (Area 2) dan didalam Kota Makassar namun diluar wilayah Kecamatan Mangala (Area 3), pada bulan November dan Desember 2012. Studi ini bertujuan mengetahui tingkat kepedulian terhadap lingkungan, kondisi tempat tinggal dan Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
L - 47
Gambar 1. Area studi penelitian keinginan untuk membayar atau willingness to pay (WTP) iuran kebersihan oleh rumah tangga di kota Makassar, dengan menggunakan metode random kuota berlapis dengan stratifikasi variabel karakteristik rumah tangga. Pendapat dari 90 responden yang merupakan kepala keluarga yang terbagi rata dalam 3 area yang telah disebutkan diatas.
3. AREA STUDI Secara geografis Kota Metropolitan Makassar (gambar 1) terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan pada koordinat 119°18'27,97" 119°32'31,03" Bujur Timur dan 5°00'30,18" - 5°14'6,49" Lintang Selatan dengan luas wilayah 175.77 km2 dengan batas utara : Kabupaten Pangkajene Kepulauan, batas selatan : Kabupaten Gowa, batas timur : Kabupaten Maros dan batas barat : Selat Makasar Secara administrasi Kota Makassar terbagi atas 14 Kecamatan dan 142 Kelurahan dengan 885 RW dan 4446 RT, ketinggian Kota Makassar bervariasi antara 0 - 25 meter dari permukaan laut, dengan suhu udara antara 20° C sampai dengan 32° C. Kota Makssar diapit dua buah sungai yaitu: Sungai Tallo yang bermuara disebelah utara kota dan Sungai Jeneberang bermuara pada bagian selatan kota Dengan jumlah penduduk lokal mencapai sekitar 1,3 juta jiwa, kota Makassar menghasilkan sekitar 3800 m3 sampah perkotaan setiap harinya. Padahal kapasitas maksimum dari TPA Tamangapa hanya sekitar 2,800 m3 sampah perkotaan setiap harinya. Lahan TPA tambahan akan diperlukan untuk pembuangan 1000 m3 sisa sampah. Sebagian besar sampah berasal dari aktivitas penduduk seperti di pasar, pusat perdagangan, rumah makan, dan hotel. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 87% sampah di Makassar merupakan sampah organik dan sekitar 13% adalah sampah anorganik, seperti plastik dan kertas. Dengan perkiraan jumlah penduduk yang akan mencapai sekitar 1,5 juta jiwa di tahun 2007 dan 2,2 juta jiwa pada tahun 2015, dan rata-rata produksi sampah tiap orang sekitar 0.3 m3 per hari, diperkirakan akan dihasilkan total 4,500 m3 sampah tiap hari. Ini akan menjadi masalah yang serius apabila tidak terdapat rencana dan pengelolaan sampah padat perkotaan yang memadai.
4. ANALISA Sebagai kriteria awal, statistik deskriptif sederhana seperti sarana, rentang, dan frekuensi distribusi telah dihitung untuk semua variabel, dan variabel yang dipilih telah digunakan dalam analisis multivariate. Selanjutnya signifikansi statistik antara dan di antara variabel ditentukan oleh tiga jenis uji statistik. Sebagai contoh, perbedaan signifikan untuk variabel kontinyu antara pasangan berarti telah diuji dengan uji t kesetaraan sarana, dan signifikan antara lebih dari dua sarana dan signifikan antara lebih dari dua sarana, seperti perbedaan antara ketiga daerah, telah diuji oleh tes ANOVA satu arah.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
L - 48
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Lingkungan
Selain itu, perbedaan signifikan untuk variabel diskrit antara dan antar frekuensi yang diamati dan diharapkan telah diperiksa oleh uji rasio kemungkinan chi square. Sebuah model telah dibuat dengan menggunakan hasil regresi linier berganda. Model ini menggambarkan jumlah WTP bulanan sebagai variabel dependen dalam model untuk meningkatkan fasilitas pengumpulan dan pembuangan sampah padat terhadap sejumlah variabel independen yang relevan. Model ini mengkombinasikan kedua variabel kuantitatif dan kualitatif, dan teknik ANCOVA. Selain menggunakan stratified random sampling kuota atau sampel yang representatif, statistik inferensial juga telah telah digunakan dalam percobaan regresi linier berganda untuk menguji signifikansi hubungan antara variabel dependen dan independen.Uji t statistik telah digunakan sebagai acuan untuk menunjukkan pentingnya variabel dalam model regresi. Hubungan signifikan antara dependent variabel bebas dan independen telah dikaji dari nilai korelasi koefisien (R) dalam dua kasus variabel, dan nilai-nilai adjusted R2 dan nilai F dalam kasus multivariate. Selain itu, indikator kebaikan konvensional fit seperti R2 dan adjusted R2 juga telah digunakan. F statistik telah digunakan untuk menguji signifikansi statistik R2 dalam model regresi linier berganda
5. HASIL DAN DISKUSI WTP rumah tangga Penelitian WTP awalnya untuk menentukan apakah responden akan bersedia untuk membayar berdasarkan satu dari tujuh jumlah yang disarankan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan pengumpulan dan pembuangan sampah yang merupakan inisiatif pemerintah. Faktanya, WTP didasarkan pada penilaian subjektif dari rumah tangga, seperti (a) kesadaran akan kualitas lingkungan dari rumah tangga, (b) peran mereka untuk menjaga kualitas tersebut, dan (c) Sumbangan keuangan dalam upaya peningkatan layanan pengumpulan dan pembuangan sampah. Jumlah yang diusulkan terhadap responden berbeda antara satu responden dengan lainnya yaitu sebesar Rp.1,500 hingga Rp.60,000. Setelah melalui proses wawancara dapat diketahui besarnya indikasi WTP, responden diberi pertanyaan tentang nilai terbesar yang dapat mereka bayar dalam upaya meningkatkan pelayanan pengumpulan dan pembuangan sampah padat, demikian pula untuk responden lainnya ditanyakan pendapat mereka tentang ketidakinginan membayar atau mengusulkan nilai WTP. Meskipun demikian, pada hasil akhir survey menunjukkan hampir 58% mengindikasikan akan membayar biaya pelayanan pengumpulan dan pembuangan sampah di area perumahan mereka. Tabel 1. Nilai WTP yang diusulkan oleh rumahtangga dalam upaya peningkatan pelayanan persampahan di Kota Makassar
Nilai yang diusulkan (dalam rupiah per Area 1 bulan per rumahtangga)
Area 2
Area 3
Total
% rumah tangga yang ingin membayar sesuai arahan 1.500 0,0 0,0 13,7 4,6 3.000 3,2 0,0 12,6 5,3 6.000 12,6 6,3 9,5 9,5 12.000 12,6 3,2 1,1 5,6 24.000 17,9 0,0 3,2 7,0 48.000 4,2 0,0 0,0 1,4 60.000 0,0 0,0 0,0 0,0 Total 50,5 9,5 40,0 33,3 % rumah tangga yang ingin membayar sesuai arahan per area 1.500 0,0 0,0 34,2 11,4 3.000 6,3 0,0 31,6 12,6 6.000 25,0 66,7 23,7 38,5 12.000 25,0 33,3 2,6 20,3 24.000 35,4 0,0 7,9 14,4 48.000 8,3 0,0 0,0 2,8 60.000 0,0 0,0 0,0 0,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
L - 49
Tabel 2 Alasan rumahtangga tidak mau membayar biaya peningkatan kualitas dan kuantitas pengumpulan dan pembuangan sampah (%)
Alasan
Area 1 Area 2 Area 3
Total
Saya sudah membayar iuran kebersihan dilingkungan tempat tinggal
0,0
6,0
14,0
6,67
Saya puas dengan manajemen persampahan saat ini, jadi tidak perlu membayar lebih
0,0
24,0
32,0
18,67
Pemerintah kota bertanggung jawab dalam masalah persampahan, masyarakat tidak perlu membayar
76,0
42,0
60,0
59,33
Saya akan membayar bila pemerintah kota menjamin akan ada perbaikan manajemen persampahan
0,0
34,0
36,0
23,33
0,0 0,0
0,0 18,0
8,0 12,0
2,67 10,00
Saya tidak mau peduli dengan masalah persampahan di Kota Makassar Alasan lainnya
Dari penelitian ini menunjukkan motivasi dari masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar TPA untuk hidup sehat meskipun kesulitan ekonomi. Studi ini menunjukkan bahwa pandangan rumah tangga tentang WTP berbeda secara signifikan antar wilayah (p <.01), dengan persentase tertinggi rumah tangga yang bersedia membayar hasilnya menunjukkan 96,0% di area 1, diikuti oleh 76,0% di Di area 3, dan hanya 18,0% di area 3. Hal diatas menunjukkan motivasi untuk membayar untuk iuran layanan pengumpulan dan pembuangan sampah dapat digunakan bagi pemerintah kota Makassar untuk merumuskan rencana strategis penanggulangan sampah.
Usulan nilai WTP oleh responden Tabel 1 adalah resume WTP responden dalam upaya peningkatan layanan pengumpulan dan pembuangan sampah. Lebih dari 38,5% responden berkeinginan untuk membayar atau WTP sebesar Rp 6.000. Sehubungan dengan hal tersebut selanjutnya jumlah yang diusulkan adalah : 20.3% ingin membayar Rp 12.000, 14.4% ingin membayar Rp.24.000, 12.6% ingin membayar Rp.3.000, 11.4% ingin membayar Rp.1.500 dan 2.4% ingin membayar Rp.48.000. Tanggapan responden terhadap semua jumlah yang diusulkan berbeda antara area dengan berbagai tingkat signifikansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa WTP Rp.24.000 menjadi tertinggi di area 1 dan nomor 2 terendah terendah di area 3; WTP Rp.6.000 tertinggi di area 2 dan nomor 2 tertinggi di area 1 dan area 3, WTP Rp.1.500 tertinggi di area 3 dan tidak ada di area 1, dan area 2. Sebanyak 95 responden menunjukkan WTP mereka agar pelayanan pengumpulan dan pembuangan sampah dapat ditingkatkan.
Alasan rumah tangga tidak ingin membayar iuran Untuk responden yang berpendapat tidak bersedia membayar jumlah yang disarankan, kami meminta responden tersebut sekali lagi tentang jumlah maksimum yang mereka akan bayar untuk peningkatan kualitas pelayanan pengumpulan pembuangan sampah. Responden yang awalnya menunjukkan bahwa mereka tidak mau membayar jumlah yang disarankan ditanya lagi tentang alasan keputusan tersebut. Dari 128 responden yang tidak mau, alasan dan persentase responden telah diringkas dalam Tabel 2. Keengganan untuk membayar telah ditandai oleh dua kemungkinan alasan dalam survei, dan responden diberi pilihan untuk memilih salah satu atau kedua alasan ini. Potensi alasan telah dikutip dalam survei sebagai (1) "Pemerintah harus menyediakan pengumpulan sampah dan layanan pembuangan tanpa biaya" dan (2) "Pemerintah harus memperlihatkan bukti semakin baiknya pelayanan persampahan sebelum menuntut tambahan pembayaran dari masyarakat." Tabel 3 Hubungan antara nilai WTP dengan pendapatan bulanan rumahtangga Nilai mean untuk maksimum WTP, dalam kisaran pendapatan rumah tangga per bulan (rupiah) Faktor ≤ 1 juta 1-2 juta 2-3 juta 3-4 juta 4-5 juta > 5 juta Total Nilai maksimum WTP 1.300 3.200 2.100 1.800 6.000 5.700 3.600*** (rupiah per bulan)
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
L - 50
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Lingkungan
Hubungan antara nilai WTP dengan pendapatan bulanan rumahtangga Hubungan antara jumlah maksimum WTP untuk meningkatkan pelayanan pengumpulan dan pembuangan sampah dengan pendapatan rumah tangga per bulan diperoleh secara statistik memiliki hubungan tidak langsung atau terbalik (hubungan nonpatterned) tapi signifikan pada level p <.01 (Tabel 3) Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah tangga dengan pendapatan kurang dari Rp.1.000.000 menyatakan kesediaan mereka untuk membayar Rp.1.000-2.000 per bulan, sedangkan rumah tangga dengan pendapatan Rp.1.000.000-2.000.000 bersedia membayar Rp.2.500-4.000 per bulan. Di sisi lain, rumah tangga dengan pendapatan Rp.2.000.000-3.000.000 yang bersedia membayar Rp.2.000-2.500 per bulan. Keluarga dengan pendapatan berkisar antara Rp.3.000.000 dan 4.000.000 telah menyatakan WTP mereka sejumlah Rp.1.500-2.500 per bulan. Selanjutnya masyarakat dengan pendapatan berkisar antara Rp.4.000.000 dan 5.000.000 telah menyatakan WTP mereka sejumlah Rp.5.000-8.000 per bulan dan untuk pendapatan diatas Rp.5.000.000 sedikit menurun menjadi Rp.4.000-6.500 per bulan. Kecuali untuk kelompok pendapatan rumah tangga yang terakhir, hubungan keseluruhan antara jumlah maksimum WTP dan semua pendapatan rumah tangga lainnya dapat digambarkan sebagai non-patterned. Tabel 4 Hubungan antara nilai WTP dengan tingkat pendidikan Nilai mean untuk maksimum WTP, dalam tingkat pendidikan (rupiah) SD atau tidak sekolah 1.200 SMP atau sederajat 5.000 SMA atau sederajat 3.300 Universitas atau sederajat 6.000 Total 3.600*** *** Tingkat perbedaan signifikan antara berbagai tingkat pendidikan .05 Tingkat Pendidikan
Hubungan antara nilai WTP dan tingkat pendidikan Hubungan antara jumlah maksimum WTP untuk meningkatkan pelayanan pengumpulan dan pembuangan sampah dengan tingkat pendidikan responden diperoleh secara statistik seperti umumnya langsung dan signifikan (p <.05, lihat Tabel 4). Responden dengan tingkat pendidikan sekolah dasar atau tidak pernah mengikuti pendidikan secara formal bersedia membayar Rp.1.000-1.500 per bulannya. Mereka dengan tingkat pendidikan sekolah menengah pertama atau sederajat bersedia untuk membayar Rp.4.000-6.000 per bulan, dan responden dengan latar belakang pendidikan sekolah menengah atas akan membayar Rp.2.500-4.000 per bulan. Selanjutnya pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi lagi yaitu lulusan perguruan tinggi atau sederajat cenderung lebih rasional melihat persoalan persampahan di Kota Makassar yang membutuhkan perbaikan sarana persampahan sehingga dari hasil survey yang telah dilakukan menunjukkan mereka bersedia membayar antara Rp.5.000-7.500 per bulan.
6. KESIMPULAN Dengan menggunakan metode contingent valuation yaitu meminta pendapat responden mengenai WTP untuk peningkatkan layanan pengumpulan dan pembuangan sampah padat di kota Makassar, menunjukkan : 1. Berdasarkan demografi, dimana semakin dekat lokasi tempat tinggal masyarakat dengan TPA Tamangapa semakin tinggi nilai keinginan untuk membayar dibanding masyarakat yang tinggal lebih jauh dari TPA Tamangapa, hal ini mengindikasikan pengelolaan sampah di TPA Tamangapa belum maksimal terutama meminimalkan dampak lingkungan dan sosial kepada masyarakat yang bertempat tinggal disekitarnya. 2. Sosialisasi mengenai peran dan tanggungjawab lingkungan kepada masyarakat khususnya mengenai masalah sampah perlu ditingkatkan karena hampir 60% masyarakat masih berpendapat tanggungjawab sepenuhnya ada ditangan pemerintah Kota Makassar. 3. Tingkat pendapatan masyarakat Kota Makassar yang semakin meningkat seharusnya dijadikan acuan oleh Pemerintah Kota Makassar untuk mengkaji kembali sistem pembayaran dan besarnya iuran sampah yang telah ditetapkan sebesar Rp.15.000 per bulannya. 4. Semakin tinggi latar belakang pendidikan menunjukkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah yang lebih baik oleh karena masyarakat yang berlatar pendidikan perguruan tinggi bersedia membayar (Rp.6.000) hampir dua kali lipat dari nilai rata-rata hasil perhitungan (Rp.3.600)
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
L - 51
DAFTAR PUSTAKA Amiga, A (2002) “Household’s Willingness to Pay for Improved Solid Waste Management : The Case of Addis Ababa”, A Thesis of Master of Science in Economics (Human Resource Economics) The School of Graduates Studies of Addis Ababa University. Adepoju, A.A., and Salimonu, K.K, (2005) “Household’s Willingness to Pay for Improved Solid Waste Management in Osun State, Nigeria” Felix, O.,(2009), ”Willingness to Pay For Improved Environmental Quality among Residents Living in Close Proximity to Landfills in Lagos Metropolis, Nigeria” Ethiopian Journal of Environmental Studies and Management Vol.2 No.3 2009 Finn, K.W (2007) ”A Study of The Households’ Willingness to Contribute to and Improved Solid Waste Management Program in Kratovo, Macedonia”, Master of Science in Environmental Engineering a report For the degree of Michigan Tecnological University Khoiri, N (2006) “Studi Upaya Pemenuhan Fasilitas Persampahan Pada Kawasan Perumahan di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang”, Ringkasan Tesis Program Pascasarjana Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro Mongkolsawata, O., Zhanga, Q., Sisiora, G, and Halbrendtb, C.C (2006) “Bangkok Resident Preferences and Willingness to Pay for Beverage Container Deposit Program. Murad, M.W and Raquib, M.A. (2007) “Willingness of the Poor to Pay for Improved Access to Solid Waste Collection and Disposal Services”, The Journal of Environment & Development Volume 16 Number 1 March 2007 84-101 N.Jonesa, K. Evangelinosa, C.P. Halvadakisa, T. Iosifidesb, C.M. Sophoulisa (2010), “Social factors influencing perceptions and willingness to pay for a market-based policy aiming on solid waste management”, Journal of Resources, Conservation and Recycling 54 (2010) 533–540 Otu, R.A, Waife, E.D, KWAKWA, P.A,YEBOAH, S.A, (2012) “Household’s Willingness to Pay for Waste Collection in Semi-Rural Ghana: A Logit Estimation” International Journal of Multidisciplinary Research Vol.2 Issue 7, July 2012 Wesley High School Otukpo, Benue,Nigeria (2005) “A Survey of Household Solid Waste Management in Otukpo” Yuliastuti, I.A.N., Yasa, I.N.M, dan Jember, I.M, (2006) “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah di Kabupaten Badung”, Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
L - 52
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013