perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota dan perubahan sosial budaya yang tidak sesuai dan selaras, menimbulkan berbagai masalah antara lain masalah kesehatan. Salah satunya adalah masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang semakin merebak akhir-akhir ini sudah tidak dapat dianggap enteng lagi. HIV/AIDS ternyata mengancam seluruh lapisan masyarakat, tak terkecuali generasi muda. HIV/AIDS merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang sangat penting di beberapa negara dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat internasional (Suryadinata, 2010). Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh menyerang sel Cluster of Differentiation 4 (CD4) sehingga terjadi penurunan sistem pertahanan tubuh. Replikasi virus yang terus menerus mengakibatkan semakin berat kerusakan sistem kekebalan tubuh dan semakin rentan terhadap infeksi oportunistik (IO) sehingga akan berakhir dengan kematian (Bruner dan Suddarth, 2002).
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Accuired
Immune
Deficiency
Syndrome
(AIDS)
merupakan
sekumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia, yang disebabkan oleh HIV. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV, dimana perjalanan HIV akan berlanjut menjadi AIDS membutuhkan waktu sekitar 10 sampai 13 tahun (Bruner dan Suddarth, 2002). Dewasa ini HIV dan AIDS sudah menjadi penyakit yang pendemik, menyerang jutaan penduduk dunia. Hampir di setiap negara HIV/AIDS menjadi masalah nasional, yang perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak, bukan saja pemerintah tetapi seluruh lapisan masyarakat. Perkembangan Kasus HIV/AIDS bagaikan gunung es, yang nampak hanyalah permukaan belaka namun kasus yang sesungguhnya jauh lebih besar daripada kasus yang nampak. Penyakit ini merupakan penyakit yang mematikan karena sampai saat ini belum ditemukan obat penyembuhannya (Suryadinata, 2010) Di Indonesia, kasus penderita HIV/AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1987 di Bali, dan sejak saat itu sampai sekarang perkembangan HIV/AIDS
di
Indonesia
juga
sudah
sampai
pada
tingkat
yang
mengkhawatirkan. Dalam triwulan Juli s.d September 2012 dilaporkan oleh Ditjen PP & PL Kemenkes RI tambahan kasus HIV/AIDS yaitu 5.489 kasus HIV dan 1.317 kasus AIDS. Adapun jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan 1 Januari s.d 30 September 2012 yaitu, HIV terdapat 15.372 kasus commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan AIDS 3.541 kasus. Secara kumulatif kasus HIV dan AIDS 1 April 1987 s.d 30 September 2012 adalah HIV sebanyak 92.251 kasus, AIDS sebanyak 39.434 kasus dan yang meninggal sebanyak 7.293 orang. Jumlah Kumulatif Kasus AIDS di Indonesia menurut jenis kelamin (tidak termasuk 1122 kasus di DKI Jakarta pada 2011, karena masih dalam proses validasi data) dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Jumlah Kumulatif Kasus AIDS per 10.000 Penduduk Menurut Jenis Kelamin 1 April 1987 s.d 30 September 2012 Jenis Kelamin/Sex
AIDS
Laki-laki/Male
22,147
Perempuan/Female
10,904
Tak Diketahui/Unknown
85
Jumlah/Total*
33,136
Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 30 November 2012
Sementara itu, jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia menurut faktor risiko dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2. Jumlah Kumulatif Kasus AIDS per 10.000 Penduduk Menurut Faktor Risiko 1 April 1987 s.d 30 September 2012 Faktor Risiko/Mode of Transmission
AIDS
Heteroseksual/Heterosexual
22,622
Homo-Biseksual/Homo-Bisexual
857
IDU
7,400
Transfusi Darah/Blood Transfusion
83
Transmisi Perinatal/Perinatal Trans.
1,036
Tak Diketahui/Unknown
1,469
Sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 30 November 2012
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengalaman di Indonesia, urutan ke empat tingkat populasi terbanyak sedunia, menunjukkan betapa cepatnya epidemi HIV dapat berkembang. Seks komersial yang menjadi faktor penting di dalam penyebaran HIV tidak dapat dipisahkan dengan kondisi prostitusi yang cukup eksis di Indonesia. Penelitian di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan tingginya tingkat perilaku beresiko dan kasus IMS diantara pekerja seks pria dan wanita. Pekerja seks memiliki peranan penting di dalam pertumbuhan kasus AIDS, sehingga mempromosikan upaya pencegahan IMS, HIV dan AIDS diantara pekerja seks merupakan hal yang sangat penting untuk mengontrol penyebaran epidemi HIV dan AIDS. Pekerja seks bekerja dalam berbagai macam bentuk. Mereka dapat bekerja di lokalisasi terdaftar di bawah pengawasan medis (direct sex workers) atau dapat juga sebagai Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (indirect sex workers). Wanita Pekerja Seksual Tidak Langsung (indirect sex workers) mendapatkan klien dari jalan atau ketika bekerja di tempat-tempat hiburan seperti klab malam, panti pijat, salon plus-plus, diskotik, café, tempat karaoke atau bar. Beberapa dari mereka adalah WPS yang sudah pernah bekerja di lokalisasi tetapi keluar dari lokalisasi kemudian bekerja menjadi WPS Tidak Langsung di tempat-tempat hiburan yang mereka anggap memiliki kelas yang lebih tinggi. Ada juga yang merasa lebih fleksibel dengan bekerja sebagai WPS Tidak Langsung karena tidak diatur ketat oleh mucikari. Bahkan ada juga karena melihat peluang untuk mendapatkan to user tambahan uang lebih ketikacommit mereka bekerja sebagai pemandu karaoke,
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelayan bir, atau pramuria di tempat hiburan malam. Mereka diketahui memiliki tingkat penggunaan kondom yang rendah dan memiliki angka IMS yang lebih tinggi dibandingkan pekerja seks di lokalisasi. Beberapa alasan dari mereka yaitu besarnya kesulitan di dalam meyakinkan klien untuk menggunakan kondom karena mereka tidak memiliki dukungan dari manajemen dan teman sebaya seperti yang terjadi di lokalisasi, memiliki paparan resiko kekerasan yang lebih besar ketika mereka menolak untuk melakukan seks yang tidak aman dengan klien, pengetahuan yang tidak cukup tentang teknik negosiasi kondom dan kurangnya informasi tentang HIV. Wanita Pekerja Seksual Tidak Langsung (indirect sex workers) juga dilaporkan mendapatkan uang yang lebih sedikit daripada pekerja seks di lokalisasi sehingga mereka khawatir pendapatannya akan berkurang jika mereka meminta penggunaan kondom dengan klien. Dalam Buku Saku Kesehatan 2012 Visual Data Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Triwulan II Tahun 2012 dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah disebutkan bahwa data HIV/AIDS sampai dengan 30 Juni 2012 adalah sebagai berikut : Tabel 3 Data HIV/AIDS di Provinsi Jawa Tengah sampai dengan 30 Juni 2012 No 1 2 3 4
Tahun 2008 2009 2010 2011
HIV 259 143 373 755
AIDS 170 430 501 521
5
2012
184
230
to user Sumber : Dinas Kesehatan Provinsicommit Jawa Tengah, 2012
5
perpustakaan.uns.ac.id
Human
digilib.uns.ac.id
Immune-deficiency
Virus/Acquired
Immune
Deficiency
Syndrome (HIV/AIDS) yang belum ditemukan obatnya tidak pandang bulu dalam mencari mangsa. Segala usia dan golongan masyarakat berpeluang sama untuk mengidap virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh tersebut. Virus yang hanya menyerang golongan tertentu adalah sebuah pikiran yang sangat usang menyangkut HIV/AIDS. Sebab, kenyataannya, virus itu sangat dekat dengan kehidupan semua orang. Penyebaran penyakit HIV/AIDS di kalangan ibu rumah tangga di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) kian mengkhawatirkan. Bahkan, kini telah menempati peringkat kedua tertinggi dengan jumlah 394 orang. Berdasarkan catatan KPA Jateng, jumlah penderita HIV/AIDS di Provinsi itu hingga Juni 2012 tercatat sebanyak 4.992 orang. Dari jumlah tersebut, kalangan wiraswasta menempati peringkat pertama dengan jumlah 439 orang (20,19%), diikuti ibu rumah tangga 394 orang (18,3%), dan karyawan 223 orang (10,36%). Ini mengkhawatirkan karena artinya epidemi HIV/AIDS mulai memasuki masyarakat umum. Ibu rumah tangga yang terkena akan menularkan pula penyakit yang belum ditemukan obatnya itu kepada anak yang dilahirkannya. Data tersebut mengungkap sebanyak 394 kasus atau 18,3% di antara jumlah kasus yang terungkap itu dialami Ibu Rumah Tangga (IRT). Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) terbanyak kedua justru dari kalangan ibu rumah tangga sebanyak 394 kasus. Peringkat pertama wiraswasta sebanyak 439 kasus, Anggapan masyarakat bahwa HIV dan AIDS hanya dialami perempuan penjaja seks ternyata tidak commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
benar, karena saat ini perempuan yang tidak melakukan perilaku beresiko telah ada yang terinfeksi HIV dari pasangan tetapnya (suaminya). Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kota Surakarta dari Oktober 2005 s.d November 2012 di Kota Surakarta, terdapat 874 kasus HIV/AIDS yang terdiri dari HIV 326 kasus dan AIDS 548 kasus. Adapun yang meninggal dunia sebanyak 281 orang. Pada umumnya mereka dirawat di rumah sakit Dr Moewardi Kota Surakarta yakni sebanyak 246 kasus dan 35 kasus di rawat di rumah sakit Dr Oen Surakarta.
Menurut Komisi
Penanggulangan AIDS Daerah Kota Surakarta, estimasi ODHA sebanyak 1.356 kasus. Tabel 4 Distribusi Klien HIV / AIDS Klinik VCT Surakarta Berdasarkan Pekerjaan Okt ’05 – November ’12
200 150 100 50 0 HIV AIDS
Karywn Wiraswt IRT 71 68 71 189 105 85
WPS 41 40
Sopir 12 20
PPS Mhs/Pljr 17 9 5 2
Dll 39 80
Sumber : KlinikVCT RSUD Dr. Moewardi, RS Dr. OEN Surakarta.
Di Kota Surakarta tidak ada lokalisasi resmi yang menjadi tempat transaksi seksual yang berada di Kota Surakarta. Di Surakarta hanya terdapat commit to user dua tempat yang terdapat suatu spot untuk menjajakan diri bagi para wanita 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pekerja seks, yakni di daerah Gilingan dan Kastelan atau yang lebih dikenal dengan nama RRI. Namun kedua tempat tersebut sifatnya masih jalanan, sehingga tidak ada data resmi dari pemerintah tentang para wanita pekerja seks di sana. Dan kebanyakan wanita pekerja seks di sana berasal dari luar Kota Surakarta. Mengantisipasi meluasnya penyebaran virus HIV-AIDS, saat ini di Kota Surakarta telah tersedia empat klinik VCT guna melakukan pemeriksaan kesehatan khususnya untuk pengecekan virus HIV- AIDS. Klinik VCT dapat ditemukan di RSUD Moewardi, RS dr Oen, Puskesmas Manahan, dan Puskesmas Sangkrah. Berdasarkan data kunjungan klinik VCT di Kota Surakarta, pelaksanaan tindakan VCT belum dilaksanakan sepenuhnya di Kota Surakarta walaupun banyak kelompok beresiko tinggi telah memiliki pengetahuan tentang HIV-AIDS yang cukup baik diikuti dengan sikap yang positif. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan, seperti: belum ada keberanian untuk melakukan pemeriksaan VCT, adanya perasaan takut mengetahui jika hasilnya HIV positif dan keengganan melakukan pemeriksaan VCT dikarenakan mereka tidak ingin mengetahui status tersebut. Dengan melihat data-data di atas, bisa diketahui bahwa persebaran virus HIV terjadi pada pekerja seks, bahkan dari pekerja seks pula memunculkan kelompok beresiko commit totinggi user (hight risk man) yang bisa
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berdampak meyebarkan virus ke pasangannya. Lebih parah lagi virus bisa masuk ke janin bayi dalam kandungan. Sehingga pada penelitian ini penulis memilih pekerja seks sebagai objek kajiannya. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan tentang VCT dengan sikap dan perilaku yang dilakukan para Wanita Pekerja Seks untuk melakukan VCT di Surakarta.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
uraian
di
atas,
maka
dapat
diambil
rumusan
permasalahan yang berkaitan dengan hubungan antara motivasi Wanita Pekerja Seks sebagai salah satu kelompok beresiko tinggi tertular HIV/AIDS terhadap tingkat pelaksanaan VCT di Kota Surakarta sebagai berikut: “Bagaimana pengetahuan, sikap, dan perilaku Wanita Pekerja Seks WPS untuk melakukan Voluntary Counseling and Testing (VCT) dalam kaitannya dengan HIV/AIDS di Kota Surakarta?”
C. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan penelitian dalam studi ini adalah : 1.
Untuk mengetahui karakteristik Wanita Pekerja Seks WPS di Kelurahan Kestalan. commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Untuk mengetahui pengetahuan Wanita Pekerja Seks WPS mengenai HIV/AIDS dan VCT.
3.
Untuk mengetahui sikap Wanita Pekerja Seks WPS terkait dengan pengetahuan yang dimiliki mengenai HIV/AIDS dan VCT.
4.
Untuk mengetahui Perilaku Wanita Pekerja Seks WPS untuk melakukan VCT kaitannya dengan pencegahan dini penyebaran HIV/AIDS.
D. Manfaat Penelitian 1.
Teoritis Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan untuk memperluas wawasan dan memperdalam kajian masalah pengetahuan, sikap, dan tindakan wanita pekerja seks untuk melakukan VCT yang sangat penting untuk mengantisipasi Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS di Kota Surakarta.
2.
Praktis a.
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan perubahan bagi wanita pekerja seks lainnya untuk melakukan tes VCT guna pencegahan dini untuk penularan HIV/AIDS dan IMS
b.
Dapat digunakan sebagai titik tolak penelitian sejenis dengan lingkup yang lebih luas.
commit to user
10