PREVALENSI HIV/AIDS PADA PECANDU NAPZA DI RSKO JAKARTA TAHUN 2010-2011
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH : Fikrifar Rizki Faridho NIM : 109103000034
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2012 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini penyusun menyatakan bahwa : 1. Penelitian ini merupakan hasil karya asli penyusun yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang penyusun gunakan dalam penulisan ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli penyusun atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, penyusun bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 9 September 2012
Fikrifar Rizki Faridho
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING PREVALENSI HIV/AIDS PADA PECANDU NAPZA DI RSKO JAKARTA TAHUN 2010-2011
Laporan Penelitian Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked)
Oleh: Fikrifar Rizki Faridho NIM : 109103000034
Pembimbing 1
Pembimbing 2
drg.Laifa Annisa Hendarmin Ph.D
dr. Flori Ratna Sari Ph.D
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H/2012 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Laporan Penelitian berjudul PREVALENSI HIV/AIDS PADA PECANDU NAPZA DI RSKO JAKARTA TAHUN 2010-2011 yang diajukan oleh Fikrifar Rizki Faridho (NIM: 109103000034), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 17 September 2012. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter. Jakarta, 17 September 2012 DEWAN PENGUJI Ketua Sidang
dr. Flori Ratna Sari Ph.D
Pembimbing 1
Pembimbing 2
drg. Laifa Annisa Hendarmin. Ph.D
dr. Flori Ratna Sari Ph.D
Penguji 1
Penguji 2
dr. Achmad Zaki. M. Epid, Sp. OT
dr. Hadianti. Sp. PD
PIMPINAN FAKULTAS DEKAN FKIK UIN
KAPRODI PSPD FKIK UIN
Prof. Dr (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp. And
Dr. dr. Syarief Hasan Luthfie, Sp. KFR
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya sehingga penelitian dengan judul “Prevalensi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penyusun sadar sepenuhnya bahwa bantuan dari berbagai pihak sangat berperan dalam penyelesaian laporan penelitian ini. Oleh sebab itu, penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih tak terhingga kepada: 1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, Sp. And dan dr. Djauhari Widjajakusumah AIF, PFK selaku dekan dan pembantu dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp. KFR selaku Kaprodi Pendidikan Dokter 3. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku dosen pembimbing penelitian yang telah berkenan membimbing penelitian ini dari awal hingga terselesaikannya laporan penelitian ini 4. dr. Clara Sp.KJ dan semua staf rekam medis RSKO Jakarta yang telah mengizinkan penggunaan rekam medis dan membimbing saya selama proses pengambilan sampel pasien HIV/AIDS di RSKO Jakarta 5. Jafar Siddik P dan Rofiqo Imroatul H selaku orangtua yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil dan mempercayakan jurusan pendidikan dokter ini kepada penyusun serta kedua adik penyusun yang selalu menjadi motivasi demi terselesaikannya laporan penelitian ini 6. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini Ciputat, 9 September 2012
Fikrifar Rizki Faridho
v
ABSTRAK Fikrifar Rizki Faridho. Program Studi Pendidikan Dokter. Prevalensi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011 Pengguna Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) suntik, yang dikenal sebagai IDU (Injecting Drugs User) memiliki risiko tinggi terinfeksi HIV. Namun secara tidak terduga, beberapa tahun terakhir ini angka kejadian HIV/AIDS pada IDU mengalami penurunan (1209 kasus di 2009 menjadi hanya 779 kasus di 2011). Disaat yang bersamaan, terjadi peningkatan kejadian HIV/AIDS dengan faktor risiko heteroseksual (2306 kasus di 2009 menjadi 2394 kasus di 2011). Padahal diketahui bahwa perilaku seksual yang berisiko umum dimiliki oleh setiap pecandu NAPZA, baik NAPZA suntik maupun tidak, hal ini dapat mempengaruhi peningkatan kejadian HIV/AIDS. Penelitian epidemiologi deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta sepanjang tahun 2010-2011. Hasilnya didapatkan penderita HIV/AIDS (populasi penelitian) sebanyak 175 orang dengan 116 orang (populasi terjangkau) yang memiliki riwayat pecandu NAPZA. Dari data tersebut, diperoleh prevalensinya sebesar 66.29% yang sebagian besar adalah lakilaki (96.6%), pada kelompok usia 30-39 tahun (65.55%) dan hanya lulusan SMA (72.4%). Setengah dari populasi penderita HIV/AIDS (50%) ini merupakan pengguna NAPZA tunggal (single drug user) dengan putauw sebagai jenis yang paling banyak digunakan (92.2%). Kata Kunci : NAPZA, HIV/AIDS, Prevalensi
ABSTRACT Fikrifar Rizki Faridho. Medical Education Program. Prevalence HIV/AIDS on Drug Addicts at Jakarta’s Drug Dependence Hospital During 2010-2011 IDU (Injecting Drugs Users) have a high risk of HIV infection. But unexpectedly, the incidence of HIV/AIDS in IDUs has decreased (2009: 1209 cases; 2011: 779 cases). At the same time, the incidence of HIV/AIDS with heterosexual as a risk factors has increased (2009: 2306 cases; 2011: 2394 cases). Risky sexual behaviors, such as a tendency to switch partner and having sex without condom,, generally occur among both injecting and non-injecting drug addicts. These can affects for increasing the incidence of HIV/AIDS. Descriptive epidemiological study was performed to determine the prevalence of HIV/AIDS on drug addicts at Drug Dependence Hospital (RSKO) Jakarta. During 2010-2011, a number of HIV/AIDS cases were 175 patients with 116 patients were drugs addicts. Thus, prevalence of HIV/AIDS in drug addicts is 66.29%. We found that most of the patients were male (96.6%), in the age group 30-39 years (65.55%), with senior high school background (72.4%). Half of them were single drug user (50%) with putauw as the most widely used (92.2%). Keywords : NAPZA, HIV/AIDS, Prevalence
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ................................................................................................ i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................... iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v ABSTRAK ......................................................................................................... vi DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR .................................................................... x BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3 1.3 Tujuan ........................................................................................................ 3 1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................................... 3 1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3 1.4.1 Bagi Peneliti......................................................................................... 3 1.4.2 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ........................................ 4 1.4.3 Bagi RSKO Jakarta .............................................................................. 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5 2.1 Konsep HIV/AIDS ..................................................................................... 5 2.1.1 AIDS Secara Umum ............................................................................ 5 2.1.2 Penularan HIV/AIDS ........................................................................... 6 2.1.3 Kriteria Diagnosis HIV ........................................................................ 9 2.2 NAPZA .................................................................................................... 12 2.2.1 Klasifikasi .......................................................................................... 12 2.2.2 NAPZA dan Perilaku Berisiko ........................................................... 15 2.3 Kerangka Konsep ..................................................................................... 18 BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 19 3.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 19
vii
3.2 Tempat dan Waktu penelitian ................................................................... 19 3.3 Populasi Terjangkau ................................................................................. 19 3.4 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel.......................................................... 20 3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi..................................................................... 20 3.6 Cara Kerja ................................................................................................ 21 3.7 Manajemen Data....................................................................................... 21 3.8 Definisi Operasional ................................................................................. 22 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 24 4.1. Hasil ........................................................................................................ 24 4.1.1 Prevalensi HIV/AIDS pada Pecandu Napza di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta ........................................................... 24 4.1.2 Pola Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Jenis Kelamin ......................................................................................................... 25 4.1.3 Pola Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Usia .... 25 4.1.4 Pola Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Pekerjaan ....................................................................................................................... 25 4.1.5 Pola Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Pernikahan ..................................................................................................... 27 4.1.6 Pola Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Pendidikan ..................................................................................................... 27 4.1.7 Gambaran Jenis NAPZA Berdasarkan Banyaknya Tipe NAPZA perPasien............................................................................................................. 28 4.1.8 Gambaran Jenis NAPZA Berdasarkan Jumlah Pecandu Fentanyl (Putauw), Ganja (Canabis), Amfetamin (Shabu) dan Zat Adiktif (Alkohol) .... 28 4.2. Pembahasan ............................................................................................. 31 4.2.1 Pola Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Jenis Kelamin ......................................................................................................... 31 4.2.2 Pola Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Usia .... 31 4.2.3 Pola Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Pekerjaan ....................................................................................................................... 32 4.2.4 Pola Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Pernikahan ..................................................................................................... 32 4.2.5 Pola Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Pendidikan ..................................................................................................... 33
viii
4.2.6 Gambaran Jenis NAPZA Berdasarkan Banyaknya Tipe NAPZA perPasien............................................................................................................. 33 4.3 Keterbatasan Penelitian…………………………………………………... 33 BAB 5 PENUTUP ............................................................................................. 36 5.1 Simpulan .................................................................................................. 36 5.2 Saran ........................................................................................................ 36 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 37 LAMPIRAN ...................................................................................................... 41 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... 48
ix
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK Daftar Tabel Tabel 1.1 Indikator
Epidemik
HIV
di
Dunia
(2002-
2010)………………………………………………………...
1
Tabel 2.1 Jumlah kasus AIDS di Indonesia menurut faktor risiko 20052011…………………………………………………...
6
Daftar Grafik Grafik 1 Persentase seseorang yang merasa pasangan mereka menggunakan NAPZA sebelum melakukan hubungan seksual………………………………………………………. 16 Grafik 2 Distribusi pasien HIV positif dengan riwayat pecandu NAPZA berdasarkan jenis kelamin di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011 ………………………………….............
25
Grafik 3 Distribusi pasien HIV positif dengan riwayat pecandu NAPZA berdasarkan usia di RSKO Jakarta Tahun 20102011…………………………………………………...…….
25
Grafik 4 Distribusi pasien HIV positif dengan riwayat pecandu NAPZA berdasarkan jenis pekerjaan di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011…………………………………..……….
26
Grafik 5 Distribusi pasien HIV positif dengan riwayat pecandu NAPZA berdasarkan status pernikahan di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011………………………………..……….....
27
Grafik 6 Distribusi pasien HIV positif dengan riwayat pecandu NAPZA berdasarkan pendidikan terakhir di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011………………………………………........ 27
x
Grafik 7 Distribusi HIV Positif dengan Latar belakang pengguna NAPZA berdasarkan banyaknya tipe NAPZA yang dikonsumsi per-pasien di RSKO Jakarta tahun 20102011…………………………………………………………
28
Grafik 8 Distribusi pasien HIV positif dengan riwayat pecandu NAPZA berdasarkan jumlah pecandu Putauw di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011…………………………………
28
Grafik 9 Distribusi pasien HIV positif dengan riwayat pecandu NAPZA berdasarkan jumlah pecandu Ganja
di RSKO
Jakarta Tahun 2010-2011…………………………………
29
Grafik 10 Distribusi pasien HIV positif dengan riwayat pecandu NAPZA berdasarkan jumlah pecandu Amfetamin (Shabu) di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011………………………..
29
Grafik 11 Distribusi pasien HIV positif dengan riwayat pecandu NAPZA berdasarkan jumlah pecandu Zat adiktif (Alkohol) di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011………………………..
xi
30
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang diketahui bersifat lambat dalam menimbulkan penyakit untuk melemahkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan kerentanan terhadap pneumonia, tuberculosis (TBC) dan penyakit oportunistik lain. Keadaan ini disebut Acquired Immuno-Deficiency Syndrome (AIDS). Sindrom ini yang meluas pada berbagai populasi dunia, terutama pada negara berkembang.1 Tabel 1.1 Indikator Epidemik HIV di Dunia (2002-2010)
(sumber:http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/documents/unaidspublication/ 2011/20111130_UA_Report_en.pdf )
Salah satu faktor risiko dari infeksi HIV adalah penggunaan jarum suntik secara bergantian tanpa sterilisasi memadai yang biasanya terjadi pada pengguna NAPZA suntik. WHO pada tahun 2011 melaporkan bahwa pada penduduk dunia terdapat 160 juta orang sebagai pengguna NAPZA suntik dan 3 juta diantaranya dengan HIV-positif. Rata-rata 1 dari 10 orang yang baru terdiagnosis HIV positif adalah seorang pengguna NAPZA suntik.2 Sedangkan di Asia, diperkirakan 4.5 juta orang adalah pengguna NAPZA suntik dengan sekitar 16% diketahui HIV-positif. Data survei WHO, UNICEF dan UNAIDS tahun 2011 menyebutkan bahwa 50% pengguna NAPZA suntik di Indonesia adalah HIV-positif.3
1
2
Sementara itu, data BNN dan PUSLITKES UI tahun 2008 menyebutkan bahwa jumlah pengguna NAPZA di Indonesia sebanyak 3,1-3,6 juta orang. Data tersebut juga menginformasikan dari 1,99% penduduk Indonesia yang berisiko sebagai pecandu NAPZA, dapat diklasifikasikan menjadi 26% karena coba-coba, 27% teratur pakai, 40% pecandu bukan suntik, dan 7% pecandu suntik.4 Berhubungan dengan pecandu NAPZA suntik, data triwulan pertama tahun 2012 Kementerian Kesehatan RI yang terbit pada Mei 2012 menunjukkan bahwa transmisi HIV melalui pengguna NAPZA suntik di Indonesia sebesar 12.6% yang merupakan tertinggi kedua setelah heteroseksual.5 Jumlah NAPZA yang dikonsumsi berbanding lurus dengan kerugian ekonomi yang ditimbulkan. Berdasarkan kerugian ekonomi yang ditimbulkan, konsumsi NAPZA suntik jenis putauw di Indonesia menempati posisi ketiga setelah shabu dan ganja.6 Tidak hanya pengguna NAPZA suntik yang dapat meningkatkan risiko infeksi HIV. Pengguna NAPZA non-suntik juga dapat meningkat risiko infeksi HIV dengan terganggunya penilaian mereka terhadap keputusan yang mereka pilih, termasuk tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual dan berganti-ganti pasangan sehingga menjadi perilaku seksual yang berisiko. Menurut data National Institute on Drug Abuse (NIDA) tahun 2005-2009, 64% orang dengan HIV/AIDS telah menggunakan NAPZA sebelumnya, walaupun tidak secara intravena dan hanya 19% yang bukan pengguna NAPZA. Satu diantara empat orang yang hidup dengan HIV di tahun 2009 dilaporkan menggunakan alkohol dan NAPZA non-suntik lain pada level dimana hal itu butuh diterapi.7 Sepanjang 2010-2011, kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan sebanyak 22325 kasus. Hal ini berbanding lurus dengan kenaikan heteroseksual sebagai faktor risikonya, yaitu 10478 kasus (2010) menjadi 13613 kasus (2011). Namun, pada tahun yang sama, jumlah pengguna NAPZA suntik sebagai faktor risiko HIV/AIDS diketahui mengalami penurunan, yaitu 4102 kasus (2010) menjadi 4078 kasus (2011). Fenomena inilah yang membuat penelitian ini penting untuk dilakukan untuk mengetahui prevalensi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta tahun 2010-2011. Sejalan dengan penggunaan NAPZA non-suntik juga dapat mempengaruhi perilaku seksual berisiko sehingga meningkatkan risiko HIV/AIDS.
3
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta merupakan rumah sakit rujukan utama yang khusus menangani ketergantungan NAPZA, terutama di wilayah DKI Jakarta yang menjadi tujuan terbesar peredaran NAPZA di Indonesia sekaligus sebagai provinsi dengan kasus AIDS terbanyak.
1.2 Rumusan Masalah Berapakah prevalensi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011?
1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui prevalensi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011 1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui banyaknya tipe NAPZA yang digunakan pada pasien HIV/AIDS dengan pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011
Untuk mengetahui jenis NAPZA yang digunakan pada pasien HIV/AIDS dengan pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011
Untuk mengetahui data demografi (jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan status pernikahan) pada
pasien HIV/AIDS
dengan pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Fakultas
4
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mengetahui cara membuat penelitian yang baik dengan menggunakan metodologi yang sudah diperoleh selama perkuliahan
Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian terutama di bidang kesehatan
1.4.2 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menambah referensi penelitian di FKIK UINSH tentang prevalensi pasien HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di RSKO Jakarta
Menambah informasi sebagai bahan untuk melakukan penelitian lebih dalam untuk peneliti yang lain mengenai HIV/AIDS dan NAPZA
1.4.3 Bagi RSKO Jakarta
Sebagai informasi dan bukti medis mengenai prevalensi pasien HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep HIV/AIDS 2.1.1 AIDS Secara Umum Acquired Immuno-Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat akibat infeksi Human Immunodeficency Virus (HIV). Virus ini terutama menyerang sel limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus dalam T4 lalu bereplikasi dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri. HIV juga menginfeksi sel Langerhans pada kulit, kelenjar limfe, alveolus paru, retina, serviks uteri dan otak. Gen Tat yang diketahui dimiliki HIV berfungsi dalam mempercepat replikasi virus hingga terjadi kerusakan T4 secara luas dan menimbulkan berbagai infeksi dan keganasan. Inilah kondisi yang disebut AIDS.8 Meskipun diketahui adanya penurunan angka kematian (CFR) pasien AIDS dari 4,5% pada tahun 2010 menjadi 2,4% kasus tahun 2011 di Indonesia, tetap tidak dapat disangkal bahwa sejak tahun 2005 hingga sekarang terjadi peningkatan epidemik HIV secara nyata.9,5 Selain itu, diketahui ada hal baru yang terlibat dalam penyebaran HIV/AIDS, yaitu melalui penggunaan narkoba suntik (Injecting Drug User-IDU) dan mulai tahun 2002 HIV sudah menyebar hingga tingkat rumah tangga disebabkan hal tersebut (Depkes RI, 2003). 10
5
6
Tabel 2.1 Jumlah kasus AIDS di Indonesia menurut faktor risiko 2005-2011
(source : http://www.aidsindonesia.or.id/download/LT3Kemkes2011.pdf)
2.1.2 Penularan HIV/AIDS HIV pertama ditemukan pada simpanse dan kera di Afrika yang darahnya kontak dengan manusia ketika hewan tersebut disembelih atau dimasak oleh orang Afrika sehingga terjadi penyebaran virus (Cross Infection) dari hewan ke manusia dan menjadi HIV. HIV hanya dapat ditemukan pada cairan tubuh. Contohnya dalam darah termasuk darah haid dan darah plasenta pada wanita, air mani/cairan lain yang keluar dari alat kelamin laki-laki, kecuali air seni dan cairan vagina serta cairan serviks uteri. HIV dapat ditularkan melalui: Hubungan seksual. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual, baik melalui vagina, dubur maupun mulut. Pada saat hubungan seks, mungkin terjadi mikrolesi akibat gesekan dan melalui lesi tadi virus yang terdapat dalam cairan tubuh pasangan seks yang mengidap HIV dengan mudah akan ditularkan kepada pasangannya
Parenteral, terjadi melalui penggunaan jarum suntik, transfusi darah dan alat-alat tusuk lainnya seperti alat tindik, pisau cukur, alat tato dan
7
alat khitan yang terinfeksi HIV. Penularan melalui jarum suntik atau alat kedokteran yang tidak steril dapat terjadi pada jarum suntik bekas pengidap HIV
Perinatal. Bayi dalam kandungan mendapat zat makanan dan O2 dari darah ibu yang dipompakan ke darah bayi. Pada umumnya, darah bayi tidak tercampur dengan darah ibu sehingga tidak semua bayi yang dikandung ibu dengan HIV positif tertular HIV saat dalam kandungan. Perlindungan plasenta dapat rusak bila ada infeksi virus, bakteri ataupun parasit pada plasenta atau pada keadaan dimana daya tahan ibu sangat rendah. Bayi dapat juga tertular HIV saat persalinan maupun via ASI meskipun diketahui konsentrasi HIV pada ASI lebih rendah dari darah, 10-20% bayi akan terinfeksi HIV bila disusui sampai 18 bulan atau lebih Seseorang dikatakan terinfeksi HIV yang berlanjut menjadi AIDS bila
kadar CD4 di bawah 200 atau telah mengalami komplikasi seperti Pneumocystis pneumonia, Cytomegalovirus, Tuberculosis, Toxoplasmosis, Cryptosporidiosis, dan lain lain.11,12
WHO mengklasifikasikan HIV/AIDS pada remaja dan dewasa berdasarkan pada tanda dan gejala klinis yang muncul pada pasien sebagai berikut : 13 Clinical Stage 1 Asimptomatik Limfadenopati generalisata yang persisten Clinical Stage 2 Berat badan turun yang tidak jelas penyebabnya (<10 % dari berat badan semula) Infeksi saluran nafas berulang, sinusitis, tonsillitis, otitis media dan faringitis Herpes zooster Angular Cheilitis
8
Ulserasi oral yang berulang Dermatitis seboroik Infeksi jamur pada kuku Clinical Stage 3 Berat badan turun yang tidak jelas penyebabnya (>10% dari berat badan semula) Diare kronik yang tidak jelas penyebabnya selama lebih dar 1 bulan Demam persisten yang tidak diketahui penyebabnya (>37,6
o
C
intermiten atau konstan selama lebih dari 1 bulan Infeksi bakteri berat (Pneumonia, Empyema, Pyomyositis, infeksi sendi atau tulang, meningitis atau bacteremia) Stomatitis ulseratif Nekrotik Akut, gingitivitis atau periodontitis Anemia yang tidak jelas penyebabnya (<8 g/dl), neutropenia (<0,5 x 109 per liter) Atau trkombositopenia kronik (<50 x 10 9 per liter) Clinical Stage 4 Wasting Syndrome Pneumocystis Pneumonia Bakterial Pneumonia berat berulang Infeksi Herpes Simplex kronik (orolabial, genital, anorektal selama lebih dari 1 bulan atau bagian visceral lainnya) Kandidiasis Esofageal (atau Kandidiasis trakea, bronkus atau paru) Tuberkulosis paru Sarcoma Kaposi Infeksi CMV (retinitis atau infeksi di organ lain) Toxoplasmosis di sistem saraf pusat HIV ensefalopati Cryptococcosis ekstrapulmo termasuk meningitis Infeksi bakteri non-TB yang luas Leukoensefalopati multifokal progresif Cryptosporodiasis Kronik (dengan diare) Isosporiasis Kronik
9
Mikosis yang luas (coccidiomikosis atau histoplasmosis) Karsinoma servikal invasif Leishmaniasis atipikal yang luas Bakteremia salmonella non-tifoid yang berulang Limfoma (serebral atau sel B non-Hodgin) atau tumor lain terkait HIV Nefropati/kardiomiopatisimptomatik terkait HIV
2.1.3 Kriteria Diagnosis HIV HIV sebagian besar terdiagnosis dengan mengecek darah atau air liur untuk mendeteksi ada atau tidaknya antibodi terhadap HIV. Namun, tipe diagnosis seperti ini tidak akurat untuk infeksi baru mengingat tubuh yang membutuhkan waktu agar antibodi bisa terbentuk, biasanya hingga 12 minggu. Dalam beberapa kasus hingga 6 bulan sampai terbentuknya antibodi. Pemeriksaan terhadap antibodi biasanya menggunakan teknik ELISA (Enzyme-Link Immunoabsorbent Assay) yang biasa digunakan di Indonesia, aglutinasi atau dot-blot immunobinding assay. Sedangkan tes untuk keberadaan virus dapat mengonfirmasi diagnosis dalam hitungan hari setelah infeksi. Tes ini dapat menggunakan isolasi dan biakan virus, deteksi antigen dan deteksi materi genetik pada darah. WHO menganjurkan pemakaian salah satu dari 3 strategi pemeriksaan antibodi terhadap HIV yang disesuaikan dengan tujuan dan kondisi pasien, yaitu sebagai berikut: Keamanan transfusi/transplantasi : strategi I Surveilans : <10% prevalensi : Strategi I >10% prevalensi : Strategi II Diagnosis : Terdapat gejala klinik infeksi HIV :
10
<30% prevalensi : Strategi I >30% prevalensi : Strategi II Tanpa gejala klinik infeksi HIV : <10% prevalensi : strategi II >10% prevalensi : Strategi III Strategi I. 1. Serum atau plasma pasien diperiksa dengan menggunakan simple/rapid (S/R) tes atau dengan Enzyme Immuno Assay/EIA (disebut tes A1) 2. Untuk tujuan transfusi darah atau transplantasi organ, gunakan reagen yang dapat mendeteksi HIV-1 dan HIV-2 serta mempunyai sensitivitas yang tinggi (> 99%) 3. Bila tes (A1) menunjukkan hasil reaktif, laporkan dengan reaktif, sedangkan bila hasilnya non-reaktif maka laporkan NEGATIF Strategi II. 1. Serum atau plasma pasien diperiksa dengan menggunakan simple/rapid (S/R) atau dengan Enzyme Immuno Assay/EIA (disebut tes A1) 2. Bila hasil tes A1 menunjukkan non-reaktif, laporkan NEGATIF, sedangkan bila hasil tes menunjukkan reaktif harus dilakukan tes ulang dengan menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama (disebut tes A2) 3. Bila hasil tes A2 menunjukkan reaktif, laporkan hasil tersebut dengan reaktif. Sedangkan bila hasil tes A2 menunjukkan non-reaktif, ulangi tes dengan menggunakan reagen yang digunakan pada tes A1 dan tes A2 4. Bila pada tes ulang menunjukkan hasil tes A1 dan A2 reaktif, laporkan sebagai reaktif, bila salah satu hasil tes (tes A1 atau A2) menunjukkan nonreaktif, laporkan sebagai INDETERMINATE. Dan bila ke dua tes A1 dan A2 menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai NEGATIF
11
5. Reagen untuk tes A1 memiliki sensitivitas yang tertinggi, sedangkan untuk tes A2 harus memiliki spesifisitas yang lebih tinggi daripada tes A1 Strategi III. 1. Serum atau plasma pasien di tes dengan menggunakan simple/rapid (S/R) tes atau dengan Enzyme Immuno Assay (disebut tes A1) 2. Bila hasil tes A1 menunjukkan non-reaktif, laporkan NEGATIF. Sedangkan bila hasil tes menunjukkan reaktif, harus dilakukan tes ulang dengan menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama (disebut tes A2) 3. Bila hasil tes A2 menunjukkan non-reaktif, ulangi tes menggunakan reagen yang digunakan pada tes A1 dan tes A2. Pada tes ulang, bila hasil tes A1 dan A2 menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai NEGATIF 4. Bila hasil tes A1 dan A2 menunjukkan reaktif atau salah satu tes (tes A1 atau A2) menunjukkan non-reaktif, lakukan tes ulang menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama maupun kedua (disebut tes A3) 5. Bila hasil tes A1, A2 dan A3 menunjukkan reaktif, laporkan REAKTIF 6. Bila hasil tes A1 dan A2 reaktif serta A3 non reaktif, atau tes A1 dan A3 reaktif serta A2 non-reaktif, laporkan sebagai INDETERMINATE 7. Bila hasil tes A2 dan A3 non-reaktif serta pasien dari daerah dengan prevalensi > 10% (beresiko tinggi), laporkan sebagai INDETERMINATE. Sedangkan bila pasien berasal dari daerah dengan prevalensi <10% (beresiko rendah), dapat dianggap sebagai NEGATIF 8. Reagen untuk tes A2 harus memilki spesifisitas yang lebih tinggi daripada tes A1 dan untuk tes A3 harus memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dari tes A2 9. Bila hasil tes dilaporkan indeterminate, maka tes perlu diulangi 6 bulan dan 12 bulan kemudian.14,15
12
2.2 NAPZA 2.2.1 Klasifikasi NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif bahan/zat/obat yang bila
masuk kedalam
tubuh
lain)
manusia
adalah akan
mempengaruhi tubuh terutama otak / susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi
kebiasaan,
ketagihan
(adiksi)
serta
ketergantungan
(dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor
pelayanan
kesehatan,
yang
menitik
beratkan
pada
upaya
penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis dan sosial. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan dan pikiran. NAPZA secara umum menurut dampaknya pada tubuh digolongkan atas 4, yaitu: 1. Opiat (Opioid) yang memiliki kemampuan menghilangkan rasa sakit, euforia dan menyebabkan ketergantungan fisik. 2. Depressan yang menyebabkan suatu tingkatan rasa kantuk dan tenang atau rasa santai yang menyenangkan. 3. Stimulan yang memberi rasa riang dan mengurangi rasa lelah dan lapar. 4. Halusinogen yang menyebabkan dampak psikologis yang buruk, halusinasi dan gangguan berfikir meskipun tidak menyebabkan ketergantungan fisik dan golongan terakhir, yaitu NAPZA lainnya.16
13
Berikut adalah penjelasan mengenai NAPZA: a.
Narkotika Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan kedalam golongan-golongan : Narkotika Golongan I : Narkotika yang dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dalam jumlah terbatas. (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja, amfetamin dan metamfetamin). Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : metadon, morfin, dan petidin). Narkotika Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein, buprenorfin). 17 b. Psikotropika Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut.
14
Psikotropika Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
tidak
digunakan
dalam
terapi serta
mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD) Psikotropika Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan . ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin) Psikotropika Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam). Psikotropika Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan
(Contoh:
diazepam, bromazepam,
Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG). Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain
Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.
c. Zat Adiktif Lain
15
Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut narkotika dan psikotropika, meliputi :
Minuman berakohol, mengandung
etanol
etil
alkohol
yang
berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu : a. Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir) b. Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur) c. Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW , Manson House, Johny Walker, Kamput) Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin. 18
2.2.2 NAPZA dan Perilaku Berisiko Ada keterkaitan yang erat antara NAPZA dan perilaku berisiko HIV/AIDS. Substansi NAPZA dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk lebih dini dalam berhubungan seksual. Lebih dari sepertiga orang dengan seksual aktif menganggap alkohol dan NAPZA lainnya dapat memengaruhi keputusan mereka untuk berhubungan seksual. Selain itu, alkohol dan NAPZA lainnya dapat membuat seseorang melakukan aktivitas seksual tanpa kondom dan berganti-ganti pasangan. Sekitar 25 % dewasa muda usia 18-24 tahun melakukan hubungan seksual tanpa kondom karena mereka menggunakan NAPZA dan 12 % pada remaja usia 12-17 tahun.19
16
Grafik 1. Persentase seseorang yang merasa pasangan mereka menggunakan NAPZA sebelum melakukan hubungan seksual (sumber:http://www.kff.org/youthhivstds/loader.cfm?url=/commonspot/security/getfile.c fm&PageID=1490)
Pada penelitian lain yang dilakukan terhadap kaum homoseksual diketahui bahwa penggunaan NAPZA yang tergolong banyak atau multidrugs user (lebih dari 3 jenis NAPZA dalam jangka waktu > 3 bulan secara bersamaan), keterlibatan dalam aktivitas di gay club dan perilaku seksual berisiko sangat berpengaruh terhadap status HIV orang tersebut. penggunaan Nitrat inhalan dan alkohol di prediksi menjadi 2 substansi yang berpengaruh terhadap perilaku oral seks dan anal seks yang tidak terproteksi. Banyak substansi digunakan secara bersamaan akan melemahkan penilaian seseorang, hilangnya memori jangka pendek dan turunnya fungsi kognitif. semua hal ini dapat meningkatkan kejadian perilaku seksual berisiko terhadap HIV+. 20
NAPZA yang merupakan bahan kimia bekerja di otak dengan memanfaatkan sistem komunikasi otak dan mengganggu kerja sel-sel saraf yang mengirim, menerima, dan memproses informasi. Beberapa obat, seperti ganja dan heroin mampu mengaktifkan neuron karena memiliki struktur
17
kimia yang sifatnya menyerupai neurotransmiter alami. Kesamaan dalam struktur reseptornya dan memungkinkan NAPZA untuk mengunci dan mengaktifkan sel saraf. Walaupun partikel NAPZA jenis ini menyerupai neurotransmitter alami, ia tidak mengaktifkan sel-sel saraf dengan cara yang sama seperti neurotransmitter alami, justru mereka menyebabkan pesan abnormal menjadi dikirim. Di sisi lain, NAPZA seperti amfetamin atau kokain dapat menyebabkan sel-sel saraf untuk melepaskan sejumlah besar neurotransmiter alami atau mencegah daur ulang normalnya. Gangguan ini menghasilkan pesan yang diperkuat sehingga mengganggu sistem komunikasi. Perbedaan efek dapat digambarkan sebagai perbedaan seperti seseorang berbisik ke telinga dan seseorang berteriak ke mikrofon. Sebagian besar NAPZA akan bekerja secara langsung maupun tidak langsung pada sistem reward otak dengan membuat dopamin berlebih. dopamin adalah neurotransmitter yang bekerja untuk dalam pengaturan emosi, kognitif,motivasi dan perasaan senang. stimulasi yang berlebihan dari dopamin, yang mendapatkan sistem reward dari otak, akan mengubah perilaku kita menjadi euforia yang menyebabkan seseorang seperti diajarkan untuk mengulanginya lagi (kecanduan).21
18
2.3 Kerangka Konsep
19
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif kategorik.
3.2
Tempat dan Waktu penelitian Pengambilan data dilakukan di bagian rekam medik RSKO Jakarta dengan rincian waktu penelitian sebagai berikut:
3.3
Populasi Terjangkau Populasi terjangkau untuk penelitian ini adalah pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta pada tahun 2010-2011
20
3.4
Sampel dan Cara Pemilihan Sampel Sampel untuk penelitian ini adalah seluruh populasi terjangkau, yaitu pasien HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di RSKO Jakarta pada tahun 2010-2011. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Estimasi jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus :
Jadi, jumlah sampel minimal adalah sebesar 96 orang. Estimasi jumlah sampel yang akan diambil adalah : n+ 10% n= 96 + 10%(96) = 105 orang. Dengan ini peneliti akan memperoleh prevalensi sebesar 50%±10% = 40%60%. Sesuai dengan panduan untuk menetapkan presisi bila tidak ada penelitian sebelumnya (NxP >5) maka akan didapatkan minimal 40%x96= 38,4 dan maksimal 60%x96= 57,6. Nilai keduanya lebih besar dari 5. Hal ini menunjukkan bahwa 96 atau n+10%=105 memenuhi syarat minimal besar sampel dalam penelitian ini.
3.5
Kriteria Inklusi dan Eksklusi A. Faktor Inklusi
Pasien dengan diagnosa HIV/AIDS tahun 2010-2011 dengan data laboratorium
Pasien HIV/AIDS tahun 2010-2011 yang memiliki riwayat pecandu NAPZA
B. Faktor Eksklusi
Pasien HIV/AIDS dengan data tidak lengkap
21
3.6
Alur Kerja Pengambilan data sekunder penelitian dengan alur sebagai berikut :
3.7 Manajemen Data Pengambilan data rekam medis seluruh pasien HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di RSKO sepanjang tahun 2010-2011. Data di input ke dalam SPSS 16.0 yang kemudian diverifikasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan prevalensi dan distribusi frekuensi. Data lalu disajikan secara deskriptif dalam bentuk narasi, teks, tabel dan grafik.
22
3.8 Definisi Operasional No.
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Skala
AIDS adalah kumpulan gejala akibat
1
HIV/AIDS
menurunnya sistem
Buku Kohort pasien
kekebalan tubuh yang
HIV/AIDS di RSKO
didapat dari infeksi
2010-2011
Kategorik
Human Immunodeficency Virus (HIV)
Hasil Urinalisis
Form Riwayat
Pecandu NAPZA adalah seorang penyalahguna
2
narkoba yang telah
Penggunaan Zat
mengalami
dan
ketergantungan terhadap
Penanggulangan
Riwayat Pecandu
satu atau lebih narkotik,
NAPZA
psikotropika, dan bahan
Laporan
Kategorik
Kunjungan Rumah
adiktif lain (narkoba), baik secara fisik maupun psikis sesuai UU RI No.
Formulir Asesmen Wajib Lapor dan
35 tahun 2009 dan UU RI No. 5 tahun 1997
Rehabilitasi Medis
3
Jenis Kelamin
Form IGD
Diklasifikasikan atas
Data administrasi
laki-laki dan perempuan
pasien RSKO
Kategorik
Data administrasi pasien RSKO yang
4
Usia
Usia pasien saat bulan September 2012
dikonversi menurut Laporan Perkembangan
Kategorik
HIV AIDS Triwulan 1 tahun 2012 Kemenkes RI
Pekerjaan pasien ketika 5
Jenis Pekerjaan
terdaftar sebagai pasien di RSKO
6
Status Pernikahan
Data administrasi pasien RSKO
Belum Menikah,
Data administrasi
Menikah dan Cerai
pasien RSKO
Kategorik
Kategorik
23
7
Pendidikan Terakhir
Pendidikan terakhir saat
Data administrasi
terdaftar sebagai pasien
pasien RSKO
di RSKO
Hasil Urinalisis
Form Riwayat
Kategorik
Penggunaan Zat
8
Jenis NAPZA
NAPZA sesuai UU RI
dan
No. 35 tahun 2009 dan
Penanggulangan
UU RI No. 5 tahun 1997
baik single maupun poly drugs
Laporan
Kunjungan Rumah
Formulir Asesmen Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis
Form IGD
Kategorik
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 4.1.1 Prevalensi HIV/AIDS pada Pecandu Napza di RSKO Jakarta Hasil pengumpulan data rekam medik di RSKO Jakarta untuk pasien HIV/AIDS pada pecandu NAPZA tahun 2010 dan 2011 adalah 116 pasien. Sedangkan data rekam medik pasien HIV/AIDS secara keseluruhan di RSKO Jakarta tahun 2010 dan 2011 sebanyak 175 pasien. Dengan berdasar pada data tersebut, prevalensinya adalah:
Point Prevalence Rate = Ʃ pasien HIV (dengan NAPZA) 2010-2011 x Konstanta Ʃ pasien HIV 2010-2011 Keterangan: Ʃ=Jumlah, Konstanta = 100% Maka prevalensi pasien HIV positif dengan riwayat pecandu NAPZA di RSKO tahun 2010-2011 sebesar
Point Prevalence Rate =
116 175
24
x 100 % = 66.29%
25
4.1.2 Pola Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Jenis Kelamin Grafik 2. Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan jenis kelamin di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011 96,60%
100% 90% 80% 70% 60% 50%
Laki-laki
40%
Perempuan
30% 20% 10%
3,40%
0% Jenis Kelamin
4.1.3 Pola Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Usia Grafik 3. Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Usia di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011 100% 90% 80% 65,50%
70%
20-29
60%
30-39
50%
40-49
40% 30%
50-59 ≥ 60
22,40%
20% 10%
9,50% 0,90%
0% Kelompok Usia (tahun)
1,70%
26
4.1.4 Pola Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Jenis Pekerjaan Grafik 4. Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Jenis Pekerjaan di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011 100% 90% 80% 70%
Tidak Bekerja
60% 50%
Karyawan Swasta
46,60%
Wiraswasta
40% 30% 20% 10%
PNS
27,60%
Lainnya 13,80% 3,40%
0% Jenis Pekerjaan
8,60%
27
4.1.5 Pola Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Status Pernikahan Grafik 5. Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Status Pernikahan di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011 100% 90% 80% 70% 60% 50%
44%
Menikah
47,40%
Belum Menikah
40%
Cerai
30% 20% 8,60%
10% 0% Status Pernikahan
4.1.6 Pola Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Pendidikan Terakhir Grafik 6. Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Pendidikan Terakhir di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011 100% 90% 80%
72,40%
70% 60%
SD
50%
SMP
40%
SMA Perguruan Tinggi
30%
19,80%
20% 10%
1,70%
6,00%
0% Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan
28
4.1.7 Gambaran Jenis NAPZA Berdasarkan Banyaknya Tipe NAPZA perPasien Grafik 7. Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Banyaknya Tipe NAPZA yang Dikonsumsi per-Pasien di RSKO Jakarta tahun 2010-2011 100% 90% 80%
1 Tipe
70%
2 Tipe
60%
3 Tipe 50%
50%
4 Tipe
40%
5 Tipe
30%
6 Tipe
20% 10%
7 Tipe
15,50% 11,20% 9,50% 8,60% 1,70% 2,60% 0,90%
8 Tipe
0% Banyak Tipe NAPZA yang dikonsumsi per-Pasien
4.1.8 Gambaran Jenis NAPZA Berdasarkan Jumlah Pecandu Fentanyl (Putauw), Ganja (Canabis), Amfetamin (Shabu) dan Zat Adiktif (Alkohol) Grafik 8. Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Jumlah Pecandu Putauw/Fentanyl di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011
100%
92,20%
90% 80% 70% 60% 50%
Ya
40%
Tidak
30% 20% 10%
7,80%
0% Pecandu Putauw
29
Grafik 9. Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Jumlah Pecandu Ganja di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011 100% 90% 80% 67,20%
70% 60%
Ya
50% 40%
Tidak
32,80%
30% 20% 10% 0% Pecandu Ganja (Canabis)
Grafik 10. Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Jumlah Pecandu Amfetamin (Shabu) di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011 100% 90% 80%
69,80%
70% 60%
Ya
50% 40%
Tidak 30,20%
30% 20% 10% 0% Pecandu Shabu/Amfetamin
30
Grafik 11. Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Jumlah Pecandu Zat Adiktif (Alkohol) di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011 100% 90% 80% 68,10%
70% 60%
Ya
50% 40%
31,90%
30% 20% 10% 0% Pecandu Zat Adiktif (Alkohol)
Tidak
31
4.2. Pembahasan 4.2.1 Pola Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Jenis Kelamin Dari Tabel 4.1 diketahui laki-laki mendominasi dari total sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Hal ini sesuai dengan data laporan perkembangan HIV-AIDS triwulan 1 tahun 2012 dimana laki-laki mendominasi kasus HIVAIDS di Indonesia menurut jenis kelamin. Menurut Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN), banyak faktor yang melatarbelakangi seseorang menjadi pecandu narkoba. Antara lain ekonomi, faktor pengaruh keluarga, teman, dan lingkungan yang buruk. Pernyataan ini dipertegas oleh dr.Ciaran Mulholland yang menjelaskan tentang salah satu tipe kecanduan NAPZA, yaitu Tipe II (male limited). Tipe ini menerangkan bahwa kecanduan sifatnya dapat diturunkan oleh orang tua yang juga kecanduan NAPZA dan diperparah oleh lingkungan yang tidak sesuai.22. Laki-laki juga dianggap lebih siap menerima risiko dalam melakukan kejahatan. Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian kami.
4.2.2 Pola Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Usia Dari tabel 4.2 diketahui kelompok usia 30-39 tahun mendominasi lebih dari separuh dari keseluruhan data rekam medik (65,5%) yang memenuhi kriteria inklusi. dr. Ciaran Mulholladind memaparkan bahwa usia produktif (terutama laki laki) memiliki kecenderungan 2 kali lebih rentan kecanduan NAPZA dibandingkan usia non-produktif.22 Salah satu penyebabnya adalah karena mereka sudah memiliki penghasilan sendiri. Sedangkan menurut survey BNN tahun 2008, jumlah pecandu paling banyak berusia 29 tahun atau masih dalam kisaran usia produktif. Usia >30 tahun dengan dianggap memiliki tekanan sosial yang lebih tinggi sehingga sering menjadikan NAPZA sebagai pelarian masalah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian kami.
32
4.2.3 Pola Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Jenis Pekerjaan Menurut BNN dan Puslitkes UI pada tahun 2011, prevalensi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba ditinjau dari kelompok mata pencaharian, kelompok pekerja akan mendominasi kelompok pelajar dengan alasan finansial yang lebih baik.23 Disisi lain, BNN Provinsi Bali menyatakan jumlah pecandu narkoba di Bali sebagian besar pengangguran. Data Badan Narkotika Kota Cimahi tahun 2009 juga menunjukkan di antara pengguna narkoba yang masih hidup, sebagian besar adalah pengangguran, Sulitnya mendapatkan pekerjaan saat ini telah menyebabkan banyaknya pengangguran yang tergiur ke dalam bisnis NAPZA.24 Keterangan BNN dari kedua kota tersebut juga selaras dengan hasil penelitian kami.
4.2.4 Pola Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Status Pernikahan Saroj Prashant dalam bukunya Drug Abuse and Society, mengatakan ancaman remaja menjadi pecandu napza sangat besar dan dapat mempengaruhi karakter dirinya. Hal ini disebabkan oleh tingginya rasa ingin tahu yang besar terhadap hal-hal baru, dalam hal ini konsumsi NAPZA yang membuat yang tadinya hanya coba-coba menjadi kecanduan, terutama bila remaja tersebut berada dalam suatu komunitas tertentu. Ditambah komunitas sebaya juga dapat meningkatkan tekanan untuk mengonsumsi NAPZA terutama bila ia belum menikah dan berada di dalam komunitas yang anggotanya mayoritas telah menikah. Disisi lain, pecandu yang sudah menikah cenderung lebih cepat untuk merasa malu dan bersalah atas kecanduannya. Ini dapat disebabkan oleh tekanan dari pasangan ataupun keluarga pasangan. Sementara pecandu yang belum menikah atau bercerai, akan lebih sulit memeroleh pasangan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya kepercayaan terhadap pasangan bila ia mengonsumsi NAPZA, terutama bila laki-laki dan tidak bekerja.25 Disisi lain, istri lebih sering menganggap pasangan buruk bila mengonsumsi NAPZA karena ditakutkan akan
33
meningkatkan kemungkinan kekerasan dalam rumah tangga sehingga menjadikan itu sebagai salah satu alasan perceraian. Semua tersebut diatas bersesuaian dengan hasil penelitian kami.
4.2.5 Pola Distribusi HIV/AIDS pada Pecandu NAPZA Berdasarkan Pendidikan Terakhir Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), pengangguran di Indonesia masih didominasi oleh lulusan SMA.26 Tingginya persaingan di dunia kerja membuat lulusan SMA ini memilliki kecenderungan instant untuk mencari pekerjaan yang cepat menghasilkan uang, salah satunya sebagai pengedar sekaligus pecandu NAPZA. Hal ini dibenarkan oleh penelitian Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim POLRI bahwa pelaku kejahatan narkoba berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir didominasi oleh lulusan SMA sepanjang tahun 2006-2011. 27
4.2.6 Gambaran Jenis NAPZA Berdasarkan Banyaknya Tipe NAPZA perPasien Diketahui 50% dari sampel merupakan pengguna NAPZA tunggal (single drug user). Menurut data DUMA (Drugs Use Monitoring in Australia) tahun 2009 tentang pecandu NAPZA lebih dari satu (poly drug User), pengguna NAPZA lebih dari satu baik selama 1 tahun, 30 hari maupun 48 jam sebelum pengambilan sampel lebih sedikit dibandingkan pecandu NAPZA tunggal.28 Di samping itu, bila sejak awal sudah mengonsumsi Putauw (Fentanyl) sebagai NAPZA tunggal, periode abstinennya dapat diatasi cukup dengan suntikan tunggal morfin atau heroin saja (sama-sama golongan Opioid).
34
4.1.8 Gambaran Jenis NAPZA Berdasarkan Jumlah Pecandu Fentanyl (Putauw), Ganja (Canabis), Amfetamin (Shabu) dan Zat Adiktif (Alkohol) Faktor risiko kedua terbesar HIV positif setelah heteroseksual adalah pecandu NAPZA suntik meskipun berdasarkan survey BNN 2011 hubungan seks berisiko mayoritas terjadi pada pecandu NAPZA suntik. Untuk NAPZA non-suntik yang terbanyak digunakan adalah ganja, lalu berikutnya shabu dan ekstasi. NAPZA non-suntik lebih dipilih karena diketahui median pertama kali menggunakan NAPZA adalah usia 15 tahun (belum berpenghasilan) dimana untuk biaya pecandu NAPZA non-suntik biaya pertahun yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan pecandu NAPZA suntik ditambah NAPZA suntik lebih sulit diperoleh. Sementara untuk zat adiktif (alkohol), pecandu NAPZA suntik lebih cenderung pernah mengonsumsinya meskipun alkohol diketahui lebih menyebabkan kecanduan pada pecandu NAPZA nonsuntik. Sedangkan untuk prevalensi <4% tidak diperhitungkan. Prevalensi laki-laki homoseksual dan biseksual 4 kali lebih besar dibandingkan laki-laki heteroseksual dalam menggunakan NAPZA suntik. Di samping itu, sekitar tiga perempat laki-laki homo/biseksual lebih banyak melakukan hubungan seks berisiko dibandingkan laki-laki pengguna NAPZA suntik heteroseksual. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian kami.29,5
4.3 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian epidemiologi deskriptif kategorik yang berarti menganalisa penyakit yang ada dalam suatu populasi tertentu dengan memaparkan keadaan dan sifat masalah tersebut dalam berbagai variabel epidemiologi yang erat hubungannya dengan timbulnya masalah. Variabel dalam penelitian ini dirasa kurang mengingat banyak faktor yang berhubungan dengan HIV/AIDS, seperti suku dan penghasilan individu. Selain itu, metode pengambilan sampel tidak dimungkinan metode probability dengan menggunakan sistem randomize karena dikhawatirkan tidak terpenuhinya jumlah sampel minimal.
35
36
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Prevalensi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011 adalah sebesar 66,29% yang sebagian besar merupakan pecandu NAPZA tunggal (single drug user) sebesar 50% yang didominasi oleh pecandu Putauw/Fentanyl, yaitu sebesar 92,2%
2. Pola Demografi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011 didominasi oleh laki-laki sebanyak 96,6%, kelompok usia 3039 tahun (65,5%), tidak bekerja (pengangguran) sebesar 46,6%, belum menikah (47,4%), lulusan SMA (72,4%).
5.2 Saran 1. Perlunya menghubungkan antar variabel dengan berdasar pada sumber data terbaru dan terpercaya 2. Perlunya menganalisa perilaku seksual berisiko HIV positif dari NAPZA non-suntik secara lebih mendalam, misal menggunakan kuisioner atau wawancara Penelitian ini dapat menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya dan dapat menjadi pertimbangan untuk membuat kebijakan mengenai perilaku seksual berisiko HIV/AIDS sebagai akibat dari kecanduan NAPZA sehingga penyebaran HIV dapat semakin ditekan.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. HIV/ AIDS : about HIV / AIDS [serial on the internet]. [cited 2012 January 29th]. Available from URL: http://www.who.int/hiv/abouthiv/en/ 2. WHO. Injecting Drug Use [serial on the internet]. [cited 2012 January 29th]. Available from URL: http://www.who.int/hiv/topics/idu/en/index.html 3. WHO. Global HIV/AIDS Response : Epidemic Update and health sector progress toward universal access (progress report 2011). [cited 2012 January 29th]. Available from : http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/ documents/unaidspublication/2011/20111130_UA_Report_en.pdf 4. P4GN, BNN. Hasil Penelitian BNN dan PUSLITKES UI tentang Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia tahun 2008. [cited 2012 may 1st]. Available from : http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=ArtikelLitbang &op=dl_artikel_litbang&namafile=HASIL%20PENELITIAN%20BNN% 20Jurnal%202009.pdf 5. Kementrian Kesehatan RI : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Laporan Perkembangan HIV-AIDS di Indonesia Triwulan 1 tahun 2012. [cited 2012 August 17th]. Available from : http://www.aidsindonesia.or.id/download/perpustakaan/LAPORAN_HIVAIDS_TRIWULAN_I_2012.pdf 6. Badan
Narkotika
Nasional.
Survei
Nasional
Perkembangan
Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia Tahun 2011 (Kerugian Sosial Dan Ekonomi) [serial on the internet]. [cited 2012 October 13th]. Available from :http://bnn.go.id/portal/_uploads/post/2012/05/29/2012052914584210263.pdf 7. National Institute on Drug Abuse (NIDA). InfoFacts: Drug Abuse and the Link to HIV/AIDS and Other Infectious Diseases : updated July 2011 [cited 2012 April 8th]. Available from :
38
http://www.drugabuse.gov/publications/infofacts/drug-abuse-link-tohivaids-other-infectious-diseases 8. Pinem S, editor. Kesehatan reproduksi dan kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media. 2009. p.361 9. Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Serah Terima Pengelolaan Dana Kemitraan Indonesia Untuk AIDS (DKIA) Dari UNDP Ke KPAN. [cited 2012 August 21st ]. Available from URL: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1989-serah-terimapengelolaan-dana-kemitraan-indonesia-untuk-aids-dkia-dari-undp-kekpan.html 10. Nursalam, Kurniawati ND, editor. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba Medika. 2007. p.40 11. Pinem S, editor. Kesehatan reproduksi dan kontrasepsi. Jakarta Trans Info Media. 2009. p.361-3 12. Mayo Clinic staff. HIV/AIDS: Causes. [Cited 2012 August 21st ]. Available from
URL:
http://www.mayoclinic.com/health/hiv-
aids/DS00005/DSECTION=causes 13. WHO Case Definitions of HIV for Surveillance and Revised Clinical Staging and Immunological Classification of HIV-Related Disease in Adults and Children; 2007 [homepage on the internet]. C2007. [cited 2012 April 24th]. Available from URL: http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/HIVstaging150307.pdf 14. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Vol III. 4th Ed. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FKUI. 2007. P.18045 15. Mayo Clinic staff. HIV/AIDS: Test and Diagnosis [serial online] 2012 [Cited 2012 August 21st]. Available from URL: http://www.mayoclinic.com/health/hiv-aids/DS00005/DSECTION=testsand-diagnosis
39
16. The Centre for Harm Reduction, Macfarlane Burnet Centre for Medical Research, Asian Harm Reduction Network. Pedoman Mengurangi Dampak Buruk Narkoba di Asia Edisi Indonesia.[Cited 2012 September 6th ]. Available from URL: http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/file/artikel_litbang/Pedoman%20h arm%20Reduction%20di%20Asia_bab%201_374%20page.pdf 17. Survey Undang Undang Repulik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. [Cited 2012 August 18th]. Available from URL: http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/uu35narkotika.pdf 18. Undang Undang Repulik Indonesia No. 5 tahun 1997 Psikotropika.
[cited
2012
may
1st].
Available
tentang
from
URL:
http://www.slideshare.net/Bembenk/uu-05-1997 19. Survey Snapshot : Substance Use and Risky Sexual Behavior : Attitude and Practices among Adolescents and Young Adults - Februari 2002. kaiser family foundation [serial online] 2002 [cited 2012 May 1st] Available from URL: http://www.kff.org/youthhivstds/loader.cfm?url=/commonspot/security/get file.cfm&PageID=1490 20. Halkitis Perry, Parsons Jeffrey. Recreational Drug Use and HIV-Risk Sexual Behavior Among Men Frequenting Gay Social Venues [cited 2012 July 22nd ]. Available from URL: https://files.nyu.edu/mm181/public/Publications/2HalkitisSOCIALSERVI CES.pdf 21. National Institute on Drug Abuse (NIDA). Drugs, Brains, and Behavior: The Science of Addiction. [ Cited 2012 May 1st ]. Available from URL: http://www.drugabuse.gov/publications/science-addiction/drugs-brain
40
22. Dr Ciaran Mulholland, MRC clinical scientist. Men and addiction [serial online] 2012 [cited 2012 August 15th ]. Available from URL: http://www.netdoctor.co.uk/menshealth/facts/addiction.htm 23. Redaksi wakil Kepresidenan. Peringatan Hari Anti Narkoba Internasional Tahun 2012 [serial online] 2012 [cited 2012 August 15th ]. Available from URL: http://wapresri.go.id/index/preview/berita/2136 24. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Pengangguran jadi Pengedar Shabu [serial online] 2012 [cited 2012 September 1st ]. Available from URL : http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=Berita&op=deta il_berita&id=719&mn=6&smn=a 25. Prashant, Saroj. Drug Abuse and Society. New Delhi : Ashish Pub. House. 1993. P.160-7 26. Badan Pusat Statistik. Pengangguran Terbuka menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011 [serial online] 2012 [Cited 2012 September 1st]. Available from URL: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_sub yek=06¬ab=4 27. Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim POLRI. Kasus Narkoba Di Indonesia Tahun 2006-2010 [serial online] 2011 [Cited 2012 August 15th]. Available
from
URL:
http://gmdm4nation.org/resources-24-
drugsituation.html 28. Australian Government (Australian Institute of Criminology). Poly Drug Use among police detainees.[cited 2012 august 15th ]. Available from: http://www.aic.gov.au/documents/A/0/4/%7BA047429D-813B-48E5B2DE-027A209AE899%7Dtandi425.pdf 29. Badan Narkotika Nasional. Survey Nasional Pengembangan dan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia tahun 2011 [cited 2012 September 06th]. Available from URL: http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/post/2012/05/29/2012052914584210263.pdf
41
LAMPIRAN Pola Distribusi Pasien HIV Positif dengan Riwayat Pecandu NAPZA Berdasarkan Jenis Kelamin di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011
Pola Distribusi Pasien HIV Positif dengan Riwayat Pecandu NAPZA Berdasarkan Usia di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011
42
Pola Distribusi Pasien HIV Positif dengan Riwayat Pecandu NAPZA Berdasarkan Jenis Pekerjaan di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011
43
Pola Distribusi Pasien HIV Positif dengan Riwayat Pecandu NAPZA Berdasarkan Status Pernikahan di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011
Pola Distribusi Pasien HIV Positif dengan Riwayat Pecandu NAPZA Berdasarkan Pendidikan Terakhir di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011
44
Pola Distribusi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA Berdasarkan Banyaknya Tipe NAPZA yang Dikonsumsi per-Pasien di RSKO Jakarta tahun 2010-2011
45
Pola Distribusi Pasien HIV Positif Berdasarkan Jumlah Pecandu Putauw, Ganja, Amfetamin (Shabu) dan Zat Adiktif (Alkohol) di RSKO Jakarta Tahun 2010-2011
46
47
48
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI Nama
: Fikrifar Rizki Faridho
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir
: Malang, 29 Juli 1990
Status
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Alamat
: Jalan Intan C/174 Villa Mas Garden RT 01/RW10 Bekasi Utara, Jawa Barat 17122
Nomor Telepon/HP
: +6285694984242
Email
:
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN 1996-2002
: SDN Perwira II Bekasi
2002-2005
: SMPN I Bekasi
2005-2008
: SMAN II Bekasi
2008
: Ilmu Komputer Universitas Indonesia
2009-Sekarang
: Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI 2006-2007
: Wakil Ketua I Palang Merah SMAN II Bekasi
2010-2011
: Pengurus Komisariat Dakwah FKIK
2011-2012
: Media Communication and Information Director SCORP CIMSA Nasional
2012-sekarang
: Ketua Departemen Kajian Studi dan Profesi BEM Pendidikan Dokter UINSH