KUALITAS HIDUP ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) BERDASARKAN QUALITY OF LIFE (WORLD HEALTH ORGANISATION QUALITY OF LIFE - BREF) DI KOTA SEMARANG
Fatmawati *) Gipta Galih Widodo, S.Kp., M.Kep, Sp.KMB **), Abdul Wakhid, S.Kep.,Ns. M.Kep., Sp.Kep.Jiwa **) *) Mahasiswa Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Kualitas hidup adalah persepsi individu tentang kehidupan mereka, dalam konteks kebudayaan, norma kehidupan dan hubungan dengan tujuan, harapan, standar perhatian mereka. Berdasarkan data yang di dapatkan di Poli VCT RSUP Dr. KARIADI jumlah kasus HIV/AIDS sejak tahun 2007 sampai 2015 bulan September dilaporkan sebanyak 543 kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengetahui Gambaran Kualitas hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Berdasarkan QUALITY OF LIFE (World Health Organisation Quality Of Life - BREF) Di Kota Semarang.Desain penelitian ini adalah deskriptif. Populasi sebanyak 543 pasien dan sampel sebanyak 50 pasien dengan tekhnik Purp osiv e sampling. Instrumen yang digunakan yaitu WHO-QOL BREF. Hasil penelitian berdasarkan 4 domain, untuk domain fisik yang memiliki kategori baik yaitu sebesar 60,0%, kategori buruk sebesar 40,0%. Domain psikologi yang memiliki kategori baik yaitu sebesar 66,0%, kategori buruk sebesar 34,0%. Domain sosial yang memiliki kategori baik yaitu sebesar 60,0%, kategori buruk sebesar 40,0%. Domain lingkungan yang memiliki kategori baik yaitu sebesar 58,0 %, kategori buruk sebesar 42,0% Diharapkan kepada petugas pelayanan kesehatan dapat meningkatkan pelayanan PITC (Provider - initiated testing and counseling) terhadap kelompok tertular, kelompok berisiko, kelompok rentan, dan masyarakat umum, disarankan ODHA agar tetap aktif mengikuti kegiatan KDS, menjaga kepatuhan antiretroviral (ARV), meningkatkan aspek spiritual dan agama, agar ODHA tetap semangat hidup dan produktif. Kata Kunci : Kualitas Hidup, Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Kepustakaan : 38 (2002-2015) Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Page 1
ABSTRACT Quality of life is an individual's perception of their lives, in the context of culture, norms of life and relationship with the goals, standards, expectations and attention. Based on data obtained in VCT policlinic at Dr.Kariadi hospital, HIV/AIDS cases from 2007 to 2015 in September were 543 cases. The purpose of this study is to describe the quality of life of people living with HIV based on QUALITY OF LIFE (World Health Organization's Quality Of Life - BREF) in Semarang. This study design was descriptive.The population was 543 patients and the samples were 50 patients using purposive sampling technique. Instruments used WHO-QOL BREF. The results of the research based on 4 domain show that for the Physical Health domain has good category as many as 60.0 %, while bad category as many as 40.0 %. Psychological domain has good category as many as 66.0 %, while bad category as many as 34.0 %. Social domain has good category as many as 60.0 %, while bad category as many as 40.0 %. Environment domain has good category as many as 50.0 %, while bad category as many as 42.0%. Expected to the health care workers to improve PITC services (Provider initiated testing and counseling) to infected people, high - risk people, vulnerable people, general population, and to improve the quality of life for people with HIV/AIDS. People with HIV/AIDS need to actively participate in the peer support group (KDS), to mantain compliance with antiretroviral therapy, to enhance the spiritual and religious aspects, so that people with HIV/AIDS can be alive and productive.
Keywords : Quality Of Life, People with HIV/AIDS. Bibliographies : 38 (2002-2015)
PENDAHULUAN Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan patogen yang menyerang sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penanda CD4 + dipermukaannya seperti makrofag dan limfosit T. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kondisi (sindrom) imunosupresif yang berkaitan erat dengan berbagai infeksi oportunistik, neoplsama
sekunder, serta manifestasi nerologik tertentu akibat infeksi HIV (Tanto et al., 2014), HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius, munculnya diskriminasi terhadap ODHA yang seharusnya juga mendapat hak pelayanan kesehatan yang sama dengan orang yang tidak terinfeksi HIV (Noviana, 2013). Penurunan kualitas hidup pada penderita HIV disebabkan oleh
Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Page 2
diskriminasi dan keterpurukan serta kemungkinan penolakan dari keluarga (Folarise et al., 2012). Menurut Rusel et al., 2007 dalam Brenda & Wet, (2010) HIV/AIDS dikelola sebagai suatu kondisi kronis yang masih menjadi ancaman berat untuk kesejahteraan seseorang dan kualitas hidupnya. Agar ODHA tetap memiliki semangat untuk hidup dan tetap produktif, di Jawa Tengah terdapat LSM peka (peduli pasih) para personel konsultan tersebut disebut kelompok dukungan sebaya (KDS) bertujuan untuk mengawal pengidap HIV lainnya (KPA, 2015). Peran Dukungan sebaya tersebut antara lain membantu orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan orang yang hidup dengan HIV/AIDS (OHIDHA) agar tidak merasa sendiri dalam menghadapi masalah, menyediakan kesempatan untuk bertemu orang lain dan berteman, menolong menjadi lebih percaya diri dan merasa kuat, berfungsi sebagai wadah untuk melakukakan kegiatan, mempertemukan orang dari berbagai latar belakang yang berbeda, serta menambah saling pengertian dan toleransi, saling membantu berbagi sumber daya, ide, dan informasi (Mardhiati & Handayani dalam yayasan Spiritia, 2011). Sebuah penelitian dari Fariba et al., 2012 dalam Isfahan University of Medical Sciences Isfahan Iran J Nurs Midwifery Res, bahwa kelompok pendukung memiliki manfaat yang terukur dalam meningkatkan koping dan adaptasi dari anggota, mengurangi tekanan dan tingkat depresi dan meningkatkan harga diri.
Berdasarkan hasil dari studi pendahuluan data yang di dapatkan bahwa respon awal ODHA mengetahui dirinya positif HIV/AIDS, ODHA mengalami tahap kehilangan yaitu merasa tidak mempunyai gairah untuk semangat hidup, kehilangan status sosial, kehilangan kemandirian, dan takut akan masa depan. Tahap kedua ODHA mengalami perasaan duka cita yaitu timbul perasaan sedih karena kehilangan pengalaman dan harapan yang telah didapat, sedih atas perhatian yang didapat dari keluarga, teman, dan lingkungan. Tahap ketiga yaitu penolakan terhadap pemberitahuan bahwa telah terdiagnosis HIV/AIDS, sehingga ODHA mengalami depresi/stres karena tidak bisa menerima realita saat dirinya didiagnosa HIV/AIDS oleh dokter yang akhirnya berujung pada kematian, hal ini terjadi karena sampai saat ini masyarakat masih menganggap HIV/AIDS sebagai momok yang menyeramkan. Tahap keempat ODHA mengalami kecemasan yang akan kesulitan untuk menghadapi kehidupan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Dengan adanya pertemuan KDS yang berada di RSUP Dr.KARIADI, diharapkan ODHA merasa jauh lebih baik, teman sebaya telah memberikan dukungan, memberikan informasi yang merubah pengetahuan dan sikap menyikapi kondisi saat ini, tidak hanya itu ODHA merasakan bahwa setelah mengikuti KDS perlahan – lahan mampu membuka diri, memberitahukan kepada orang terdekat bahwa telah terinfeksi, lebih percaya diri, tidak akan menularkan virus ke orang lain, dan
Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Page 3
mampu beraktivitas posistif seperti sebelum terinfeksi.Stigma dan diskriminasi dari masyarakat akan mempengaruhi kesejahteraan hidup atau kualitas hidup ODHA dari segi fisik, psikologi, sosial, dan lingkungan. ODHA mengalami keterpurukan dan penolakan di masyarakat karena masih menganggap HIV/AIDS suatu hal yang tabu, hal ini akan berdampak pada kualitas hidup ODHA. Berdasarkan masalah di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti “Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Berdasarkan QUALITY OF LIFE (World Health Organisation Quality Of Life BREF) Di Kota Semarang”. METODOLOGI Desain penelitian yang digunakan yaitu deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ODHA yang mengikuti KDS di Poli VCT RSUP Dr. Kariadi Semarang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 50 responden. Penelitian ini dilaksanakan pada pada tanggal 15 sampai 29 April 2016 di poli VCT RSUP Dr. Kariadi Semarang. Alat pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner WHO-QOL BREF. Analisis univariat dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan variabel Kualitas hidup. HASIL 1.Distribusi Karakteristi Responden Tabel 4. 1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Dan
Kategori Umum ODHA di Poli VCT RSUP Dr. Kariadi Semarang. Kategori Umur 21 - 25 26 - 30 31 - 35 36 - 40
Frekuensi F 5 8 15 8
Presentase (%) 10, 0 16, 0 30, 0 16, 0
14 50
28, 0 100, 0
> 40 Total
Menunjukkan bahwa dari 50 responden ODHA berdasarkan distribusi karakteristik umum kelompok umur 21 - 25 tahun sebanyak 5 orang atau 10, 0 %, 26 30 tahun sebanyak 8 orang atau 16, 0 %, 31- 35 tahun sebanyak 15 orang atau 30, 0 %, 36 - 40 tahun sebanyak 8 orang atau 16, 0 %, > 40 tahun sebanyak 14 orang atau 28, 0 %. Tabel 4. 2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis kelamin ODHA di Poli VCT RSUP Dr. Kariadi Semarang. Jenis Kelamin
Frekuensi
Presentase
F
(%)
Laki - laki
27
54, 0
Perempuan
23
46, 0
Total
50
100, 0
Menunjukkan bahwa dari 50 responden ODHA berdasarkan jenis kelamin laki - laki sebanyak 27 orang atau 54, 0 %, distribusi ini mendominasi laki - laki karena jumlah laki - laki lebih banyak dibandingkan perempuan sebanyak 23 orang atau 46, 0 %. Tabel 4. 3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis kelamin ODHA di Poli VCT RSUP Dr. Kariadi Semarang. Status perkawinan Kawin Belum Kawin Total
Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Frekuensi F 33 17 50
Presentase (%) 66, 0 34, 0 100, 0
Page 4
Menunjukkan bahwa dari 50 responden ODHA berdasarkan status perkawinan sebanyak 33 atau 66, 0 % kawin, dan 17 atau 34, 0 % belum kawin. 2. Analisis Univariat Tabel 4. 4 Distribusi Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Berdasarkan Domain 1 yaitu Fisik di ruang poli VCT RSUP Dr. Kariadi Semarang. Domain Hidup Buruk Baik Total
Kualitas
Frekuensi F 20 30 50
Presentase (%) 40,0 60,0 100,0
Tabel 4. 4 menunjukkan bahwa dari 50 responden ODHA berdasarkan Domain 1 yaitu Fisik sebanyak 20 atau 40,0 % menyatakan kualitas hidup buruk, dan 30 atau 60,0 % menyatakan kualitas hidup baik. Tabel 4. 5 Distribusi Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Berdasarkan Domain 2 yaitu Psikologi di ruang poli VCT RSUP Dr. Kariadi Semarang. Domain Hidup Buruk Baik Total
Kualitas
Frekuensi F 17 33 50
Presentase (%) 34,0 66,0 100,0
Tabel 4. 5 menunjukkan bahwa ODHA berdasarkan Domain 2 yaitu Psikologi sebanyak 17 atau 34,0 % menyatakan kualitas hidup buruk, dan 33 atau 66,0 % menyatakan kualitas hidup baik. Tabel 4. 6 Distribusi Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Berdasarkan Domain 3 yaitu Sosial di ruang poli VCT RSUP Dr. Kariadi Semarang. Domain Hidup Buruk Baik Total
Kualitas
Frekuensi F 20 30 50
Presentase (%) 40,0 60,0 100,0
Tabel 4. 6 menunjukkan bahwa ODHA berdasarkan Domain 3 yaitu Sosial sebanyak 20 atau 40,0 % menyatakan kualitas hidup buruk, dan 30 atau 60,0 % menyatakan kualitas hidup baik. Tabel 4. 7 Distribusi Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Berdasarkan Domain 4 yaitu Lingkungan di ruang poli VCT RSUP Dr. Kariadi Semarang. Domain Hidup Buruk Baik Total
Kualitas
Frekuensi F 21 29 50
Presentase (%) 42,0 58,0 100,0
Tabel 4. 7 menunjukkan bahwa ODHA berdasarkan Domain 4 yaitu Lingkungan sebanyak 22 atau 42,0 % menyatakan kualitas hidup buruk, dan 29 atau 58,0 % menyatakan kualitas hidup baik. PEMBAHASAN 1. Analisis karakteristik umum responden Karakteristik responden ODHA berdasarkan kelompok umur Dilihat dari hasil presentase menggambarkan bahwa karaketeristik responden ODHA pada kelompok umur yang proporsinya paling besar berusia antara 31 - 35 tahun sebanyak 15 atau 30 % dan paling sedikit berusia 21 - 25 tahun sebanyak 5 atau 10 %. Dilihat dari segi umur masuk dalam perkembangan masa dewasa dini (early adulthood) yaitu pada umur 21 - 35 tahun masa dewasa ini selalu dianggap sebagai penyesuaian diri terhadap kehidupan dan harapan sosial baru, yaitu memainkan peran sebagai suami atau istri, orang tua, pekerja, atau pencari nafkah (Lubis L & Pieter Z, 2010).
Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Page 5
Hal ini mengindikasikan bahwa pada saat usia produktif adanya faktor resiko yang menyebabkan positif HIV/AIDS fenomena ini merupakan dari kondisi sosial internal maupun eksternal. Tekanan dari teman sebaya untuk melakukan hubungan seksual paksaan, pemerkosaan, kekerasan seksual dimasa muda umumnya kehilangan harga diridan perasaan kendali atas kehidupan mereka sendiri, yang kemudian meningkatkan resiko penyalahgunaan NAPZA dan memasuki kehidupan seks lebih dini dan terpapar pada HIV (Noviana, 2013). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil dari Kemenkes RI (2014) Pusat Data dan Informasi Kementrian RI, Situasi dan Analisis HIV AIDS bahwa jumlah infeksi HIV yang dilaporkan menurut kelompok umur tahun 2010 sampai dengan September 2014 terjadi pada kelompok usia 25 - 49 tahun, diikuti usia 20 - 24 tahun. Didukung hasil penelitian dari Makkau A.M (2014) tentang Faktor yang mempengaruhi Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya (YPKDS) Kota Makassar tahun 2004 bahwa pada penelitian ini, kelompok umur yang proporsinya paling besar berusia antara 30 - 39 tahun sebanyak 23 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada usia produktif rentang terkena HIV/AIDS. Karakteristik responden ODHA berdasarkan kelompok jenis kelamin Dilihat dari hasil presentase menggambarkan bahwa
karakteristik responden ODHA berdasarkan kelompok jenis kelamin sebanyak 27 atau 54 % laki - laki dan 23 atau 46 % perempuan hal ini menunjukkan bahwa proporsi jenis kelamin lebih banyak laki - laki dibandingkan perempun karena jumlah responden ODHA lebih didominasi oleh laki - laki. Adanya perbedaan jumlah proporsi tidak berpengaruh pada kualitas hidup ODHA, karena hasil dari 4 domain menunjukkan bahwa kualitas hidup ODHA dilihat dari domain fisik sebanyak 30 atau 60,0 % kategori baik, domain psikologi sebanyak 33 atau 66,0 % kategori baik, domain sosial sebanyak 30 atau 60,0 % kategori baik, domain lingkungan sebanyak 29 atau 58,0 % kategori baik. Dari hasil tersebut ODHA jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kualitas hidupnya, karena di dalam KDS ODHA akan bertemu dengan berbagai latar belakang yang berbeda, ODHA akan mendapatkan suasana yang berbeda tidak menghakimi, tidak ada diskriminasi, saling mengingatkan untuk selalu menjaga kesehatan dan rutin meminum ARV, ODHA merasa jauh lebih nyaman karena teman sebaya memberikan semangat juang untuk tidak berputus asa, bahwa HIV/AIDS bukanlah akhir dari segalanya, ODHA bisa melakukan kegiatan positif lainnya dan lebih produktif. Tujuan dari KDS itu sendiri adalah untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA dengan meningkatkan rasa kepercayaan diri ODHA, meningkatkan pengetahuan HIV/AIDS, tidak menularkan virus pada orang lain, mempunyai akses dan menggunakan layanan dukungan, pengobatan dan
Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Page 6
perawatan, melakukan kegiatan positif. Selain kegiatan KDS yang dilakukan satu bulan satu kali ODHA rutin mengikuti, seminar, study club, kemudian melakukan diskusi bersama, dan makan bersama. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Hardiansya (2014) tentang Kualitas Hidup Orang dengan HIV dan AIDS di Kota Makassar bahwa hasil penelitian menunjukkan jumlah responden sebagian besar tergolong kelompok umur 31-35 tahun yaitu 10 orang (47.6%) dan paling sedikit pada kelompok umur 21-25 tahun yaitu 2 orang (9.5%). Berdasarkan jenis kelamin, responden yang paling banyak adalah yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 16 orang (71,4%) dan perempuan sebanyak 6 orang (28,6%). Karakteristik responden ODHA berdasarkan status perkawinan Dilihat dari hasil presentase menggambarkan bahwakarakteristik responden berdasarkan status perkawinan sebanyak 33 atau 66 % berstatus kawin dan 17 atau 34 % berstatus belum kawin. Jika dilihat dari hasil tersebut bahwa faktor resiko yang ditimbulkan. Hasil wawancara dengan Ny. D yang ditemui pada saat di poli VCT mengemukakan bahwa mereka menikah saling mengetahui satu sama lain bahwa terinfeksi HIV/AIDS, hal ini tidak lantas membuat Ny. D dan suami tetap terpuruk dalam penyesalan mereka merasa walaupun terinfeksi HIV/AIDS pasangan mampu menerima konsekuensinya menjalani hidup layaknya orang
yang bukan terinfeksi HIV/AIDS, tetap melakukan kegiatan positif, rutin meminum ARV, rutin mengikuti KDS bahwa dari KDS lah mereka bisa bangkit dari keterpurukan tersebut, rutin periksa kondisi tubuh dan CD4. Hasil wawancara dengan Tn. W seorang wiraswasta Tn. W mengatakan bahwa saat mengetahui positif HIV/AIDS apa yang harus dilakukan, apakah istri, anak, keluarga mau menerima kondisinya saat ini, respon awal Tn. W seperti terpidana dikuhum mati, tidak ada harapan untuk hidup, tidak ada yang bisa dilakukan lagi, dengan berjalannya waktu Tn. W rutin mengikuti KDS karena dari KDS lah Tn. W mampu bangkit dengan semangat juang yang tinggi, saling mendukung, mengingatkan, memotivasi yang pada akhirnya membuat Tn. W menginginkan disisa waktu hidupnya ingin bermanfat untuk orang lain, mengikuti kegiatan positif, perasaan positif inilah yang membuat Tn. W mampu menjalani hidup selama 10 tahun sebagai ODHA. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Makkau A.M (2014) tentang Faktor yang mempengaruhi Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya (YPKDS) Kota Makassar tahun 2004 dengan hasil status pernikahan dalam penelitian ini adalah status pernikahan responden sampai sekarang ketika terkena penyakit HIV dan AIDS. Dilakukan analisis statistik dengan menggunakan uji Anova diperoleh hasil p (0,208)> 0,05 maka tidak ada perbedaan yang signifikan.
Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Page 7
2. Analisis Indikator dasar kualitas hidup yang terdiri atas domain fisik, domain psikologi, domain sosial, domain lingkungan. Gambaran Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Berdasarkan QUALITY OF LIFE (World Health Organisation Quality Of Life - BREF) Domain Fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 50 responden ODHA berdasarkan Domain Fisik sebanyak 20 atau 40,0 % kualitas hidup buruk dan 30 atau 60,0 % kualitas hidup baik. Dilihat dari hasil dari presentase menggambarkan bahwa kualitas hidup ODHA termasuk dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa rasa sakit fisik seperti kelelahan, keterbatasan pergerakan tubuh, rasa nyeri, kekurangan energi tidak mengganggu ODHA dalam beraktivitas sehari - hari dalam kuesioner responden mayoritas menjawab sedikit dalam pertanyaan tersebut, dalam pertanyaan tentang istirahat dan tidur responden mayoritas menjawab sedang hal ini menjelaskan bahwa rasa sakit fisik yang sedikit tidak mengganggu istirahat dan tidur ODHA, ODHA masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa sebelum terdiagnosa positif HIV/AIDS, ODHA masih aktif mengikuti kegiatan - kegiatan LSM, KDS yang diadakan satu bulan sekali, Study Club, pertemuan terbuka dan tertutup. Adanya KDS ODHA dapat melakukan kegiatan yang positif seperti melakukan aktivitas ringan dalam kehidupan sehari - hari dan bersama ODHA yang lain. Kegiatan
yang positif akan meningkatkan mood, menghilangkan ketegangan, menyebabkan relaksasi, meningkatkan percaya diri, yang berdampak pada produktifitas dan kapasitas kerja yang meningkatkan kualitas hidup ODHA, didalam KDS ODHA akan saling mengingatkan untuk tidak lupa meminum ARV secara teratur jika teman sebaya mengalami penurunan kesehatan ODHA yang lain akan memberikan dukungan berupa semangat, nasihat yang akan mengingatkan semangat juang ODHA lain untuk tetap bertahan, dan mengganggap ARV bukanlah obat tetapi sebuah vitamin tubuh yang harus diminum secara rutin, keyakinan itulah yang membuat ODHA tetap semangat untuk hidup dan produktif. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kamila (2013) tentang persepsi orang dengan HIV AIDS (ODHA) terhadap peran kelompok dukungan sebaya (KDS) dan implikasi dari persepsi tersebut pada pelaksanaan terapi Antiretroviral (ARV) dengan hasil 13 subyek penelitian (86,77%) menyatakan bahwa saat mereka telah bergabung dengan KDS, mereka merasa mendapat dukungan yang lebih banyak, dan KDS sangat berperan terhadap pelaksanaan terapi ARV subyek penelitian. Hasil ini sesuai dengan penelitian Hardiansyah (2014) tentang Kualitas Hidup Orang dengan HIV dan AIDS di Kota Makassar, yang hasilnya dengan aktif di kegiatan - kegiatan yang diadakan oleh KPA atau LSM karena banyaknya kesibukan mereka seakan melupakan bahwa sebenarnya mereka memiliki penyakit menular dan kegiatan ini
Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Page 8
dapat meningkatkan kesehatannya secara fisik karena terbukti jika ODHA melakukan kegiatan ini mereka merasa produktif sehingga berdampak pada kualitas hidup ODHA itu sendiri. Penelitian ini bertentangan dengan penelitian Makkau A.M (2014) tentang Faktor yang mempengaruhi Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya (YPKDS) Kota Makassar tahun 2004 yang hasilnya dari 6 domain kualias hidup pada ODHA yang bergabung di YPKDS adalah domain fisik, domain fisik memperoleh nilai terendah karena ada beberapa responden yang belum bisa menerima kenyataan bahwa dia mengidap HIV dan kadang tidak minum obat ARV secara teratur. Gambaran Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Berdasarkan QUALITY OF LIFE (World Health Organisation Quality Of Life - BREF) Domain Psikologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 50 responden ODHA berdasarkan Domain Psikologi sebanyak 17 atau 34,0 % kualitas hidup buruk dan 33 atau 66,0 % menyatakan kualitas hidup baik. Dilihat dari hasil presentase menyatakkan bahwa ODHA dalam segi psikologi masuk dalam kategori baik, hal ini dikarenakan seorang ODHA bisa menikmati hidup layaknya orang normal lain yang bukan terdiagnosa HIV/AIDS, dalam pertanyaan seberapa jauh menikmati hidup, mayoritas ODHA menjawab sedang dan banyak, pada saat mengikuti KDS, ODHA akan
bertemu, berkomunikasi, saling terbuka, mencurahkan isi hati atau bahkan saling bertukar informasi mengenai penyakitnya tersebut. Peran KDS dalam segi psikologi salah satunya adalah merubah konsep diri ODHA, seperti yang dijelaskan oleh konselor KDS semarang plus yaitu respon awal seseorang yang terdiagnosa positif HIV/AIDS seperti terpidana yang dihukum mati, tidak ada harapan hidup lagi dan hilangnya masa depan, perasaan kecewa, malu, sedih, minder, menutup diri, cemas, putus asa, depresi, sampai mencoba bunuh diri hal ini lah yang dirasakan ODHA saat mengetahui dirinya positif HIV/AIDS. Berdasarkan pertanyaan seberapa sering memiliki perasaan negatif seperti Feeling blue (kesepian), putus asa, cemas, dan depresi, mayoritas responden menjawab jarang, dikarenakan KDS berperan membangun konsep diri ODHA dalam mengembangkan kepercayaan diri, merubah persepsi ODHA, merubah perilaku ODHA dengan mengikuti konseling, KDS, study club ODHA banyak mendapatkan pengalaman, wawasan, dan care support sesama ODHA maupun konselor, ODHA beranggapan bahwa HIV/AIDS bukanlah akhir dari kehidupan, masih banyak yang bisa dilakukan walaupun sudah terdiagnosa positif, perasaan positif inilah yang merubah ODHA terbuka dengan orang terdekat seperti keluarga, suami atau istri, anak, dan teman sebaya. Hal inilah yang membuat ODHA tidak cenderung untuk putus asa, cemas, khawatir, depresi, kesepian, mencoba bunuh diri
Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Page 9
karena ODHA mendapatkan care support dari orang - orang terdekat, konselor maupun teman sebaya. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya oleh Hardiansya (2014) tentang Kualitas Hidup Orang dengan HIV dan AIDS di Kota Makassar dilihat dari segi psikologis sebesasar 16 atau 76,2 % masuk dalam kategori kualitas hidup buruk untuk pertanyaan seberapa sering menikmati hidup dan seberapa sering mampu berkonsentrasi hanya 1 responden (4,8%) yang menjawab kategori sangat sering. Dimana seharusnya untuk kategori sangat sering diharapkan lebih banyak responden yang merasakan. Penyebabnya karena responden sering merasakan feeling blue (kesepian, putus asa, cemas dan depresi) sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas hidup ODHA dari segi psikologis kurang baik. Gambaran Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Berdasarkan QUALITY OF LIFE (World Health Organisation Quality Of Life - BREF) Domain Sosial Menunjukkan bahwa dari 50 responden ODHA berdasarkan Domain Sosial sebanyak 20 atau 40,0 % kualitas hidup buruk dan 30 atau 60,0 % menyatakan kualitas hidup baik. Dilihat dari hasil presentase menjelaskan bahwa dari segi sosial kualitas hidup ODHA masuk dalam kategori baik, dalam pertanyaan seberapa puaskah ODHA dengan hubungan personal/sosial (keluarga/ teman sebaya) jawaban yang mendominasi adalah sedang dan memuaskan, hal
ini dikarenakan dukungan mental, berkumpul dan saling mendukung tidak hanya diberikan kepada ODHA saja tetapi pada OHIDHA, karena status HIV/AIDS berujung pada stigma dan diskrimasi dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai masalah penyakit HIV/AIDS, dengan memberikan konseling terhadap OHIDHA untuk tidak mengucilkan, menolak ODHA dalam keluarga, bahkan sampai mengusir. KDS mengajak OHIDHA untuk saling mengasihi, memotivasi, agar ODHA mampu melanjutkan kembali dan memulai kehidupan yang baru yang lebih baik. Perasaan empati yang diberikan OHIDHA akan berdampak positif bagi ODHA, ODHA akan merasakan bahwa hidup ODHA berarti karena teman sebaya dan dukungan sosial dari keluarga sangat memuaskan. Respon yang diterima ODHA akan berdampak pada interaksi sosial di dalam keluarga, saudara atau msyarakat, dengan adanya respon yang positif ODHA akan tetap melanjutkan hidupnya tanpa ada rasa takut menerima stigma dan diskriminasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Makkau A.M (2014) tentang Faktor yang mempengaruhi Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya (YPKDS) Kota Makassar tahun 2004 dengan hasil domain kualitas hidup ODHA memiliki nilai mean tertinggi pada domain sosial, hal ini disebabkan karena mereka yang telah bergabung di KDS tersebut memperoleh dukungan keluarga untuk tetap mempertahankan kualitas hidup
Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Page 10
yang lebih baik dan mereka juga mempunyai teman - teman yang bisa memberi support dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Gambaran Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Berdasarkan QUALITY OF LIFE (World Health Organisation Quality Of Life - BREF) Domain Lingkungan Menunjukkan bahwa dari 50 responden ODHA berdasarkan Domain Lingkungan sebanyak 21 atau 42,0 % kualitas hidup buruk dan 29 atau 58,0 % menyatakan kualitas hidup baik.Dilihat dari hasil presentase menggambarkan bahwa dari segi lingkungan masuk dalam kategori kualitas hidup baik, dalam pertanyaan seberapa aman ODHA dalam lingkungan sekitar sebagian responden menjawab sedang. Adanya wadah dukungan sebaya diberbagai kabupaten/kota telah berupaya secara maksimal dalam mendukung ODHA. Sejak dilakukan pendataan pada tahun 2009 sampai dengan Desember 2013 sistem ini telah mendukung sebanyak 55.436 ODHA di seluruh Indonesia dengan bertambahnya situs web spiritia yang berfokus dalam penyediaan informasi pengetahuan, pengobatan, sejak website ini dibuka sejak tahun 2006 sampai Desember 2013 telah dikunjungi lebih dari 3,1 juta dan membuka lebih dari 9 juta halaman (Laporan tahunan yayasan spiritia , 2013). Adanya wadah KDS dan website turut berkontribusi dalam upaya memfasilitasi ODHA dan masyarakat tentang pengetahuan HIV/AIDS. Peran KDS dalam mengurangi stigma diskriminasi
pada ODHA Stigma tentang HIV terbukti menimbulkan dampak yang membahayakan terhadap kesejahteraan individu yang mengidap HIV (Dodds, 2004 dalam French, 2015). Stigma merupakan sikap negatif terhadap orang yang terinfeksi HIV atau ODHA, sedangkan diskrimanasi adalah tindakan melakukan sesuatu terkait sikap negatif, seperti melecehkan, mengam binghitamkan, dan kekerasan. Stigma dan diskriminasi HIV yang disebabkan oleh adanya rasa takut dan pengabaian. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Duriah (2014) tentang Interaksi Sosial Orang dengan HIV/AIDS Dibawah Naungan Lembaga Advokasi dan Rehabiltasi Sosial Kota Samarinda yaitu berdasarkan hasil bahwa tindakan akomodasi yang dilakukan lembaga advokasi dan rehabilitasi dengan memberikan tempat perlindungan, pelayanan, kesehatan bagi para ODHA, dan melakukan penyuluhan atau sosialisasi di lingkungan masyarakat tempat ODHA tinggal, tujuannya agar masyarakat mengetahui bahwa HIV/AIDS tidak dapat menular dengan mudah sehingga masyarakat mau menerima keberadaan ODHA. Analisa diketahui bahwa ODHA tidak memiliki kesulitan untuk bekerja sama dengan masyarakat. Para ODHA tetap dapat bekerja sama dengan baik ditempat mereka bekerja tanpa ada diskriminasi dari rekan kerja lainnya, walaupun identitas para ODHA tersebut telah terungkap, mereka masih dapat bergaul dan beradaptasi dengan mudah dengan masyarakat, dengan cara menjaga
Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Page 11
perilaku mereka yakni berkelakuan baik. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian oleh Hardiansyah (2014) tentang Kualitas Hidup Orang dengan HIV dan AIDS di Kota Makassar bahwa masyarakat hanya mengetahui HIV dan AIDS itu merupakan sebatas penyakit menular dan penderitanya berbahaya. Akan tetapi sebagian besar masyarakat masih belum memahami secara benar faktor penyebaran dan cara penanggulangannya. Adanya ketidakpahaman ini menyebabkan timbulnya sikap over protective terhadap ODHA. KESIMPULAN 1. Secara umum gambaran kualitas hidup ODHA berdasarkan domain fisik menunjukkan bahwa sebanyak 20 atau 40,0 % menyatakan kualitas hidup buruk, dan 30 atau 60,0 % menyatakan kualitas hidup baik. 2. Secara umum gambaran kualitas hidup ODHA berdasarkan domain psikologi menunjukkan bahwa sebanyak 17 atau 34,0 % menyatakan kualitas hidup buruk, dan 33 atau 66,0 % menyatakan kualitas hidup baik. 3. Secara umum gambaran kualitas hidup ODHA berdasarkan domain sosial menunjukkan bahwa sebanyak 20 atau 40,0 % menyatakan kualitas hidup buruk, dan 30 atau 60,0 % menyatakan kualitas hidup baik. 4. Secara umum gambaran Kualitas Hidup ODHA berdasarkan domain lingkungan sebanyak 22 atau 42,0 % menyatakan kualitas
hidup buruk, dan 29 atau 58,0 % menyatakan kualitas hidup baik. SARAN 1. Bagi petugas pelayanan kesehatan diharapakan bagi petugas pelayanan kesehatan dapat meningkatkan pelayanan PITC (Provider - initiated testing and counseling) karena PITC merupakan pintu masuk awal sebagai program deteksi dini HIV/AIDS. Ditujukan kepada : kelompok tertular (infected people), kelompok berisiko tertular atau rawan tertular (high - risk people), kelompok rentan (vulnerable people), masyarakat umum (general population). 2. Bagi penderita HIV/AIDS a. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan ODHA agar tetap aktif mengikuti kelompok dukungan sebaya (KDS), melakukan kegiatan positif, terbuka dengan orang terdekat, tetap semangat, berjuang dan hidup produktif. b. Diharapkan ODHA menjaga kepatuhan dalam terapi dan pengobatan ARV, tetap tabah dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan meningkatkan aspek spiritual dan agama. 3. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan untuk penelitian lebih lanjut dapat mengembangkan penelitian dengan komponen variabel yang berbeda disertai dengan indepth interview dilakukan pada informan utama (ODHA) dan informan pendukung (OHIDHA dan konselor) untuk mengoptimalkan hasil penelitian.
Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Page 12
DAFTAR PUSTAKA Brenda & Wet .(2010). HIV/AIDS Related communication, hearing, and swallowing Disorders. Plural Publishing. Folasire, O.F., Irabor, A.E., Folasire, A.M.(2012). Quality of life of People living with HIV and AIDS attending the Antiretroviral Clinic. Nigeria : University College Hospital. Fariba dkk .(2012). The effect of peer support group on promoting quality of life dalam Isfahan University of Medical Sciences Isfahan Iran J Nurs Midwifery Res : Iran. Fordham Graham .(2015). HIV/AIDS and the social consequences of untamed biomedicine. New York : Francis Group an informa business. Handayani S & Mardhiati R .(2011). Laporan Akhir Penelitian Peran Dukungan Sebaya Terhadap Peningkatan Mutu Hidup ODHA Di Indonesia Tahun 2011. Jakarta : Yayasan Spiritia. Komisi Penanggulangan AIDS .(2015). Semarang penyumbang Angka HIV/AIDS terbesar se-Jawa Tengah .(Online).(WWW. Metrosemarang.com - 7 Desember 2014, diakses 2 oktober 2015). Kementrian Kesehatan RI .(2014). Pusat Data Dan Informasi kementrian kesehatan RI (Situasi dan analisis HIV/AIDS).Retrieved
September, 2015 from :WWW.depkes.go.id/pustadi n Patricia et.al. (2011). Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan Holistik (Edisi 8), Volume dua. Jakarta: EGC. Tanto Chris et. Al .(2014). Kapita Selekta Kedokteran (Edisi ke 4). Jakarta:FKUI. WHOQOL – BREF .(2004). WHOQOL-HIV Instrument . Departemen of Mental Health and Substance Dependence. CH-1211 Geneva 27 Switzerland.
Fatmawati | Stikes Ngudi Waluyo Ungaran | 2016
Page 13