PEMBELAJARAN BERPIDATO DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Cipongkor Kabupaten Bandung Barat Tahun Pelajaran 2011/2012)
Ahid Setia Permana
[email protected]
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung ABSTRAK Penelitian ini berawal dari akar masalah yang berkaitan dengan: 1) kemampuan siswa dalam berpidato sebelum diberi perlakuan berupa pembelajaran berpidato dengan menggunakan pendekatan kontekstual; 2) kemampuan siswa dalam berpidato sesudah diberi perlakuan berupa pembelajaran berpidato dengan menggunakan pendekatan kontekstual; 3) perbedaan kemampuan siswa dalam berpidato sebelum dan sesudah diberi perlakuan berupa pembelajaran berpidato dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang: 1) kemampuan Siswa dalam berpidato sebelum diberi perlakuan berupa pembelajaran berpidato dengan menggunakan pendekatan kontekstual; 2) kemampuan Siswa dalam berpidato sesudah diberi perlakuan berupa pembelajaran berpidato dengan menggunakan pendekatan kontekstual; 3) ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara kemampuan dalam berpidato sebelum dan sesudah diberi perlakuan berupa pembelajaran berpidato dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Hipotesis yang penulis rumuskan dalam penelitian ini adalah: 1) kemampuan siswa dalam berpidato sebelum diberi perlakuan berupa pembelajaran berpidato dengan menggunakan pendekatan kontekstual tergolong kurang dengan nilai rata-rata 6,60; 2) kemampuan siswa dalam berpidato sesudah diberi perlakuan berupa pembelajaran berpidato dengan menggunakan pendekatan kontekstual tergolong cukup dengan nilai rata-rata 8,10; 3) terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan siswa dalam berpidato sebelum dan sesudah diberi perlakuan berupa pembelajaran berpidato dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu. Disain eksperimen yang digunakan adalah disain Pre-test and Post-test One Group Design. Kata Kunci : Pembelajaran, Beridato, Pendekatan Kontekstual.
PENDAHULUAN Dalam kurikulum 2006 Sekolah Menengah Pertama dijelaskan bahwa ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup kemampuan berbahasa dan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, menulis dan membaca. Keempat aspek tersebut diberikan kepada peserta didik secara terpadu dengan tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik lisan maupun tulisan. Hal ini sesuai dengan Standar Kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia seperti yang diuraikan pada kurikulum 2006. Salah satu Standar Kompetensi berbicara yang tecantum pada kurikulum adalah peserta didik dapat berpidato. Hal ini berarti bahwa setiap peserta didik diharapkan dapat menyususun garis besar kerangka pidato dan dapat mengimplementasikannya (menerapkan).
Peranan berbicara sangat penting dalam kehidupan manusia. Keterampilan berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia sesuai yang dengan kaidah-kaidah merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan agar memperoleh hasil yang optimal dalam proses belajar mengajar bahasa. Pada sisi lain, berbicara dapat juga dipandang sebagai seni. Kegiatan berbicara merupakan proses melisankan pikiran, perasaan, dan gagasan berbagai keperluan, mulai dari sekedar untuk kepentingan memberikan informasi, hingga untuk kepentingan studi dan pendalaman disiplin ilmu, seperti yang dikemukakan dikutip oleh Rahim (2005 : 1), kemampuan berpidato merupakan suatu yang vital dalam suatu masyarakat terpelajar. 1
1
Penggunaan strategi pembelajaran sangat diperlukan untuk mempermudah proses pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Tanpa strategi yang jelas, proses pembelajaran tidak akan terarah sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sulit mencapai secara efektif. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru harus menguasai materi pembelajaran dan mengetahui cara menyampaikannya serta mengetahui karakteristik peserta didik. Kegagalan guru dalam menyampaikan materi bukan karena tidak menguasai materi, tetapi karena tidak mengetahui bagaimana cara menyampaikan materi dengan baik dan tepat. Pembelajaran berpidato merupakan keterampilan yang bersifat produktif yang selain berkaitan dengan kompetensi psikis, pidato juga berkaitan dengan kompetensi fisik. Hal yang berkaitan dengan berbicara perseta didik dapat berpidato di depan teman-teman dengan memperhatikan intonasi yang tepat serta artikulasi dan volume suara yang jelas. Hal-hal yang di atas, pembelajaran tersebut mengaitkan dengan pendekatan kontekstual. Yang memiliki tujuan komponen utama, konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian yang sebenarnya. Yang dimasksud dengan pendekatan kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2002 : 253). Definisi di atas, menyampaikan bahwa pendekatan kontekstual pada dasarnya merupakan suatu model pembelajaran yang berusaha menunjukkan dan memperlihatkan hubungan antara materi yang diberikan dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari (dalam dunia nyata siswa). Dalam pembelajaran ini, siswa akan dihadapkan pada masalah-masalah yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari mereka sehingga siswa dapat memahami materi sekaligus mengetahui aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual dapat menambah minat dan motivasi siswa terhadap pembelajaran berpidato karena masalah-masalah yang disajikan, selain bersumber dari guru dapat juga berasal dari pengalaman-pengalaman siswa sehingga ketika siswa belajar berpidato akan merasakan bahwa belajar berpidato memang bermanfaat bagi mereka. Dalam upaya mengembangkan pembelajaran berpidato, penulis akan mencoba menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran berpidato. Dengan menggunakan pendekatan
kontekstual, mungkin pembelajaran berpidato akan lebih optimal dan akan membawa suasana baru sehingga siswa lebih percaya diri. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil sebuah judul “Pembelajaran Berpidato dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual (Studi Eksperimen Semu terhadap Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Cipongkor)”. KAJIAN TEORI Pengertian Berpidato Pidato merupakan kegiatan berbicara di depan umum atau berbicara di depan banyak orang. Bentuknya berupa menyampaikan isi, pesan ide, atau suatu program kepada sejumlah orang. Seseorang berbicara secara langsung di atas podium atau mimbar dan isi pembicaraanya diarahkan kepada orang banyak. Berpidato merupakan sebuah bentuk komunnikasi lisan. Oleh karena itu, terdapat aspek, yang tidak terdapat dalam komunikasi tulis, yang perlu mendapat pehatian untama, yakni penampilan, ekspresi muka, bahasa tutur, dan intonasi. Betapapun baiknya bahasa dan materi yang disampaikan apabila aspek-aspek itu tidak dipehatikan, pidatonya tidak akan efektif. Pembelajaran Berpidato Beberapa kompetensi yang penting untuk dilatihkan kepada siswa untuk menguasai keterampilan berpidato meliputi hal-hal sebagai berikut. 1) Langkah-langkah penyusunan konsep. a. Merumuskan topik. b. Merumuskan judul. c. Merumuskan ikhtisar awal. d. Merumuskan inti. e. Merumuskan ikhtisar akhir. f. Cara membuka pidato. g. Cara menutup pidato. 2)
Tahap penyampaian. a. Kontak. Melihat langsung kepada khalayak. Perhatikan umpan balik dari khalayak. b. Penggunaan suara. Intelligibility (artikulasi dan kekerasan bunyi). Pelafalan dan dialek. Keragaman (variety). Keteraturan tekanan (ritme) c. Penggunaan isyarat dan gerak tubuh. Penggunaan fungsi gerak tubuh (physical action). Penggunaan isyarat yang baik (gestures) (Rakhmat, 1996: 78–88). 2
3)
Pemilihan kata-kata dalam berpidato. a. Kejelasan kata-kata yang digunakan. Gunakan istilah yang spesifik (tertentu). Gunakan kata-kata yang sederhana. Hindari istilah-istilah teknis. Berhemat dalam penggunaan kata-kata. Gunakan pengulangan (repetisi). b. Ketepatan kata-kata yang digunakan. Hindari kata-kata klise. Gunakan bahasa pasaran secara hatihati. Hati-hati dalam penggunaan bahasa pungut. Hindari vulgarisme dan kata-kata tidak sopan. Jangan menggunakan penjulukan. Jangan menggunakan eufimisme berlebihan. c. Penggunaan kata-kata yang menarik. Pilihlah kata-kata yang menyentuh langsung diri khalayak. Gunakan kata berona. Gunakan bahasa yang figuratif. Gunakan kata-kata tindak (action word) (Rakhmat, 1996: 46 – 52).
Penilaian Kemampuan Berpidato Penilaian sangat diperlukan untuk mengetahui keberahasilan suatu kegiatan. Bergitupun dengan pembelajaran berbicara khususnya berpidato. Untuk mengukur sebuah keberahasilan komunikasi. Penilaian hendaknya tidak hanya semata-mata mengukur dan memberikan angka pada suatu kegiatan, tetapi ditunjukan sebagai usaha perbaikan prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi bagi siswa pada pembelajaran berikutnya (Arsad dan Mukti, 1998:86). Penilaian dilakukan selain untuk mengetahui kekurangan-kekurangan pembicara saat kegiatan berbicara berlangsung juga untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh tiap-tiap siswa sebagai bahan evaluasi guna memotivasi siswa dalam memperbaiki kekurangannya. Evaluasi terahadap suatu pidato harus berdasarkan ciri-ciri suatu yang baik. Menurut Hendrikus, sebagaimana yang dikutip Kosasih (2008: 42-45) bahwa pidato memiliki ciriciri sebagai berikut. 1) Pidato yang jelas Pembicara harus mengungkapkan pikirannya dengan sejelas-jelasnya. Pembicara harus memilih ungkapan dan susunan kalimat yang tepat dan jelas untuk menghindarkan salah pengertian.
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Pidato yang hidup Sebuah pidato yang baik harus hidup. Untuk menghidupkan pidato dapat dipergunakan gambaran-gambaran kehidupan. Pidato yang hidup dan menarik umumnya diawali ilustrasi, sesudah ditampilkan pengertian-pengertian abstrak atau definisi. Pidato yang memiliki tujuan Setiap pidato harus memiliki tujuan, yaitu apa yang mau dicapai dari pelaksana pidato itu. Tujuan harus dirumuskan dalam suatu dua pikiran pokok. Dalam membawakan pidato, tujuan ini hendaknya sering diulang dalam rumusan yang berbeda supaya pendengar tidak kehilangan benang merah selama mendengarkan pidato. Pidato yang memiliki klimaks Suatu pidato yang hanya memberikan kejadian demi kejadian atau kenyataan demi kenyataan, akan sangat membosankan. Oleh karena itu, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa klimaks itu harus muncul secara organis dari dalam pidato itu sendiri dan bukan karena mengharapkan tepukan tangan yang riuh dari para pendengar. Klimaks yang harus dirumuskan dan di tampilkan secara tepat akan memberikan bobot tersendiri pada materi pidato. Usahakan supaya ketegangan dan rasa ingin tahu pendengar diciptakan di antara pembuka dan penutup pidato. Pidato yang memiliki pengulangan Pengulangan atau redundans itu penting karena dapat memperkuat isi pidato dan memperjelas pengertian pendengar. Pengulangan juga menyebabkan pokok-pokok pidato tidak segera dilupakan. Suatu pengulangan yang dirumuskan secara baik akan berefek besar bagi ingatan para pendengar. Namun, perlu diperhatikan bahwa yang dimaksudkan penggulangan dalam hal ini adalah pengulangan isi pesan dan bukan pengulangan rumusan. Hal ini berarti isi dan arti tetap sama, tetapi dirumuskan dengan mempergunakan bahasa yang berbeda. Pidato yang berisi hal-hal mengejutkan Sesuatu itu mengejutkan apabila belum pernah ada dan terjadi sebelumnya, meskipun masalahnya biasa dan terkenal, tetapi karena ditempatkan di dalam konteks atau relasi yang baru dan menarik. Hal-hal yang mengejutkan itu dapat menimbulkan keterangan yang menarik dan rasa ingin yang tahu besar, tetapi tidak dimaksudkan sebagai sensasi. Pidato yang dibatasi Pembicara tidak boleh membeberkan segala soal atau masalah dalam satu pidato. Oleh karena itu, pidato harus dibatasi dengan hal-hal yang tidak 3
8)
penting diucapkan sehingga pendengar menjadi jenuh. Pidato yang mengandung humor Humor dalam pidato itu perlu. Hanya saja humor-humor itu jangan berlebihan dapat memberikan kesan bahwa pembicara sedang tidak bersungguh-sungguh.
Pendekatan Kontekstual Pendekatan Kontekstual(Contextual Teaching and Learning) adalah suatu konsep pembelajaran yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan dunia nyata peserta didik dan mendorongnya untuk membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka di lingkungan keluarga dan masyarakat. Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual Berikut ini empat prinsip kunci dari teori Vigotsky. 1) Penekanan pada hakikat sosial dari pembelajaran siswa, yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. 2) Dalam model pembelajaran pemilikan konsep (concept attainment model), yang paling baik bila konsep yang akan diajarkan tersebut berada dalam zona perkembangan terdekat siswa (zone of proximal development). 3) Pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship), yang diterapkan dalam pembelajaran magang, yaitu siswa yang lebih pandai menjadi model dan membantu siswa lain dalam belajar. 4) Scaffolding atau mediated learning, yaitu siswa diberi tugas-tugas kompleks, sulit, tetapi realistik, dan selanjutnya siswa diberi bantuan untuk menyelesaikannya (Sudradjat, 2004: 111). Implementasi Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Sebelum menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran berpidato, terlebih dahulu harus dikemukakan kata-kata kunci pembelajaran CTL. Berikut ini kata-kata kunci pembelajaran CTL. 1) Real world learning 2) mengutamakan pengalaman nyata 3) berpikir tingkat tinggi 4) berpusat pada siswa 5) siswa aktif, kritis, dan kreatif 6) pengetahuan bermakna dalam kehidupan 7) dekat dengan kehidupan nyata 8) perubahan perilaku 9) siswa praktek, bukan menghapal 10) learning bukan teaching 11) pendidikan (education) bukan pengajaran (instruction)
12) 13) 14) 15)
pembentukan manusia memecahkan masalah siswa acting, guru mengarahkan hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes (Depdiknas, 2002: 5).
Dengan berpedoman pada kata-kata kunci di atas dan tujuh komponen CTL, pembelajaran berbasis kontekstual dapat dirancang sedemikian rupa. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual menekankan pada keterkaitan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata, dan keterlibatan siswa dalam belajar (student active learning). Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual Menurut Nurhadi (2002 : 10) secara garis besar, langkah-langkah pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut : 1) Kembangkan pikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontekstualisasikan sendiri keterampilan dan pengetahuan barunya. 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam bentuk kelompok-kelompok). 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam uji coba model pembelajaran berpidato dengan menggunakan pendekatan kontekstual ini, menggunakan metode eksperimen semu dengan desain Pre-test and Pos-test One Group Design. Untuk lebih jelasnya desain ini dapat digambarkan dengan pola sebagai berikut:
O1 X O2
Keterangan: O = Observasi X = Treatment atau Perlakuan
Observasi dilakukan dua kali, yaitu observasi pertama (O1) dilakukan sebelum sumber data mendapat perlakuan dan observasi kedua (O2) dilakukan setelah sumber data mendapat perlakuan. O2 Setelah observasi dilakukan maka akan diperoleh selisih antara O1 dan O2. Selisih dari observasi tersebut disebut efek dari perlakuan atau treatment.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Prates Kemampuan Berpidato Siswa Kelas IX Setelah penulis melakukan prates kemampuan berpidato siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Cipongkor, maka diperoleh nilai rata-rata 6.6. Dengan skor ter tertinggi 80 didapat oleh tiga orang siswa dan skor terendah 50 didapat oleh lima orang siswa. Deskripsi Data Pascates Kemampuan Berpidato Siswa Kelas IX Setelah peneliti memberikan perlakuan dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan tes akhir kemampuan berpidato siswa. Dari data tes terakhir diperoleh hasil sebagai berikut. Nilai rata-rata hasil pascates 8.1 lebih besar dari nilai rata-rata prates. Skor tertinggi hasil pascates yaitu 9.0 sedangkan skor terendah yaitu 6.0. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa pendekatan kontekstual efektif untuk digunakan pada pembelajaran berpidato. Hal ini ditandai dengan beberapa temuan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1) Terjadinya peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada prates (6,6) menjadi ratarata Pascates (8,1) 2) Terjadinya peningkatan nilai siswa dari kelompok atas dan kelompok bawah. 3) Terjadinya peningkatan nilai yang dialami oleh hampir seluruh siswa yaitu jumlah seluruhnya 20 siswa.
Pengaruh tersebut ditandai dengan perbedaan antara hasil pascates lebih baik dari pada prates. Dengan demikian pendekatan kontekstual efektif digunakan pada pembelajaran berpidato.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrokhman Dede, 2009. Hand Out Retorika. Bandung: STKIP Siliwangi. Fathurrohman Pupuh dan Sutikno Sobry. M, 2010. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Refika Aditama. Kosasih, Ade Nurdin dan Yani Maryani, 2001. Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung:Pustaka Setia. Rosalin Elin, 2008. Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT Karsa Mandiri Persada. Tarigan, H.G. 1996. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Wuwur Hendrikus Dori, 1991. Retorik, Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi. Yogyakarta: Anggota IKAPI.
Demikian pendekatan kontekstual yang penulis eksperimenkan pada penelitian ini telah memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap kemampuan siswa dalam pembelajaran berpidato. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka, peneliti mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1) Kemampuan siswa kelas IX SMP Negeri 3 Cipongkor dalam berpidato sebelum diberi perlakuan berupa pembelajaran berpidato dengan menggunakan pendekatan kontekstual tergolong cukup dengan nilai rata-rata 6,6. 2) Kemampuan siswa kelas IX SMP Negeri 3 Cipongkor dalam berpidato sesudah diberi perlakuan berupa pembelajaran berpidato dengan menggunakan pendekatan kontekstual tergolong baik dengan nilai rata-rata 8,1. 3) Penggunaan pendekatan kontekstual ternyata memberikan pengaruh yang signifikan.
5