Kebebasan Beragama Di Media (Tinjauan Agenda Setting Media Massa) Written by Wednesday, 22 September 2010 07:32
Agenda Setting media terlihat dari tidak berimbangnya pemberitaan menyangkut isu keagamaan
Era informasi sekarang ini menempatkan media sebagai bagian yang sangat penting, lebih penting dari sebelumnya. Media memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk opini publik tentang berbagai hal.
Maka tidak heran kalau banyak pihak yang berkepentingan terhadap media. Kelompok-kelompok kepentingan kemudian banyak yang berupaya mendekati media dengan berbagai upaya pendekatan. Ada pula yang melakukan upaya menguasaan media melalui kepemilikann—tentunya dengan dukungan modal yang sangat besar.
Melalui pemberitaan atau penyiaran secara meluas dan berkesinambungan, media telah membentuk opini publik. Apa yang sekarang ini ramai menjadi pembicaraan orang dalam skala nasonal, tidak terlepas dari peran penting media massa yang menyebarkan informasi secara massif dan sporadis.
1/7
Kebebasan Beragama Di Media (Tinjauan Agenda Setting Media Massa) Written by Wednesday, 22 September 2010 07:32
Ini adalah salah satu buah dari kebebasan pers yang berpangkal dari era kebebasan di negeri kita sejak berakhirnya era orde baru. Era reformasi menjadi kebebasan sebagai pilihan bagi berbagai bentuk sosial kemasyarakatan, termasuk kebebasan informasi.
Teori Agenda Setting
Dalam khazanah ilmu komunikasi massa, dikenal sebuah teori yang disebut Agend Setting. Teori ini diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw pada tahun1972. Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.
Atau dengan kata lain, apa yang dianggap penting media, maka akan dianggap penting juga oleh masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.
Dalam aplikasinya, teori Agenda Setting ini memiliki tiga dimensi utama, seperti yang diuraikan oleh Mannhem. Pertama, agenda media yang meliputi visibility (visibilitas) atau jumlah dan tingkat menonjolnya berita, audience salience (tingkat menonjol bagi khalayak) atau relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak, dan
2/7
Kebebasan Beragama Di Media (Tinjauan Agenda Setting Media Massa) Written by Wednesday, 22 September 2010 07:32
valence (valensi) atau menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa.
Kedua, agenda khalayak yang meliputi familiarty (keakraban) atau derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu, personal salience (penonjolan pribadi) atau relevansi kepentingan individu dengan ciri pribadi, dan favorability (kesenangan) atau pertimbangan senang atau tidak senang akan topik berita.
Ketiga, agenda kebijakan yang meliputi support (dukungan) atau kegiatan menyenangkan bagi posisi berita tertentu, likehood of action (kemungkinan kegiatan) atau kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratka, dan freedom of action (kebebasan bertindak) atau nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah.
Teori ini memiliki asumsi dasar bahwa khalayak tidak hanya mempelajari isu-isu pemberitaan, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu atau topik berdasarkan cara media massa memberikan penekanan terhadap isu atau topik tersebut. Media massa diasumsikan mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu.
3/7
Kebebasan Beragama Di Media (Tinjauan Agenda Setting Media Massa) Written by Wednesday, 22 September 2010 07:32
Kasus kebebasan beragama
Salah satu isu yang menjadi masalah hangat belakangan ini adalah kasus penusukan dan pemukulan dua orang jamaat gereja Huria Kristen Batak Kristen Protestan (HKBP) oleh orang tak dikenal. Disebut orang tak dikenal, karena sampai saat ini belum ada seorangpun yang dinyatakan secara hukum bersalah melakukan perbuatan kriminal tersebut.
Tulisan ini tidak hendak membicarakan masalah yang terjadi dalam kasus tersebut. Tapi uraian berikut difokuskan terhadap bagaimana media menyajikan berita ini, dengan dikomparasikan dengan berita sejenis yang juga terjadi.
Pada kenyataannya insiden tersebut diikuti dengan opini yang terbentuk bahwa pelakunya adalah dari kalangan umat Muslim. Padahal dalam peristiwa itu, dua warga Muslim mengalami kepala bocor dan luka-luka di tangan. Atau dengan kata lain, terjadi pergulatan atau perkelahian dalam peristiwa tersebut yang menyebabkan empat orang dari dua kelompok berbeda mengalami luka-luka.
Di kelompok yang satu mengalami luka tusuk dan kepala bocor, sedangkan di kelompok lainnya mengalami kepala bocor dan luka-luka di tangan. Tetapi pemberitaan telah berkembang sedemikian rupa hingga merembet ke masalah kebebasan beragama. Ini tidak lain karena ada setting media yang menganggap penting suatu peristiwa, dan sebaliknya menganggap tidak penting
4/7
Kebebasan Beragama Di Media (Tinjauan Agenda Setting Media Massa) Written by Wednesday, 22 September 2010 07:32
peristiwa lain hingga cenderung diabaikan.
Peristiwa itu kemudian hanya dilihat dari sudut padang tunggal yakni penganiayaan jamaat gereja kemudian ditampilkan secara berulang-ulang dengan frekuensi yang sangat padat. Melakukan follow-up berita secara berkesinambungan untuk menjaga memori publik agar terus segar terhadap peristiwa ini. Lebih jauh lagi, media, khususnya televisi juga membahas secara mendalam peristiwa ini melalui program dialog-dialog satu arah. Dikatakan satu arah, karena kebanyakan dialog yang disajikan bertemakan “Kebebasan Beragama”, suatu kesimpulan yang mendahului peristiwanya sendiri.
Pembakaran masjid
Sebelumnya peristiwa yang berdimensi sama—jika dikategorikan ke dalam persoalan kebebasan beragama—juga terjadi sebelum dan sesudah peristiwa di Bekasi tersebut. Peristiwa yang terjadi sebelumnya yakni pembakaran Masjid Fiisabilillah di Desa Lumban Lobu, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) pada Jumat 27 Juli lalu.
Berbeda dengan di Bekasi, di Porsea, umat Muslim adalah komunitas minoritas. Dari segi news value peristiwa ini sebetulnya jauh lebih memiliki nilai yang dalam karena menyangkut langsung simbol-simbol keagamaan. Tetapi kenyataannya, berita ini tidak pernah menjadi isu secara nasional, karena memang tidak ada
5/7
Kebebasan Beragama Di Media (Tinjauan Agenda Setting Media Massa) Written by Wednesday, 22 September 2010 07:32
setting media untuk menjadikannya suatu isu nasional.
Peristiwa kedua terjadi di Kabupaten Langkat, yakni peristiwa perusakan fasilitas Masjid Nurul Iman di Desa Bukitselamat, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada Selasa 14 September lalu. Berbagai fasilitas masjid seperti mimbar dan sebagainya bahkan disirami minuman keras jenis tuak (Waspada, Kamis 16 September 2010)
Namun media tidak memperlakukan secara nasional kedua peristiwa ini dan hanya media lokal yang mengangkat isu ini menjadi berita hangat. Pembakaran Masjid Fiisabilillah di Porsea dan perusakan Masjid Nurul Iman di Langkat menunjukkan dengan kuat adanya setting media terhadap peristiwa jamaat HKBP di Bekasi.
Rangkaian hal tersebut menjelaskan secara terang suatu hal; bahwa ada tangan-tangan tak terlihat yang merangkai, mendesain berbagai peristiwa yang terjadi ini untuk tujuan-tujuan tertentu. Dan agenda setting adalah bagian terpenting dari rangkaian desain tersebut.
Penutup
6/7
Kebebasan Beragama Di Media (Tinjauan Agenda Setting Media Massa) Written by Wednesday, 22 September 2010 07:32
Apa yang perlu dilakukan oleh umat beragama di Indonesia adalah memperkuat persatuan sebagai sesama anak bangsa dan tidak gampang terprovokasi. Penting untuk memahami bahwa ada pihak-pihak yang menginginkan terjadinya perubahan dalam hubungan antarumat beragama saat ini, dengan isu kebebasan beragama di media massa. Pihak-pihak ini adalah kelompok orang yang didukung kekuatan modal sangat kuat yang mampu menguasai media.( Dr Drs H.Ramli, MM : Penulis adalah Mantan Wakil Walikota Medan )
7/7