Administrative Reform: An Overview Arne F. Leemans Book Review
Yogi Suwarno
The problem defined
Pandangan mengenai birokrasi didasarkan pada ekspektasi/harapan yang tinggi bahwa birokrasi pemerintah haruslah memegang peranan yang paling besar dalam pembangunan, jika bukan menjadi peran yang utama.
Pandangan kedua lebih didasarkan pada sikap kritis yang menjelaskan kenyataan lain bahwa organisasi pemerintah juga menunjukkan ketidakmampuan, organisasi yang buruk, kurang koordinasi, tidak bergairah, otokratik dan korup.
Kedua pandangan di atas juga dapat didasarkan pada hasil evaluasi dari situasi bagian-bagian dari mesin pemerintah.
Mesin administrasi dalam hal ini selaludisalahkan ketika terjadi kegagalan pembangunan. Hal ini lebih parah lagi terutama di negara berkembang, di mana pemerintah sangat dominan dalam pembangunan sosial dan ekonomi.
Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan untuk pembangunan administrasi, terutama di negara-negara yang melewati fase pemerintahan kolonial.
Administrative Reform: its scope and nature
Oleh karena itu diperlukan perubahan dan adaptasi bagi mesin pemerintah, walaupun segudang masalah juga akan turut serta didalamnya.
Istilah Reformasi administrasi menjadi meluas dan melebar, jauh dari arti yang sebenarnya. Bisa merupakan reformasi mesin administrasi nasional dan lokal. Seperti yang dikemukakan oleh Dror sebagai perubahan yang disengaja (directed change) pada fitur utama dari sistem administrasi. Atau Caiden yang mendefinisikan sebagai pengaruh atau dukungan (inducement) artifsial transformasi administrasi untuk melawan penolakan.
-1-
Permasalahannya bahwa apakah semua directed change dalam administrasi pemerintah merupakan refomasi administrasi? Meskipun seluruh kegiatan (directed actions) merupakan karakteristik penting dari refomrasi administrasi.
Kenyataannya bahwa reformasi juga terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh kejadian –kejadian di dunia di seputar organisasi.
Jadi seperti pendapat Caiden bahwa perubahan yang terjadi pada mesin pemerintah adalah merupakan bagian dari perubahan yang lebih luas terjadi di sistem sosial, politik
Allegations or Failure
Pengalaman reformasi administrasi di negara berkembang lebih sering menunjukkan keraguan dibandingkan kepuasan. Kegagalan adalah bukti yang tak terbantahkan, dimana metode dan pendekatan yang digunakan seringkali terlalu sempit dan hanya dari satu sisi saja., seperti misalnya terlalu berkonsentrasi pada perubahan struktur, metode dan teknik administrasi, dengan mengabaikan aspek perilaku organisasi dan administrasi, yang pada akhirnya hanya menghasilkan perubahan formal dan berdampak sangat kecil (tidak signifikan) terhadap operasional.
Selain itu reformasi administrasi juga harus melibatkan lingkungan atau sistem lain di sekitar administrasi. Birkhead, misalnya, yang sangat menekankan bahwa kesuksesan reformasi administrasi sangat ditentukan apabila terjadi juga reformasi sosial, ekonomi dan politik.
Namun demikian perlu juga kiranya dievaluasi secara kritis mengenai pandangan pesimistik dari kelayakan reformasi administrasi, yaitu o Apa yang dimaksud dengan kegagalan reformasi administrasi? Apakah dari segi penentuan target, ataukah dari segi perencanaan, dan lain-lain. o Meskipun beberapa reformasi terhenti dari perencanaan semula, namun tetap membawa perubahan pada realitas organisasional. o Dimensi waktu yang seringkali tidak dipertimbangkan, yang menyebabkan harapan yang tidak realistis, perasaan kegaglan dan frustasi.
Namun demikian, ada beberapa situasi lain yang tidak selalu dikenal sebagai reformasi admnistrasi, misalnya
-2-
o Reformasi administrasi diperkenalkan ke negara berkembang sebagai akibat dari perubahan politik, atau perubahan penguasa. o Kategori kedua reformasi telah membuktikan secara efektif pada pihak yang terhubung dengan perubahan pada lembaga-lembaga pemerintah, seperti contoh misalnya di India.
Walaupun administrasi pemerintah di negara berkembang tidak berfungsi, tidak serta merta muncul adanya upaya reformasi. Kenyataannya bahwa pada mayoritas negara berkembang dan beberapa negara yang lebih maju, kemungkinan adanya reformasi administrasi adalah kecil.
Pemerintah dan pemimpin politik pada negara-negara berkembang biasanya tidak memberikan prioritas penting terhadap reformasi administrasi, karena lebh memperhatikan program pembangunan substantif, atau justru hanya mengelola untuk mempertahankan kekuasaan politik mereka. Ini diperkuat dengan pendapat Groves dan Lee yang mengemukakan improbabilitas pemimpin politik untuk menmulai reformasi administrasi.
Konsep yang relevan dengan kondisi tersebut dikemukakan oleh Montgomery yaitu ”annoyance” (gangguan?), dimana pekerjaan birokrasi sangat mengganggu pemimpin politik sebagai akibat dari tidak berfungsinya atau keinginan terhadap kebebasan dan dominasi.
Konsep lain yang relevan dikemukakan oleh Dror, yaitu ”risk”, yang menjelaskan dua kutub berlawanan, yang pertama adalah resiko yang dihadapi oleh pemimpin politik dan
pemerintah
dalam
mengelola
existing
machinery,
mirip
dengan
konsep ”annoyance” di atas. Ini sangat dimengerti karena reformasi administrasi membawa dampak dalam hal disorganisasi temporer, ketidak amanan (insecurity), keberlanjutan yang belum pasti, dan fitur lainnya.
Birokrasi juga adalah pihak yang boleh jadi memulai reformasi, atau justru pihak yang menolaknya (Montgomery).
Reformasi juga dapat dirintis oleh organisasi eksternal atau individu, sebagai contoh untuk kasus di negara berkembang, di mana refromasi digerakkan oleh organisasi internasional dan pemerintah negara asing melalui program bantuan teknis.
-3-
Objectives
Penentuan tujuan dalam refromasi administrasi sangatlah penting. Pada taraf tertentu, refromasi administrasi sangat tergantug pada tujuan tang ditetapkan. Namun pada kenyataannya
reformasi
administrasi
sangat
jarang
didesain
dengan
mempertimbangkan tujuan.
Secara tradisional, reformasi administrasi bertujuan untuk efisiensi dan efektivitas organisasional. Namun demikian Caiden memberikan interpretasi yang lebih luas, dengan mengutip Moshoer yang mengidentifikasi empat sub-tujuan, yaitu (a) perubahan kebijakan dan program operasional, (b) perbaikan efektivitas organisasi, (c) kualitas SDM yang lebih baik, dan (d) antisipasi kritik dan ancaman dari luar.
Struktur tujuan reformasi administrasi biasanya sangat kompleks mengingat banyaknya pihak yang terlibat di dalamnya, yang mana satu sama lain membawa kepentingan dan tujuan masing-masing yang berbeda atau bahkan berlawanan satu sama lain.
Strategies
Baru belakangan ini terdapat perhatian dari para ahli terhadap strategi reformasi administrasi. Pertama adalah perhatian terhadap masalah perubahan organisasional, dan yang kedua adalah perhatian pada aspek perubahan dan reformasi dari mesin pemerintah.
Ilmuwan politik mempelajari perubahan birokrasi pemerintah pada aspek perubahan sistem politik, kelembagaan, serta proses. Studi terakhir dari disiplin ilmu kebijakan dan keputusan memberikan perhatian pada masalah-masalah dari reformasi administrasi.
Pendekatan polarisasi (dua kutub, berlawanan) dari Dror menjelaskan stategi dari reformasi administrasi, seperti misalnya mikro-makro atau adaptif-inovatif. Dalam hal ini penulis artikel (Leeman) lebih memfokuskan perhatian pada polarisasi struktural versus behavioral (perilaku), karena ini merupaka isu yang sangat nyata dalam perubahan organisasional dan reformasi, dimana sangat berpengaruh pada dimensi strategis.
-4-
Perubahan perilaku tergolong pendekatan mikro dimana cenderung lebih terfokus pada individu dan kelompok kecil dibanding organisasi secara keseluruhan.
Namun demikian, pendekatan makro seringkali dibutuhkan, terutama pada organisasi pemerintah di negara-negara berkembang. Keseluruhan organisasi berada pada kondisi yang tidak bagus, dari segi koordinasi, kesemrawutan, pertumbuhan tidak rasional, dan sebagainya.
Dalam hal ini strukturalis lebih cenderung menerima pendekatan makro untuk kasuskasus tertentu. Strukturalis melihat organisasi secara keseluruhan, dan hubungannya dengan organisasi yang di atasnya, setingkat atau di bawahnya.
Secara universal telah diterima adanya signifikansi pengaruh dari lingkungan organisasi, operasinya dan serta perubahan di dalamnya..
Strategi reformasi administrasi lainnya sebagai alternatif adalah kombinasi antara pendekatan struktural dengan pendekatan perilaku. Seperti yang dikemukakan oleh Hahn-Been Lee yang menemukakan pembuatan unit organisasional baru, (mungkin) di luar kerangka organisasional yang ada sekarang (exisiting). Oleh Downs ini disebut sebagai “break-out”. Unit ini tidak hanya relatif bebas dari organisasi yang sakit, tetapi juga bentuk organisasi mereka serta personil di dalamnya akan menciptakan dinamis dan inovatif.
Di banyak negara berkembang, konsep pembentukan unit organisasi baru yang terpisah dan memiliki kewenangan khusus, telah terbukti sebagai bagian dari mesin birokrasi pemerintah yang paling efektif dan inovatif.
Dror menjelaskan bahwa dimensi waktu adalah elemen penting, sebagai isu stratejik, yang dipengaruhi oleh : o Perancangan skema reformasi administrasi menekankan pentingnya untuk menganalisis kelemahan organisasi saat ini dan penyebabnya o Tergantung pada kekuatan pemerintah vis-a-vis birokrasi, dukungan politik juga harus didapatkan. o Pada saat implementasi skema reformasi, anggota dan sub-kelompok dari organisasi harus diinformasikan dan dibuat familiar dengan tujuan dan isi dari reorganisasi. o Kondisi lingkungan
-5-
o Diselenggarakan secara moderate, tidak radikal.
Alhasil, perubahan mendasar dari sistem administrasi adalah sebuah proses yang memakan waktu yang cukup lama. Contoh kasusnya adalah reformasi NorthcoteTrevelan pada civil service di Inggris, yang dimulai pada tahun 1850-an, satu dekade kemudian masih belum menunjukkan hasil, karena salah satunya dengan adanya kendala legal dan yudisial, dan yang paling mendasar adalah lingkngan politik dan sosial yang resisten terhadap perubahan.
A road towards theory building
Caiden berasumsi bahwa alasan reformasi administrasi dilakukan adalah atas dasar bahwa selalu ada alternatif yang lebih baik dibanding status-quo dalam organisasi.
Namun demikian kelemahan terpenting dari reformasi administrasi adalah basis teoritis yang menjelaskan kapan reformasi administrasi harus dilakukan, dan arah ang harus diambil, upaya evaluasi reformasi administrasi itu sendiri.
Tiga pendekatan untuk evaluasi ini adalah : o Pendekatan yang menekankan pada tingkatan mana tujuan reformasi administrasi yang hendak dicapai. (penetapan tujuan) o Program reformasi administrasi dievaluasi dalam hal tingkatan yang lebih besar ketika organisasi mencapai tujuan. (pencapaian tujuan) o ? (hal. 16)
Tentunya pendekatan yang lebih sistematis akan banyak membantu dalam memaham kesuksesan atau kegagalan sebuah upaya reformasi administrasi.
Pengembagan teori deskriptf-eksplanatory dari reformasi administrasi masih memerlukan riset yang lebih mendalam (tipologi teori dari K. Bailey). Studi kasus akan sangat membantu dan memberikan basis informasi yang penting untuk tujuan pengembangan teori ini.
Kelemahan dari studi kasus ini adalah terletak pada kurangnya ehatian terhadap faktor lingkungan.
Kelemahan mendasar dari upaya reformasi administrasi ini adalah penggunaan asumsi universalitas tanpa menguji kemampuan aplikasi reformasi.
-6-
Komentar Dalam konteks ke-Indonesia-an, menurut Awaloedin Djamin (1999) administrasi publik telah banyak mengalami perubahan dan reformasi. Sejarah mencatat telah terjadi paling tidak 3 (tiga) kali reformasi administrasi. 1. Reformasi administrasi publik pertama terjadi sekitar 4 tahun setelah kemerdekaan, ketika UUD 1945 digantikan oleh Konstitusi Federal (UUD RIS). Pada saat itu Indonesia mendapatkan pengakuan internasional, dan mengubah negara kesatuan menjadi negara federal. Konstitusi ini mengatur pembagian Indonesia ke dalam beberapa negara bagian. Secara umum lembaga negara masih sama, namun konstitusi ini tidak berjalan secara efektif. Dalam konsitusi federal, MPR tidak dikenal sebagai bagian dari konfigurasi politik dan pemerintahan. Sehingga struktur lembaga negara tidak terbentuk secara utuh. Baru kemudian pada tahun 1955 MPR dibentuk melalui Pemilu 1955, dan dikenal sebagai lembaga tertinggi negara, diikuti oleh pembentukan DPR dan DPA. Sejak itu, struktur lembaga negara sudah relatif utuh terbentuk, walaupun secara legitimasi belum menjamn keterwakilan masyarakat dan kelompok kepentingan secara proporsional. Sayangnya Pemilu pertama ini tidak berhasil sepenuhnya. Perwakilan yang terpilih dalam Pemilu ini tidak dapat bekerja secara efektif dalam menyusun konstitusi baru, sehingga pada akhirnya Presiden Sukarno mendeklarasikan dekrit presiden yang bertujuan mengembalikan UUD 1945, sekaligus membentuk MPRS dan DPAS. Masa ini lebih dikenal dengan masa demokrasi terpimpin. 2. Reformasi administrasi publik kedua ditandai dengan rejim Orde Baru yang mengambil alih kekuasaan. Soeharto pada saat setelah diangkat menjadi pejabat presiden segera melakukan beberapa langkah kebijakan di bidang administrasi publik, yaitu salah satu programnya adalah pembentukan Tim PAAP, di mana Soeharto duduk sebagai ketua presidium, yag bertujuan untuk melaksanakan reformasi administrasi secara menyeluruh. Tugas utama dari Tim PAAP ini adalah meyelenggarakan reformasi administrasi, yang meliputi: o Perbaikan Kelembagaan o Pekerjaan Tata Usaha
-7-
o Administrasi Kepegawaian o Administrasi Keuangan o Dekonsentrali lembaga pemerintah pusat o BUMN 3. Reformasi ketiga sebenarnya diawali dengan adanya krisis ekonomi diikuti oleh krisis politik yang melanda Indonesia pada tahun 1997. Tuntutan perubahan dari publik yang begitu kuat telah mengubah peta bernegara, dimana posisi tawar publik menguat, yang membawa pada tuntutan reformasi di segala bidang. Perubahan penting pada reformasi kali ini adalah ditandai dengan dilakukannya amandemen UUD 1945, yang sebelumnya dianggap tidak dapat diubah. Tujuan dari amandemen ini adalah untuk o Membatasi kekuasaan presiden o Memperkuat DPR dan MA o Memberikan kesempatan kepada setiap warga masyarakat untuk mencalonkan diri menjadi presiden, dengan catatan tidak boleh lebih dari dua kali
Saat ini KPK adalah contoh penting dalam reformasi administrasi di Indonesia. Sebagai sebuah lembaga kuasi publik, KPK adalah contoh penerapan dari pendekatan kombinasi perilaku dan struktural (Hahn-Been Lee) atau “break-out”nya Downs dalam menciptakan reformasi administrasi. Hal ini ditunjukkan oleh karakteristik organisasi KPK yang independen, terlepas dari pengaruh organisasi pemerintah dan intervensi politik. Dalam penyelenggaraan organisasinya, KPK sangat berbeda dari lembaga pemerintah lainnya, yaitu dari ari segi kebijakan, kelembagaan, personil, karir maupun kesejahteraan. Namun demikian konsep KPK ini tidak sepenuhnya mengikuti pola break-out, karena dalam taraf tertentu, KPK tidak berposisi sebagai kompetitor terhadap lembagalembaga pemerintah, namun lebih sebagai pilot-project dan benchmark bagi perbaikan lembaga pemerintah.
-8-