Administrasi Ketenagakerjaan Indonesia
Hak Cipta © Kantor Perburuhan Internasional 2006 Pertama terbit tahun 2006 Publikasi Kantor Perburuhan Internasional dilindungi oleh Protokol 2 dari Konvensi Hak Cipta Dunia (Universal Copyright Convention). Walaupun begitu, kutipan singkat yang diambil dari publikasi tersebut dapat diperbanyak tanpa otorisasi dengan syarat agar menyebutkan sumbernya. Untuk mendapatkan hak perbanyakan dan penerjemahan, surat lamaran harus dialamatkan kepada Publications Bureau (Rights and Permissions), International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland, atau melalui Kantor ILO di Jakarta. Kantor Perburuhan Internasional akan menyambut baik lamaran tersebut. __________________________________________________________________________________________________________________________ ILO Administrasi Ketenagakerjaan Indonesia; Labour Administration in Indonesia ISBN 92-2-018649-7
________________________________________________________________________________________________________________________ Sesuai dengan tata cara Perserikatan Bangsa-Bangsa, pencantuman informasi dalam publikasipublikasi ILO beserta sajian bahan tulisan yang terdapat di dalamnya sama sekali tidak mencerminkan opini apapun dari Kantor Perburuhan Internasional mengenai informasi yang berkenaan dengan status hukum suatu negara, daerah atau wilayah atau kekuasaan negara tersebut, atau status hukum pihak-pihak yang berwenang dari negara tersebut, atau yang berkenaan dengan penentuan batas-batas negara tersebut. Dalam publikasi-publikasi ILO tersebut, setiap opini yang berupa artikel, kajian dan bentuk kontribusi tertulis lainnya, yang telah diakui dan ditandatangani oleh masing-masing penulisnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing penulis tersebut. Pemuatan atau publikasi opini tersebut tidak kemudian dapat ditafsirkan bahwa Kantor Perburuhan Internasional menyetujui atau menyarankan opini tersebut. Penyebutan nama perusahaan, produk dan proses yang bersifat komersil juga tidak berarti bahwa Kantor Perburuhan Internasional mengiklankan atau mendukung perusahaan, produk atau proses tersebut. Sebaliknya, tidak disebutnya suatu perusahaan, produk atau proses tertentu yang bersifat komersil juga tidak kemudian dapat dianggap sebagai tanda tidak adanya dukungan atau persetujuan dari Kantor Perburuhan Internasional. Publikasi-publikasi ILO dapat diperoleh melalui kantor-kantor perwakilan ILO di berbagai negara atau langsung melalui Kantor Pusat ILO dengan alamat ILO Publications, International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland atau melalui Kantor ILO di Jakarta dengan alamat, Menara Thamrin, Lantai 22, Jl. M.H. Thamrin Kav. 3, Jakarta 10250. Katalog atau daftar publikasi terbaru dapat diminta secara cuma-cuma pada alamat tersebut, atau melalui email:
[email protected] ;
[email protected] Kunjungi website kami: www.ilo.org/publns ; www.un.or.id/ilo _________________________________________________________________________________________________________________________ Dicetak di Jakarta, Indonesia
PRAKATA
PRAKATA
V
isi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah terwujudnya tenaga kerja dan masyarakat transmigrasi yang produktif, kompetitif, dan sejahtera. Misi utamanya di bidang ketenagakerjaan adalah mempromosikan kesempatan kerja dan pelayanan penempatan kerja, menciptakan hubungan industrial yang harmonis, demokratis, adil dan bermartabat, dan peningkatan kualitas dari manajemen dan administrasi, sistem pengawasan, sistem informasi dan penelitian dan pengembangan. UU No.13 tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan, pembangunan nasional harus dilaksanakan dalam kerangka tersebut dikemas dalam kebijakan yang terintegrasi yaitu pelatihan, penempatan dan perlindungan tenaga kerja yang memastikan adanya kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran berdasarkan kesetaraan baik materiil dan spiritual bagi pelaksana proses produksi. Depnakertrans saat ini mengkontribusikan upaya pemerintah untuk mempersiapkan paket reformasi yang memasukkan kajian dan revisi dari berbagai peraturan perundang-undangan yang dianggap menghambat investasi dalam rangka meningkatkan perkembangan dan kesetaraan. Sesuai dengan Peraturan Menteri No. PER.14/MEN/VII/2005 tentang Struktur Organisasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Depnakertrans berdedikasi untuk melaksanakan tanggung jawabnya untuk mempromosikan keberlanjutan perkembangan dan memperkuat administrasi ketenagakerjaan untuk pencapaian keberhasilan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan nasional sebagai komponen dari pembangunan nasional. Dalam melaksanakan tugastugasnya yang kompleks dalam dunia kerja yang modern, kompetitif dan cepat berubah, Depnakertrans bekerjasama dan berkoordinasi dengan mitra sosialpekerja dan serikat pekerja, dan pengusaha dan APINDO.
3
PRAKATA
Administrasi Ketenagakerjaan di Indonesia 2006 merupakan instrumen yang diperlukan untuk lebih memahami dan menghargai berbagai macam aspek dari sistem administrasi ketenagakerjaan di Indonesia saat ini. Peranan, struktur, fungsi dan tujuan eksis tidak hanya di dalam Depnakertrans dan pemerintah tapi juga di institusi mitra sosial, praktisi dan masyarakat umum. Oleh karena itu penerapan sistem administrasi ketenagakerjaan yang berkelanjutan sebagai instrumen utama untuk melaksanakan kebijakan ketenagakerjaan nasional berdasarkan keadilan sosial perlu senantiasa dipelihara kesinambungannya. Penghargaan kami berikan kepada ILO dan Proyek Deklarasi ILO/USA yang telah membantu menerbitkan buku ini untuk pertama kalinya.
Jakarta, Maret 2006 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Erman Suparno
4
PENGANTAR
PENGANTAR
A
dministrasi ketenagakerjaan yang efisien dapat memberikan kontribusi yang penting bagi peningkatan kondisi kerja dan pembangunan nasional secara bersamaaan, dengan syarat hal tersebut mampu merespon perubahan ekonomi dan kondisi sosial. Salah satu tujuan strategis dari ILO adalah memperkuat dialog sosial termasuk membantu pemerintah, organisasi pengusaha dan pekerja untuk menciptakan hubungan kerja yang baik, mengadaptasi hukum perburuhan agat dapat memnuhi perubahan ekonomi dan kebutuhan sosial, dan meningkatkan administrasi ketenagakerjaan. Bantuan tersebut mencakup pembangunan kapasitas departemen ketenagakerjaan dan badan-badan pemerintahan lainnya untuk mempengaruhi kebijakan ekonomi dan sosial dan melaksanakan fungsi mereka dengan lebih efisien dan berfokus pada efek lembaga dan sistem yang modern dan meningkatkan keahlian dari pegawaipegawai Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Konvensi ILO No. 150 dan Rekomendasi No. 158, mengenai Administrasi Ketenagakerjaan: Peranan, Fungsi dan Organisasi adalah instrumen yang membentuk panduan-panduan mengenai keseluruhan sistem administrasi ketenagakerjaan. Konvensi mengatur bahwa badan-badan yang kompeten didalam sistem administrasi ketenagakerjaan harus bertanggungjawab atau berkontribusi terhadap persiapan, administrasi, berkoordinasi, memeriksa dan mengkaji kebijakan ketenagakerjaan nasional secara layak, dan menjadi instrumen dalam area administrasi publik untuk persiapan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang relevan. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia telah memperkenalkan peningkatan yang terus menerus dalam administrasi ketenagakerjaan dan kebijakan ketenagakerjaan sejak tahun l998.
5
PENGANTAR
Perkembangan-perkembangan ini, telah mempertimbangkan perubahan lingkungan dan tantangan-tantangan di dunia kerja yang saat ini lebih kompleks dengan adanya pelaksanaan dari hukum otonomi daerah. Departemen memimpin Program Reformasi Hukum Ketenagakerjaan dengan diundangkannya perundang-undangan ketenagakerjaan dan peraturan pelaksananya. Departemen juga membuat Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang meratifikasi delapan (8) konvensi inti ILO. Saat ini, Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 88 mengenai Pelayanan Ketenagakerjaan dan Konvensi No. 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan. Penerbitan buku Administrasi Ketenagakerjaan Tahun 2006 adalah langkah yang positif dan mendorong untuk memperluas pemahaman dan penghargaan pekerja, serikat pekerja, pengusaha dan masyarakat umum mengenai peranan, fungsi, tanggung jawab dari administrasi ketenagakerjaan dalam Indonesia yang modern. Buku ini menjelaskan peranan dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan dinas-dinas tenaga kerja di daerah yang penting untuk memastikan pembangunan dan pelaksanaan yang efektif dari kebijakan ketenagakerjaan nasional. ILO bersama dengan Deklarasi Proyek yang didanai oleh Departmen Perburuhan Amerika Serikat sangat senang dapat berkolaborasi dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi khususnya Pusat Administrasi Kerjasama Luar Negeri, dalam menerbitkan buku ini. Kami juga berterimakasih atas bantuan dari Prof. Dr. Payaman J. Simanjuntak, mantan pejabat tinggi Depnakertrans dan ahli hubungan industrial, dalam mempersiapkan draf pertama buku ini. Adalah harapan kami bahwa terbitan ini akan diperbaharui dan diterbitkan oleh Depnakertrans secara teratur sebagai bentuk layanan kepada pihak tripartit dan semua pihak yang tertarik.
Jakarta, Maret 2006
Alan Boulton
Carmelo C.Noriel
Director ILO Jakarta
Chief Technical Advisor ILO/USA Declaration Project
6
“MAKARTI KARYA MUKTITAMA”
Serah Terima Jabatan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dari Bapak Fahmi Idris kepada Bapak Erman Suparno di Jakarta, Desember 2005 H.E. Fahmi Idris handing over the post of Minister of Manpower and Transmigration to H.E. Erman Suparno in Jakarta, December 2005
7
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI Prakata ........................................................................................... Pengantar .......................................................................................
3 5
Bab 1
Lembaga Publik ................................................................. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ............................. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)........................................ Presiden ............................................................................ Administrasi Daerah .......................................................... Komisi DPR ...................................................................... Mahkamah Agung ............................................................. Badan Pemeriksa Keuangan................................................. Struktur Kabinet ................................................................
11 11 11 12 12 13 15 15 15
Bab 2
Perkembangan Ekonomi dan Kesempatan Kerja ..................
19
Bab 3
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Dinas Tenaga Kerja ..................................................... Visi dan Misi ..................................................................... Struktur Departemen ......................................................... Unit Operasional ............................................................... Unit Pendukung ................................................................ Lembaga Konsultatif .......................................................... Dinas Ketenagakerjaan ....................................................... Dukungan Personel ............................................................ Dukungan Anggaran .......................................................... Pejabat Eselon I dan II .......................................................
27 27 28 29 34 37 40 40 41 48
Bab 4
Perundang-Undangan Ketenagakerjaan ............................... Ketentuan Konstitusi ......................................................... Standar Perburuhan Internasional ....................................... Perundang-undangan Utama ..............................................
53 53 54 56
Bab 5
Pelatihan Kerja .................................................................. Pengembangan bagi Pelatihan Kerja .................................... Program Pelatihan .............................................................. Lembaga Pelatihan Swasta ..................................................
59 60 60 61
Bab 6
Pelayanan Ketenagakerjaan ................................................. Pendaftaran Pencari Kerja ................................................... Lowongan Kerja ................................................................. Penggunaan Pelayanan Ketenagakerjaan ..............................
63 64 67 67
9
DAFTAR ISI
Bab 7
Upah dan Jaminan Sosial ...................................................
71
Bab 8
Pekerja Migran .................................................................. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri .............. Tenaga Kerja Asing ............................................................
75 75 80
Bab 9
Hubungan Industrial ......................................................... Badan Kerjasama Bipartit.................................................... Perkembangan Serikat Pekerja ............................................. Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama ............. Syarat Kerja ....................................................................... Badan Kerjasama Tripartit ..................................................
83 84 86 89 92 92
Bab 10 Sistem Penyelesaian Perselisihan Perburuhan ...................... 95 Lembaga Bipartit ............................................................... 96 Mediasi ............................................................................. 96 Konsiliasi .......................................................................... 97 Arbitrase ........................................................................... 98 Pengadilan Hubungan Industrial ........................................ 100 Majelis Hakim Kasasi ........................................................ 101 Pemogokan dan Penutupan Perusahaan ............................... 102 Bab 11 Pengawasan Ketenagakerjaan .............................................. Fungsi Pengawas Ketenagakerjaan ....................................... Memfasilitasi Pengawasan Ketenagakerjaan .......................... Etika Kerja Tenaga Pengawas ............................................... Efektivitas Pengawasan .......................................................
107 107 109 110 110
Lampiran ........................................................................................ 113 Struktur Organisasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi ................................. Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal ....................................................................... Struktur Organisasi Inspektorat Jenderal ..................................................................... Struktur Organisasi Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi ........................ Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas ...... Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri ..................................................................... Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri ..................................................................... Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ........................................ Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan....................................................................................................... Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan Penyiapan Permukiman dan Penempatan Transmigrasi ............................................. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat Kawasan Transmigrasi ..................................................... 10
114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
BAB 1 LEMBAGA PUBLIK
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR) Kedaulatan rakyat Indonesia berada di tangan rakyat melalui wadah Majelis Perwakilan Rakyat (MPR). Anggota MPR terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Anggota DPR dipilih melalui partai politik, sementara anggota DPD dipilih oleh rakyat secara langsung, 4 orang dari setiap provinsi. Anggota DPR dan DPD dipilih untuk masa jabatan lima (5) tahun.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) Kekuasaan legislatif berada di tangan DPR. DPR menyetujui dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) setiap tahun. DPR juga membahas setiap Rancangan Undang-Undang (RUU) dan menetapkannya menjadi Undang-Undang. RUU dapat disusun dan diajukan oleh Pemerintah, DPD, atau oleh paling sedikit ttiga puluh (30) orang anggota DPR. Untuk membahas setiap RUU, DPR dapat membentuk Panita Khusus. Panitia Khusus melakukan rangkaian rapat kerja dengan Menteri atau MenteriMenteri yang mewakili Pemerintah untuk membahas RUU tersebut. Rumusan akhir RUU harus disepakati oleh Rapat Pleno DPR. RUU yang telah disetujui DPR akan menjadi Undang-undang setelah ditandatangani oleh Presiden dan diterbitkan di dalam Lembaran Negara.
11
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) Anggota DPD ikut bersama DPR dan Pemerintah membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan provinsi dan kabupaten/kota baru, pengelolaan sumberdaya alam, APBN, pajak, pendidikan dan agama.
PRESIDEN Presiden memegang kekuasaan eksekutif. Presiden berwenang mengajukan RUU ke DPR untuk pembahasan lebih lanjut. Presiden menetapkan Undangundang yang telah disetujui DPR dan menerbitkan Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden dalam rangka pelaksanaan Undang-undang dimaksud. Presiden menetapkan struktur pemerintahan yang terdiri dari beberapa departemen, kementerian, dan badan atau lembaga nasional. Presiden menunjuk dan mengangkat Menteri yang memimpin Departemen dan Kementerian, serta Kepala Badan atau Lembaga non departemen. Menteri dan Kepala Lembaga dimaksud bertanggungjawab kepada Presiden.
ADMINISTRASI DAERAH Sebagai negara kesatuan, pemerintahan di tingkat daerah dilaksanakan di dan oleh pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota hingga ke tingkat kecamatan. Hingga akhir tahun 2005, jumlah provinsi telah bertambah menjadi 33. Setiap provinsi dikepalai oleh seorang Gubernur dibantu oleh Wakil Gubernur. Sebelum tahun 2005, Gubernur dipilih oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat provinsi, dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Presiden untuk masa jabatan lima (5) tahun. Sejak tahun 2005, Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih langsung oleh rakyat. Tiap provinsi terdiri dari beberapa kabupaten dan kota. Setiap kabupaten dipimpin oleh Bupati dan setiap kota oleh walikota. Seperti Gubernur, Bupati dan Walikota sebelum tahun 2005 dipilih oleh DPRD Kabupaten/Kota dan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri untuk masa jabatan lima (5) tahun. Sejak tahun 2005, Bupati dan Walikota dipilih secara langsung oleh rakyat. Setiap kabupaten/kota terdiri dari beberapa kecamatan yang dipimpin oleh seorang Camat. Camat diangkat langsung oleh Bupati/Walikota.
12
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
KOMISI DPR Anggota DPR dibagi dalam 11 Komisi. Setiap Komisi bertanggungjawab atas beberapa bidang yang menjadi bidang tugas beberapa Departemen, Kementerian dan atau Lembaga non Departemen di lingkungan Kabinet. Bidang tugas Komisi-Komisi di DPR adalah seperti diuraikan di bawah ini. Komisi I Komisi II Komisi III Komisi IV Komisi V
Komisi VI
Komisi VII Komisi VIII Komisi IX Komisi X Komisi XI
mencakup bidang pertahanan, hubungan luar negeri, intelijen, dan informasi. mencakup bidang pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara dan agraria. mencakup bidang hukum dan perundang-undangan, hak asasi manusia dan keamanan. mencakup bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan. mencakup bidang perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat, serta pembangunan pedesaan dan kawasan tertinggal. mencakup bidang perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, dan badan usaha milik negara (BUMN). mencakup bidang energi dan sumberdaya mineral, riset dan teknologi, serta lingkungan hidup. mencakup bidang agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan. mencakup bidang kependudukan, kesehatan, tenagakerja dan transmigrasi. mencakup bidang pendidikan, pemuda, olah raga, pariwisata, kesenian dan kebudayaan. mencakup bidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan dan lembaga keuangan non bank.
Mitra kerja Komisi IX DPR di lingkungan pemerintahan terdiri dari : ! Departemen Kesehatan, ! Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi, ! Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), ! Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
13
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Peranan DPR adalah membahas dan menyetujui RUU. Setelah pemerintah mengajukan RUU ke DPR, perlu dilalui beberapa tahapan sampai kepada pengesahan. ! DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus), terdiri dari wakil-wakil dari semua Fraksi di DPR. ! Setiap Fraksi secara sendiri-sendiri atau bersama melakukan dengar pendapat dengan berbagai lembaga dan atau lapisan masyarakat yang terkait seperti asosiasi pengusaha, serikat pekerja, para ahli, dan lembaga swadaya masyarakat, dalam rangka menghimpun masukan dan saransaran mereka mengenai isi dari RUU. ! Berdasarkan hasil dengar pendapat tersebut, masing-masing Fraksi merumuskan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) atau usulan amandemen atas formulasi RUU dimaksud. ! Panitia Khusus melakukan rapat kerja dengan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi untuk membahas usul amandemen dan menyusun rumusan akhir RUU. ! Rumusan akhir RUU disampaikan di Sidang Pleno DPR untuk pengesahan. ! RUU yang telah disahkan dikirim ke Presiden untuk ditetapkan dan dimasukkan ke dalam Lembaran Negara. Tahapan proses seperti itu juga dilakukan dalam meratifikasi Konvensi ILO melalui Undang-undang. Peranan DPR kedua yang sangat penting adalah membahas dan menyetujui Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun. Beberapa bulan sebelum akhir tahun anggaran, setiap Komisi DPR melakukan rapat kerja dengan para Menteri mitra kerjanya. Komisi IX melakukan rapat kerja dengan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi. Melalui rapat kerja tersebut, DPR menyampaikan saran-saran dalam menyusun rancangan APBN dari segi sektor ketenagakerjaan. Kemudian setelah presiden menyerahkan RUU APBN, Panitia Khusus Anggaran dan Komisi IX DPR mengadakan rapat kerja dengan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi untuk klarifikasi. Berdasarkan pertemuanpertemuan tersebut, DPR dapat menyetujui beberapa perubahan atas RUU APBN dimaksud. Sebagai tambahan, DPR melalui Komisi IX memonitor pelaksanaan administrasi ketenagakerjaan melalui beberapa cara, antara lain : ! melakukan kunjungan ke lapangan; ! menghimpun informasi dan data dari berbagai sumber seperti asosiasi pengusaha, serikat pekerja, dan LSM; 14
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA !
melakukan rapat kerja dengan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi.
MAHKAMAH AGUNG Mahkamah Agung merupakan lembaga independen menangani masalahmasalah peradilan. Mahkamah Agung (MA) harus bebas dari intervensi Pemerintah dalam menerapkan keadilan. Mahkamah Agung memeriksa perkara banding atas keputusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). Di waktu yang lampau, perselisihan hubungan industrial pada umumnya diselesaikan melalui Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) dan atau P4 Pusat. Banding atas Keputusan P4P diajukan ke PT TUN, dan banding atas keputusan PT TUN diajukan untuk diputus oleh Mahkamah Agung. Sejak Januari 2006, perselisihan hubungan industrial diselesaikan oleh Pengadilan Hubungan Industrial yang dibentuk sebagai bagian dari Pengadilan Negeri di tingkat kapupaten/kota.
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berfungsi memeriksa semua penggunaan keuangan negara. Temuan BPK disampaikan kepada DPR. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memonitor dan memeriksa pelaksanaan anggaran pembiayaan dan belanja negara (APBN) masing-masing Departemen dan Lembaga non Departemen, terutama untuk melihat bila terdapat penimpangan, penyalahgunaan, penipuan atau korupsi. Hasil temuan BPK disampaikan ke DPR dan kepada Presiden untuk kemudian ditindaklanjuti oleh masing-masing Menteri yang bersangkutan.
STRUKTUR KABINET Sejak tahun 2001, Indonesia telah mulai melaksanakan hukum otonomi daerah. Departemen-departemen dan Kementerian dalam Kabinet sekarang ini dikelompokkan dalam 4 golongan di bawah ini :
Menteri Koordinator ! ! !
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan; Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. 15
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Departemen yang memiliki Kantor Daerah di Provinsi dan Kabupaten/Kota ! ! ! !
Departemen Keuangan; Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia; Departemen Pertahanan; Departemen Agama.
Departemen tanpa Kantor Daerah: ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Perhubungan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Kementerian Tanpa Portofolio ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
Menteri Menteri Menteri Menteri Menteri Menteri Menteri Menteri Menteri Menteri
Sekretaris Negara, Negara Riset dan Teknologi, Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Negara Lingkungan Hidup, Negara Pemberdayaan Perempuan, Negara Pemberdayaan Aparatur Negara, Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Negara Perencanaan Pembangunan, Negara Badan Usaha Milik Negara, Negara Komunikasi dan Informasi, 16
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA ! !
Menteri Negara Perumahan Rakyat, Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga.
Setiap Departemen, dengan atau tanpa kantor daerah, disusun menurut struktur organisasi yang seragam. Misi setiap Departemen dilaksanakan oleh beberapa Direktorat Jenderal. Setiap Direktorat Jenderal terdiri dari beberapa Direktorat, dan setiap Direktorat terdiri dari beberapa Sub Direktorat. Setiap Direktorat Jenderal didukung oleh satu Sekretariat Direktorat Jenderal yang terdiri dari beberapa Bagian. Dukungan sumberdaya manusia dan fasilitas perkantoran disediakan melalui Sekretariat Jenderal yang terdiri dari beberapa Biro. Setiap Biro terdiri dari beberapa Bagian. Pengawasan internal di setiap Departemen dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal. Beberapa Departemen mempunyai Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) yang setingkat dengan Direktur Jenderal, Sekretariat Jenderal dan Inspektur Jenderal. Beberapa Departemen atau Kementrian hanya mempunyai Pusat Litbang yang setingkat dengan Direktur dan Kepala Biro.
17
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
PUBLIC INSTITUTION STRUCTURE People’s Consultative Assembly
Supreme Court
State Audit Board
President Vice-President
House of People’s Representatives
Council of Provincial Representatives
CABINET
Minister
Minister Special Agencies
Governor
Governor
Governor
Bupati
Bupati
Bupati
18
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Bab 2 PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA
P
enduduk Indonesia terus bertambah dari sekitar 91 juta orang tahun 1961 menjadi 119,2 juta orang dalam tahun 1971 atau meningkat dengan 2,74% per tahun. Penduduk ini terus lagi meningkat menjadi 146,8 juta orang tahun 1980 dan menjadi 179,3 juta orang tahun 1990 yang berarti terjadi pertumbuhan 2,34% per tahun dalam kurun waktu 1971-1980 dan 2,02 % per tahun dalam periode 1980-1990. Dalam periode 1990-2000, laju pertumbuhan penduduk berkurang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penduduk bertambah hanya menjadi 194,8 juta orang dalam tahun 1995 dan menjadi 203,5 juta orang dalam tahun 2000. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan penduduk dalam periode 1995 hingga 2000 hanya mencapai 0,88% per tahun. Berdasarkan trend tersebut, jumlah penduduk tahun 2005 mencapai hanya 219,1 juta orang dan dalam tahun 2009 diperkirakan akan mencapai 228,95 juta orang. Bersamaan dengan pertumbuhan penduduk tersebut tenagakerja (penduduk berusia 15 tahun atau lebih) dan angkatan kerja juga terus bertambah. Tenagakerja bertambah dari 79,5 juta orang tahun 1971 menjadi 88,3 juta orang tahun 1980; 113,6 juta orang dalam tahun 1990; 141,2 juta orang tahun 2000 dan 155,5 juta orang tahun 2005. Dalam tahun 2009, tenagakerja diperkirakan menjadi 168,9 juta orang. Angkatan kerja bertambah dengan lebih cepat dari pada penduduk dan tenagakerja terutama karena peningkatan tingkat partisipasi kerja perempuan. Dengan demikian, angkatan kerja bertambah dari 36,3 juta orang dalam 1971 menjadi 52,3 juta orang dalam tahun 1980; 71,7 juta orang dalam tahun 1990; 95,7 juta orang tahun 2000 dan menjadi 105,8 juta orang tahun 2005. Dalam tahun 2009, angkatan kerja diperkirakan mencapai 116,5 juta orang. Lihat Tabel 2.1. Pertambahan angkatan kerja tidak dapat diikuti dengan pertambahan perluasan kesempatan kerja. Akibatnya jumlah penganggur terbuka terus 19
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
bertambah sementara jumlah setengah penganggur tetap tinggi. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.2 tingkat pengangguran meningkat dari 1,7% dalam tahun 1980 menajdi 6,08% dalam tahun 2000 dan menjadi 10.3% tahun 2005. Pengangguran terbuka pada umumnya merupakan fenomena daerah perkotaan, kebanyakan di kalangan usia muda, terutama lulusan serta putus sekolah. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.3, tingkat pengangguran dalam tahun 2005 tercatat 10,26%, akan tetapi di kalangan kelompok umur 15-19 tahun dan 20-24 tahun mencapai 34,88% dan 25,24%. Tabel 2.3 juga memperlihatkan bahwa tingkat pengangguran di daerah perkotaan hampir 2 kali dari tingkat pengangguran di daerah pedesaan.Tabel 2.3 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di pedesaan 7,98%, sementara di daerah perkotaan mencapai 13,51%. Tabel tersebut juga memperlihatkan bahwa tingkat pengangguran di kalangan usia tua (55 tahun atau lebih) cenderung meningkat. Demikian juga Tabel 2.3 memperlihatkan bahwa tingkat pengangguran di kalangan lulusan SLTA mencapai 17,97% dan di kalangan lulusan perguruan tinggi mencapai 11,46%. Tingkat pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi terjadi terutama karena keterbatasan kesempatan kerja di sektor formal. Hal ini memperlihatkan ketidak seimbangan antara penyediaan dan permintaan untuk jabatan di sektor formal tersebut. Lulusan Perguruan Tinggi pada umumnya mendambakan pekerjaan di sektor formal yang pada kenyataannya sangat terbatas. Di pihak lain angkatan kerja dengan pendidikan rendah pada umumnya menyadari keterbatasan mereka untuk melamar bekerja di sektor formal dan oleh sebab itu bersedia menerima pekerjaan apa saja yang tersedia di sektor informal. Karena keterbatasan kesempatan kerja di sektor informal maka banyak diantara mereka terpaksa menjadi setengah penganggur, terutama mereka yang bekerja di sektor pertanian. Tabel 2.2 juga memperlihatkan angka-angka tingkat setengah pengangguran untuk kurun waktu tahun 1976-2005. Dalam hal ini setengah penganggur diartikan sebagai bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu. Sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2.2, tingkat setengah penganggur hingga tahun 2000 selalu berada di atas 32%. Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi di atas 6% setiap tahun sejak perencanaan pembangunan yang pertama (REPELITA I) dalam awal tahun 1970-an hingga krisis moneter dan ekonomi dalam pertengahan tahun 1997. Pertumbuhan tersebut dicapai terutama karena eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran dan pinjaman dana atau utang dari luar negeri. Laju pertumbuhan yang tinggi tersebut ternyata tidak menjamin penciptaan kesempatan kerja secara proporsional dan perbaikan distribusi pendapatan. Sebagaimana dikemukakan di atas walaupun tingkat pertumbuhan ekonomi relatif tinggi, tingkat pengangguran dan setengah 20
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
pengangguran tetap tinggi juga. Tingkat penghasilan para pekerja di perusahaan-perusahaan juga relatif rendah. Dampak krisis ekonomi tahun 1997 sangat besar. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) hingga tahun 2005 belum pernah mencapai nilai PDB sebelum krisis. Nilai PDB dalam harga konstan tahun 1993 turun dari Rp 433.246 milyar dalam tahun 1997 menjadi Rp 397.666 milyar dalam tahun 2002. Sektor yang menyumbang PDB terbesar adalah sektor industri pengolahan (26,2%) kemudian sektor pertanian (16,1%) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (16,0%). Peralihan perekonomian Indonesia secara signifikan selama 3 dekade terakhir ini terlihat dalam peralihan distribusi kesempatan kerja secara sektoral. Proporsi penduduk yang bekerja di sektor pertanian turun dari 67,3% dalam tahun 1971 menjadi 56,3% dalam tahun 1980 dan menjadi hanya 46,3% tahun 2003. Dalam kurun waktu yang sama proporsi penduduk yang bekerja di sektor industri pengolahan naik 6,8 % dalam tahun 1971 menjadi 9,1% dalam tahun 1980 dan menjadi 18% dalam tahun 2003. Demikian juga proporsi penduduk yang bekerja di sektor jasa-jasa naik dari 21,5% menjadi 27% kemudian menjadi 30,7% dalam tahun-tahun tersebut di atas. Ketidakseimbangan permintaan pendapatan yaitu bahwa hanya 15,8% PDB dalam tahun 2003 diperoleh 46,3% penduduk yaitu mereka yang bekerja di sektor pertanian. Di pihak lain 26,1 % PDB dinikmati oleh 12% penduduk, yaitu mereka yang bekerja di sektor industri pengolahan.
21
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Mayoritas penduduk masih bekerja di sektor tradisional atau sektor informal. Survei Angkatan Kerja Nasional tahun 2005 menunjukkan bahwa hanya 30% angkatan kerja yang bekerja sebagai penerima upah (gaji) di sektor formal sementara 70% lainnya terpaksa bekerja di sektor tradisional atau sektor informal. Terutama sejak krisis ekonomi 1997 jumlah kesempatan kerja di sektor formal tiba-tiba turun dari 35,9 juta dalam tahun 1996 menjadi hanya 31,7 juta dalam tahun 1997. Angka ini terus menurun sampai terendah 26,5 juta dalam tahun 2003, dan sedikit meningkat menjadi 28,6 juta dalam tahun 2005. Lihat Tabel 2.4.
22
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 2.1 JUMLAH PENDUDUK DAN ANGKATAN KERJA INDONESIA 1971-2009 (x 1,000)
Tahun
Penduduk
Tenagakerja
1971
119,233.0
1976
131,397.0
1980
146,777.0
1985
164,047.0
1990
179,247.5
1995
194,754.8
2000
203,456.0
2004
216,372.0
2005
219,140.0
b
228,954.0
79,512.4 81,995.5 88,347.1 99,483.4 113,557.4 128,806.3 141,170.8 153,923.6 155,549.7 168,860.0
2009 )
a)
Angkatan Kerja
36,332.1 45,079.7 52,334.1 61,773.8 71,676.8 84,230.1 95,651.0 103,973.4 105,802.4 116,516.0
a) Penduduk berusia 15 tahun atau lebih b) Estimasi Sumber : Sensus 1971, 1980, 1990, 2000 Survei Penduduk Antar Sensus 1976, 1985, 1995. Survei Angkatan kerja Nasional Agustus 2000, Agustus 2004, Februari 2005. Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004 - 2009.
23
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 2.2 TINGKAT PENGANGGURAN DAN TENGAH PENGANGGURAN INDONESIA, 1976 - 2000 (Persen)
Tahun
Tingkat Pengangguran
Tingkat Setengah Pengangguran
1976
2.30
39.20
1980
1.70
35.50
1985
2.17
35.10
1990
3.00
32.90
1995
7.01
32.13
2000
6.08
32.06
2004
9.86
27.53
2005
10.26
28.73
Sumber: Survei Penduduk Antar Sensus 1976, 1985, 1995. Sensus Penduduk Tahun 1980, 1990. Survei Angkatan Kerja Nasional, Agustus 2000. Survei Angkatan Kerja Nasional, 2004. Survei Angkatan Kerja Nasional, Februari 2005. Rencana Tenaga kerja Nasional, 2004-2009.
24
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 2.3 TINGKAT PENGANGGURAN MENURUT JENIS KELAMIN PENDIDIKAN, INDONESIA, 2005
Tingkat Pendidikan
Angkatan Kerja (1000)
Penganggur (1000)
DAN TINGKAT
Tingkat Setengah Pengangguran (%)
Males Less than Primary Primary School Junior High School Senior High School College and Diploma University
66,221.9 9,753.4 23,444.0 14.494.8 15,106.9 1,275.9 2.146.9
5,483.3 360.2 1,260.7 1,398.5 2,140.7 138.7 184.5
8.28 3.69 5.38 9.65 14.17 10.87 8.59
Females Less than Primary Primary School Junior High School Senior High School College and Diploma University
39,580.5 9,231.6 14,515.8 6,744.6 6,653.1 1,220.2 1,215.1
5,370.9 652.5 1,280.3 1,282.3 1,770.8 184.1 200.9
13.57 7.07 8.82 19.01 26.62 15.09 16.53
Males and Females Less than Primary Primary School Junior High School Senior High School College and Diploma University
105,802.4 18,985.1 37,959.8 21,239.4 21,760.0 2,496.1 3,362.0
10,854.2 1,012.7 2,541.0 2,680.8 3,911.5 322.8 385.4
Sumber : Survey Angkatan Kerja Nasional, Februari 2005
25
10.26 5.33 6.69 12.62 17.97 12.93 11.46
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 2.4 JUMLAH PENDUDUK YANG BEKERJA DI SEKTOR INFORMAL 1985 - 2005
Jumlah Pekerja
Formal
x 1000
x 1000
x 1000
x 1000
1985
60,435.5
18,864.0
41,571.5
68.79
1990
69,524.8
25,256.7
44,268.1
63.67
1995
78,322,2
29,465.8
48,856.4
62.38
1996
89,900.1
35,888.5
54,011.6
60.08
1997
85,405.5
31,744.2
53,661.3
62.83
1998
87,672.4
30,331.0
57,341.4
65.40
1999
88,816.9
31,936.4
56,880.5
64.04
2000
89.824.0
31,713.5
58,110.5
64.69
2001
90.807.4
29,367.9
61,439.5
67.66
2002
91,647.2
27,836.1
63,811.1
69.40
2003
90,784.9
26,536.6
64,248.3
70.77
2004
93,722.0
28,375.5
65,346.5
69.72
2005
94,948.1
28,649.8
66,298.3
69.83
Tahun
Sumber: 1. 2. 3. 4.
Sektor Informal
Profil Sumberdaya Manusia Indonesia, 2001 Profil Sumberdaya Manusia Indonesia, 2004 Survei Angkatan Kerja Nasional, Agustus 2004 Survei Angkatan Kerja Nasional, Februari 2005
26
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
BAB 3 DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAN DINAS TENAGA KERJA
D
epartemen Tenagakerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) mempunyai tugas membantu Presiden menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Depnakertrans didirikan bulan Agustus 2000 sebagai gabungan dari Departemen Tenagakerja dan Departemen Transmigrasi. Departemen pada mulanya didirikan pada bulan Maret 1966 sebagai bentuk baru dari Kementerian Perburuhan di masa sebelumnya. Kemudian dalam periode 1973-1978, bidang ketransmigrasian dan koperasi dimasukkan ke dalam Departemen Tenagakerja menjadi Departemen Tenagakerja, Transmigrasi dan Koperasi. Pada tahun 1978 bidang koperasi menjadi Departemen tersendiri. Demikian juga tahun 1983 bidang tansmigrasi menjadi Departemen sendiri hingga bergabung kembali tahun 2000 menjadi Depnakertrans.
VISI
DAN
MISI
Visi Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi : Terwujudnya tenagakerja dan masyarakat transmigrasi yang produktif, kompetitif dan sejahtera. Misi dari Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) adalah: ! Meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja dan masyarakat transmigrasi; ! Mendorong perluasan kesempatan kerja dan peningkatan penempatan tenaga kerja ke luar negeri; ! Mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, demokratis, adil dan bermartabat;
27
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA !
!
!
!
!
!
Mewujudkan jaminan kepastian hukum di bidang ketenagakerjaan, menjadi institutsi andalan, dan menciptakan suasana yang nyaman dan produktif; Mengembangkan potensi sumberdaya wilayah dan memfasilitasi perpindahan penduduk untuk memenuhi kebutuhan pengembangan pemukiman transmigrasi yang berwawasan lingkungan; Mengembangkan masyarakat dan kawasan transmigrasi yang sejahtera untuk mendukung pembangunan daerah; Meningkatkan kualitas pembinaan manajemen dan dukungan administratif departemen; Meningkatkan sistem pengawasan yang taat hukum dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); Meningkatkan kualitas penelitian, dan sistem informasi.
STRUKTUR DEPARTEMEN Seperti Departemen lain, Depnakertrans terdiri dari unit-unit pelaksana dan unit-unit pendukung. Unit pelaksana terdiri dari tujuh (7) Direktorat Jenderal. Unit pendukung terdiri dari Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi, serta lima (5) orang Staf Ahli Menteri dan beberapa Pusat. Ketujuh (7) Direktorat Jenderal (Ditjen) adalah: ! Ditjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, ! Ditjen Pembinaan Penempatan Tenagakerja Dalam Negeri, ! Ditjen Pembinaan Penempatan Tenagakerja Luar Negeri, ! Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, ! Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, ! Ditjen Pembinaan Penyiapan Pemukiman dan Penempatan Transmigrasi, ! Ditjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi. Setiap Ditjen terdiri dari beberapa Direktorat dan didukung oleh satu Sekretariat. Tiap Sekretariat Ditjen terdiri dari 4 Bagian yaitu : Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan, Bagian Keuangan, Bagian Hukum dan Kerjasama Luar Negeri, dan Bagian Kepegawaian dan Umum.
28
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
UNIT OPERASIONAL Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Ditjen P3) mencakup bidang standardisasi kompetensi dan program pelatihan, bina instruktur dan tenaga kepelatihan, bina lembaga dan sarana pelatihan kerja, bina pemagangan, dan produktivitas. Ditjen P3 merumuskan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, serta memberikan bimbingan teknis dan melakukan evaluasi untuk kelima bidang tersebut di atas. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, Ditjen P3 disusun dalam lima (5) Direktorat dan didukung oleh satu Sekretariat. ! Direktorat Standardisasi Kompetensi dan Program Pelatihan mencakup bidang standardisasi kompetensi, penyusunan program pelatihan, pengembangan sistem dan metode pelatihan, pembinaan asosiasi profesi. ! Direktorat Bina Instruktur dan Tenaga Kepelatihan mencakup bidang instruktur lembaga pelatihan Pemerintah, instruktur lembaga pelatihan swasta, pembinaan tenaga kepelatihan, registrasi dan pemberdayaan. ! Direktorat Bina Lembaga dan Sarana Pelatihan Kerja mencakup bidang pembinaan lembaga, pembinaan sarana, kerjasama antar lembaga, dan pendanaan pelatihan. 29
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA !
!
!
Direktorat Bina Pemagangan mencakup bidang pemagangan dalam negeri, pemagangan luar negeri, perijinan dan advokasi pemagangan, dan informasi pemagangan. Direktorat Produktivitas mencakup bidang pengembangan manajemen dan kelembagaan, pengembangan sistem dan inovasi, pengembangan kualitas sumberdaya manusia, dan pengembangan sosial dan budaya produktif. Sekretariat Ditjen P3.
Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenagakerja Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenagakerja Dalam Negeri (Ditjen PPTKDN) mencakup bidang pengembangan pasar kerja, penempatan tenagakerja, penggunaan tenagakerja asing, promosi perluasan kesempatan kerja, dan pengembangan sistem perluasan kesempatan kerja. Ditjen PPTKDN merumuskan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, serta memberikan bimbingan teknis dan melakukan evaluasi untuk kelima bidang dimaksud di atas. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, Ditjen PPTKDN disusun dalam lima (5) Direktorat dan didukung oleh satu Sekretariat. ! Direktorat Pengembangan Pasar Kerja mencakup bidang informasi pasar kerja dan perencanaan tenagakerja, analisis jabatan, dan bursa pasar kerja. ! Direktorat Penempatan Tenagakerja mencakup bidang antar kerja, penempatan tenagakerja pemuda, wanita dan lansia, penempatan tenagakerja penyandang cacat, serta penyuluhan dan bimbingan jabatan. ! Direktorat Penggunaan Tenagakerja Asing mencakup analisis dan perijinan sektor industri, analisis dan perijinan sektor jasa, serta pengendalian dan kerjasama kelembagaan. ! Direktorat Promosi Perluasan Kesempatan Kerja mencakup promosi perluasan kesempatan kerja sektor pertanian, promosi perluasan kesempatan kerja sektor industri, promosi perluasan kesempatan kerja sektor jasa, dan promosi potensi sumberdaya daerah. ! Direktorat Pengembangan Sistem Perluasan Kesempatan Kerja mencakup terapan teknologi tepat guna, sistem padat karya, tenagakerja mandiri dan sektor informal, dan pengembangan tenagakerja sukarelawan. ! Sekretariat Ditjen PPTKDN.
30
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenagakerja Luar Negeri Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenagakerja Luar Negeri (Ditjen PPTKLN) mencakup bidang sosialisasi dan penyuluhan, promosi dan penempatan, kelembagaan penempatan, perlindungan dan advokasi, dan pemberdayaan tenagakerja luar negeri. Ditjen PPTKLN berfungsi merumuskan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, serta memberikan bimbingan teknis dan melakukan evaluasi untuk kelima bidang tersebut di atas. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi dimaksud, Ditjen PPTKLN disusun menjadi lima (5) Direktorat dengan dukungan satu Sekretariat. ! Direktorat Sosialisasi dan Penyuluhan mencakup sosialisasi program dan pencegahan tenagakerja ilegal, penyuluhan jabatan tenagakerja luar negeri, dan informasi pasar kerja luar negeri. ! Direktorat Promosi dan Penempatan mencakup perluasan pasar kerja luar negeri, penyediaan dan penempatan untuk kawasan Asia Pasifik dan Amerika, penyediaan dan penempatan untuk kawasan Timur Tengah, Eropa dan Afrika, serta pengembangan sistem informasi penempatan tenagakerja luar negeri (TKLN). ! Direktorat Kelembagaan Penempatan mencakup standardisasi dan akreditasi lembaga penempatan, penilaian kinerja lembaga penempatan, serta pemberdayaan dan kerjasama lembaga penempatan. ! Direktorat Perlindungan dan Advokasi mencakup pengembangan perangkat perlindungan, advokasi kawasan Asia Pasifik dan Amerika, advokasi kawasan Timur Tengah, Eropa dan Afrika, serta kepulangan TKLN. ! Direktorat Pemberdayaan Tenagakerja Luar Negeri mencakup pembekalan akhir pemberangkatan, pembiayaan dan remitansi, evaluasi kemampuan tenagakerja Indonesia, serta rehabilitasi dan reintegrasi. ! Sekretariat Ditjen PPTLN.
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Ditjen PHI-Jamsostek) mencakup bidang persyaratan kerja dan kesejahteraan dan analisis diskriminasi, kelembagaan dan pemasyarakatan hubungan industrial, pengupahan dan jaminan sosial ketenagakerjaan, dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Ditjen PHI-Jamsostek merumuskan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, serta 31
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
memberikan bimbingan teknis dan melakukan evaluasi untuk ke empat bidang tersebut di atas. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi dimaksud, Ditjen PHIJamsostek disusun dalam empat (4) Direktorat dengan dukungan satu Sekretariat. ! Direktorat Persyaratan Kerja, Kesejahteraan dan Analisis Diskriminasi mencakup peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama, perjanjian kerja, kesejahteraan pekerja, dan analisis diskriminasi syarat kerja. ! Direktorat Kelembagaan dan Pemasyarakatan Hubungan Industrial mencakup organisasi pekerja dan pengusaha, kelembagaan hubungan industrial, dan pemasyarakatan hubungan industrial. ! Direktorat Pengupahan dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mencakup pengupahan, jaminan sosial ketenagakerjaan dalam hubungan kerja, jaminan sosial ketenagakerjaan di luar hubungan kerja, serta analisis dan informasi jaminan sosial ketenagakerjaan dan pengupahan. ! Direktorat Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mencakup penyelenggara penyelesaian perselisihan hubungan industrial, pencegahan perselisihan hubungan industrial, dan pemberdayaan kelembagaan dan tenaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. ! Sekretariat Ditjen PHI-Jamsostek
Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan (Ditjen Pengawasan) mencakup bidang pengawasan norma ketenagakerjaan, pengawasan norma keselamatan dan kesehatan kerja, pengawasan norma kerja perempuan dan anak, dan pemberdayaan pengawasan ketenagakerjaan. Ditjen Pengawasan merumuskan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, serta memberikan bimbingan teknis dan melakukan evaluasi untuk ke empat bidang tersebut di atas. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi dimaksud, Ditjen Pengawasan disusun menjadi empat (4) Direktorat dengan dukungan satu Sekretariat. ! Direktorat Pengawasan Norma Ketenagakerjaan mencakup pengawasan norma hubungan kerja, pengawasan norma jaminan sosial tenagakerja, pengawasan norma kerja, dan pengawasan norma penempatan dan pelatihan. ! Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja mencakup pengawasan norma mekanik, pesawat uap dan bejana tekan; pengawasan norma konstruksi bangunan, instalasi listrik dan penanggulangan kebakaran; pengawasan norma kesehatan kerja; dan pengawasan norma lingkungan kerja. 32
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA !
!
!
Direktorat Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak mencakup pengawasan norma kerja perempuan, pengawasan norma kerja anak, kerjasama lintas sektoral, serta advokasi tenagakerja perempuan dan anak. Direktorat Pemberdayaan Pengawasan Ketenagakerjaan mencakup bina kelembagaan dan tenaga pengawas ketenagakerjaan, bina penegakan hukum, analisis dan standardisasi dan sertifikasi norma ketenagakerjaan, serta bina tatalaksana dan informasi pengawasan ketenagakerjaan. Sekretariat Ditjen Pengawasan
Direktorat Jenderal Pembinaan Penyiapan Pemukiman dan Penempatan Transmigrasi Direktorat Jenderal Pembinaan Penyiapan Pemukiman dan Penempatan Transmigrasi (Ditjen P4T) mencakup bidang perencanaan teknis pemukiman dan perpindahan, penyediaan tanah transmigrasi, pembangunan pemukiman, fasilitas perpindahan transmigrasi, serta promosi, investigasi dan kemitraan. Ditjen P4T berfungsi merumuskan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, serta memberikan bimbingan teknis dan melakukan evaluasi untuk kelima bidang tersebut di atas. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi dimaksud, Ditjen P4T disusun menjadi lima (5) Direktorat dengan dukungan satu Sekretariat. ! Direktorat Perencanaan Teknis Pemukiman dan Perpindahan mencakup perencanaan wilayah, perencanaan teknis pemukiman, perencanaan teknis sarana dan prasarana, serta perencanaan teknis pengarahan dan perpindahan. ! Direktorat Penyediaan Tanah Transmigrasi mencakup fasilitas pengadaan tanah, pengurusan hak atas tanah, dokumentasi pertanahan, dan penyelesaian masalah pertanahan. ! Direktorat Pembangunan Pemukiman mencakup penyiapan lahan, penyiapan sarana, penyiapan prasarana, dan kesiapan layak huni. ! Direktorat Fasilitas Perpindahan Transmigrasi mencakup penyiapan calon transmigrasi, penyerasian perpindahan, pemberangkatan, serta penempatan dan adaptasi. ! Direktorat Promosi, Investasi dan Kemitraaan mencakup promosi dan motivasi, kerjasama investasi, kerjasama antar daerah, dan mediasi pendanaan investasi. ! Sekretariat Ditjen P4T
33
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (Ditjen PPMKT) mencakup bidang perencanaan teknis pengembangan masyarakat dan kawasan, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan masyarakat, pengembangan usaha, pengembangan sarana dan prasarana kawasan, serta penyerasian lingkungan. Ditjen PPMKT merumuskan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur, serta memberikan bimbingan teknis dan melakukan evaluasi untuk kelima bidang tersebut di atas. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi dimaksud, Ditjen PPMKT disusun menjadi lima (5) Direktorat dengan dukungan satu Sekretariat. ! Direktorat Perencanaan Teknis Masyarakat dan Kawasan mencakup pemetaan pengembangan kawasan, perencanaan teknis pengembangan kawasan, perencanaan teknis pengembangan masyarakat, dan rencana integrasi pengembangan regional. ! Direktorat Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia dan Masyarakat mencakup bantuan pangan, fasilitas sosial budaya, pengembangan kelembagaan, dan penggerak swadaya masyarakat. ! Direktorat Pengembangan Usaha mencakup kewirausahaan, produksi, pengolahan hasil dan pemasaran, serta lembaga ekonomi dan permodalan. ! Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan mencakup pengkajian dan standardisasi sarana dan prasarana, pengembangan sarana, pengembangan prasarana, serta evaluasi pengembangan sarana dan prasarana. ! Direktorat Penyerasian Lingkungan mencakup rencana pengelolaan lingkungan, mitigasi lingkungan, pemantauan lingkungan, dan pengakhiran status. ! Sekretariat Ditjen PPMKT
UNIT PENDUKUNG Sekretariat Jenderal Sekretariat Jenderal berfungsi mengkoordinasikan pelaksanaan misi dan fungsi-fungsi Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi, menyediakan dan memberi dukungan di bidang perencanaan, pendanaan dan keuangan, 34
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
organisasi dan kepegawaian, hukum dan logistik. Fungsi Sekretariat Jenderal ini dilaksanakan melalui lima (5) Biro. ! Biro Perencanaan terdiri dari empat (4) Bagian yaitu Bagian: Perencanaan Umum, Penyusunan Program Ketenagakerjaan, Penyusunan Program Ketransmigrasian, serta Evaluasi dan Pelaporan. ! Biro Keuangan terdiri dari 4 Bagian yaitu Bagian : Pelaksanaan Anggaran, Perbendaharaan dan Tata Usaha Keuangan, Pengujian dan Penerbitan SPM, serta Akuntansi dan Pelaporan. ! Biro Organisasi dan Kepegawaian terdiri dari 4 Bagian yaitu Bagian : Kelembagaan, Ketatalaksanaan, Perencanaan dan Pengembangan Pegawai, dan Mutasi Kepegawaian. ! Biro Hukum terdiri dari 3 Bagian yaitu : Bagian Penelahan Hukum dan Konvensi Internasional, Perancangan Peraturan PerundangUndangan, dan Bantuan Hukum. ! Biro Umum terdiri dari 3 Bagian, yaitu Bagian Rumah Tangga dan Perlengkapan I (berkaitan dengan gedung Depnakertrans di Jln. Gatot Subroto 51), Bagian Rumah Tangga dan Perlengkapan II (berkaitan dengan gedung Depnakertrans di Jln. Taman Pahlawan Kalibata), dan Bagian Tata Usaha Pimpinan.
Pusat-pusat Terdapat empat (4) pusat yang mendukung Depnakertrans, yaitu: ! Pusat Administrasi Kerjasama Luar Negeri, mengkoordinasi kerjasama multilateral dan bilateral dalam bidang ketenegakerjaan dan transmigrasi. ! Pusat Hubungan Masyarakat, mengkoordinasi hubungan masyarakat, penyebaran informasi, dan hubungan serta kerjasama kelembagaan. ! Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, berkoordinasi dan melaksanakan pelatihan dan pengembangan pegawai. ! Pusat Keselamatan Kerja dan Hiperkes, menganalisa dan menyusun kebijakan, standar danpanduan, melakuka pemelitian dan pengembangan, dan penyebaran informasi mengenai kesehatan dan keselamatan kerja.
Inspektorat Jenderal Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap semua kegiatan Departemen Tenagakerja dan Trasmigrasi. 35
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tugas pengawasan tersebut dilaksanakan melalui empat (4) Inspektorat dan Kelompok Auditor dengan dukungan 1 (satu) Sekretariat Inspektorat Jenderal. ! Inspektorat I melaksanakan pengawasan terhadap tugas Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial, Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri, serta kegiatan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di Provinsi Maluku Utara, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, Banten, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Jawa Tengah, Papua, dan Nusa Tenggara Barat. ! Inspektorat II melaksanakan pengawasan terhadap tugas Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, serta kegiatan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di Provinsi Gorontalo, Jawa Barat, Lampung, Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Riau dan Nusa Tenggara Timur. ! Inspektorat III melaksanakan pengawasan terhadap tugas Direktorat Jenderal Pembinaan Penyiapan Permukiman dan Penempatan Transmigrasi, Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi, serta kegiatan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di provinsi Kalimantan Selatan, Bengkulu, Nanggroe Aceh Darussalam, DI Yogyakarta, Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, Bali dan Irian Barat. ! Inspektorat IV melaksanakan pengawasan terhadap tugas Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi, Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, serta kegiatan bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian di Provinsi Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur, Maluku dan Jambi. ! Kelompok Auditor terdiri dari sejumlah Pejabat Auditor fungsional yang bertugas membina dan melaksanakan pengawasan yang diketuai oleh seorang Pejabat Auditor senior. ! Sekretariat Inspektorat Jenderal terdiri dari empat (4) Bagian yaitu Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan, Analisis Hasil Pengawasan, Pengawasan Masyarakat dan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan, dan Bagian Umum.
Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi (Balitfo) mempunyai tugas melakukan penelitian, pengembangan, serta menghimpun, mengolah dan memanfaatkan informasi ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Balitbang Info 36
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
disusun menjadi empat (4) Pusat yang didukung oleh satu Sekretariat. ! Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan mencakup Bidang Program dan Kerjasama, serta Bidang Evaluasi dan Promosi, masingmasing menyangkut ketenagakerjaan. ! Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian mencakup Bidang Program dan Kerjasama serta Bidang Evaluasi dan Promosi, masing-masing menyangkut ketransmigrasian. ! Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan mencakup 3 Bidang yaitu: Bidang Perencanaan Tenagakerja, Data dan Informasi Penempatan dan Pelatihan Tenagakerja, serta Data dan Informasi Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan. ! Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasian mencakup Bidang Pengelolaan Data dan Bidang Perancangan dan Penyajian Informasi. ! Sekretariat Balitfo terdiri dari 4 Bagian yaitu Bagian : Program, Evaluasi dan Pelaporan; Keuangan; Kepegawaian dan Umum; serta Pengembangan Sistem Informasi dan Sumberdaya Informatika.
Staf Ahli Menteri Staff Ahli Menteri merupakan unsur pembantu Menteri mempersiapkan bahan-bahan pidato dan atau presentasi, serta memberikan telaahan masalah atau isu yang berkembang untuk keperluan Menteri dan atau unsur pimpinan Depnakertrans, sesuai dengan penugasan Menteri dan atau keahlian masingmasing Staf Ahli. Dimungkinkan mengangkat lima (5) Staf Ahli Menteri, yaitu: ! Staf Ahli Menteri bidang Ekonomi dan Sumberdaya Manusia, ! Staf Ahli Menteri bidang Otonomi Daerah, ! Staf Ahli Menteri bidang Kependudukan, ! Staf Ahli Menteri bidang Pengembangan Wilayah, ! Staf Ahli Menteri bidang Hubungan Antar Lembaga dan Internasional.
LEMBAGA KONSULTATIF Terutama sejak pertengahan 1980-an Departemen Tenagakerja telah mendirikan beberapa lembaga yang bersifat tripartit seperti: ! Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional, ! Dewan Penelitian Pengupahan Nasional, ! Dewan Produktivitas Nasional,
37
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA ! !
Dewan Pelatihan Kerja Nasional dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.
Badan Kerjasama Tripartit Nasional Badan Kerjasama (BKS) tripartit nasional terdiri dari wakil-wakil serikat pekerja, asosiasi pengusaha, dan pemerintah. Fungsi BKS Tripartit Nasional adalah untuk mencapai konsensus diantara unsur-unsur tripartit mengenai masalah-masalah ketenagakerjaan dan hubungan industrial. BKS tripartit nasional membentuk sekretariat tripartit nasional yang terdiri dari masing-masing tiga (3) orang wakil dari masing-masing unsur. BKS tripartit nasional pada umumnya menyelenggarakan sidang pleno sekitar empat (4) kali dalam setahun dan kesepakatan sidang disepakati berdasarkan konsensus. Tiap sidang pleno BKS tripartit nasional juga menyepakati topik pembahasan dalam sidang pleno yang berikutnya dalam waktu tiga (3) bulan kedepan. Topik-topik tersebut terlebih dahulu dibahas di kalangan sekretariat tripartit nasional. Dalam pembahasan di tingkat sekretariat dapat mengundang para ahli sebagai nara sumber. Sekretariat tripartit nasional juga mencapai kesepakatan secara konsensus. Setiap unsur sekretariat tersebut membawa hasil konsensus kepada organisasi masing-masing untuk memperoleh umpan balik. Berdasarkan umpan balik dari masing-masing organisasi, sekretariat tripartit nasional menyusun rumusan akhir untuk diajukan dan disahkan sidang pleno tripartit nasional. Hasil kesepakatan pleno tripartit nasional yang dianggap relevan dapat di tuangkan menjadi peraturan dalam bentuk Keputusan atau Peraturan Menteri. Diantara keputusan-keputusan tersebut adalah : ! Peraturan Menteri Tenagakerja No. 6 tahun 1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian; ! Peraturan Menteri Tenagakerja No. 4 tahun 1986 tentang Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon; ! Peraturan Menteri Tenagakerja No. 328 tahun 1986 tentang Lembaga Kerjasama Tripartit; ! Peraturan Menteri Tenagakerja No. 4 tahun 1989 tentang Perlindungan Pekerja Wanita Hamil pada Malam Hari.
Dewan Penelitian Pengupahan Nasional Anggota Dewan Penelitian Pengupahan Nasional (DPPN) terdiri dari wakilwakil pengusaha, serikat pekerja, serta wakil Departemen dan instansi terkait termasuk tenaga ahli dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian. 38
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Fungsi utama DPPN adalah memberi nasehat atau saran kepada Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi mengenai kebijakan pengupahan dan memonitor keputusan para gubernur mengenai ketentuan upah minimum propinsi dan penerapannya.
Lembaga Produktivitas Nasional Lembaga Produktivitas Nasional (LPN) didirikan oleh dan bertanggungjawab kepada Presiden. Anggota LPN terdiri dari para pejabat tinggi beberapa departemen, dengan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi sebagai ketua. Fungsi utama LPN adalah memberi saran kepada Presiden dan Kabinet mengenai kebijakan peningkatan produktivitas nasional. LPN terdiri dari tiga komisi yaitu: ! Komisi Promosi Produktivitas, ! Komisi Penerapan Produktivitas, dan ! Komisi Pemeliharaan dan Peningkatan Produktivitas. Setiap komisi mengikutsertakan wakil-wakil pengusaha, serikat pekerja, dan para tenaga ahli di bidang produktivitas. LPN menyelenggarakan berbagai seminar dan lokakarya mengenai kampanye dan peningkatan produktivitas. LPN juga menyelenggarakan kompetisi produktivitas secara priodik di kalangan pengusaha kecil dan menengah.
Lembaga Koordinasi Pelatihan Kerja Nasional Di waktu yang lampau, Dewan Pelatihan Kerja Nasional (DPKN) didirikan dengan para anggota terdiri dari wakil-wakil pengusaha, lembaga pelatihan, serikat pekerja, instansi pemerintah yang terkait, perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Fungsi utama DPKN adalah memberi saran kepada Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi mengenai kebijakan pelatihan. DPKN juga membentuk beberapa komisi yaitu: Komisi Akreditasi, Komisi Kelembagaan Pelatihan dan Komisi Standar Kompetensi. Sesuai dengan Undang-undang No. 13 tahun 2003 akan dibentuk Lembaga Koordinasi Pelatihan Kerja Nasional yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan dalam penerapan kebijakan dan koordinasi pelatihan dan pemagangan.
Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional Anggota Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) terdiri dari wakil-wakil pengusaha, serikat pekerja, instansi pemerintah terkait 39
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
dan para tenaga ahli dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Fungsi utama DK3N adalah memberi saran kepada Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi mengenai kebijakan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja. DK3N juga memfasilitasi audit keselamatan kerja dan menyelenggarakan kampanye keselamatan kerja melalui kompetisi kecelakaan nihil (zero accident).
DINAS KETENEAGAKERJAAN Hingga tahun 2000, Departemen Tenagakerja mempunyai perpanjangan Kantor Wilayah (Kanwil) di semua provinsi dan Kantor Departemen (Kandep) di sekitar 350 kantor tingkat kabupaten dan kotamadya. Struktur Kanwil di tingkat provinsi mengikuti pola struktur organisasi di tingkat pusat. Tiap Kanwil terdiri dari bidang penempatan, bidang pelatihan, bidang syarat kerja, bidang pengawasan, bidang binagram dan sekretariat. Konkordan dengan struktur Kanwil setiap Kandep terdiri dari seksi penempatan, seksi pelatihan, seksi syarat kerja, seksi pengawasan, seksi binagram dan sekretariat. Dengan dilaksanakannya hukum otonomi daerah, hanya empat (4) departemen yang mempunyai perpanjangan kantor ke tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksanaan fungsi-fungsi departemen dan kementerian negara lainnya diintregasikan dalam struktur pemerintahan di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Dalam pemerintahan otonomi daerah memang tidak ada struktur organisasi yang sama untuk seluruh provinsi dan seluruh kabupaten/kota. Tergantung pada kebutuhan setempat, kebijakan pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah masing-masing. Misalnya Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya mempunyai 29 Dinas, sementara provinsi Sumatra Utara mempunyai hanya 19 Dinas. Di tingkat provinsi di bentuk juga BKS Tripartit Regional, Dewan Penelitian Pengupahan Daerah, Dewan Produktivitas Daerah, Dewan Pelatihan Kerja Daerah dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Daerah. Fungsi utama dewan-dewan tersebut diwaktu yang lampau adalah memberi saran kepada Gubernur dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenagakerja. Sekarang dewan-dewan tersebut bergabung menjadi Dewan Ketenagakerjaan Daerah dengan fungsi utama memberi saran di bidang ketenagakerjaan kepada Gubernur dan Kepala Dinas di masing-masing provinsi.
DUKUNGAN PERSONIL Sebelum bergabung menjadi Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi, masing-masing Departemen Tenagakerja dan Departemen Transmigrasi 40
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
mempunyai sekitar 20.000 karyawan termasuk 2.500 staf di masing-masing kantor pusat. Dengan penerapan pemerintahan otonomi daerah para staf kedua Departemen tersebut di tingkat provinsi dan kabupaten/kota diserahkan kepada pemerintah setempat. Sebagian staf dari kantor pusat juga telah dialihkan ke kantor daerah. Oleh sebab itu pegawai yang masih tertinggal di Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi pada awal pelaksanaan otonomi daerah adalah 4.050 orang, diantaranya 338 orang bekerja di Direktorat Jenderal Pelatihan dan Penempatan dan 338 orang di Direktorat Jenderal Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenagakerja. Lihat Tabel 3.1. Dengan demikian sebagian besar tenaga pengawas sudah ditempatkan di kantor pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Demikian juga sekitar 156 Balai Latihan Kerja (BLK) dan lebih dari 3000 Instruktur Pelatihan telah dialihkan menjadi staf Pemerintah Daerah setempat.
DUKUNGAN ANGGARAN Sejak Agustus tahun 2000 Departemen Tenaga Kerja dan Menteri Negara Transmigrasi digabung menjadi Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi. Namun anggaran biaya gabungan baru efektif sejak tahun 2001. Penggabungan ini kebetulan bersamaan dengan pelaksanaan pemerintah otonomi daerah. Dengan demikian anggaran biaya tahun 2001 dan 2002 diatur sebagai berikut: a. Pegawai Departemen Tenagakerja dan Departemen Transmigrasi yang selama ini bekerja di daerah dialihkan ke pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota setempat. Gaji dan biaya rutin dibayar oleh masingmasing pemerintah setempat. b. Biaya Pembagunan sebahagian dialokasikan oleh Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi dan sebagian lagi dibebankan kepada Pemerintah Daerah setempat. c. Anggaran Pendapatan Bukan Pajak dialokasikan sebagai budget tambahan untuk kegiatan tertentu, termasuk subsidi kegiatan lokan dalam bidang ketenagakerjaan dan transmigrasi. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.2, anggaran rutin meningkat dari Rp 127 milyar dalam tahun 2001 menjadi Rp 191 milyar dalam tahun 2002. Jumlah ini digunakan untuk membayar gaji pegawai dan biaya rutin unitunit di kantor pusat, beberapa unit pelaksana di beberapa provinsi, dan membiayai atase ketenagakerjaan di beberapa kantor kedutaan Indonesia di Luar Negeri. Tabel 3.3 memperlihatkan anggaran pembangunan yang dialokasikan menurut bidang kegiatan. Anggaran pembangunan meningkat dari Rp 450 41
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
milyar dari tahun 2001 menjadi Rp 956 milyar dalam tahun 2002. Sebahagian besar anggaran pembangunan dialokasikan untuk membiayai proyek transmigrasi yaitu 81,7% dalam tahun 2001 dan 81,1% dalam tahun 2002. Departemen Tenagakerja sebelum bergabung menerima pendapatan bukan pajak dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Misalnya pengusaha yang mempekerjakan tenagakerja asing diwajibkan membayar US$ 100 sumbangan per orang per bulan untuk biaya pelatihan bagi tenagakerja Indonesia yang diberi tugas sebagai pendamping tenagakerja asing tersebut. Demikian juga pendapatan bukan pajak dialokasikan juga untuk mendukung kegiatan di bidang pengembangan tenagakerja dan pengawasan. Tabel 3.4. memperlihatkan alokasi penggunaan penerimaan bukan pajak untuk tahun 2001 dan 2002. Sejak tahun 2005, sistem alokasi anggaran diperbaharui. Anggaran pembangunan digabung dengan anggaran rutin. Anggaran Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi tahun 2005 dan 2006 bertambah secara signifikan yaitu dalam tahun 2005 menjadi Rp 1,47 triliun dan dalam tahun 2006 menjadi Rp 2,16 triliun. Lihat Tabel 3.5.
42
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 3.1 JUMLAH PEGAWAI DEPARTEMEN TENAGA KERJA BERDASARKAN JENIS KELAMIN Per Januari 2006
No.
Unit Organisasi
DAN TRANSMIGRASI
Lakilaki
%
Perempuan
%
Total
1.
Sekretariat Jenderal
634
68,32
294
31,68
928
2.
Inspektorat Jenderal
136
68,34
63
31,66
199
761
77,10
226
22,90
987
350
69,03
157
30,97
507
3.
4.
Ditjen Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Ditjen Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri
109
58,92
78
41,08
185
6.
Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial
142
68,27
66
31,73
208
7.
Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
443
72,03
172
27,97
615
8.
Ditjen Pemberdayaan Sumber Daya Kawasan Transmigrasi
314
60,50
205
39,50
519
9.
Ditjen Mobilitas Penduduk
541
75,88
172
24,12
713
10.
Badan Pelatihan dan Produktivitas
312
60,00
208
40,00
520
5.
11.
Badan Penelitian dan Pengembangan dan Informasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)
3.749
Total
43
10
3
7
69,54
1.642
30,46
5.391
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 3.2 ANGGARAN RUTIN DEPARTEMEN TENAGA KERJA (Milyar Rupiah)
Bagian
DAN TRANSMIGRASI
2001
2002
Sekretariat Jenderal
85,151
63,028
Inspektorat Jenderal
6,074
9,999
5,074
6,704
3,417
5,052
Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenagakerja Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenagakerja Luar Negeri
5,268
5,569
Direktorat Jenderal Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenagakerja
957
16,369
Direktorat Jenderal Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi
919
14,188
Direktorat Jenderal Mobilitas Penduduk
3,316
7,594
Badan Penelitian dan Pengembangan
1,345
8,009
Badan Informasi Tenagakerja dan Transmigrasi
8,728
16,652
5,710
28,170
1,193
10,030
127,152
191,364
Lembaga Pendidikan dan Pelatian Staff Unit Pelaksana Daerah Kantor Atase Tenagakerja
Total
Sumber : Anggaran Nasional 2001 Anggaran Nasional 2002
44
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 3.3 PERKEMBANGAN ANGARAN DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI (Milyar Rupiah)
Sektor Pengembangan
2001
2002
Pelatihan dan Produktivitas
40,052
51,706
Pelayanan Tenagakerja
40,276
60,897
20,272
36,000
478,000
775,166
6,300
32,395
584,900
956,164
Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenagakerja Transmigrasi Perbaikan Administrasi
Total
Sumber : Rancangan Anggaran 2001 Rancangan Anggaran 2002
45
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 3.4 ANGGARAN PENDAPATAN BUKAN PAJAK DEPARTEMEN TENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI (Milyar Rupiah)
Bagian
2001
2002
Sekretariat Jenderal
11,799
16,254
Inspektorat Jenderal
1,550
2,687
54,322
53,593
17,011
7,500
Direktorat Jenderal Pelatihan dan Penempatan Tenagakerja Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pelatihan dan Penempatan Tenagakerja Luar Negeri
11,037
8,629
Direktorat Jenderal Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenagakerja
2,133
3,352
Badan Penelitian dan Pengembangan
1,257
3,365
Badan Informasi Tenagakerja dan Transmigrasi
3,783
Lembaga Pendidikan dan Pelatian Staff
5,267 39,033
Unit Pelaksana Daerah
14,954 15,775 38,233
Bantuan Subsidi Kantor Daerah Total
147,192
164,342
Sumber : Anggaran tahunan Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi, 2001 Anggaran tahunan Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi, 2002
46
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Table 3.5 ALOKASI ANGGARAN TAHUN 2005-2006 (Dalam Milyar Rupiah)
2006
2005 Unit Kerja Pusat
Daerah
Total
Pusat
Daerah
Total
_ 151,919 238,279
_ 238,279
21,664
_
21,664
_
58,716
_
58,716 293,847 126,995 420,842
Sekretariat Jenderal
151,919
Inspektorat Jenderal Ditjen P3
166,100 322,454
36,837
36,837
Ditjen PPTDN
156,354
Ditjen PPKLN
73,203
_
Ditjen PHI dan Jamsos
50,827
23,450
74,277
50,867
36,657
87,524
Ditjen Pengawasan
25,610
14,500
40,110
40,642
16,219
56,861
Ditjen P4T
89,260
227,017 316,277
77,146 425,261 502,407
Ditjen PPMKT
89,872
288,482 378,354
73,545 317,847 391,392
IRDI
33,204 Total
750,629
_
88,055 113,280 201,335
73,203 183799
33,204
44,411
_ 183,799
_
44,411
719,550 1,470,179 1,127,4281,036,260 2,163,688
Source : Sekretariat Jenderal Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi
47
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PEJABAT ESELON I DAN II JABATAN
PEJABAT
1
Ir. Harry Heriawan Saleh, MSc
Sekretaris Jenderal
1.1 Kepala Biro Perencanaan 1.2 Kepala Biro Keuangan 1.3 Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian 1.4 Kepala Biro Umum 1.5 Kepala Biro Hukum 1.6 Kepala Pusat Administrasi Kerjasama Luar Negeri 1.7 Kepala Pusat Hubungan Masyarakat 1.8 Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai 1.9 Kepala Pusat Keselamatan Kerja dan Hiperkes 2 Inspektur Jenderal
Totok Hariyanto, SH Andi Syahrul P, SH DR. Endang Sulistyaningsih, SE, MSc Drs. Djoko Mulyanto, MM Dr. Ir. Muchtar Luthfie, MMA Dr. Zulmiar Yanri, PhD, SpOk
Dr. Amrinal Baharuddin, MM
2.0 Sekretaris Inspektorat Jenderal 2.1 2.2 2.3 2.4
Ir. Oon Kurniaputra, MA Pagar Maruly Sitorus, SE, MA H.A. Azis Rivai M, SH, MM
Riyanti Endang Tri Widyastuti, SH Eddy Saparli, AR, SH Amril Saan, SH Drs. Legowo S, MM Drs. Indra Suryanata, MM, Mhum
Inspektur I Inspektur II Inspektir III Inspektur IV
3 Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas
Ir. Besar Setyoko, MM
3.0 Sekretaris Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas 3.1 Direktur Standarisasi Kompetensi dan Program Pelatihan 48
Dra. Tati Hendarti, MA Drs. Mulyanto, MM
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
3.2 Direktur Bina Instruktur dan Tenaga Pelatihan 3.3 Direktur Bina Lembaga dan Sarana Pelatihan Kerja 3.4 Direktur Bina Pemagangan 3.5 Direktur Produktivitas 3.6 Kepala Sekretariat Badan Nasional Sertifikasi Profesi 4 Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri
Drs. Robert Bestral Sitorus, MM Drs. Susandi Drs. Bagus Maryanto, MA Ir. Afdaludin, MM Ir. Kustomo Usman, CES, MM
Myra Maria Hanartani, SH, MA
4.0 Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Penepatan Tenaga Kerja Dalam Negeri 4.1 Direktur Pembinaan Pasar Kerja 4.2 Direktur Pemenpatan Tenga Kerja 4.3 Direktur Penggunaan Tenaga Kerja Asing 4.4 Direktur Promosi Perluasan Kesempatan Kerja 4.5 Direktur Pengembangan Sistem Perluasan Kesempatan Kerja 5 Direktur Jenderal Pembinaan penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri
Drs. Tjetje Al Anshori, MBA
Maruli Apul Hasoloan Tambunan Sri Handayaningsih, SH, MM Kunjung Masehat, SH, MM Drs. Muller Silalahi, MM Drs. Indro Warsito, MA
I Gusti Made Arke, Msi
5.0 Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tanaga Kerja Luar Negeri 5.1 Direktur Sosilisasi dan Penyluhan 5.2 Direktur Promosi dan Penempatan 5.3 Direktur Kelembagaan Penempatan 5.4 Direktur Perlindungan dan Advokasi
49
Drs. Abdul Malik Harahap
Drs. Fifi Arianti P.B. Darmawan, MPM Drs. Ade Adam Noch Drs. Adji Dharma Drs. Mardjono, MH
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
5.5 Direktur Pemberdayaan Tenaga Kerja Luar Negeri 6 Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Ir. Lisna Yoeliani Poeloengan, MS, MM Dr. Muzni Tambusai, MSc
6.0 Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan jaminan Sosial Ketenagakerjaan 6.1 Direktur Persyaratan Kerja, Kesejahteraan dan Analisis Diskriminasi 6.2 Direktur Kelembagaan dan Pemasyarakatan Hubungan Industrial 6.3 Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan 6.4 Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 7 Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
Masri Hasyar, SH
L. Agus Suharmanu, Ssos, MM
Iskandar, SH Drs. Sihar Lumban Gaol, MS Drs. Gandi Sugandi, MM
MSM Simanihuruk, SH, MM
7.0 Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan 7.1 Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan 7.2 Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja 7.3 Direktur pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak 7.4 Direktur Pemberdayaan Pengawasan Ketenagakerjaan
50
Drs. H. Adjat Daradjat, Msi
Syarifuddin Sinaga, SH Nasrul Sjarief, SE, ME Nur Asiah, SH Pungky Widiatmoko, SSos, Msi
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
8 Direktur Jenderal Pembinaan Penyiapan Pemukiman dan Penempatan Transmigrasi
Dra. Dyah Paramawatiningsih
8.0 Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Penyiapan Pemulinan dan Penempatan transmigrasi 8.1 Direktur Perencanaan Teknis pemuliman dan Perpindahan 8.2 Direktur Penyediaan tanah Transmigrasi 8.3 Direktur Pembangunan Pemukiman 8.4 Direktur Fasilitasi Perpindahan Transmigrasi 8.5 Direktur Promosi, Investasi dan kemitraan 9 Direktur Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi
Ir. M. Arsyad Nurdin
DR. Ir. Rukman Sardjadidjaja, MMA Ir. Sugiarto Sumas, MT Ir. Paulus Rante Toding, MM Drs. Mirwanto Manuwiyoto, MM Dra. Ernawati, MM
Drs. Djoko Sidik Pramono, MM
9.0 Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi 9.1 Direktur Perencanaan Teknis Pengembangan Masyarakat dan Kawasan 9.2 Direktur peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia dan masyarakat 9.3 Direktur pengembangan Usaha 9.4 Direktur Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan 9.5 Direktur Penyerasian Lingkungan
51
Ir. Timbul Nurtjahjono
Ir. Prasetyoadi Warsono
Drs. Budi Santoso
DR. Ir. Suharyoto, MS Ir. Hardy Benry Simbolon, MMA Ir. Prasetyo, MEM
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
10 Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
Dr. Tjepy F. Aloewie, MSc
10.0 Sekretaris Badan Penelitian, Pengembangan, dan Informasi 10.1 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan 10.2 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian 10.3 Kepala Pusat data dan informasi Ketenagakerjaan 10.4 Kepala Pusat Data dan Informasi Ketransmigrasiaan 11 Kepala Badan Sertifikasi Profesi Nasional 11.0 Sekretaris Badan Sertifikasi Profesi Nasional 11.1 Kepala Komisi Akreditasi 11.2 Kepala Komisi Perijinan 11.3 Kepala Promosi Organisasi, Kooperasi dan Promosi 11.4 Komisi Sertifikasi 11.5 Komisi Manajemen Kualifikasi
52
Ir. Djuharsa M. Djajadihardja, MM Drs. Suwito Ardiyanto,SH, MH Ir. Saraswati Soegiharto, MA Drs. Togarisman Napitupulu Ir. Joseph Setyohadi, MPA
M. Moedjiman Ir. Kustomo Usman, CES, MM
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
BAB 4 PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN
KETENTUAN KONSTITUSI Dasar hukum administrasi ketenagakerjaan di Indonesia adalah UndangUndang Dasar 1945, beberapa Undang-undang yang terkait, dan KonvensiKonvensi ILO yang telah diratifikasi. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia didasarkan pada kelima Sila dari Pancasila yaitu : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia memuat beberapa pasal yang mempunyai kaitan langsung dan tidak langsung dengan administrasi ketenagakerjaan dan perumusan kebijakan ketenagakerjaan. Mukadimah atau Pembukaan UUD memuat landasan Pancasila. Terutama tiga diantara lima (5) Sila tersebut mempunyai keterkaitan erat dengan administrasi ketenagakerjaan yaitu : kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Disamping itu, beberapa pasal UUD tersebut dikutip di bawah ini. ! Pasal 27 ayat (2) - Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. ! Pasal 28 - Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. ! Pasal 28A - Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
53
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA !
!
!
!
!
!
!
!
! !
Pasal 28B ayat (2) - Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28C ayat (1) - Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidup dan demi kesejahteraan umat manusia. Pasal 28C ayat (2) - Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Pasal 28D ayat (1) - Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal 28D ayat (2) - Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakukan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Pasal 28E ayat (3) - Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28H ayat (3) - Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Pasal 28I ayat (3) - Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Pasal 31 ayat (1) - Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pasal 34 ayat (2) - Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
STANDAR PERBURUHAN INTERNASIONAL Hingga akhir tahun 2005, Indonesia telah meratifikasi tujuhbelas (17) Konvensi ILO, termasuk delapan (8) Konvensi Dasar dan dua (2) Konvensi Prioritas. Konvensi terseebut adalah:
Konvensi Inti !
Konvensi No. 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi; 54
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA !
! ! !
!
! !
Konvensi No.98 tahun 1949 tentang Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama; Konvensi No.29 tahun 1930 tentang Larangan Kerja Paksa; Konvensi No.105 tahun 1957 tentang Penghapusan Kerja Paksa; Konvensi No.100 tahun 1951 tentang Remunerasi yang Sama bagi Pekerja Laki-laki dan Perempuan atas Pekerjaan yang Sama Nilainya; Konvensi No. 111 tahun 1958 tentang Larangan Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan; Konvensi No. 138 tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Bekerja; Konvensi No. 182 tahun 1999 tentang Larangan dan Tindakan Segera Menghilangkan Bentuk Terburuk Mempekerjakan Anak;
Konvensi Umum !
!
!
!
! !
!
Konvensi No. 19 tahun 1925 tentang Perlakuan yang Sama terhadap Pekerja Nasional dan Asing; Konvensi No. 27 tahun 1929 tentang Pemberian Tanda Berat atas Kemasan Berat yang Dikirim melalui Kapal; Konvensi No. 45 tahun 1935 tentang Mempekerjakan Perempuan dalam Semua Bentuk Kerja Tambang; Konvensi No. 69 tahun 1946 tentang Sertifikasi Tukang Masak di Kapal; Konvensi No. 88 tahun 1948 tentang Pelayanan Penempatan Kerja; Konvensi No. 106 tahun 1953 tentang Istirahat Mingguan di Perdagangan dan Perkantoran; Konvensi No. 120 tahun 1964 tentang Higiene Perusahaan di Perdagangan dan Perkantoran.
Konvensi Prioritas ! !
Konvensi No. 81 tahun 1947 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan; Konvensi No. 144 tahun 1976 tentang Konsultasi Tripartit.
55
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
PERUNDANG-UNDANGAN UTAMA Diantara peraturan perundangan Indonesia yang penting berikut peraturan pelaksananya adalah: ! UU No. 3 tahun 1951 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan; ! UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja; ! UU No. 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Perusahaan; ! Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1981 tentang Perlindungan Upah; ! UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Pekerja; ! UU No. 11 tahun 1992 tentang Program Pensiun; ! UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; ! UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; ! UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; ! UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenagakerja di Luar Negeri; ! UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Undang-undang No. 21 Tahun 2000 Hak untuk menjadi anggota atau mendirikan suatu organisasi merupakan hak dasar setiap pekerja yang dijamin dalam pasal 28 UUD. Hak dasar ini juga merupakan tema sentral dari Konstitusi ILO dan berbagai Konvensi ILO lainnya. Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh sangat monumental dalam pergerakan serikat pekerja/serikat buruh di Indonesia karena Undang-undang tersebut memuat ketentuan dasar UUD dan Konstitusi ILO dan ketentuan dasar dari Konvensi ILO yang sangat penting yaitu Konvensi No. 87 tahun 1948 dan Konvensi No. 98 tahun 1949. UU No. 21 tahun 2000 menyatakan bahwa satu serikat pekerja di satu perusahaan dapat didirikan oleh paling sedikit 10 orang pekerja di perusahaan dimaksud. Serikat pekerja dapat dibentuk berdasarkan sektor atau bidang usaha, jenis jabatan atau kategori lain. Kebebasan berserikat juga memungkinkan pembentukan lebih dari satu serikat pekerja di suatu perusahaan. Setiap serikat pekerja dapat disusun dalam struktur hierarkhis, mulai dari tingkat perusahaan ke tingkat kabupaten/kota, ke tingkat provinsi hingga ke tingkat nasional. Oleh karena itu paling sedikit lima (5) serikat pekerja dapat membentuk federasi serikat pekerja. Konfederasi serikat pekerja dapat dibentuk oleh paling sedikit tiga (3) federasi serikat pekerja. 56
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Serikat pekerja yang secara resmi telah tercatat di kantor dinas tenagakerja, mempunyai hak untuk berunding dengan pengusaha untuk merumuskan perjanjian kerja bersama (PKB) dengan catatan bahwa serikat pekerja tersebut telah memiliki anggota lebih dari 50% dari seluruh pekerja. Pengurus serikat pekerja juga berfungsi mewakili anggotanya di LKS Bipartit dan lembagalembaga lainnya.
Undang-undang No.13 Tahun 2003 Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mempunyai cakupan yang sangat luas. Undang-undang ini memuat isi dari 6 Ordonansi dan 7 Undang-undang lama yang dicabut bersamaan dengan pemberlakuan UU No. 13 tahun 2003 ini. UU No. 13 tahun 2003 juga memberikan landasar hukum untuk beberapa bidang ketenagakerjaan, yaitu: ! Perencanaan Tenaga Kerja dan Informasi Ketenagakerjaan; ! Pelatihan Kerja; ! Penempatan Tenaga Kerja; ! Perluasan Kesempatan Kerja; ! Penggunaan TKA; ! Hubungan Kerja; ! Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan; ! Hubungan Industrial; ! PHK; ! Pembinaan; ! Pengawasan; ! Sanksi Tindak Pidana.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Berdasarkan UU No. 2 tahun 2004, perselisihan hubungan industrial yang selama ini diselesaikan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) Daerah dan P4 Pusat dialihkan untuk diselesaikan oleh Pengadilan Hubungan Industrial, yang dibentuk sebagai bagian dari Pengadilan Negeri di tingkat Kabupaten/Kota. Namun Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mempunyai kewenangan yang terbatas hanya untuk mengadili dan memutus perkara perdata dari perselisihan hubungan industrial, yaitu yang terkait dengan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
57
Pihak yang tidak dapat menerima Keputusan PHI mengenai perselisihan hak dan perselisihan PHK, masih dapat naik banding langsung ke Mahkamah Kasasi Hubungan Industrial yang dibentuk sebagai bagian dari Mahkamah Agung. Akan tetapi Keputusan PHI mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja sudah bersifat final, tidak dapat lagi dimintakan naik banding. Ini berarti bahwa sistem PHI jauh lebih sederhana dan membutuhkan waktu yang lebih pendek dari sistem lama dengan mekanisme P4D dan P4P. Akan tetapi Pengadilan Hubungan Industrial tidak berwenang memeriksa dan mengadili pelanggaran pidana di bidang hubungan industrial. UU No. 13 tahun 2003 memuat sejumlah sanksi atas beberapa pelanggaran pidana dengan atau tanpa perselisihan perdata. PHI berwenang memeriksa dan mengadili aspek perdata dari perselisihan hubungan industrial, akan tetapi aspek pidananya akan kembali diadili oleh Pengadilan Umum.
58
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
BAB 5 PELATIHAN KERJA
P
elatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. Dengan demikian penyelenggaraan pelatihan kerja harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan riel masyarakat bisnis dan pasar kerja. Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah yang telah memiliki tanda daftar atau lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memiliki izin dari instansi yang bertanggung kawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. Pelatihan dapat dilakukan dalam satu tempat pelatihan khusus, di tempat kerja dan atau Pelatihan Kerja Keliling. Pelatihan dapat juga dalam bentuk pemagangan dalam perusahaan sendiri, di lembaga pelatihan tertentu, atau di perusahaan yang lain. Setiap orang yang mengikuti pelatihan pemagangan harus mempunyai surat perjanjian tertulis dengan manajemen atau pengusaha. Perjanjian tersebut memuat hak dan kewajiban pengusaha dan peserta pelatihan selama mengikuti dan sesudah pelatihan pemagangan. Pasar kerja Indonesia ditandai dengan ketidakseimbangan permintaan dan penyediaan tenagakerja. Terdapat sejumlah lowongan kerja yang tidak terisi bersamaan dengan jumlah pencari kerja yang jauh lebih besar. Pencari kerja tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada karena kualifikasi, kemampuan dan keahlian mereka tidak sesuai dengan syarat jabatan yang diperlukan. Lebih dari 40% pengangguran adalah kelompok usia muda di bawah 25 tahun, terdiri dari lulusan dan putus sekolah SD, SLTP dan SLTA yang belum mempunyai pengalaman kerja. Permintaan bagi kelompok tersebut sangat kecil. Karena itu program pelatihan diperlukan bukan hanya meningkatkan keterampilan kerja, tetapi juga mengembangkan kewirausahaan yang memungkinkan peserta pelatihan untuk bekerja mandiri dan atau bekerja di sektor informal. 59
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
PENGEMBANGAN BALAI LATIHAN KERJA Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi membina 162 Balai Latihan Kerja (BLK) di seluruh provinsi di Indonesia. Kegiatan BLK pertama dimulai sejak awal tahun 1950-an di Surabaya, kemudian disusul dengan pembangunan BLK di Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Jakarta, dan Padang. BLK khusus pertanian dibangun di Lembang (Jawa Barat), dan kemudian di Klampok dan Wonojati di Jawa Timur. Sejak tahun 1967, dibangun beberapa BLK melalui bantuan dan kerjasama bilateral. BLK Industri di Monokwari (Irian Jaya) dibangun dengan bantuan UNDP/ILO. BLK Industri di Palembang dibangun melalui bantuan Pemerintah Federal Jerman, di Medan melalui bantuan Pemerintah Belanda, dan di Makssar melalui bantuan Pemerintah Jepang. BLK Kehutanan di Samarinda dibangun melalui bantuan Pemerintah Kanada. Demikian juga BLK khusus untuk las dibangun di Condet (Jakarta) atas bantuan Pemerintah Selandia Baru. Awal 1980-an, 15 BLK baru dibangun melalui bantuan Bank Dunia. Sehingga sejak awal 1980-an Pemerintah Indonesia merasa perlu dan memutuskan untuk membangun 120 BLK baru di 120 Kabupaten/Kota dengan dana pinjaman Bank Dunia. BLK tersebut juga berfungsi sebagai home base untuk menyelenggarakan pelatihan keliling hingga ke kecamatan dan desa. Juga dalam pertengahan tahun 1980-an, BLK untuk pendidikan instruktur dibangun di Jakarta melalui bantuan Pemerintah Jepang. Pemerintah Jerman membantu perluasan BLK di Bandung, dan Pemerintah Republik Korea membantu meningkatkan BLK di Banjar Baru (Kalimantan Selatan). Dalam akhir tahun 1990-an, satu BLK dibangun di Batam dan satu lagi di Serang (Banten). Perlu dicatat bahwa beberapa Departemen lainnya di Indonesia juga mempunyai pusat-pusat pelatihan dan menyelenggarakan pelatihan bagi pencari kerja. Di samping itu, Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi juga mencatat sekitar 13.000 lembaga pelatihan swasta. Sejak tahun 2001, Depnakertrans mengelola 6 BLK sebagai UPT Pusat dan 2 Unit Pusat (Cevest dan Bandung) yang dipilih sebagai pusat pelatihan instruktur, serta pusat penelitian dan pengembangan. Yang 154 BLK lainnya telah diserahkan ke pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota dalam rangkan pelaksanaan pemerintahan otonomi daerah. Pada tahun 2005, 5 BLK UPTD diserahkan pengelolaannya ke pemerintah pusat, sehingga BLK yang dikelola oleh Depnakertrans menjadi 11 BLK.
PROGRAM PELATIHAN BLK yang berjumlah 156 itu digolongkan dalam 4 Kelompok atau Tipe, yaitu Balai Besar Latihan Kerja, Tipe A, Tipe B dan Tipe C sebagai berikut : 60
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA ! !
!
!
Balai Besar Latihan Kerja berjumlah 6 Balai. BLK Tipe A berjumlah 31, menyediakan program pelatihan kerja mulai dari tingkat dasar, tingkat menengah dan tingkat lanjutan. BLK Tipe A juga digunakan sebagai tempat melatih para instruktur. BLK Tipe B berjumlah 20, menyediakan program pelatihan kerja untuk tingkat dasar dan tingkat menengah; BLK Tipe C berjumlah 105, menyediakan program pelatihan kerja tingkat dasar dan sebagai pusat penyebaran pelatihan keliling.
Setiap BLK dilengkapi dengan fasilitas pelatihan berupa ruangan kelas dan bengkel praktek kerja, peralatan dan mesin-mesin, dan lain-lain. BLK Tipe A juga dilengkapi dengan asrama untuk peserta, fasilitas olah raga dan fasilitas pendukung lainnya. Program pelatihan keliling dilaksanakan untuk mencapai dan menyediakan pelatihan bagi tenagakerja yang tinggal jauh dari BLK, sehingga memperluas pelayanan pelatihan ke desa-desa dan daerah yang jauh dari BLK yang ada. Departemen Tenagakerja sebelum pemerintahan otonomi daerah menempatkan sekitar 3.200 orang instruktur untuk melayani seluruh BLK tersebut. Sekitar 1.000 orang diantaranya telah mengikuti program pelatihan instruktur selama 18 bulan di luar negeri pada akhir tahun 1980-an. Semua BLK tersebut sebenarnya mempunyai kapasitas melatih 200.000 orang per tahun, suatu jumlah yang kecil dibandingkan dengan pertambahan angkatan kerja baru sekitar dua juta orang setiap tahun. Namun karena keterbatasan dana untuk pelatihan, jumlah yang dilatih terus menurun. Sebagaimana dilihat di Tabel 5.1, jumlah pencari kerja yang dilatih di BLK turun dari 35.191 orang (17% kapasitas BLK) dalam tahun 1995 menjadi 17.120 orang (8,6%) dalam tahun 1999 dan hanya 5,536 orang (2,8%) dalam tahun 2000. Dalam rangka meningkatkan pendayagunaan fasilitas BLK tersebut, Pemerintah juga mengundang dunia usaha dan lembaga pelatihan swasta untuk memanfaatkan fasilitas BLK dimaksud untuk melatih karyawan. Mereka dapat 61
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
juga memanfaatkan para instruktur yang tersedia di BLK. Dengan kebijakan ini, pendayagunaan BLK dapat ditingkatkan 20% dari kapasitas yang ada.
LEMBAGA PELATIHAN SWASTA Lembaga swasta, umumnya dalam bentuk yayasan, mendirikan lembaga pelatihan. Hingga akhir tahun 2005, sekitar 13.000 pusat pelatihan swasta yang telah tercatat. Pemerintah perlu terus-menerus meningkatkan kualitas lembaga pelatihan tersebut melalui Badan Standardisasi Pelatihan Kerja dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja. Upaya ini perlu lebih lanjut didukung melalui pembukaan program pelatihan oleh Dinas Tenagakerja di seluruh kabupaten/kota. Pemerintah Kabupaten/Kota menerbitkan izin untuk mendirikan lembaga pelatihan swasta berdasarkan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat serta kondisi lembaga pelatihan yang bersangkutan. Izin tersebut mencakup empat (4) kategori berikut ini : ! Kategori A untuk BLK yang sepenuhnya memenuhi semua persyaratan pelatihan diberi izin untuk masa 3 tahun, kemudian diperbaharui. ! Kategori B untuk BLK yang memenuhi sebagian besar persyaratan pelatihan diberi izin untuk masa 2 tahun, kemudian diperbaharui. ! Kategori C untuk BLK yang memenuhi baru sebagian kecil dari persyaratan pelatihan diberi izin sementara selama satu tahun. ! Kategori D diberikan kepada BLK swasta yang mempunyai fasilitas pelatihan yang sangat terbatas, didaftar sebagai BLK dalam proses pengembangan. Tabel 5.1 JUMLAH PENCARI KERJA YANG DILATIH DI BLK
Tahun
BLK
Latihan Keliling
Jumlah
1995
35,191
33,816
69,007
1996
36,740
45,030
81,770
1997
33,773
56,976
90,749
1998
26,975
45,282
72,257
1999
17,120
27,873
44,993
2000
5,536
16,592
22,128
Source : Profil Sumber Daya Manusia Indonesia, 2004 62
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
BAB 6 PELAYANAN KETENAGAKERJAAN
T
ujuan utama Pelayanan Ketenagakerjaan adalah memfasilitasi mempertemukan pencari kerja dan lowong kerja. Untuk itu, Pelayanan Ketenagakerjaan perlu menghimpun informasi mengenai lowongan kerja dan pencari kerja. Pelayanan Ketenagakerjaan mengupayakan menempatkan pencari kerja mengisi lowongan yang paling sesuai dengan keterampilan, kemampuan dan kompetensinya masing-masing, dengan memperhatikan kepentingan mereka sebagai manusia yang mempunyai harkat dan martabat. Setiap tenagakerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama
63
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak untuk dapat hidup layak. Pengusaha dapat merekrut pekerja secara langsung atau melalui Pelayanan Ketenagakerjaan yang disediakan oleh Pemerintah, atau melalui perusahaan penyalur tenagakerja swasta. Perusahaan penyalur tenagakerja swasta pada dasarnya dilarang memungut biaya penempatan dari pencari kerja. Pelayanan Ketenagakerjaan Pemerintah dan perusahaan penyalur tenagakerja swasta dapat membuka pelayannnya hingga ke kabupaten/kota. Setiap perusahaan diwajibkan melaporkan kepada Dinas Tenagakerja semua lowongan kerja yang ada dirinci menurut syarat jabatan yang diperlukan. Dalam waktu yang sama, Dinas Tenagakerja juga mencatat daftar pencari kerja, dirinci menurut kualifikasi masing-masing. Dinas Tenagakerja kemudian mencoba mencocokkan kualifikasi pencari kerja dengan persyaratan lowongan kerja. Perusahaan tetap mempunyai wewenang untuk menetapkan keputusan akhir untuk menerima atau menolak pencari kerja yang bersangkutan.
PENDAFTARAN PENCARI KERJA Pencari kerja yang terdaftar terus bertambah dari 457.040 orang tahun 1983 menjadi 1.542.522 orang tahun 1997, kemudian turun menjadi 975.215 orang tahun 2000 bahkan tercatat hanya 324.810 orang tahun 2002. Penurunan jumlah pencari kerja terdaftar ini tidak dapat diartikan bahwa telah terjadi perbaikan pasar kerja dan perekonomian. Penurunan pendaftar ini dapat mengindikasikan, pertama, bahwa banyak pencari kerja yang tidak tertarik lagi mendaftar ke Pelayanan Ketenagakerjaan (BPK), karena BPK ini relatif kurang berhasil menyalurkan pencari kerja mengisi lowongan yang ada. Kedua, pencari kerja cenderung berusaha sendiri langsung melamar ke perusahaan-perusahaan. Ketiga, terutama dalam 5 tahun terakhir, sudah semakin banyak perusahaan penyalur tenagakerja swasta yang ikut menyalurkan pencari kerja ke perusahaan-perusahaan. Tabel 6.1 memperlihatkan jumlah pencari kerja, lowongan kerja terdaftar, dan penempatan melalui BPK selama tahun 1983-2003. Tabel 6.2 memuat angka-angka pendaftaran pencari kerja, penempatan dalam tahun 2003 dirinci menurut provinsi. Sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 6.1, sebagian besar pencari kerja terdaftar adalah lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau SLTA (69,4%) dan lulusan perguruan tinggi (11,6%). Angka ini konsisten dengan tingkat pengangguran yang dikemukakan di Bab 2. Tingkat pengangguran di kalangan lulusan SLTA mencapai 17,97% dan di kalangan lulusan perguruan tinggi sebesar 11,46%.
64
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 6.1 PENCARI KERJA, LOWONGAN DAN PENEMPATAN INDONESIA, 1983 - 2005
Tahun
1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005a)
Pencari Kerja (PK)
457,040 695,666 712,993 827,172 985,242 961,800 1,214,148 1,238,717 1,324,681 1,213,018 1,338,990 1,228,159 1,198,281 1,497,159 1,542,522 1,191,745 1,191,750 975,215 343,205 324,810 425,200 414,223 285,098
Lowongan Kerja (LK)
Penempatan
Jumlah
%PK
Jumlah
%LK
%PK
122,498 112,421 85,039 156,172 168,969 180,301 227,539 272,965 301,553 364,240 381,495 421,189 462,257 629,464 593,153 546,091 475,260 388,058 100,845 91,242 132,811 96,242 119,905
26.8 16.2 11.9 18.9 17.1 18.7 18.7 22.0 22.8 30.0 28.5 34.3 38.6 42.0 38.5 45.8 39.9 39.8 29.4 28.1 31.2 23.2 42.1
94,932 90,712 72,876 114,589 122,387 120,293 167,346 198,883 282,357 327,852 352,616 400,230 398,300 527,248 492,705 471,760 395,214 320,758 85,697 55,355 62,341 75,227 93,174
77.5 80.7 85.7 73.4 72.4 66.7 73.5 72.9 93.6 90.0 92.4 95.0 86.2 83.8 83.1 86.4 83.2 82.7 85.0 60.7 46.9 78.2 77.7
20.8 13.0 10.2 13.9 12.4 12.5 13.8 16.0 21.3 27.0 26.3 32.6 33.2 35.2 31.9 39.6 33.2 32.9 25.0 17.0 14.7 18.2 32.7
Sumber : Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi, Informasi Pasar Kerja, 2005 a) January - Oktober 2005
65
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 6.2 PENCARI KERJA, LOWONGAN DAN PENEMPATAN MENURUT PROVINSI, 2003
Pencari Kerja (PK)
No.
Provinsi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Riau Bangka Belitung Jakarta Raya Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua
3,260 19,543 4,087 22,563 61,587 9,770 1,517 424 99,987 n.d. 2,243 7,024 32,115 4,515 72,662 21,329 n.d. 20,410 49,334 7,803 6,739 27,052 7,374 53 5,654 1,664 394 n.d. 4,150 400 n.d.
Total
473,360
Lowongan Penempatan Kerja Number % RV % RJS (LK)
n.d. 3,667 613 576 9,546 756 n.d. n.d. 31 n.d. n.d. 1,054 15,352 3,115 13,831 3,949 n.d. 20,196 19,447 1,883 980 1,450 1,578 n.d. 6,999 1,512 n.d. n.d. 1,559 n.d. n.d.
10 1,393 151 747 2,697 847 n.d. 35 1,278 n.d. n.d. 3,134 11,092 n.d. 26,544 3,264 n.d. 11,524 3,137 1,808 802 1,873 1,686 n.d. 463 2,742 n.d. n.d. 589 n.d. n.d.
37.99 24.63 110.50 27.96 112.04 n.d. n.d. 4122.5 8 n.d. n.d. 297.34 72.25 n.d. 191.92 82.65 n.d. 57.06 25.60 62.71 81.84 76.45 487.07 n.d. 66.24 109.16 n.d. n.d. 37.78 n.d.
0.31 7.13 3.69 3.31 4.38 8.67 n.d. 8.25 12.80 n.d. n.d. 44.62 34.54 n.d. 36.53 15.30 n.d. 56.46 6.36 23.17 11.90 6.92 104.23 n.d. 8.19 16.43 n.d. n.d. 14.19 n.d. n.d.
97,801 66,625
83.66
19.54
Sumber : Profil Sumberdaya Manusia Indonesia 2004 66
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
LOWONGAN KERJA Sebagaimana dikemukakan di Bab 2, salah satu masalah besar yang dihadapi Indonesia terutama sejak krisis moneter tahun 1997 adalah penurunan kesempatan kerja di sektor formal. Dengan demikian, lowongan kerja yang terdaftar juga terus berkurang dari 593.153 tahun 1997 menjadi hanya 91.243 tahun 2002. Sebagaimana dapat dilihat di Tabel 6.1, jumlah lowongan kerja terdaftar dalam tahun 2003 hanya 31,2 % dari jumlah pencari kerja yang terdaftar. Tabel 6.4 juga memperlihatkan bahwa kebanyakan lowongan kerja terdaftar berada di sektor jasa-jasa (79,6%) dan di sektor pengolahan (9,6%).
PENGGUNAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN Sebagaimana dapat ditunjukkan melalui Tabel 6.1, Tabel 6.2 dan Tabel 6.3, hanya 14,7% dari pencari kerja dalam tahun 2003 yang dapat disalurkan dan ditempatkan. Alasan pertama adalah keterbatasan lowongan kerja yang tersedia. Sehingga kesempatan pencari kerja untuk diterima menjadi sangat kecil. Namun demikian, walaupun jumlah lowongan kerja terdaftar relatif kecil dibandingkan dengan jumlah pencari kerja, karena kualifikasi sebagian besar pencari kerja tidak sesuai atau tidak memenuhi persyaratan jabatan. Misalnya dalam tahun 2003, hanya 62,341 orang atau 14,7% dari 425.200 orang pencari kerja yang memenuhi syarat mengisi 62.341 dari 132.811 lowongan yang terdaftar. Dengan kata lain, 70.470 lowongan lainnya tidak dapat diisi oleh 362.859 orang pencari kerja, terutama karena kualifikasi mereka tidak sesuai dengan syarat jabatan yang diperlukan. 67
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 6.3 PENCARI KERJA DAN PENEMPATAN MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN, 2003
Penempatan Tingkat Pendidikan
Pencari Kerja Jumlah
%
Sekolah Dasar
22,696 (5.3%)
14,859
65.5
SLTP
30,613 (7.2%)
11,450
37.4
295,110 (69.4%)
28,126
9.51
27,763 (6.5%)
3,331
2.0
49,073 (11.6%)
4,575
9.3
425,255
62,341
14.7
SLTA
Diploma
Perguruan Tinggi
Total
Sumber : Profil Sumberdaya Manusia Indonesia 2004
68
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 6.4 LOWONGAN KERJA DAN PENEMPATAN MENURUT SEKTOR, 2004
Lowongan Kerja
Penempatan
Pertanian
18.588
10.009
Pertambangan
2.254
1.703
Industri
30.978
Sektor Industri
Listrik, Gas, Air
317
Konstruksi
2.209
Perdagangan
8.175
Transportasi
991
19.016 64 1.104 4.905 281 936
Keuangan
1.740
Jasa-jasa
39.120
Total
104.192
Sumber : Profil Sumberdaya Manusia Indonesia 2005
69
27.279
65.297
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
BAB 7 UPAH DAN JAMINAN SOSIAL
S
truktur dan tingkat upah di sebagian besar perusahaan di Indonesia ditetapkan oleh manajemen atau pengusaha. Bila di perusahaan telah terbentuk serikat pekerja, tingkat upah di perusahaan tersebut dapat dipengaruhi hasil negosiasi antara pengusaha dan serikat pekerja. Tingkat upah di Indonesia pada umumnya masih rendah. Dalam tahun 2000, rata-rata nilai kebutuhan dasar di Indonesia sekitar Rp 300.000 per bulan. Dalam tahun itu, terdapat 31,5% pekerja di kota dan 52,1% pekerja di desa yang menerima upah kurang dari Rp 300.000 per bulan. Lihat Tabel 7.1 dan 7.2. Sebagian besar lulusan Sekolah Dasar menerima upah di bawah kebutuhan hidup minimum; 57,3% di daerah perkotaan dan 67,1% di daerah pedesaan.
71
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan upah pekerja, antara lain dengan terus-menerus setiap tahun meningkatkan upah minimum provinsi dan upah minimum provinsi sektoral. Ketentuan upah minimum di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1956. Dewan Penelitian Pengupahan Nasioal dibentuk tahun 1969 dengan anggota terdiri dari wakil-wakil beberapa departemen, asosiasi pengusaha, serikat pekerja, dan perguruan tinggi. Sekarang ini, upah minimum telah ditetapkan di setiap provinsi dan di beberapa kabupaten/kota, termasuk untuk beberapa sektor usaha. Di setiap provinsi telah dibentuk Dewan Penelitian Pengupahan Daerah (DPPD) dengan anggota terdiri dari wakil-wakil pemerintah daerah, kantor Departemen di daerah, asosiasi pengusaha, serikat pekerja dan perguruan tinggi. Dewan Penelitian Pengupahan Daerah mempunyai fungsi : ! Melakukan survei dan menghitung tingkat kebutuhan hidup layak untuk pekerja lajang, pekerja berkeluarga dengan satu anak (K1), pekerja berkeluarga dengan dua anak (K2), dan pekerja berkeluarga dengan tiga anak (K3) dalam satu bulan; ! Melakukan survei terhadap kelompok perusahaan yang kurang mampu, dan menghitung kemampuan maksimum mereka untuk membayar upah; ! Menghitung Upah Minimum Provinsi (UMP) dengan memperhatikan UMP tahun sebelumnya, tingkat kebutuhan hidup layak, kemampuan perusahaan kelompok kurang mampu, dan tingkat inflasi. Sebelum otonomi daerah, DPPD mengusulkan UMP kepada Gubernur dan Gubernur mengusulkan ke Menteri Tenagakerja untuk ditetapkan. Sebelum ditetapkan, Menteri biasanya meminta pendapat DPPN. Sejak tahun 2002, Gubernur sendiri yang menetapkan UMP untuk daerahnya. Sebagaimana dapat dilihat di Tabel 7.1, UMP tahun 2005 pada umumnya masih rendah. UMP di 13 provinsi masih berada di bawah tingkat kebutuhan hidup layak. Sesuai dengan Undang-undang No. 3 tahun 1992, Program Jaminan Sosial Tenagakerja (Jamsostek) bersifat wajib bagi semua pekerja, sebagai perlindungan terhadap kecelakaan kerja, kematian, usia tua, dan sakit. Dengan kata lain, program Jamsostek menyediakan jaminan kecelakaan kerja, santunan kematian, jaminan hari tua, dan asuransi kesehatan bagi pekerja dan keluarganya. Program Jamsostek bersifat wajib bagi perusahaan yang mempekerjakan 10 orang atau lebih. Program ini disusun dan dilaksanakan berdasarkan prinsip tolong-menolong dengan menggunakan cara perhitungan asuransi sosial. Untuk dana kecelakaan kerja, setiap pengusaha harus membayar kontribusi tergantung pada jenis pekerjaan dan intensitas risiko kecelakaan kerja. Iuran pengusaha semula berkisar dari 0,24% hingga 3,6% dari gaji setiap bulan, dan mulai tahun 1998 diturunkan menjadi 0,24% hingga 1,74% gaji setiap 72
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
bulan. Manfaat jaminan kecelakaan kerja bagi pekerja antara lain mencakup : ! Biaya pengobatan dan rumah sakit maksimum Rp 6,4 juta; ! Biaya transportasi ke dan dari rumah sakit sampai Rp 400.000,-; ! Kompensasi atas cacat total permanen sebesar 60 bulan gaji; ! Kompensasi selama pekerja untuk sementara tidak dapat bekerja : - 100% upah per bulan selama 120 hari pertama; - 75% upah per bulan selama 120 hari kedua; - 50% upah per bulan untuk periode berikutnya. Untuk program kesehatan, pengusaha membayar 3% gaji setiap bulan bagi pekerja lajang dan 6% gaji setiap bulan bagi pekerja berkeluarga dengan maksimum 3 orang anak. Pekerja dan keluarganya akan mendapat manfaat untuk mencakup biaya: ! Pemeriksaan kesehatan oleh dokter umum dan dokter spesialis; ! Penyediaan obat; ! Pemeriksaan laboratorium sesuai dengan permintaan dokter; ! Pemeriksaan gigi dan mata; ! Rawat inap (rumah sakit) dan rawat darurat; ! Prothese, orthose, dan kacamata. Untuk jaminan hari tua, pekerja membayar iuran 2% gaji setiap bulan dan pengusaha membayar 3,7% gaji setiap bulan. Pekerja akan menerima manfaat saat pensiun dalam umur 55 tahun atau bila tidak dapat lagi bekerja secara permanen karena kecelakaan kerja. Keluarga pekerja akan menerima manfaat jaminan hari tua bila pekerja meninggal dunia sebelum usia pensiun. Untuk santunan kematian, pengusaha membayar iuran 0,5% gaji setiap bulan. Sejak tahun 1998, iuran tersebut diturunkan menjadi 0,3% gaji setiap bulan. Bila pekerja meninggal dunia, keluarganya menerima santunan sebesar Rp 2,4 juta. Berdasarkan UU No. 11 tahun 1992, pengusaha diminta mengikutsertakan semua pegawainya dalam program pensiun. Untuk itu, setiap pekerja membayar iuran antara 4 sampai 7 persen gaji setiap bulan dan pengusaha juga membayar iuran antara 4 sampai 7 persen gaji setiap bulan. Pekerja menerima manfaat pensiun pada saat usia pensiun 55 tahun.
73
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 7.1 UPAH MINIMUM PROVINSI DAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK INDONESIA, 2006 (Rp 1.000)
No.
Provinsi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Jakarta Raya Jawa Barat Banten Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sulawesi Barat Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Gorontalo Papua
UMP
KHL
820.0 737.8 650.0 637.0 760.0 563.0 604.0 640.0 526.0 505.0 819.1 447.6 661.6 450.0 460.0 390.0 510.0 512.0 634.3 536.3 701.6 612.0 575.0 573.4 713.5 612.0 550.0 550.0 575.0 528.0 527.0 822.2
775.0 737.8 668.7 870.6 991.2 571.1 853.0 714.0 586.0 589.5 831.3 542.6 735.1 582.1 673.5 580.0 742.0 605.0 850.0 597.9 764.7 672.6 615.0 573.4 691.2 672.6 570.0 670.6 1.076.7 926.3 677.1 941.1
Source : Direktorat Jenderal Hubungan Industrial 74
UMP/KHL
105.81 100.0 97.21 73.17 76.67 98.57 70.81 89.64 88.05 85.66 98.53 82.50 90.00 77.30 68.30 67.24 68.73 84.63 74.62 101.0 91.75 90.98 93.50 100.0 103.22 90.98 82.02 65.2 53.40 57.00 77.82 87.40
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
BAB 8 PEKERJA MIGRAN
I
ndonesia menghadapi masalah tingkat pengangguran yang tinggi dan keterbatasan kesempatan kerja di dalam negeri. Oleh sebab itu Indonesia perlu memanfaatkan kesempatan kerja di luar negeri terutama kesempatan yang terbuka di Malaysia dan Timur Tengah. Karena pendidikan sebagian besar angkatan kerja Indonesia masih rendah, maka mereka pada umumnya terserap hanya di sektor informal. Dalam waktu yang sama, Indonesia juga mempekerjakan sejumlah tenagakerja asing, terutama sejak Indonesia mengundang investor asing di awal tahun 1970-an untuk ikut mendukung pembangunan. Tenagakerja asing terpaksa dilibatkan karena berkaitan dengan pemilikan modal dan manajemen, penerapan teknologi maju yang membutuhkan tenaga ahli, untuk mendukung pemasaran internasional serta karena kelangkaan tenaga ahli Indonesia. Dengan kata lain, tenagakerja asing dipekerjakan untuk jabatan-jabatan tertentu dan untuk periode tertentu pula.
PENGIRIMAN TENAGAKERJA INDONESIA
KE
LUAR NEGERI
Indonesia mempunyai hubungan historis dan sangat dekat dengan Malaysia karena kesamaan asal-usul dan bahasa, bertetangga dekat, kesamaan budaya dan agama. Banyak warga negara Malaysia yang masih mempunyai famili di Indonesia dan tetap memelihara hubungan dengan mereka. Melalui hubungan famili seperti itu, banyak warga negara Indonesia yang tertarik dan mudah memperoleh pekerjaan di Malaysia secara individual dan mengurus sendiri. Sejak awal tahun 1980-an, Indonesia menghadapi tekanan peningkatan jumlah penganggur, sementara perekonomian Malaysia bertumbuh dengan cepat. Malaysia membutuhkan banyak tenagakerja terutama untuk sektor 75
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
perkebunan, bangunan dan pembantu rumah tangga. Dalam rangka mengupayakan persiapan dan perlindungan yang lebih baik, kedua negara sepakat untuk memobilisasi tenagakerja Indonesia ke Malaysia melalui perusahaan penyalur jasa tenagakerja. Jumlah tenagakerja Indonesia yang dikerahkan ke Malaysia menjadi terus meningkat dari 29.715 orang dalam tahun 1995 menjadi 317.685 orang dalam 1997. Akibat krisis ekonomi yang melanda kedua negara ini, jumlah pengiriman tenagakerja tersebut turun menjadi hanya 95.033 orang dalam tahun 1998 dan dengan lambat naik lagi menjadi 127.175 orang dalam tahun 2004. Lihat Tabel 8.1. Dalam tahun 2001 diperkirakan sekitar satu juta orang tenagakerja Indonesia yang masuk secara resmi dan bekerja di Malaysia dan sekitar 500.000 orang yang masuk dan bekerja secara tidak resmi. Dengan lonjakan harga minyak dalam awal tahun 1970-an, perekonomian negara-negara Timur Tengah sebagai penghasil minyak terbesar di dunia meningkat dengan sangat cepat. Mereka membutuhkan sangat banyak tenagakerja yang kemudian didatangkan dari Asia yaitu dari Filipina, India, Pakistan, Banglasesh, Sri Lanka, dan Indonesia. Dalam tahun 2000, Indonesia mengirimkan 130.114 orang tenagakerja Indonesia ke Timur Tengah, sekitar 90% dari mereka ditempatkan di Arab Saudi. Yang lainnya bekerja di Emirat, Kuwait, dan lain-lain. Sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 8.2, sebagian besar tenagakerja Indonesia yang bekerja di luar negeri ditempatkan di Malaysia dan Arab Saudi. Lebih dari 50% tenagakerja Indonesia yang dikirim ke Malaysia adalah perempuan, sementara yang dikirim ke Timur Tengah terdiri dari 90% perempuan. Disamping pengiriman tenagakerja Indonesia (TKI) ke Malaysia dan Timur Tengah, Indonesia juga mengirim TKI ke Brunei Darussalam, Hongkong, Korea Selatan, Singapur, Taiwan, dan ke beberapa negara di Eropa. Lihat Tabel 8.2. Sebagaimana dapat dilihat di Tabel 8.3, sekitar dua pertiga TKI yang dikirim ke Malaysia bekerja di sektor formal terutama di perkebunan dan bangunan. Sebaliknya, 90% TKI yang dikirim ke Arab Saudi bekerja di sektor informal, pada umumnya sebagai pembantu rumah tangga.
76
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 8.1 JUMLAH TKI YANG DIKIRIM BEKERJA DI LUAR NEGERI
Tahun
Ke Malaysia
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 a)
29,712 38,652 317,685 95,033 169,177 191,700 110,490 152,680 89,439 127,175 77,161
Ke Timur Tengah
47,524 122,564 126,347 193,937 154,636 130,114 121,388 241,961 183,770 219,699 50,589
Ke Negara Lain
43,367 58,946 58,945 91,203 103,841 136,062 107,322 87,055 20,485 33,816 25,243
a) Januari - Juni 2005 Sumber : Direktorat Jenderal Penempatan Tenagakerja Luar Negeri
77
Jumlah
120,603 220,162 502,977 380,173 427,654 457,876 339,200 481,696 293,694 380,690 152,993
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 8.2 JUMLAH YANG DIKIRIM BEKERJA DI LUAR NEGERI TAHUN 2004
Negara Tujuan
Laki-laki
Brunei Darussalam
Malaysia
3,988
6,503
2
14,181
14,183
2,416
508
2,924
62,658
64,517
127,175
33
9,098
9,131
810
159
969
85
0
85
1,235
14,754
15,989
94
39
133
14,156
189,290
203,446
54
77
131
0
4
4
17
0
17
Singapura Taiwan Negara Asia Lain Kuwait Emirat Arab Saudi Arabia Negara Timur Tengah Lain Neagra Eropa Negara-negara Lainnya
Total
Jumlah
2,515
Hongkong Korea
Perempuan
84,075
296,615
Sumber : Direktorat Jenderal Penempatan Tenagakerja Luar Negeri
78
380,690
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Table 8.3 PENGIRIMAN TKI KE LUAR NEGERI MENURUT JENIS KELAMIN DAN SEKTOR, 2004
Uraian
Asia Pasifik
Timur Tengah
Negara Lain
Jumlah
Sektor Formal
115,306
921
20
116,247
Laki-laki
68,022
609
17
68,648
Perempuan
47,284
312
3
47,599
Sektor Informal
45,664
218,778
1
264,443
Laki-laki
497
14,930
-
15,427
Perempuan
45,167
203,848
1
249,016
160,970
219,699
21
380,690
68,519
15,539
92,451
204,160
Jumlah Laki-laki Perempuan
17
84,075
4
296,615
Sumber : Direktorat Jenderal Penempatan Tenagakerja Luar Negeri
79
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Mereka yang bekerja di sektor informal pada umumnya kurang mendapat perlindungan. Banyak diantara mereka yang mengalami penyiksaan dan perlakukan kasar. Dalam rangka meningkatkan perlindungan TKI di luar negeri, Indonesia baru saja memberlakukan UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenagakerja Indonesia di Luar Negeri. UU No. 39 tahun 2004 memuat rincian persyaratan bagi TKI, perusahaan pengerah TKI dan tanggungjawab Pemerintah dalam pengiriman TKI tersebut. Sebagaimana diatur dalam UU No. 39 tersebut, setiap TKI yang akan dikirim bekerja di luar negeri harus : ! Berumur 18 tahun atau lebih; ! Mempunyai pendidikan paling rendah SLTP; ! Tidak sedang hamil; ! Memiliki sertifikat kompetensi. Demikian juga Perusahaan Jasa TKI di Indonesia diharuskan : ! Memiliki fasilitas pelatihan; ! Melatih calon TKI sebelum diberangkatkan di bidang pekerjaan teknis, bahasa dan budaya; ! Memiliki Perusahaan Jasa Tenagakerja sebagai mitra kerja di negara tujuan.
TENAGAKERJA ASING Sebagian besar tenagakerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia berkaitan dengan investasi modal luar negeri. Undang-undang Penanaman Modal Luar Negeri dan Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri membuka peluang bagi perusahaan di Indonesia mempekerjakan TKA: ! Berkaitan dengan pemilikan dana investasi, yang bertugas memonitor dan mengawasi penggunaan dana dan jalannya usaha; ! Sebagai manajer khususnya di bidang produksi dan penerapan teknologi maju, keuangan dan atau pemasaran; ! Sebagai tenaga profesional, supervisi dan operator bila tenaga dengan keahlian seperti itu berlum tersedia di Indonesia. Tingkat upah di Indonesia pada umumnya rendah. Dengan tingkat upah seperti itu, TKA tentu tidak tertarik untuk bekerja di Indonesia. Akan tetapi dengan alasan tenagakerja langka, TKA biasanya dibayar dengan sangat mahal. Akibatnya, perusahaan sebenarnya dibebani biaya besar dalam mempekerjakan TKA.
80
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Untuk melindungi perusahaan dari biaya yang demikian besar, perusahaan didorong untuk tidak menggunakan banyak TKA antara lain melalui prosedur berikut ini: ! Setiap pengusaha yang bermaksud mempekerjakan TKA harus menyusun Rencana Penggunaan Tenagkerja Asing (RPTKA) yang disahkan oleh Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi setelah mendapat rekomendasi dari Departemen atau instansi yang terkait; ! Pengusaha dapat mempekekerjakan TKA setelah memperoleh izin kerja dari Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi; ! Izin kerja TKA diterbitkan berdasarkan RPTKA yang telah disahkan. Hingga beberapa tahun sebelum krisis ekonomi tahun 1997, jumlah TKA yang bekerja di Indonesia terus meningkat. Tabel 8.4 memperlihatkan bahwa TKA yang diperkerjakan di Indonesia meningkat dari 41.422 orang dalam tahun 1994 menjadi 48.658 orang dalam tahun 1996, akan tetapi terus turun menjadi 37.192 orang dalam tahun 1997 dan menjadi hanya 14.713 orang dalam tahun 2000. Jumlah ini meningkat menjadi 28.073 orang dalam tahun 2005.
81
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Table 8.4 JUMLAH TKA YANG BEKERJA DI INDONESIA
Tahun
Manajer
Profesional
Supervisor
Operator
Jumlah
1994
8,254
11,053
8,293
13,822
41,422
1995
13,624
11,874
8,254
23,407
57,159
1996
12,663
11,163
8,281
16,551
48,658
1997
8,762
12,969
5,409
10,052
37,192
1998
7,808
12,929
3,502
8,984
33,223
1999
9,338
8,275
2,102
9,293
29,008
2000
5,520
7,455
1,007
731
14,713
2001
8,875
12,105
699
2,640
24,319
2002
7,889
15,925
680
1,219
25,713
2003
5,146
19,111
218
3,598
28,073
2004
14.276
25.227
2.435
924
42.862
Sumber : Profil Sumberdaya Manusia Indonesia 2005
82
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
BAB 9 HUBUNGAN INDUSTRIAL
H
ubungan industrial adalah hubungan antar semua pemangku kepentingan dalam suatu perusahaan, yaitu pengusaha dan manajemen, pekerja dan serikat pekerja, perusahaan lain sebagai pamasok atau pengguna, konsumen, pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Semua pemangku kepentingan tersebut mengharapkan perusahaan dimaksud terus berlangsung dan berhasil. Pengusaha bertanggungjawab menjaga keamanan dari asetnya. Bagi pekerja, perusahaan merupakan sumber pekerjaan, sumber penghasilan, serta tempat untuk mengembangkan keterampilan dan kariernya. Oleh sebab itu untuk memelihara kepentingan mereka terutama pengusaha dan pekerja di suatu perusahaan harus bekerjasama sebagai mitra untuk membangun hubungan industrial yang aman dan harmonis. Hubungan Industrial di Indonesia dewasa ini ditandai dengan reformasi politik dan pertambahan jumlah serikat pekerja yang sangat besar. Dilain pihak dunia usaha masih menghadapi masalah besar sebagai dampak dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Sebagai tambahan Indonesia baru saja meratifikasi 8 Konvensi Dasar ILO. Semua hal tersebut menuntut perlunya reformasi hubungan industrial di Indonesia. Hubungan Industrial di suatu perusahaan dilaksanakan melalui beberapa sarana antara lain : Badan Kerjasama Bipartit, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama Serikat Pekerja dan Asosiasi Pengusaha, Badan Kerjasama Tripartit, Lembaga Penyelesaian Perselisihan, dan sejumlah peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
83
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
BADAN KERJASAMA BIPARTIT Badan Kerjasama Bipartit adalah suatu forum bagi wakil pengusaha dan wakil pekerja atau serikat pekerja di suatu perusahaan yang berfungsi membahas dan menyelesaikan masalah-masalah ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Badan Kerjasama atau BKS Bipartit mempunyai peranan dan fungsi membangun hubungan industrial yang aman dan harmonis, meningkatkan produktivitas, merumuskan ketentuan dan disiplin kerja di perusahaan, menampung saran-saran dan keluhan para pekerja, dan menilai pelaksanaan peraturan perusahaan atau pejanjian kerja bersama. Melalui BKS Bipartit dialog antara pengusaha dan wakil pekerja dapat diintensifkan, salah paham dan perbedaan persepsi dapat dihilangkan. Setiap perusahaan yang mempekerjajan 50 orang atau lebih wajib membentuk BKS Bipartit. Jumlah wakil setiap unsur di BKS Bipartit boleh bervariasi antara 6 sampai 20 orang, tergantung pada skala perusahaan, jumlah pekerja dan struktur organisasi perusahaan. Bila di perusahaan belum terbentuk serikat pekerja, maka wakil pekerja dalam BKS Bipartit harus dipilih sacara demokratis dari dan oleh semua pekerja. Bila di suatu perusahaan terdapat hanya satu serikat pekerja, dan semua pekerja telah menjadi anggota dari serikat pekerja tersebut, maka pengurus serikat pekerja dan anggota lain yang ditunjuk dapat mewakili seluruh pekerja di BKS Bipartit. Akan tetapi bila di suatu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja dan atau sebagian pekerja belum menjadi anggota serikat pekerja, maka wakil mereka di BKS Bipartit harus ditunjuk atau dipilih secara proporsional menurut jumlah anggota. Keanggotaan di BKS Bipartit adalah untuk 2 tahun dan dapat dipilih kembali untuk periode berikutnya. BKS Bipartit yang baru didirikan harus didaftar di Dinas Tenagakerja. Setiap perubahan anggota BKS Bipartit juga harus dilaporkan kepada Dinas Tenagakerja. BKS Bipartit harus melakukan pertemuan paling sedikit satu kali sebulan. Hingga bulan Maret 2005, BKS Bipartit telah didirikan di 7.868 perusahaan di 26 provinsi. Lihat Tabel 9.1.
84
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 9.1 JUMLAH BKS BIPARTIT DI INDONESIA, 2002
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Provinsi
Jumlah
203 370 214 271 187 241 130 157 915 1,001 483 234 1,248 260 115 99 168 295 225 239 88 109 135 279 90 107
Aceh Sumatere Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Jakarta Raya Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Maluku Irian Jaya Jumlah
7,868
Source : Direktorat Jenderal Hubungan Industrial
85
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
PERKEMBANGAN SERIKAT PEKERJA Serikat pekerja mempunyai peranan penting bukan saja untuk mewujudkan hak pekerja atas kebebasan berserikat, akan tetapi sebagai mitra pengusaha untuk membangun dan melaksanakan hubungan industrial yang harmonis di suatu perusahaan. Setiap serikat pekerja pada umumnya melaksanakan fungsifungsi berikut ini: ! Menampung aspirasi dan keluhan para anggota dan menyampaikannya kepada manajemen atau pengusaha secara langsung atau melalui BKS Bipartit; ! Mewakili pekerja di BKS Bipartit untuk merumuskan Perjanjian Kerja Bersama; ! Mewakili pekerja di berbagai lembaga ketenagakerjaan; ! Memperjuangkan kepentingan anggota secara langsung kepada pengusaha atau melalui BKS Bipartit atau lembaga lain; ! Membantu penyelesaian perselisihan; ! Meningkatkan disiplin pekerja dan motivasi kerja para anggota; ! Bersama pemangku kepentingan lainnya membangun hubungan industrial yang aman dan harmonis. Undang-Udang Dasar Republik Indonesia menjamin hak dasar pekerja untuk mendirikan dan atau menjadi anggota serikat pekerja. Indonesia telah meratifikasi Konvensi dasar ILO No. 87 tahun 1948 tentang Kebebasarn Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi, dan Konvensi No. 98 tahun 1949 tentang Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama. Demikian juga UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja memuat hak penuh pekerja untuk mendirikan dan atau menjadi anggota serikat pekerja atas pilihan sendiri secara sukarela, tanpa tekanan dari pengusaha, pemerintah atau serikat pekerja sendiri. UU No. 21 tahun 2000 menyatakan bahwa serikat pekerja di suatu perusahaan dapat didirikan oleh paling sedikit 10 orang pekerja di perusahaan dimaksud. Setiap pekerja tidak dibenarkan menjadi anggota dari lebih dari satu serikat pekerja. Setiap serikat pekerja harus terbuka untuk semua pekerja menjadi anggota dan memperjuangkan kepentingan pekerja tanpa diskriminasi yang didasarkan pada aliran politik, agama, suku dan jenis kelamin. Setiap serikat pekerja, federasi dan konfederasi serikat pekerja harus mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Satu serikat pekerja yang mempunyai struktur dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota hingga ke tingkat perusahaan, dapat mempunyai satu anggaran dasar dan satu anggaran rumah tangga. Demikian juga satu federasi serikat pekerja dapat mempunyai hanya satu anggaran dasar dan satu anggaran rumah tangga yang berlaku
86
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
untuk semua serikat pekerja anggota dan untuk semua tingkat. Anggaran dasar serikat pekerja harus paling sedikit memiliki : ! Nama dan logo serikat pekerja, ! Dasar, asas dan tujuan organisasi, ! Tempat kedudukan atau domisili, ! Ketentuan keanggotaan dan kepengurusan, ! Sumber dana dan pertanggungjawaban penggunaannya, ! Bentuk dan struktur organisasi, ! Ketentuan melakukan perubahan anggaran dasar dan rumah tangga. Pembentukan serikat pekerja, federasi dan konfederasi serikat pekerja harus dicatatkan kepada Dinas Tenagakerja setempat. Pencatatan tersebut harus memuat informasi mengenai : a. Daftar dan nama pendiri serikat pekerja, b. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serikat pekerja, c. Susunan dan nama pengurus. Pembentukan serikat pekerja di Indonesia telah dimulai sejak menjelang akhir pemerintahan kolonial Belanda. Serikat pekerja pertama didirikan adalah Asosiasi Pegawai Pemerintah Belanda di Indonesia dalam tahun 1897, kemudian disusul dengan Serikat Pekerja Pos dalam tahun 1905, dan Serikat Pekerja Pabrik Gula dalam tahun 1906, Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan dalam tahun 1907 dan Serikat Pekerja Kereta Api dalam tahun 1908. Sebelum kemerdekaan Indonesia, gerakan sebagian besar serikat pekerja sangat dekat dengan gerakan politik dan pada umumnya berorientasi politik.
87
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Setelah kemerdekaan, sebahagian besar serikat pekerja tetap mempertahankan orientasi politik. Mereka kurang memberikan perhatian untuk secara langsung meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Sebahagian besar serikat pekerja memfokuskan kegiatannya mengenai politik. Di banyak perusahaan didirikan lebih dari satu serikat pekerja, masing-masing mempunyai fungsi utama memobilisasi pekerja untuk menjadi anggota partai politik tertentu. Dengan kondisi seperti itu, perjuangan serikat pekerja menjadi lemah dan kurang efektif dalam memperjuangkan kepentingan dan kesejahteraan pekerja. Orientasi politik serikat pekerja seperti itu terus bertahan sampai awal era Orde Baru akhir tahun 1960-an. Dalam awal 1970-an, Indonesia berhasil menyederhanakan jumlah partai politik melalui penggabungan atau fusi. Penyederhanaan partai politik ini diikuti oleh para pimpinan serikat pekerja. Pada tanggal 20 Februari tahun 1973 para pemimpin seluruh serikat pekerja pada waktu itu sepakat untuk menyatakan Deklarasi Persatuan Pekerja Seluruh Indonesia dengan ketentuan berikut ini : ! Semua gerakan serikat pekerja harus bebas dari pengaruh dan interfensi partai politik; ! Semua serikat pekerja harus memfokuskan kegiatannya di bidang sosial dan ekonomi untuk kepentingan dan kesejahteraan pekerja dan keluarganya; ! Semua serikat pekerja yang ada harus disusun kembali berdasarkan sektor atau sub sektor ekonomi; ! Di setiap perusahaan hanya boleh didirikan satu serikat pekerja; ! Semua serikat pekerja yang ada bergabung dan disusun menjadi Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI). Segera setelah krisis moneter tahun 1997, telah terjadi gerakan reformasi politik di Indonesia dalam tahun 1998 yang kemudian menjatuhkan pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. Dalam mengantisipasi pemilihan umum yang akan dilaksanakan, banyak partai politik yang berdiri. Reformasi politik ini telah menstimulasi reformasi serikat pekerja di Indonesia. Dengan kejadian reformasi politik, banyak pekerja di Indonesia merasa memperoleh kembali hak-haknya untuk berorganisasi secara bebas. Jumlah serikat pekerja tiba-tiba melonjak. Menjelang akhir 2004 terdapat lebih dari 80 federasi serikat pekerja yang didaftarkan di Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi, disamping itu masih terdaftar lebih dari 100 serikat pekerja tingkat nasional non federasi. Akan tetapi setelah dilakukan verifikasi ke anggotaan serikat pekerja menjelang akhir tahun 2005 terdapat hanya 35 federasi serikat pekerja yang memenuhi syarat dan 31 serikat pekerja tingkat nasional non federasi. Seluruhnya mempunyai serikat pekerja basis di 10.230 perusahaan. Disamping 88
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
itu masih terdapat 10.237 serikat pekerja tingkat perusahaan yang tidak berafiliasi kepada serikat pekerja yang lain. Lihat Tabel 9.2. Tabel 9.2 JUMLAH ANGGOTA SERIKAT PEKERJA, 2005
No.
Serikat Pekerja
Tingkat Nasional
No. of Company
Anggota
1.
Konfederasi SPSI
16
6,122
1,657,244
2.
Konfederasi SPSI Reformasi
8
1,121
793,874
3.
Konfederasi SBSI
8
1,307
227,806
4.
Federasi SP Lainnya
3
833
269,509
5.
SP Non Federasi
31
847
403,714
6.
SP Tingkat Perusahaan
-
1,237
305,959
64
11,467
3,388,597
Jumlah
Sumber : Direktorat Jenderal Hubungan Industrial
PERATURAN PERUSAHAAN
DAN
PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Peraturan perusahaan berlaku di perusahaan-perusahaan yang belum terbentuk serikat pekerja. Perjanjian kerja bersama berlaku di perusahaan bila serikat pekerja sudah terbentuk. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) disusun berdasarkan hasil negosiasi dan kesepakatan antara wakil pengusaha dan wakil serikat pekerja. Peraturan perusahaan dan PKB memuat syarat-syarat kerja dan perlindungan pekerja termasuk hak dan kewajiban pekerja serta hak dan kewajiban pengusaha. Pemberlakuan peraturan perusahaan dan PKB dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas syarat kerja dan kualitas hubungan industrial untuk mampu meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan pekerja. 89
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Peraturan perusahaan harus disusun dan diberlakukan di setiap perusahaan yang mempekerjakan 10 orang pekerja atau lebih. Setiap perusahaan mempunyai hanya satu peraturan perusahaan yang berlaku untuk semua pekerja. Bila satu perusahaan mempunyai beberapa cabang, perusahaan tersebut boleh mempunyai satu peraturan perusahaan yang berlaku untuk semua cabang dengan atau tanpa tambahan peraturan untuk setiap cabang. Pengusaha bertanggungjawab mempersiapkan rancangan peraturan perusahaan. Kemudian pengusaha sebaiknya meminta masukan atau saran dari wakil-wakil pekerja untuk menyempurnakan rancangan tersebut. Rumusan akhir peraturan perusahaan harus diserahkan untuk diperiksa dan disetujui oleh Dinas Tenagakerja setempat. Dinas Tenagakerja harus meneliti setiap rumusan peraturan perusahaan supaya tidak ada yang bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dirumuskan berdasarkan hasil perundingan antara pengusaha dengan wakil dari satu serikat pekerja atau lebih di perusahaan dimaksud. Perundingan harus dilaksanakan dengan itikad baik dan keinginan bebas dari kedua belah pihak. Setiap pengusaha harus memenuhi permintaan serikat pekerja untuk berunding merumuskan PKB dengan catatan bahwa : ! Serikat pekerja telah terdaftar di Dinas Tenagakerja ! Serikat pekerja telah didukung oleh lebih dari 50% pekerja Bila terdapat lebih dari satu serikat pekerja di suatu perusahaan, serikat pekerja yang beranggotakan lebih dari 50% pekerja berhal melakukan perundingan dengan pengusaha dengan atau tanpa partisipasi serikat pekerja yang lain. Bila dianggap perlu verifikasi keanggotaan serikat pekerja dapat dilakukan oleh panitia yang terdiri dari wakil pengusaha dan wakil pekerja. Perundingan untuk merumuskan PKB dilakukan oleh tim perunding yang terdiri dari tidak lebih dari 9 wakil dari masing-masing unsur. Perundingan dapat dimulai setelah agenda perundingan disepakati yang antara lain : ! Susunan tim perunding; ! Waktu dan lamanya perundingan; ! Materi yang akan dirundingkan; ! Tempat perundingan; ! Cara penyelesaian dalam hal perundingan menghadapi jalan buntu. Setiap PKB pada dasarnya memuat syarat-syarat kerja yang tidak boleh kurang dari ketentuan yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap PKB harus secara spesifik memuat antara lain : ! Nama, tempat kedudukan dan alamat perusahaan; ! Nama, tempat kedudukan dan alamat serikat perkerja; ! Nomor dan tanggal pendaftaran serikat pekerja; 90
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA ! ! ! !
Hak dan kewajiban pengusaha; Hak dan kewajiban pekerja dan serikat pekerja; Tanggal berlakunya PKB; Tandatangan semua pihak atau anggota tim perunding.
Tabel 9.3 PERATURAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Tahun
Peraturan Perusahaan
Perjanjian Kerja Bersama
2001
36,070
8,997
2002
36,152
9,081
2003
36,174
9,102
2004
36,339
9,131
2005 a)
36,483
9,154
a) Sampai Oktober 2005
Dalam hal tidak terdapat konsensus untuk rumusan PKB dalam waktu yang ditentukan, kedua pihak dapat menjadwalkan kembali perundingan dalam kurun waktu tidak lebih dari 30 hari setelah perundingan pertama. Bila dalam perundingan lanjutan kedua belah pihak juga tidak mencapai konsensus maka kedua belah pihak harus membuat pernyataan tertulis yang menyatakan tidak berhasil merumuskan PKB termasuk: ! Bagian dari PKB yang belum disepakati; ! Posisi masing-masing pihak mengenai setiap bagian PKB yang belum disepakati; ! Notulen perundingan; ! Tempat, tanggal dan tandatangan kedua belah pihak. Kemudian salah satu atau kedua belah pihak segera melaporkannya kepada Dinas Tenagakerja untuk selanjutnya Dinas Tenagakerja berupaya menyelesaikannya sebagai perselisihan hubungan industrial. 91
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Penjelasan di atas juga berarti di satu perusahaan berlaku hanya satu PKB. Bila satu perusahaan mempunyai beberapa cabang, dapat disepakati satu PKB yang berlaku untuk semua cabang dengan atau tanpa tambahan ketentuan untuk masing-masing cabang. Setiap PKB harus didaftarkan di kantor Dinas Tenagakerja. Hingga bulan Mei tahun 2002 telah didaftar peraturan perusahaan di 38.118 perusahaan dan PKB di 9.053 perusahaan. Peraturan Perusahaan dan PKB berlaku untuk 2 tahun dan dapat diperpanjang selama maksimum 1 tahun. Dengan kata lain setiap peraturan perusahaan harus ditinjau dan diperbaharui dalam 2 tahun. Demikian juga PKB harus ditinjau dan dirundingkan setiap 2 tahun. Untuk menjamin supaya isi peraturan perusahaan dan PKB tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, peraturan perusahaan dan PKB harus diperiksa dan disahkan oleh Pemerintah terlebih dahulu sebelum diberlakukan.
SYARAT KERJA Peraturan perusahaan dan PKB pada dasarnya memuat syarat-syarat kerja termasuk hak dan kewajiban pengusaha serta hak dan kewajiban pekerja. Syarat kerja tersebut juga mencakup antara lain proses penerimaan pekerja, perjanjian kerja, hari kerja dan istirahat, kerja lembur dan upah lembur, upah dan jaminan sosial, istirahat mingguan dan cuti, pemutusan hubungan kerja dan pembayaran pesangon.
BADAN KERJASAMA TRIPARTIT Konsep dan sistem tripartit sangat esensial dalam pembinaan hubungan industrial dan merupakan karakteristik penting dari Organisasi Ketenagakerjaan Internasional, ILO. Keanggotaan dan peserta sidang-sidang ILO pada umumnya selalu terdiri dari wakil-wakil ketiga unsur tripartit, yaitu wakil serikat pekerja, wakil asosiasi pengusaha dan wakil Pemerintah dari berbagai negara anggota. BKS Tripartit dibentuk di tingkat internasional (ILO), tingkat regional, tingkat nasional, tingkat provinsi, tingkat kabupaten, atau menurut kebutuhan menurut sektor usaha. Di tingkat perusahaan, pada dasarnya hanya melibatkan interaksi pengusaha dengan pekerja dan atau serikat pekerja tanpa intervensi langsung dari Pemerintah. Namun demikian, Pemerintah dapat secara tidak langsung turut berperan, antara lain dalam pengesahan peraturan perusahaan (PP), menyaksikan penandatanganan PKB, menerbitkan berbagai peraturan, dan bahkan melakukan mediasi atau pemerantaraan bila kedua belah pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan. 92
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Sebagai forum konsultasi, BKS Tripartit biasanya mencapai kesepakatan berupa saran. Di beberapa negara, BKS Tripartit juga menghasilkan keputusan mengikat. Di forum ILO, semua keputusan pada umumnya ditetapkan atas persetujuan ketiga unsur tripartit. BKS Tripartit mempunyai beberapa tujuan. ! BKS Tripartit membuka kesempatan bagi ketiga unsur mempunyai pemahaman dan persepsi yang sama untuk secara aktif membahas masalah-masalah ketenagakerjaan, baik yang menyangkut kepentingan bersama, maupun mengenai kepentingan yang berbeda. ! Melalui BKS Tripartit dapat diciptakan kerjasama untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi, politik dan sosial, serta keseimbangan antara kepentingan masing-masing unsur dan kepentingan nasional. ! Melalui BKS Tripartit, kepentingan dan kondisi khusus masing-masing unsur dapat dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan ekonomi dan sosial. Misalnya dalam merancang peraturan, dapat dirumuskan ketentuan yang berlaku untuk semua unsur dan ketentuan khusus bagi masing-masing unsur. ! BKS Tripartit dapat menghasilkan konsensus pengambilan keputusan dalam cakupan yang lebih luas, sehingga meningkatkan keabsahan proses dan kesediaan para anggota masing-masing unsur untuk menerima dan melaksanakannya. 93
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA !
!
!
Tripartit mengurangi konflik dan membuka iklim yang kondusif untuk membangun hubungan industrial yang aman dan harmonis. Dengan melibatkan ketiga unsur dalam merumuskan kebijakan baru, masing-masing unsur sekaligus mempunyai komitmen dan tanggungjawab moral untuk melaksanakannya. BKS Tripartit akan mendorong pertumbuhan dan memperbaiki kondisi ekonomi. Misalnya dalam kondisi stagnasi perekonomian, BKS Tripartit dapat menyepakati menunda kenaikan upah dan atau komitmen bersama untuk meningkatkan produktivitas, untuk kemudian meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Konsultasi tripartit membahas masalah atau kasus tertentu. Konsultasi tripartit pada dasarnya merumuskan saran untuk ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Konsultasi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, tergantung pada peraturan yang diterbitkan dan kompleksitas kasus yang dihadapi. Konsultasi tripartit pada umumnya dilakukan di tingkat nasional, namun dapat juga dilakukan di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten. Konsultasi tripartit dapat juga dilakukan menurut sektor usaha dan di beberapa lembaga seperti Dewan Penelitian Pengupahan, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Dewan Pelatihan Kerja, Dewan Produktivitas, dan lain-lain. Di setiap provinsi dan kabupaten di Indonesia, dibentuk BKS Tripartit Daerah dan Dewan Ketenagakerjaan yang bersifat tripartit, yang berfungsi membahas masalah perluasan kesempatan kerja, perencanaan tenagakerja, pelatihan, produktivitas, upah minimum regional atau provinsi, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Struktur organisasi lembaga-lembaga tripartit dapat disusun secara fleksibel menurut sifat dan kewenangan lembaga yang dimaksud. Bagi lembaga yang berfungsi membuat keputusan mengikat seperti Pengadilan atau Panitia Penyelesaian Perselisihan Industrial, jumlah anggota mewakili unsur-unsur biasanya sama. Untuk BKS Tripartit yang berfungsi sebagai forum komunikasi dan konsultasi, jumlah anggota dari masing-masing unsur dapat berbeda, karena forum tersebut mengambil kesimpulan melalui konsensus, tidak perlu secara voting.
94
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
BAB 10 SISTEM PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN
B
erdasarkan Undang-undang No. 2 tahun 2004, perselisihan hubungan industrial yang selama ini diselesaikan melalui Panitia Penyelesaian Perselisihan, sekarang dialihkan untuk diselesaikan oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri. Ini berarti bahwa di setiap Pengadilan Negeri di tingkat kabupaten dan kota perlu dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). PHI merupakan pengadilan khusus di lingkungan peradilan umum, menggunakan Hukum Acara Perdata, berwenang memeriksa dan memutus : ! perselisihan hak untuk tingkat pertama; ! perselisihan kepentingan untuk tingkat pertama dan terakhir; ! perselisihan pemutusan hubungan kerja untuk tingkat pertama; ! perselisihan antar serikat pekerja untuk tingkat pertama dan terakhir.
Perselisihan hak adalah perselisihan pengusaha dengan pekerja dan atau serikat pekerja, karena pengusaha dianggap tidak melakukan kewajibannya memenuhi hak pekerja sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama atau peraturan perundang-undangan. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan pengusaha dengan pekerja dan atau serikat pekerja karena mereka tidak mencapai kesepakatan mengenai pembuatan atau perubahan syarat-syarat kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan pengusaha dengan pekerja dan atau serikat pekerja sebagai akibat tindakan atau rencana pengusaha memberhentikan atau memutuskan hubungan kerja dengan pekerja. Jadi setiap perselisihan harus diupayakan untuk diselesaikan di tingkat perusahaan secara bipartit. Hanya bila sangat sulit diselesaikan dapat diteruskan 95
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
ke pengadilan. Sebelum ke pengadilan, harus ditempuh dulu beberapa alternatif yaitu : ! BKS Bipartit, ! Mediasi melalui mediator, ! Konsiliasi melalui konsiliator, atau ! Arbitrasi melalui arbitrator.
LEMBAGA BIPARTIT BKS Bipartit terdiri dari wakil pengusaha dan wakil pekerja dan atau serikat pekerja. Bila dalam perusahaan belum terbentuk serikat pekerja, wakil pekerja di BKS Bipartit dipilih mewakili unit-unit kerja dan atau kelompok profesi. Bila terdapat lebih dari satu serikat pekerja, wakil mereka di BKS Bipartit ditetapkan secara proporsional menurut jumlah anggota. Semua jenis perselisihan diupayakan diselesaikan di BKS Bipartit. Kesepakatan atau kompromi yang dicapai di BKS Bipartit dirumuskan dalam bentuk Persetujuan Bersama dan ditandatangani oleh para pihak yang berselisih. Bila satu pihak tidak melaksanakan Persetujuan Bersama tersebut, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan penetapan eksekusi kepada PHI di Pengadilan Negeri setempat. Walaupun tidak diatur secara khusus dalam Undang-undang, serikat-serikat pekerja di satu perusahaan dapat membentuk Forum Komunikasi Antar Serikat Pekerja. Penyelesaian perselisihan antar serikat pekerja dianjurkan dilakukan secara bipartit dalam forum ini bila mereka enggan menyelesaikannya di BKS Bipartit yang telah ada.
MEDIASI Di setiap kantor Dinas Tenagakerja diangkat beberapa orang pegawai sebagai mediator yang berfungsi melakukan mediasi menyelesaikan perselisihan antara pengusaha dengan pekerja. Atas penawaran Kepala Dinas Tenagakerja, atau atas kesepakatan bersama, pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja dapat memilih seorang mediator dari daftar nama mediator yang tersedia di kantor Pemerintah setempat, untuk membantu menyelesaikan perselisihan mereka. Dalam 7 hari setelah menerima permintaan penyelesaian perselisihan, mediator sudah harus mempelajari dan menghimpun informasi yang diperlukan, kemudian paling lambat pada hari kedelapan mengadakan pertemuan atau sidang mediasi. Untuk itu, mediator dapat memanggil saksi dan atau saksi ahli. Bila pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja mencapai 96
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
kesepakatan, kesepakatan tersebut dirumuskan dalam Persetujuan Bersama yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih diketahui oleh mediator. Bila pengusaha dan atau pekerja tidak mencapai kesepakatan, dalam paling lama 10 hari setelah sidang mediasi pertama, mediator harus sudah membuat anjuran tertulis kepada pihak-pihak yang berselisih. Kemudian dalam 10 hari setelah menerima anjuran tertulis tersebut, para pihak yang berselisih harus sudah menyampaikan pendapat secara tertulis kepada mediator menyatakan menyetujui atau menolaknya. Bila pihak-pihak yang berselisih menerima anjuran mediator, kesepakatan tersebut dirumuskan dalam Persetujuan Bersama. Bila anjuran tertulis ditolak, maka pihak yang menolak mengajukan gugatan kepada PHI setempat. Untuk itu mediator menyelesaikan dokumen yang diperlukan dalam 5 hari kerja. Dengan demikian seluruh proses mediasi diselesaikan paling lama dalam 30 hari kerja.
KONSILIASI Konsiliator adalah anggota masyarakat yang telah berpengalaman di bidang hubungan industrial dan menguasai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang ditunjuk oleh Menteri melakukan konsiliasi dan anjuran tertulis kepada pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekrja. Daftar konsiliator untuk satu wilayah kerja disediakan di Dinas Tenagakerja setempat. Atas kesepakatan para pihak yang berselisih, pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja memilih dan meminta konsiliator dari daftar konsiliator setempat untuk menyelesaikan perselisihan mereka mengenai kepentingan atau PHK. Sama halnya dengan mediator, konsiliator harus menghimpun informasi yang diperlukan dalam 7 hari setelah menerima permintaan konsiliasi, dan paling lambat pada hari kedelapan sudah memulai usaha konsiliasi. Paling lambat dalam 10 hari sesudah sidang konsiliasi pertama, kesepakatan pengusaha dan pekerja sudah dirumuskan dalam Perjanjian Bersama, atau bila pihak yang berselisih tidak mencapai kesepakatan, konsiliator sudah menyampaikan anjuran tertulis. Pengusaha dan pekerja harus menyampaikan pernyataan menerima atau menolak anjuran konsiliator paling lama dalam 10 hari. Bila kedua pihak menerima anjuran, Perjanjian Bersama untuk itu diselesaikan dalam 5 hari. Bila pengusaha atau pekerja menolak anjuran, pihak yang menolak menggugat pihak yang lain ke PHI. Secara keseluruhan, konsiliator harus menyelesaikan satu kasus perselisihan maksimum dalam 30 hari. Dalam proses konsiliasi, konsiliator dapat memanggil saksi dan saksi ahli. Pemerintah membayar honorarium konsiliator, serta biaya perjalanan dan akomodasi saksi dan saksi ahli. 97
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
ARBITRASE Arbitrase adalah penyelesaian perselisihan oleh seorang atau tiga orang arbitrator, yang atas kesepakatan para pihak yang berselisih diminta menyelesaikan perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja. Dalam hal pihak yang berselisih memilih 3 orang arbitrator, dalam 3 hari masing-masing pihak dapat menunjuk seorang arbitrator, dan paling lambat 7 hari sesudah itu, kedua arbitrator tersebut menunjuk arbitrator ketiga sebagai Ketua Majelis Arbitrase. Dalam kesepakatan memilih penyelesaian arbitrase, pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja membuat surat perjanjian arbitrase yang antara lain memuat pokok persoalan perselisihan yang diserahkan kepada arbitrator, jumlah arbitrator yang akan dipilih, dan kesiapan untuk tunduk pada dan menjalankan keputusan arbitrase. Arbitrator pertama-tama mengupayakan penyelesaian secara bipartit. Bila penyelesaian berhasil, arbitrator membuat akte perdamaian. Bila kedua pihak tidak mencapai titik perdamaian, arbitrator melanjutkan sidang-sidang arbitrase dengan mengundang kedua belah pihak dan bila perlu mengundang saksi. Secara keseluruhan, arbitrator wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam waktu 30 hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbitrator. Atas persetujuan kedua belah pihak yang berselisih, arbitrator hanya dapat memperpanjang waktu penyelesaian paling lama 14 hari kerja. Putusan arbitrase merupakan putusan yang bersifat final dan tetap dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih. Bila salah satu pihak tidak melaksanakan keputusan arbitrase, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk memerintahkan pihak tersebut melaksanakan keputusan arbitrase. Dalam paling lama 30 hari sejak keputusan arbitrase, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, hanya apabila : ! surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, ternyata diakui atau terbukti palsu; ! pihak lawan terbukti secara sengaja menyembunyikan dokumen yang bersifat menentukan dalam pengambilan keputusan; ! keputusan arbitrase terbukti didasarkan pada tipu muslihat pihak lawan; ! putusan melampaui kewenangan arbitrator; ! putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
98
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 10.2 JUMLAH MEDIATOR, KONSILIATOR DAN ARBITRATOR, 2005
No.
Provinsi
Mediator
Konsiliator
Arbitrator
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi Bengkulu Lampung Bangka Belitung Jakarta Raya Banten Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Bali Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Irian Jaya Barat
6 46 18 34 8 31 12 9 12 1 94 25 74 128 10 64 13 6 24 7 15 12 2 11 29 8 4 1 5 16 11 6
3 10 2 3 5 10 1 7 2 16 12 5 8 9 1 2 2 3 2 2 7 1 3 1 4 2 4 5
2 3 1 2 1 2 1 2 6 3 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 9 -
742
132
45
Jumlah
Sumber : Direktorat Jenderal Hubungan Industrial
99
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dibentuk di Pengadilan Negeri dan pada Mahkamah Agung. Untuk pertama kali, Pengadilan PHI dibentuk di Pengadilan Negeri yang berada di ibukota provinsi. Secara bertahap, PHI akan dibentuk di Pengadilan Negeri yang berada di Kabupaten atau Kota yang padat industri. Susunan Pengadilan PHI pada Pengadilan Negeri terdiri dari : ! Hakim, ! Hakim Ad-Hoc, ! Panitera Muda, dan ! Panitera Muda Pengganti. Hakim adalah hakim karier di pengadilan negeri yang diangkat untuk memeriksa perkara perselisihan industrial, dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung. Hakim Ad-Hoc adalah hakim PHI, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul serikat pekerja dan organisasi pengusaha melalui Ketua Mahkamah Agung dan Menteri. Di masing-masing Pengadilan Negeri diangkat lima (5) orang hakim adhoc mewakili unsur serikat pekerja dan lima (5) orang mewakili unsur asosiasi pengusaha. Hakim ad-hoc diangkat untuk masa tugas lima (5) tahun dan dapat diangkat kembali maksimum satu kali masa jabatan. Hakim ad-hoc tidak boleh merangkap jabatan sebagai anggota Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, kepala daerah, pengacara, mediator, konsiliator atau arbitrator. Ketua Pengadilan Negeri mengawasi pelaksanaan tugas hakim, hakim ad-hoc, panitera muda dan panitera muda pengganti. Paling lama tujuh (7) hari kerja setelah menerima permohonan penyelesaian perselisihan, Ketua Pengadilan Negeri telah menetapkan Majelis Hakim yang terdiri dari seorang hakim negeri sebagai Ketua Majelis, satu orang hakim adhoc mewakili unsur serikat pekerja dan satu orang hakim ad-hoc mewakili unsur asosiasi pengusaha. Paling lama tujuh (7) hari sejak penetapan Majelis Hakim, Ketua Majelis Hakim harus sudah menetapkan jadwal sidang. Majelis Hakim dapat memanggil pihak-pihak yang berselisih, saksi, dan saksi ahli. Majelis Hakim wajib menyelesaikan perselisihan paling lama 50 hari kerja sejak sidang pertama. Dalam mengambil keputusan, Majelis Hakim mempertimbangkan hukum, perjanjian yang ada, kebiasaan, dan keadilan. Paling lama tuhuj (7) hari kerja setelah putusan Majelis Hakim dibacakan, Panitera Pengganti harus sudah menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang tidak hadir pada saat pembacaan putusan Majelis Hakim. Putusan PHI mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja merupakan putusan akhir dan bersifat tetap. 100
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Putusan PHI mengenai perselisihan hak dan perselisihan PHK mempunyai hukum tetap apabila dalam 14 hari kerja setelah mendengar langsung atau menerima pemberitahuan putusan PHI, tidak ada diantara yang berselisih mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung. Permohonan kasasi diajukan melalui kepanitraan PHI.
MAJELIS HAKIM KASASI Permohonan kasasi atas putusan PHI diperiksa dan diputus oleh Majelis Hakim Kasasi. Untuk itu pada Mahkamah Agung dibentuk dan diangkat : ! Hakim Agung, ! Hakim Agung Ad-Hoc, dan ! Panitera. Segera setelah menerima kasasi atas putusan PHI, Ketua Mahkamah Agung menetapkan susunan Majelis Hakim Kasasi yang terdiri dari seorang Hakim Agung, seorang Hakim Agung ad-hoc dari unsur serikat pekerja, dan seorang Hakim Agung ad-hoc dari unsur asosiasi pengusaha. Majelis Hakim Kasasi harus menyelesaikan kasus perselisihan dimaksud paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi.
101
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
PEMOGOKAN DAN PENUTUPAN PERUSAHAAN Seperti diuraikan di atas, sebagai upaya terakhir mengatasi kebuntuan dalam perundingan antara serikat pekerja dan pengusaha dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial, serikat pekerja dapat memilih cara pemaksaan dengan melakukan pemogokan atau pengusaha melakukan pemaksaan melalui penutupan perusahaan. Pemogokan adalah upaya serikat pekerja untuk menekan dan memaksa pengusaha menerima tuntutan serikat pekerja. Dengan demikian, baik pemogokan maupun penutupan perusahaan, samasama merugikan pengusaha dan pekerja dan selanjutnya merugikan masyarakat umum dan negara. Oleh sebab itu, serikat pekerja dan pengusaha selalu dianjurkan untuk tidak memilih cara tersebut akan tetapi melanjutkan dan mengintensifkan negosiasi atau perundingan. Itu pula sebabnya pihak yang bermaksud melaksanakan tindakan pemaksaan sepihak (mogok atau menutup perusahaan) harus terlebih dahulu melalui jalur panjang. Pertama, membuktikan upaya perundingan telah sungguh-sungguh dilakukan dan sudah menghadapi jalan buntu. Kedua, menginformasikan dan mengajukan rencana pemogokan atau penutupan perusahaan kepada Dinas Tenagakerja. Tidak boleh melakukan tindakan pemogokan atau penutupan perusahaan sebelum menerima surat tanda terima pemberitahuan rencana dari Dinas Tenagakerja. Sebagaimana dikemukakan di atas, pemogokan adalah upaya terakhir dari serikat pekerja untuk memaksa pengusaha memenuhi tuntutan pekerja, setelah berbagai upaya lainnya tidak berhasil baik melalui perundingan secara bipartit, maupun melalui jasa mediasi atau konsiliasi. Harus dapat dibuktikan bahwa serangkaian pertemuan dengan pengusaha telah dilakukan akan tetapi tidak mendatangkan hasil, atau bahwa serikat pekerja dalam paling sedikit 2 kali dalam 2 minggu telah mengundang pengusaha untuk berunding tetapi tidak bersedia memenuhi tawaran atau undangan serikat pekerja. Dengan demikian, pekerja harus memahami bahwa pemogokan menuntut pengorbanan pekerja. Pemogokan berdampak ketidakpastian penghasilan pekerja. Oleh sebab itu untuk mengambil keputusan merencanakan pemogokan, serikat pekerja harus mendengarkan pendapat anggota-anggotanya. Rencana pemogokan harus diputuskan secara konsensus oleh seluruh anggota. Bila serikat pekerja berkeras memobilisir pemogokan didukung oleh sebagian anggota, pekerja lain tidak boleh dipaksa ikut mogok, baik yang sudah anggota serikat pekerja, apalagi yang bukan anggota serikat pekerja. Dalam hal demikian, pengusaha dapat tetap melanjutkan produksi dengan mengandalkan pekerja yang tidak mogok. Untuk meningkatkan tekanan terhadap pengusaha, serikat pekerja harus mampu memobilisir sebanyak mungkin pekerja.
102
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Keputusan melakukan pemogokan harus disusun dalam satu Rencana Pemogokan yang antara lain memuat isi tuntutan serikat pekerja, alasan untuk menggelar pemogokan, bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan, dan waktu memulai pemogokan. Rencana pemogokan juga secara implisit memuat tanggungjawab serikat pekerja terhadap anggota yang ikut mogok kerja. Rencana pemogokan harus diinformasikan kepada pengusaha dan Dinas Tenagakerja paling sedikit 7 hari sebelum rencana pelaksanaan pemogokan dengan melampirkan bukti-bukti bahwa telah dilakukan serangkaian perundingan tetapi tidak membuahkan hasil, atau pengusaha menolak berunding dengan serikat pekerja.
Serikat pekerja dapat menggelar pemogokan setelah menerima tanda pemberitahuan dari Dinas Tenagakerja tersebut. Dengan kata lain, serikat pekerja dapat menggelar pemogokan paling cepat satu minggu setelah menerima tanda pendaftaran rencana pemogokan. Dalam jangka waktu tersebut, pengusaha, serikat pekerja dan Pemerintah dapat melakukan pendekatan penyelesaian sehingga rencana pemogokan tidak jadi dilaksanakan. Angka pemogokan di Indonesia termasuk tinggi, dan cenderung untuk terus meningkat terutama sejak awal tahun 1990-an. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 10.2, pemogokan meningkat dari 61 kasus dalam tahun 1990 menjadi 273 kasus dalam tahun 2000, akan tetapi turun menjadi 125 kasus dalam tahun 2004. Pekerja yang terlibat dalam pemogokan bertambah dari 31.234 orang dalam tahun 1990 menjadi 126.045 orang dalam tahun 2000, dan turun menjadi 53.321 orang dalam tahun 2004. Dalam periode tersebut jam kerja hilang (manhours lost) meningkat dari 262.014 jam kerja menjadi 1,28 juta jam kerja, dan turun menjadi 554.726 jam kerja. 103
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 10.2 JUMLAH KASUS PEMOGOKAN DAN JAM KERJA HILANG INDONESIA, 1980 - 2002
Tahun
1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005a)
Jumlah Kasus Pekerja
Terlibat Jam Kerja
100 200 142 96 63 78 75 35 39 19 61 130 251 195 296 276 360 234 278 125 273 174 220 161 125 90
32,287 54,875 49,525 23,318 10,836 21,148 16,831 8,281 7,544 1,168 31,234 64,474 123,005 103,490 147,662 126,855 221,557 144,929 152,495 48,232 126,045 109,845 97,325 68,114 53,321 51,508
Sumber : Direktorat Jenderal Hubungan Industrial a) sampai Oktober 2005
104
Hilang
328,466 495,144 501,236 295,749 62,906 55,001 117,643 35,664 607,265 29,257 262,014 582,477 1,019,654 966,931 1,421,032 1,300,001 2,497,973 1,250,673 1,550,945 915,105 1,281,242 1,165,032 769,142 643,254 554,726 509,970
Tabel 9.4 PERSELISIHAN PERBURUHAN
Tahun
Perselisihan Perburuhan
Kasus Pemutusan Hubungan Kerja
2001
81
2,160 (85,989 pekerja)
2002
101
2,445 (114,933 pekerja)
2003
105
2,394 (128,191 pekerja)
2004
63
2,386 (123,929 pekerja)
2005 a)
92
1,784 (66,604 pekerja)
a) Sampai Oktober 2005 Untuk memberikan keseimbangan atas hak serikat pekerja melakukan pemogokan, pengusaha juga diberi hak untuk menutup perusahaan sebagai reaksi terhadap tuntutan serikat pekerja yang tidak dapat dipenuhinya. Sama halnya dengan rencana pemogokan, pengusaha harus menyusun rencana penutupan perusahaan yang antara lain memuat isi tuntutan serikat pekerja, alasan-alasan tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut, dan upaya yang dilakukan untuk berunding dan dalam perundingan dengan serikat pekerja. Kemudian, pengusaha memberitahukan rencana tersebut kepada serikat pekerja dan kepada Dinas Tenagakerja dengan bukti telah melakukan upaya maksimal berunding dengan serikat pekerja. Dinas Tenagakerja memberikan tanda terima pemberitahuan setelah menghimpun informasi yang diperlukan. Dinas Tenagakerja dapat segera melakukan pendekatan kepada kedua pihak yang berselisih supaya berupaya mencapai titik kompromi.
105
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
BAB 11 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
P
engawasan ketenagakerjaan di Indonesia dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan, Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi. Sebagaimana dikemukan pada Bab 3, Direktorat Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai tugas pokok merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan pengawasan ketenagakerjaan, serta mempunyai fungsi: ! Menyiapkan perumusan kebijakan Departemen; ! Melaksanakan kebijakan; ! Menyusun standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur; ! Memberi bimbingan teknis dan evaluasi di bidang norma ketenagakerjaan, keselamatan dan kesehatan kerja, norma kerja perempuan dan anak, pemberdayaan pengawasan ketenagakerjaan, serta pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal. Pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia diatur Undang-undang No. 3 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No. 23 Dari Republik Indonesia Untuk seluruh Indonesia. Dalam Undang-undang No. 3 tahun 1951 tersebut belum mengatur kemandirian profesi pengawas ketenagakerjaan. Terkait pengawasan ketenagakerjaan, Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 81 tahun 1947 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan dengan Undang-undang No. 21 tahun 2003. Konvensi tersebut secara eksplisit mengatur kemandirian profesi pengawas ketenagakerjaan, serta keberadaan institusi pengawasan ketenagakerjaan dalam supervisi dan kendali pemerintah pusat.
107
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
FUNGSI PENGAWAS KETENAGAKERJAAN Sesuai fungsinya, maka tujuan utama diadakannya pengawasan ketenagakerjaan: ! menjamin penegakan hukum dan pelaksanaan semua peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang meliputi kondisi kerja dan perlindungan pekerja saat melaksanakan pekerjaannya yang meliputi syarat kerja, jam kerja, pengupahan, keselamatan dan kesehatan kerja, kesejahteraan, penggunaan pekerja/buruh anak dan orang muda, serta masalah-masalah lain yang terkait sepanjang ketentuan tersebut diatur dengan ketentuan hukum; ! Memberikan keterangan teknis dan nasehat kepada pengusaha dan pekerja mengenai cara menerapkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan secara efektif; ! Menyampaikan informasi kepada pejabat yang berwenang mengenai kelemahan atau pelanggaran yang terjadi yang belum tercakup oleh peraturan perundangan yang berlaku guna perumusan kebijakan serta penerbitan peraturan perundang-undangan baru. ! Tugas lain yang menjadi tanggung jawab pengawas ketenagakerjaan tidak boleh menghalangi pelaksanaan tugas pokok pengawas atau mengurangi kewenangannya dan ketidakberpihakannya yang diperlukan bagi pengawas dalam berhubungan dengan pengusaha dan pekerja. Dalam rangka melakukan fungsi-fungsi tersebut, maka pengawasan ketenagakerjaan diperlukan hal-hal sebagai berikut: ! Pengawasan ketenagakerjaan (pengawas ketenagakerjaan) harus berada dalam supervisi dan kendali pemerintah pusat; ! Berkoordinasi baik internal maupun eksternal dalam rangka kelancara tugasnya; ! Pegawai pengawas ketenagakerjaan terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) yang status dan jabatannya bersifat independen tidak terpengaruh oleh pergantian pemerintahan serta intervensi/pengaruh dari luar; ! Pegawai pengawas ketenagakerjaan direkrut berdasarkan kualifikasi tertentu untuk mengikuti diklat teknis guna mendapatkan kompetensi memadai. Dalam rangka untuk menjamin terlaksananya tugas pengawasan ketenagakerjaan maka institusi pengawasan ketenagakerjaan harus ditunjang kapasitas yang memadai, antara lain: 108
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
!
Jumlah pengawas ketenagakerjaan yang mencukupi, tingkat pengetahuan, keahlian dan keterampilan pengawas, sarana material yang diperlukan, kemudahan operasional, fasilitas transportasi, kantor lokal yang berdiri sendiri dengan perlengkapan memadai serta adanya biaya perjalanan/operasional.
Guna kelancaran tugasnya maka sesuai ketentuan yang berlaku, pengawas ketenagakerjaan memiliki kewenangan sebagai berikut: ! Memasuki perusahaan, tempat kerja atau tempat lainnya yang diduga dilaksanakan kegiatan usaha/kerja, setiap saat, siang atau malam guna melakukan pemeriksaan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu; ! Memeriksa pengusaha dan pekerja, dokumen-dokumen serta mengambil contoh benda/barang bukti untuk digunakan pemeriksaan lebih lanjut; ! Memberi perintah dan mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki penyimpangan serta langkah pengamanan atas kelemahan yang ditemukan di perusahaan termasuk tata letak dan mekanisme kerja yang dianggap dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja. Upaya-upaya preventif dengan surat peringatan serta tindakan represif non yustisial maupun represif yustisial; Pengawas ketenagakerjaan wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan secara periodik kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi cq. Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.
109
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
MEMFASILITASI PENGAWASAN KETENGAKERJAAN Pemerintah bertanggungjawab memfasilitasi pengawas ketenagakerjaan supaya dapat melaksanakan fungsi-fungsinya meliputi: ! Meningkatkan kerjasama efektif antara pengawas ketenagakerjaan dan dinas pemerintahan lainnya serta dengan lembaga publik atau swasta yang menangani kegiatan yang serupa; ! Meningkatkan kerjasama antara pegawai pengawas ketenagakerjaan bersama pengusaha dan pekerja serta organisasi mereka; ! Menjamin kepastian fungsinya dan kebebasan pegawai pengawas ketenagakerjaan menjalankan tugasnya terutama dalam hal terjadi pergantian pemerintah; ! Merekrut pegawai pengawas ketenagakerjaan yang cukup untuk menjamin efektivitas pelaksanaan tugas mereka dengan mempertimbangkan jumlah dan beban pengawas; ! Menyelenggarakan program latihan yang dibutuhkan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan; ! Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan pegawai pengawas ketenagakerjaan berupa alat-alat kantor dan fasilitas lainnya; ! Mempublikasikan laporan umum tahunan dari hasil pemeriksaan pengawas ketenagakerjaan. Tembusan laporan tahunan tersebut harus dikirimkan ke Direktur Jenderal ILO. Laporan tahunan dimaksud antara lain harus memuat: ! Semua undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan tugas pengawasan ketenagakerjaan, ! Jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan, ! Statistik perusahaan yang perlu diperiksa dan jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut; ! Statistik hasil pemeriksaan termasuk pelanggaran dan sanksi hukuman yang diberikan; ! Statistik kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang terjadi. Pengusaha juga bertanggungjawab untuk menjamin bahwa para pengawas ketenagakerjaan dapat menjalankan fungsinya melakukan pemeriksaan tanpa hambatan atau rintangan dari pengusaha. ! Pengusaha harus menunjukkan semua dokumen termasuk pembukuan bila hal itu diperlukan atau diminta pegawai pengawas; ! Pengusaha harus memberitahukan kepada pegawai pengawas setiap terjadinya kecelakaan kerja dan kasus penyakit kerja; 110
!
Pengusaha dengan itikad baik harus menindak lanjuti temuan dan rekomendasi pegawai pengawas.
ETIKA KERJA TENAGA PENGAWAS Para pegawai pengawas ketenagakerjaan pada dasarnya memiliki kewenangan yang cukup besar supaya mereka dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Pada waktu yang sama mereka harus diberi batasan untuk tidak menyalahgunakan kewenangan tersebut. ! Pegawai pengawas dilarang mempunyai kepentingan secara langsung atau tidak langsung dengan perusahaan yang diperiksa; ! Pegawai pengawas ketenagakerjaan dilarang membuka rahasia perusahaan termasuk proses produksi dan mekanisme kerja di perusahaan yang diperiksa; ! Pegawai pengawas ketenagakerjaan harus betul-betul merahasiakan sumber informasi yang diperoleh mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan; ! Pegawai pengawas ketenagakerjaan harus berusaha memelihara keharmonisan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja dan serikat pekerja, dan antara sesama pekerja.
EFEKTIVITAS PENGAWASAN Efektivitas pengawasan ketenagakerjaan sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain: ! Jumlah dan kualitas tenaga pengawas; ! Fasilitas yang disediakan oleh pemerintah; ! Efektivitas kerjasama antar pengusaha dan asosiasi pengusaha, pekerja, dan serikat pekerja dengan masyarakat pada umumnya. Dalam tahun 2005 terdapat 176.822 perusahaan yang harus diperiksa dengan jumlah pegawai pengawas 1.605 orang tenaga pengawas ketenagakerjaan. Diantara mereka 445 orang memangku jabatan struktural dan 155 orang bekerja di luar fungsi pengawasan. Hal ini berarti hanya 1005 orang tenaga pengawas yang efektif melakukan tugasnya. Data pegawai pengawas per propinsi/kabupaten/kota sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 11.1
111
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN INDONESIA
Tabel 11.1 JUMLAH PERUSAHAAN DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Riau Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Banten Jakarta Raya Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Papua Kantor Pusat Jumlah
Jumlah Perusahaan
Jumlah Pengawas Ketenagakerjaan 2002
2005
2,556 6,843 6,090 2,169 1,590 5,024 994 1,288 3,996 4,332 36,456 18,758 16,404 2,581 26,736 3,764 3,320 1,125 2,137 3,676 2,781 411 2,330 9,953 2,931 3,021 2,514 890 2,043 -
11 70 32 37 18 42 6 16 34 39 128 120 185 36 156 23 13 15 21 33 29 3 18 66 12 19 13 12 16 76
14 17 19 14 19 7 3 16 7 30 147 63 43 21 175 12 4 10 13 38 29 3 6 17 10 18 7 12 12 41
176,713
1,299
827
Sumber : Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan 112
Lampiran !
Lampiran 1 Struktur Organisasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
!
Lampiran 2 Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal
!
Lampiran 3 Struktur Organisasi Inspektorat Jenderal
!
Lampiran 4 Struktur Organisasi Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi
!
Lampiran 5 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas
!
Lampiran 6 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri
!
Lampiran 7 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri
!
Lampiran 8 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
!
Lampiran 9 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
!
Lampiran 10 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan Penyiapan Permukiman dan Penempatan Transmigrasi
!
Lampiran 11 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat Kawasan Transmigrasi
IR. BESAR SETYOKO, MM
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS
Ir. HARRY HERIAWAN SALEH, M.Sc
Drs. AMRINAL BAHARUDIN, SH, MM
PUSAT ADMINISTRASI KERJASAMA LUAR NEGERI
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENEMPATAN TENAGAKERJA LUAR NEGERI
Drs. I GUSTI MADE ARKA, M.Si
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENEMPATAN TENAGAKERJA DALAM NEGERI
MYRA MARIA HANARTANI, SH, MA
dr. MUZNI TAMBUSAI, M.Sc
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN
Dr. TJEPY FIRMANTORO ALOWIE, M.Sc
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INFORMASI
SEKRETARIAT JENDERAL
INSPEKTORAT JENDERAL
STAFF AHLI
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
ERMAN SUPARNO
MARUDIN S.M. SIMANIHURUK, SH. MM.
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
PUSAT HUBUNGAN MASYARAKAT
Dra. DYAH PARAMAWARTININGSIH
KEPANITERAAN P4P
Lampiran 1
Drs. JOKO SIDIK PRAMONO, MM
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DAN KAWASAN TRANSMIGRASI
KEPANITERAAN P4P
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENYIAPAN PERMUKIMAN DAN PENEMPATAN TRANSMIGRASI
PUSAT KESELAMATAN KERJA DAN HIPERKES
STRUKTUR ORGANISASI DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
Ir. MULYANTO, MM
KABAG AKUNTANSI & PELAPORAN
KABAG EVALUASI & PELAPORAN Ir. R. CONRAD HENDRARTO, MSc
Ir. JAN PATIUNG, MM
KABAG PENGUJIAN & PENERBITAN SPM Drs. PANTUN PANDIANGAN MM
Drs. WAHYU WIDODO, MM
KABAG PENYUSUNAN PROGRAM II
Drs. JADI SURJADI
KABAG PERBENDAHARAAN & TATA USAHA KEUANGAN
Drs. TUKIMAN SH, MM
Dra. ESTI WIDARTI
KABAG PENYUSUNAN PROGRAM I
KABAG KELEMBAGAAN
KABAG PELAKSANAAN ANGGARAN
KABAG PERENCANAAN UMUM Ir. KARTIKO HARI RESPATI. MSc
KABAG PERENCANAAN & PENGEMB PEGAWAI Drs.BAMBANG SATRIO LELONO, MA KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SUNARNO, SH
KABAG BANTUAN HUKUM
KABID HUB ANTAR LEMBAGA Drs. SUHARTONO, MM
KABID PENDAPAT UMUM & PEMBERITAAN Drs. ADIRMAN MSc
Drs. JOKO MULYANTO, MM
KAPUS HUBUNGAN MASYARAKAT
KABID PENYELENGGARAAN NGADIMAN, SH
Dr. KADWARINI LESTARI, M.K3
KABID HIPERKES
KEPALA KESELAMATAN KERJA Ir. TUMBUR SAUT PARULIAN SIAHAAN, M.Kes
Drg. ANI TRIMARTATI, MM Drs. MADE PASTIKA, MM KABID PROGRAM & EVALUASI Drs. SUBARDJO, MM
KABAG TATA USAHA
Dr. ZULMIAR YANRI, PhD, SpOK
KAPUS KESELAMATAN KERJA & HIPERKES
KABAG TATA USAHA
DR. Ir. MUCHTAR LUTHFIE, MMA
KAPUS DIKLAT PEGAWAI
GARIS PEMBINAAN ADMINISTRATIF
GARIS KOMANDO
KABAG TATA USAHA DEPARTEMEN Dra. NORA EKALIANA HANAFIE, MM
KABAG ORGANISASI & TATA LAKSANA SRI SUTARINI, SH MM
NURUL ARIF, BA
KABID KERJASAMA BILATERAL Ir. GUNTUR WITJAKSONO, M.Agric
KABAG PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN SUMONDANG, SH
KABAG RUMAHTANGGA & PERLENGKAPAN II Drs. SUPARMAN, MM
Drs. SUGITO
KABAG MUTASI KEPEGAWAIAN
DR. ENDANG SULISTYANINGSIH, MSc
KAPUS ADMINISTRASI KLN
KABID KERJASAMA MULTILATERAL Dra. HAYANI RUMONDANG, MA
ANDI SYAHRUL P, SH
KEPALA BIRO HUKUM
KABAG PENELAAHAN HUKUM DAN KONVENSI INT’L AKHYAR HZ, SH
TOTOK HARIYANTO, SH
KEPALA BIRO UMUM
KABAG RUMAHTANGGA & PERLENGKAPAN I
H.A. AZIZ RIVAI M, SH, MM
PAGAR MARULY SITORUS, SE, MA
Ir. OON KURNIAPUTRA, MA
KEPALA BIRO KEPEGAWAIAN & ORG’SASI
KEPALA BIRO KEUANGAN
KEPALA BIRO PERENCANAAN
SEKRETARIS JENDERAL
Ir. HARRY HERIAWAN SALEH, M.Sc
SEKRETARIAT JENDERAL
KEPANITERAAN GUGATAN
KEPANITERAAN PERKARA
KEPANITERAAN P4P
Lampiran 2
AMRIL SAAN, SH
EDI SAPARLI AR, SH
Lampiran 3
Drs. INDRA SURYANATHA, MM, M.Hum
Drs. LEGOWO SASTRO DIHARDJO, MM
Drs. DARJA YOHANA, MM
Bagian Pengawasan Masyarakat dan TL Hasil Pemeriksaan
INSPEKTUR IV
Dra. ROSITA MURNASIH
Bagian Analisis Hasil Pemeriksaan
INSPEKTUR III
SUYOTO, SE MM
Drs. SLAMET RISNANDAR
Kelompok Jabatan Fungsional
INSPEKTUR II
Bagian Umum
RIYANTI ENDANG TRI WIDYASTUTI, SH
Sekretaris ITJEN
Bagian Program, Evaluasi & Pelaporan
INSPEKTUR JENDERAL
Drs. AMRINAL BAHARUDDIN, SH, MM
INSPEKTUR I
INSPEKTORAT JENDERAL
Ir. ETTI DIANAm M.S
BIDANG PERANCANGAN DAN PENYAJIAN INFORMASI
DR. Ir. HAPOSAN SARAGIH, M.Agr
SUMARDOKO, SH, MH
BIDANG EVALUASI DAN PROMOSI
Drs. M. CAHYOHADI S, MA
Kelompok Jabatan Fungsional
BIDANG PENGELOLAAN DATA
Ir. SARASWATI SOEGIHARTO, MA
Drs. SUWITO ARDIYANTO, SH, MH
BIDANG PROGRAM DAN KERJA SAMA
KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETRANSMIGRASIAN
Drs. AHMAD SOBARI FADIL
BIDANG DATINFO HUB INDUSTRIAL & PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN Drs. AKHMAD JUNAEDI
BIDANG PERANCANGAN DAN PENYAJIAN INFORMASI
Ir. RR. RATNA DEWI ANDRIATI, MM
BIDANG PENGELOLAAN DATA
Ir. JOSEPH SETYOADI, MPA
KEPALA PUSAT DATA DAN INFORMASI KETRANSMIGRASIAN
Drs. PARDAMEAN SIMANJUNTAK MSi
BIDANG DATA INFORMASI PENEMPATAN DAN PELATIHAN NAKER
Drs. MANAGARA TAMBUBOLON, MSi
BIDANG PERENCANAAN TENAGA KERJA
Drs. TOGARISMAN NAPITUPULU
Bagian Keuangan
Lampiran 4
Bagian Pengembangan Sistem dan Sumber Daya Informasi Dra. THERESIA ASIH HANDJARI WORO Ir. BENYAMIN Drs. BANDARARYANI, MM SUPRAYOGA, MM SYAH JAYA
Bagian Kepegawaian & Umum
Ir. DJUHARSA M. DJAJADIHARDJA, MM
Sekretaris BALITFO
KEPALA PUSAT DATA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAAN
Ir. SAPTO SETYODHONO, MM
Bagian Program, Evaluasi & Pelaporan
KEPALA BADAN
Dr. TJEPY F. ALOWIE, MSc
KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETENAGAKERJAAN
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INFORMASI
SUBDIT INSTRUKTUR LEMB PELATIHAN PEMERINTAH
Drs. ARIS WAHYUDI, MSi
SUBDIT INSTRUKTUR LEMB PELATIHAN SWASTA
Drs. SOEJANTO W, MM
SUBDIT PEMBINAAN TENAGA KEPELATIHAN
Drs. AMIR JUFRI, MPd
SUBDIT REGISTRASI & PEMBERDAYAAN
Dra. GINA SUHARGINI U, MM
SUBDIT STANDARISASI KOMPETENSI
Ir. SUHADI, MSi
SUBDIT PENYUSUNAN PROGRAM PELATIHAN
Drs. EDY DAUD, MSi
SUBDIT PENGEMB SISTEM DAN METODA PELATIHAN
Drs. SUKARYONO, MSi
SUBDIT PEMBINAAN ASOSIASI PROFESI
Ir. EDY SUSANTO, MSi
I KETUT CAKRA, S.Sos, MM
SUBDIT PENDANAAN PELATIHAN
Drs. DJATI GINTING, MSi
SUBDIT KERJASAMA ANTAR LEMBAGA
SAKIR, SPd, MM
SUBDIT PEMBINAAN SARANA
Ir. BERNHARD S, MSi
SUBDIT PEMBINAAN LEMBAGA
DIREKTORAT BINA LEMBAGA DAN SARANA PELATIHAN KERJA Drs. SUSANDI
Kelompok Jabatan Fungsional
DIREKTORAT BINA INSTRUKTUR & TENAGA KEPELATIHAN Drs. ROBERT BERSAL S, MM
Bagian Program, Evaluasi & Pelaporan Drs. EMPU GURITNO, MM
Direktur Jenderal
IR. BESAR SETYOKO, MM
DIREKTORAT STANDARISASI KOMPETENSI DAN PROGRAM PELATIHAN Drs. MULYANTO, MM
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS
Ir. KODRAT SUBAGYO, MM
SUBDIT INFORMASI PEMAGANGAN
FIRDAUS BADRUN, SH, MSi
SUBDIT PERIJINAN DAN ADVOKASI PEMAGANGAN
Dra. LUGIA EMILA M, MA
SUBDIT PEMAGANGAN LUAR NEGERI
Drs. TANGSI TARIGAN, MM
SUBDIT PEMAGANGAN DALAM NEGERI
Dra. SITI SUNDARI, MSi
SUBDIT PENGEMBANGAN SOS & BUDAYA PRODUKTIF
PRIBADI, SE, MSi
SUBDIT PENGEMBANGAN KUALITAS SDM
TASWIN ZEIN, SE, MM
SUBDIT PENGEMBANGAN SISTEM & INOVASI
Ir. SAROLI HALAWA, MA
SUBDIT PENGEMB MANAJEMEN & KELEMBAGAAN
Ir. AFDALUDIN, MM
Drs. BAGUS MARYANTO, MA
DJUMILASTRI, BA
Bagian Kepegawaian dan Umum
DIREKTORAT PRODUKTIVITAS
Bagian Hukum dan Kerja Sama LN FACHRUROZI, SH, MH
DIREKTORAT BINA PEMAGANGAN
LUSMARNA, SE, MM
Bagian Keuangan
Sekretaris DIRJEN Dra. TATI HERDARTI, MA
Lampiran 5
RAHMAWATI YAUNIDAR, SE KASUBDIT PENGENDALIAN & KERJASAMA KELEMB
KASUBDIT ANTAR KERJA
Drs. NURAHMAN, MSi
KASUBDIT PENEMPATAN TK PEMUDA, WANITA & LANSIA
NURMIA SINAGA, MA
KASUBDIT PENEMPATAN TK PENYANDANG CACAT
HARIJANTO, SH
KASUBDIT PENYULUHAN & BIMBINGAN JABATAN
Drs. SUTOMO, MM
KASUBDIT INFORM PASAR KERJA & PERENCANAN TK
Ir. MARULI APUL H, MA, PhD
KASUBDIT ANALISIS JABATAN
Drs. R. MASUBIYANTO, HS
KASUBDIT BURSA KERJA
Dra. TITIN SUPENTI, MA
KASUBDIT INFORM PASAR KERJA & PERENCANAN TK
Ir. EDY SUSANTO, MSi
Kelompok Jabatan Fungsional
Drs. HERRY S, MH
KASUBDIT ANALISIS & PERIJINAN SEKTOR JASA
WISNU PRAMONO, SH, MA
KASUBDIT ANALISIS & PERIJINAN SEKTOR INDUSTRI
KUNJUNG MASEHAT, SH, MM
SRI HANDAYANINGSIH, SH,MM
MARULI APUL H. TAMBUNAN
DIREKTUR PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
DIREKTUR PENEMPATAN TENAGA KERJA
Bagian Program, Evaluasi & Pelaporan BUDI HARTAWAN, SE, MA, PhD
Direktur Jenderal
MYRA MARIA HANARTANI, SH, MA
DIREKTUR PEMBINAAN PASAR KERJA
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA DALAM NEGERI
M. ALIMUDDIN, SH
KASUBDIT PROMOSI POTENSI SUMBER DAYA DAERAH
Ir. HADI SAPUTRO, MA
KASUBDIT PROMOSI PERLUASAN KESEMP KERJA SEKTOR JASA
Drs. S.P. DOULLAS GA, MSi
KASUBDIT PROMOSI PERLUASAN KESEMP KERJA SEKTOR INDUSTRI
Ir. A. DAMIRI RACHMAN, MM
ISHARTI HASAN, SE, MSi
KASUBDIT PENGEMBANGAN TENAGA KERJA SUKARELA
Drs. ZULKIFLI, MM
KASUBDIT KERJA MANDIRI DAN SEKTOR INFORMAL
Drs. HERRY SUBIJAKTO, MM
KASUBDIT SISTEM PADAT KARYA
Dra. SRI INDARTI
KASUBDIT TERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA
KASUBDIT PROMOSI PERLUASAN KESEMP KERJA SEKTOR PERTANIAN
M. SYUKUR LINGGA, BA
Bagian Kepegawaian dan Umum
DIREKTUR PENGEMBANGAN SISTEM DAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA Drs. INDRO WARSITO, MA
Bagian Hukum dan Kerja Sama LN YOSEP SUSANTO, SH, MM
DIREKTUR PROMOSI PERLUASAN KESEMPATAN KERJA Drs. MULLER SILALAHI, MA
Drs. BENNY ADENAN, MIM
Bagian Keuangan
Sekretaris DIRJEN Drs. TJETJE AL ANSHORI, MBA
Lampiran 6
KASUBDIT PERLUASAN PASAR KERJA LUAR NEGERI
KASUBDIT SOSIALISASI PROGRAM & PENCEGAHAN TKI ILEGAL
Drs. FX. SURATA
KASUBDIT INFORMASI PASAR KERJA LUAR NEGERI
Drs. V. GATOT SUPARNADY
KASUBDIT PENYULUHAN JABATAN TKLN
PARYATNO, SE
KASUBDIT PENGENDALIAN SISTEM INFORMASI PTKLN
F.X. SRI K, BBA
KASUBDIT PENYEDIAAN PENEMPATAN & KERJASAMA KAWASAN II
Dra. YENI AGUS W, MM
KASUBDIT PENYEDIAAN PENEMPATAN & KERJASAMA KAWASAN I
Drs. A. PRIHANTONO, MA
Drs. ADE ADAM NOCH
Dra. FIFI ARIANTI P, MPM
Ir. MARULI APUL H, MA, PhD
DIREKTUR PROMOSI DAN PENEMPATAN
Kelompok Jabatan Fungsional
Drs. RINTO SUDIBYO
KASUBDIT PEMBERDAYAAN DAN KERJASAMA LEMBAGA PENEMPATAN
Drs. SUPRIYARSO, MM
KASUBDIT PENILAIAN KINERJA LEMBAGA PENEMPATAN
Drs. IRWAN KHALID
KASUBDIT STANDARISASI & AKREDITASI LEMBAGA PENEMPATAN
Drs. ADJI DHARMA
DIREKTUR KELEMBAGAAN PENEMPATAN
Bagian Program, Evaluasi & Pelaporan Drs. A. MUJI HANDAYANI, MSi
Direktur Jenderal
Drs. I GUSTI MADE ARKA, MSi
DIREKTUR SOSIALISASI DAN PENYULUHAN
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA LUAR NEGERI
Drs. ARIFIN PURBA, MSi
KASUBDIT KEPULANGAN
SWARJI, SH
KASUBDIT ADVOKASI KAWASAN II
Drs. SAIFUL IDHOM
KASUBDIT ADVOKASI KAWASAN I
LARMAYA ADJI, B.H.
KASUBDIT PENGEMBANGAN PERANGKAT PERLINDUNGAN
Drs. MARDJONO, MM
Ir. LISNA POELOENGAN, MS, MM
DIREKTUR PEMBERDAYAAN TKLN
Ir. SUKAMTO JAYALDI, MSc
Bagian Kepegawaian dan Umum
Ir. ARINI RAHYUWATI, MM
KASUBDIT REHABILITASI DAN REINTEGRASI
Drs. MARGONO, MM
KASUBDIT EVALUASI EKMAMPUAN TKI
Drs. MURDIJANTO
KASUBDIT PEMBIAYAAN DAN REMITASI
Dra. ELISABETH TATIK, MA
KASUBDIT PEMBEKALAN AKHIR PEMBERANGKATAN
Bagian Hukum dan Kerja Sama LN RAMIANY SINAGA, SH
DIREKTUR PERLINDUNGAN DAN ADVOKASI
SOEJONO, SE
Bagian Keuangan
Sekretaris DIRJEN Drs. ABDUL MALIK HARAHAP
Lampiran 7
IDA SUKORINI S., SH, MA
KASUBDIT ANALISIS DISKRIMINASI SYARAT KERJA
KOESPRAYEKTI S., SH. MSi
KASUBDIT KESEJAHTERAAN PEKERJA
DRA. SITI JUBAEDAH AR, MM
KASUBDIT PERJANJIAN KERJA
KASUBDIT ORGANISASI PEKERJA DAN PENGUSAHA
KASUBDIT PERATURAN PERUSAHAAN & PERJANJIAN KERJA BERSAMA RUSLAN IRIANTO S., SE,MM
Kelompok Jabatan Fungsional
SRI NURHANINGSIH, SH
KASUBDIT PEMASYARAKATAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DRS. SUTANTA, MSc, PhD
KASUBDIT KELEMBAGAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
WAHYU INDRAWATI, SE, MM
DIREKTUR KELEMBAGAAN DAN PEMASYARAKATAN HUBUNGAN INDUSTRIAL ISKANDAR, SH
Sekretaris DIRJEN
ISKANDAR MAULA, SH, MM
KASUBDIT ANALISIS & INFORMASI SOSIAL & PENGUPAHAN
IR. MUSTAFA KAMAL, MSi
KASUBDIT JAMSOS DAN KESEJAHTERAAN LUAR HUBUNGAN KERJA
KASUBDIT JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN HUBUNGAN KERJA ETIK SUGIYARTI, SE, MM
SAHAT SINURAT, SH, MH
KASUBDIT PENGUPAHAN
WURDAYANI, SH
KASUBDIT PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN DAN TENAGA PENYELESIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DRS. DARMANTO, MM
KASUBDIT PENGESAHAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
MITAR PELAWI, SH, MM
KASUBDIT PENYELENGGARAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DIREKTUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Drs. GANDI SUGANDI, MM
HARRY S., BA
Drs. ENDING K.
ADRIANI, SE, MA
DIREKTUR PENGUPAHAN DAN JAMSOS, KETENAGAKERJAAN Drs. SIHAR LUMBAN G, MS
Bagian Hukum dan Kerja Sama LN
Bagian Keuangan
MASRI HASYAR, SH Bagian Program, Evaluasi & Pelaporan
Direktur Jenderal
Dr. MUZNI TAMBUSAI, MSc
DIREKTUR PERSYARATAN KERJA, KESEJAHTERAAN DAN ANALISIS DISKRIMINASI L. AGUS S, S.Sos, MM
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN
Drs. SUTARDI, MSi
Bagian Kepegawaian dan Umum
Lampiran 8
DRS. SUMARYONO
DRS. ALBERT MS., Msi
BAKHTIAR, SH
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA PENEMPATAN DAN PELATIHAN
BERNAWAN SINAGA, SH, MSi
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA KERJA
HERMANTO R., SE
Kelompok Jabatan Fungsional
IR. NETTY FARIDA S., MM
KASUBDIT ADVOKASI TENAGA KERJA PEREMPUAN & ANAK
DRA. WARSINI, Msi
KASUBDIT KERJA SAMA LINTAS SEKTORAL
DRS. LAUREND SINAGA
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA KERJA ANAK
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA KERJA PEREMPUAN
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA HUBUNGAN KERJA
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
DIREKTUR PENGAWASAN NORMA KERJA PEREMPUAN DAN ANAK NUR ASIAH, SH
Sekretaris DIRJEN
Bagian Keuangan HANIFAH, SE, MA
EDI PURNAMA, SH, MM
Bagian Kepegawaian dan Umum
Lampiran 9
IR. AMRI, AK
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA LINGKUNGAN KERJA
IR. HARUNSYAH SIAHAAN, MM
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA KESEHATAN KERJA
GANJAR BUDIARTO, ST
SUSENO CIPTO M., SE, MM
KASUBDIT BINA TATA LAKSANA DAN INFORMASI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
IR. SRI HARJANI
KASUBDIT BINA ANALISIS, STANDARISASI DAN SERTIFIKASI NORMA KETENAGAKERJAAN
SYAMSUL BAHRI, SH
KASUBDIT BINA PENEGAKAN HUKUM
DEDI ADI GUMELAR, SE, MM
DRS. ARIEF SUPONO, MM KASUBDIT PENGAWASAN NORMA KONS. BANGUNAN, INST LISTRIK & PENANGGULANGAN KEBAKARAN
KASUBDIT BINA KELEMBAGAAN DAN TENAGA PENGAWAS KETENAGAKERJAAN
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA MEKANIK, PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN
DIREKTUR PEMBERDAYAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN PUNGKY WIDIATMOKO, SSos, MSi
Bagian Hukum dan Kerja Sama LN AZHAR USMAN, SH, MH
Drs. H. ADJAT DARADJAT, Msi
DIREKTUR PENGAWASAN NORMA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA NASRUL SJARIEF, SE, ME
DRS. HERMAN PH.
Bagian Program, Evaluasi & Pelaporan
Direktur Jenderal
MARUDIN S.M. SIMANIHURUK, SH, MM
DIREKTUR PENGAWASAN NORMA KETENAGAKERJAAN SYARIFUDDIN SINAGA, SH
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
DRS. SUMARYONO
DRS. ALBERT MS., Msi
BAKHTIAR, SH
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA PENEMPATAN DAN PELATIHAN
BERNAWAN SINAGA, SH, MSi
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA KERJA
HERMANTO R., SE
Kelompok Jabatan Fungsional
IR. NETTY FARIDA S., MM
KASUBDIT ADVOKASI TENAGA KERJA PEREMPUAN & ANAK
DRA. WARSINI, Msi
KASUBDIT KERJA SAMA LINTAS SEKTORAL
DRS. LAUREND SINAGA
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA KERJA ANAK
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA KERJA PEREMPUAN
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA HUBUNGAN KERJA
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
DIREKTUR PENGAWASAN NORMA KERJA PEREMPUAN DAN ANAK NUR ASIAH, SH
Sekretaris DIRJEN
Bagian Keuangan HANIFAH, SE, MA
EDI PURNAMA, SH, MM
Bagian Kepegawaian dan Umum
Lampiran 9
IR. AMRI, AK
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA LINGKUNGAN KERJA
IR. HARUNSYAH SIAHAAN, MM
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA KESEHATAN KERJA
GANJAR BUDIARTO, ST
SUSENO CIPTO M., SE, MM
KASUBDIT BINA TATA LAKSANA DAN INFORMASI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
IR. SRI HARJANI
KASUBDIT BINA ANALISIS, STANDARISASI DAN SERTIFIKASI NORMA KETENAGAKERJAAN
SYAMSUL BAHRI, SH
KASUBDIT BINA PENEGAKAN HUKUM
DEDI ADI GUMELAR, SE, MM
DRS. ARIEF SUPONO, MM KASUBDIT PENGAWASAN NORMA KONS. BANGUNAN, INST LISTRIK & PENANGGULANGAN KEBAKARAN
KASUBDIT BINA KELEMBAGAAN DAN TENAGA PENGAWAS KETENAGAKERJAAN
KASUBDIT PENGAWASAN NORMA MEKANIK, PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN
DIREKTUR PEMBERDAYAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN PUNGKY WIDIATMOKO, SSos, MSi
Bagian Hukum dan Kerja Sama LN AZHAR USMAN, SH, MH
Drs. H. ADJAT DARADJAT, Msi
DIREKTUR PENGAWASAN NORMA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA NASRUL SJARIEF, SE, ME
DRS. HERMAN PH.
Bagian Program, Evaluasi & Pelaporan
Direktur Jenderal
MARUDIN S.M. SIMANIHURUK, SH, MM
DIREKTUR PENGAWASAN NORMA KETENAGAKERJAAN SYARIFUDDIN SINAGA, SH
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
Ir. YUNAFRI, MM
KASUBDIT FASILITAS SOSIAL BUDAYA
Drs. PUJI RAHAYU
KASUBDIT PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
Ir. ANGGIT KUSTIYANI, MM
KASUBDIT PENGGERAK SWADAYA MASYARAKAT
Ir. UMAR HAMZAH, MMA
KASUBDIT PERENCANAAN TEKNIS PENGEMBANGAN KAWASAN
Ir. ETTY JULIA, MM
KASUBDIT PERENCANAAN TEKNIS PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Drs. PUTUT EDY S., MSi
KASUBDIT RENCANA INTEGRASI PENGEMB. REFIONAL
Ir. SHOBIRIN MUCHLIS, MM
Drs. MANGASI SIMANJUNTAK
KASUBDIT BANTUAN PANGAN
KASUBDIT PEMETAAN PENGEMB. KAWASAN
Ir. PRASETYOADI W.
DIREKTUR PENINGKATAN KAPASITAS SDM DAN MASYARAKAT Drs. BUDI SANTOSO
Kelompok Jabatan Fungsional
Ir. NYOMAN SUISNAYA
KASUBDIT PENGOLAHAN HASI DAN PEMASARAN
Ir. PRIYANTO W., MURP
KASUBDIT PENGOLAHAN HASI DAN PEMASARAN
Ir. ERNA NOVIATI
KASUBDIT PRODUKSI
Ir. EDISON SIREGAR, SE, MSi
KASUBDIT KEWIRAUSAHAAN
DR. Ir. SUHARYOTO, MS
DIREKTUR PENGEMBANGAN USAHA
Bagian Program, Evaluasi & Pelaporan Ir. ROOSARI TYAS WARDANI, MMA
Direktur Jenderal
Drs. JOKO SIDIK PRAMONO, MM
DIREKTUR PERENCANAAN TEKNIS PENGEMBANGAN MASYARAKAT & KAWASAN
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DAN KAWASAN TRANSMIGRASI
Ir. ELLY SARKIT, MM
KASUBDIT EVALUASI PENGEMBANGAN SARANA & PRASARANA
Ir. SUHARYANTO S., MM
KASUBDIT PENGEMBANGAN PRASARANA
Ir. YULTIDO ICHWAN
KASUBDIT PENGEMBANGAN SARANA
Ir. AGUS SUNAEYADI, M.SP
KASUBDIT PENGKAJIAN & STANDARISASI SARANA & PRASARANA
Bagian Kepegawaian dan Umum BAMBANG BUDIARTO, SH
Ir. M. MULAJADI M., MCRP
KASUBDIT PENGAKHIRAN STATUS
Ir. SARWANINGSIH
KASUBDIT PEMANTAUAN LINGKUNGAN
Ir. JEMMY SINAGA, MS
KASUBDIT MITIGASI LINGKUNGAN
Ir. SYAMSU CHARWANDI
KASUBDIT RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Ir. PRASETYO, MEM
DIREKTUR PENYERASIAN LINGKUNGAN
Bagian Hukum dan Kerja Sama LN Ir. BITLER SIMANJUNTAK
DIREKTUR PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA KAWASAN Ir. HARDY B. SIMBOLON, MMA
Dra. RETNO YUNIARTI
Bagian Keuangan
Ir. TIMBUL NURTJAHJONO
Sekretaris DIRJEN
Lampiran 11