ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PROSEDUR RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH DI BIDANG EKSPOR BARANG KENA PAJAK DAN TANGGUNG JAWAB BERKAITAN DENGAN PENERBITAN KEPUTUSAN RESTITUSI HINDARTONO , JOEDO
TAXATION (LAW) – LAW AND LEGISLATION ; KKB KK-2 Dis H 05 / 09 Hin p PROMOTOR : Prof. Dr. Philipus Mandiri Hadjon, S.H. Copyright : @ 2008 by Airlangga University Library
Disertasi
PROSEDUR RESTITUSI PAJAK ...
HINDARTONO , JOEDO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
RINGKASAN
Judul Disertasi ini adalah : "Prosedur Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Barang Mewah Di Bidang Ekspor Barang Kena Pajak Dan Tanggung Jawab Berkaitan Dengan Penerbitan Keputusan Restitusi." Pada tahun 1983 dilakukan reformasi di bidang perpajakan. Salah satu yang direformasi adalah Undang-Undang Pajak Penjualan 1951 yang dicabut dan diganti oleh Undangundang Nomor 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPn BM yang diubah terakhir dengan UU Nomor 18 tahun 2000 Lembaran Negara tahun 2000 No.128 TLN 3986 Sejalan dengan kebijakan baru di bidang PPN yang bertujuan untuk mendorong ekspor, di bidang Kepabeanan diatur pula kebijakan baru yang bertujuan untuk tidak melakukan pemeriksaan atas lalu lintas barang dalam daerah pabean (antar pulau) oleh Inpres Nomor 4 tahun 1985, demi memperlancar arus barang. Semua kebijakan itu dilakukan dalam rangka meningkatkan penerimaan negara sehubungan dengan semakin tidak menentunya penerimaan minyak, Sistem pemungutan pajak di Indonesia diubah semula official assessment menjadi "self assessment". Pemungutan PPN berbasis pada value added tax, untuk menghindari pemungutan pajak berganda. Agar pemungutan PPN tidak berganda, maka diciptakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan (PM) yang faktur pajaknya diterbitkan oleh WP /PKP ketika membeli bahan baku untuk proses produksi dan Pajak Keluaran (PK) yang faktur pajaknya diterbitkan oleh WP/PKP ketika is menjual produknya. Mengingat pentingnya fungsi faktur pajak dalam mekanisme pengkreditan PM-PK,maka penerbitan faktur pajak oleh WP/PKP hams dilakukan dengan, tertib, benar dalam mengadministrasikan Faktur Pajak. Sebaliknya pihak fiskus wajib melakukan pengawasan melalui mekanisme konfirmasi untuk menilai keabsahan suatu faktur pajak sesuai dengan persyaratan UndangUndang PPN 1984.Dalam kenyataan ternyata banyak dilakukan jual beli faktur pajak yang menyimpang dari ketentuan yang seharusnya dilakukan sehingga merugikan negara. Dibidang kepabeanan untuk barang ekspor tidak dilakukan pemeriksaan fisik (kecuali atas barang barang tertentu ), sehingga berpeluang terjadinya ekspor fiktif /tidak ada ekspor barang secara nyata, Oleh karena dalam sistem PPN dimungkinkan bagi WP/PKP/eksportir untuk meminta kembali PPN yang telah dibayarkan pada waktu memproduksi barang ekspor, sedangkan dari PPN dan PPn BM ekspor adalah 0%, maka akan menimbulkan lebih bayar. Hal ini berpeluang dimanfaatkan oleh para eksportir untuk mengajukan permohonan
Disertasi
PROSEDUR RESTITUSI PAJAK ...
HINDARTONO , JOEDO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
restitusi PPN dan PPn BM atas ekspor,baik secara prosedur normal ataupun secara melawan hukum yang berakibat restitusi PPN dan PPn BM fiktif atas ekspor sehingga merugikan negara apalagi dalam praktek berat ringannya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang dijatuhkan kepada pelaku (eksportir) dalam kasus ekspor fiktif dan restitusi fiktif, semasa berlakunya UU KUP dan UU PPN 1984 serta UU nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, ternyata beragam. Hal ini disebabkan karena ketidak tegasan perumusan Undang undang Kepabeanan tentang "tindak pidana penyelundupan." Keterkaitan antara ekspor normal/fiktif dengan restitusi PPN dan PPn BM atas ekspor normal/ fiktif bare tampak ada hubungan kausal apabila penerbitan Persetujuan Ekspor yang menjadi kewenangan aparat DJBC ditindak lanjuti dengan mengajukan permohonan restitusi PPN dan PPn BM atas ekspor oleh eksportir, untuk mendapatkan hak pengembalian PPN dan PPN BM yang telah dibayarnya pada waktu membeli bahan baku dalamproses produksi barang ekspornya. Kemudahan dan niat baik pemerintah untuk memberikan pelayanan prima dalam kepabeanan dan perpajakan dalam rangka mendorong ekspor serta memperlancar arus barang kepada para eksportir, ternyata dalam praktek banyak mengandung kelemahan sehingga membuka peluang untuk disalah gunakan dengan melakukan ekspor (fiktif) dan ditindak lanjuti dengan permohonan restitusi PPN dan PPn BM (fiktif) atas ekspor. Kelemahan terutama menyangkut bidang pengawasan, sistem dan prosedur baik di bidang kepabeanan maupun perpajakan yang diterbitkan khusus untuk mengatur masalah ekspor yang terlalu longgar dan cenderung berlebihan sehingga mengabaikan fungsi pengawasan. Sistem, prosedur serta pengawasan di bidang kepabeanan dan perpajakan khususnya untuk ekspor yang selama ini mengabaikan unsur pengawasan harus diubah dengan sistem yang mengedepankan fungsi pengawasan, sehingga tercapai fungsi kesetaraan antara pemberian pelayanan yang prima dengan pengawasan tanpa mengurangi niat baik untuk mendorong ekspor. Sekaligus menangkal kemungkinan niat buruk para eksportir yang akan mengajukan permohonan restitusi PPN dan PPn BM di bidang ekspor secara melawan hukum. Oleh karena itu kebenaran ekspor hams dapat dijamin (bukan ekspor fiktif), karena restitusi PPN dan PPn BM atas ekspor hanya dapat diberikan apabila ekspor itu benar benar terjadi.
Disertasi
PROSEDUR RESTITUSI PAJAK ...
HINDARTONO , JOEDO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Pertanggung jawaban pelayanan kepabeanan dan perpajakan di bidang restitusi PPN dan PPn BM atas ekspor yang diajukan oleh para eksportir, sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku, maka para pejabat pelaksana dari DJBC maupun DJP tidak dapat dikenakan sanksi pidana/perdata atas kerugian negara walaupun ekspor fiktif dan/atau restitusi PPN dan PPn BM atas ekspor fiktif. Akan tetapi apabila para pejabat DJBC atau DJP ternyata ikut terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam tindak pidana ekspor fiktif (dengan cara menerbitkan Persetujuan Ekspor fiktif) dan atau restitusi PPN dan PPn BM fiktif (dengan menerbitkan SKP-LB, SKKPP dan SPMKP PPN), maka mereka harus bertanggng jawab masing-masing secara pribadi atas perbuatan yang telah dilakukannya. Dengan demikian permasalahan menjadi jelas, siapa yang harus bertanggung jawab apabila terjadi penerbitan restitusi PPN dan PPn BM atas ekspor yang ternyata ekspornya fiktif, sehingga merugikan negara.
Disertasi
PROSEDUR RESTITUSI PAJAK ...
HINDARTONO , JOEDO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ABSTRACT
The title of this dissertation is :" Procedure of Restitution of Value Added Tax and Luxury Sales Tax in Taxed Goods Exportation and Responsibility for the Issuance of Restitution Decision." The objective of the government to provide facility in tax and custom policy is to encourage export. This policy, however, is counter productive since it enables fictitious exportation, by which the false exporters may request repayment of the excessive paid Value Added Tax and Luxury Exported Goods Sales Tax for their fictitious exportation. The scheme is harmful to state finance and violation of law. The type of this research is a normative research. Statute approach, case approach are used in this research. Based on juridical of law, export is considered to be already accorded when there is an export agreement which has been published. In addition to publishing export agreement DJBC party has to be courage to guarantee that realization of the exports truly accouring. The result of this research are : Firstly: The ease of providing the restitution of PPN and PPn BM for export goods can be minimalized if there is a deregulation of system and procedure to examine both on taxes field and on custom field to substitute the recent system which is not organized strictly and defend the exporter and ignore the checking function . Secondly : The fault which may occur on publishing the decision of restitution which cause the country to its monetary loss is the responsible of the authority holder who involve and is obliged to be responsible both for their position and personal. Thirdly :It is needed to create a supervisory system to avoid such issue between DJBC and DJP by combining the authority given by Duty Act and Tax to create a supervisory concept that can be used in operational duty in both DJP and DJBC in accordance with its obligation. Without reducing the "good willingness" of government to keep supporting export and the floating of goods. So that it will have operational description of business condition, business activity as well as characteristic and exporters/the authority and finally can make directional and coordinative supervisory plan/inspection to be used as of means to anticipate fictional export and restitution application of Value Added Tax and Luxury Sales tax of fictional export. The conclusion of this dissertation is recommended that the system and procedure of taxation and custom be revised that it encourages surveillance especially in exporting goods because fictitious export deals with the request of restitution of Value
Disertasi
PROSEDUR RESTITUSI PAJAK ...
HINDARTONO , JOEDO
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Added Tax and Luxury Exported Goods Sales Tax. The request of restitution should be taken into consideration, based on physical inspection for custom and field inspection for taxation without exception through scanner, by which it will make the inspectors convenience. Key Words :Fictitious export : Restitution of Value Added Tax and Luxury Sales Tax : Physical and field inspection.
xvii
Disertasi
PROSEDUR RESTITUSI PAJAK ...
HINDARTONO , JOEDO