ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK YEAST DAN PISANG RAJA TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI DAN PERKEMBANGAN TUNAS EMBRIO ANGGREK Dendrobium lasianthera J. J. Smith.
SKRIPSI
PARAMITA DWI ALFIANTI
PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2016
i
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga. Diperkenankan untuk digunakan sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penulis dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.
iv SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi ini dengan baik. Naskah skripsi dengan judul “Pengaruh Berbagai Konsentrasi Ekstrak Yeast dan Pisang Raja Terhadap Perkecambahan Biji dan Perkembangan Tunas Embrio Anggrek Dendrobium lasianthera J. J. Smith.” ini disusun sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana sains, jurusan Biologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Penulis menyadari bahwa naskah skripsi ini masih belum sempurna, sehingga memerlukan perbaikan dan penyempurnaan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan naskah skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan riset di bidang kultur jaringan dan aplikasinya di dalam bidang pemuliaan tanaman.
Surabaya, Juli 2016 Penulis,
Paramita Dwi Alfianti
v SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Tak lupa pula penulis mengirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat Islam ke jalan yang diridhoi Allah SWT. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Berbagai Konsentrasi Ekstrak Yeast dan Pisang Raja Terhadap Perkecambahan Biji dan Perkembangan Tunas Embrio Anggrek Dendrobium lasianthera J. J. Smith” merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana sains, jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan mendukung segala aktivitas yang berhubungan dengan pengerjaan skripsi ini. 2. Dr. Edy Setiti Wida Utami, MS selaku penguji I yang bersedia meluangkan waktunya untuk bimbingan, juga selalu sabar dan telaten dalam memberikan bimbingan, dukungan dan pengarahan selama penelitian. 3. Dr. Junairiah, S. Si. , M. Kes. selaku penguji II yang bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan memberi motivasi. 4. Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, Dra., M.Si selaku penguji III yang telah memberikan koreksi redaksional, memberikan kritik dan saran yang membangun dalam skripsi ini. 5. Prof. Dr. Ir. Tini Surtiningsih, DEA selaku penguji IV yang telah memberikan koreksi redaksional dan memberi saran dalam skripsi ini. 6. Tri Nurhariyati, S.Si, M.Kes selaku dosen wali yang telah membimbing dan memberi saran yang membangun 7. Teman-teman seperjuangan, Inayah, Bilqis, Ella, Maya, Isti, Fatin, Joko, Arif yang selalu memberi semangat, dukungan, dan telah menghibur selama ini. vi SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8. Teman-teman satu tim Inayah dan Rere yang saling membantu selama penelitian dimulai sampai penulisan skripsi ini. 9. Moch. Fitroni yang telah meluangkan waktunya untuk mendukung, membantu, mendoakan, memberi semangat dan mendengarkan keluh kesah penulis dalam melakukan penelitian ini. 10. Keluarga besar “KOS 146B Mulyorejo “, Fia, Aini, Gita, Maya, Novi, Nunung dll yang selalu membantu dalam segala hal dan memberi semangat meskipun dalam bentuk candaan dan hinaan. 11. Teman-teman penghuni laboratorium Fisiologi Tumbuhan yang saling memberi semangat. 12. Seluruh teman-teman semua Biologi angkatan 2012, yang saling memberi semangat. 13. Seluruh dosen, laboran, dan karyawan Fakultas Sains dan teknologi Universitas Airlangga atas segala ilmu, masukan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 14. Serta seluruh pihak yang ikut membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis hanya bias berdoa, semoga Allah membalas kebaikan-kebaikan mereka. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Kritik dan saran kami hargai demi penyempurnaan penulisan serupa dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat bernilai positif bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surabaya, 14 Juli 2016 Penulis
vii SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Paramita Dwi Alfianti. 2016. Pengaruh pemberian ekstrak yeast dan pisang raja terhadap perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith. Skripsi ini dibawah bimbingan Dr. Edy Setiti Wida Utami., M.S dan Dr. Junairiah, M.Kes. Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.
ABSTRAK Dendrobium lasianthera J.J.Smith merupakan salah satu anggrek yang menawan di Indonesia karena modifikasi sepal dan petalnya. Saat ini keberadaan anggrek Dendrobium lasianthera J.J.Smith terancam punah, sehingga perlu dilakukan perbanyakan anggrek secara in vitro. Dalam penelitian ini terdapat 2 tahapan. Tahap pertama adalah perkecambahan biji dengan pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast (0 g/L, 0,5 g/L, 1 g/L, 1,5 g/L, 2 g/L) dan tahap kedua adalah perkembangan tunas embrio dengan pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25g/L, 50g/L, 75g/L) yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap. Data yang diperoleh adalah data kuantitatif (persentase perkecambahan biji, jumlah daun, jumlah akar, panjang daun, panjang akar, berat kering tunas, berat kering akar, dan berat kering total planlet) dan data kualitatif (morfologi embrio pada tahap perkecambahan dan perkembangan). Analisis data pada tahap pertama menggunakan uji anova yang menunjukkan bahwa ekstrak yeast dengan konsentrasi 1,5 g/L merupakan konsentrasi terbaik untuk perkecambahan biji anggrek Dendrobium lasianthera J.J.Smith. Analisis data pada tahap kedua menggunakan uji multivariat, yang menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak pisang raja 50 g/L memberikan hasil terbaik untuk jumlah daun dan jumlah akar. Perlakuan ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L dan perlakuan ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L memberikan hasil terbaik untuk panjang daun, panjang akar dan berat kering tunas. Pada perlakuan ekstrak pisang raja 50 g/L dan 75 g/L memberikan hasil terbaik untuk berat kering akar. Perlakuan ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L dan perlakuan ekstrak pisang raja 50 g/L memberikan hasil terbaik untuk berat kering total planlet. Dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja berpengaruh terhadap perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J.Smith.
Kata kunci : anggrek Dendrobium lasianthera J.J. Smith, ekstrak pisang raja, ekstrak yeast, perkecambahan biji, perkembangan tunas embrio.
viii SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Paramita Dwi Alfianti. 2016. The Effect of Yeast and Banana Extracts on Seed Germination and Shoot Embryo Development of Dendrobium lasianthera J.J. Smith. This script is guided by Dr. Edy Setiti Wida Utami., M.S dan Dr. Junairiah, M.Kes. Biology Department of Biology, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya.
ABSTRACT Dendrobium lasianthera J.J.Smith is one of beautiful orchid in Indonesia because of its sepal and petal modifications. Because the presence of Dendrobium lasianthera J.J.Smith is in danger, we need to increase amount of this orchid by in vitro. This research was done in two stages. The first stage was aimed to know the influence of yeast extracts (0 g/L, 0,5 g/L, 1 g/L, 1,5 g/L, 2 g/L in concentrations) on seed germination of Dendrobium lasianthera J.J. Smith. The second stage was aimed to know the affect of banana extracts (25g/L, 50g/L, 75g/L in concentrations) combined with the best yeast concentration (2 g/L) on shoot embryo development of Dendrobium lasianthera J.J.Smith. The variable that being observed in the first stage was the percentage of seed germination. The variables that being observed in the second stage werethe amount of leaves, amount of roots, length of leaf, length of root, weight of dried shoot, weight of dried root, and the weight of dried planlet. Data from the first stage was analyzed by One Way ANOVA. The result of this research showed that 1,5 g/L yeast extract was the best concentration for seed germination of Dendrobium lasianthera J.J. Smith. Data from the second stage was analyzed by Multivariate ANOVA. 50 g/L banana extract gave the best results for amount of leaves and roots. 2 g/L yeast extract + 25 g/L banana extract and 2 g/L yeast extract + 50 g/L banana extract gave the best results for length of leaf, length of root and weight of dried shoot. 50 g/L banana extract and 75 g/L banana extract gave the best result for weight of dried root. 2 g/L yeast extract + 25 g/L banana extract and 50 g/L banana extract gave the best result for weight of dried planlet. The conclusion of this research was that adding yeast and banana extracts could affect seed germination and shoot embryo development of Dendrobium lasianthera J.J. Smith.
Key words : Dendrobium lasianthera J.J. Smith, banana extract, yeast extract, Seed germination, Shoot embryo development.
ix SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................iii LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI...........................................iv KATA PENGANTAR ........................................................................................v ABSTRAK ..........................................................................................................viii ABSTRACT........................................................................................................ix DAFTAR ISI.......................................................................................................x DAFTAR TABEL...............................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................6 1.3 Asumsi Penelitian ........................................................................................7 1.4 Hipotesi Penelitian .......................................................................................8 1.4.1 Hipotesis Kerja....................................................................................8 1.4.2 Hipotesis Statistik ...............................................................................9 1.5 Tujuan Penelitian .........................................................................................12 1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................................12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Anggrek Dendrobium .....................................................14 2.2 Tinjauan Tentang Anggrek Dendrobium lasianthera..................................16 2.2.1 Klasifikasi D. lasianthera ..................................................................17 2.3.1 Deskripsi Morfologi D. lasianthera....................................................18 2.3 Tinjauan Tentang Kultur Jaringan ...............................................................24 2.4 Tinjauan Umum Media Vacin and Went .....................................................30 2.5 Perkecambahan Biji pada Anggrek..............................................................33 2.6 Perkembangan Tunas Embrio ......................................................................35 BAB III METODE PENELITAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................37 3.2 Bahan dan Alat Penelitian............................................................................37 3.2.1 Bahan Hayati.......................................................................................37 3.2.2 Bahan Kimia .......................................................................................37 3.3 Alat Penelitian..............................................................................................37 3.4 Prosedur Penelitian.......................................................................................38 3.4.1 Persiapan .............................................................................................38 3.4.2 Sterilisasi.............................................................................................41 3.4.3 Tahap Penelitian..................................................................................43 3.5 Rancangan penelitian ...................................................................................44
x SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3.6 Variabel Penelitian .......................................................................................45 3.7 PengumpulanData ........................................................................................46 3.8 Analisis .......................................................................................................46 BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan ............................................................................ ........ 48 4.1.1 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-4 ................................................................... .........48 4.1.2 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-8 ................................................................... .........50 4.1.3 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-12 ................................................................. .........52 4.1.4 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-6........................................... .........55 4.1.5 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-12......................................... .........61 4.1.6 Morfologi tahap perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera ..................................... .........67
4.2
Pembahasan ..................................................................................... .........71 4.2.1 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera...... .........71 4.2.2 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap jumlah daun anggrek D. lasianthera ....................... .........73 4.2.3 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap jumlah anggrek anggrek D. lasianthera .................. .........74 4.2.4 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap panjang daun anggrek D. lasianthera...................... .........74
xi SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.2.5 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap jumlah akar anggrek D. lasianthera ........................ .........75 4.2.6 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap berat kering tunas anggrek D. lasianthera .............. .........76 4.2.7 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap berat kering akar anggrek D. lasianthera ................ .........77 4.2.8 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap berat kering planlet anggrek D. lasianthera............ ........78 4.2.9 Morfologi tahap perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera ..................................... ........79 BAB V : PENUTUP 5.1 Kesimpulan.............................................................................. .... 5.2 Saran.............................................................................. .......... ....
82 83
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
84
LAMPIRAN
xii SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
3.1
Jenis perlakuan pada perkecambahan biji....................................... 45
3.2
Jenis perlakuan pada perkembangan tunas embrio......................... 45
4.1
Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-4.................................................... 49 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-8................................................... 51 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap perkecambahan embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-12 ................................................. 52 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-6............................................................................ 56 Pengaruh pemberian ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera pada minggu ke-12.......................................................................... 62
4.2
4.3
4.4
4.5
SKRIPSI
Judul
xiii PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
2.1 2.2 2.3 2.4
Akar anggrek D. lasianthera................................................. Batang anggrek D. lasianthera............................................. Bagian – bagian anggrek D. lasianthera............................... Anggrek D. lasianthera........................................................
4.1
Histogram persentase biji berkecambah embrio anggrek D. lasiantheraantar perlakuan pada minggu ke-4 sampai minggu ke12......................................................................................... Histogram rerata jumlah daun anggrek D.lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-6....................................... Histogram rerata jumlah akar anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-6 ....................................... Histogram rerata panjang daun anggrek D.lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-6......................................... Histogram rerata panjang akar anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-6 ....................................... Histogram rerata berat kering tunas anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu Ke-6..................................................................................... Histogram rerata berat kering akar anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu Ke-6..................................................................................... Histogram rerata berat kering planlet anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-6...................................................................................... Histogram rerata jumlah daun anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-12..................................... Histogram rerata jumlah akar anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-12 .................................... Histogram rerata panjang daun anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-12 .....................................
4.2 4.3 4.4 4.5 4.6
4.7
4.8
4.9 4.10 4.11
SKRIPSI
Judul
xiv PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
19 20 21 22
54 57 58 58 59
60
60
61 63 64 64
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Nama
4.12 4.13
4.14
4.15
4.16 4.17 4.18
Judul
Halaman
Histogram rerata panjang akar anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-12.............. Histogram rerata berat kering tunas anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-12..................................................................................... Histogram rerata berat kering akar anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu Ke-12..................................................................................... Histogram rerata berat kering total planlet anggrek D. lasianthera antar perlakuan pada minggu ke-12..................................................................................... Morfologi perkembangan embrio anggrek D. lasianthera....................................................................... Morfologi perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera minggu ke-6.................................... Morfologi perkembangan embrio anggrek D. lasianthera.........................................................
65
66
66
67 68 69 70
xv SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman spesies anggrek yang tinggi, diperkirakan kurang lebih 25.000 spesies anggrek (Gunawan, 2003). Kelestarian keanekaragaman anggrek terancam karena banyaknya penebangan hutan, konversi hutan dan perburuan anggrek secara besarbesaran oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu upaya untuk melestarikan sumber daya alam jenis – jenis anggrek yang ada di Indonesia, perlu dilakukan agar terjaga kelestarian keanekaragaman anggrek (Sandra, 2004). Diantara spesies anggrek yang termasuk dalam kategori konservasi dan terancam punah adalah Dendrobium lasianthera. Keberadaan anggrek tersebut dimasukkan ke dalam Appendiks II oleh Convention on International Trade in Endangered Species Wild Fauna and Flora ( CITES )(Sari, 2011). Anggrek D. lasianthera J.J. Smith perlu dilestarikan keberadaannya karena anggrek ini merupakan anggrek yang menawan. Pada anggrek D. lasianthera J.J. Smith modifikasi sepal dan petal yang terlihat melintir menyerupai spiral tidak terlihat seperti layaknya sepal dan petal anggrek Dendrobium lainnya. Ekstrak kloroform batang D. lasianthera J.J. Smith berpotensi sebagai antikanker payudara T47D (Nugroho dkk, 2011). Salah satu program untuk melestarikan anggrek langka dan terancam punah adalah dengan cara perbanyakan. Bibit anggrek dapat 1
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2
diperbanyak secara vegetatif maupun generatif. Perbanyakan vegetatif pada anggrek dapat ditempuh dengan cara memisahkan rumpun atau anakan dari indukan anggrek. Namun demikian, perbanyakan anggrek secara vegetatif dinilai kurang efektif karena jumlah anakan yang dihasilkan sangat terbatas. Perbanyakan secara generatif adalah perbanyakan tanaman menggunakan biji dari tanaman tersebut. Terdapat dua macam perbanyakan secara generatif, yaitu secara simbiotik (in vivo) dan secara asimbiotik (in vitro). Perbanyakan biji secara simbiotik (in vivo) sering menghadapi kendala pada rendahnya kemampuan dan lamanya waktu yang diperlukan biji untuk berkecambah. Hal ini dikarenakan ukuran biji anggrek sangat kecil dan tidak mempunyai endosperm sebagai cadangan makanan pada awal perkecambahan biji (Bey dkk., 2006). Perkecambahan biji anggrek secara alami membutuhkan mikorhiza sebagai penghasil nutrisi bagi biji. Tanpa mikorhiza, perkecambahan sulit terjadi. Perkecambahan biji anggrek memiliki daya kecambah rendah, yaitu kurang dari 1% (Gunawan, 2003). Dengan kendala tersebut menyebabkan perbanyakan anggrek lebih sering dilakukan secara asimbiotik (in vitro). Hingga saat ini perbanyakan anggrek secara in vitro terbukti lebih ampuh dalam penyediaan bibit anggrek yang lebih banyak dan seragam dalam waktu yang relatif singkat. Kultur biji merupakan budidaya secara in vitro dengan eksplan biji pada media steril yang kaya akan nutrisi, sehingga biji dapat beregenenerasi menjadi tanaman lengkap
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3
(Zulkarnain, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur biji adalah umur eksplan, komposisi media (adanya vitamin, gula dan zat pengatur tumbuh), dan stimulus fisik (cahaya, pH dan suhu). Medium yang sering digunakan untuk kultur embrio anggrek adalah medium Vacin dan Went (VW) (Damayanti, 2006). Namun, komposisi pokok media tersebut masih belum sempurna bila tidak dilakukan modifikasi dengan penambahan nutrisi berupa bahan organik. Beberapa jenis bahan organik yang bisa ditambahkan dalam media perkecambahan biji anggrek antara lain ekstrak yeast, air kelapa, tomat, pisang, jeruk, alpukat, tauge dan lain – lain (Masyarah, 2012). Dalam
penelitian
ini
dilakukan
modifikasi
media
untuk
mengoptimalkan pertumbuhan anggrek D. lasianthera J.J. Smith. Bahan organik yang ditambahkan adalah ekstrak yeast. Menurut Lindegren (1952), ekstrak yeast diyakini mengandung zat hara untuk pertumbuhan tanaman. Ekstrak yeast juga memiliki kandungan senyawa karbon dan nitrogen yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Ekstrak yeast sebagai sumber nitrogen berperan dalam proses fisiologis, seperti pembentukan protein, asam nukleat, dan koenzim. Di samping itu juga berperan dalam pertumbuhan sel serta menjaga dan memelihara kemampuan sel untuk membentuk enzim (Fukomoto et al. 1957). Penelitian menggunakan ekstrak yeast pernah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu, penelitian Widiastoety & Kartikaningrum (2003), penambahan ekstrak ragi 1,25 g/L pada meda VW memberikan pengaruh
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4
nyata terhadap jumlah daun, panjang akar, dan tinggi plantlet anggrek Dendrobium sp. Widiastoety & Nurmalinda (2010), menyatakan kombinasi KNO3 1 g/L dengan penambahan bahan organik (ragi, 1,25 g/L, pisang 50 g/L) menghasilkan tinggi plantlet, jumlah daun, dan panjang akar tertinggi. Sriwahyuni (2014), menyatakan Pemberian variasi ragi 1,25 g/L dan 0,2% ekstrak daun pegagan memberikan hasil yang optimal untuk perkecambahan biji anggrek jamrud selama 12 minggu. Ekstrak yeast merupakan salah satu bahan organik alamiah kompleks yang diperoleh dari hasil samping dalam proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Ekstrak yeast mengandung asam-asam amino, peptida, dan vitamin yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan plantlet (Widiastoety & Kartikaningrum, 2003). Al-Khateeb (2008) menyatakan bahwa penambahan sumber karbon penting untuk pemenuhan energi terutama jika dalam kondisi belum mampu untuk menghasilkan makanannya sendiri/fotosintesis pada kultur. Oleh karena itu peneliti mencoba mengkaji tentang pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast untuk perkecambahan biji dan perkembanagan tunas embrio. Perbanyakan tanaman anggrek secara in vitro melalui beberapa tahapan. Tetapi penelitian ini hanya sampai tahap sub kultur 1. Tahapan ini terdiri dari penaburan biji in vitro, yang bertujuan untuk mengecambahkan biji dan membentuk tunas embrio, selanjutnya dilakukan sub kultur 1 dilakukan untuk perkembangan tunas embrio membentuk planlet. Pertumbuhan dan perkembangan biji anggrek pada
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5
umumnya melalui beberapa fase yaitu. Fase 0: embrio dilindungi oleh testa, fase 1 : embrio membengkak dan ukuran bertambah besar, fase 2 : testa pecah dan embrio muncul dari testa, fase 3 : embrio lepas dari testa, fase 4 : embrio dengan shoot apical meristem sedangkan fase 5 : tunas dengan daun pertama (Dwiyani et al., 2012). Terbentuknya planlet diawali dengan tumbuhnya tunas dari hasil perkembangan biji. Selain menggunakan ekstrak yeast, dalam penelitian ini juga menggunakan ekstrak buah pisang. Ekstrak buah pisang mengandung karbohidrat dan ZPT yang dapat mestimulir pertumbuhan tanaman (Widiastoety, 2008). Arditti (1992) menyatakan bahwa, buah pisang mengandung hormon tumbuh yang menyerupai auksin dan sitokinin serta nutrisi penting lainnya. Auksin memacu pemanjangan potongan akar bahkan akar utuh pada tanaman dan memacu perkembangan akar, dan sitokinin memacu pembelahan sel dan pembentukan organ (Salisbury dan Ross, 1995). Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya dari Sallolo et al. (2012) tentang pengaruh ekstrak pisang dan fish emultion terhadap pertumbuhan anggrek Dendrobium candy stripe lasianthera. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak pisang raja pada dosis 50 g/L memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi planlet, luas daun, jumlah, berat segar, dan berat kering akar. Maslukhah (2008), menggunakan ekstrak pisang ambon 50 g/L pada kultur pisang rajabulu (Musa paradisiaca L.), menghasilkan jumlah tunas sebesar 3,1 tunas,
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6
panjang tunas 11,6 cm, jumlah daun sebesar 6,8 daun, panjang daun 5,9 cm, jumlah akar 8,3 akar, serta panjang akar 9,0 cm. Menurut Yanti (2013) pemberian beberapa ekstrak buah pada media Vacin dan Went berpengaruh nyata terhadap panjang akar, Menurut Nurmalinda dan Widiastoety (2010)
ekstrak pisang dapat menunjang pertumbuhan tinggi planlet karena mengandung karbohidrat, vitamin, Ca, P dan Fe. Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut terdapat pengaruh pemberian berbagai senyawa organik pada beberapa macam anggrek dan beberapa macam tanaman. Tetapi penelitian yang mengkaji tentang anggrek D. lasianthera J.J. Smith masih kurang. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian yang berjudul “ Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak yeast dan pisang raja terhadap perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith ”.
1.2
Rumusan Masalah Penelitian ini dirancang untuk menjawab permasalahan berikut ini: 1. Apakah pemberian ekstrak yeast dengan konsentrasi (g/L) yang berbeda pada media VW berpengaruh pada persentase perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith? 2. Berapa konsentrasi (g/L) ekstrak yeast pada media VW yang terbaik untuk persentase perkecambahan biji anggrek Dendrobium lasinthera J.J. Smith?
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7
3. Apakah pemberian ekstrak pisang raja dengan konsentrasi (g/L) yang berbeda pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L berpengaruh pada perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith? 4. Berapa konsentrasi (g/L) ekstrak pisang raja yang berbeda pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L yang memberikan hasil terbaik untuk perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith ?
1.3
Asumsi Penelitian Ekstrak yeast mengandung asam-asam amino, peptida, dan vitamin yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan plantlet (Widiastoety & Kartikaningrum, 2003). Keuntungan menggunakan bahan organik karena terkandung zat – zat kimia yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh, seperti vitamin, zat pengatur tumbuh dan sumber gula (Raharja, 2009). Buah pisang terdapat hormon tumbuh yang menyerupai auksin dan sitokinin serta nutrisi penting lainnya (Arditti, 1992). Auksin memacu pemanjangan potongan akar bahkan akar utuh pada tanaman dan memacu perkembangan akar, dan sitokinin memacu pembelahan sel dan pembentukan organ (Salisbury dan Ross, 1995). Menurut Nurmalinda dan Widiastoety (2010) ekstrak pisang dapat menunjang pertumbuhan tinggi planlet karena mengandung karbohidrat, vitamin, Ca, P dan Fe. Seperti diketahui bahwa ekstrak pisang raja mengandung nutrien penting bagi pertumbuhan tanaman yaitu antara lain air, protein, lemak,
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
karbohidrat, mineral, kalsium, phospor, ferro, dll. ( Kardarron, 2009 dalam Sallolo, 2012). Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast (g/L) dalam media VW dapat mempengaruhi proses perkembangan biji serta pemberian ekstrak pisang raja dengan konsentrasi (g/
L) yang berbeda dan konsentrasi ekstrak
yeast terbaik dari tahap 1 pada media VW (Vacin dan Went) berpengaruh pada perkembangan tunas embrio anggrek anggrek D. lasianthera J.J. Smith.
1.4
Hipotesis Penelitian
1.4.1 Hipotesis Kerja 1. Jika pemberian ekstrak yeast pada media VW berpengaruh terhadap perkecambahan biji aggrek D. lasianthera J.J. Smith, maka terdapat perbedaan persentase biji berkecambah pada perlakuan yang diberi ekstrak yeast dengan yang tidak diberi ekstrak yeast. 2. Jika pemberian ekstrak yeast pada media VW mempengaruhi perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith, maka terdapat perbedaan persentase biji berkecambah pada media VW yang diberi ekstrak yeast dengan konsentrasi yang berbeda-beda. 3. Jika pemberian ekstrak pisang raja dengan konsentrasi (g/L) yang berbeda pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L berpengaruh terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
lasianthera J.J. Smith, maka terdapat perbedaan perkembangan tunas embrio pada perlakuan yang diberi ekstrak pisang raja dengan konsentrasi (g/L) yang berbeda pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L dengan yang tidak diberi. 4. Jika pemberian ekstrak pisang raja dengan berbagai konsentrasi (g/L) yang berbeda pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith, maka terdapat perbedaan perkembangan tunas embrio pada berbagai konsentrasi yang diberikan.
1.4.2 Hipotesis statistik 1. H0: Pemberian ekstrak yeast pada media VW tidak mempengaruhi perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith. Ha: Pemberian ekstrak yeast pada media VW mempengaruhi perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith. 2. H0: Tidak ada perbedaan perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith pada berbagai konsentrasi ekstrak yeast yang diberikan pada media Vacin dan Went (VW). Ha: Ada perbedaan perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith pada berbagai konsentrasi ekstrak yeast yang diberikan pada media Vacin dan Went (VW).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10
3. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang
mengandung
ekstrak
yeast
2
g/L
tidak
mempengaruhi
bertambahnya jumlah daun anggrek D. lasianthera J.J. Smith. Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya jumlah daun anggrek D. lasianthera J.J. Smith. 4. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang
mengandung
ekstrak
yeast
2
g/L
tidak
mempengaruhi
bertambahnya panjang daun anggrek D. lasianthera J.J. Smith . Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya panjang daun anggrek D. lasianthera J.J. Smith. 5. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang
mengandung
ekstrak
yeast
2
g/L
tidak
mempengaruhi
bertambahnya jumlah akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith. Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya jumlah akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
6. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang
mengandung
ekstrak
yeast
2
g/L
tidak
mempengaruhi
bertambahnya panjang akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith. Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya panjang akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith. 7. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang
mengandung
ekstrak
yeast
2
g/L
tidak
mempengaruhi
bertambahnya berat kering tunas anggrek D. lasianthera J.J. Smith. Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya berat kering tunas anggrek D. lasianthera J.J. Smith. 8. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang
mengandung
ekstrak
yeast
2
g/L
tidak
mempengaruhi
bertambahnya berat kering akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith. Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya berat kering akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith. 9. H0: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang
mengandung
ekstrak
yeast
2
g/L
tidak
mempengaruhi
bertambahnya berat kering planlet anggrek D. lasianthera J.J. Smith.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
Ha: Pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L mempengaruhi bertambahnya berat kering planlet anggrek D. lasianthera J.J. Smith.
1.5
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: 1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak yeast dengan konsentrasi (g/L) yang berbeda pada media VW berpengaruh pada perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith. 2. Mengetahui konsentrasi (g/L) ekstrak yeast pada media Vacin dan Went (VW) yang terbaik untuk perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith. 3. Mengetahui pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja pada media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith. 4. Mengetahui konsentrasi (g/L) ekstrak pisang raja yang mengandung
ekstrak yeast 2 g/L yang terbaik untuk perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith.
1.6
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh pemberian ekstrak yeast dalam media VW untuk perkecambahan biji dan pengaruh pemberian ekstrak pisang raja pada
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
media VW yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Tentang Anggrek Dendrobium Anggrek dalam penggolongan taksonomi, termasuk dalam famili
Orchidaceae., suatu famili yang sangat besar dan sangat bervariasi. Famili ini terdiri atas 800 genus dan tidak kurang dari 25.000 spesies (Gunawan, 2003). Dendrobium adalah satu diantara genus anggrek terbesar yang terdapat di dunia, diperkirakan terdiri atas 1600 spesies. Berdasarkan pola pertumbuhannya, tanaman anggrek dibedakan menjadi dua, yaitu tipe simpodial dan tipe monopodial. Anggrek tipe simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama, bunga keluar dari ujung batang, dan akan berbunga kembali pada pertumbuhan anakan atau tunas baru. Contoh anggrek tipe simpodial adalah Dendrobium. Dendrobium memiliki kekhasan tersendiri, yaitu dapat mengeluarkan tangkai bunga baru di sisi - sisi batangnya. Pada umumnya, anggrek tipe simpodial bersifat epifit. Adapun anggrek tipe monopodial adalah anggrek yang dicirikan oleh adanya titik tumbuh di ujung batang, pertumbuhannya lurus ke atas pada satu batang, bunga keluar dari sisi batang diatara dua ketiak daun. Contoh anggrek tipe monopodil adalah Vanda dan Phalaenopsis (Widiastoety, 2003). Seperti tanaman lainnya, anggrek mempunyai bagian-bagian seperti akar, batang, daun, bunga dan buah.
SKRIPSI
14 PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
Pada umumnya akar anggrek berbentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah. Bagian ujung akar meruncing, licin, dan sedikit lengket. Dalam keadaan kering akar akan tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya bagian ujung akar saja yang berwarna hijau kekuningan. Akar yang sudah tua akan kelihatan coklat dan kering. Bentuk batang anggrek beraneka ragam, ada yang ramping, gemuk berdaging seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja, dengan atau tanpa umbi semu (pseudoblub). Berdasarkan pertumbuhannya batang anggrek dibedakan menjadi: a.
Simpodial, pada umumnya anggrek ini berumbi semu dengan pertumbuhan ujung batang terbatas. Pertumbuhan baru dilanjutkan oleh anggrek anakan yang tumbuh di sampingnya. Contoh anggrek tipe ini adalah Cattleya, Oncidium, dan Dendrobium.
b.
Monopodial, anggrek ini mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas. Bentuk batangnya ramping tidak berumbi semu. Tangkai bunga akan keluar di antara 2 ketiak daun. Contohnya Vanda, Aranthera dan Phalaenopsis.
Bentuk daun anggrek bermacam-macam ada yang tebal ada yang tipis. Ada yang berbentuk agak bulat, lonjong, sampai lanset. Tebal daun juga beragam, dari tipis sampai bedaging, rata dan kaku. Daun anggrek tidak bertangkai, sepenuhnya duduk pada batang. Tepinya tidak bergerigi (rata). Daun memanjang, ujungnya berbelah, tulang daun sejajar dengan tepi daun hingga ke ujung daun.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
Susunan daun berselang-seling atau berhadapan. Dilihat dari pertumbuhan daunnya, anggrek digolongkan menjadi dua kelompok sebagai berikut : a. Evergreen (tipe daun tetap segar/hijau), yaitu helaian-helaian daun tidak gugur secara serentak. b. Decidous (tipe gugur), yaitu semua helaian-helaian daun gugur dan tanaman mengalami masa istirahat. Bunga anggrek akan tersusun dalam karangan bunga. Jumlah kuntum pada satu karangan bunga terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Bunga anggrek memiliki lima bagian utama yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stemen (benang sari), pistil (putik), dan ovari (bakal buah). Sepal anggrek berjumlah tiga buah. Sepal bagian atas disebut sepal dorsal, sedangkan dua lainnya disebut sepal lateral. Buah anggrak berbentuk kapsular yang di dalamnya terdapat biji yang sangat banyak dan berukuran sangat kecil dan halus seperti tepung. Biji-biji anggrek tersebut tidak memiliki endosperm (cadangan makanan) sehingga dalam perkecambahannya diperlukan nutrisi dari luar atau lingkungan sekitarnya (Widiastoety, 2003).
2.2
Tinjauan Tentang D. lasianthera J.J. Smith Anggrek D. lasianthera J.J. Smith tercatat dalam daftar anggrek yang
dilindungi dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999. Anggrek D. lasianthera J.J. Smith disebut sebagai anggrek stuberi (stroberi) yang hidup di Indonesia (Papua) dan Papua New Guinea. Di Indonesia dikenal sebagai anggrek stuberi, stroberi,
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
atau strawbery. Dalam bahasa Inggris biasa anggrek ini dikenal sebagai Wooly Pollina Dendrobium, atau dengan nama varietasnya semisal May River Red dan Sepik Blue. Anggrek D. lasianthera J.J. Smith atau Wooly Pollina Dendrobium, spesies ini sebenarnya sama dengan D. ostrinoglossum.
Anggrek D. lasianthera J.J. Smith merupakan tanaman epifit yang tumbuh di daerah lembab dan membutuhkan banyak cahaya. Di alam liar biasa ditemukan hidup di sekitar daerah aliran sungai, rawa-rawa, dan hutan di dataran rendah Papua. Ukuran tanaman anggrek D. lasianthera J.J. Smith cukup besar, bisa mencapai lebih dari 1 meter. Anggrek ini mempunyai bunga yang indah. Dalam satu tandon bunga bisa muncul antara 10 – 30 kuntum bunga. Warna bunganya pun sangat bervariasi mulai dari merah, putih, biru, dan kekuningan dengan gradasi indah ( Anonim,2012 ).
2.2.1 Klasifikasi D. lasianthera J.J. Smith Anggrek D. lasianthera J.J. Smith merupakan anggrek yang hidup di Indonesia (Papua) dan Papua New Guinea. Taksonomi anggrek D. lasianthera J.J. Smith (Simpson, 2006) sebagai berikut :
SKRIPSI
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Classis
: Liliopsida
Ordo
: Asparagales
Familia
: Orchidaceae
Genus
: Dendrobium
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
Species
: D. lasianthera J.J. Smith
2.2.2 Deskripsi Morfologi D. lasianthera J.J. Smith Anggrek merupakan salah satu tanaman yang memiliki beragam warna pada bunganya. Ciri khas dari anggrek D. lasianthera J.J. Smith adalah sepal dan petal bunganya yang terpilin menyerupai spiral. Warna bunganya perpaduan warna coklat, merah marun dan ungu. Morfologi tanaman anggrek terdiri dari berbagai bagian yaitu, akar, batang, daun, bunga, dan buah. Akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith bebentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah. Bagian ujung akar meruncing, licin dan sedikit lengket. Akar tampak berwarna putih keperakan dan hanya bagian ujung akar berwarna hijau atau tampak keunguan. Akar mempunyai filamen, yaitu lapisan luar terdiri dari beberapa lapis sel berongga dan transparan, serta merupakan lapisan pelindung pada sistem saluran akar (Destri dan Jodi, 2006). Filamen ini berfungsi melindungi akar dari kehilangan air selama proses transpirasi dan evaporasi, menyerap air, melindungi bagian dalam akar, serta membantu akar melekat pada benda yang ditumpanginya ( Gambar 2.1 ). Air atau hara yang langsung mengenai akar akan diabsorbsi (diserap) oleh filamen dan ujung akar (Darmono, 2008).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
Gambar 2.1 Akar anggrek D. lasianthera J.J. Smith (Sumber : Anonim, 2012) Bentuk batang anggrek beraneka ragam, ada yang ramping, gemuk berdaging seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja, dengan atau tanpa umbi semu (pseudobulb). Batang anggrek dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu tipe simpodial dan tipe monopodial. Tipe simpodial mempunyai beberapa batang utama dan berumbi semu (pseudobulb) dengan pertumbuhan ujung batang terbatas. Pada tipe monopodial mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas, bentuk batang ramping tidak berumbi dan tangkai bunga keluar di antara dua ketiak daun. Anggrek D. lasianthera J.J. Smith termasuk dalam tipe simpodial karena pertumbuhan ujung batang terbatas dan mempunyai beberapa batang utama (Gambar 2.2).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
Gambar 2.2 Batang Anggrek D. lasianthera J.J. Smith (Sumber: Anonim, 2012 ) Daun anggrek D. lasianthera J.J. Smith berbentuk bulat telur memanjang, dengan tebal daun agak berdaging dan kaku. Bagian tepi tidak bergerigi, tidak bertangkai, dan sepenuhnya duduk pada batang. Tulang daun sejajar dengan tepi daun berakhir di ujung daun. Susunan daun berselang-seling atau berhadapan. Warna daun hijau muda sampai hijau tua. Bunga anggrek D. lasianthera J.J. Smith tersusun dalam karangan bunga dan pada satu karangan dapat terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Anggrek D. lasianthera J.J. Smith memiliki lima bagian utama bunga seperti bunga anggrek Dendrobium lainnya (Gambar 2.3) yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik) dan ovarium (bakal buah). Sepal berjumlah tiga buah, sepal bagian atas disebut sepal dorsal, sedangkan dua lainnya disebut sepal lateral. Petal berjumlah tiga buah, petal pertama dan kedua letaknya berseling dengan sepal, dan petal ketiga mengalami modifikasi menjadi labellum.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
Tangkai bunga dapat keluar dari ujung pseudobulb atau dari samping pseudobulb.
Gambar
2.3
Bagian-bagian Bunga Anggrek (Sumber: Anonim, 2012 )
Dendrobium
Pada anggrek D. lasianthera J.J. Smith modifikasi sepal dan petal yang terlihat melintir menyerupai spiral tidak terlihat seperti layaknya sepal dan petal anggrek Dendrobium lainnya (Gambar 2.4). Column (tungu) yang terdapat di bagian tengah bunga merupakan tempat alat reproduksi jantan dan alat reproduksi betina. Pada ujung column (tungu) terdapat anter atau kepala sari yang merupakan gumpalan serbuk sari atau pollinia. Pollinia tertutup dengan sebuah cap (anther cap). Stigma (kepala putik) terletak dibawah rostellum dan menghadap ke labellum. Ovarium bersatu dengan dasar bunga dan terletak di bawah column, sepal dan petal.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
PD SD
L SL
SL
Gambar 2.4 Bunga Anggrek D. lasianthera J.J. Smith, PD = Petal Dorsal, SD = Sepal Dorsal, SL = Sepal Lateral, L = Labellum. (Sumber: Anonim, 2012 ) Bentuk buah anggrek berbeda - beda sesuai dengan jenisnya. Buah anggrek merupakan
lentera atau
capsular yang memiliki 6 rusuk. Tiga diantaranya
merupakan rusuk sejati dan yang tiga lainnya adalah tempat melekatnya dua tepi daun buah yang berlainan. Di tempat bersatunya tepi daun buah tadi dalam satu buah anggrek sebesar kelingking terdapat ratusan ribu bahkan jutaan biji anggrek yang sangat lembut dalam ukuran yang sangat kecil. Penelitian yang berhasil dilakukan Knudson C menunjukkan bahwa biji anggrek
dapat
berkecambah
secara
in
vitro.
Beberapa
alasan
untuk
megecambahkan biji anggrek secara in vitro adalah : 1. Biji anggrek sangat kecil dan mengandung cadangan makanan yang sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Jika dikecambahkan in vivo kemungkinan besar bisa hilang atau cadangan makanan tidak mencukupi
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
2. Perkecambahan dan perkembangan bibit sangat tergantung pada simbiosis dengan fungi. Jika ditumbuhkan tanpa fungi maka disebut perkecambahan asimbiotik. 3. Jika biji dihasilkan dari persilangan tertentu, maka perkecambahan secara in vitro akan meningkatkan persentase keberhasilannya. 4. Perkecambahan secara in vitro dapat membantu perkecambahan embrio anggrek yang belum berkembang atau belum matang sehingga memperpendek siklus pemuliaannya atau budidayanya 5. Perkecambahan dan perkembangan bibit dapat berlangsung lebih cepat dalam kondisi in vitro karena lingkungan yang terkendali dan tidak ada kompetisi dengan fungi atau bakteri yang tidak menguntungkan Biji - biji anggrek tidak memiliki endosperm sebagai cadangan makanan, sehingga untuk perkecambahannya dibutuhkan nutrisi yang berfungsi untuk membantu pertumbuhan biji. Perkecambahan di alam sangat sulit jika tanpa bantuan fungi (jamur) yang disebut mikoriza yang bersimbiosis dengan biji - biji anggrek tersebut. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai, hifa atau benang dari mikoriza akan menembus embrio anggrek melalui sel – sel suspensor. Kemudian fungi tersebut dicerna sehingga terjadi pelepasan nutrisi sebagai bahan energi yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan perkecambahan biji - biji anggrek. Menurut Damayanti (2011), kematangan buah anggrek sangat tergantung pada jenis anggrek itu sendiri. Buah anggrek Dendrobium akan matang dalam
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
umur 3-4 bulan, buah anggrek Vanda setelah 6-7 bulan, sedangkan buah anggrek Cattleya baru matang setelah 9 bulan. Buah anggrek adalah buah lentera dan akan pecah ketika matang. Bagian yang membuka adalah bagian tengahnya. Untuk kultur jaringan anggrek, pengambilan buah lebih baik sebelum buah pecah tetapi sudah mendekati masa matang sehingga biji siap untuk berkecambah. Adapun ciri-ciri buah siap panen adalah warna kulit buah lebih cerah agak kekuningan dan khususnya pada Dendrobium garis pada buah menjadi lebih lebar (Damayanti, 2006). Menurut Pierik (1987) biasanya per polong atau buah terdapat 1.3004.000.000 biji anggrek. Biji anggrek terdiri dari testa atau kulit biji yang tebal dan embrio. Sedangkan menurut Mursidawati (2007), biji anggrek dikenal dengan sebutan ‘dust seed’ karena ukurannya sangat kecil sehingga menyerupai butiran debu. Struktur biji anggrek hanya terdiri dari 4-200 sel saja sehingga kapasitasnya untuk membawa cadangan makanan menjadi sangat terbatas. 2.3
Tinjauan Tentang Kultur Jaringan Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut
sebagai tissue culture, weefsel cultuus atau gewebe kultur. Kultur sendiri berarti budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Metode kultur
jaringan
berasal
dari
tahun
1902,
ketika
Gottlieb
Haberlandt
memperlihatkan bahwa memelihara tipe tertentu sel tumbuhan dalam suasana
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
sehat dalam media kultur. Akan tetapi tanaman anggrek baru dapat dikulturkan pada tahun 1922 oleh Knudson. Dasar teori yang digunakan dalam pelaksanaan teknik kultur jaringan adalah teori totipotensi, yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann (Suryowinoto, 1991) yang menyatakan bahwa setiap sel mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dalam media yang sesuai dan lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat bereproduksi, berkembang biak secara normal melalui biji atau spora (Sriyanti dan Wijayanti, 1994). Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini digunakan sebagai suatu istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut juga kultur in vitro yang artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas. Dalam pelaksanaannya dijumpai beberapa tipe-tipe kultur, yakni : 1. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji. 2. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll. 3. Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya. 4. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair dengan pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem. 5. Kultur protoplasma. eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2 protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik). 6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni: kepalasari/anther (kultur anther/mikrospora), tepungsari/pollen (kutur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid (Anonim, 2009). Kultur jaringan adalah salah satu metode dalam perbanyakan tanaman anggrek, dengan mengambil bagian-bagian tanaman anggrek (eksplan) serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan kutur jaringan adalah kontaminasi yang dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi dapat berasal dari eksplan (baik eksternal maupun internal), organisme yang masuk kedalam media, botol kultur atau alat-alat yang kurang steril, lingkungan kerja yang kotor, kecerobohan dalam pelaksanaan (Gunawan, 1992). Persiapan media harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati, kebersihan alat-alat harus selalu dijaga, diusahakan bekerja diruang terkendali dan aseptik. Ruang untuk menumbuhkan biji dan bibit anggrek
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
memerlukan penyinaran cukup lama, yakni antara 12-18 jam dengan intensitas sinar 2000 - 3000 lux. Bibit anggrek dapat tinggal sementara didalam botol selama 10-12 bulan sesudah itu baru dipindahkan kedalam pot. Setelah pemindahan kedalam pot, bibit perlu diberi naungan. Penyinaran oleh sinar matahari secara langsung kurang baik bagi pertumbuhan bibit yang baru dikeluarkan dari botol. Sebagian media yang digunakan pada pot biasanya menggunakan hancuran pakis, arang kayu dan serabut kelapa. Teknik kultur jaringan melalui biji atau embrio (seksual) dilakukan dengan alasan biji tidak mempunyai endosperm (cadangan makanan) atau biji berukuran sangat kecil. Selain itu, teknik kultur jaringan juga bertujuan untuk mendapatkan keseragaman bibit dalam jumlah besar dan waktu yang relatif singkat. Dari kultur jaringan ini diharapkan pula memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul (Widiastoety, 2003). Tanaman anggrek dapat diperbanyak dengan biji (generatif) atau bagian non biji (vegetatif). Perbanyakan dengan biji umumnya dilakukan dalam bidang pemuliaan, yaitu untuk mendapatkan jenis anggrek baru. Biji anggrek ditanam dalam botol yang berisi media yang mengandung nutrisi untuk pertumbuhannya. Namun demikian, perbanyakan anggrek dengan biji memerlukan waktu yang cukup lama. Perbanyakan anggrek dengan bahan non biji telah pula dilakukan, terutama untuk jenis anggrek yang sudah jelas baik kualitasnya, yakni dengan stek batang atau dengan cara kultur jaringan. Mengkultur atau membiakan sel dan jaringan tumbuhan merupakan dasar bagi kebanyakan aspek bioteknologi tumbuhan. Luasnya penggunaan tumbuhan tergantung pada kemampuan jaringan
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
dan sel tumbuhan untuk tumbuh pada larutan nutrisi yang sederhana yang komposisinya diketahui. Penggunaan ini termasuk dalam perbanyakan tumbuhan, memelihara dan menyimpan plasma benih, yang merupakan hal yang penting untuk menjaga tetapnya kolam gen tumbuhan yang tidak sedang aktif ditanam serta memproduksi komersial dan rekayasa genetika tumbuhan. Sistem
perbanyakan
tanaman
dengan
kultur
jaringan
ini
dapat
menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Tanaman baru yang dihasilkkan mempunyai sifat-sifat biologis yang sama dengan sifat induknya. Sistem budidaya jaringan juga memiliki keuntungan lain yaitu penghematan tenaga, waktu, tempat dan biaya. Pelaksanaan perbanyakan tanaman di Indonesia dengan sistem kultur jaringan sampai saat ini memang masih terbatas dikalangan ilmuwan, peneliti pada perkebunan, instansi yang terkait dengan pertanian, biologi, farmasi dan dikalangan perguruan tinggi. Sumber informasi tentang kultur jaringan juga masih sangat minim, hanya sesekali dapat diketahui melalui sarana komunikasi surat kabar, majalah, radio, televisi. Sumber pustaka mengenai petunjuk praktis pelaksanaan kultur jaringan juga masih sulit didapatkan, kalaupun ada masih sangat sukar dimengerti oleh kalangan petani. Padahal perbanyakan tanaman dengan sistem kultur jaringan mempunyai prospek yang sangat baik dihari-hari mendatang, sebab perbanyakan tanaman dengan sistem ini memiliki banyak keuntungan baik dari segi hasil, biaya, tenaga, tempat maupun waktu. Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya. Syarat pokok pelaksanaan kultur jaringan adalah
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
laboratorium dengan segala fasilitasnya. Laboratorium harus menyediakan alatalat kerja, sarana pendukung terciptanya kondisi aseptik terkendali dan fasilitas dasar seperti, air, listrik dan bahar bakar. Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan juga perangkat lunak yang memenuhi syarat kimia, proses fisiologi tanaman (biokimia dan fisika) dan berbagai macam pekerjaan analitik. Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan, pelaksana harus mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tertentu yaitu botani, fisiologi tumbuhan, kimia dan fisika yang memadai. Pelaksana akan berkecimpung dalam pekerjaan yang berhubungan erat dengan ilmu-ilmu dasar tersebut. Pelaksana juga dituntut dalam hal ketrampilan kerja, ketekunan dan kesabaran yang tinggi serta harus bekerja intensif (Sriyanti dan Wijayani, 1994). Kultur jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan tanaman. Tanaman yang pertama berhasil diperbanyak secara besar-besaran melalui kultur jaringan adalah tanaman anggrek, menyusul berbagai tanaman hias, sayuran, buah-buahan, pangan dan tanaman hortikultura lainnya. Selain itu juga saat ini telah dikembangkan tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan melalui teknik kultur jaringan. Terutama untuk tanaman yang secara ekonomi menguntungkan untuk diperbanyak melalui kultur jaringan, sudah banyak dilakukan secara industrial. Namun ada beberapa tanaman yang tidak menguntungkan bila dikembangkan dengan kultur jaringan, misalnya: kecepatan multiplikasinya terlalu rendah, terlalu banyak langkah untuk mencapai tanaman sempurna atau terlalu tinggi tingkat penyimpangan genetik.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
2.4
Tinjauan Umum Media Vacin and Went Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Media tumbuh yang biasa digunakan adalah medium Vacin and Went (VW). Pada umumnya media yang digunakan terdiri dari unsur hara makro dan mikro dalam bentuk garam mineral, vitamin, dan zat pengatur tumbuh (hormon). Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti gula, agar, arang aktif, bahan organik lain (air kelapa, bubur pisang, ekstrak buah, ekstrak kecambah) . Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol kaca dan disterilisasi. Komposisi media yang digunakan tergantung dari tujuan dan jenis tanaman yang dikulturkan. (Pangesti, dkk 2011). Dalam penelitian ini menggunakan bahan organik tambahan, yaitu : a. Ekstrak yeast Ekstrak yeast atau khamir tergolong dalam genus Ascomycetes yang berbentuk bulat, lonjong, dan panjang serta merupakan organisme uniseluler (Widiastoety & Kartikaningrum, 2003). Sel khamir mempunyai struktur yang terdiri atas membran sel, kapsul, sitoplasma, sentrosum, sentrokromatin, nukleus, vakuola, dan granula (Lindegren 1952), dan diyakini mengandung zat hara untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Sommer (dalam Al-Khayri, 2011) ekstrak yeast memiliki kandungan
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31
vitamin, nitrogen, asam amino, peptida dan karbohidrat yang dibutuhkan tanaman. Ekstrak yeast sebagai sumber nitrogen berperan dalam proses fisiologis, seperti pembentukan protein, asam nukleat, dan koenzim. Di samping itu juga berperan dalam pertumbuhan sel serta menjaga dan memelihara kemampuan sel untuk membentuk enzim (Fukomoto et al. 1957). Nitrogen adalah unsur yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan jaringan tanaman. Nitrogen merupakan komponen protein, asam nukleat, dan beberapa substansi penting lainnya yang dibutuhkan untuk pembentukan protoplasma dan berfungsi memperbaiki pertumbuhan vegetatif. Vitamin yang terkandung antara lain thiamin, riboflavin, piridoksin, niasin, dan asam pantotenat. Vitamin-vitamin tersebut sering digunakan untuk komposisi pada media kultur jaringan. Thiamin sangat esensial dalam kultur in vitro walaupun dibutuhkan plantlet dalam jumlah sedikit. Pemberian thiamin dalam media kultur dapat merangsang pertumbuhan eksplan
dan
meningkatkan
pertumbuhan
akar
(Widiastoety
&
Kartikaningrum, 2003). b. Ekstrak Pisang Raja Bahan
organik
yang
sekaligus
berperan
sebagai
hormon
pertumbuhan yang biasa ditambahkan pada media dasar untuk kultur anggrek adalah air kelapa dan ekstrak buah pisang, selain karbohidrat ekstrak buah pisang mengandung ZPT yang dapat mestimulir pertumbuhan
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32
tanaman (Widiastoety, 2008). Selain itu, Ekstrak pisang raja mengandung nutrien-nutrien penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman seperti air, protein, lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, posfor, ferro, thiamin (Sallolo et al., 2012). Hasil penelitian Arditti dan Ernts (1992) menunjukkan bahwa buah pisang mengandung hormon tumbuh seperti auksin dan giberelin yaitu zat pengatur tumbuh yang berperan dalam pertumbuhan terutama dalam pembesaran, pemanjangan dan pembelahan sel. Ekstrak buah pisang selain berfungsi sebagai koenzim untuk beberapa reaksi dalam metabolisme dan juga berperan dalam metabolisme energi yang berasal dari karbohidrat. Selain mengandung vitamin, mineral dan karbohidrat juga mengandung hormon alami yaitu auksin dan sitokinin. Pemberian ekstrak buah pisang ambon pada subkutlur plantlet anggrek Dendrobium dapat memacu pertumbuhan (Widiastoety dan Bahar, 1995). Pisang raja merupakan salah satu jenis buah pisang yang banyak mengandung zat gizi yang dapat digunakan sabagai tambahan suplemen alami (organik) untuk pertumbuhan tanaman secara in vitro. Kelebihan pisang raja bulu antara lain ukuran buah sedang dan gemuk kulit warna kuning dengan bintik coklat, rasa buah sangat manis berwarna kuning kemerahan tekstur lunak, panjang buah 12–18 cm dengan berat 100- 120 g (Widiastoety dan Bahar 1995).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
2.5
Perkecambahan Biji pada Anggrek Waktu
perkecambahan
pertama
dipengaruhi
oleh
faktor
dalam/genetik (jenis anggrek yang dikecambahkan) dan faktor luar (medium, suhu, kelembaban dan cahaya), sedangkan menurut Sutopo (1984) tinggi rendahnya tingkat viabilitas biji berhubungan erat dengan kemasakan biji. Biji yang dipanen sebelum atau sesudah matang fisiologis, memiliki tingkat viabilitas atau persentase perkecambahan yang rendah. Perkecambahan
adalah
proses
pertumbuhan
embrio
dan
komponen-komponen biji yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tanaman baru. Perkecambahan dan pertumbuhan anggrek dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks dan spesies yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda pula. Perkecambahan biji juga dipengaruh oleh faktor internal dari biji itu sendiri yaitu ada tidaknya embrio dalam biji dan struktur dari testa. Perkecambahan biji pada anggrek D. lasianthera J.J. Smith diamati mulai dari fase 0 sampai pada fase 5. Perkecambahan biji juga dipengaruh oleh faktor internal dari biji itu sendiri yaitu ada tidaknya embrio dalam biji dan struktur dari testa. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain (Pierik, 1987) a. Temperatur Pada umumnya biji anggrek berkecambah pada temperature 20o – 25oC.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
b. Penyinaran Penyinaran yang dibutuhkan 12-16 jam/hari dengan intensitas rendah 2,5 – 10 W/m2. Namun pada Paphiopedilum dan Cypripedium, biji hanya dapat tumbuh apabila pada fase awal perkecambahan tidak diberikan perlakuan penyinaran. c. Agar Disarankan agar-agar ditambahkan dengan konsentrasi 0,6 – 0,8%. d. Mineral Pada umumnya perkecambahan biji anggrek tidak membutuhkan mineral dalam konsentrasi tinggi, bahkan pada Paphiopedilum dapat berkecambah dengan baik pada medium yang tidak mengandung kalsium. e. Gula Dibutuhkan untuk sumber energi. Gula ditambahkan pada medium dengan konsentrasi 1-3%. f. pH Rentang pH medium yang biasanya digunakan pada perkecambahan biji anggrek adalah 4,8 – 5,8 g. Vitamin.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35
h. Zat Pengatur Tumbuh Pada perkecambahan biji anggrek biasanya tidak perlu ditambahkan zat pengatur tumbuh, karena memberikan efek yang tidak diinginkan (misalnya pembentukan kalus atau tunas adventif). i. Senyawa kompleks Senyawa kompleks yang biasa digunakan antara lain air kelapa, jus pisang, pepton, jus nanas, kasein hidrolase. 2.6
Perkembangan Tunas Embrio Tunas embrio yang digunakan berasal dari hasil perkembangan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith. Pada perkembangan tunas embrio ini yang akan di amati adalah jumlah daun, panjang daun, jumlah akar, panjang akar, berat tunas, berat akar dan berat total. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam kehidupan dan perkembangan suatu spesies. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup, bergantung pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon dan substansi pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Gardner et al., 1991). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman terdiri dari 2 fase, yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif terutama terjadi pada perkembangan akar, daun dan batang. Fase ini berhubungan dengan 3 proses penting, yaitu pembelahan sel, pemanjangan sel dan tahap awal dari diferensiasi sel (Harjadi, 1979).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan gejala – gejala yang saling
berhubungan.
Pertumbuhan
tanaman
didefinisikan
sebagai
pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat di balik. Sedangkan perkembangan diartikan pada diferensiasi, suatu perubahan dalam tingkat lebih tinggi yang menyangkut spesialisasi dan organisasi secara anatomi dan
fisiologi
(Harjadi,
1979).
Pertumbuhan
dan
perkembangan
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi antara lain umur, keadaan tanaman, faktor hereditas, dan zat pengatur tumbuh. Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah cahaya, temperatur, kelembaban, nutrisi atau garam – garam mineral dan oksigen (Gardner et al., 1991 ; Harjadi, 1993).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen
Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, selama 7 bulan, mulai bulan Oktober 2015 sampai April 2016.
3.2
Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1 Bahan Hayati Dalam penelitian ini digunakan tanaman anggrek D. lasianthera J.J. Smith yang diperoleh dari “DD Orchid Nursery” Batu, Jawa Timur. Eksplan yang digunakan adalah biji dari buah anggrek D. lasianthera J.J. Smith yang berumur 4 bulan setelah polinasi, ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja.
3.2.2 Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan-bahan kimia penyusun media VW (Vacin dan Went), alkohol 70%, chlorox dan spiritus.
3.3
Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kultur, magnetic
stirrer, timbangan analitik, kertas coklat, aluminium foil, sprayer, bunsen, gelas ukur, kompor listrik, cawan petri, pinset, Laminar Air Flow (LAF), micrometer,
SKRIPSI
37 PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
oven, autoclave, plastic wrap, kertas label, korek api, kertas pH, micropipette, digital camera, masker, scalpel, blade dan spatula.
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Persiapan Peralatan dan bahan disiapkan terlebih dahulu. Adapun bahan yang disiapkan berupa buah D. lasianthera J.J. Smith yang berumur 4 bulan. Semua peralatan serta media yang akan digunakan juga dipersiapkan. Bahan-bahan penyusun media Vacin and Went (VW) yang dipersiapkan adalah : a.
Pembuatan stok mikronutrien dalam 100 mL (100 kali konsentrasi) Pembuatan larutan stok mikronutrien 100 X (100 kali konsentrasi) dalam
100 mL yaitu dengan cara menimbang setiap bahan penyusun mikronutrien dengan menggunakan timbangan analitik. Bahan-bahan tersebut dimasukkan satu persatu ke dalam Erlenmeyer 250 mL yang berisi 80 mL akuades steril. Setiap bahan kimia yang dimasukkan diaduk dengan magnetic stirrer sampai warna larutan menjadi jernih. Setelah semua bahan larut dengan sempurna, ditambahkan akuades steril hingga volumenya sampai 100 mL sambil diaduk terus hingga semua bahan larut, kemudian larutan tersebut ditutup dengan alumunium foil dan diberi label “Mikro VW 100X (1 mL/L)” kemudian disimpan dalam lemari es. b.
Pembuatan stok zat besi dalam 200 mL (40 kali konsentrasi) Pembuatan larutan stok zat besi 40 X (40 kali konsentrasi) dalam 200 mL
yaitu dengan cara menimbang FeSO47H2O dan Na2EDTA 40 kali berat sesungguhnnya menggunakan timbangan analitik. Kedua bahan tersebut
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
dilarutkan dalam 75 mL akuades secara terpisah. Larutan yang berisi FeSO47H2O dipanaskan hingga hampir mendidih, kemudian larutan Na2EDTA dimasukkan secara perlahan sambil diaduk dan dipanaskan diatas hot plate magnetic stirrer hingga warna larutan menjadi kuning jernih. Kemudian larutan ditambah dengan akuades hingga mencapai volume 200 mL. Selanjutnya mulut erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil dan diberi label “Zat Besi VW 40X (5 mL/L)” lalu disimpan dalam lemari es. Untuk pembuatan 1 L media VW, ditambahkan 5 mL stok zat besi. c.
Pembuatan stok vitamin dalam 200 mL (50 kali konsentrasi) Pembuatan larutan stok vitamin 200 mL dengan menimbang setiap bahan
kimia penyusun vitamin menggunakan timbangan analitik. Satu persatu bahanbahan tersebut dimasukkan dan dilarutkan dalam Erlenmeyer 200 mL yang berisi aquades steril 150 mL sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer. Setelah semua bahan larut kemudian ditambahkan aquades sampai 200 mL sambil terus diaduk. Kemudian ditutup dengan aluminium foil dan diberi label “VITAMIN VW 50X (4 mL/L)”. Setelah itu di simpan di kulkas dan untuk pembuatan medium 1 L medium VW memerlukan 4 mL stok vitamin. d.
Pembuatan media VW modifikasi (Vacin dan Went) 1 liter Pembuatannya dilakukan dengan cara menimbang senyawa makronutrien
satu persatu dan melarutkannya ke dalam 500 mL aquades sambil dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer (Lampiran 1). Kecuali bahan kimia kalsium phospate (
SKRIPSI
(
)2 harus dilarutkan terlebih dahulu dengan HCl karena
)2 sukar larut dalam air.
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40
Selanjutnya ditambahkan stok mikronutrien dan stok zat besi sambil diaduk menggunakan magnetic stirer. Mio-inositol dan sukrosa ditimbang lalu dimasukkan. Apabila semua bahan telah terlarut maka ditambahkan akuades hingga volume mencapai 1 liter. Kemudian dibagi dalam 5 botol Erlenmeyer sesuai perlakuan. Setiap perlakuan berisi 200 mL. Agar-agar ditimbang dan dimasukkan kedalam media. Selanjutnya pH diukur dengan menggunakan kertas pH. Ukuran pH media adalah 5,6-5,8, bila terlalu asam maka ditambahkan beberapa tetes NaOH 1N dan apabila terlalu basa maka ditambahkan HCl 1N dengan menggunakan pipet sampai diperoleh pH yang sesuai. Kemudian di tambah ekstrak yeast sesuai perlakuan (0 g/L, 0,5 g/L, 1 g/L, dan 1,5 g/L, 2 g/L). Setelah itu, untuk perlakuan K, tidak diberi ekstrak yeast. Selanjutnya, larutan media diaduk dan dipanaskan diatas hot plate sampai mendidih. Larutan yang sudah jadi dituang ke dalam botol kultur. Dalam keadaan masih cair, media dibagi dalam botol kultur ±20 mL/botol. Kemudian, botol kultur yang telah berisi larutan media selanjutnya ditutup dengan alumunium foil dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Setelah itu, media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210 C dan tekanan 1 atm selama 15 menit, kemudian disimpan dalam ruang inkubasi. e.
Pembuatan larutan ekstrak yeast Pembuatan larutan ekstrak yeast dimulai dengan menimbang ekstrak yeast
sebanyak 0 g/L, 0,5 g/L, 1 g/L, dan 1,5 g/L, 2 g/L. Kemudian ekstrak yeast yang
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41
sudah di timbang dimasukkan kedalam botol erlenmyer yang berisi larutan VW. Lalu di homogenkan menggunakan stirrer hinggal larut. f.
Pembuatan ekstrak buah pisang Ekstrak buah pisang didapatkan dengan cara menghaluskan buah pisang
raja dengan blender, kemudian dibagi sesuai dengan perlakuan ( 25 g/L, 50 g/L, 75 g/L).
3.4.2 Sterilisasi a. Sterilisasi alat Alat-alat yang digunakan yaitu pinset, spatula, scalpel, cawan petri dicuci bersih dengan sabun pencuci dan dibilas dengan air kran, kemudian dikeringkan. Alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas payung (kertas coklat) dan direkatkan dengan selotip. Semua peralatan tersebut dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 1210 C dan tekanan 1 atm selama 20 menit. Setelah disterilkan, semua peralatan tersebut disimpan dalam oven sebelum digunakan untuk penanaman eksplan. b. Sterilisasi bahan tanam Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji anggrek yang masih terbungkus oleh kulit buah anggrek, oleh karena itu metode sterilisasi yang digunakan adalah metode secara mekanis. Prasterilisasi yang perlu dilakukan adalah buah anggrek direndam dalam air sabun selama 10 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir hingga bersih. Setelah itu buah anggrek direndam dalam
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42
larutan chlorox 20% selama 5-10 menit kemudian dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Setelah presterilisasi, langkah selanjutnya adalah sterilisasi buah anggrek. Buah anggrek dicelup atau disemprot dengan alkohol 70% kemudian dilewatkan diatas api bunsen sebanyak 3 kali dan diulangi 3 kali. c. Sterilisasi ruang kerja Ruang kerja yang digunakan untuk penanaman adalah Laminar Air Flow (LAF). Untuk sterilisasi Laminar Air Flow (LAF) langkah yang perlu dilakukan adalah menyiapkan kain lap dan alkohol 70% yang dimasukkan kedalam sprayer. Dinding dalam Laminar Air Flow (LAF) dibersihkan dengan kain lap yang telah dibasahi dengan alkohol 70% sampai merata. Setelah itu lampu UV yang terdapat pada Laminar Air Flow (LAF) dinyalakan selama 15 menit. Setelah itu, lampu UV dimatikan dan diganti dengan lampu neon dan blower. Laminar Air Flow (LAF) siap digunakan. d. Sterilisasi media Media Vacin and Went yang telah diberi perlakuan di panaskan di atas kompor listrik, diaduk sampai mendidih. Setelah itu dimasukkan ke dalam botol kultur ± 20 mL dan di tutup dengan aluminium foil. Lalu dilakukan sterilisasi media menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 1210 C dan tekanan 1 atm. Setelah 15 menit, ditunggu sampai tekanan pada autoclave menjadi 0 dan dikeluarkan dari autoclave dan selanjutnya diletakkan di dalam ruang kultur.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
3.4.3 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan sebagai berikut : 1. Tahap Perkecambahan Biji Penanaman eksplan biji D. lasianthera J.J. Smith dilakukan secara aseptis di dalam Laminar Air Flow (LAF). Semua alat, media dan bahan yang digunakan dimasukkan kedalam LAF. Api bunsen dinyalakan dan semua alat yang terbungkus kertas coklat dibuka. Petridish, scalpel, spatula, dan pinset disterilkan dengan melewatkannya diatas api bunsen. Buah D. lasianthera J.J. Smith yang sudah disterilkan diletakkan diatas petridish steril dipotong melintang dan membujur menjadi 4 bagian dengan menggunakan scalpel yang sudah terpasang dengan blade. Biji dilepaskan dari buah menggunakan spatula (Parthibhan et al., 2012). Biji D. lasianthera J.J. Smith kemudian ditabur ke permukaan atas media VW modifikasi pada botol kultur untuk masing-masing perlakuan. Mulut botol kultur dan aluminium foil dipanaskan sebentar diatas api bunsen lalu botol kultur ditutup kembali dengan aluminium foil. Setiap botol kultur diinkubasi di dalam ruang inkubasi yang bersuhu 250C. Setelah itu dilakukan pengamatan perkembangan biji dari fase 0 sampai dengan fase 5. Pengamatan dilakukan pada minggu ke-4, minggu ke-8 dan minggu ke-12 setelah kultur. Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil sampel dengan 5 titik yang berbeda dari botol kultur setiap perlakuan. Pengamatan ini dilakukan dibawah mikroskop binokuler dan stereo untuk mengetahui perkembangan embrio dari fase 0 sampai fase 5.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44
2. Tahap Perkembangan Tunas Embrio Setelah biji berkecambah, maka perlu dilakukan penjarangan atau overplanting untuk memacu pertumbuhan maksimal dari tunas embrio dan terbentuknya akar. Eksplan yang digunakan adalah tunas embrio yang diperoleh dari hasil penelitian tahap 1. Pada saat melakukan overplanting semua alat dan bahan harus steril. Overplanting dilakukan dengan cara mengambil tunas embrio yang sudah memiliki daun. Lalu, dipilih tunas yang memiliki jumlah daun sergam dan di kultur dalam botol kutur. Setiap botol berisi 5 tunas embrio. Setelah selesai penanaman, mulut botol dilewatkan diatas api bunsen dan ditutup dengan aluminium foil. Setelah proses overplanting selesai, botol kultur yang berisi tunas hasil overplanting dikeluarkan dari LAF dan disimpan pada ruang kultur. Pengamatan terhadap perkembangan tunas embrio dilakukan pada minggu ke-6 dan minggu ke-12 setelah kultur. Variabel terikat yang diamati adalah jumlah daun, panjang daun, jumlah akar, panjang akar, berat kering tunas, berat kering akar dan berat kering planlet.
3.5 Rancangan Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
eksperimental
laboratorium
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jenis perlakuan pada penelitian ini terdapat pada tabel 3.1 dan 3.2.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45
Tabel 3.1 Jenis perlakuan perkecambahan biji (Tahap 1) No Media VW 1. Tanpa pemberian ekstrak yeast 2. Ekstrak yeast 0,5 g/L 3. Ekstrak yeast 1 g/L 4. Ekstrak yeast 1,5 g/L 5. Ekstrak yeast 2 g/L
Jenis Perlakuan K P1 P2 P3 P4
Tabel 3.2 Jenis perlakuan perkembangan tunas embrio (Tahap 2) No Media VW Jenis Perlakuan 1. Tanpa pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang K raja 2. Pemberian ekstrak yeast konsentrasi terbaik dari K+ penelitian tahap 1 3. Pemberian ekstrak pisang raja 25 g/L P5 4. Pemberian ekstrak pisang raja 50 g/L P6 5. Pemberian ekstrak pisang raja 75 g/L P7 6. Pemberian ekstrak yeast konsentrasi terbaik dari P8 penelitian tahap 1 + ekstrak pisang raja 25 g/L 7. Pemberian ekstrak yeast konsentrasi terbaik dari P9 penelitian tahap 1 + ekstrak pisang raja 50 g/L 8. Pemberian ekstrak yeast konsentrasi terbaik dari P10 penelitian tahap 1 + ekstrak pisang raja 75 g/L
3.6
Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas (independent variable), yaitu pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast (0 g/L, 0,5 g/L, 1 g/L, 1,5 g/L dan 2 g/L) dan ekstrak pisang raja (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L).
2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu persentase biji berkecambah pada minggu ke-4, ke-8 dan ke-12 setelah dikultur, jumlah daun, panjang daun, jumlah akar, panjang akar, berat kering tunas, berat kering akar dan berat kering total planlet pada minggu ke-6 dan ke-12.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46
3. Variabel terkendali, yaitu umur embrio D. lasianthera, pH media, intensitas cahaya, dan suhu inkubasi.
3.7
Pengumpulan Data Data diperoleh dengan cara mengeluarkan embrio D. lasianthera J.J. Smith dari botol kultur lalu diamati sesuai dengan parameter. Data yang dikumpulkan antara lain: 1. Perkecambahan biji: persentase biji yang berkecambah berdasarkan perkembangan embrio yang dilalui. Persentase biji yang berkecambah dihitung mulai dari fase 2 sampai dengan fase 5 (minggu ke-4, ke-8 dan ke-12 setelah kultur). Untuk mengetahui persentase biji berkecambah di hitung menggunakan rumus : % biji berkecambah = jumlah biji yang berkecambah x 100% jumlah biji yang diamati (150biji) 2. Perkembangan tunas embrio: jumlah daun, panjang daun, jumlah akar, panjang akar, berat kering tunas, berat kering akar, dan berat kering planlet pada setiap perlakuan (pada minggu ke-6 dan ke-12 setelah overplanting).
3.8
Analisis Data perkecambahan biji dan perkembangan tunas embrio yang di dapat pada penelitian merupakan data parametrik. Analisis statistik dilakukan dengan program SPSS (Statistical Product and Solutions).
SKRIPSI
Untuk
mengetahui
pengaruh
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
ekstrak
yeast
Service terhadap
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47
perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith dilakukan uji ANOVA. Data perkecambahan pada minggu ke-4 dan minggu ke-12 menunjukkan data terdistribusi normal berdasarkan uji KolmogorovSmirnov, selanjutnya analisis lanjutannya adalah uji homogenitas menggunakan uji Levene Test. Untuk mengetahui perbedaan pada setiap perlakuan dilakukan uji Duncan dengan α 0,05. Pada minggu ke-8 menunjukkan data tidak terdistribusi dengan normal menurut uji Kolmogorov-Smirnov, sehingga analisis lanjutan yang dilakukan adalah menggunakan uji Kruskall Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap perlakuan. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak pisang raja dan ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J.Smith dilakukan uji multivariat. Data perkembangan tunas embrio pada parameter jumlah daun (minggu ke-6), jumlah akar, panjang daun, panjang akar, berat kering tunas, berat kering akar, berat kering planlet anggrek D. lasianthera J.J.Smith bahwa data terdistribusi normal menurut uji Kolmogorov-Smirnov, kemudian dilanjutkan dengan uji multivariat dan uji Duncan dengan α 0,05 untuk mengetahui perbedaan pada setiap perlakuan. Data perkembangan tunas embrio pada parameter jumlah daun di minggu ke-12 menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal menurut uji Kolmogorov-Smirnov, sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskall Wallis dan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan antar kelompok.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Penelitian Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan, tahapan yang pertama dilakukan untuk
mengetahui pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap persentase perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith. dalam kurun waktu yang berbeda ( 4 minggu, 8 minggu dan 12 minggu ). Tahap kedua dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan konsentrasi terbaik ekstrak yeast dari penelitian fase 1 terhadap perkembangan tunas embrio. Parameter yang diamati adalah jumlah daun , jumlah akar, panjang daun, panjang akar, berat kering tunas, berat kering akar dan berat kering planlet. Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk diagram batang, gambar dan tabel.
4.1.1 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke4 setelah kultur. Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil sampel dengan 5 titik yang berebeda dari botol kultur setiap perlakuan. Pengamatan ini dilakukan di bawah mikroskop binokuler dan stereo dengan mengamati perkembangan embrio dari fase 0 sampai fase 5. Data yang diperoleh disajikan pada tabel dan gambar 4.1 sebagai berikut:
SKRIPSI
48 PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49
Tabel 4.1 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap perkecambahan embrio pada minggu ke-4 setelah kultur.
Fase-fase perkembangan embrio (%) Perlakuan K P1 P2 P3 P4
Fase 0 49,5 ± 0,6a 49,3 ± 0,4a 37,53 ± 0,6b 22,13 ± 0,4c 51,13 ± 0,4d
Fase 1 26,7 ± 0,5a 8,7 ± 0,6b 8,6 ± 0,4bc 12,13 ± 0,3c 10,13 ± 0,4d
Fase 2 7,1 ± 0,6a 10 ± 0,3b 7,47 ± 0,6a 7,47 ± 0,4bc 9,87 ± 0,4bd
Fase 3 13,5 ± 0,6a 29 ± 0,4b 34,4 ± 0,5c 39,47 ± 0,4d 20,8 ± 0,3e
Fase 4 3,18 ± 0,3a 2,7 ± 0,6b 12 ± 0,6c 18,8 ± 0,4d 8,07 ± 0,4e
Fase 5
Total berkecambah 23,73 ± 0,4b
0 0
41,3 ± 1a
0
53,87 ±0,5d
0
65,73 ± 0,7e
0
38,73 ± 0,6c
Keterangan : K = 0 g/L ekstrak yeast, P1 = 0,5 g/L ekstrak yeast, P2 = 1 g/L ekstrak yeast, P3 = 1,5 g/L ekstrak yeast, P4 = 2 g/L ekstrak yeast. Fase 0: embrio dilindungi oleh testa, fase 1 : embrio membengkak dan ukuran bertambah besar, fase 2 : testa pecah dan embrio muncul dari testa, fase 3 : embrio lepas dari testa, fase 4 : embrio dengan shoot apical meristem sedangkan fase 5 : tunas dengan daun pertama. Angka rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikasi 5 % menurut uji Duncan. Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa semua perlakuan pada pengamatan minggu ke-4 belum menunjukkan adanya fase 5. Fase 0 dan fase 1 pada perlakuan K (0 g/L ekstrak yeast) memiliki persentase tertinggi, yaitu 49,6 % dan 26,7 %. Pada fase 2 (1 g/L ekstrak yeast) persentase tertinggi terdapat di perlakuan P1 (0,5 g/L ekstrak yeast) sebesar 10%. Fase 3 pada perlakuan P3 (1,5 g/L ekstrak yeast) menunjukkan persentase tertinggi yaitu 39,47 %, sedangkan persentase fase 4 yang memperlihatkan hasil paling tinggi pada perlakuan P3 (1,5 g/L ekstrak yeast) sebesar 18,8 %. Hasil analisis data persentase perkecambahan embrio setiap perlakuan diuji normalitasnya menggunakan Uji One-Sample Kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dengan nilai p=0,134 (p>0,05). Selanjutnya data
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50
yang normal diuji menggunakan Uji homogenitas variansi (Levene test) menunjukkan data bersifat homogen dengan nilai p=0,377 (p=>0,05). Pada analisis data menggunakan One-Way Anova menunjukkan p=0,000 (p=<0,05), sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa pemberian ekstrak yeast pada media VW tidak mempengaruhi perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith (H0) ditolak. Untuk mengetahui signifikasi antar kelompok perlakuan maka dilakukan uji lanjutan menggunakan uji Duncan. Hasil analisis menggunakan uji Duncan pada persentase perkecambahan embrio, menunjukkan bahwa kelompok perlakuan K (Kontrol), P1 (0,5 g/L ekstrak yeast), P2 (1 g/L ekstrak yeast), P3 (1,5 g/L ekstrak yeast) dan P4 (2 g/L ekstrak yeast) berbeda signifikan antar perlakuan. Dari tabel 4.1 diketahui bahwa perlakuan yang memberikan hasil terbaik adalah P3 (1,5 g/L ekstrak yeast). 4.1.2 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke8 setelah kultur. Hasil pengamatan biji berkecambah pada minggu ke-8 setelah kultur disajikan dalam tabel dan gambar 4.2 sebagai berikut:
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51
Tabel 4.2 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap perkecambahan embrio pada minggu ke-8 setelah kultur. Fase-fase perkembangan embrio (%) Perlakuan K P1 P2 P3 P4
Fase 0 19,5 ± 0,3a 19,73 ± 0,4a 12,3 ± 0,4b 7,4 ± 0,3c 8,8 ± 0,3d
Fase 1 9,5 ± 0,3a 9,1 ± 0,4acd 9,9 ± 0,3ac 7,3 ± 0b 9,3 ± 0ad
Fase 2 10,4 ± 0,4a 18,27 ± 0,4b 11,2 ± 0,3a 12 ± 0c 10,73 ± 0,1a
Fase 3 23,7 ± 0,4a 27,7 ± 0,4b 23,2 ± 0,3a 25,1 ± 0,4c 23,86 ± 0,3a
Fase 4 23 ± 0,4a 13,2 ± 0,3b 17,01 ± 0,3ec 18,3 ± 0,4d 16,9 ± 0,4ec
Fase 5 13,9 ± 0,6a 12 ± 0b 26,3 ± 0,4c 29,9 ± 0,3d 30,5 ± 0,3e
Total % berkecambah 71,07 ± 0,4a 71,2 ± 0,3a 77,87 ± 0,3b 85,2 ± 0,3c 82,07 ± 0,1d
Keterangan : K = 0 g/L ekstrak yeast, P1 = 0,5 g/L ekstrak yeast, P2 = 1 g/L ekstrak yeast, P3 = 1,5 g/L ekstrak yeast, P4 = 2 g/L ekstrak yeast. Fase 0: embrio dilindungi oleh testa, fase 1 : embrio membengkak dan ukuran bertambah besar, fase 2 : testa pecah dan embrio muncul dari testa, fase 3 : embrio lepas dari testa, fase 4 : embrio dengan shoot apical meristem sedangkan fase 5 : tunas dengan daun pertama. Angka rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikasi 5 % menurut uji Mann-Whitney. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada minggu ke-8 menunjukkan bahwa pada minggu ini sudah tampak fase 5 (tunas dengan daun pertama/kedua) pada semua perlakuan (gambar 4.2). Berdasarkan tabel 4.2 persentase fase 5 tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (2 g/L ekstrak yeast). Pada tabel 4.2 juga terlihat bahwa pada minggu ke-8 persentase embrio fase 0 sampai dengan fase 2 mengalami penurunan, sedangkan persentase embrio fase 3 dan fase 4 mengalami peningkatan serta diikuti dengan munculnya embrio fase 5. Hasil analisis data persentase perkecambahan biji setiap perlakuan diuji normalitasnya menggunakan Uji One-Sample Kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa data berdistribusi tidak normal dengan nilai p=0,000 (p>0,05). Selanjutnya data yang tidak normal diuji menggunakan Uji Kruskal-Wallis menunjukkan data
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52
bersifat tidak homogen dengan nilai p=0,000 (p=>0,05). Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa pemberian ekstrak yeast pada media VW tidak mempengaruhi perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith (H0) ditolak. Untuk mengetahui signifikasi antar kelompok perlakuan maka dilakukan uji lanjutan yaitu menggunakan uji Mann-Whitney pada persentase perkecambahan biji. Hasil dari uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa perlakuan K (kontrol) berbeda signifikan dengan perlakuan P2 (1 g/L ekstrak yeast), P3 (1,5 g/L ekstrak yeast) dan P4 (2 g/L ekstrak yeast). Tetapi, pada perlakuan P1 (0,5 g/L ekstrak yeast) menunjukkan tidak ada beda signifikan. Total persentase perkecambahan pada minggu ke-8 menunjukkan peningkatan dari minggu sebelumnya untuk semua perlakuan. 4.1.3 Pengaruh pemberian ekstrak yeast (0 g/L, 0,5 g/L, 1 g/L, 1,5 g/L, 2 g/L) terhadap perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke-12 seteleh kultur. Pengamatan perkecambahan biji selanjutnya dilakukan pada minggu ke-12. Data yang diperoleh disajikan dalam tabel dan gambar 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.3 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak yeast terhadap perkecambahan embrio pada minggu ke-12 setelah kultur. Perlakuan K P1 P2 P3 P4
SKRIPSI
Fase-fase perkembangan embrio (%) Fase 0 16,51 ± 0,3a 9,64 ± 0,4bc 9,5 ± 0,3bc 6,67 ± 0d 7,4 ± 0,3e
Fase 1 6,3 ± 0,4a 8,69 ± 0,05bc 8,4 ± 0,4bc 6,9 ± 0,3a 8 ± 0be
Fase 2 11,7 ± 0,4a 18,67 ± 0bc 18,5 ± 0,3bc 11,1 ± 0,3a 10,3 ± 0,4e
Fase 3 24,4 ± 0,4a 25,1 ± 0,4ab 25,6 ± 0,4ab 25,7 ± 0,3ac 23,9 ± 0,3bd
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
Fase 4 20,5 ± 0,3a 17,6 ± 0,4bc 17,7 ± 0,4bc 19,2 ± 0,3d 18,5 ± 0,3e
Fase 5 20,5 ± 0,3a 20,3 ± 0,4a 20,3 ± 0,4a 30,4 ± 0,5d 31,9 ± 0,3e
Total % berkecambah 77,2 ± 0,3a 81,6 ± 0,4b 82,133 ± 0,5c 86,4 ± 0,3e 84,533 ± 0,3d
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
53
Keterangan : K = 0 g/L ekstrak yeast, P1 = 0,5 g/L ekstrak yeast, P2 = 1 g/L ekstrak yeast, P3 = 1,5 g/L ekstrak yeast, P4 = 2 g/L ekstrak yeast. Fase 0: embrio dilindungi oleh testa, fase 1 : embrio membengkak dan ukuran bertambah besar, fase 2 : testa pecah dan embrio muncul dari testa, fase 3 : embrio lepas dari testa, fase 4 : embrio dengan shoot apical meristem sedangkan fase 5 : tunas dengan daun pertama. Angka rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikasi 5 % menurut uji Duncan.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada minggu ke-12 menunjukkan bahwa fase 5 (tunas dengan daun pertama) pada semua perlakuan jumlahnya meningkat dibanding minggu sebelumnya. Berdasarkan tabel 4.3 persentase fase 5 tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (2 g/L ekstrak yeast). Pada fase 0 sampai fase 2 mengalami penurunan jumlah sama seperti pada minggu ke-8. Fase 3 dan fase 4 jumlahnya hampir sama dengan minggu ke-8. Terlihat pada tabel 4.3 fase 5 mengalami peningkatan jumlah di banding dengan minggu sebelumnya. Hasil analisis data persentase perkecambahan embrio setiap perlakuan diuji normalitasnya menggunakan Uji One-Sample Kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dengan nilai p=0,055 (p>0,05). Selanjutnya data yang normal diuji menggunakan Uji homogenitas variansi (Levene test) menunjukkan data bersifat homogen dengan nilai p=0,308 (p=>0,05). Pada analisis data menggunakan One-Way Anova menunjukkan p=0,000 (p=<0,05), sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa pemberian ekstrak yeast pada media VW tidak mempengaruhi perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J. Smith (H0) ditolak. Untuk mengetahui signifikasi antar kelompok perlakuan maka dilakukan uji lanjutan yaitu menggunakan uji Duncan.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54
Hasil analisis menggunakan uji Duncan pada persentase perkecambahan embrio, menunjukkan bahwa kelompok perlakuan K (Kontrol), P1 (0,5 g/L ekstrak yeast), P2 (1 g/L ekstrak yeast), P3 (1,5 g/L ekstrak yeast) dan P4 (2 g/L ekstrak yeast) berbeda signifikan tiap perlakuan. Dari tabel 4.3 diketahui bahwa perlakuan yang memberikan hasil terbaik adalah P3 (1,5 g/L ekstrak yeast). Persentase perkecambahan pada minggu ini juga mengalami peningkatan. Pada gambar 4.1 menunjukkan perkembangan embrio anggrek D.
% perkecambahan biji
lasianthera J.J.Smith dari minggu ke-4 sampai pada minggu ke-12. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
a
b
a
b
a
c e
c
dd Rata - rata persentase perkecambahan Minggu ke 4
e d
a
c
Rata - rata persentase perkecambahan Minggu ke 8
b
K
P1
P2
P3
P4
Rata - rata persentase perkecambahan Minggu ke 12
Perlakuan
Gambar 4.1 Persentase biji berkecambah antar perlakuan pada minggu ke-4 sampai 12 setelah kultur. Pemberian ekstrak yeast dengan konsentrasi: K = 0 g/L ekstrak yeast, P1 = 0,5 g/L ekstrak yeast, P2 = 1 g/L ekstrak yeast, P3 = 1,5 g/L ekstrak yeast, P4 = 2 g/L ekstrak yeast. Histogram yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak ada beda nyata taraf signifikasi 5% menurut uji Duncan pada minggu ke-4 dan ke-12 dan uji Mann-Whitney pada minggu ke-8.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55
4.1.4 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L) yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke-6.
Pengamatan dilakukan secara destruktif setiap 6 minggu sekali selama 12 minggu dengan cara mengamati perkembangan tunas embrio sesuai dengan parameter. Tunas embrio yang di gunakan pada tahap ini diperoleh dari tahap pertama, yaitu tahap perkecambahan biji. Parameter yang diamati adalah jumlah daun, jumlah akar, panjang daun, panjang akar, berat kering tunas, berat kering akar dan berat kering planlet. Pengukuran panjang daun dan panjang akar menggunakan mistar lalu skala yang digunakan dalam parameter tersebut adalah cm. Kemudian hasil berat kering tunas, berat kering akar dan berat kering planlet menggunakan timbang analitik dengan skala mg. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel 4.4 dan gambar 4.2 – 4.8 sebagai berikut:
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56
Tabel 4.4 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L) yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke-6.setelah tanam.
1,6 ± 1ab 2,35 ± 0,9cd 2,55 ± 0,9e 2,05 ± 0,8cd
Panjang Daun (cm) 0,31 ± 0,08a 0,40 ± 0,07bc 0,41 ± 0,07bc 0,42 ± 0,08bc 0,44 ± 0,1bc
Panjang Akar (cm) 0,18 ± 0,2a 0,23 ± 0,1a 0,33 ± 0,2b 0,34 ± 0,1b 0,35 ± 0,1bc
BK tunas (mg) 1,89 ± 0,3a 2,25 ± 0,7abc 2,17 ± 0,3ab 2,51 ± 0,7bcd 2,62 ± 1,1bcd
BK akar (mg) 0,39 ± 0,4ab 0,43 ± 0,3abc 0,44 ± 0,2abc 0,7 ± 0,5cd 0,53 ± 0,3bc
1,9 ± 1bc 2,3 ± 0,8de 1,85 ± 1bc
0,46 ± 0,2c 0,37 ± 0,1ab 0,42 ± 0,07bc
0,42 ± 0,2b 0,22 ± 0,09a 0,23 ± 0,1a
2,92 ± 0,8d 2,23 ± 0,9abc
0,51 ± 0,3a 0,65 ± 0,3cd 0,39 ± 0,3ab
Jumlah daun 1,4 ± 0,5a
Jumlah akar 1,4 ± 1,1a
P7
2 ± 0,5ab 2,2 ± 0,6b 2,4 ± 0,5bc 2,2 ± 0,7bc
P8
2,1 ± 0,9bc
Perlakuan K K+ P5 P6
P9 P10
2,2 ± 1bc 2,05 ± 0,4bc
2,68 ± 1cd
Bk planlet (mg) 2,21 ± 0,7a 2,68 ± 0,9ab 2,61 ± 0,4ab 3,21 ± 1bc 3,15 ± 1,3bc 3,43 ± 1,1c 2,89 ± 1bc 3,08 ± 1,1bc
Keterangan: K = ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L, K+ = ekstrak yeast 2 g/L, P5 = ekstrak pisang raja 25 g/L, P6 = ekstrak pisang raja 50 g/L, P7 = ekstrak pisang raja 75 g/L, P8 = ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L, P9 = ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L, P10 = ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 75 g/L. Angka rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf signifikasi 5 %.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
57
Pada parameter jumlah daun dapat dilihat pada tabel 4.4 dan gambar 4.4 bahwa rerata jumlah daun paling tinggi terdapat pada perlakuan P6 (50 g/L ekstrak pisang raja) yaitu 2,4 cm, sedangkan paling rendah pada perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L). pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa perlakuan P6 berbeda nyata dengan K. 3
Jumlah daun
2.5 2
bc
ab
c
abc
bc
bc
bc
P7
P8
P9
P10
a
1.5 1 0.5 0 K
K+
P5
P6
Perlakuan
Gambar 4.2 Rerata jumlah daun antar perlakuan pada minggu ke-6 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata jumlah daun muncul yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Mann-Whitney.
Parameter jumlah akar tertinggi terdapat pada perlakuan P6 (50 g/L ekstrak pisang raja) yaitu 2,55 cm, yang terendah terdapat pada perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L) yaitu 1,1 cm (tabel 4.4). Perlakuan P6 nampak berbeda nyata dari perlakuan K pada parameter munculnya akar (gambar 4.3).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
58
3.5 de
Jumlah akar
3 2.5 2
a
e
de
cd
be
P7
P8
bc
b
1.5 1 0.5 0 K
K+
P5
P6
P9
P10
Perlakuan
Gambar 4.3 Rerata jumlah akar antar perlakuan pada minggu ke-6 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata jumlah akar muncul yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan.
Pada parameter panjang daun, rata rata tertinggi terdapat pada perlakuan P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L), yang terendah pada perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L). Pada perlakuan P8 terlihat beda nyata dengan perlakuan K pada parameter panjang daun (gambar 4.4).
Panjang daun (cm)
0.6 0.5 0.4
bc
bc
bc
bc
K+
P5
P6
P7
c ab
bc
a
0.3 0.2 0.1 0 K
P8
P9
P10
Perlakuan
Gambar 4.4 Rerata panjang daun antar perlakuan pada minggu ke-6 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata panjang daun yang
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
59
diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan. Data panjang akar tertinggi pada perlakuan P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L) yaitu 0,42 cm dan yang terendah pada perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L) yaitu 0,15 cm.
Panjang akar (cm)
0.6
b
0.5
b
0.4 0.3
a
b
b
a
a
a
P9
P10
0.2 0.1 0 K
K+
P5
P6
P7
P8
Perlakuan
Gambar 4.5 Rerata panjang akar antar perlakuan pada minggu ke-6 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata panjang akar yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan. Data berat kering tunas tertinggi terdapat pada perlakuan P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L) yaitu 2,74 mg, sedangkan terendah pada perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L) yaitu 1,89 mg. Pada perlakuan P8 terlihat nampak beda nyata dengan perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
60
Berat kering tunas (mg)
3.5
d
3 2.5
abc
ab
K+
P5
bcd
bcd
P6
P7
cd abc
a
2 1.5 1 0.5 0 K
P8
P9
P10
Perlakuan
Gambar 4.6 Rerata berat kering tunas antar perlakuan pada minggu ke-6 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata berat kering tunas yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan.
Pada parameter berat kering akar, rata – rata tertinggi terdapat pada perlakuan P6 (50 g/L ekstrak pisang raja) yaitu 0,7 mg dan yang terendah pada
Berat kering akar (mg)
perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L) yaitu 0,32 mg. 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
d
cd bcd
ab
K
abc
abc
K+
P5
a ab
P6
P7
P8
P9
P10
Perlakuan
Gambar 4.7 Rerata berat kering akar antar perlakuan pada minggu ke-6 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata berat kering akar yang
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
61
diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan. Data berat kering planlet, rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L) yaitu 3,25 mg, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0
Berat kering planlet (mg)
g/L) yaitu 2,1 mg. Pada perlakuan P8 nampak beda nyata dengan perlakuan K.
4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
ab
ab
K+
P5
bc
bc
P6
P7
c bc
bc
P9
P10
a
K
P8
Perlakuan
Gambar 4.8 Rerata berat kering planlet antar perlakuan pada minggu ke-6 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata berat kering total planlet yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan.
4.1.5 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L) yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke-12. Hasil rata – rata pengukuran terhadap berbagai parameter perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke-12 disajikan dalam bentuk tabel 4.5 dan gambar 4.9 – 4.15 sebagai berikut :
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
62
Tabel 4.5 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L) yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap perkembangan tunas embrio anggrek D.lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke-12 setelah tanam.
Perlakuan K K+ P5
P6 P7 P8 P9 P10
2,6 ± 1a
Panjang Daun (cm) 0,38 ± 0,07a 0,52 ± 0,1a
Panjang Akar (cm) 0,41 ± 0,2a 0,46 ± 0,2ab
2,45 ± 1a 3,4 ± 1,2b 2,65 ± 1ab 2,05 ± 1a 3,25 ± 1,3b 2,15 ± 1,4a
0,62 ± 0,1a 0,64 ± 0,1a 0,51 ± 0,1a 0,62 ± 0,2a 0,66 ± 0,1a 0,51 ± 0,1a
0,62 ± 0,2abc 0,63 ± 0,2bc 0,59 ± 0,3abc 0,55 ± 0,2abc 0,75 ± 0,1c 0,59 ± 0,2abc
Jumlah daun 1,6 ± 0,9a 2,6 ± 1ab
Jumlah akar 2 ± 0,8a
2,2 ± 0,6a 3,45 ± 1,5b 2,5 ± 1ab 2,8 ± 0,8ab 2,65 ± 0,9ab 1,9 ± 1,2a
BK Tunas (mg) 2,08 ± 0,7a 3,07 ± 0,7a ab
3,2 ± 0,9 4,07 ± 1,4c 3,89 ± 1,5bc 4,17 ± 1,5abc 4,25 ± 0,7c 3,22 ± 1,3ab
BK Akar (mg) 0,59 ± 0,4abc 0,80 ± 0,6a
BK planlet (mg) 2,67 ± 0,9a 3,88 ± 1,1ab
1,22 ± 0,6ab 2,61 ± 1,5abc 2,61 ± 2,1c
4,42 ± 1,3bc 6,68 ± 2,7d 6,50 ± 3,6d
1,2 ± 0,6ab 1,85 ± 0,8bc 1,26 ± 1,1ab
5,4 ± 2cd 6,10 ± 1,4d 4,49 ± 2,3bc
Keterangan: K = ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L, K+ = ekstrak yeast 2 g/L, P5 = ekstrak pisang raja 25 g/L, P6 = ekstrak pisang raja 50 g/L, P7 = ekstrak pisang raja 75 g/L, P8 = ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L, P9 = ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L, P10 = ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 75 g/L. Angka rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf signifikasi 5 %.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
63
Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa rerata pada parameter jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L) yaitu sebesar 3,45 dan rerata terendah pada perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang
Jumlah daun
raja 0 g/L) yaitu 1,6.
4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
b ab a
K
K+
P5
ab
ab
a
ab a
P6
P7
P8
P9
P10
Perlakuan
Gambar 4.9 Jumlah daun antar perlakuan pada minggu ke-12 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata jumlah daun yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan. Pada parameter jumlah akar, rerata tertinggi terdapat pada perlakuan P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L) sebesar 3,64 dan yang terendah pada perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L) yaitu 2 (Gambar 4.10).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Jumlah akar
64
4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
b a
b ab
a
K
a
a
a
K+
P5
P6
P7
P8
P9
P10
Perlakuan
Gambar 4.10 Rerata jumlah akar antar perlakuan pada minggu ke-12 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata jumlah akar muncul diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan.
Pada parameter panjang daun tertinggi terdapat pada perlakuan P9 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L) yaitu 0,66 cm dan terendah pada perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L) sebesar 0,46 cm
Panjang daun (cm)
(Gambar 4.11).
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
b
b
ab
b
b
ab
ab
a
K
K+
P5
P6
P7
P8
P9
P10
Perlakuan
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
65
Gambar 4.11 Rerata panjang daun antar perlakuan pada minggu ke-12 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata panjang daun yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan.
Panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan P9 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L) yaitu sebesar 0,75 cm dan yang terendah terdapat pada perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L) sebesar 0,41 cm
Panjang akar (cm)
(Gambar 4.12).
0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
c
a
ab
K
K+
abc
bc
P5
P6
abc
P7
abc
abc
P8
P9
P10
Perlakuan
Gambar 4.12 Histogram rerata panjang akar antar perlakuan pada minggu ke-12 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata panjang akar yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan.
Parameter berat kering tunas tertinggi terdapat pada perlakuan P9 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L) sebesar 4,25 mg dan terendah terdapat pada perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak pisang raja 0 g/L ) sebesar 2,08 mg (Gambar 4.13).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Berat kering tunas (mg)
66
5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
b b
b
K+
P5
b
b
b b
a
K
P6
P7
P8
P9
P10
Perlakuan
Gambar 4.13 Rerata berat kering tunas antar perlakuan pada minggu ke-12 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata berat kering tunas yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan.
Pada berat kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L) dan P7 (ekstrak pisang raja 75 g/L) yaitu sebesar 2,61, kedua perlakuan tersebut memiliki rerata yang sama, sedangkan terendah terdapat pada perlakuan K+ (ekstrak yeast 2 g/L ) sebesar 0,59 mg (Gambar 4.14).
bc
Berat kering akar (mg)
3
c
2.5 bc
2
1
ab
ab
1.5 a
ab
a
0.5 0 K
K+
P5
P6
P7
P8
P9
P10
Perlakuan
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
67
Gambar 4.14 Rerata berat kering akar antar perlakuan pada dan minggu ke-12 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata berat kering akar yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan.
Parameter yang terakhir adalah berat kering total planlet, rerata tertinggi terdapat pada perlakuan P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L) sebesar 6,68 mg, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan K (ekstrak yeast 0 g/L + ekstrak
Berat kering total planlet (mg)
pisang raja 0 g/L ) yaitu 2,67 mg (Gambar 4.15).
8
d
7
d cd
6
bc
bc
5 4
d
ab a
3 2 1 0 K
K+
P5
P6
P7
P8
P9
P10
Perlakuan
Gambar 4.15 Rerata berat kering planlet antar perlakuan pada minggu ke-12 setelah tanam. Pemberian ekstrak yeast dan ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Nilai rerata berat kering total planlet planlet yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 5%) menurut uji Duncan.
4.1.6 Morfologi embrio pada tahap perkecambahan dan perkembangan tunas embrio D. lasianthera J.J.Smith secara in vitro. Untuk mengetahui perkecambahan embrio D. lasianthera J.J.Smith. ini melalui beberapa tahap yang dimulai dari biji fase 0 sampai fase 5 disajikan pada
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
68
gambar 4.16. Pengamatan selama 12 minggu ini dijumpai beberapa perubahan morfologi baik ukuran ataupun bentuknya. Pada fase 0 (biji) ukuran diameter biji D. lasianthera J.J.Smith adalah 46,92 µm. Fase 1 diameter embrio menjadi 51 µm. (Gambar 4.16B).
tt
t
t e
e e
sam e
e
d2
d1
Gambar 4.16 Morfologi perkembangan embrio D. lasianthera J.J.Smith., A= fase 0 (biji), B = fase 1 (embrio membengkak, C = fase 2 (sebagian testa pecah), D = fase 3 (embrio lepas dari testa), E = fase 4 (embrio dengan shoot apical meristem atau root apical meristem), F = fase 5 (embrio dengan daun pertama atau kedua), e = embrio, t = testa, sam = shoot apical meristem, d1 = daun pertama, d2 = daun kedua. (Perbesaran 4 x 10) Pada fase 2 (Gambar 4.16C), embrio mengalami perubahan ukuran diameter menjadi 106,8 µm. Pada fase 3 embrio ukuran diameter embrionya berubah menjadi 131.58 µm dan berwarna hijau (Gambar 4.16D). Tahap selanjutnya adalah fase 4, ukuran diameter embrio pada tahap ini adalah 209,08 µm (Gambar 4.16E), sedangkan untuk ukuran diameter embrio fase 5 adalah 388,62 µm (Gambar 4.16F).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
69
Perkembangan embrio D.lasianthera J.J.Smith. pada fase 0 sampai fase 4 untuk semua perlakuan hampir memiliki ukuran dan perubahan morfologi yang tidak berbeda jauh. Perbedaan yang menonjol terdapat pada perkembangan fase 5, baik ukuran ataupun morfologi. Pada pengamatan minggu ke-4, fase 5 belum tumbuh dan baru tumbuh pada minggu ke-8 dan minggu ke-12, tapi belum ditemukan adanya pertumbuhan akar. Pada tahap kedua, dilakukan pengamatan terhadap morfologi perkembangan tunas embrio pada minggu ke-6 dan ke-12 setelah kultur. Perkembangan tunas D. lasianthera J.J.Smith. ditampilkan pada gambar 4.17 dan 4.18. Perkembangan tunas
tersebut
meliputi
pertambahan
jumlah
daun,
terbentuknya
akar,
pertambahan panjang daun serta pertambahan panjang akar D. lasianthera J.J.Smith.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
70
Gambar 4.17 Morfologi perkembangan tunas embrio D. lasianthera J.J.Smith. dengan berbagai perlakuan. A = K (Kontrol), B = K+ (ekstrak yeast 2 g/L), C = P5 = (ekstrak pisang raja 25 g/L), D = P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L), E = P7 (ekstrak pisang raja 75 g/L), F = P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L), G = P9 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L), H = P10 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 75 g/L). Pada pengamatan minggu ke-12, tampak perbedaan morfologi tunas D. lasianthera J.J.Smith. dibandingkan pada minggu sebelumnya. Hasil dari perkembangan tunas pada minggu ke-12 disajikan pada gambar 4.18 sebagai berikut:
Gambar 4.18 Morfologi perkembangan tunas embrio D. lasianthera J.J.Smith. dengan berbagai perlakuan. A = K (Kontrol), B = K+ (ekstrak yeast 2 g/L), C = P5 = (ekstrak pisang raja 25 g/L), D = P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L), E = P7 (ekstrak pisang raja 75 g/L), F = P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L), G = P9 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L), H = P10 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 75 g/L).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
71
4.2
Pembahasan Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses dalam kehidupan tanaman. Dari proses tersebut akan terjadi perubahan ukuran yaitu tanaman akan tumbuh menjadi semakin besar dan akan berkorelasi positif dalam menentukan hasil tanaman tersebut. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup, bergantung pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon dan substansi pertumbuhan lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Gardner et al., 1991). Penelitian ini melalui 2 tahapan, tahap pertama bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak yeast terhadap perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith. Pada tahap ini, menggunakan eksplan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith. yang berusia 4 bulan. Tahap kedua bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak pisang raja
yang dikombinasikan dengan
ekstrak
yeast
terhadap
perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J.Smith. Eksplan yang digunakan pada tahap ini adalah tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J.Smith. dari penelitian tahap pertama. 4.2.1 Pengaruh pemberian ekstrak yeast (0 g/L, 0,5 g/L, 1 g/L, 1,5 g/L, 2 g/L) terhadap perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke-4 sampai minggu ke-12. Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponenkomponen biji yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tanaman baru. Perkecambahan dan pertumbuhan anggrek dipengaruhi
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
72
oleh banyak faktor yang kompleks dan spesies yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda pula. Perkecambahan biji pada D. lasianthera J.J.Smith dari minggu ke-4 sampai minggu ke-12 mengalami peningkatan. Berdasarkan pengamatan minggu ke-4 sampai minggu ke-12, persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (1,5 g/L ekstrak yeast). Pengamatan yang dilakukan selama 12 minggu ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian ekstrak yeast terhadap perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith. Hal ini mengingat bahwa, ekstrak yeast diyakini mengandung vitamin, senyawa karbon dan nitrogen yang sangat dibutuhkan oleh tanaman (Lindegren, 1952). Senyawa nitrogen yang terkandung dalam ekstrak yeast berperan dalam sintesis asam amino dan protein secara optimal yang selanjutnya digunakan dalm proses
pertumbuhan
dan
perkembangan
tanaman
(Widiastoety
dan
Kartikaningrum, 2003). Hasil dari penelitian ini tidak sama dengan peneliti terdahulu yang digunakan sebagai referensi sebelumnya, yaitu penelitian Sriwahyuni (2014), menyatakan Pemberian variasi ragi 1,25 g/L dan 0,2% ekstrak daun pegagan memberikan hasil yang optimal untuk perkecambahan biji anggrek jamrud selama 12 minggu dibandingkan dengan perlakuan yang lain (1g/L dan 1,5 g/L). Pada penelitian ini menunjukkan perkecambahan terbaik terdapat pada perlakuan P3 (1,5 g/L ekstrak yeast) karena komposisi pada kandungan ekstrak yeast pada perlakuan ini sesuai untuk perkecambahan anggrek D. lasianthera
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
73
J.J.Smith. tetapi apabila komposisi tersebut berlebih maka akan menghambat perkecambahan biji tersebut. Pada penelitian tahap pertama ini, untuk hasil terbaik adanya tunas embrio terdapat pada perlakuan P4 (2 g/L ekstrak yeast) yang nantinya tunas embrio ini akan digunakan untuk tahap selanjutnya. 4.2.2 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L) yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap jumlah daun anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke- 6 dan minggu ke-12 Eksplan yang digunakan pada tahap ini adalah tunas embrio (fase 5) hasil dari tahap perkecambahan. Eksplan yang digunakan ini sudah memiliki daun tetapi belum memiliki akar. Pemberian ekstrak yeast, pisang raja serta kombinasinya dengan berbagai konsentrasi dalam media VW ini memberikan pengaruh yang berbeda – beda terhadap parameter yang diamati. Hasil pada minggu ke-6 menunjukkan data terdistribusi tidak normal dan pada minggu ke-12 data yang dihasilkan terdistribusi normal. Pada minggu ke-6 jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L) yaitu sebesar 2,4 (Gambar 4.4). Pada minggu ke-12 jumlah daun tertinggi juga terdapat pada perlakuan P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L) (Gambar 4.11). Menurut Arditti dan Ernts (1993), ekstrak pisang mengandung hormon tumbuh seperti auksin dan giberelin serta nutrisi penting lainnya yang berperan dalam pertumbuhan terutama dalam pembelahan dan perpanjangan sel, sehingga
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
74
penambahan ekstrak pisang raja dapat meningkatkan jumlah daun tunas D. lasianthera J.J.Smith. 4.2.3 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L) yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap jumlah akar anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke- 6 dan minggu ke-12. Pada minggu ke-6
jumlah akar tertinggi terdapat pada perlakuan P6
(ekstrak pisang raja 50 g/L) yaitu sebesar 2,55 (Gambar 4.5). Pada minggu ke-12 jumlah akar tertinggi juga terdapat pada perlakuan P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L) yaitu sebesar 3,4 (Gambar 4.12). Hasil ini sesuai pendapat Salisbury dan Ross (1995), menyatakan bahwa ekstrak pisang raja mengandung nutrien penting bagi pertumbuhan tunas, secara khusus mengandung thiamin. Thiamin ini berfungsi untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar. Hasil ini juga sesuai dengan pendapat Sallolo et al. (2012), bahwa pertumbuhan perakaran juga didukung suplai bahan organik yang dibutuhkan pertambahan jumlah akar dari planlet. Sehingga, menghasilkan jumlah akar yang banyak pada tunas anggrek D. lasianthera J.J.Smith. Tetapi hasil penelitian dari sallolo menghasilkan akar lebih banyak dibandingkan dari penelitian ini. 4.2.4 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L) yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap panjang daun anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke- 6 dan minggu ke-12 Pada pengamatan minggu ke-6, nilai panjang daun tertinggi terdapat pada perlakuan P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L) yaitu sebesar 0,46 cm (Gambar 4.6). Pada minggu ke-12 nilai panjang daun tertinggi terdapat pada
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
75
perlakuan P9 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L) yaitu sebesar 0,66 cm (Gambar 4.13). Kombinasi antara ekstrak yeast dan pisang raja dapat mendorong pertumbuhan panjang daun. Menurut penelitian Widiastoety dan Kartikaningrum (2003), ekstrak yeast membantu pembentukan jaringan intervena akibat aktivitas pembelahan sel – sel meristematis, sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan panjang daun. Menurut Patel & Shrama (1997) nitrogen yang terkandung dalam ekstrak yeast berpengaruh nyata terhadap peningkatan luas daun. Nitrogen merupakan salah satu hara makro penyusun asam amino, klorofil dan senyawa lainnya dalam proses metabolisme. Vitamin serta hormon auksin dalam ekstrak buah pisang mendukung pertumbuhan memanjang tunas (Maslukhah, 2008). Di dalam ekstrak buah pisang selain mengandung auksin juga mengandung giberelin serta nutrisi penting lainnya yang berperan dalam pertumbuhan terutama dalam pembelahan dan perpanjangan sel (Arditti dan Ernst, 1992). Sehingga penambahan ekstrak yeast dan pisang raja dapat meningkatkan panjang daun anggrek D. lasianthera J.J.Smith. Hasil dari penelitian sebelumnya lebih menghasilkan panjang daun lebih tinggi dibandingkan pada penelitian ini. 4.2.5 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L) yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap panjang akar anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke- 6 dan minggu ke-12 Pada pengamatan minggu ke-6, nilai rerata panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L) yaitu sebesar
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
76
0,42 cm (Gambar 4.7). Pada minggu ke-12 nilai rerata panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan P9 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L) yaitu sebesar 0,75 cm (Gambar 4.14). Interaksi antara ekstrak yeast dan pisang raja dapat meningkatkan penambahan panjang akar pada anggrek D. lasianthera J.J.Smith. Menurut Robbin(dalam Arditti dan Ernst, 1993) ekstrak yeast dapat memperbaiki pertumbuhan akar. Ekstrak yeast mengandung vitamin B1 yang dapat menstimulasi pertumbuhan akar. Oleh karena itu vitamin B1 yang terkandung didalamnya merupakan faktor penting dalam peningkatan panjang akar. Hasil pada peneltian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Arditti dan Ernst (1993), menunjukkan bahwa penambahan vitamin B1 ke dalam media kultur dapat meningkatkan panjang dan jumlah akar Dendrobium. Tetapi hasilnya lebih maksimal pada penelitian sebelumnya. Menurut Sallolo et al. (2012) dan Salisbury dan Ross (1995), di dalam pisang raja terdapat unsur kalsium (Ca) yang memiliki peran untuk pembentukan bulu – bulu akar dalam pemanjangan akar. Sehingga pada penelitian ini terlihat bahwa penambahan ekstrak pisang raja juga membantu meningkatkan rerata panjang akar anggrek D. lasianthera J.J.Smith. 4.2.6 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L) yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap berat kering tunas anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke- 6 dan minggu ke-12. Pada minggu ke-6 nilai rerata berat kering tunas tertinggi terdapat pada perlakuan P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L) yaitu sebesar 2,92 mg (Gambar 4.8). Pada minggu ke-12 nilai rerata berat kering tunas mengalami
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
77
peningkatan, rerata tertinggi terdapat pada perlakuan P9 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L) yaitu sebesar 4,25 mg (Gambar 4.15). Hal ini dipengaruhi oleh interaksi antara ekstrak yeast dan pisang raja. Ekstrak pisang raja mengandung nutrien-nutrien penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman seperti air, protein, lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, posfor, ferro, thiamin (Sallolo et al., 2012). Menurut Arditti dan Ernst (1993), pisang raja mengandung zat yang menyerupai hormon auksin dan sitokinin yang memiliki peran untuk pertumbuhan terutama dalam pembesaran, perpanjangan dan pembelahan sel. Sedangkan ekstrak yeast juga mengandung protein dan asam amino yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gardner et al., 1985). Dengan adanya kandungan-kandungan tersebut dapat mempengaruhi proses metabolisme yang terjadai pada sautu tanaman. Kombinasi antar keduanya dapat memberikan hasil yang maksimal dalam pertambahan berat kering tunas anggrek D. lasianthera J.J.Smith. 4.2.7 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L) yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap berat kering akar anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke- 6 dan minggu ke-12.
Pada pengamtan minggu ke-6, nilai rerata berat kering akar terdapat pada perlakuan P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L) yaitu sebesar 0,7 mg (Gambar 4.9). Pada minggu ke-12, nilai rerata berat kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L) dan P7 (ekstrak pisang raja 75 g/L) sebesar 2,61 mg (Gambar 4.16).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
78
Hasil ini sesuai dengan penelitian Sallolo et al. (2012), bahwa ekstrak pisang raja memiliki kandungan nutrien penting bagi pertumbuhan planlet, yaitu mengandung Thiamin yang berfungsi untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar. Selain itu pada ekstrak pisang raja juga terdapat kandungan hormon giberelin dan auksin yang berperan dalam pertumbuhan terutama pembesaran, pemanjangan dan pembelahan sel. Penambahan ekstrak pisang raja tersebut dapat meningkatkan berat kering anggrek D. lasianthera J.J.Smith. 4.2.8 Pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak pisang raja (25 g/L, 50 g/L, 75 g/L) yang dikombinasikan dengan 2 g/L ekstrak yeast terhadap berat kering planlet anggrek D. lasianthera J.J.Smith. pada minggu ke- 6 dan minggu ke-12.
Pada pengamatan minggu ke-6, nilai rerata berat kering planlet terdapat pada perlakuan P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L) yaitu 3,43 mg (Gambar 4.10). Pada minggu ke-12 rerata tertinggi terdapat pada P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L) yaitu sebesar 6,68 mg (Gambar 4.17). Hal ini dipengaruhi oleh interaksi antara ekstrak yeast dan pisang raja. ekstrak pisang raja mengandung karbohidrat dan gula yang tinggi merupakan sumber energi dalam proses metabolisme tanaman. Menurut Salisbury dan Ross (1995) metabolisme adalah reaksi kimia yang memungkinkan adanya kehidupan, dengan adanya proses metabolisme maka akan terjadi pertumbuhan. Dalam ekstrak pisang raja juga memiliki kandungan nutrien penting bagi pertumbuhan planlet, yaitu mengandung Thiamin yang berfungsi untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar. Selain itu pada ekstrak pisang
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
79
raja juga terdapat kandungan hormon giberelin dan auksin yang berperan dalam pertumbuhan terutama pembesaran, pemanjangan dan pembelahan sel. . Sedangkan ekstrak yeast juga mengandung protein dan asam amino yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gardner et al., 1985). Sehingga penambahan ekstrak yeast dan pisang raja tersebut dapat meningkatkan berat kering planlet anggrek D. lasianthera J.J.Smith. 4.2.9 Morfologi embrio pada tahap perkecambahan dan perkembangan tunas embrio D. lasianthera J.J.Smith secara in vitro. Pengamatan selama 12 minggu ini dijumpai beberapa perubahan morfologi baik ukuran ataupun bentuknya. Embrio pada fase 0 berwarna kuning dengan bentuk oval memanjang (Gambar 4.16A). Selanjutnya embrio mengalami perubahan morfolgi akibat masuknya air ke tt t biji (imbibisi). Akibat dari imbibisi tersebut, embrio t membengkak sehingga dalam e e merubah ukuran embrio. Embrio yang berada di dalam testa tampak berwarna e hijau agak mengembung (Gambar 4.16B). d2 Pada fase 2 (Gambar 4.16C), sebagian dari embrio keluar dari testa dengan warna e embrio hijau, berbentuke bulat agak memanjang. Selanjutnya embrio fase 2 d1 berkembang menjadi fase 3 berbentuk bulat dan berwarna hijau (Gambar 4.16D). Tahap selanjutnya adalah fase 4, embrio membentuk shoot apical meristem e atau root apical meristem (Gambar 4.16E). Pada fase 5, embrio sudah membentuk F daun pertama dan daun kedua yang sebelumnya belum terbentuk. D Perkembangan embrio D.lasianthera J.J.Smith. pada fase 0 sampai fase 4 untuk semua perlakuan hampir memiliki ukuran dan perubahan morfologi yang
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
80
tidak berbeda jauh. Perbedaan yang menonjol terdapat pada perkembangan fase 5, baik ukuran ataupun morfologi. Pada pengamatan minggu ke-4, fase 5 belum tumbuh dan baru tumbuh pada minggu ke-8 dan minggu ke-12, tapi belum ditemukan adanya pertumbuhan akar. Pada tahapan kedua, untuk mengetahui morfologi tunas pengamatan dilakukan tiap minggu, dari minggu ke-6 setelah melalui tahap pertama hingga minggu ke-12. Pemberian ekstrak yeast dan pisang raja menyebabkan tunas mengalami pertumbuhan. Pengamatan dilakukan secara destruktif. Pada minggu ke-6 setelah tanam, pertambahan jumlah daun nampak pada setiap perlakuan. Pertambahan jumlah daun diikuti pertambahan panjang daun, pertambahan panjang daun paling tinggi terdapat pada perlakuan perlakuan P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L) yaitu sebesar 0,46 cm (Gambar 4.17F). Selain itu terdapat pertambahan jumlah akar nampak berbeda pada setiap perlakuan. Pertambahan akar diikuti dengan pertambahan panjang akar yang dapat dilihat pada gambar 4.17. Pertambahan panjang akar tertinggi terdapat pada perlakuan P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L) (Gambar 4.17F). Pada pengamatan minggu ke-12, tampak perbedaan morfologi tunas D. lasianthera J.J.Smith. terdapat peningkatan jumlah daun. Jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L) (Gambar 4.18D). peningkatan panjang daun juga nampak pada setiap perlakuan, namun hasil tertinggi terdapat pada perlakuan perlakuan P9 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L) (Gambar 4.18G). Penambahan jumlah akar tertinggi terdapat
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
81
pada perlakuan P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L) (Gambar 4.18D). Sedangkan panjang akar tertinggi nampak pada perlakuan P9 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L) (Gambar 4.18G).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 5 PENUTUP 5.1
Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemberian ekstrak yeast dengan konsentrasi yang berbeda pada media Vacin dan Went (VW) berpengaruh pada persentase biji berkecambah anggrek D. lasianthera J.J. Smith. 2. Konsentrasi ekstrak yeast pada media Vacin dan Went (VW) yang terbaik untuk persentase perkecambahan biji anggrek Dendrobium lasinthera J.J. Smith adalah 1,5 g/L. 3. Pemberian ekstrak pisang raja dengan konsentrasi yang berbeda pada media Vacin dan Went (VW) yang mengandung ekstrak yeast 2 g/L berpengaruh pada perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J. Smith. 4. Pada parameter jumlah daun dan akar menunjukkan hasil terbaik pada perlakuan P6 (ekstrak pisang raja 50 g/L). Pada parameter panjang daun, panjang akar, dan berat kering tunas menunjukkan hasil terbaik pada perlakuan P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L) dan perlakuan P9 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 50 g/L). Pada parameter berat kering akar pada perlakuan P6 (50 g/L ekstrak pisang raja) dan perlakuan P7 (75 g/L ekstrak pisang raja) menunjukkan hasil yang terbaik. Parameter berat kering planlet pada
82
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 83
perlakuan P8 (ekstrak yeast 2 g/L + ekstrak pisang raja 25 g/L) dan perlakuan P6 (50 g/L ekstrak pisang raja) menunjukkan hasil yang terbaik.
5.2
Saran Hasil dari penelitian ini kurang menujukkan hasil yang maksimal,
sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan perkembangan tunas embrio anggrek Dendrobium lasianthera J.J.Smith dengan penambahan konsentrasi yang lebih tinggi pada ekstrak pisang raja yang dikombinasikan dengan ekstrak yeast.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
84
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khayri, J.M., 2011. Influence of yeast extract and casein hydrolysate on callus multiplication and somatic embryogenesis of date palm (Phoenix dactylifera L.). Biotechnolgy. 130, 531-535. Anonim, http://alamendah.org/2012/07/12/anggrek-dendrobium-lasianthera-ataud-ostrinoglossum/. Diakses pada tanggal 11 november 2015 12.05 Al-Khateeb, A.A. 2008. Regulation of in vitro bud formation of date palm (Phoenix dactylifera L.) cv. Khanezi by different carbon sources. Bioresource Technol. 99 (14): 6550-6555. Arditti, J. 1992. Fundamentals of orchid biology. Wiley-Interscience: New York Arditti, J.1993. Micropropagation of orchids. John Wiley and Sons. Inc., New York. 682 hlm. Bey, Y dan Sutrisna. 2006. Pengaruh pemberian giberelin (GA3) dan air kelapa terhadap perkecambahan bahan biji anggrek bulan (Phalaenopsis Amabilis Bl) secara in vitro. Jurnal Biogenesis. 2(2): 41-46. Damayanti. S.P.F. 2006. Pembentukan beberapa hibrida anggrek serta pengaruh beberapa media perkecambahan dan media perbanyakan cepat secara in vitro pada beberapa angrek hibrida. Skripsi. Universitas Padjajaran Bandung. Bandung. Darmono, D.W. 2008. Agar Anggrek Rajin Berbunga. Jakarta : Penebar Swadaya. Destri and Jodi. 2006. Orchids collection of Cibodas Botanic Garden. Cibodas Botanic Garden – LIPI. Cianjur. Indonesia Dwiyani, R dkk. 2012. Konservasi Anggrek Alam Indonesia Vanda tricolor Lindl. varietas suavis Melalui Kultur Embrio Secara InVitro. Jurnal Bumi Lestari. 12(1):93-98. Sandra, E.2004. Kultur Jaringan Anggrek Rumah Tangga, PT Agro Media Pustaka, Bogor. Gardner, F. dan Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. Cahyo,H.P. 2009. Teknik Kultur Jaringan Anggrek Dendrobium sp. di Pembudidayaan Anggrek Widorokandang Yogyakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta . Hendaryono, S. 2000. Pembibitan Anggrek dalam Botol. Kanisisus. Yogyakarta.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
85
Gunawan, L. 2003 Budidaya Anggrek, Penebar Swadaya, Jakarta. Lindegren, J. 1952. The yeast dalam Wilson, C. L. And W. E. Loomis. 1962. Botany 3 th ed. Holt, Reinchart and Winston Inc., New York 108–110. Maslukhah, U. 2008. Ekstrak pisang raja sebagai suplemen media MS dalam media kultur tunas pisang raja bulu (Musa paradisiaca L. AAB GROUP) in vitro. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Masyarah. 2012. Pertumbuhan Eksplan Manggis (Garcinia mangostana L) Secara In Vitro dengan Air Kelapa, Ekstrak Tauge dan Ragi. Skripsi. Universitas Tanjungpura, Pontianak. Nugroho, H dkk. 2011. Potensi Ekstrak Kloroform Akar, Batang, Daun Dendrobium lasianthera, Arachnis flos – aeris dan Vanda teres sebagai kandidat anti kanker payudara T47D. Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pangesti, N dkk. 2011. Teknik Propagasi Secara in vitro. Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN”, Jawa Timur. Parthibhan S, dkk. 2012. Influence of nutritional media and photoperiods on in vitro asymbiotic seed germination and seedling development of Dendrobium aqueum Lindley. African Journal of Plant Science Vol 6(14): 383-393. Patel, A. J and Shrama, G. C. 1997. Nitrogen release characteristic soil controlled released during four months soil incubation. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 103(2) ; 364-366. Pierik, R. L.M., 1987, In Vitro Culture of Higher Plant. Boston. Martinus Nijhoff Publisher. Riska. 2000. Teknik Produksi Bibit Anggrek Jurusan BudidayaPertanian, http://situshijau.ysubdomains .com /situshijau/rubrik/artikel/bibit anggrek,html. Diakses pada tanggal 11 november 2015 12.30 Salisbury, F.B dan Ross,CW., 1995, Fisiologi Tumbuhan I. Penerjemah Lukman, D.R. dan Sumaryono, ITB Press. Bandung. Sallolo, S.T dkk 2012. Pertumbuhan anggrek Dendrobium candy stripe lasianthera pada media sapih vacin dan went secara in vitro dengan penambahan ekstrak pisang raja dan fish emultion. Penelitian Agronomi. I (I): 58-62. Sari, G. I.M. 2011. Pengaruh Pretreatment terhadap Pencoklatan Eksplan pada Kultur In Vitro Daun Dendrobium lasianthera J. J. Sm. Skripsi. Universitas Indonesia, Depok.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
86
Simpson, M.G. 2006. Plant Systematics. Elsevier Acadamic Press. California, USA. Suryono. 2009. Komposisi yang Terkandung dalam Ragi. Kanisius, Yogyakarta. Suyanti, S dan Supriyadi, A. 2006. Pisang, Budidaya, Pengelolaan dan Prospek Pasar. Penerbit : Penebar swadaya. Sriwahyuni, E. 2014. Pengaruh Penggunaan Pupuk dan Variasi Bahan Organik Kompleks ( Ragi dan Ekstrak Daun Pegagan ) Terhadap Perkecambahan Biji Anggrek Jamrud (Dendrobium macrophyllum A.Rich) Secara In Vitro. Sriyanti, D.H. dan Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan “Pengenalan Dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern”. Kanisius. Yogyakarta. Tjitrosoepomo, G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 266 hal. Widiastoety, D. dan Bahar, F.A. 1995. Pengaruh Berbagai Sumber Karbohidrat terhadap Pertumbuhan Planlet Anggrek Dendrobium. Jurnal Horltikultura. 5(3):76-80. Widiastoety, D. dan Kartikaningrum. 2003. Pemanfaatan Ekstrak Ragi dalam Kultur In Vitro Planlet Media Anggrek. Jurnal Holtikultura. Vol. 13(2) : 82 – 86. Widiastoety D dkk. 2004. Pengaruh Bubur Buah Pisang Terhadap Pertumbuhan Planlet Anggrek Phalaenopsis dalam Media Kultur. Prosiding Seminar Nasional Florikultura. Bogor: 89-93 Widiastoety, D. dan Nurmalinda. 2010. Pengaruh Suplemen Non Sintetik Terhadap Pertumbuhan Planlet Anggrek Vanda. Jurnal Holtikultura. Vol. 20(1) : 60 – 66. Yanti, R. 2013. Pengayaan Nutrisi pada Media Vacin dan Went terhadap Pertumbuhan Planlet Anggrek Dendrobium spectabile. Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman, Solusi Perbanyakan tanaman budidaya, Bumi aksara. Jambi.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 1 Komposisi Media Vacin dan Went (VW) 1 Liter
No. 1.
2.
3.
4.
5. 6. 7. 8.
SKRIPSI
Bahan Makronutrien Trikalsium fosfat Potasium nitrat Potasium fosfat Amonium sulfat Magnesium sulfat
Jumlah (mg/L) : Ca3(PO4)2 : KNO3 : KH2PO4 : (NH4)2SO4 : MgSO4. 7H2O
200 525 250 500 250
Mikronutrien Mangan sulfat : MnSO4. 2H2O
7,5
Zat Besi Na2EDTA FeSO4. 7H2O
1,492 1,112
Vitamin Tiamin HCl Piridoksin HCl Asam nikotinat Glisin
1 25 25 100
Sukrosa Mio-inositol Agar pH
30000 100 8000 5,2-5,6
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 2. Hasil uji statistik data Perkecambahan minggu ke-4 Hasil uji statistik perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith pada minggu ke-4 setelah kultur. Npar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Perlakuan Perkecambahan N 25 25 a,b Normal Parameters Mean 2,00 43,8944 Std. 1,443 14,20759 Deviation Most Extreme Absolute ,156 ,153 Differences Positive ,156 ,153 Negative -,156 -,132 Test Statistic ,156 ,153 c Asymp. Sig. (2-tailed) ,120 ,134c a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. Test of Homogeneity of Variances Perkecambahan Levene Statistic df1 df2 Sig. 1,116 4 20 ,377
ANOVA Perkecambahan
Between Groups Within Groups Total
SKRIPSI
Sum of Squares 4837,649 6,889 4844,538
df
Mean Square F 4 1209,412 3510,916 20 ,344 24
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
Sig. ,000
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Perkecambahan Duncan
a
Perlakuan
N
1
Subset for alpha = 0.05 2 3 4
0 5 23,7320 4 5 36,8000 1 5 41,3400 2 5 53,3320 3 5 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
5
64,2680 1,000
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 3. Hasil uji statistik data Perkecambahan minggu ke-8 Hasil uji statistik perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith pada minggu ke-8 setelah kultur. NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Perlakuan perkecambahan N 25 25 a,b Normal Parameters Mean 2,00 77,4260 Std. 1,443 5,86463 Deviation Most Extreme Absolute ,156 ,251 Differences Positive ,156 ,251 Negative -,156 -,182 Test Statistic ,156 ,251 c Asymp. Sig. (2-tailed) ,120 ,000c a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. Kruskal-Wallis Test Ranks Perlakuan perkecambahan 0 1 2 3 4 Total
SKRIPSI
N 5 5 5 5 5 25
Mean Rank 4,00 7,00 13,00 23,00 18,00
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Test Statisticsa,b perkecambah an Chi-Square 22,957 Df 4 Asymp. ,000 Sig. a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan Mann-Whitney Test Rekapitulasi hasil uji statistik persentase perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith. K K P1 P2 P3 P4
TS S S S
P1 TS S S S
P2 S S S S
P3 S S S
P4 S S S S
S
Keterangan : K = 0 g/L ekstrak yeast, P1 = 0,5 g/L ekstrak yeast, P2 = 1 g/L ekstrak yeast, P3 = 1,5 g/L ekstrak yeast, P4 = 2 g/L ekstrak yeast.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 4. Hasi uji statistik data Perkecambahan minggu ke-12 Hasil uji statistik perkecambahan biji anggrek D. lasianthera J.J.Smith pada minggu ke-12 setelah kultur.
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test perlakuan perkecambahan N 25 25 a,b Normal Parameters Mean 2,00 82,3736 Std. 1,443 3,19368 Deviation Most Extreme Absolute ,156 ,172 Differences Positive ,156 ,143 Negative -,156 -,172 Test Statistic ,156 ,172 c Asymp. Sig. (2-tailed) ,120 ,055c a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. Test of Homogeneity of Variances perkecambahan Levene Statistic 1,288
SKRIPSI
df1
df2 4
20
Sig. ,308
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ANOVA perkecambahan Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
241,749
4
3,042 244,791
20 24
F
60,437 397,368
Sig. ,000
,152
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets
perkecambahan Duncan
a
Subset for alpha = 0.05 2 3 4
perlakuan N 1 5 0 5 77,1980 1 5 81,5980 2 5 82,1340 4 5 84,5360 3 5 86,4020 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 5. Hasi uji statistik data Perkembangan tunas embrio minggu ke-6. Hasil uji statistik perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J.Smith pada minggu ke-6 setelah kultur. NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Perla Jumlah Panjang Jumlah kuan daun Daun akar 32 32 32 32 4,50 2,0688 ,4066 1,9625
Panjang akar 32 ,2869
Berat kering tunas 32 2,4112
,49628
,10206
,41690
,19648
,56965
,127
,110
,143
,079
,076
,127
,110
,143
,079
,076
-,124
-,096
-,120
-,061
-,071
,127
,110
,143
,079
,076
,200c,d
,200c,d
,096c
,200c,d
,200c,d
N Normal Mean a,b Parameters Std. Deviat 2,328 ,35418 ,06399 ion Most Absol ,115 ,236 ,146 Extreme ute Differences Positiv ,115 ,137 ,101 e Negati -,115 -,236 -,146 ve Test Statistic ,115 ,236 ,146 c, Asymp. Sig. (2,200 ,000c ,082c d tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. d. This is a lower bound of the true significance.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
Berat kering akar 32 ,4681
Berat kering planlet 32 2,8897
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Effect Intercept
Multivariate Testsa Value F Hypothesis df b ,994 528,184 6,000 b ,006 528,184 6,000 b 166,795 528,184 6,000 b 166,795 528,184 6,000 2,430 2,334 42,000 ,011 3,606 42,000 11,848 4,890 42,000 c 7,066 24,226 7,000
Error df 19,000 19,000 19,000 19,000 144,000 92,570 104,000 24,000
Pillai's Trace Wilks' Lambda Hotelling's Trace Roy's Largest Root Perlakuan Pillai's Trace Wilks' Lambda Hotelling's Trace Roy's Largest Root a. Design: Intercept + Perlakuan b. Exact statistic c. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level.
Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. PanjangDaun 1,944 7 24 ,106 Akarmuncul 1,396 7 24 ,253 Panjangakar 1,138 7 24 ,373 Beratkeringtunas 1,842 7 24 ,125 Beratkeringakar 1,242 7 24 ,319 Beratkeringtotal 1,166 7 24 ,358 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Perlakuan
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets Panjang Daun Duncana,b Subset 2
Perlakuan N 1 3 K 4 ,3100 P9 4 ,3750 ,3750 K+ 4 ,3975 ,3975 P5 4 ,4175 ,4175 P6 4 ,4200 ,4200 P10 4 ,4275 ,4275 P7 4 ,4425 ,4425 P8 4 ,4625 Sig. ,089 ,116 ,130 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,003. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = ,05.
Jumlah akar Duncan
a,b
Perlakuan K K+ P10 P8 P7 P9 P5
SKRIPSI
N 4 4 4 4 4 4 4
1 1,1000
2 1,6000 1,8500 1,9000
Subset 3
1,8500 1,9000 2,0500
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
4
5
2,0500 2,3000 2,3500
2,3000 2,3500
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
P6 4 Sig. 1,000 ,133 ,312 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,067. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = ,05.
,133
2,5500 ,208
Panjang akar Duncan
a,b
Subset Perlakuan N 1 2 K 4 ,1500 P9 4 ,2200 K+ 4 ,2325 P10 4 ,2350 P5 4 ,3350 P6 4 ,3400 P7 4 ,3525 P8 4 ,4300 Sig. ,080 ,051 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,004. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = ,05.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Berat kering tunas Duncan
a,b
Subset Perlakuan N 1 2 3 K 4 1,8850 P5 4 2,1800 2,1800 P9 4 2,2350 2,2350 2,2350 K+ 4 2,2500 2,2500 2,2500 P6 4 2,5100 2,5100 P7 4 2,6200 2,6200 P10 4 2,6850 P8 4 Sig. ,137 ,081 ,074 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,095. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = ,05.
4
2,5100 2,6200 2,6850 2,9250 ,092
Berat kering akar Duncan
a,b
Subset Perlakuan P8 K P10 K+ P5 P7 P9 P6 Sig.
SKRIPSI
N 4 4 4 4 4 4 4 4
1 ,2600 ,3250 ,3950 ,4350 ,4400
,141
2
3
,3250 ,3950 ,4350 ,4400 ,5350
,087
4
,4350 ,4400 ,5350 ,6550 ,068
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
,5350 ,6550 ,7000 ,154
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,022. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = ,05. Berat kering planlet Duncan
a,b
Subset 2
Perlakuan N 1 3 K 4 2,0450 P5 4 2,6175 2,6175 K+ 4 2,6850 2,6850 P9 4 2,8900 2,8900 P10 4 3,0800 3,0800 P7 4 3,1550 3,1550 P6 4 3,2100 3,2100 P8 4 3,4350 Sig. ,064 ,107 ,131 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,196. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
Hasil uji statistik jumlah daun NPar Tests Kruskal-Wallis Test
Daunmuncul
Ranks Perlakuan K K+ P5
SKRIPSI
N
Mean Rank 4 2,75 4 4
14,75 19,00
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
P6 P7 P8 P9 P10 Total
4 4 4 4 4 32
25,00 18,88 16,75 20,50 14,38
Test Statisticsa,b Daunmuncul Chi-Square 14,342 Df 7 Asymp. Sig. ,045 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan
Mann-Whitney Test Rekapitulasi hasil uji statistik jumlah daun anggrek D. lasianthera J.J.Smith. minggu ke-6.
K K K+ P5 P6 P7 P8 P9 P10
SKRIPSI
TS S S S S S S
K+ TS TS TS TS TS TS TS
P5 S TS TS TS TS TS TS
P6 S TS TS TS TS TS TS
P7 S TS TS TS TS TS TS
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
P8 S TS TS TS TS TS TS
P9 S TS TS TS TS TS
P10 S TS TS TS TS TS TS
TS
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 6. Hasi uji statistik data Perkembangan tunas embrio minggu ke-12. Hasil uji statistik perkembangan tunas embrio anggrek D. lasianthera J.J.Smith pada minggu ke-12 setelah kultur.
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Perlakua Jumlah Panjang Jumlah Panjang Brt kering Brt kering Brt kering n daun Daun akar akar tunas akar planlet N 32 32 32 32 32 32 32 32 Normal Mean 4,50 2,4937 ,5544 2,5500 ,5569 3,5125 1,3706 4,8569 Paramet Std. ersa,b Devi 2,328 ,78203 ,11642 ,67010 ,14621 ,97500 ,81679 1,41632 ation Most Abso ,115 ,110 ,130 ,136 ,083 ,087 ,120 ,106 Extreme lute Differen Positi ,115 ,110 ,130 ,136 ,077 ,057 ,120 ,106 ces ve Nega -,115 -,067 -,115 -,085 -,083 -,087 -,113 -,065 tive Test Statistic ,115 ,110 ,130 ,136 ,083 ,087 ,120 ,106 Asymp. Sig. (2,200c,d ,200c,d ,182c ,141c ,200c,d ,200c,d ,200c,d ,200c,d tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. d. This is a lower bound of the true significance. Multivariate Testsa Effect Intercept
SKRIPSI
Pillai's Trace Wilks' Lambda
Value ,994 ,006
F Hypothesis df b 443,825 7,000 b 443,825 7,000
Hotelling's Trace Roy's Largest Root
172,599 172,599
443,825b 443,825b
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
7,000 7,000
Error df 18,000 18,000
Sig. ,000 ,000
18,000 18,000
,000 ,000
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Perlakuan
Pillai's Trace 2,306 1,684 49,000 168,000 Wilks' Lambda ,020 2,271 49,000 95,805 Hotelling's Trace 8,950 2,975 49,000 114,000 c Roy's Largest Root 6,229 21,356 7,000 24,000 a. Design: Intercept + Perlakuan b. Exact statistic c. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level.
,008 ,000 ,000 ,000
Levene's Test of Equality of Error Variancesa F df1 df2 Sig. Daunmuncul 1,483 7 24 ,221 PanjangDaun 1,023 7 24 ,441 Akarmuncul 2,226 7 24 ,068 Panjangakar 1,137 7 24 ,374 Brtkeringtunas 1,743 7 24 ,146 Brtkeringakar 1,307 7 24 ,289 Brtkeringtotal 1,834 7 24 ,127 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Perlakuan
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Post Hoc Tests Perlakuan Homogeneous Subsets Jumlah daun Duncan
a,b
Subset 2
Perlakuan N 1 3 K 4 1,6000 P10 4 1,9000 1,9000 P5 4 2,3000 2,3000 P7 4 2,5500 2,5500 2,5500 P9 4 2,6500 2,6500 K+ 4 2,7000 2,7000 P8 4 2,8000 2,8000 P6 4 3,4500 Sig. ,066 ,091 ,087 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,412. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = ,05.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Panjang Daun Duncan
a,b
Subset Perlakuan N 1 2 K 4 ,3875 P10 4 ,5100 ,5100 P7 4 ,5125 ,5125 K+ 4 ,5150 ,5150 P6 4 ,6100 P8 4 ,6200 P5 4 ,6225 P9 4 ,6575 Sig. ,079 ,054 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,008. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = ,05.
Jumlah akar Duncan
a,b
Subset Perlakuan K P8 P10 K+ P5 P7 P9 P6 Sig.
SKRIPSI
N 4 4 4 4 4 4 4 4
1 2,0000 2,0500 2,1500 2,4500 2,4500 2,6500
,119
2
2,6500 3,2500 3,4000 ,057
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,254. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = ,05. Panjang akar Duncan
a,b
Subset 2
Perlakuan N 1 3 K 4 ,4100 K+ 4 ,4375 ,4375 P7 4 ,5325 ,5325 ,5325 P8 4 ,5525 ,5525 ,5525 P5 4 ,5725 ,5725 ,5725 P10 4 ,5975 ,5975 ,5975 P6 4 ,6200 ,6200 P9 4 ,7325 Sig. ,070 ,077 ,054 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,015. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = ,05.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Berat kering tunas Duncan
a,b
Subset Perlakuan N 1 2 K 4 2,0800 P5 4 3,2000 P10 4 3,2250 K+ 4 3,2900 P7 4 3,4650 P8 4 4,1650 P9 4 4,2550 P6 4 4,4200 Sig. 1,000 ,051 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,547. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = ,05. Brtkeringakar Duncan
a,b
Perlakuan K K+ P5 P8 P10 P6 P9 P7 Sig.
SKRIPSI
N 4 4 4 4 4 4 4 4
1 ,5900 ,7550 ,9750 1,2650 1,2650
,191
Subset 2
,9750 1,2650 1,2650 1,8250 1,8500 ,092
3
1,8250 1,8500 2,4400 ,208
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,404. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = ,05.
Berat kering planlet Duncan
a,b
Subset Perlakuan N 1 2 3 K 4 2,6600 K+ 4 3,8300 3,8300 P5 4 4,4350 4,4350 P10 4 4,4900 4,4900 P8 4 5,4350 P7 4 P6 4 P9 4 Sig. ,084 ,348 ,158 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,844. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000. b. Alpha = ,05.
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
4
5,4350 5,9050 5,9950 6,1050 ,356
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 7. Gambar perkembangan tunas embrio pada minggu ke-6.
A
B
C
D
E
F
G
H
Keterangan : A (Kontrol), B (2 g/L ekstrak yeast), C (25 g/L ekstrak pisang raja), D (50 g/L ekstrak pisang raja), E (75 g/L ekstrak pisang raja), F (2 g/L ekstrak yeast + 25 g/L ekstrak pisang raja), G ( 2 g/L ekstrak yeast + 50 g/L ekstrak pisang raja), H (2 g/L ekstrak yeast + 75 g/L ekstrak pisang raja).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 8. Gambar perkembangan tunas embrio pada minggu ke-12.
A
B
C
D
E
F
G
H
Keterangan : A (Kontrol), B (2 g/L ekstrak yeast), C (25 g/L ekstrak pisang raja), D (50 g/L ekstrak pisang raja), E (75 g/L ekstrak pisang raja), F (2 g/L ekstrak yeast + 25 g/L ekstrak pisang raja), G ( 2 g/L ekstrak yeast + 50 g/L ekstrak pisang raja), H (2 g/L ekstrak yeast + 75 g/L ekstrak pisang raja).
SKRIPSI
PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI
PARAMITA DWI ALFIANTI