ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB I PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Awal keberadaan Yayasan yang sekarang dikenal oleh masyarakat,
tumbuh dan berkembang dengan bersumber pada hukum adat, hukum islam dan hukum barat atau hukum belanda. Yang bersumber dari hukum adat, seperti yang yang pernah berkembang selama ini adalah tanah bengkok, bondo deso, tanah lungguh,, tanah gogol gilir, tanah gogol tetap, tanah ulayat, tanah carik yang kemudian berubah menjadi tanah yasan. Harta kekayaan tersebut dikelola sebagai suatu lembaga milik bersama, tetapi bukan berarti secara indivudual semua warga di desa tersebut sebagai pemilik harta kekayaan yang dikelola secara bersama tersebut. Dengan kata lain harta kekayaan tersebut pada hakekatnya tidak ada yang memiliki, kecuali harta kekayaan itu sendiri pemiliknya. Sementara itu yang bersumber dari hukum islam dikenal dengan istilah “waqaf”. Nadzir yaitu sekelompok orang atau badan hukum yang mendapat penyerahan harta wakaf dari wakif (orang yang mewakafkan). Nadzir bukan pemilik harta wakaf, tetapi hanya sekedar mendapat amanah untuk mengelola harta wakaf tersebut. Peralihan harta dari harta pribadi menjadi harta wakaf dilaksanakan melalui proses penyerahan oleh wakif kepada nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (pejabat di kantor Urusan Agama), disaksikan dua orang saksi, kemudian dibuatkan Akta Ikrar Wakaf. 1 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Setelah menjadi wakaf, secara objektif tidak ada lagi person sebagai pemilik harta wakaf tersebut, meskipun dalam kenyataan sering terjadi adanya hubungan hukum antara lembaga wakaf dengan pihak lain baik individu maupun badan hukum. Hubungan hukum itu tentu dilakukan oleh para individu pengelola wakaf. Tidaklah mungkin wakaf mengelola dirinya sendiri, karena wakaf itu hanyalah bayang-bayang, dari sesuatu yang kita bayangkan sebagai person. Person pengelola wakaf dalam melakukan hubungan hukum bertindak untuk dan atas nama wakaf. Maksudnya hubungan hukum yang terjadi itu bukan antara individu pengelola wakaf dengan pihak lain, melainkan antara
wakaf yang
diwakili pengelola dengan pihak lain. Dalam konteks hubungan hukum sebagaimana yang terjadi, maka jikalau kedudukan lembaga wakaf tersebut tidak berkedudukan sebagai naturlijk persoon, maka alternatif lainnya pastilah ia berkedudukan sebagai recht persoon. Yang bersumber dari hukum Belanda atau hukum barat, dikenal dengan istilah stichting. Kalau di Inggris dikenal dengan nama foundation. Pada masa Hindia belanda payung hukum yang mengayomi lembaga stichting belum pernah ada, karena di belanda juga belum terdapat peraturan mengenai hal tersebut, jadi kondisinya sama dengan yang terjadi di Indonesia sebelum berlakunya Undang-undang Yayasan. Di Belanda “sebenarnya dalam tahun 1886 dalam Rancangan pembaharuan Buku I BW telah dicoba untuk membuat suatu peraturan tentang
2 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
stichtingen, tetapi ternyata tidak pernah sampai pada Staten Generaal. akhirnya pada tanggal 21 mei 1956 terjelmalah wet op de Stichtingen, Stb Nomor 327”1. Setelah Indonesia merdeka, Lembaga yang bersumber dari hukum adat dan hukum Islam tetap tumbuh dan berkembang secara beriringan, dan bahkan tumbuh lembaga lain yang ciri-cirinya sama dengan lembaga yang telah ada sebelumnya. Lembaga itu kemudian dikenal dengan nama “Yayasan”. Jikalau bondo desa, tamah gogolan dll, bersumber pada hukum adat, wakaf bersumber pada hukum islam dan stichting bersumber dari hukum belanda, maka Yayasan bersumber pada hukum kebiasaan (gewohenrechts). Oleh sebab itu meskipun tidak ada payung hukum tertulis yang menjadi dasar bagi eksistensi Yayasan, tetapi eksistensinya diakui dalam lalu lintas hukum. Pengakuan tersebut seiring dengan pandangan HJ Hamaker yang mengajarkan bahwa pengertian-pengertian hukum kita “tidak lain daripada ringkasan ilmu pengetahuan kita tentang cara bagaimana kita sendiri dan orang lain biasanya bertindak” bahwa “hukum adalah bayangan masyarakat yang tercermin dalam jiwa manusia”, atau merupakan “bayangan pantulan hidup kemasyarakatan manusia” 2 Pengakuan Yayasan dalam lalu lintas hukum itu tak bisa diingkari. Hampir sebagian besar penyelenggaraan pendidikan swasta di Indonesia dilakukan oleh Yayasan. Jika
Yayasan-Yayasan tersebut tidak diakui
1
Rochmat Soemitro,SH. HUKUM PERSEROAN TERBATAS, YAYASAN DAN WAKAF, PT ERESCO, bandung, 2003,h.160. 2 Van Apeldorn PENGANTAR ILMU HUKUM, PT Pradnya Pramita, Jakarta, cetakan ke 28, h.18
3 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
eksistensinya sebagai badan hukum, maka implikasinya sangat luas, bahkan sampai pada keabsahan ijazah para siswa yang bersekolah di tempat pendidikan yang dikelola oleh Yayasan tersebut Lembaga-lembaga tersebut di atas mempunyai ciri-ciri yang sama antara lain : 1.
Ada harta kekayaan, yang disisihkan/dipisahkan dan dikeluarkan dari kepemilikan asalnya, yaitu yang berasal dari kekayaan para pendiri. Setelah disisihkan untuk dijadikan harta lembaga atau Yayasan, maka hubungan hukum antara pendiri Yayasan dengan harta yang dia keluarkan/sisihkan
sebagai modal pangkal atas berdirinya sebuah
Yayasan menjadi putus. 2.
Mempunyai tujuan idieel, tidak untuk menjalankan suatu usaha mencari keuntungan demi kepetingan pribadi para pendirinya.
3.
Memiliki organn, yang bertindak untuk dan atas nama lembaga. Pengurus hanya
sebagai personifikasi lembaga, bukan
pemilik dari lembaga,
demikian juga bukan pemilik asset/harta milik lembaga. Harus dibedakan kedudukan pengurus sebagai pribadi dan kedudukan pengurus sebagai bagian organ lembaga. Sebagai pribadi pengurus tidak mempunyai kepentingan atau hubungan apa-apa dengan harta lembaga, tetapi sebagai bagian dari organ lembaga, pengurus mempunyai kepentingan atau hubungan dengan harta lembaga. Mereka mendapat kepercayaan lembaga untuk mengelola harta lembaga. Sekalipun secara fisik sulit memisahkan
4 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
antara pribadi para pengelola dengan kedudukannya sebagai organ lembaga. Tetapi tetap harus dibedakan. 4.
Khusus untuk wakaf dan yayassan yang didirikan sebelum adanya Undang-undang nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan, banyak yang dilengkapi dengan akta otentik. Untuk wakaf berupa akta ikrar wakaf yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama. Untuk Yayasan berupa akta pendirian melalui notaris. Akta-akta itu merupakan pernyataan bahwa telah didirikan wakaf atau Yayasan yang kemudian di ikuti pula dengan pendaftaran di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat untuk wakaf atau di panitera pengadilan negeri untuk Yayasan guna memenuhi asas publisitet dan asas spesialiitet Dalam perkembangan berikutnya lembaga yang bersumber dari hukum
adat, terutama di Pulau jawa mulai terkikis. Hal ini banyak dipengaruhi adanya perubahan yang terjadi pada sistim Pemerintahan Daerah di mana harta kekayaan dari lembaga-lembaga yang bersumber dari hukum adat seperti bondo deso yang semula dikelola oleh desa mulai diambil alih oleh pemerintah daerah ketika banyak desa yang berubah status menjadi kelurahan. Terjadinya perubahan status tersebut diikuti pengambil alihan bondo deso yang semula bersumber dari hukum adat menjadi milik Pemerintah daerah, karena kelurahan merupakan unsur staf dari Pemerintah Daerah, beda dengan desa yang mempunyai hak otonomi. Bahkan sebagian tanah-tanah tersebut dialihkan pada investor. Yang tetap berjalan sampai saat ini adalah wakaf, yang bersumber pada hukum islam. Eksistensi wakaf tersebut tidak lepas dari adanya ikatan emosional
5 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang begitu kuat dari umat islam terhadap agamanya, sehingga wakaf itu tidak sekedar dipandang sebagai pengalihan harta kekayaan untuk dikelola demi kepentingan sosial, tetapi ada nilai ibadah yang akan terus dibawa sampai di akhirat kelak. Tetapi diakui atau tidak, sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001, banyak Yayasan yang dikelola tidak sesuai dengan tujuan sosial didirikannya Yayasan tersebut, sehingga sulit untuk membedakan antara harta Yayasan dengan harta kekayaan para pengelolanya. Dengan diundangannya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001, hal tersebut tidak terjadi lagi, karena Yayasan merupakan harta yang dipisahkan dari milik pribadi para pendirinya. Pembina, Pengurus dan Pengawas adalah pengelola Yayasan, bukan pemilik. Dengan demikian, Yayasan yang pada awal perkembangannya bersumber dari hukum kebiasaan tersebut , sejak tahun 2001 sudah ada payung hukum yang mengayominya, yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, maka ada tambahan ciri Yayasan yaitu : Harus mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan hak Asasi manusia. Dengan diundangkannya Undang-Undang tentang Yayasan tersebut Pemerintah dapat melakukan kontrol terhadap pengelolaan Yayasan sesuai dengan tujuan didirikannya Yayasan tersebut
6 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Demikian keadaaan Yayasan, sebagai suatu lembaga/rechtsfigur pada waktu itu, ikut serta sebagai subyek hukum di dalam lalu lintas hukum, yang menurut kenyataan diakui oleh masyarakat. Kini Yayasan masuk era baru yang tidak lagi bersumber dari hukum kebiasaan, tetapi bersumber pada hukum positip, dalam hal ini adalah Undang-Undang Yayasan. Dalam lalu lintas hukum, pengakuan sebagai subyek hukum tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting, karena hal ini menyangkut hak, kewajiban, kemampuan melakukan perbuatan hukum, kepemilikan dll. “Dalam hukum, pada dasarnya hanya dikenal dua stereotip tingkah laku, yaitu menuntut yang berhubungan dengan hak, dan berhutang yang berhubungan dengan kewajiban”3. Dalam sistim hukum di manapun, termasuk di Indonesia, konsep tentang subyek hukum atau subyek hak dan obyek hukum atau obyek hak mempunyai kedudukan yang sangat penting, terutama dalam konteks hubungan hukum. Konsep yang jelas mengenai hal tersebut akan memperjelas pula hubungan hukumnya, memperjelas hak dan kewajibannya. Dalam hal-hal tertentu ada subyek yang karena alasan tertentu tidak diberi hak oleh hukum, karenanya dalam hal tertentu dia bukan merupakan subyek hukum. Karena bukan subyek hukum, maka ia tidak dapat melakukan hubungan hukum. Misal orang gila, anak-anak di bawah umur dan lain-lain. Dalam hal ini bila ada subyek hukum lain yang melakukan hubungan hukum dengan subyek yang bukan subyek hukum,
3
Satjipto Raharjo, ILMU HUKUM, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h.67
7 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
hubunganya tidak diakui sebagai hubungan hukum. Di sinilah semakin terlihat betapa pentingnya konsep tentang apa dan siapa subyek hukum itu. Pada dasarnya subyek hukum adalah orang pribadi (persoon). Orang pribadi tersebut sejak lahir secara inhiren telah melekat hak dan kewajiban. Dengan hak tersebut, hukum memberikan kewenangan pada orang pribadi untuk menjalankan atau menuntut haknya tersebut. Dalam mewujudkan atau menuntut hak tersebut ada persoalan kemampuan (bevoegheid) Artinya apakah orang pribadi tersebut mempunyai kemampuan untuk menjalankan haknya atau tidak. Selain orang pribadi, “bahwa untuk keperluan-keperluan hukum , sesuatu yang bukan manusia , oleh hukum diterima sebagai orang dalam arti hukum, dengan segala kelanjutan yang mengikutinya”4. Konsep orang pribadi (persoon) dan orang yang bukan orang sesungguhnya atau menurut Satjipto Raharjo disebut orang khayal adalah merupakan sebuah konstruksi hukum, yaitu mengkonstruksi sesuatu yang bukan orang dianggap seolah-olah adalah orang (fiction theori) Dari uraian di atas, secara sederhana dapat dikonstruksikan bahwa subyek hukum adalah siapa saja yang oleh hukum diberi hak dan wewenang untuk melakukan perbuatan hukum. Dengan konstruksi demikian, maka berdasarkan uraian sebelumnya, terdapat dua macam subyek hukum yaitu a. Orang pribadi, diri pribadi manusia (naturlijke person). Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai subyek 4
Ibid, h.68
8 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
hukum mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum, mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. seperti: 1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, atau belum menikah, 2. Orang yang berada dalam pengampuan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros, dan lain-lain. b. Badan hukum (rechtpersoon), merupakan personifikasi dari orang pribadi/ manusia. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagaimana
layaknya
manusia.
Misalnya
seperti
melakukan
perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan. Oleh karena itu, bagi sebuah badan hukum (rechts persoon) sebagai seubyek hak, untuk melakukan suatu tindakan/perbuatan hukum di dalam lalu lintas hukum, perlu ada yang disebut organ dari badan hukum itu, yang bertindak mewakili, serta untuk dan atas nama badan hukum yang bersangkutan. Suatu badan hukum yang memang abstrak tidak mungkin bertindak nyata secara fisik
9 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
apabila tidak ada organ yang mempersonifikasikannya. Organ dari suatu badan hukum itu tidak lain adalah orang perorangan, akan tetapi ia dalam kapasitas mewakili badan hukum. Ia sebagai organ, harus menanggalkan diri pribadinya atau kepentingan dirinya sendiri. Ia sebagai organ, semata-mata hanya untuk menjelmakan badan hukum yang abstrak tadi. Dari uraian tersebut di atas, eksistensi badan hukum di Indonesia ada yang secara yuridis ditetapkan melalui Undang-Undang dan pernah pula ada badan hukum yang tumbuh berkembang berdasar kebiasaan seperti “Yayasan” sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 Tentang Yayasan. Eksistensi Kebadanhukuman Yayasan sebelum berlakunya UndangUndang Yayasan yang bersumber dari hukum kebiasaan mendapatkan legitimasi secara yuridis melalui yurisprudensi. Dalam hal ini melalui “Putusan mahkamah Agung Nomor 124 K/Sip/1973, tanggal 27 Juni 1973 tentang kedudukan suatu yayasaan sebagai badan hukum dalam kasus Yayasan Dana Pensiun HMB. Keputusan lainnya adalah Putusan mahkamah Agung Nomor 476K/Sip/1975 tanggal 8 Mei 1975 tentang kasus Perubahan Wakaf Al Is Af menjadi Yayasan Al Is Af”5. Memperhatikan dua putusan mahkamah Agung tersebut di atas sangatlah jelas bahwa negara mengakui eksistensi kebadanhukuman Yayasan yang tumbuh dan berkembang sebelum diberlakukannya Undang-undang Yayasan.
5
Anwar Borahina, KEDUDUKAN YAYASAN DI INDONESIA, kencana Prenada media Group,2010, h.24
10 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Di dalam BW (Burgelijk Wetboek) Yayasan digolongkan sebagai subyek hukum. Mengutip Pasal-Pasal dalam BW yang menyebut atau mengatur tentang lembaga amal, yang mirip atau dapat digolongkan dengan Yayasan yaitu : Pasal 365 : “ Dalam segala hal, bilamana hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada suatu perhimpunan berbadan hukum yang bertempat kedudukan di Indonesia, kepada YAYASAN atau lembaga amal yang bertempat kedudukan disini pula, yang mana menurut anggaran dasarnya, akta-akta pendiriannya atau reglemen-reglemennya berusaha memelihara anak-anak belum dewasa untuk waktu yang lama. Perhimpunan, YAYASAN atau lembaga itu, mengenai perwalian yang ditugaskan kepadanya, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama dengan yang diberikan atau diperintahkan kepada wali, kecuali Undang-Undang menentukan lain… “dan seterusnya. Untuk menjadi wali yang memiliki hak dan kewajiban, hanya mungkin kewenangan itu berada pada subyek hukum yaitu: orang perorangan (natuurlijkepersoon) atau badan hukum (rechtspersoon) Pasal 899 : “ Dengan mengindahkan akan ketentuan dalam Pasal 2 kitab Undang-Undang ini, untuk dapat dinikmati sesuatu dari suatu surat wasiat. Seseorang sudah harus ada, tatkala si yang mewariskan meninggal dunia. Ketentuan ini berlaku bagi mereka yang menerima hak untuk menikmati sesuatu dari lembaga-lembaga
11 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Juga Pasal 900 tentang pemberian hibah dengan surat wasiat untuk keuntungan badan-badan amal ; Pasal 1680 tentang penghibahan kepada lembagalembaga umum atau lembaga keagamaan ; Pasal 1852 tentang perdamaian yang (boleh) dilakukan oleh lembaga-lembaga umum dengan syarat tertentu ; Pasal 1954 tentang daluarsa bagi lembaga-lembaga umum tunduk kepada ketentuan daluarsa yang berlaku bagi orang perorangan. Yayasan dalam praktiknya menjalankan hak dan kewajiban, bertindak sebagai subyek hukum itu bukanlah orang perorangan, akan tetapi suatu rechts figur. Padahal subyek hukum hanya ada dua kemungkinan, jika bukan orang perorangan, hanya mungkin jika itu adalah badan hukum. Oleh karena Yayasan itu bukan orang perorangan, padahal ia adalah subyek hak, maka Yayasan adalah BADAN HUKUM. Jika Yayasan dikatakan sebagai badan hukum, berarti Yayasan adalah subyek hukum, Yayasan sebagai subyek hukum karena memenuhi hal-hal sebagai berikut :6 1. Yayasan adalah perkumpulan orang 2. Yayasan dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum 3. Yayasan mempunyai kekayaan sendiri 4. Yayasan mempunyai pengurus 5. Yayasan mempunyai maksud dan tujuan 6. Yayasan mempunyai kedudukan hukum 6
Hasbullah Syawie, Aspek-aspek Hukum Mengenai Yayasan di Indonesia, Varia Peradilan Tahun IX No.98 NoPEMBER 1993, 1993, Hal.89
12 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
7. Yayasan mempunyai hak dan kewajiban 8. Yayasan dapat digugat dan menggugat di muka pengadilan Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada dua macam Yayasan yang lahir dengan bersumber pada hukum kebiasaan dan ada pula lahir berdasarkan Undang-Undang. Yayasan yang lahir sebelum tahun 2001, yang bersumber pada hukum kebiasaan tidak berarti bahwa Yayasan tersebut didirikan sesuai kemauan para pendirinya. Yayasan-Yayasan tersebut tetap melalui prosedur dan syarat-syarat yang “biasa” dilaksanakan sebelumnya. Ada syarat-syarat dan prosedur yang lazim berlaku waktu itu yakni
harus ada alat bukti berdirinya badan hukum
tersebut, berupa akta otentik yang diikuti pula dengan pengakuan oleh Negara melalui proses didaftarkannya Yayasan tersebut di kantor panitera pengadilan negeri setempat. Bukti pengakuan itu berupa stempel Pengadilan Negeri yang di capkan pada akta otentik. Adapun badan hukum Yayasan yang didirikan berdasarkan UndangUndang, dokumen atau naskah pendiriannya dimintakan pengesahan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia dan selanjutnya di muat pada Berita Negara. Yayasan yang lahir sebelum adanya Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 yang berdasar pada hukum kebiasaan, secara factual, Yayasan itu diakui sebagai badan hukum. Sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan Nomor 16 tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 yang selanjutnya disebut Undang-Undang
13 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Yayasan, ada kecenderungan masyarakat memilih bentuk Yayasan antara lain karena alasan :7 1. Proses pendiriannya sederhana 2. Tanpa pengesahan dari pemerintah 3. Adanya persepsi (yang salah) dari masyarakat bahwa Yayasan bukan merupakan subyek pajak Setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan maka status badan hukum Yayasan semakin kuat, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 1 angka 1.UndangUndang Yayasan. Sebagai badan hukum, Yayasan cakap melakukan perbuatan hukum sepanjang perbuatan hukum itu tercakup dalam maksud dan tujuan Yayasan yang dituangkan dalam anggaran dasar Yayasan. Dalam hal Yayasan melakukan perbuatan hukum, diluar batas kecakapannya (ultra vires), maka perbuatan hukum tersebut adalah batal demi hukum. Bila diperhatikan Pasal 71 Undang-Undang Yayasan ,yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 yang isinya sebagai berikut : (1) . Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku Yayasan yang : a. telah didaftarkan di pengadilan Negeri dan diumumkan dalam tambahan berita Negara Republik Indonesia ; atau b. telah didaftarakan di pengadilan negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari isntansi terkait; tetap diakui sebagai badan hukum dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lambat 3(tiga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-
7
Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992,
hal.201
14 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Undang ini mulai berlaku, Yayasan tersebut wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang ini (2). Yayasan yang telah didirikan dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang ini, dan mengajukan permohonan kepada menteri dalam jangka waktu paling lambat 1(satu) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini mulai berlaku (3). Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberitahukan kepada menteri paling lambat 1(satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian (4). Yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana ayat (2) tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” didepannya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. Memperhatikan Pasal 71 tersebut, menjelaskan bahwa Yayasan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 71 ayat (4) tidak dapat lagi menggunakan kata Yayasan di depannya atau tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Tetapi apakah berarti Yayasan itu BUBAR ? Hal ini perlu mendapat penjelasan karena di dalam Bab X Undangundang Yayasan Pasal 62 yang menetapkan beberapa alasan bubarnya Yayasan antara lain : a. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir ;
15 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
b. Tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai c. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan : 1) Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan 2) Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau 3) Harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut. Didalam Pasal 62 tersebut tidak dijelaskan mengenai Yayasan yang bubar karena tidak/terlambat menyesuaikan diri terhadap Undang-Undang Yayasan, tetapi di dalam Undang-Undang Yayasan Pasal 71 ayat (4) Yayasan tidak boleh lagi menggunakan “nama Yayasan” didepan namanya bila tidak/terlambat menyesuaikan diri terhadap Undang-Undang Yayasan. Dalam tesis ini juga akan sedikit menyinggung mengenai kasus Yayasan yang terlambat menyesuaikan Anggaran dasarnya dengan Undang-Undang Yayasan, yaitu sengketa Yayasan Ta’mirul masjid Kemayoran, dimana yayasan tersebut baru menyesuaikan anggaran dasarnya dengan Undang-Undang Yayasan pada tahun 2008 dimana, pada tahun itu telah melewati batas yang ditentukan oleh Undang-Undang Yayasan, tetapi Kementrian Hukum dan Ham masih mengakui bahwa yayasan tersebut masih berstatus sebagai badan hukum. Berdasarkan uraian diatas, lalu bagaimana eksistensi Yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya? Karena secara faktual banyak Yayasan seperti
16 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Yayasan pendidikan yang terus eksis berjalan dan diakui sebagai badan hukum oleh pemerintah. Contohnya : Yayasan tersebut masih dapat menggugat di pengadilan, dapat melakukan perbuatan hukum lainnya sesuai dengan tujuan dari Yayasan tersebut Lalu bagaimana dengan status harta kekayaannya, secara jelas dalam Pasal 1 Undang-Undang Yayasan disebutkan pengertian Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Kesimpulannya Yayasan adalah harta itu sendiri. Harta yang telah dipisahkan tersebut merupakan “amal” pendirinya dan sudah bukan lagi menjadi hak milik pendiri. Jika harta kekayaan Yayasan masih ada, maka sesungguhnya Yayasan itu masih ada. 2.
Rumusan Masalah Berdasarkan hal yang dikemukakan diatas , rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut : 1. Apa akibat hukum bagi Yayasan yang terlambat atau tidak menyesuaikan diri terhadap Undang-Undang Yayasan? 2. Bagaimana status harta kekayaan Yayasan yang tidak atau terlambat menyesuaikan diri terhadap Undang-Undang Yayasan? 3. Tujuan Penelitian Secara khusus tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti Studi Kenotariatan program pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya
17 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Selain itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisa eksistensi Yayasan yang belum menyesuaikan anggaran dasarnya dan bagamaina dengan ratio legis dari Harta kekayaan Yayasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 4.
Manfaat Penelitian Memberikan kontribusi pemikiran yang konstruktif tentang kemungkinan
diadakannya penyempurnaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo UndangUndang Nomor 28 Tahun 2004 terutama pada Pasal 71 ayat (4) dengan memperjelas kedudukan/status badan hukum dari Yayasan. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberi pandangan terhadap status Yayasan yang terlambat/tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dengan Undang-Undang Yayasan dan bagaimana status harta kekayaannya. Karena pada kenyataannya banyak Yayasan yang sampai saat ini eksis walaupun terlambat/tidak menyesuaikan diri. 5.
Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan dalam tesis ini secara keseluruhan
adalah sebagai berikut : 1. Tipe penelitian Mengingat ini adalah merupakan penelitian hukum, maka metode yang digunakan adalah metode yang bertujuan untuk mencari pemecahan atas adanya permasalahan hukum yang timbul didalamnya, atau disebut juga bertujuan untuk legal problem solving. Penelitian hukum disini merupakan suatu proses untuk
18 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi8 Lebih lanjut dalam melakukan penelitian hukum, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Mengidentifikasikan fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan 2) Pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekiranya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan non hukum 3) Melakukan telaah atas isu yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikkumpulkan 4) Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum 5) Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun didalam kesimpulan 2.
Pendekatan Masalah Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perUndang-
Undangan
(statute
approach).
Pendekatan
perUndang-Undangan
mutlak
diperlukan guna mengkaji lebih lanjut mengenai dasar hukum status harta kekayaan Yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dengan UndangUndang Yayasan.
8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hal.35
19 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Yang pada kenyataannya Yayasan tersebut masih eksis berdiri dan menjalankan aktifitasnya sebagai badan hukum yang diakui oleh Negara. Padahal menurut Undang-Undang Yayasan, Yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya tidak boleh menggunakan nama Yayasan didepannya. Sedangkan para pengurus, Pembina dan pengawas bertindak atas nama Yayasan dan bukan atas nama pribadinya Disamping itu juga menggunakan pendekatan konseptual (Conseptual Approach), yaitu menelaah konsep-konsep yang digunakan berkaitan dengan badan hukum, khususnya mengenai Yayasan. Selain itu pendekatan kasus (case Approach), digunakan juga untuk meneliti penerapan antara aturan hukum, konsep dan fakta yang ada. 3.
Bahan Hukum Bahan-bahan penelitian berupa bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang sifatnya mengikat dan mutlak dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dikemukakan dalam tesis ini, yaitu berupa bahan hukum yang berasal dari perUndangUndangan yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Sedangkan bahan hukum sekunder adalah merupakan bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan hukum primer dan bahan hukum yang menunjang pembahasan permasalahan yang berasal dari literature maupun karya ilmiah lainnya yang bersifat pendukung.
20 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4.
Prosedur pengumpulan dan Pengelolaan bahan hukum Pengumpulan bahan hukum dalam penulisan tesis ini dilakukan dengan
jalan membaca dan mempelajari bahan hukum yang ada bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Bahan hukum yang terkumpul dianalisis menggunakan conceptual approach yaitu menganalisis hal-hal yang sifatnya umum dari pendapat para sarjana maupun literatur dan kenyataan yang diperoleh dari
praktak,
kemudian disimpulkan menjadi
khusus
untuk menjawab
permasalahan yang akan dibahas. 5.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk memberikan modal
kerangka pengembangan penulisan dengan baik, dan memudahkan pembaca dalam mengetahui secara menyeluruh. Sistematika penulisan tesis ini terdiri dari 4 bab, masing-masing bab terdiri beberapa sub-sub judul Bab I merupakan pengantar yang sifatnya umum dan menjelaskan garis besar latar belakang permasalahan yang akan dijabarkan lebih lanjut pada bab berikutnya. Sub bab pendahuluan terdiri dari perumusalah masalah, tujuan, dan manfaat penulisan, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan Bab II, merupakan pembahasan terhadap permasalahan yang pertama dikemukakan dalam tesis ini. Bab ini akan membahas mengenai status badan hukum Yayasan yang terlambat menyesuaikan anggaran dasarnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Bab III, menyajikan pembahasan terhadap permasalahan yang kedua yang dikemukakan dalam tesis ini.
21 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Bab IV merupakan bagian penutup yang memuat kesimpulan untuk semua permasalahan yang dibahas dalam bab II dan bab III. Akhirnya akan direkomendasikan beberapa saran pada hasil-hasil kesimpulan yang ada.
22 Tesis
STATUS KEPEMILIKAN KEKAYAAN .......
YUSTISIA NURWAHYUNI