PENGARUH KOMPOSISI ALUMINIUM TERHADAP PEMBENTUKAN FASE DEKAGONAL, STRUKTUR MIKRO, KONDUKTIVITAS LISTRIK DAN KEKERASAN PADA PADUAN Alx-Mn1-x-0,07-Ni0,07 DENGAN MENGGUNAKAN TRI ARC MELTING Adi Setia Harmawan, Markus Diantoro, Hartatiek Jurusan Fisika, Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] Abstrak Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan bahan adalah dengan membuat paduan dari dua atau lebih bahan dengan komposisi berbeda. Logam yang dipadu akan mempengaruhi beberapa sifat bahan tersebut. Salah satu paduan yang menarik untuk dikerjakan yaitu paduan Al-Mn-Ni. Hal ini dikarenakan paduan Al-Mn-Ni memiliki karakteristik khusus yaitu ketahanan korosi yang baik, konduktivitas listrik tinggi, tanpa kegetasan panas serta sifatnya yang ringan. Pada penelitian ini paduan Al-Mn-Ni disintesis dengan variasi Al dalam bentuk AlxMn1-x-0,07Ni0,07 dengan variasi x = 0,70; x = 0,75; x = 0,80. Bahan yang digunakan adalah Al (PA 99%), Mn (PA 99%) dan Ni (PA 99%). Karakterisasi struktur kristal paduan dilakukan dengan menggunakan XRD, fase yang terbentuk diidentifikasi menggunakan program X’Pert High Score Plus dan analisis mikrostruktur menggunakan software Origin Pro 8. Gambar permukaan logam dikarakterisasi menggunakan SEM EDAX, karakterisasi konduktivitas menggunakan metode Four Point Probe dan program I-V meter. Untuk karakterisasi kekerasan dilakukan menggunakan metode Micro Hardness Vickers. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan fraksi Al dan Ni dapat meningkatkan parameter kisi sel kuasikristal dekagonal. Ukuran butir mengalami kenaikan pada x=0,70 sampai x=0,80. Pada penelitian ini diketahui morfologi permukaan fase dekagonal yang tidak sempurna, terlihat jelas pada paduan Al0,80Mn0,13Ni0,07. Perubahan konduktivitas listrik dari paduan ini juga semakin meningkat seiring dengan penambahan logam aluminium. Hal ini dikarenakan volume sel yang meningkat yang mengakibatkan jarak antar elektron semakin jauh dan menjadi mudah lepas, sehingga konduktivitas listriknya meningkat. Kekerasan logam paduan menurun seiring penambahan fraksi aluminium. Kata kunci: Struktur mikro, kekerasan, konduktivitas, fase dekagonal, AlxMn1-x-0,07Ni0,07.
Pendahuluan Sistem kuasikristal muncul sebagai suatu pengecualian di berbagai aspek. Sistem tersebut muncul dari diagram fasa Al-Mn yang komplek pada awal tahun 1980 (Numovic, 2001). Strukturnya melanggar aturan kristalografi klasik. Kuasikristal memiliki sifat tidak periodik akan tetapi memiliki sifat long-range order dan mereka termasuk dalam simetri yang terlarang seperti 5, 8, 10 simetri putar tergantung paduananya masing-masing (Numovic, 2001). Sejak ditemukannya bahan kuasikristal pengertian kristal berubah menjadi suatu padatan yang memiliki sebuah diagram difraksi diskrit. Dari pengertian tersebut sehingga kristal dapat dibagi menjadi dua yaitu kristal periodik (dalam skala atomik) dan kristal aperiodik. Pengertian ini lebih berdasarkan suatu
eksperimen pada aturan mikroskopis. Tipe-tipe kuasikristal dapat dilihat dari pola difraksinya. Selain itu simetri dari kuasikristal tersebut juga dapat digunakan untuk megklasifikasi tipe-tipe kuasikristal. Fase kuasikristal dapat dibentuk dengan melakukan pemadatan cepat dari kristal aproksiman pada fase nonequilibrium atau fase metastabil (Olsson, 2008). Aproksiman kristal itu sendiri merupakan suatu senyawa yang komposisi dan unit struktural sangat mirip bahan kuasikristal, akan tetapi sebenarnya merupakan suatu kristal. Struktur aproksiman kristal telah dianalisis sebagai kluster ikosahedral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh peningkatan komposisi Al terhadap fase dekagonal, struktur mikro, konduktivitas listrik serta kekerasan pada paduan
1
Alx-Mn1-x-0,07-Ni0,07 dengan x = 0,70; x = 0,75; x = 0,80.
point probe dengan program I-V meter. Kekerasan bahan pada penelitian ini menggunakan metode Microhradness Vicker dengan beban penekanan sebesar 100gF
METODE Pada penelitian ini langkah pertama yang dilaksanakan adalah penyiapan bahan baku serbuk Aluminium (99%), Mangan (99%), Nikel (99%). Setelah semua bahan siap langkah selanjutnya adalah menimbang ketiga bahan tersebut dengan massa sesuai dengan komposisi yang telah ditentukn yaitu AlxMn1-x-0,07Ni0,07 dengan x = 0,70; 0,75; 0,80 dan kemudian bahan dikkompaksi. Bahan logam (Al, Mn dan Ni) yang telah dikompaksi diletakkan pada krusibel selanjutnya krusibel tersebut dimasukkan ke dalam tungku arc melting. Proses memvakumkan tungku dimulai dengan memompa keluar udara yang berada didalam tungku kemudian mengalirkan gas argon kedalam tungku arc melting. Setelah tungku arc melting dalam keadaan vakum peleburan dimulai. Yaitu dengan memanfaatkan loncatan elektron dari elektroda yang dialiri arus sebesar 100 A ke krusibel sehingga timbul percikan api (arc) yang dapat digunakan untuk melelehkan serbuk paduan yang telah berupa tablet hasil kompaksi. Peleburan dilakukan dua kali dengan tujuan agar bahan tercampur secara homogen (Re-Melting and mixing). Setelah sampel dilelehkan dan mengalami solidifikasi, sampel diamplas dan siap untuk dikarakterisasi. Karakterisasi fase dilakukan dengan menggunakan XRD sehingga didapatkan pola difraksi yang terdiri dari posisi sudut dan intensitas yang selanjutnya digunakan untuk menganalisa fase dan ukuran butir dengan menggunakan rumus Scherer-Debye sebagai berikut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh komposisi Al Terhadap Fase Pada Paduan Al0xMn1-x-0,07Ni0,07 Pola difraksi sinar X pada (x = 0,70; x = 0,75; x = 0,80) ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Pola difraksi pada paduan AlxMn1-x-0,07Ni0,07
Dari hasil ploting menggunakan program X’Pert Highscore hasil XRD tersebut ternyata bukan fase tunggal kuasikristal yang terbentuk melainkan ditemukan fase polikuasikristal dekagonal, hal tersebut ditandai dengan adanya tiga fase yang berada pada pola difraksi sinar-x yang terbentuk, yaitu fase dekagonal AlMnNi (D), fase Al3Mn (*) dan fase Al2Ni (o). Semakin tinggi puncak difraksi menunjukkan bahwa paduan tersebut semakin kristalin. Gambar 1 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan puncak difraksi ketika konsentrasi Al semakin besar. Hal ini mengakibatkan paduan semakin berkurang kritalinitasnya ketika ditambah dengan Al. Berdasarkan hasil XRD tersebut, peak pada sumbu 2θ pada daerah = 45 terjadi perubahan posisi 2θ, yaitu pada x = 0,70 berada pada 2θ = 44,8664 pada x = 0,75 berada pada 2θ = 44,6831 dan pada x = 0,80 berada pada 2θ = 43,960. Sehingga dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya fraksi Al pada logam paduan Alx-Mn1-x-0,07-Ni0,07 terjadi pergeseran puncak ke kiri. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahanya fraksi Al, maka parameter kisi dari logam paduan mengalami perubahan nilai yang semakin besar.
Dengan. D = ukuran butir (nm) K = 0,9 λ = panjang gelombang (Å) = lebar setengah puncak maksimum (FWHM) θ = sudut yang dibentuk bidang dengan sinar-X Karakterisasi mengenai struktur mikro dilakukan dengan menguji sampel menggunakan SEM-EDAX, sehingga diperoleh fotografi permukaan sampel dan presentase tiap unsur penyusun logam hasil paduan. Pengujian konduktivitas listrik digunakan metode four
2
Berdasarkan hasil identifikasi fase dapat diperoleh nilai kemurnian fase. Nilai kemurnian fase tersebut dapat ditunjukkan dengan nilai dari fraksi volume. Semakin tinggi kemurnian suatu fase maka senakin besar pula nilai fraksi volumenya begitu pula sebaliknya. Fraksi volume ditunjukkan pada Gambar 2. x = 0,70
x = 0,75
x = 0,80 Gambar 3. Hasil SEM paduan AlxMn1-x-0,07Ni0,07
Dari ketiga foto SEM pada komposisi hasil paduan Al0,70Mn0,23Ni0,07; Al0,75Mn0,18Ni0,07; Al0,80Mn0,13Ni0,07 terlihat belum terbentuk fase dekagonal dengan 10 simetri putar pada sudut 1450 yang menandakan adanya fase dekagonal tunggal seperti yang terbentuk dengan metode pelelehan terpisah menggunakan induksi frekuensi radio dalam sebuah tabung slika pada ruang hampa udara dengan menggunakan gas argon (Lalla, 1991). Terlihat yang mendekati hanya bidang-bidang muka. Perbedaan metode dan suhu sangat berpengaruh pada ketercapaian target penelitian ini. Tidak terbentuknya kuasikristal dekagonal dikarenakan perbedaan pada metode pelelehannya atau pada saat pengamplasan yang dilakukan untuk menghilangkan warna hitam belum sempurna serta untuk menghaluskan permukaan mengakibatkan berubahnya struktur mikro dari sampel bahan paduan Al-Mn-Ni. Berikut ini adalah hasil EDAX paduan AlxMn1-x-0,07Ni0,07 pada x = 0,70; x = 0,75; x = 0,80 yang ditunjukkan pada tabel 1.
Gambar 2. Grafik Fraksi Volume Paduan Al-Mn-Ni
Terlihat bahwa terjadi penurunan dari x = 0,70 menuju x = 0,75, akan tetapi meningkat lagi pada saat x = 0,80. Hal ini dikarenakan banyaknya impuritas pada fase x = 0,75. Sehingga fase dekagonal yang terbentuk pada x = 0,75 hanya terbentuk beberapa persennya saja. Sedangkan untuk fase Al2Ni mengalami kenaikan sebesar 10,26% dari x = 0,70 menuju x = 0,75, kemudian naik sebesar 0,99% dari x = 0,75 ke x = 0,80. Terjadi kenaikan yang sangat besar pada x = 0,75, yang artinya impuritas yang terjadi di fase x = 0,75 sangat besar. Untuk fraksi volume Al3Mn juga mengalami peningkatan pada fraksi x = 0,70 menuju x = 0,75 akan tetapi mengalami penurunan pada x = 0,80. Dari uraian data diatas dapat disimpulkan bahwa fase tunggal kuasikristal dekagonal belum terbentuk pada komposisi tersebut. Melainkan terbentuk fase polikuasikristal dekagonal.
Tabel 1. Hasil EDAX paduan AlxMn1-x-0,07Ni0,07
Pengaruh Komposisi Al Terhadap Struktur Mikro Pada Paduan AlxMn1-x-0,07Ni0,07 Hasil fotografi permukaan sampel AlxMn1-x-0,07Ni0,07 pada (x = 0,70; x = 0,75; x = 0,80) ditunjukkan pada Gambar 3.
Dari ketiga tabel hasil EDAX tersebut berat atomik Al yang terbentuk sudah mendekati hasil yang diinginkan, selain itu juga terlihat ternyata terjadi peningkatan berat atomik Nikel (Ni) yang seharusnya bernilai konstan. Hal
3
ini dapat disebabkan karena pada saat pelelehan unsur Ni tidak meleleh sempurna sehingga berat atomik Ni terpaut jauh dari berat atomik yang diinginkan. Pengaruh Konsentrasi Al terhadap Ukuran Butir Pada Paduan AlxMn1-x-0,07Ni0,07 Ukuran butir komposisi AlxMn1-x-0,07Ni0,07 pada (x = 0,70; x = 0,75; x = 0,80) ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 5. Grafik Konduktivitas AlxMn1-x-0,07Ni0,07
Secara intrinsik hal yang mempengaruhi nilai konduktivitas listrik pada sampel adalah jari-jari Al yang lebih besar dari pada jari-jari Mn dan juga jari-jari Ni (jari-jari Al = 143 pm, jari-jari Mn = 127 pm, jari-jari Ni = 124 pm). Kondisi tersebut membawa dampak terhadap membesarnya volume kristal dan jari-jari elektron valensi dalam kristal seiring dengan bertambahnya komposisi doping ion Al, sehingga energi ikat elektron valensinya menjadi semakin menurun. Akibatnya ikatan pada elektron valensi semakin lemah dan mudah lepas, konsekuensinya material akan mengalami peningkatan konduktivitas listrik. Hasil pada penelitian ditinjau secara ekstrinsik, bahwa konduktivitas naik seiring dengan bertambahnya kompsisi Al. Hal ini dikarenakan ukuran butir pada x = 0,80 terlihat meningkat. Ukuran butir paduan yang semakin besar menyebabkan konduktivitas paduan meningkat.
Gambar 4. Grafik Hubungan Fraksi Komposisi Al dengan Ukuran Butir
Dengan bertambahnya komposisi atom Al yang mempunyai jari-jari paling besar diantara kedua bahan paduan yang lain, berpengaruh pada orbital dan volume sel yang membesar sehingga menyebabkan ukuran butir menjadi bertambah besar. Ukuran butir juga berpengaruh terhadap nilai konduktivitas listrik dan kekerasan sampel.
Pengaruh Komposisi Al Terhadap Kekerasan Paduan AlxMn1-x-0,07Ni0,07 Grafik hubungan kekerasan dengan ukuran butir komposisi AlxMn1-x-0,07Ni0,07 ditunjukkan oleh Gambar 6.
Pengaruh Komposisi Al Terhadap Konduktivitas Listrik Pada Paduan AlxMn1-x-0,07Ni0,07 Nilai konduktivitas pada komposisi AlxMn1-x-0,07Ni0,07 pada (x = 0,70; x = 0,75; x = 0,80) ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 6 Grafik hubungan kekerasan paduan dengan fraksi komposisi Al
4
Nilai kekerasan paduan AlMnNi menurun seiring bertambahnya komposisi Al. Nilai kekerasan tersebut dapat ditingkatkan dengan mengurangi komposisi aluminium (Al) serta menambahkan komposisi Mangan (Mn). Pada Gambar 6 terlihat adanya penurunan nilai uji kekerasan pada setiap penamabahan Al, hal ini berhubungan dengan ukuran butir yang dimiliki oleh paduan Al-Mn-Ni. Grafik hubunngan antara fraksi Al, ukuran butir dan kekerasan ditunjukkan pada Gambar 7 berikut ini.
banyak jumlah butir. Jumlah butir yang semakin banyak berarti area batas butir semakin luas sehingga semakin banyak terjadi mekanisme pile up atau penumpukan dislokasi pada batas butir akibatnya material menjadi semakin keras. Hal ini merupakan prinsip dasar untuk pengerasan material dengan menghambat bergeraknya dislokasi. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data serta pembahasan yang telah dilakukan, sehingga didapatkan kesimpulan sebagai berikut 1. Peningkatan komposisi Al pada kuasikristal AlxMn1-x-0,07Ni0,07 meningkatkan parameter kisi fase dekagonal 2. Peningkatan komposisi Al pada kuasikristal AlxMn1-x-0,07Ni0,07 meningkatkan ukuran butir 3. Peningkatan komposisi Al pada kuasikristal AlxMn1-x-0,07Ni0,07 meningkatkan konduktivitas listrik bahan paduan. 4. Peningkatan komposisi Al pada kuasikristal AlxMn1-x-0,07Ni0,07 menurunkan kekerasan bahan paduan.
Gambar 7. Grafik hubungan antara kekerasan (HVN), ukuran butir dan fraksi komposisi Al
Daftar Pustaka Abe, E., Yan, Y., Pennycook, Stephen J. 2007. Quasicrystals as Clusture Aggregates. Japan: National Institute for Material Science.
Penambahan komposisi Al pada paduan AlxMn1-x-0,07Ni0,07 mengakibatkan nilai kekerasan paduan tersebut semakin menurun sedangkan ukuran butir yang semakin meningkat. Berdasarkan data tersebut sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa semakin besar ukuran butir maka kekerasannya akan semakin menurun. Hal ini dipengaruhi karena adanya pergerakan dislokasi yang terjadi di dalam butir lebih mudah dan pada saat mencapai batas butir dislokasi tersebut akan terhambat pergerakannya. Hambatan terhadap dislokasi menyebabkan penumpukan dislokasi pada batas butir. Tumpukan tersebut menyebabkan gaya tolak yang bekerja untuk melawan gerakan dislokasi berikutnya. Sehingga deformasi selanjutnya akan lebih sulit. Butiran dengan ukuran lebih kecil berarti penghalang pergerakan dislokasi semakin banyak dan jarak antar penghalang tersebut semakin dekat sehingga semakin menyulitkan terjadinya deformasi yang mengakibatkan peningkatan kekerasan dan sifat mekanis lainnya. Salah satu mekanisme grain size hardening atau grain boundary strengthening yaitu semakin kecil ukuran butir berarti semakin
Beumer.B.J 1985. Ilmu Bahan Logam Jilid I. Jakarta: Bhratara Karya Aksara Dolinsek, J. 2002. Atomic jumps in quasiperiodic Al72.6Ni10.5Co16.9 and related crystalline material. Slovenia: Ljubljana University Febrian, H.K., 2008. Materi Aluminium. Jakarta: Universitas Indonesia Fikar, J. 2002. Al-Cu-Fe Quasicrystalline Coatings and Composites Studied by Mechanical Spectroscopy. Jazbec, S. 2009. The Properties and Application of Quasicrystals. Ljubljana: Ljubljana University. Janot. C. 1999. Quasicrystal. A.Primer : Inggris Lalla, N.P, Tiwari, R.S, Srivastava, O.N. 1991.
5
Transmission Electron Microscopic Investigation of Rapidly Solidified Al-Mn-Ni Quasycrystalline Alloys. India: Banaras Hindu University
quasicystals of A162C~20Co, Si3. Pennysylvania: Lehigh University Zuliardie, R. 2004. Hubungan Antara Besar Butir dengan Kekutan dan kekerasan Pada Logam Aluminium. Jurnal R & B Volume, Nomor 1.
Nuarsa, I.M. 2008. Pengaruh Campuran Beberapa Jenis Carburizer pada Proses Pengerasan Baja Karbon. Vol. 9 No.1 Ollson,
S. 2008. Growth and XRD Characterization of Quasicrystals in AlCuFe and Nanoflex Thin Films. Swedia: Linkoping University.
Shallman, R.E., Bishop R.J. 2000. Metalugi Fisik Modern dan rekayasa Material. Jakarta: Erlangga Shechtman, D. 2011. The Discovery of Quasicrystals. The Nobel Prize in Chemistry: Swedish Academy. Suhartono, A. 2004. Pengaruh Ukuran Butir Terhadap Kuat Fatik Baja: Simulasi dan Eksperimen. Prosiding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta Aplikasi. Takeuchi, T., Shinmei M. Low Thermal Conductivity of Al- based Icosahedral Quasikristal and Approximants. Japan: Nagoya University. Tsai, P. 2002. Back to the Future – An Account Discovery of Stable Quasicrystals. Japan: National Institute for Material Science. Van Vlack, L. 2001. Ilmu dan Teknologi Bahan Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga. Tendeloo, V., Singh, A., Ranganathan, S. 1991. Quasicrystals and their crystalline homologues in the Al-Mn-Cu ternary alloys. Philosophical Magazine A, Vol. 64 No 2, 413-427 www.mrf-furnaces.com. Three Probe Arc Melt (ARC/TA-200) with or without optional Crystal Puller (diakses pada 15 Juni 2013) Zhang, Z., Li.C.N., Williams, D. 1992. Atomic structure and defects in decagonal
6