ADAPTASI Saccharomyces cerevisiae TERHADAP HIDROLISAT ASAM UBI KAYU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL
DESSY MAULIDYA MAHARANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Adaptasi Saccharomyces cerevisiae terhadap Hidrolisat Asam Ubi Kayu untuk Produksi Bioetanol” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini. Bogor,
Juli 2011
Dessy Maulidya Maharani NIM: F351080101
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ADAPTASI Saccharomyces cerevisiae TERHADAP HIDROLISAT ASAM UBI KAYU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL
DESSY MAULIDYA MAHARANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Liesbetini Haditjaroko, MS
ABSTRACT
DESSY MAULIDYA MAHARANI. F351080101. Adaptation of Saccharomyces cerevisiae to Cassava Acid Hydrolisates for Bioethanol Production. Under direction of DWI SETYANINGSIH and GAYUH RAHAYU.
Acid hydrolisates of cassava contain toxic substances i.e. 3,55 g/l HMF and 0,72 g/l furfural to ethanol producing yeast, Saccharomyces cerevisiae. This study is aiming at screening four strains of S. cerevisiae for their tolerance capacity to that acid hydrolisates. Out of four strains, S. cerevisiae IPBCC 05.548 showed the highest tolerance on the bases of ethanol production. It produced 4,1% (b/v) ethanol. Prior to adaptation, optimum sugar concentration and starter dosage were determined in sequence. Out of 15%, 18%, 20% and 24% concentration. S. cerevisiae IPBCC 05.548 showed the highest ethanol production (4,10% b/v) at 15% of total sugar. Among starter dosage (1, 2 and 3 times of 0,23% of sugar concentration), that were tested on optimal sugar concentration indicated that the twice of dosage was the best for ethanol production. Adaptation was then performed for 72 hours for each cycle. Of the cycles, the 9th cycle (648 hours) showed the highest specific growth rate (0,14g.h-1) as well as ethnol yield (4,13% b/v). Comparison of the adapted strain to unadapted strain proved that the adapted strain produced 30,78% higher ethanol yield than those of unadapted strain. Keywords: cassava, S. cerevisiae, acid hydrolisate, HMF, furfural, ethanol, selection, adaptation
RINGKASAN
DESSY MAULIDYA MAHARANI. F351080101. Adaptasi Saccharomyces cerevisiae terhadap Hidrolisat Asam Ubi Kayu untuk Produksi Bioetanol. Dibimbing oleh DWI SETYANINGSIH and GAYUH RAHAYU. Bioetanol merupakan salah satu sumber energi hasil fermentasi yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan dan paling cepat berkembang. Saccharomyces cerevisiae adalah mikroorganisme paling umum digunakan dalam proses fermentasi. Dua hal yang berperan dalam fermentasi adalah agen fermentasi dan substrat. Ada tiga kategori bahan baku yaitu bahan bergula, berpati dan berserat. Bahan berpati dan berserat dapat diolah dengan hidrolisis asam encer. Cara ini memiliki beberapa kelebihan antara lain harganya lebih murah, lebih cepat dalam menghidrolisis, mudah didapat dan rendemen gula lebih tinggi jika dibandingkan dengan hidrolisis enzim. Permasalahan timbul karena cara ini menghasilkan senyawa-senyawa penghambat. Senyawa tersebut bersifat toksik bagi mikroorganisme fermentasi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan galur S. cerevisiae yang paling adaptif terhadap hidrolisat asam ubi kayu yang mengandung inhibitor, mendapatkan teknologi adaptasi S. cerevisiae hidrolisat asam ubi kayu yang mengandung inhibitor dan mendapatkan teknologi bioproses produksi etanol ubi kayu menggunakan S. cerevisiae yang adaptif terhadap hidrolisat asam sehingga mampu meningkatkan konversi gula menjadi etanol. Tahap awal penelitian adalah persiapan bahan baku untuk dihidrolisis. Selanjutnya hidrolisis dilakukan satu tahap dengan total padatan ubi kayu 18%, H2SO4 1M, waktu 15 menit, suhu 121oC dan netralisasi menggunakan NH4OH teknis 21% sehingga pH menjadi 4-5. Hidrolisat netral dengan kadar gula awal 15% digunakan pada tahapan berikutnya. Tahapan kedua didahului dengan persiapan isolat S. cerevisiae dan dilanjutkan dengan seleksi toleransi galur terhadap hidrolisat. empat sumber galur S. cerevisiae yaitu : ragi curah, ”F”, koleksi PAU ATCC 9763 dan koleksi IPBCC 05.548 diseleksi. Galur yang toleran adalah galur yang menunjukkan efisiensi pemanfaatan substrat, efisiensi fermentasi dan rendemen etanol tertinggi. Galur yang paling toleran digunakan untuk penelitian selanjutnya. Penelitian selanjutnya adalah optimasi jumlah gula dan dosis agen fermentasi yang paling optimal. Jumlah gula awal adalah 15%, 18%, 20% dan 24%, sedangkan dosis starter yang dimasukkan adalah 1, 2 dan 3x 0,23% gula awal. Kondisi yang menghasilkan etanol terbanyak akan digunakan pada proses adaptasi. Prosedur adaptasi menggunakan metode batch. Sejumlah dosis starter terpilih dimasukkan ke erlenmeyer 250 ml berisi hidrolisat 100% (kultur sel 1). Setelah 72 jam, kultur sel dari batch 1 dikeluarkan menggunakan pipet sebanyak dosis starter terpilih, dan dimasukkan kembali untuk fermentasi ke-2. Fermentasi terus-menerus dilakukan sampai 9 siklus atau 648 jam. Pengamatan dilakukan setiap 72 jam. Kondisi adaptasi dengan hasil biomassa dan etanol tertinggi dipilih untuk tahapa penelitian ke-4. Tahap ke-4 adalah produksi etanol dengan volume fermenasi tiga kali lipat dari proses adaptasi. Dalam proses ini kemampuan galur yang telah diadaptasi dibandingkan dengan galur yang tidak diadaptasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hidrolisat asam ubi kayu mengandung 3,55 g/l HMF dan 0,72 g/l furfural. Hidrolisat asam dengan kadar gula awal 15% mengandung HMF dan furfural berturut-turut adalah 2,84 g/l dan furfural 0,022 g/l. Fermentasi menggunakan hidrolisat asam tersebut mempengaruhi kinerja 4 galur yang diseleksi. Dari seleksi tersebut didapat bahwa galur IPBCC 05.548 memproduksi etanol terbanyak yaitu 4,1 % (b/v). Galur ini selanjutnya menghasilkan etanol tertinggi pada optimasi dengan gula awal 15% dan dosis S. cerevisiae 2x 0,23% konsentrasi total gula awal. Pada proses selajutnya IPBCC 05.548 dengan gula awal 15% dan dosis S. cerevisiae 2x 0,23% konsentrasi total gula menghasilkan laju pertumbuhan spesifik dan etanol tertinggi pada adaptasi ke-9. Kemampuan S. cerevisiae yang telah teradaptasi lebih baik dari yang tidak adaptif, yang ditunjukkan oleh rendemen etanol yang dari galur teradaptasi lebih tinggi 30,78 % dari yang tidak teradaptasi. Kata kunci: ubi kayu, S. cerevisiae, hidrolisat asam, HMF, furfural, etanol, seleksi, adaptasi
LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis Nama NRP
: Adaptasi Saccharomyces cerevisiae terhadap Hidrolisat Asam Ubi Kayu untuk Produksi Bioetanol : Dessy Maulidya Maharani : F351080101
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si. Ketua
Dr. Ir. Gayuh Rahayu Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Machfud, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah M,Sc.Agr
Tanggal Ujian : 28 Juli 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan hanya pada ALLAH SWT, karena atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Penulisan tesis ini diajkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis
saimpaikan kepada semua pihak yang telah membantu diantaranya : 1. Ibu Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si. dan Ibu Dr. Ir. Gayuh Rahayu, selaku dosen pembimbing. 2. Bapak Dr. Ir. Machfud, MS., selaku Ketua Program Studi. 3. Ibu Dr. Ir. Liesbetini Haditjaroko, MS selaku penguji . 4. Ibu Dr. Ir Titi Candra, MSi selaku wakil Program Studi. 5. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB, yang telah membantu sebagian dana penelitian . 6. Kedua orang tua, Ibu Hj Gusti Darnelia, SH, Ayah H Achmad Bunyamin, SH dan Adik Meirinda Ramadhani, SE yang selalu memberikan dukungAN materi, kasih sayang, do’a dan nasehat. 7. Suami Arief Hermawan ST dan Anak Nadhira Anindya yang selalu memberikan semangat, dukungan dan do’a. 8. Keluarga besar H. Gusti Ibrahim Aman di Banjarmasin, Khususnya Om Gusti Perdana Kesuma yang telah memberikan support dana kuliah dan penelitian Om Gusti Suryanata SH, Tante Martha Kirana, S.kom, yang telah memberi semangat dan dukungannya agar cepat menyelesaikan studi di bogor. 9. Ibu Rini, ibu Ega, ibu Sri, bapak Edi, bapak Sugi, bapak Dicky, Saiful, Wiwin (LAB SBRC), ibu Ari (LAB Mikrobiologi PAU) dan laboran lain. 10. Teman-teman TIP, IPB angkatan 2008 serta semua pihak yang telah membantu dalam penelitian maupun penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menerima saran, kritik serta masukan untuk menjadikan tulisan ini lebih baik lagi. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat. Bogor, Juli 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tanggal 18 Desember 1982 dari ayah H Achmad Bunyamin, SH dan ibu Hj Gusti Darnelia, SH. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah atas (SMA) di Kota Banjarmasin pada tahun 2001. Penulis lulus dari SMUN 2 Banjarmasin dan pada tahun yang sama diterima di Universitas Lambung Mangkurat pada program Agronomi. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan program S1 dan meraih gelar Sarjana Agronomi. Pada tahun 20022007 penulis bekerja sebagai pegawai honor di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di program studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL.................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vii 1. PENDAHULUAN ............................................................................................1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Latar Belakang ................................................................................1 Rumusan Masalah...........................................................................2 Tujuan .............................................................................................3 Hipotesa ..........................................................................................3 Ruang Lingkup................................................................................3
2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................5 2.1 Ubi Kayu (Manihot utilissima) .......................................................5 2.2 Polisakarida dalam Ubi Kayu .........................................................6 2.3 Etanol ..............................................................................................8 2.4 Proses Pembuatan Etanol................................................................9 2.5 Hidrolisis Asam ..............................................................................10 2.6 Fermentasi.......................................................................................11 2.7 Saccharomyces cerevisiae ..............................................................14 2.8 Pengaruh Furfural dan HMF terhadap S. cerevisiae.......................15 2.9 Seleksi Galur S. cerevisiae..............................................................17 2.10 Adaptasi S. cerevisiae .....................................................................18 3. METODE PENELITIAN..................................................................................19 3.1 Waktu dan Tempat...........................................................................19 3.2 Bahan dan Alat................................................................................19 3.2.1 Bahan ...................................................................................19 3.2.2 Alat.......................................................................................19 3.3 Tahap Penelitian..............................................................................19 3.3.1 Persiapan Bahan Baku .........................................................19 3.3.2 Karakterisasi Ubi Kayu........................................................19 3.3.3 Hidrolisis Asam dan Karakterisasi Hidrolisat .....................20 3.3.4 Seleksi S. cerevisiae.............................................................20 3.3.4.1 Persiapan Inokulum...............................................20 3.3.4.2 Seleksi Toleransi Galur S. cerevisiae Terhadap Hidrolisat Asam ....................................................20 3.3.4.3 Seleksi Total Gula Awal dan Dosis Starter...........21 3.3.5 Adaptasi S. cerevisiae terhadap Hidrolisat Asam................22
ii
3.3.5 Produksi etanol.................................................................... 23 3.4 Teknik Analisis Data ..................................................................... 23 3.4.1 Seleksi Toleransi Galur S. cerevisiae terhadap Hidrolisat Asam.................................................................. 23 3.4.2 Seleksi Penentuan Total Gula Awal dan Dosis Starter ...... 24 3.4.3 Adaptasi S. cerevisiae terhadap Hidrolisat Asam .............. 24 3.4.4 Produksi Etanol .................................................................. 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 27 4.1 Karakterisasi Ubi Kayu ................................................................... 27 4.2 Karakterisasi Hidrolisis Asam......................................................... 29 4.3 Seleksi S. cerevisiae ........................................................................ 31 4.3.1 Persiapan Starter................................................................... 31 4.3.1 Seleksi Toleransi Galur S. cerevisiae terhadap Hidrolisat Asam.................................................................... 32 4.3.1 Seleksi Total Gula Awal dan Dosis Starter.......................... 36 4.4 Adaptasi S. cerevisiae Terhadap Hidrolisat Asam ......................... 40 4.5 Produksi Etanol .............................................................................. 45 5. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 49 5.1 Simpulan......................................................................................... 49 5.2 Saran ............................................................................................. 49 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 51 LAMPIRAN ........... ............................................................................................. 59
DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi kimia ubi kayu segar dan tepung ubi kayu ...................................5 2. Sifat fisika etanol ............................................................................................8 3. Perbandingan produksi dan produktivitas S. cerevisiae adaptasi dengan non-adaptasi ..... ..............................................................................................18 4. Komposisi kimia ubi kayu segar .....................................................................25 5. Komposisi kimia hidrolisat asam....................................................................29 6. Jumlah sel S. cerevisiae pada masing-masing galur .......................................31 7. Laju pertumbuhan spesifik S. cerevisiae, penurunan gula total, penurunan gula reduksi, penurunan HMF, penurunan furfural dan kadar etanol proses adaptasi.. .......... ..............................................................................................44 8. Perbandingan bobot kering sel, jumlah sel dan kadar etanol adaptasi dan non-adaptasi ............................................................................................46
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Komposisi serat dalam batang barley dan senyawa inhibitor turunannya ......11 2. Kurva pertumbuhan S.cerevisiae ....................................................................14 3. Perubahan HMF menjadi HMF alkohol..........................................................16 4. Skema jalur metabolisme S. cerevisiae dan kemungkinannya berinteraksi dengan furfural . ..............................................................................................16 5. Perubahan total gula dan pH selama fermentasi s1, s2, s3, dan s4 ...............33 6. Kadar etanol masing-masing galur .................................................................35 7. Pengaruh masing-masing galur terhadap efisiensi substrat, efisiensi fermentasi dan rendemen ................................................................................36 8. Hubungan antara total gula awal dengan dosis starter terhadap konsumsi gula total ........................................................................................................37 9. Hubungan antara total gula awal dengan dosis starter terhadap kadar etanol ..............................................................................................................37 10. Hubungan antara total gula awal dengan dosis starter terhadap efisiensi substrat ............................................................................................................39 11. Hubungan antara total gula awal dengan dosis starter terhadap efisiensi fermentasi......... ..............................................................................................39 12. Hubungan antara total gula awal dengan dosis starter terhadap rendemen etanol ..... .......... ..............................................................................................40 13. Konsumsi gula total dan gula reduksi selama proses adaptsi .........................41 14. Laju pertumbuhan spesifik S. cerevisiae dan etanol adaptasi .........................41 15. Perubahan HMF dan furfural adaptasi ...........................................................42 16. Perubahan efisiensi substrat, efisiensi fermentasi, rendemen etanol dan rendemen biomassa adaptasi ..........................................................................43 17. Konsumsi total gula, konsumsi gula reduksi, dan etanol pada tahapan produksi dengan perlakuan adaptasi dan non-adaptasi ..................................45 18. Efisiensi fermentasi, efisiensi substrat, rendemn etanol dan rendemen biomassa tahapan produksi perlakuan adaptasi dan non-adaptasi ..................47
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Pohon industri ubi kayu ..................................................................................60 2. Diagram alir tahapan penelitian ......................................................................61 3. Prosedur analisa parameter-parameter percobaan...........................................62 4. Contoh perhitungan hidrolisis .........................................................................68 5. Contoh perhitungan dosis starter S. cerevisiae ...............................................69 6. Perhitungan efisiensi pemanfaatan substrat, efisiensi fermentasi rendemen etanol dan rendemen biomassa.......................................................70 7. Konsumsi total gula seleksi toleransi galur terhadap hidrolisat......................71 8. Konsumsi gula reduksi seleksi toleransi galur terhadap hidrolisat .................72 9. Perubahan pH seleksi toleransi galur terhadap hidrolisat ...............................73 10. Produksi etanol seleksi toleransi galur terhadap hidrolisat .............................74 11. Efisiensi penggunaan substrat seleksi toleransi galur terhadap hidrolisat ......75 12. Efisiensi fermentasi toleransi galur terhadap hidrolisat ..................................76 13. Rendemen etanol toleransi galur terhadap hidrolisat ......................................77 14. Perubahan total gula optimasi gula dan dosis starter ......................................78 15. Produksi etanol optimasi gula dan dosis starter S. cerevisiae.........................79 16. Efisiensi penggunaan substrat optimasi gula dan dosis starter S. cerevisiae ..80 17. Efisiensi fermentasi optimasi gula dan dosis starter S. cerevisiae ..................81 18. Rendemen etanol optimasi gula dan dosis starter S. cerevisiae ......................82 19. Konsumsi total gula adaptasi ..........................................................................83 20. Konsumsi gula reduksi adaptasi .....................................................................84 21. Biomassa Adaptasi ..........................................................................................85 22. Reduksi HMF adaptasi...................................................................................86 23. Reduksi furfural adaptasi ................................................................................87 24. Produksi etanol adaptasi .................................................................................88 25. Efisiensi penggunaan substrat adaptasi...........................................................88 26. Efisiensi fermentasi adaptasi...........................................................................89 27. Rendemen etanol adaptasi...............................................................................89 28. Rendemen bobot biomassa adaptasi................................................................89 29. Total gula proses produksi etanol ................................................................. .90
viii
30. Etanol proses produksi etanol........................................................................90 31. Bobot biomassa proses produksi etanol ........................................................90 32. Jumlah sel S. cerevisiae proses produksi etanol ............................................91 33. Efisiensi substrat proses produksi etanol.......................................................91 34. Efisiensi fermentasi proses produksi etanol ..................................................92 35. Rendemen etanol proses produksi .................................................................92 36. Rendemen bobot biomassa proses produksi..................................................93
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioetanol mulai dikembangkan pada tahun 1950 dan merupakan salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan (Thomas 2005). Berdasarkan peraturan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral No 32 tahun 2008, pada tahun 2008 sampai 2010 etanol harus mensubstitusi premium sebanyak 3% untuk transportasi dan akan meningkat menjadi 5% di tahun 2015, 10% pada tahun 2020 dan 15% pada tahun 2025 (Sutarto 2009). Industri bioetanol terdiri dari tiga skala industri yaitu skala besar, skala menengah dan skala kecil. Produsen skala besar adalah produsen yang memproduksi etanol lebih dari 60 kilo liter (kL) perhari, sedangkan produsen skala kecil adalah produsen dengan skala etanol kurang dari 1 kL/hari (Rama et al. 2007). Bioetanol dapat berasal dari berbagai macam bahan baku. Ada tiga kategori bahan baku bioetanol yaitu bahan bergula, bahan berpati dan bahan berserat. Bahan baku berpati dan berserat dapat diolah dengan hirolisis asam encer, hidrolisis enzimatis atau menggabungkan keduanya. Hidrolisis asam encer biasanya menggunakan asam seperti H2SO4 dan HCl untuk menghasilkan gula, sedangkan hidrolisis enzim dapat menggunakan enzim α-amilase dan amiloglukosidase. Hidrolisis enzim memiliki kelebihan yaitu lebih ramah lingkungan dan tidak menghasilkan senyawa penghambat untuk proses fermentasi, namun enzim juga memiliki kelemahan yaitu tidak bisa disimpan dalam waktu yang lama, harganya mahal, merupakan produk impor dan memerlukan waktu lebih lama dalam menghidrolisis. Kerugian tersebut membuat metode hidrolisis enzim kurang cocok digunakan dalam pembuatan bioetanol skala kecil. Hidrolisis asam encer memiliki beberapa kelebihan, yaitu harganya lebih murah, lebih cepat dalam menghidrolisis, mudah didapat dan rendemen gula lebih tinggi jika dibandingkan dengan hidrolisis enzim. Dari keuntungan tersebut maka para produsen bioetanol skala kecil sangat cocok untuk menerapkan hidrolisis asam encer dalam sistem produksi bioetanol, namun cara ini memiliki kekurangan
2
yaitu cenderung korosif terhadap alat, toksik terhadap lingkungan dan dapat menghasilkan senyawa-senyawa penghambat. Senyawa tersebut bersifat toksik bagi mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi (Taherzadeh dan Karimi 2007). Efek inhibitor dalam hidrolisat dapat dikurangi dengan empat cara yaitu : menggunakan asam konsentrasi rendah 0,4 M sampai 1 M untuk menghidrolisis ubi kayu, detoksifikasi hidrolisat sebelum fermentasi, mengubah komponen yang toksik menjadi produk yang tidak mengganggu metabolisme dan mengembangkan mikroorganisme fermentasi yang tahan terhadap inhibitor (Solanges 2004; Taherzadeh et al. 2000; Schneider 1996; Gong et al. 1993). Pada penelitian ini dilakukan strategi pengembangan mikroorganisme yang tahan terhadap inhibitor. Mikroorganisme yang paling umum digunakan dalam proses fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae (Jeffries dan Shi 1999). Selain umum digunakan, pemilihan khamir tersebut didasarkan pada Generally Recognized as Safe (GRAS). GRAS adalah bagian dari undang-undang yang dibuat oleh Food, Drug, and Cosmetic Act (FDA) Amerika pada tahun 1958. Undang-undang ini dibuat untuk melindungi konsumen terhadap zat berbahaya yang ditambahkan ke dalam bahan makanan. (FDA 2011). Pemilihan berdasarkan GRAS akan membuat khamir ini lebih mudah diaplikasikan pada masyarakat sebagai produsen etanol. Adanya inhibitor seperti furfural dan 5-hidroksimetilfurfural (HMF) yang terbentuk dalam hidrolisis asam menghambat metabolisme S. cerevisiae sehingga mengakibatkan penurunan biomassa dan produksi etanol. S. cerevisiae yang tahan terhadap inhibitor bisa didapatkan dengan proses penapisan dan adaptasi. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa dengan proses adaptasi S. cerevisiae pada media hidrolisat asam akan meningkatkan kemampuan S. cerevisiae dalam memfermentasi substrat yang mengandung inhibitor (Felipe et al. 1996; Parajό et al. 1998; Sene et al. 2001). Di Indonesia terdapat beberapa galur S. cerevisiae yang tersedia di pasaran atau yang menjadi koleksi di laboratorium. Galur-galur ini belum diketahui kemampuannya dalam menggunakan hidrolisat asam ubi kayu menjadi bioetanol.
3
1.2 Rumusan Masalah Hidrolisis menggunakan asam encer dapat menghasilkan gula total cukup tinggi setara dengan hidrolisis enzim. Saat fermentasi menggunakan hidrolisat asam, kandungan gula dalam sisa fermentasi masih tinggi dan kadar etanol lebih rendah dibandingkan menggunakan hidrolisat enzim. Hal tersebut mungkin disebabkan adanya hambatan oleh inhibitor terhadap agen fermentasi. Untuk itu, sebelum fermentasi, S. cerevisiae perlu diadaptasikan pada lingkungan yang mengandung komponen inhibitor berupa HMF dan furfural. Pengaruh adaptasi S. cerevisiae terhadap hidrolisat asam ubi kayu belum diketahui, sehingga perlu dipelajari lebih lanjut mengenai hal tersebut. 1.3 Tujuan 1. Mendapatkan galur S. cerevisiae yang paling adaptif terhadap hidrolisat asam ubi kayu yang mengandung inhibitor. 2. Mendapatkan teknologi adaptasi S. cerevisiae pada hidrolisat asam ubi kayu yang mengandung inhibitor. 3. Mendapatkan
teknologi
bioproses
produksi
etanol
ubi
kayu
menggunakan S. cerevisiae yang adaptif terhadap hidrolisat asam sehingga mampu meningkatkan konversi gula menjadi etanol. 1.4 Hipotesa 1. S. cerevisiae dari galur yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam mentoleransi hidrolisat asam ubi kayu. 2. Proses adaptasi bertahap dapat meningkatkan kemampuan S. cerevisiae mentoleransi senyawa toksik hasil hidrolisis asam (HMF dan furfural). 3. S. cerevisiae yang telah diadaptasi terhadap hidrolisat asam akan menghasilkan etanol lebih tinggi dari yang tidak teradaptasi. 1.5 Ruang Lingkup 1. Penapisan galur-galur S. cerevisiae dari berbagai sumber berdasarkan kemampuan memproduksi etanol tertinggi menggunakan hidrolisat asam ubi kayu. 2. Menentukan konsentrasi gula total awal dan dosis starter. 3. Mengadaptasinya galur S. cerevisiae terpilih di dalam hidrolisat asam ubi kayu dalam fermentasi sistem batch bertahap. 4. Produksi bioetanol dari S. cerevisiae yang teradaptasi dan non adaptasi.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Kayu (Manihot utilissima) Ubi kayu berasal dari Brazil. Tanaman ini menyebar ke Asia pada awal abad ketujuh belas dibawa oleh pedagang Spanyol dari Meksiko ke Fhilipina. Kemudian ubi kayu menyebar ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Ekanayake et al. 1997). Sebagai komoditi perdagangan, ubi kayu dapat dibuat menjadi berbagai olahan antara lain gaplek, pakan ternak, etanol, gula cair, sorbitol, tepung aromatik dan beberapa produk (Lampiran 1). Akar ubi kayu berfungsi menjadi tempat penyimpanan makanan atau lebih dikenal dengan umbi. Pati dan serat diakumulasi di akarnya. Umbinya merupakan sumber karbohidrat yang mengandung air sekitar 60%, pati, protein, mineral, serat, selulosa, hemiselulosa dan lignin (Tabel 1) (Pandanou et al. 2005; Wargiono et al. 2006; Arnata 2009). Tabel 1. Komposisi kimia ubi kayu segar dan tepung ubi kayu Komponen
a
Jumlah (%)
Ubi kayu Tepung ubi kayub Air 62-65 11,5 Abu 0,3-1,3 0,7 Karbohidrat 32-35 83,8 Protein 0,7-2,6 1,0 Lemak 0,2-0,5 0,9 Serat kasar 0,8-1,3 2,1 Selulosa 0,36c Hemiselulosa 1,88c Lignin 0,02c Sumber : a. Kay (1973), b. Depperin (1989), c. Arnata (2009) Selama ini untuk membuat bioetanol para produsen hanya memanfaatkan patinya saja, sedangkan seratnya tidak diperhitungkan. Rendemen yang dihasilkan dengan mengolah pati dan seratnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan mengolah patinya saja (Susmiati 2009; Nurdyastuti 2005). Sebagai bahan baku bioetanol, ubi kayu memiliki dua keuntungan. Pertama, ubi kayu dapat tumbuh dengan baik pada lahan-lahan marginal, sedangkan tanaman lain seperti jagung dan beras tidak dapat
6
tumbuh dengan baik. Kedua, ubi kayu bukan makanan pokok penduduk Indonesia, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku bioetanol (Dai et al. 2006). Ubi kayu yang tidak layak digunakan sebagai bahan pangan seperti ubi kayu yang mengandung HCN tinggi (50-80 mg/kg) (Ciptadi dan Nasution, 1974), serat tinggi, ukurannya kecil dan tidak segar (Syarief 1974) dapat digunakan sebagai bahan baku etanol. Penggunaan ubi kayu tidak layak konsumsi menjadi bahan baku etanol dapat mengurangi limbah pertanian dan dapat memberikan nilai tambah bagi petani. Ubi kayu jika ditinjau dari segi teknis, finansial dan industri layak dikembangkan sebagai bahan baku bioetanol (Anonim 2007). Kelayakan teknis dapat dilihat dari peningkatan produktivitas ubi kayu dengan laju produksi 1,3 sampai 37% pertahun, tersedianya varietas unggul untuk industri bioetanol, dan masih banyak terdapat lahan tidur serta lahan sawah tadah hujan yang sebagian besar hanya ditanami padi satu kali setahun. Kelayakan finansial ditandai oleh rasio B/C 1,49 dan 1,98 pada tingkat hasil 15 ton dan 20 ton/hektar dengan harga ubi segar di tingkat petani Rp 250/kg (Anonim 2007). 2.2 Polisakarida Dalam Ubi Kayu Polisakarida merupakan molekul-molekul monosakarida yang dapat berantai lurus atau bercabang serta dapat dihidrolisis dengan enzim-enzim yang kerjanya spesifik. Sebagian polisakarida akan dihidrolisis menjadi oligosakarida. Susunan oligosakarida dapat digunakan utuk menentukan struktur molekul polisakarida. Polisakarida dalam bahan makanan berfungsi sebagai penguat tekstur (selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin) dan sebagai sumber energi (pati, dekstrin, glikogen, dan fruktan) (Winarno 1997). Komposisi utama polisakarida ubi kayu adalah pati, selulosa, dan hemiselulosa. Pati disimpan sebagai cadangan makanan di akar. Pati merupakan salah satu sumber karbohidrat dari tumbuhan. Semua pati yang berasal dari tumbuhan berbentuk granula dengan ukuran dan karakteristik fisik yang spesifik (Prasad et al. 2007). Di negara-negara tropis seperti Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Brazil, kebanyakan pati diproduksi dari ubi kayu. Pati ubi kayu memiliki beberapa
7
keunggulan jika dibandingkan dengan pati jagung atau kentang. Keunggulan tersebut antara lain kandungan pati lebih tinggi (± 90 % basis kering), kandungan protein dan mineral lebih rendah, temperatur gelatinisasi lebih rendah, dan kelarutan amilosa lebih tinggi. Sifat-sifat tersebut sangat penting untuk hidrolisis pati secara enzimatis (Widiasa 2005). Pati pada dasarnya terdiri dari dua polimer yang terkait di berbagai proporsi menurut sumbernya yaitu amilosa (16%-30%) dan amilopektin (65%-85%) (Prasad et al. 2007). Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glikosidik, sedangkan amilopektin mempunyai struktur bercabang dengan ikatan α-(1,6)-Dglikosidik sebanyak 4%-6% dari bobot total. Selulosa merupakan komponen terbesar (33-51%) dalam lignoselulosa yang berfungsi sebagai struktur dasar dinding sel tanaman (Holtzapple 1993). Komponen ini terdiri dari unit monomer D-glukosa yang terikat melaui ikatan β-1, 4-Dglukopiranosa. Struktur kimia selulosa berupa polisakarida linear yang tersusun dari pengulangan unit β-1, 4-D-glukopiranosa dan berasosiasi dengan hemiselulosa (Hayn et al. 1993.). Rumus molekul polisakarida adalah (C6H10O5)n dan n menyatakan jumlah unit glukosa pembentuk rantai polimer atau derajat polimerisasi. Selulosa dapat larut dalam asam pekat seperti H2SO4 72%. Asam tersebut akan menghidrolisis selulosa menjadi glukosa. Peningkatan temperatur dan tekanan akan meningkatkan laju hidrolisis. Hidrolisis selulosa dapat dihambat oleh lignin dan hemiselulosa (Sjostrom 1994). Hemiselulosa adalah polimer dari lignoselulosa. Di dalam lignocelulosa terdapat 19%-34% hemiselulosa (Ingram 1975). Polimer ini termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang terbentuk melalui biosintetis yang berbeda dari selulosa. Komponen ini mudah terhidrolisis dengan asam menjadi komponenkomponen monomernya yang terdiri dari D-glukosa, D-manosa, D-galaktosa, Dxilosa, L-arabinosa, dan sejumlah kecil L-ramnosa disamping menjadi asam Dglukuronat, asam 4-0-metil-glukuronat dan asam D-galakturonat (Saha et al. 2005). Lignin merupakan polimer alkohol aromatik yang terdapat di dalam lignoselulosa (20%-30%). Dalam beberapa penelitian lignin tidak memberikan
8
kontribusi dalam proses fermentasi, bahkan lebih berpotensi menjadi penghambat dalam proses tersebut (Antonius et al. 2006; Ingram 1975). Pektin adalah komponen terkecil di dalam lignoselulosa (2%-20%). Pektin tersusun atas α-(1,6)-D-glikosidik yang terhubung pada asam galakturonat. Asam galakturonat sendiri bisa teresterifikasi dengan senyawa metil dan kelompok asetil. Pektin
mengandung
polisakarida
bercabang
seperti
rhamnogalakturonan
I,
rhamnogalakturonan II dan xylogalakturonan (Antonius et al. 2006; Ingram 1975). 2.3 Etanol Etanol merupakan senyawa yang sering digunakan dalam industri kimia antara lain sebagai pelarut (40%), untuk membuat asetaldehid (36%), eter, glikol eter, etilasetat dan membuat kloral (CL3CCHO) (9%) (Lily et al. 2008). Etanol adalah cairan yang bening, tidak berwarna dan memiliki bau yang khas. Etanol mengeluarkan bau yang agak manis ada pengenceran menjadi cairan encer, tetapi mengeluarkan bau terbakar saat konsentrasinya ditambahkan. Etanol (CH3CH2OH) termasuk dalam kelompok alkohol dengan gugus hidroxil (–OH ) yang berikatan dengan atom karbon dengan karakteristik tertentu (Tabel 3). Tabel 2. Sifat fisika dan etanol Besaran
Titik beku, oC Titik didih normal, oC Temperatur kritis, oC Tekanan kritis, kPa Volume kritis, L/mol Faktor kompresibilitas kritis, z Densitas, pada 20 oC , g/ml Viskositas, pada 20 oC, mPa.s (=cP) Kelarutan dalam air, pada 20 oC Panas penguapan, pada t.d normal, J/g Panas pembakaran, pada 25 oC, J/g Panas pembentukan Panas spesifik, pada 20oC, J/g.C.s Berat molekul Sumber : Othmer (1969).
Nilai -114,1 +78,32 243,1 6383,48 0,167 0,248 0,7893 1,17 Larut 839,31 29676,69 104,6 2,42 0,79
Etanol untuk minuman telah dibuat sejak zaman dahulu menggunakan fermentasi gula dan terus berlanjut sampai sekarang. Fermentasi menghasilkan
9
maksimal sekitar 14% etanol. Etanol dengan kadar lebih tinggi dapat dihasilkan dengan distilasi larutan. Komposisi larutan distilasi adalah 96% etanol dan 4% air. Etanol komersial mengandung 95% etanol dan 5% air. Etanol murni tidak dapat diperoleh dengan penyulingan, tetapi diperoleh dengan penambahan agen dehidrasi untuk menghilangkan sisa air. Etanol dapat bercampur dengan sebagian besar pelarut organik. Hal ini berguna sebagai dalam pembuatan parfum, cat, pernis, dan bahan peledak (Anshory 2004). Bioetanol dapat dijadikan bahan bakar pengganti bensin, namun sampai saat ini penggunaannya di Indonesia masih sangat terbatas. Di Indonesia penggunaan bioetanol sebagai bahan bakarkendaraan bermotor masih dicampur dengan bensin. Pencampuran bioetanol absolut sebanyak 10 % dengan bensin (90%), sering disebut Gasohol E-10. Gasohol singkatan dari gasoline (bensin) dan alkohol (bioetanol). Etanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol E-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di negara- negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE) (BPPT, 2005). Produksi bioetanol dari tanaman dan penggunaannya pada mesin mobil akan menciptakan keseimbangan siklus karbondioksida, yang berarti akan mengurangi laju pemanasan global. 2.4 Proses Pembuatan Bioetanol Produksi bioetanol dengan bahan baku pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air (Lily et al. 2008). Teknologi proses produksi bioetanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu hidrolisis, fermentasi, dan distilasi. Proses hidrolisis bergantung pada bahan baku yang digunakan, misalnya dari bahan bergula, bahan berpati atau bahan berserat. Sebelum dihidrolisis bahan baku harus dipersiapkan terlebih dahulu mulai dari pengupasan, pencucian sampai pengecilan ukuran. Adapun tujuan setiap teknologi persiapan atau pretreatment adalah untuk mengubah atau menghapus faktor struktural dan komposisi dalam biomassa tanaman yang menghambat hidrolisis
10
dinding sel polisakarida untuk menjadi monomer gula (Mosier et al. 2005). Hidrolisis asam digunakan untuk menghidrolisis hemiselulosa menjadi pentosa (xilosa dan arabinosa) dan heksosa (galaktosa, mannosa dan glukosa). Hidrolisis selulosa dan hemiselulosa (terutama xylan) menjadi gula dapat dikatalis oleh bermacam-macam asam termasuk asam sulfat, asam hidroksida, sam hidrokloroda, dan nitrat. Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi bioetanol. Pada tahap ini, monomer gula seperti glukosa dan xilosa diubah menjadi etanol dengan bantuan mikroorganisme. Proses fermentasi menggunakan dua jenis khamir yang berbeda untuk mengubah secara bersamaan xilosa dan glukosa disebut cofermentation antara lain dengan menggunakan S. cerevisiae dan Pichia stipitis (Merida dan Figueroa 2009). 2.5 Hidrolisis Asam Hidrolisis menggunakan asam telah dikembangkan di Jerman sejak awal abad 19. Asam yang paling banyak digunakan adalah jenis asam sulfat encer. Bahan ini digunakan karena murah. Selain asam sulfat sering juga digunakan asam oksalat dan asam asetat. Perlakuan asam sulfat encer dapat digunakan dengan baik untuk bahanbahan hasil pertanian, seperti tongkol jagung dan jerami padi atau gandum. Asam dapat memecah hemiselulosa yang merupakan bahan yang bersifat rekalsitran (sulit terurai) dalam hidrolisis. Hidrolisat asam dapat digunakan sebagai substrat utama produksi bioetanol. Hal ini disebabkan karena hidrolisat asam mengandung glukosa. Glukosa dapat digunakan sebagai sumber energi dan sumber karbon untuk membentuk material penyusun sel baru (Voet dan Voet 2004). Hidrolisis asam dapat menggunakan berbagai macam katalis asam pada berbagai macam konsentrasinya. Umumnya asam yang digunakan adalah H2SO4 atau HCl (Mussatto dan Roberto, 2004) dengan konsentrasi berkisar antara 2-5% (Iranmahboob et al. 2002; Sun dan Cheng 2002) dan suhu reaksi ± 160oC. Asam sulfat encer (1% atau pH 1,5) dan suhu 180-190oC digunakan untuk menghidrolisis tongkol jagung skala pilot. Waktu hidrolisis bervariasi sesuai dengan pH dan temperatur. Dari perlakuan tersebut 65%
11
xylosa dihidrolisis menjadi monomernya, 15% xilan menjadi furfural dan 15% sisanya hilang selama hidrolisis (Zhu et al. 2004). furan
asam lemah
abu (0-2%) HMF
asam levulinat
glukosa
selulosa (33-51%)
asam format galaktosa mannosa rhamnosa
hemiselulosa (19-341%)
xilosa
lignin (21-32%)
arabinosa
furfural
asam asetat zat extraktif fenol lain resin kayu (1-5%) Gambar 1. Komposisi serat dalam batang barley dan senyawa inhibitor turunannya Sumber: Almeida et al. (2007) Hidrolisis asam digunakan pada bahan-bahan yang berlignoselulosa karena lebih dapat memecah hemiselulosa dan selulosa menjadi bahan bergula. Metode ini memiliki kelemahan yaitu membentuk furfural dan senyawa inhibitor lainnya yang dapat menghambat porses fermentasi (Taherzadeh dan Karimi 2007). Komponen toksik yang teridentifikasi berjumlah lebih dari tiga puluh lima senyawa. Komponen ini terbagi atas tiga kelompok utama (Gambar 1) yaitu kelompok asam-asam organik (asam
asetat,
format
dan
levulinat),
turunan
furan
(furfural
dan
5-
hidroksimetilfurfural), dan komponen-komponen fenolik (Luo et al. 2002). 2.6 Fermentasi Proses fermentasi adalah proses pembebasan energi tanpa adanya oksigen, nama lainnya adalah respirasi anaerob. Dari hasil akhirnya, fermentasi dibedakan menjadi fermentasi asam laktat dan fermentasi alkohol. Pada beberapa mikroba pembebasan energi dapat terjadi karena asam piruvat diubah menjadi asam asetat dan CO2
12
selanjutanya asam asetat diubah menjadi alkohol. Dalam fermentasi alkohol, 1 molekul glukosa hanya dapat menghasilkan 2 molekul ATP. Jumlah ATP yang dihasilkan lebih kecil dari respirasi aerob. Pada respirasi aerob 1 molekul glukosa mampu menghasilkan 38 molekul ATP. Reaksi biokimia fermentasi bervariasi tergantung jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Tahap akhir dari fermentasi adalah konversi piruvat ke produk fermentasi akhir. Tahap ini tidak menghasilkan energi tetapi sangat penting bagi sel anaerobik karena tahap ini meregenerasi nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+), yang diperlukan untuk glikolisis. Reaksinya : 1. Gula (C6H12O6) ————> asam piruvat (glikolisis) + ATP 2. Dekarboksilasi asam piruvat. Asam piruvat ————————————————————> asetaldehid + CO2. piruvat dekarboksilase
(CH3CHO)
3. Asetaldehid oleh alkohol dihidrogenase diubah menjadi etanol. 2 CH3CHO + 2 NADH2 ————————> 2 C2H5OH + 2 NAD. alcohol dehidrogenase enzim
Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh khamir seperti S. cerevisiae, yang bersifat fakultatif anaerobik. Pada kondisi aerobik oksigen digunakan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik. Pemanfaatan oksigen pada keadaan ini menghasilkan penambahan biomassa sel dengan persamaan reaksi sebagai berikut: Biomassa sel + C6H12O6 Æ CO2 + H2O + biomassa sel Pada kondisi anaerobik di jalur reaksi bioenergetik, S cerevisiae menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron terakhir. Glukosa digunakan sebagai substrat dengan hasil akhir berupa alkohol, CO2, aldehid dan asam organik. Reaksi yang berlangsung dalam keadaan anaerobik tersebut adalah sebagai berikut: C6H12O6 Æ 2 C2H5OH + 2 CO2 + produk samping
13
Proses pertumbuhan mikroba sangat dinamik dan kinetikanya dapat digunakan untuk meramal produksi biomassa dalam suatu proses fermentasi. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perilaku mikroba dapat digolongan dalam faktor intraseluler dan faktor ekstraselular. Faktor intraselular meliputi struktur, mekanisme, metabolisme, dan genetika. Sedangkan faktor ekstraselular meliputi kondisi lingkungan seperti pH, suhu, tekanan (Hidayat et al .2006). Proses pertumbuhan mikroba merupakan proses yang memiliki batas tertentu. Pada saat tertentu, setelah melewati tahap minimum, mikroba akan mengalami fase kematian. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan berhentinya pertumbuhan mikroba antara lain: 1. Penyusutan konsentrasi nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikroba karena habis terkonsumsi. 2. Produk akhir metabolisme yang menghambat pertumbuhan mikroba karena terjadinya inhibisi dan represi. Pertumbuhan kultur mikroba umumnya dapat digambarkan dalam suatu kurva pertumbuhan. Pertumbuhan mikroba dapat terbagi dalam beberapa tahap yaitu: 1. Fase adaptasi atau fase lag. Pada fase ini mikroba menyesuaikan diri dengan lingkungan dan medium baru. Mikroba berusaha merombak materi-materi dalam medium agar dapat digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Bila dalam medium ada komponen yang tidak dikenal, mikroba akan memproduksi enzim ekstraselular untuk merombak komponen tersebut. Pada fase ini juga berlangsung seleksi. Hanya mikroba yang dapat mencerna nutrisi yang dapat bertahan hidup. Fase lag bisa berlangsung lebih lama pada media yang mengandung inhibitor. 2. Fase
log
atau
pertumbuhan
dipercepat
adalah
fase
pertumbuh
dan
perkembangbiakkan mikroba dimana jumlahnya meningkat dengan cepat. Pada fase ini mikroba sudah dapat menggunakan nutrisi dalam medium fermentasinya. 3. Fase stationer adalah fase dimana laju pertumbuhan tetap yaitu pada laju pertumbuhan maksimum (µmaks), Namun jumlah mikroba yang mati juga bertambah. Kematian ini diakibatkan oleh berkurangnya nutrien dan akumulasi senyawa toksik.
14
4. Fase kematian atau fase menurun adalah fase terhentinya pertumbuhan disertai meningkat jumlah mikroba yang. Pada proses fermentasi secara komersil etanol dipanen sebelum memasuki fase ini. (Crueger dan Crueger 1984; Hidayat et al. 2006).
Waktu Gambar 2. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae 2.7 Saccharomyces cerevisiae S. cerevisiae (Saccharomycetes) adalah salah satu jenis khamir yang termasuk dalam kingdom fungi dengan karakteristik dinding sel banyak mengandung kitin dan manan (Moore 2001). Khamir bereproduksi dengan membentuk sel baru secara serial. Pertumbuhannya disetarakan dengan pertumbuhan tunas yang mencapai ukuran sel dewasa pada saat memisahkan diri dari sel induk. Siklus selnya biasanya terdiri dari tahapan berikut G1, S, G2 dan M yang merupakan tahap mitosis (Moore 2001). Waktu generasinya pendek yaitu 1,5-2 jam dan dapat dengan mudah dikulturkan. Khamir hidup di alam dalam keadaan terbatas pada habitat yang dapat ditempatinya (Moore 2001). Hidup optimum pada pH 4,0-4,5, pada suhu 30°C dan akan mati jika terkena radiasi ultraviolet sebesar 3 sampai 4 mW detik x 103 (Hidayat et al. 2006). S. cerevisiae merupakan khamir yang paling banyak digunakan dalam fermentasi, dan merupakan mikroorganisme yang sangat dikenal oleh masyarakat luas sebagai khamir roti (baker’s yeast). Khamir roti ini digunakan dalam pembuatan
15
makanan, minuman dan juga dalam industri etanol (Russel et al. 1991). Khamir ini digunakan dalam proses fermentasi alkohol karena mampu memproduksi etanol dalam jumlah yang besar, toleran terhadap etanol yang cukup tinggi 12-18% (v/v), toleran terhadap kadar gula tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 423oC (Harrisson dan Graham 1970). Bahan baku dan perlakuan yang berbeda akan mengakibatkan perbedaan produksi etanol yang dihasilkan. Fermentasi Jerusalem artichoke menggunakan kultur tunggal S. cerevisiae menghasilkan etanol sebanyak 0,45 g/g, rendemen sebesar 88,1 g/l, hasil dan produktivitas etanol sebanyak 1,84 g/l (Pakhvirun et al. 2007). Semua galur S. cerevisiae dapat tumbuh aerobik pada glukosa, maltosa, dan trehalosa namun tidak dapat tumbuh pada laktosa dan selobiosa. Pertumbuhannya pada gula lain dapat berubah-ubah. Dua jenis gula yang paling baik untuk difermentasikan adalah glukosa dan fruktosa (Martini dan Martini 2001). Fermentasi substrat terhambat apabila di dalam substrat tersebut terdapat inhibitor berupa furfural, 5-hidroksimetil furfural (HMF) dan asam asetat (Nevoight 2008). Jika dibandingkan dengan mikroorganisme yang lain seperti Zymomonas, Pichia stipitis dan Escherichia coli, species ini lebih toleran terhadap inhibitor (asam asetat, furfural dan HMF) (Olsson dan Hahn-hagerdal 1996). Laju fermentasi pada hidrolisat asam oleh S. cerevisiae lebih lambat daripada laju fermentasi pada hidrolisat enzim. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh adanya senyawa inhibitor. Sanches dan Baustista (1988) menyatakan bahwa waktu atau fase lag bisa berlangsung lebih lama dengan adanya konsentrasi HMF sebesar 2 g/L. Selain HMF, furfural dengan konsentrasi 4 g/l dapat menurunkan laju pembentukan CO2 sekitar 35% pada. HMF dan furfural dapat menghambat laju pertumbuhan spesifik dan laju produksi etanol baik pada kondisi aerob maupun anerob pada sistem kultivasi dan fermentasi S. cerevisiae secara curah (Taherzadeh et al. 1999). Beberapa penelitian mencoba mengatasi hal tersebut antara lain dengan cara seleksi dan adaptasi galur yang tahan terhadap senyawa inhibitor. 2.8 Pengaruh Furfural dan HMF Terhadap S. cerevisiae Furfural dan HMF dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan sel, produksi etanol, dan aktivitas biokimia enzim (Palmqvist et al. 1999). Furfural
16
dapat menghambat aktivitas enzim glikolitik seperti piruvat dehidrogenase (PDH), fosfat dehidrogenase, alkohol dehidrogenase (ADH), dan aldehid dehidrogenase (AlDH) (Modig et al. 2002). Pada keadaan anaerobik S. cerevisiae dapat mereduksi furan menjadi kelompok alkohol fungsional seperti mereduksi furfural menjadi furfuril alkohol dan HMF menjadi HMF alkohol (Gambar 3).
Gambar 3. Perubahan HMF menjadi HMF alkohol
Gambar 4. Skema jalur metabolisme S. cerevisiae dan kemungkinannya berinteraksi dengan furfural (Modig et al.2002) S. cerevisiae menggunakan nicotinamida adenin dinukleotida (NADH)dependent sebagai kofaktor dalam mereduksi furfural dan nikotinamida adenin denukleoitida fosfat (NADPH) sebagai kofaktor dalam mereduksi HMF (Diaz de Villegas et al. 1992; Palmqvist et al. 1999; Wahlbom dan Hann-Hageral 2002). ADH memiliki fungsi ganda yaitu mereduksi furfural dan mereduksi asetaldehide menjadi etanol. Begitu juga dengan AlDH, enzim ini dapat mereduksi furfural menjadi asam
17
furoat namun juga berfungsi mereduksi asetaldehid menjadi asam asetat. Adanya fungsi ganda ADH dan AlDH menyebabkan kompetisi penggunaan enzim antara dua substrat (Gambar 4) (Modig et al. 2002). Kompetisi tidak hanya pada penggunaan enzim saja tetapi juga penggunaan kofaktor (Palmqvist et al. 1999). Konsekuensi dari kompetisi tersebut adalah kofaktor NADH dan NADPH bebas harus tersedia untuk mendetoksifikasi inhibitor tersebut. Oleh karena itu, keteraturan jalur oksidasi dan reduksi menjadi sangat penting untuk toleransi furfural (Gorsich et al. 2006). Reaksi-reaksi tersebut dapat dijelaskan dalam persamaan berikut : ⎯→ etanol + NAD+ asetaldehid + NADH +H+ ⎯⎯ ADH + ⎯→ furfuril alkohol + NAD+ furfural + NADH +H ⎯⎯ ADH
(1) (2)
AlDH asetaldehid + NAD+ ⎯⎯⎯→ asam asetat + NADH + H+ (3) AlDH + + (4) furfural + NAD ⎯⎯⎯→ asam furoat + NADH +H
2.9 Seleksi Galur S. cerevisiae Inhibitor menyebabkan berkurangnya produktivitas S. cerevisiae. Seleksi galur adalah cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, selain detoksifikasi terhadap hidrolisat asam (Martin dan Jonsson 2003). Seleksi galur berdasarkan perbedaan toleransi tiap galur terhadap inhibitor sehingga berpotensi menghasilkan konsentrasi etanol yang tinggi. Seleksi ini sangat penting untuk optimalisasi proses produksi (Brandberg et al. 2004). Beberapa galur S. cerevisiae dianggap memiliki kemampuan toleransi terhadap inhibitor sehingga Martin dan Johnsson (2003) menyeleksi sepuluh galur S. cerevisiae yang salah satunya adalah ragi roti dan dua strain Zygosaccharomyces. Fermentasi dilakukan pada medium sintetik dengan menambahkan campuran inhibitor yang mengandung 3,5g/l asam format, 4,5g/l asam asetat 2,9g/l furfural, 3,8g/l HMF, 0,15 g/l asam sinamat dan 0,18 g/l koniferyl aldehid. Pada fermentasi didapat bahwa ragi roti pada keadaan tanpa inhibitor sampai level inhibitor 50% menghasilkan etanol yang paling tinggi baik setelah 12 jam dan 24 jam fermentasi. Etanol yang dihasilkan sebesar 0,42 g/g dan 0,106 g/g. Artinya bahwa kemampuan ragi roti dalam menghasilkan etanol dapat diandalkan bila dibandingkan dengan galur lain yang telah direkayasa. Penelitian lain juga dilakukan oleh Brandberg et al (2004)
18
dengan menyeleksi sembilan galur S. cerevisiae. Seleksi dilakukan melalui proses fermentasi hidrolisat asam potongan kayu yang mengandung senyawa inhibitor berupa furfural sebanyak 0,61 g/l, HMF sebanyak 2,3 g/l, dan asetat 2,8 g/l. Proses fermentasi lakukan secara curah dan semi curah. Dari penelitian tersebut didapat satu strain yang paling tolerant yaitu S. cerevisiae ATCC 96581. 2.10 Adaptasi S. cerevisiae Metode adaptasi merupakan metode yang paling murah dan mudah untuk meningkatkan kinerja S. cerevisiae pada saat fermentasi dibandingkan metode fisika, kimia dan biologis yang lain (Silva dan Roberto, 2001). Peningkatan toleransi dikaitkan dengan peningkatan kemampuan NADH- dan NADPH menkonversi furfural dan HMF ke masing-masing bentuk alkoholnya. Studi-studi terdahulu telah meningkatan potensi detoksifikasi in situ dan menunjukkan bahwa aktivitas reduktase tinggi dapat menjadi dasar bagi toleransi (Tabel 3). Tabel 3. Perbandingan hasil dan produktivitas dari galur S. cerevisiae yang terdaptasi terhadap galur tidak teradatasi No Parameter
Non adaptasi
Teradaptasi
1
Hasil (g/g)
0,18
0,38
2
Produktivitas (g/g.h-1)
1,15
2,55
Sumber : Martin et al. 2007 Galur yang adaptif biasanya mengkonsumsi glukosa sebanyak 2,0 g per gram biomassa pada 8 jam pertama. Etanol yang terbentuk adalah 0,1 g/g per jam selama periode fermentasi (Brandberg et al. 2004). Martin et al. (2007) mengadaptasi S. cerevisiae yang telah direkayasa dengan penambahan gen dari Pichia stipitis pada media yang mengandung inhibitor konsentrasi tinggi secara bertahap selama 353 jam menggunakan bahan baku bagas. Hasilnya menunjukkan 74% furfural dan 40% HMF dapat dikonversi menjadi furfuril alkohol dan HMF alkohol oleh galur yang teradaptasi. Galur yang tidak teradaptasi hanya mengkonversi furfural sebanyak 22% dan HMF sebanyak 20%. Etanol yang didapat dari galur teradaptasi lebih tinggi dari non adaptasi sebesar 47,37% (Tabel 3). Hal tersebut diduga karena adaptasi telah meningkatkan kemampuan S. cerevisiae dalam mentoleransi dan mengubah seyawa penghambat menjadi senyawa yang tidak menghambat.
3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2010 sampai Februari 2011, bertempat di laboratorium Bioindustri Teknologi Industri Pertanian IPB dan laboratorium SBRC IPB Bogor. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu, S. cerevisiae berupa ragi curah dari pasar bogor, ragi kering Fermipan™, kultur koleksi PAU (ATCC 9763) dan IPB Culture Colection (IPBCC 05.548), pupuk NPK, H2SO4 pekat teknis, NH4OH 21%, media Yeast Malt Glukose Pepton (YMGP) 3.2.2 Alat Peralatan utama yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain peralatan gelas, neraca analitik, shaker, hemasitometer, autoklaf, pH universal, brix meter, HPLC, Spektrofotometer UV-Vis, GC, Densitometer, seperangkat alat inokulasi khamir dan seperangkat alat produksi bioetanol skala laboratorium. 3.3 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian adalah: 1) persiapan bahan baku, 2) karakterisasi ubi kayu dan hidrolisat, 3) seleksi, 4) adaptasi S. cerevisiae dan 4) produksi etanol (Lampiran 2). 3.3.1 Persiapan Bahan Baku Bahan baku yang masih segar dipisahkan kulit ari dengan daging umbinya. Setelah kulit ari bersih daging umbi dicuci untuk membuang kotoran yang masih menempel. Selanjutnya ubi kayu diparut sehingga menjadi bubur ubi kayu. 3.3.2 Karakterisasi Ubi Kayu Sifat kimia bubur ubi kyu selanjutnya dianalisa dengan analisa proximat (Lampiran 3). Parameter yang diukur antara lain komponen air, abu, lemak protein, serat kasar dan karbohidrat by difference yang ditetapkan menurut metode AOAC
20
(1995), sedangkan pati dan komponen serat diukur menurut metode Van Soetst (1963). 3.3.3 Hidrolisis Asam dan Karakterisasi Hidrolisat Hidrolisis dalam penelitian ini dilakukan satu tahap menggunakan autoklaf sederhana. Padatan yang digunakan pada saat hidrolisis adalah 18% dengan konsentasi H2SO4 1M (Lampiran 4). Campuran ubi kayu, H2SO4 dan air dihidrolisis selama 15 menit dengan suhu 121oC. Setelah dihidrolisis, hidrolisat ditambahkan NH4OH teknis 21% untuk menaikkan pH hidrolisat menjadi 4-5. Karakterisasi hidrolisat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik hidrolisat dengan analisis gula total dengan metode fenol H2SO4, analisis gula pereduksi dengan metode DNS, furfural dan HMF dengan metode HPLC (Lampiran 3). 1.3.4 Seleksi 1.3.4.1 Persiapan Inokulum Perlakuan pendahuluan untuk kelompok ragi kering seperti ragi curah dan Merk ”F” berbeda dengan S. cerevisiae yang berbentuk biakan segar. Adapun perlakuan untuk biakan segar adalah sebagai berikut : Sebanyak 1 ose biakan segar dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang berisi 5 ml media YMGP yang telah disterilisasi pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit. yang terdiri dari 5g/l ekstrak khamir, 5g/l malt, 40g/l glukosa, 5g/l pepton dan 1L aquadest, Inkubasi dilakukan pada suhu 30oC selama 48 jam dan di shaker (Arnata 2009). Setelah dibiakkan jumlah populasi akan dihitung dengan metode hitung langsung menggunakan hemasitometer. Isolat ragi kering dihitung tanpa proses penyegaran, namun hanya dilakukan pengenceran serial saja sampai 103
. Kuantitas S. cerevisiae (Lampiran 5) yang dimasukkan ke dalam hidrolisat harus
seragam untuk menciptakan lingkungan yang homogen. 1.3.4.2 Seleksi Toleransi Galur S. cerevisiae terhadap Hidrolisat Asam Tujuan penelitian ini adalah untuk menyeleksi beberapa galur S. cerevisiae, yang paling toleran terhadap hidrolisat asam ubi kayu. Sebelum digunakan, hidrolisat disaring dengan kertas saring dan pompa vakum sehingga terpisah padatan dan cairannya. Cairan tersebut digunakan untuk media fermentasi (Martin et al. 2007).
21
Selanjutnya kedalam hidrolisat ditambahkan masing-masing satu galur S. cerevisiae dengan populasi yang sama. S. cerevisiae kering galur ”F” dijadikan acuan jumlah galur yang lainnya. Starter 0,23% gula awal dan NPK 0,06% gula awal (Arnata 2009) ditambahkan ke dalam hidrolisat. Campuran hidrolisat diinkubasi di dalam labu erlenmeyer 250 ml menggunakan orbital shaker 128 rpm selama 24 jam pertama. Labu erlenmeyer ditutup dengan sumbat karet dan labu leher angsa secara aseptis. Total waktu inkubasi selama 72 jam. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam terhadap total gula, gula pereduksi, dan etanol yang terbentuk pada akhir fermentasi (Lampiran 6). Parameter yang diukur dan dihitung sebagai indikator kinerja proses seleksi toleransi galur S. cerevisiae terhadap hidrolisat asam adalah : 1. Substrat awal berupa gula total (So) 2. Sisa substrat setiap 12 jam 3. Kadar etanol sebagai produk (P) 4. % Efisiensi pemakaian substrat ((S0-S)/S0) 5. % Efisiensi fermentasi (P/P teoritis) 6. % Rendemen etanol (Yp/s) Galur yang toleran adalah galur yang menunjukkan efisiensi pemanfaatan substrat, efisiensi fermentasi dan rendemen etanol (Lampiran 6) tertinggi. Galur yang paling toleran digunakan untuk penelitian selanjutnya. 1.3.4.3 Seleksi Total Gula Awal dan Dosis Starter Terbaik Pada penetuan ini fermentasi hidrolisat asam ditetapkan kadar gula dan dosis starter minimum yang paling efektif bagi galur terpilih. Keadaan fermentasi sama seperti seleksi toleransi galur, namun jumlah gula yang dimasukkan adalah 15%, 18%, 20% dan 24%. Dosis starter yang dimasukkan adalah 1x, 2x dan 3x (0,23% gula awal). Pengamatan yang dilakukan adalah jumlah total gula pada awal dan akhir fermentasi, serta etanol yang terbentuk pada akhir fermentasi. Parameter yang diukur dan dihitung sebagai indikator kinerja proses seleksi total gula awal dan dosis starter terbaik adalah : 1. Substrat awal berupa gula total (So)
22
2. Sisa substrat pada akhir fermentasi 3. Kadar etanol sebagai produk (P) 4. % Efisiensi pemakaian substrat ((S0-S)/S0) 5. % Efisiensi permentasi (P/P teoritis) 6. % Rendemen etanol terhadap total gula (Yp/s) Kadar gula dan dosis starter yang menghasilkan etanol terbanyak akan digunakan pada proses selanjutnya. 1.3.5 Adaptasi S. cerevisiae terhadap Hidrolisat Asam Prosedur adaptasi menggunakan metode batch. Dosis starter terpilih dimasukkan ke dalam 250 ml labu erlenmeyer yang berisi 100% hidrolisat (kultur sel 1). Setaah 72 jam, starter sejumlah dosis terpilih dikeluarkan dengan pipet kemudian dimasukkan kembali ke kultur sel 2. Penambahan starter ke dalam hidrolisat baru diulang 9x. Pengamatan jumlah biomassa, kadar etanol, total gula, gula pereduksi, HMF dan furfural (Lampiran 3). Pengamatan dilakukan setiap 72 jam. Parameter yang diukur dan dihitung sebagai indikator kinerja proses adaptasi S. cerevisiae terhadap hidrolisat asam adalah : 1. Konsumsi gula total (S0-S) 2. Kadar etanol sebagai produk (P) 3. Laju pertumbuhan spesifif (µ= bobot biomassa/72 jam) 4. % Penurunan HMF ((H0-H)/H0) 5. % Penurunan Furfural ((F0-F)/F0) 6. % Efisiensi pemakaian substrat ((S0-S)/S0) 7. % Efisiensi fermentasi (P/P teoritis) 8. % Rendemen etanol terhadap total gula(Yp/s) 10 % Rendemen bobot biomassa terhadap total gula (Yx/s) Kondisi adaptasi dengan µ dan etanol tertinggi akan digunakan untuk proses selanjutnya.
23
3.3.5 Produksi Bioetanol Proses ini merupakan proses verifikasi terhadap galur yang adaptif. Proses ini dilakukan dengan membandingkan kemampuan galur yang telah adaptif dengan kontrol yaitu strain yang tidak adaptif dalam menghasilkan etanol. Isolat yang adaptif dan kontrol di masukkan ke dalam 300 ml hidrolisat asam untuk proses fermentasi selama 96 jam pada suhu ruang dan agitasi 128 rpm untuk 24 jam pertama. Parameter yang diukur dan dihitung sebagai indikator kinerja proses produksi etanol adalah : 1. Konsumsi gula total (S0-S) 2. Kadar etanol sebagai produk (P) 3. ∆ biomassa (x0-x) 4. % Efisiensi pemakaian substrat ((S0-S)/S0) 5. % Efisiensi fermentasi (P/P teoritis) 6. % Rendemen etanol terhadap total gula(Yp/s) 7. % Rendemen bobot biomassa terhadap total gula (Yx/s) 3.4. Teknik Analisis Data 3.4.1 Seleksi Toleransi Galur S. cerevisiae terhadap Hidrolisat Untuk mengetahui pengaruh hidrolisat asam terhadap kinerja S. cerevisiae dilakukan uji F dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Faktor yang mempengaruhi adalah 4 sumber galur yaitu ragi curah (s1), merk ”F” (s2), koleksi PAU (s3) dan koleksi IPBCC(s4). Percobaan diulang 2x. Apabila ada salah satu perlakukan berpengaruh nyata maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Gomez dan Gomez 1995). Parameter yang diuji adalah jumlal gula total yang digunakan, gula reduksi yang digunakan, etanol yang terbentuk, efisiensi fermentasi, efisiensi substrat dan rendemen etanol. Persamaan model rancangannya sebagai berikut : Yij = µ+ si + ε(ij) Yij µ si
= variabel respon karena pengaruh taraf ke i faktor S, pengamatan/unit perlakuan ke n = pengaruh rata-rata yang sebenarnya (nilai konstan) = pengaruh sebenarnya dari taraf ke i faktor s
24
ε(ij) i j
= pengaruh sebenarnya unit eksperimen ke i disebabkan oleh kombinasi perlakuan (ij). = taraf galur (1, 2, 3 dan 4) = taraf ulangan (1dan 2)
3.4.1 Seleksi Total Gula Awal dan Dosis Starter Terbaik Untuk mengetahui pengaruh Jumlah gula dan dosis starter terhadap proses fermentasi dilakukan uji F dengan RAL dua faktor. Faktor yang mempengaruhi adalah gula awal sebanyak empat taraf yaitu 15% (g1), 18% (g2), 20%(g3) dan 24%(g4). Percobaan diulang sebanyak 2x. Faktor kedua adalah dosis agen fermentasi sebanyak tiga taraf yaitu 1kali (d1), 2 kali (d2) dan 3 kali (d3). Apabila ada salah satu perlakukan atau interaksinya berpengaruh nyata maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Gomez dan Gomez 1995). Parameter yang diuji adalah adalah jumlal gula total yang digunakan etanol yang terbentuk, efisiensi fermentasi, efisiensi substrat, dan rendemen etanol. Persamaan model rancangannya sebagai berikut : Yikj = µ+ gi + di + (gd) ij + ε(ijk) Yijk = variabel respon karena pengaruh taraf ke-i faktor g dan taraf ke-J faktor d µ = pengaruh rata-rata yang sebenarnya (nilai konstan) = pengaruh sebenarnya dari taraf ke i faktor g gi dj = pengaruh sebenarnya dari taraf ke J faktor d ε(ijk) = pengaruh sebenarnya unit eksperimen ke-ki disebabkan oleh kombinasi perlakuan (ij). i = taraf jumlah gula (1, 2, 3 dan 4) j = taraf dosis agen fermentasi (1, 2 dan3) k = taraf ulangan (1 dan 2) 3.4.2 Adaptasi S. cerevisiae terhadap Hidrolisat Asam Untuk mengetahui pengaruh hidrolisat asam terhadap kinerja S. cerevisiae dilakukan uji F dengan RAL faktor tunggal. Faktor yang mempengaruhi adalah siklus adaptasi yaitu 1x – 9x (t1-t9). Percobaan diulang sebanyak 2x. Apabila ada salah satu perlakukan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Gomez dan Gomez 1995). Parameter yang diuji adalah perubahan total gula, perubahan gula
25
reduksi, etanol yang terbentuk, jumlah biomassa, efisiensi fermentasi, efisiensi penggunaan substrat, rendemen etanol dan rendemen bobot biomassa (Lampiran 6). Persamaan model rancangannya sebagai berikut : Yij = µ+ ti + ε(ij) Yij µ ti ε(ij) i j
= variabel respon karena pengaruh taraf ke i faktor t, pengamatan/unit perlakuan ke n = pengaruh rata-rata yang sebenarnya (nilai konstan) = pengaruh sebenarnya dari taraf ke i faktor t = pengaruh sebenarnya unit eksperimen ke i disebabkan oleh kombinasi perlakuan (ijkl). = taraf waktu (1, 2, dan 3) = taraf ulangan (1 dan 2)
3.4.3 Produksi Etanol Untuk mengetahui pengaruh kondisi S. cerevisiae yang telah diadaptasi terhadap proses fermentasi, maka dilakukan uji F dengan RAL faktor tunggal. Faktor yang mempengaruhi adalah kondisi S. cerevisiae sebanyak 2 taraf yaitu Kondisi teradaptasi (A) dan tanpa Adapatasi (NA). Diulang sebanyak 2x. Apabila ada salah satu perlakukan berpengaruh nyata maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Gomez dan Gomez 1995). Parameter yang diuji adalah perubahan gula total, etanol yang terbentuk, biomassa, jumlah sel, efisiensi fermentasi, efisiensi substrat, rendemen etanol dan rendemen bobot biomassa (Lampiran 6). Persamaan model rancangannya sebagai berikut : Yij = µ+ ai + ε(ij) Yij µ ai ε(ij) i j
= variabel respon karena pengaruh taraf ke i faktor a, pengamatan/unit perlakuan ke n = pengaruh rata-rata yang sebenarnya (nilai konstan) = pengaruh sebenarnya dari taraf ke i faktor a = pengaruh sebenarnya unit eksperimen ke i disebabkan oleh kombinasi perlakuan (ij). = taraf kondisi S. cerevisiae (1,2) = taraf ulangan (1,2)
26
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Ubi Kayu Ubi kayu yang dipergunakan dalam penelitian ini mempunyai ciri-ciri fisik antara lain umbinya berbentuk silinder memanjang, kulit berwarna coklat tua dengan daging umbi berwarna putih. Bubur ubi kayu mengandung banyak air dan pati dengan sedikit lemak, protein dan serat (Tabel 4). Tabel. 4 Komposisi kimia ubi kayu segar Komposisi
Parameter (%bb) Air Abu Lemak Protein Pati (karbohidrat by difference) Serat Kasar Selulosa Hemiselulosa Lignin Keterangan : bb = berat basah, bk = berat kering
(%bk) 66,74 0,67 0,36 1,05 30,42 0,77 0,94 3,11 0,18
2,52 1,33 3,94 89,35 2,87 3,51 11,67 0,67
Hasil analisis menunjukkan kadar air ubi kayu segar adalah 66,74%. Hasil tersebut lebih tinggi dari yang didapatkan Susmiati (2010) yaitu sebesar 57% dan dari Pandanou et al. (2005) sebesar 60,30%. Menurut Priadi (2009), beberapa jenis ubi kayu di Indonesia memiliki kandungan air sebesar 58% sampai 66%. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi perbedaan jenis ubi kayu, daerah penanaman dan waktu panen (Hartadi et al.1986). Pengukuran kadar air penting dilakukan karena hasil pengukuran akan digunakan dalam perhitungan pengenceran asam dan kadar padatan dalam proses hidrolisis. Kadar air pada ubi kayu diharapkan dapat mengurangi penggunaan air. Selain menghemat air juga menghemat biaya untuk proses pengeringan, namun ubi kayu segar memiliki keterbatasan yaitu tidak dapat disimpan terlalu lama. Kadar abu dalam bahan menggambarkan kandungan mineral-mineral anorganik sisa pembakaran bahan organik pada suhu 550oC (Apriyantono et al. 1988). Pada penelitian ini kadar abu ubi kayu sebesar 0,67% pada berat basah dan
2,52% pada bobot kering. Hasil yang didapat tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan Arnata (2009) yaitu sebesar 2,55% pada bobot keringnya. Kadar lemak dan protein bahan berturut-turut 1,33% (bk) dan 3,94% (bk) Kadar Lemak lebih rendah dari yang dilaporkan Arnata (2009) yaitu sebesar 6,54% (bk) sedangkan kadar proteinnya lebih tinggi dari yang dilaporkan Arnata (2009) yaitu sebesar 1,81% (bk) Polisakarida yang penting dalam ubi kayu adalah pati dan serat. Monomer keduanya digunakan oleh agen fermentasi sebagai sumber energi untuk mensintesis ATP dalam proses fermentasi. Pati merupakan bagian terpenting yang dapat digunakan menjadi bahan dasar pembuatan etanol. Pati akan terhidrolisis menjadi monomer glukosa dan manosa. Pada hidrolisis asam, glukosa dapat terdegradasi lebih lanjut manjadi HMF yang dapat mengambat pembentukan etanol pada proses fermentasi (Gambar 1). Kadar pati yang didapat pada penelitian ini adalah sebesar 30,42%
(bb) dan 89,35% (bk) (Tabel 2). Hasil tersebut lebih tinggi dari yang
dilaporkan oleh Tokuari (2004) sebesar 24% (bb) dan Arnata (2009) sebesar 62,54% (bk). Kadar serat kasar yang didapat dalam penelitian ini adalah sebesar 0,77%. Kadar serat yang kecil berpengaruh terhadap proses hidrolisis. Serat lebih sulit terdegradasi dibanding pati karena mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Subagio (2006) melaporkan serat ubi kayu adalah sebesar 0,60% sedangkan pada keadaan kering serat yang didapat adalah sebesar 2,87%. Keadaan ini lebih besar dari yang dilaporkan Arnata (2009) yaitu sebesar 2,69% Kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin dianalisa dengan menentukan nilai Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neutral Detergen Fiber (NDF) (Van Soetst 1963). Pada penelitian ini komponen yang terbesar dari ubi kayu adalah hemiselulosa sebesar 11,67% diikuti selulosa sebesar 3,15% dan lignin 0,67%. Kadar hemiselulosa yang tinggi berpotensi menjadi monomer gula yang tinggi pula. Namun, hemiselulosa juga berpotensi terdegradasi menjadi menjadi senyawa penghambat berupa furfural dan HMF (Almeida 2007).
4.2 Karakterisasi Hidrolisat Asam Hidrolisat asam yang dihasilkan dari proses hidrolisis ubi kayu dalam penelitian ini berwarna merah kecoklatan dengan nilai pH 1-2. Hidrolisis dilakukan dengan tujuan untuk memecah pati, selulosa dan hemiselulosa menjadi gula-gula sederhana yang dapat digunakan oleh S. cerevisiae dalam proses fermentasi. Tabel 5. Komposisi kimia hidrolisat asam ubi kayu setelah netralisasi Parameter
Komposisi HA
Komposisi HA yang diinginkan (g/l) 100 – 180 a < 300 b
Total Gula 235,15 (g/l) Gula Pereduksi 215,91 (g/l) Dextose equivalen 91,85 Glukosa 128,51 (g/l) HMF 3,55 (g/l) < 1,00 c Furfural 0,72 (g/l) < 1,5d Keterangan : Frazier dan Weshoff (1978)a, Mangunwidjaja dan Suryani (1994) b, Alves et al. (1998) c, Nigam (2001) d Susmiati (2009) telah menghidrolisis tepung ubi kayu dengan H2SO4 dan melaporkan bahwa hidrolisis satu tahap dengan kadar padatan 30% dan konsentrasi H2SO41 M selama 10 menit pada suhu 121oC. menghasilkan gula tertinggi. Pada proses hidrolisis konsentrasi asam dan suhu reaksi merupakan variabel penting yang dapat mempengaruhi terbentuknya senyawa-senyawa ini. Suhu moderat (<160oC) diperlukan untuk dapat menghidrolisis hemiselulosa dan menekan dekomposisi gula sedehana. Suhu yang lebih tinggi akan mempermudah dekomposisi gula sederhana dan senyawa lignin (Mussatto dan Roberto 2004). Pada penelitian ubi kayu segar digunakan sebagai substrat. Adanya kandungan air yang lebih banyak menyebabkan kadar padatan dan konsentrasi H2SO4 yang digunakan juga berbeda. Penggunaan ubi kayu segar sebagai substrat telah dilaporkan oleh Rusdianto (2010). Rusdianto (2010) melaporkan bahwa hidrolisis menggunakan H2SO4 1 M selama 15 menit, suhu 121oC dengan kadar padatan 18% mendekati hasil hidrolisis tepung ubi kayu yang dilaporkan Susmiati (2010), sehingga cara hidrolisis tersebut dipergunakan dalam penelitian ini. Setelah semua kondisi hidrolisis terpenuhi maka didapat hidrolisat dengan komposisi tertentu seperti pada Tabel 5. Kadar gula total yang didapat pada hidrolisat asam setelah dilakukan netralisasi adalah sebesar 235,15 g/l, sedangkan kadar gula pereduksi adalah sebesar
215,91 g/l (Tabel 5). Kadar gula total menunjukkan jumlah keseluruhan komponen gula dalam bahan terhidrolisis sedangkan gula reduksi menunjukkan jumlah komponen gula yang ujung rantainya mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi . Rasio gula pereduksi terhadap gula total adalah nilai DE (dextrose equivalent). Semakin tinggi nilai DE maka proses hidrolisis menjadi lebih sempurna. Nilai DE dalam penelitian ini adalah 91,85. Besarnya kadar gula pereduksi menunjukkan hidrolisat berpotensi besar menghasilkan etanol yang tinggi dalam proses fermentasi sebab gula reduksi yang terukur sebagai glukosa bisa dimanfaatkan oleh S. cerevisiae dalam proses metabolisme menghasilkan etanol, terlepas dari ada atau tidaknya inhibitor. S. cerevisiae mempunyai batas toleransi terhadap jumlah gula dalam hidrolisat. Gula optimum bagi S. cerevisiae adalah 15-18% (Osho 2005; Moneke et al 2005). Untuk itu, perlu dilakukan pengenceran hidrolisat dari kadar gula 24% menjadi 15%. Pada suhu dan tekanan tinggi, glukosa dan xylosa akan terdegradasi menjadi furfural dan HMF. Dekomposisi lanjut akan menjadi asam levulinat dan asam formiat (Mussatto dan Roberto 2004; Palmqvist dan Hahn-Hägerdal 2000). Furfural dan HMF yang terkandung dalam hidrolisat asam adalah berturut-turut sebanyak 0,72 g/l dan 3,55 g/l (Tabel 5). Hidrolisat dengan kadar gula 15% mengandung HMF sebanyak 2,84 g/l dan furfural sebanyak 0,022g/l. HMF yang dihasilkan lebih banyak dari furfural. Hal tersebut disebabkan karena ubi kayu lebih banyak mengandung pati dari pada serat. Pati akan terdegradasi menjadi HMF, sedangkan serat khususnya hemiselulosa akan terdegradasi menjadi furfural. Jumlah furfural di dalam hidrolisat tidak terlalu banyak, namun apabila dikombinasikan dengan HMF dapat menghambat kinerja S. cerevisiae dalam memproduksi etanol. Fermentasi hidrolisat bagas selama 24 jam oleh S. cerevisiae tidak dapat menghasilkan etanol pada media yang mengandung HMF dan furfural sebanyak 4,3 g/l namun masih dapat menghasilkan etanol sebanyak 0,03g/l setelah 24 jam (Martin et al 2007). S. cerevisiae bisa mengalami kematian pada media yang mengandung furfural saja sebanyak 5 g/l atau HMF saja sebanyak 10 g/l (Palqvist et al. 1999, Navaro 1994, Delgenes et al. 1996, Sanches dan Baustita 1988). Inhibitor akan
merubah bentuk mitokondria sel dari tubular menjadi agregat, memfragmentasi vakuola sel dari satu ukuran besar menjadi beberapa yang berukuran kecil, mengubah kromatin inti sel dari saling terkumpul menjadi tersebar tidak merata dan mengubah bentuk permukaan sitoskeleton aktin menjadi tidak halus (Allen et al. 2010). Martin dan Jonnson (2002) melaporkan bahwa HMF 1,4 g/l di dalam media fermentasi akan menurunkan etanol yang dihasilkan sebanyak 41%. Degradasi senyawa lignin akan menghasilkan senyawa-senyawa fenol yang sangat berbahaya bagi mikroorganisme khususnya bagi membran dan matrik enzim dalam sel (Palmqvist dan Hahn-Hägerdal 2000). Oleh karena itu, hidrolisat asam harus dinetralisasi terlebih untuk mengurangi resiko dalam proses fermentasi. 1.3
Seleksi 4.3.1 Persiapan Starter Kultivasi bertujuan untuk mempersiapkan jumlah sel S. cerevisiae yang akan
digunakan dalam proses fermentasi. Populasi sel dihitung dengan dengan metode hitung langsung. Perhitungan isolat segar dilakukan dengan terlebih dahulu membiakan satu ose kultur ke dalam media YMGP. Setelah dibiakkan selama 48 jam didapat jumlah sel untuk galur PAU sebanyak 1,4 x 109 sel/ml dan galur IPBCC 05.548 sebanyak 1,5 x 109 sel/ml. Khamir kering tidak dibiakkan, tetapi hanya disuspensikan secara serial sebanyak 10-3. Jumlah sel untuk khamir merk ’F’ sebanyak 1,8 x 1011 sel/g dan khamir curah sebanyak 1,6 x 1011 sel/g (Tabel 6). Populasi khamir dalam uji toleransi galur terhadap hidrolisat adalah 1,8 x 1011 sel/g Populasi tersebut merupakan populasi standar untuk gula total awal 15%. Populasi standar dan populasi setiap galur digunakan sebagai dasar perhitungan starter S. cerevisiae. Semua sel hasil perhitungan dianggap viabel. Contoh perhitungan jumlah starter masing-masing galur dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 6. Jumlah sel S. cerevisiae pada masing-masing galur galur Sumber S. cerevisiae Jumlah 11 s1 Ragi curah 1,6 x 10 (sel/g) 1,8 x 1011 (sel/g) s2 Ragi ”F” s3 ATCC 9763 1,4 x 109* (sel/ml) 1,5 x 109* (sel/ml) s4 IPBCC 05. 548 * dibiakkan setelah 48 jam pada media (YMGP),
4.3.2 Seleksi Toleransi Galur terhadap Hidrolisat Secara umum keempat galur S. cerevisiae mengkonsumsi gula dan hasil etanol yang berbeda dapat tumbuh pada media hidrolisat asam yang telah dinetralisir. Berdasarkan analisis statistik, jenis galur tidak berpengaruh terhadap konsumsi gula. Konsumsi gula total s1, s2, s3 dan s4 berturut-turut adalah 141,61g/l, 142,04 g/l, 140,24 g/l dan 144,90 g/l (Lampiran 7). Konsumsi gula reduksi s1, s2, s3 dan s4 berturut-turut adalah 110,64g/l, 110,55g/l, 110,28g/l, dan 110,89g/l (Lampiran 8). Konsumsi total gula, gula reduksi dan pada semua perlakuan terjadi sejak jam ke-0 sampai ke-72. Penurunan mulai melambat pada jam ke-24 sampai jam ke-72 (Gambar 5). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Arnata (2009). Arnata menyatakan penurunan konsentrasi gula total terjadi sampai jam ke-96 dan yang paling cepat pada jam ke-24 kemudian melambat sampai akhir fermentasi (jam ke96). Konsumsi total gula akhir fermentasi tertinggi terdapat pada perlakuan s4 sedangkan yang terendah didapat pada s3. Pengamatan jam ke-12 dan ke-24 perlakuan s1 mengalami penurunan kadar gula total paling tinggi (Gambar 5). Konsumsi gula total ini tidak diikuti dengan peningkatan pembentukan etanol. Kadar etanol yang dihasilkan s1 pada akhir fermentasi justru kurang dari yang dihasilkan s3 dan s4. Adanya perbedaan jumlah gula yang dikonsumsi berhubungan dengan pembentukan etanol. Gula pada proses fermentasi ini tidak hanya diubah menjadi etanol saja, tetapi juga untuk pembentukan sel. Selain untuk pembentukan sel, gula digunakan untuk pembentukan metabolit sekunder seperti asam piruvat dan detoksifikasi senyawa inhibitor (Sunatmo 2009; Pienkos dan Zhang 2009). Apabila dilihat dari sisa gula total, maka sisa gula total tertinggi didapat pada s3 yaitu sebesar 6,59% dan terendah pada perlakuan s4 yang hanya 3,51%. Sisa gula total yang kecil pada s4 mungkin disebabkan tingginya efisiensi konversi gula menjadi etanol. Sisa gula total yang didapat dari penelitian ini lebih kecil dari yang dilaporkan Susmiati (2010) yaitu sebanyak 30,49%. Hal tersebut mungkin disebabkan perbedaan keadaan bahan baku yang digunakan. Dalam penelitian ini ubi kayu yang digunakan dalam keadaan segar, sedangkan Susmiati (2010) menggunakan tepung.
5 5 4 4 3
pH..
Gula total.. g/l.
(a)
160 140 120 100 80 60 40 20 0
3 2 2 0
12
24
36
48
60
72
Lama fermentasi (jam) (b) 160 140
5 5 4
100
4
80 60
pH.
Gula total.. g/l..
120
3
40
3
20 0
2 2 0
12
24
36
48
60
72
Lama fermentasi (jam)
(c)
160
5
140
5 4
100
4
80
3
60
pH.
Gula total.. g/l..
120
3
40
2
20 0
2 0
12
24
36
48
60
72
Lama fermentasi (jam)
(d)
160
5
140
5 4
100
4
80
3
60
pH.
Gula total.. g/l..
120
3
40
2
20 0
2 0
12
24
36
48
60
72
Lama fermentasi (jam)
Gambar 5. Grafik perubahan total gula dan pH selama fermentasi galur S. cerevisiae (a) s1, (b) s2, (c) s3, dan (d)s4
Pada semua perlakuan, pH mengalami penurunan. pH awal pada substrat adalah 4,71 sedangkan pH akhir pada perlakuan s1, s2, s3 dan s4 berturut-turut adalah 4,05, 4,01, 4,05 dan 4,18 (Lampiran 9). Nilai pH awal media akan mempengaruhi kenerja S. cerevisiae. Laju fermentasi gula cenderung intensif pada pH 3,5 sampai pH 6,0 (Goebol 1987). Khamir dapat tumbuh pada pH 2,0 sampai pH 8,0, sedangkan pH optimum pertumbuhannya adalah antara pH 4 sampai pH 6, tergantung pada temperatur, ketersediaan oksigen dan galurnya (Neelakantam et al. 2005). Nilai pH optimum berhubungan dengan aktifitas membran plasma dalam mengangkut protein dan kinerja enzim. Penting bagi khamir untuk mempertahankan pH instraselular tetap konstan selama pertumbuhnya. Enzim berperan sangat penting selama pertumbuhan dan metabolisme. Enzim bekerja optimal dalam keadaan asam. Hal tersebut dipengaruhi oleh sifat alami khamir sebagai organisme asidofilik. Ketika pH extraselular melebihi atau kurang dari pH optimum maka sel khamir perlu mengambil energi untuk memompa ion hidrogen ke dalam atau ke luar sel dalam usaha mempertahanan pH intraselular tetap optimal (Narendranath et al. 2001, Thomas 2002). Nilai pH s2 ada jam ke-12 dan ke-24 mengalami penurunan yang paling besar diantara perlakuan yang lain (Gambar 5). Penurunan pH diikuti dengan penurunan gula. Pada jam ke 0 sampai 24 tersebut diduga bahwa gula digunakan oleh S. cerevisiae untuk pembentukan asam bukan pembentukan etanol. Hal tersebut didukung oleh pembentukan etanol yang relatif kecil pada akhir proses fermentasi. Semakin besar penurunan pH maka etanol yang terbentuk akan semakin sedikit. Penurunan pH terbesar terjadi pada perlakuan s2 yaitu sebesar 0,7 diikuti perlakuan s1 dan s3 sebesar 0,66 dan yang paling kecil penurunannya adalah perlakuan s4 sebesar 0,56. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan kemampuan masing-masing galur dalam mengubah senyawa intermediat menjadi biomassa saat keadaan respirasi (aerob) dan etanol saat fermentasi (anaerob) di dalam sitoplasma. Pada keadaan aerob akan terbentuk senyawa intermediet berupa asamasam organik seperti asam furoik yang berasal dari furfural, asam asetat yang berasal dari asetaldehid dan asam-asam di dalam siklus asam trikarboksilat (TCA) (Shuler dan Kargi. 1992). Pada penelitian ini S. cerevisiae melakukan respirasi dan fermentasi. Penumpukan asam-asam organik akan membuat keadaan semakin asam
sehingga menurunkan pH (Narendranath et al. 2001). Selain penumpukan asam-asam organik selama fermentasi, penurunan pH juga bisa disebabkan penumpukan ion H+. Pada penelitian ini sumber nitrogen yang digunakan adalah amonium hidroksida (NH4OH). NH4OH di dalam larutan akan terionisasi menjadi NH4+ dan OH-, dimana NH4+ akan digunakan oleh S. cerevisiae untuk pembentukan sel. S. cerevisiae akan mengubah NH4+ menjadi R-NH3+ dengan melepaskan ion H+. Pelepasan ion H+ ke dalam substrat akan menurunkan nilai pH substrat. Kadar etanol yang diproduksi pada akhir fermentasi s1, s2, s3 dan s4 berturutturut adalah 1,98%, 1,98%, 3,10% dan 4,10% (b/v). Galur S. cerevisiae berpengaruh nyata terhadap kadar etanol (Lampiran 10). Kadar etanol tertinggi terdapat pada perlakuan s4 sedangkan yang terendah adalah perlakuan s1 (Gambar 6). Perlakuan s4 berbeda dengan perlakuan s1, s2 dan s3 dalam produksi etanol. Semua agen fermentasi mampu menghasilkan etanol dengan kadar yang berbeda-beda. Hal itu disebabkan oleh perbedaan jenis galur dan sumbernya galurnya. Masing-masing galur memiliki toleransi yang berbeda terhadap hidrolisat asam yang mengandung inhibitor (Martin et al. 2007).
Kadar etanol % (b/v)..
5 4 4 3 3 2 2 1 1 0 s1
s2
s3
s4
Galur
Gambar 6. Kadar etanol dan masing-masing galur Nilai tertinggi untuk efisiensi substrat, efisiensi fermentasi dan rendemen terdapat pada perlakuan s4 (Gambar 7). Nilai efisiensi substrat terendah terdapat pada perlakuan s3. Nilai efisiensi fermentasi dan rendemen terendah terdapat pada perlakuan s2. Pada ketiga parameter tersebut, perlakuan s1 berbeda sangat nyata dari s3 dan s4, namun tidak berbeda dengan s2 (Lampiran 11,12 dan 13). Hal tersebut mungkin disebabkan oleh bentuk formula s1 dan s2 yang berbentuk butiran kering. Formula ini biasanya diperuntukkan untuk pembuatan roti. Menurut Bellisimmi
(2005), butiran kering atau ragi mengandung emulsifier selain sel S. cerevisiae. Emulsifier diduga mempengaruhi kinerja S. cerevisiae. Selain itu, adanya furfural dan HMF berturut-turut sebesar 2,84g/l dan 0,022g/l di dalam hidrolisat mengganggu proses fermentasi. Kedua kamir kering memiliki toleransi yang rendah terhadap zat inhibitor sehingga etanol yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan menggunakan isolat segar pada perlakuan s3 dan s4. Sebaliknya Brandberg et al. (2004) menyatakan bahwa ragi roti menunjukkan kinerja terbaik dalam mentolerir inhibitor.
90 80 70
(%)
Rendemen etanol…
Efisiensi substrat…
Efisiensi fermentasi…
110 100
60 50 40 30 20 10 0 s1
s2
s3
s4
Galur
Gambar 7. Pengaruh masing-masing galur terhadap fermentasi dan rendemen
efisiensi substrat,
efisiensi
S. cerevisiae s3 menggunakan gula lebih sedikit untuk menghasikan etanol, namun masih cukup tinggi dibandingkan s1 dan s2 yaitu sebesar 3,10 g/l, namun efisiensi substrat, efisiensi fermentasi, rendemen dan kadar etanol s3 masih kurang dari s4 yang sama-sama biakan segar. Hal tersebut mungkin disebabkan kemampuan dasar mentoleransi inhibitor s3 lebih rendah dari s4. Selain itu, jumlah sel kultivasi awal s3 (1,4 x 109sel/m) lebih rendah dari s4 (1,5 x 109 sel/ml). Jumlah sel yang lebih sedikit menunjukkan kemampuan kultivasi s3 lebih rendah dari s4 (Tabel 6). Galur s4 berasal dari isolasi buah-buahan di Indonesia sehingga lebih cocok digunakan dalam penelitian ini dibandingkan galur s3 yang berasal dari tangki distilasi di luar Indonesia da dikembangkan sebagai sumber protein. 4.3.3 Penentuan Total Gula dan Dosis Starter Secara umum Proses optimasi gula dan dosis starter S. cerevisiae diawali dengan perhitungan starter yang akan di gunakan pada tiap perlakuan (Lampiran 5). Jumlah hidrolisat asam yang digunakan sebagai substrat disesuaikan dengan dosis
starter yang dimasukkan. Konsumsi gula total yang tertinggi terjadi pada perlakuan g3d3 yaitu sebesar 196,48 g/l, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan g1d1 yaitu sebesar 143,40 g/l (Lampiran 14). Kadar gula awal berpengaruh terhadap konsumsi gula total pada proses ini. Konsumsi gula total semakin besar seiring dengan semakin besarnya konsentrasi gula awal dan dosis starter S. cerevisiae (Gambar 8). Hal tersebut berhubungan dengan semakin bertambahnya kadar HMF dan furfural seiring dengan bertambahnya kadar gula awal. Pada perlakuan gula awal tinggi, gula lebih banyak digunakan untuk mereduksi HMF dan furfural dibandingkan untuk memproduksi etanol. 210.00 200.00
Konsumsi
Gula total (gl/).
190.00 180.00
15%
170.00
18%
160.00
20% 24%
150.00 140.00 130.00 120.00 0
Gambar 8.
1 2 dosis S.cerevisiae (kali)
3
Hubungan antara total gula awal dengan dosis starter terhadap Perubahan total gula
Rendemen etanol (%
30.00 25.00
15%
20.00
18% 20%"
15.00
24%"
10.00 5.00 0.00 0
1
2
3
dosis S. cerevisiae (kali)
Gambar 9. Hubungan antara total gula awal dengan dosis starter terhadap kadar etanol
Kadar etanol tertinggi didapat pada perlakuan g1d2 yaitu sebesar 4,10% sedangkan yang terendah didapat pada perlakuan g4d1 yaitu sebesar 0,13% (Lampiran 15). Secara umum kadar etanol menurun dengan bertambahnya % gula awal. Diantara kadar gula awal yang digunakan, etanol tertinggi didapat pada gula awal 15%. Hal tersebut mungkin disebabkan kadar gula 15% merupakan kadar gula optimum bagi pertumbuhan aktivitas metabolisme S. cerevisiae. Pada kadar gula yang tinggi juga mengandung HMF dan furfural yang tinggi pula. Dengan meningkatnya kadar gula maka kadar HMF dan furfural juga akan semakin besar sehingga toksisitas hidrolisat juga meningkat terhadap S. cerevisiae.
Beberapa
penelitian menunjukkan penurunan kemampuan S. cerevisiae terhadap peningkatan furfural dan HMF di dalam substrat fermentasi (Palmqvist et al 1999, Modig et al 2002). Fermentasi yang menggunakan gula lebih besar dari gula optimum justru akan menurunkan jumlah etanol yang didapat. Dalam kasus ini, kadar gula yang tinggi justru menjadi inhibitor dalam proses fermentasi. Hal tersebut berkaitan dengan tekanan osmosis media fermentasi. Mikroorganisme bersifat homeostatis artinya mikroorganisme
akan
mencari
kesetimbangan
tekanan
osmosis
dengan
lingkungannya yaitu hidrolisat asam dengan kadar gula yang berbeda. Semakin tinggi kadar gula maka akan semakin besar tekanan osmosis terhadap sel. Kepekatan yang lebih tinggi di luar sel akan mengakibatkan terjadi osmosis balik yaitu cairan di luar sel akan masuk ke dalam sel sehingga bisa menimbukan kematian sel (Frobisher 1962). Beberapa penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar etanol seiring dengan meningkatnya konsentrasi gula. Menurut Osho (2005) dan Moneke et al. (2008) kadar gula optimum berada pada 15% dan akan semakin menurun pada 25%. Pada perlakuan gula 15%, ketiga dosis S. cerevisiae menghasilkan etanol yang tidak berbeda nyata. Diantara ketiga dosis S. cerevisiae tersebut, g1d2 memberikan kadar etanol tertinggi yaitu sebesar 4,10% (Gambar 9). Kadar etanol semakin meningkat dengan penambahan dosis S. cerevisiae. Pada gula awal 15% (g1) dan 18% (g2) didapat etanol terbanyak dengan menambahkan starter 2x dosis awal (d2). Pada gula awal 20%(g3) dan 24% (g4) etanol terbanyak didapat pada d3. Hal itu disebabkan adanya interaksi antara kadar gula awal dengan dosis starter. Dosis starter yang semakin besar akan memberikan peluang jumlah sel hidup dalam tekana osmosis yang lebih besar (Osho. 2005).
Perbedaan nilai efisiensi substrat, efisiensi fermentasi dan rendemen tergantung pada gula awal dan dosis S. cerevisiae yang diberikan (Lampiran 16,17 dan 18). Pada gula awal 15% efisiensi substrat (Gambar 10), efisiensi fermentasi (Gambar 11) dan rendemen etanol (Gambar 12) yang dihasilkan paling besar. Gula awal 15% adalah konsentrasi gula yang paling baik untuk proses fermentasi S. cerevisiae menggunakan hidrolisat asam ubi kayu. Pada dosis gula awal 15% terdapat 2 dosis starter yang menghasilkan kadar etanol yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,06% (g1d1) dan 4,10% (g1d2) (Tabel 8). Berdasarkan kadar etanol yang tertinggi, maka d2 dipilih sebagai dosis starter pada penelitian selanjutnya. Pada perlakuan g1d2 jumlah S. cerevisiae yang dipergunaakan sebesar 9ml/100ml atau 9% dari substrat awal. Untuk mempermudah proses selanjutnya, maka dosis yang digunakan menjadi 10% substrat sesuai dengan penelitian Nwachukwu (2008). 100.00
efisiensi substrat (%)
95.00 90.00 85.00
15%
80.00
18% 20%
75.00
24%
70.00 65.00 60.00 0
1
2
3
dosis S. cerevisiae (kali)
Gambar 10. Hubungan antara total gula awal dengan dosis starter terhadap efisiensi substrat Efisiensi fermentasi (%)
60.00 50.00 40.00
15% 18%
30.00
20% 24%
20.00 10.00 0.00 0
1
2
3
dosis S.cerevisiae (kali)
Gambar 11. Hubungan antara total gula awal dengan dosis starter terhadap efisiensi fermentasi
Rendemen etanol (%
30.00 25.00
15%
20.00
18% 20%"
15.00
24%"
10.00 5.00 0.00 0
1
2
3
dosis S. cerevisiae (kali)
Gambar 12. Hubungan antara total gula awal dengan dosis starter terhadap rendemen etanol 4.6 Adaptasi S. cerevisiae Terhadap Hidrolisat Asam Pada proses ini galur yang digunakan adalah galur S. cerevisiae IPB CC 05.548 dengan jumlah starter awal 10% dari media fermentasi. Kadar gula hidrolisat diencerkan dari 24% menjadi 15%. Jumlah adaptasi tidak berpengaruh terhadap reduksi HMF, reduksi furfural, produksi etanol, efisiensi fermentasi dan rendemen etanol (Lampiran 22, 23, 24, 26 dan 27), tetapi berpengaruh terhadap perubahan total gula, gula reduksi, laju pertumbuhan spesifik biomassa, rendemen biomassa dan efisiensi penggunaan substrat (Lampiran 19, 20, 21, dan 25). Gula total dan gula pereduksi akhir mengalami penurunan pada tiap tahapan adaptasi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa selama adaptasi S. cerevisiae telah mengkonsumsi substrat. Pada tiap akhir proses adaptasi terjadi peningkatan biomassa akhir dibanding biomassa awal dan pembentukan bioetanol. Hal tersebut menandakan bahwa proses metabolisme yang terjadi adalah metabolisme primer dan metabolisme sekunder (Voet dan Voet. 2004). Selama proses adaptasi jumlah gula yang digunakan sangat fluktuatif dan tidak menunjukkan pola tertentu. Pada adaptasi 1-4 gula yang digunakan S. cerevisiae lebih tidak stabil dibanding adaptasi 5-9 begitu juga dengan etanol yang dihasilkan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi proses adaptasi oleh S. cerevisiae pada rentang waktu tersebut. Penggunaan gula total cenderung stabil, sedangkan penggunaan gula reduksi cenderung naik pada adaptasi 5-9 (Gambar 13). Naiknya gula reduksi dari adaptasi 5-9 sesuai dengan naiknya etanol yang dihasilkan (Gambar 14).
160.00 140.00
100.00 g/l..
Gula total…
Gula reduksi
120.00
80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
adaptasi ke
Gambar 13. Konsumsi
gula total dan
gula reduksi selama proses adaptasi
Kadar etanol (% b/v)..
0.14 4.00
0.12 0.10
3.50
0.08 3.00
0.06 0.04
2.50
0.02 2.00
S.cerevisiae (g/jam)
0.16 Laju Pertumbuhan Spesifik..
4.50
0.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
adaptasi ke
Gambar 14.
laju pertumbuhan spesifik S. cerevisiae dan proses adaptasi
kadar etanol selama
Laju pertumbuhan spesifik biomassa (µ) tiap tahapan adaptasi mengalami perubahan. Nilai µ tertinggi terdapat pada adaptasi ke-9 sedangkan terendah didapat pada adaptasi ke-7. Kecepatan pertumbuhan spesifik S. cerevisiae adaptasi ke-9 berbeda hanya dengan adaptasi ke-1 dan ke-7. Laju pertumbuahan spesifik S. cerevisiae adaptasi ke-1 lebih lambat dari adaptasi ke-9. Hal tersebut mungkin disebabkan karena pada adaptasi ke-1, enzim-enzim untuk mereduksi inhibitor belum terbentuk, sehingga menghambat proses reproduksi. Penurunan nilai µ juga terjadi pada adaptasi ke-7. Mungkin pada adaptasi ke-7 gula yang digunakan tidak untuk pembentukan biomassa, namun untuk pembentukan etanol. Hal tersebut terlihat dari kadar etanol yang dihasilkan pada adaptasi ke -7 yang cukup besar yaitu sebesar 4, 17%. Rendemen Biomassa tertinggi terdapat pada adaptasi ke-4 namun tidak berbeda dengan adaptasi ke-1, 3, 4, 6 dan 9. Nilai rendemen biomassa ke-4 lebih
tinggi dan berbeda dengan adaptasi ke-2, 5 dan 7. Pada adaptasi ke-2, 5 dan 7 gula yang digunakan cukup tinggi namun biomassa yang dihasilkan kecil. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah HMF awal adaptasi 2 yang cukup besar (3,04 g/l). Pada adaptasi 5, furfural awal di dalam hidrolisat asam juga cukup besar dibanding adaptasi yang lain yaitu sebesar 0,025 g/l. Jumlah HMF dan furfural yang besar kemungkinan tidak diimbangi dengan jumlah enzim yang dapat mereduksi HMF dan furfural menjadi bentuk asamnya sehingga rendemen biomassa yang dihasilkan kecil. Rendemen biomassa yang kecil pada adaptasi ke-7 disebabkan karena gula yang digunakan oleh S. cerevisiae tidak untuk pembentukan biomassa, namun untuk pembentukan etanol.
95.00 90.00 85.00 (%)
Penurunan HMF
penurunan Furfural…
100.00
80.00 75.00 70.00 65.00 60.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Adaptasi ke
Gambar 15. % penurunan
HMF dan
Furfural selama proses adaptasi
Selama fermentasi terjadi pengurangan HMF dan furfural. Berkurangnya dua senyawa inhibitor ini sesuai dengan sifat alami S. cerevisiae yang dapat mereduksi HMF dan furfural. Berdasarkan analisis statistik jumlah adaptasi tidak mempengaruhi jumlah HMF dan furfural (Gambar 15). Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah maksimum HMF dan Furfural yang dapat direduksi pada 72 jam fermentasi berturutturut adalah sekitar 72-94% dan 94-96%. Proses adaptasi akan meningkatkan ketersediaan enzim untuk proses glikolisis di dalam sel bukan meningkatkan reduksi Inhibitor (Almeida et al. 2009). Jumlah HMF di dalam hidrolisat lebih banyak dari pada furfural. Hal tersebut sesuai dengan jumlah pati yang lebih besar dari lignoselulosa (serat), dimana HMF berasal dari pati (Gula C6) dan furfural berasal dari hemiselulosa (gula c5) (Almeida
2007). Efek keduanya tidak dapat dilihat secara terpisah dan efek keduanya saat bersamaan juga cukup kuat mempengaruhi metabolisme sel. Rata-rata HMF yang ada pada setiap hidrolisat awal adalah sebesar 2,93 g/l dan rata-rata furfural sebesar 0,22 g/l. Kadar HMF lebih dari 2 g/l dilaporkan dapat menghambat enzim AlDH, ADH dan PDH. HMF 2% dapat menurunkan kinerja AlDH sebanyak 50%, ADH 40% dan PDH hampir 95% Dimana ADH dan AlDH lebih berperan dalam mengubah HMF menjadi HMF alkohol dan bentuk asam dari HMF. Sebanyak 0,12 g/l furfural dapat menurunkan kinerja enzim ADH sebanyak 40% bahkan AlDH dan PDH sebanyak 80%. Jika furfural terdapat lebih banyak lagi sekitar 1% maka akan menurunkan kinerja AlDH dan PDH sampai 90% (Modig et al. 2002). 100 80 70 60 %..
Rendemenetanol
RendemenBiomasa
Efisiensi substrat..
Efisiensi Fermentasi.
90
50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
adaptasi ke
Gambar 16. Perubahan efisiensi substrat, x efisiensi fermentasi dan etanol selama proses adaptasi
rendemen
Efisiensi fermentasi, efisiensi substrat dan rendemen etanol berfluktuasi tergantung kemampunan adaptasi sel, sedangkan rendemen biomassa cenderung stabil (Gambar 16). Nilai efisiensi substrat, efisiensi fermentasi dan rendemen etanol cenderung fluktuatif dari adaptasi 1-5. Hal tersebut mengindikasikan adanya kondisi yang sulit dalam proses metabolisme. Selama periode itu sel berusaha mendetoksifikasi
dan
mengadaptasikan
dirinya
sendiri
terhadap
senyawa
penghambat. Setelah adaptasi ke-5 keadaan nilai ketiga parameter tersebut cenderung naik. Hal itu mengindikasikan bahwa agen fermentasi sudah adaptif. Berdasarkan Laju pertumbuhan spesifik biomassa (0,14g/ljam) dan kadar etanol (4,19 g/l) tertinggi maka kultur S. cerevisiae hasil adaptasi ke-9 digunakan untuk proses produksi.
Tabel 7.
A ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nilai laju pertumbuhan spesifik (µ), konsumsi gula total, konsumsi gula reduksi, reduksi HMF, reduksi furfural, efisiensi pemanfaatan substrat, rendemen etanol dan rendemen biomassa adaptasi 1-9
µ (g.jam-1) 0,12 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13 0,11 0,13 0,14
∆S (g/l)
∆ SR (g/l)
114,65 133,60 115,84 112,10 130,94 127,53 128,85 132,87 130,33
91,85 92,13 86,85 67,57 76,87 71,63 85,32 81,55 90,39
∆HMF HMF0 % (g/l) 2.83 2.84 2.84 2.13 2.61 2.70 2.56 2.94 2.92
∆ furfural Furfural 0 % (g/l) 0.0213 0.0213 0.0213 0.0219 0.0236 0.0215 0.0205 0.0193 0.0211
p %(b/v) 3,81 3,47 3,91 3,37 3,20 3,68 3,84 4,01 4,13
∆ S/S0 (%) 86,87 92,59 88,70 77,06 92,31 88,25 89,15 90,64 88,77
p/(∆ Sx0,51) (%) 65,09 50,86 66,29 59,14 48,01 56,56 58,51 59,17 62,25
Y (p/s) (%) 33,20 25,94 33,81 30,16 24,48 28,85 29,84 30,18 31,75
Y (x/s) (%) 7,44 6,87 8,29 8,35 7,08 7,40 6,42 7,27 7,90
Keterangan: µ= laju pertumbuhan spesifik biomassa, S = Gula total, SR= Gula reduksi, P= kadar etanol, ∆ S/S0 efisensi substrat berupa total gula , p/(∆ Sx0,51) = efisiensi fermentasi terhadap total gula, Y (p/s)= rendemen etanol terhadap total gula , Y (x/s) = Rendemen biomassa terhadap total gula.
19
4.5 Produksi Etanol Proses produksi etanol adalah tahap akhir dari seluruh rangkaian penelitian. Pada tahap ini fermentasi dilakukan dengan menggandakan volume hidrolisat 3x volume sebelumnya. Kinerja isolat terpilih yang telah diadaptasi (A) sebanyak sembilan kali atau selama 648 jam dibandingkan dengan agen fermentasi terpilih tanpa adaptasi (NA). Pada perhitungan sel awal diketahui bahwa jumlah sel A adalah 1,25x109sel/ml lebih banyak dari jumlah sel NA (3,6x108sel/ml). Untuk menyamakan jumlah sel ketika fermentasi maka waktu penyegaran NA ditambah dari 48 jam menjadi 72 jam sehingga jumlah sel NA menjadi 3,03x109. Secara umum S. cerevisiae IPBCC 05.548 terdaptasi lebih baik dari yang non-adaptasi. Analisisi statistik menunjukkan perlakuan A dan NA tidak berpengaruh terhadap jumlah konsumsi gula (Lampiran 28, Gambar 17), namun berpengaruh sangat nyata terhadap bobot biomassa, efisiensi substrat, dan rendemen biomassa (Lampiran 30, 32 dan 35) bahkan berpengaruh nyata terhadap kadar etanol, jumlah sel, efisiensi fermentasi dan rendemen etanol (Lampiran 29, 31, 33dan 34, Gambar 16).
Kadar etanol (% b/v)
140 Konsumsi gula reduksi (g/l)
konsumsi gula total (g/l)…
160
120 100 80 60 40 20 0 ∆gula total
Gambar 17.
∆gula reduksi
etanol
Konsumsi total gula, perubahan gula reduksi, dan etanol pada tahapan produksi dengan perlakuan A dan NA
Berdasarkan bobot biomassa dan jumlah sel biomassa S. cerevisiae A berturut-turut 3,5x dan 5,7x lebih banyak dibandingkan NA (Tabel 8). Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya senyawa inhibitor berpengaruh terhadap bobot individu. Bobot biomassa sel-sel A kurang dari dari bobot biomassa sel-sel
20
NA. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Allen (2010). Allen membuktikan bahwa HMF dan furfural dapat memperkecil ukuran sel. Tabel 8. Perbandingan bobot kering sel, jumlah sel dan kadar etanol galur A dan galur NA Parameter Bobot kering g/ml Jumlah sel/ml Kadar etanol % (b/v)
Galur A NA A NA A NA
Awal 0,1093 0,1980 1,25 x 107 3,03 x 107 0 0
Akhir 20,07 10,49 186,75 x 107 93,75 x 107 5.82 4.02
Pertumbuhan(x) 183.62 52.98 149,40 31,93 -
Bobot biomassa dan populasi sel berbanding terbalik dengan perubahan total gula. Kemampuan menghasilkan etanol galur teradaptasi lebih baik dari non adaptasi. Kadar etanol tertinggi didapat pada galur A sebesar 5,85 %(b/v) sedangkan NA hanya sebesar 4,02% (b/v). Galur NA menggunakan gula lebih banyak dibandingkan A namun menghasilkan sel dan etanol lebih kecil dari A. Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan gula untuk metabolisme sel yang mengarah pada reduksi HMF dan furfural. Pada sel yang terdaptasi kemampuan ini sudah terbentuk sehingga tidak diperlukan lagi sumber energi tambahan untuk melakukannya. Adanya inhibitor dapat memperpanjang fase lag. Sementara proses adaptasi dapat mengurangi fase lag (Almeida et al. 2009). Ketika fase lag selesai, maka fase eksponensial dapat dimulai. Substrat yang tersedia pada fase eksponensial kemungkinan masih cukup banyak bagi S. cerevisiae adaptasi. Pada fase ini, Bobot dan jumlah dan sel akan bertambah dengan cepat (Shuler dan Kargi 1992). Biomassa yang meningkat dapat meningkatkan produksi etanol. Hal tersebut membuktikan bahwa proses adaptasi dapat meningkatkan kinerja S. cerevisiae dalam memproduksi senyawa metabolit primer maupun metabolit sekunder (Shuler dan Kargi 1992). Dari segi ekonomis, penggunaan starter adaptasi juga memiliki keuntungan. Keuntungan didapat karena starter baru tidak diperlukan. Penggunaan starter baru dapat meningkatkan biaya produksi karena harga kultur S. cerevisiae yang memiliki paten cukup mahal. Harga satu tabung reaksi berisi turunan ke-3 dari kultur mikroba yang berasal dari American Type Culture
21
Colection (ATCC) sekitar $ 80 pada tahun 2009 (Rahayu G 19 Juli 2011, komunikasi pribadi). Efisiensi substrat A lebih rendah dari NA, namun efisiensi fermentasi, rendemen etanol dan rendemen biomassa A lebih besar dari NA. Kadar etanol A lebih besar 1,79 % (b/v) (Gambar 17), dibandingkan perlakuan NA. Substrat yang digunakan oleh NA mungkin lebih banyak dipakai untuk mereduksi furfural dan HMF dibanding untuk memproduksi etanol. Hal tersebut membuktikan bahwa perlakuan adaptasi dapat meningkatkan rendemen etanol lebih dari 30,78% atau 0,308 g/g (Gambar 18). 100 90 80 70 %..
60 50 40 30 20 10 0 efisiensi substrat
Gambar 18.
efisiensi fermentasi
rendemen etanol
rendemen biomassa
Efisiensi substrat dan efisiensi fermentasi dan rendemen etanol tahapan produksi perlakuan A dan NA
Rendemen etanol pada penelitian Purba (2011) yang menggunakan hidrolisat asam yang ubi kayu didetoksifikasi dan diabsorbsi dengan arang aktif juga mengalami peningkatan sekitar 61,7% jika dibandingkan dengan perlakuan netralisasi. Detoksifikasi dan absorbsi berfungsi untuk mengurangi kandungan HMF dan furfural di dalam hidrolisat asam, sedangkan proses netralisasi hanya menaikkan nilai pH saja. HMF dan furfural di dalam hidrolisat yang telah didetoksifikasi dan diabsorbsi dengan arang aktif berturut-turut adalah sebesar 0,76 g/l dan 0,0014 g/l. Hal tersebut membuktikan bahwa HMF dan furfural sangat mempengaruhi kinerja S. cerevisiae. Pada penelitian tersebut S. cerevisiae yang digunakan adalah ragi merk “F” tanpa adaptasi terlebih dahulu terhadap hidrolisat asam ubi kayu. Fermentasi hidrolisat asam ubi kayu yang telah didetoksifikasi dan diabsorbsi dengan arang aktif menggunakan bantuan galur tersebut menghasilkan kadar etanol sebesar 5,00% (b/v). Kadar etanol yang
22
dihasilkan hampir sama dengan yang dihasilkan dalam penelitian ini yang sebesar 5,82% (b/v). Hal tersebut membuktikan bahwa proses detoksifikasi secara kimiawi mempunyai fungsi yang sama dengan adaptasi. Adaptasi merupakan detoksifiksi secara biologis (Almeida et al. 2009). Sama halnya dengan penelitian Purba (2010), rendemen etanol pada perlakuan kultur S. cerevisiae daur ulang pada penelitian Zhisheng (2004) juga lebih tinggi 40% atau 0,40 g/g dibandingkan menggunakan kultur tanpa adaptasi, sehingga proses daur ulang kultur sama fungsinya dengan proses adaptasi. Martin et al (2007) juga berhasil meningkatkan rendemen etanol sebanyak 52,63 % dengan teknik adaptasi S. cerevisiae menggunakan hidrolisat bagas. Palmqvist et al. (1999) telah membuktikan bahwa penggunaan kultur adaptasi pada hidrolisat asam kayu spurce meningkatkan pertumbuhan 7x lebih tinggi dibandingkan ragi roti tanpa adaptasi. Peningkatan itu juga menunjukkan bahwa tekhnik adaptasi merupakan salah-satu tehnik yang tepat dalam meningkatkan kadar etanol dalam fermentasi menggunakan hidrolisat asam ubi kayu.
5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Ubi kayu yang digunakan memiliki kadar air sebesar 66,74% dan kadar karbohidrat sebesar 31,24%. Hidrolisis ubi kayu 18% (w/v) dengan H2SO4 1M menghasilkan total gula sebesar 235,15 (g/l), gula reduksi sebesar 215,91 (g/l) dengan nilai DE 91,85. Kadar furfural dalam hidrolisat asam sebanyak 0,72 g/l dan HMF sebanyak 3,55 g/l. Saccharomyces cerevisiae IPBCC 05.548 dibandingkan dengan ragi curah, ragi merk “F” dan koleksi PAU IPB adalah galur yang paling toleran terhadap senyawa toksik pada hidrolisat asam ubi kayu karena menghasilkan kadar etanol dan rendemen tertinggi berturut-turut sebesar 4,10% (b/v) dan 28,31%. Kondisi fermentasi terbaik adalah dengan gula total awal 15% dan dosis starter 2x 0,23% dari gula total awal. Adaptasi sebanyak 9 siklus atau selama 648 jam merupakan perlakuan terbaik untuk galur terpilih karena menghasilkan laju pertumbuhan spesifik S. cerevisiae terbesar yaitu 0,14 g/jam dan kadar etanol tertinggi sebesar 4,13% (b/v). Proses adaptasi dapat meningkatkan toleransi S. cerevisiae IPBCC 05.548 terhadap hidrolisat asam, dengan menghasilkan 30,78% etanol lebih banyak dibandingkan galur yang sama tanpa proses adaptasi dengan konsumsi total gula dan efisiensi substrat sama. S. cerevisiae dari kultur adaptasi dan non-adaptasi berturut-turut menghasilkan etanol 5,82% (b/v) dan 4,02% (b/v), efisiensi substrat 85,74% dan 93,73%, efisensi fermentasi 91,68% dan 58,03%, rendemen etanol 43,72% dan 29,60%, diikuti rendemen biomassa sebesar 14,2% dan 6,33% . 5.2 Saran Dari penelitian ini maka disarankan untuk penelitian selanjutnya yaitu: 1. Proses adaptasi secara bertahap dapat dipercepat dengan meningkatkan jumlah senyawa inhibitor murni secara bertahap. 2. S. cerevisiae terpilih dan teradaptasi perlu diuji kestabilan sifatnya. 3. Perlu dilakukan analisis aktivitas enzim yang berkaitan dengan daya adaptasi atau reduksi senyawa toksik seperti enzim ADH, AlDH, dan PDH.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pohon industri ubi kayu
Lampiran 2. Diagram alir tahapan penelitian
Lampiran 3. Prosedur analisa parameter-parameter percobaan A. Analisa Kadar Air (Apriyantono et al. 1989) Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi dengan sampel sebanyak 2 g dan ditimbang (A). Sampel kemudian dimasukan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 1-2 jam. Cawan alumunium dan sampel yang telah dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang. Pemanasan sampel dilakukan berulang hingga didapatkan berat yang konstan (B). Sisa contoh dihitung sebagai total padatan, sedangkan air yang hilang dihitung sebagai kadar air. Perhitungan kadar air menggunakan rumus: Kadar Air (%) =
A− B x 100% A
B. Analisa Kadar Abu (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 2 g diletakkan di atas krus porselin yang telah di ketahui bobotnya (A). Sampel kemudian diarangkan dahulu menggunakan bunsen hingga tidak mengeluarkan asap lagi. Krus porselin yang berisi contoh (B) kemudian dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600oC selama 2 jam. Krus porselin beserta abu kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang hingga mencapai berat yang konstan (C). Kadar abu dihitung menggunakan rumus: KadarAbu (%)=
C− A x100% B
C. Analisa Kadar Protein (AOAC 1995) Sampel sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl kemudian ditambah dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, 1 g katalis dan beberapa butir batu didih. Sampel kemudian didekstruksi hingga menghasilkan larutan jernih. Larutan hasil dekstruksi yang telah dingin ditambah dengan 15 ml NaOH 50% kemudian dimasukkan ke alat destilasi. Labu erlenmeyer yang berisi 25 ml HCl 0,02 N dan 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dan metil biru 0,02% dalam alkohol (2:1)) diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalam larutan HCl. Destilasi dilakukan hingga volume di dalam erlenmeyer mencapai dua kali volume
awal. Destilat kemudian dititrasi dengan NaOH 0,02 N hingga diperoleh perubahan warna dari hijau menjadi ungu. Kadar total nitrogen dihitung berdasarkan volume larutan NaOH yang digunakan dalam titrasi. Blanko disiapkan seperti prosedur penentuan kadar total nitrogen dengan metode kjedahl dengan aquades sebagai larutan sampel. Penentuan kadar protein dihitung menggunakan rumus: Total N (%) =
mL titrasi (blanko − sampel ) x N NaOH x14 x100% bobot sampel
Kadar Pr otein (%) = 6,25 x Total N (%)
D. Analisa Kadar Serat Kasar (AOAC 1984) Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml kemudian ditambah dengan 100 ml H2SO4 0,325 N dan dididihkan selama 30 menit. Larutan ditambah lagi dengan larutan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml dan dididihkan kembali selama 30 menit. Larutan dalam keadaan panas disaring dengan kertas Whatman No. 40 setelah diketahui bobot keringnya. Kertas saring yang digunakan dicuci berturutturut dengan air panas, 25 ml H2SO4 dan etanol 95%. Kertas saring beserta sampel kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100-110oC hingga bobotnya konstan. Kertas saring yang telah kering kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang beratnya. Kadar serat kasar dihitung menggunakan rumus: Kadar Serat Kasar (%) =
bobot endapan ker ing ( g ) x100% bobot sampel ( g )
E. Kadar Pati Analisa kadar pati berdasarkan metode Luff Schrool (AOAC, 1971). Glukosa hasil hidrolisa pati akan mereduksi larutan Luff, CuO dalam Luff direduksi menjadi CU20 yang berwarna merah bata. Kelebihan atau sisa, CuO dititrasi secara Iodometri.
Larutan Luff Schrool dibuat dengan cars melarutkan CUSO4.5H20 sebanyak 25 g ke dalam 50 ml air suling, 50 g asam sitrat dilarutkan dalam 50 ml air suling dan 388 g Na2CO3.IOH20 dilarutkan ke dalam 400 ml air suling. Larutan asam sitrat ditambahkan sedikit demi sedikit pada larutan soda, kemudian campuran ditambahkan larutan terusi dan diencerkan hingga 100 ml pada labu ukur, kemudian
ke dalam erlenmeyer 500 ml dimasukkan 2 gram sampel kering dan ditambahkan 200 ml HCI 3 % serta batu didih. Erlenmeyer dipasang pada pendingin tegak dan dihidrolisa selama 3 jam. Larutan kemudian didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH dan indikator fenolftalin. Larutan dimasukkan ke labu ukur 500 ml, ditambahkan air suling hingga tanda tera, kemudian disaring. Larutan 10 ml dipipet ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan larutan Luff 25 ml Berta 15 ml air suling. Blanko dibuat tanpa larutan contoh yang dianalisa. Erlenmeyer dipasang pada pendingin balik, dididihkan 10 menit dan didinginkan pada air mengalir. Kemudian ditambahkan KI 30 % dan 25ml H2SO4 25 %. Setelah reaksi habis dititrasi dengan Na2S203 sampai berwarna muda. Kadar pati = 0,90 x G x P x 100% g Dimana : 0,90 G P g
= faktor pembanding berat molekul satu unit gula dalam molekul pati = glukosa setara dengan ml Na2S203 yang dipergunakan untuk titrasi (mg) setelah gula diperhitungkan = pengenceran = bobot sampel (mg)
F. Analisa Kadar Lemak (AOAC 1995) Sampel bebas air (hasil analisa kadar air) sebanyak 2 g diekstraksi dengan pelarut heksan di dalam soxhlet selama 6 jam. Sampel hasil ekstraksi kemudian dianginangikan untuk menguapkan pelarut yang tersisa kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105oC. Sampel kemudian didinginkan di dalam desikator, ditimbang hingga diperoleh bobot yang tetap. Kadar abu dihitung menggunakan rumus: Kadar Abu (%) =
bobot lemak x 100% bobot sampel
G. Kadar Selulosa dan Hemiselulosa Sebanyak masing-masing a dan b sampel dimasukkan ke dalam satu gelas piala terpisah uukuran 500 ml. Sampel a ditambahkan 50 ml larutan NDS dan sampel b ditambahkan dengan 50 ml larutan ADS. Sampel ini dipanaskan selama 1 jam di atas penanggas listrik. Selanjutnya masing-masing sampel tersebut dicuci dengan aseton
dan air panas serta disaring menggunakan bantuan pompa vakum dan ditempatkan pada gelas G-3. Sampel dalam gelas G-3 ditimbang sebagai c dan d. c dan d menggunakan oven, didinginkan dengan desikator dan ditimbang sebagai e dan f. Kadar NDF =
e−c × 100 a
Kadar ADF =
f −d × 100 b
Kadar hemiselulosa = kadar NDF – kadar ADF Residu ADF (f ) yang berada pada gelas G-3 diletakkan di atas nampan yang berisi air setinggi 1 cm kemudian ditambahkan H2SO4 72% setinggi ¾ bagian gelas piala G-3 dan dibiarkan selama 3 jam sambil diaduk-aduk. Selanjutnya sampel tersebut dicuci menggunakan aseton dan air panas serta disaring menggunakan pompa vakum dan gelas G-3 dikeringkan dengan menggunakan oven, didinginkan dengan desikator dan ditimbang sebagai h Kadar selulosa =
h− f × 100 b
H. Total Gula pereduksi metode DNS (Miller, 1959) Prinsip metode ini adalah gula pereduksi dalam suasana alkali akan mereduksi 3,5 – dinitrolisilat (DNS) membentuk senyawa yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 mn. a. Penyiapan Pereaksi DNS Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5 dinitrolisilat dan 19,8 NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu ditambahkan 306 g Na-K Tatrat, 7,6 g fenol yang dicairkan pada suhu 50oC dan 8,3 g Na-Metabisulfit. Larutan ini diaduk rata, kemudian 3 ml larutan ini dititrasi dengan HCI 0,1 N dengan indikator fenolftalein. Banyaknya titran berkisar 5 – 6 ml. Jika kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap ml kekurangan HCI 0,1 N. b. Penetuan Kurva Standar Kurva standar dibuat dengan mengukur absorbansi pada selanh konsentrasi glukosa 0,2 – 0,5 mg/l. Berdasarkan metode DNS kurva korelasi menggabarkan hubungsan absorbansi dengan kadar gula perduksi.
c. Penetapan Total Gula Pereduksi Gula pereduksi ditetapkan berdasarkan konversi gula pada kurva standar. Prosedur penetapan adalah sebagai berikut : 1 ml sampel dimasukkan ke tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Larutan dimasukkan ke air mendidih selama 5 menit. Biarkan dingin pada suhu ruang. Kemudian larutan absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 550 nm. I. Total Gula dengan Metode Phenol H2SO4 (Dubois et al. 1956) Sebelum melakukan pengujian sampel, kurva standar fenol dibuat sebagai acuan perhitungan gula total. Pembuatan kurva standar adalah sebagai berikut :2 ml larutan yang mengandung 0, 10, 20, 30, 40 dan 60 g glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 % dan dikocok. Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat. Biarkan selama 10 menit, kocok lalu tempatkan dalam penanggas air selama 15 menit. Absorbansinya larutan diukur pada 490 nm. Prosedur pengujian sampel sama total gula sama dengan prosedur pembuatan kurva standar fenol, tetapi 2 ml larutan glukosa diganti dengan dengan 2 ml sampel. J. Pengukuran Furfural, dan 5-hidroksimetil furfural (HMF) (Ameur et al. 2005) Pengukuran furfural dan5-hidroksimetil furfural (HMF) menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Ada pun spesifikasi yang digunakan sebagai berikut :
• • • • •
Kolom C18 5µm (3.9 mm x 300 mm) Laju alir 1 ml/menit Panjang gelombang 284 nm Volume sampel 20 µl. Fase mobile Sodium Acetat dan Metanol (80:20) dan di tambahkan asam asetat hingga pH dicapai 3,6
K. Penentuan Kadar Etanol (Density Meter % v/v 01ML-ITS-90) Hasil destilasi akan dilakukan pengujian kadar etanol menggunakan alat density meter dengan spesifikasi sebagai berikut: 1. Jenis : Density Meter DMA 4500 Merk Anton Paar 2. Metode : Meter % v/v 01ML-ITS-90 3. Suhu Pengukuran : 20oC L. Metode pengukuran biomassa dengan berat kering sel
1 ml sampel di sentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm. Setelah sample disentrifuse tabung sentrifuse dan sampel dicuci dengan akuadest dan disaring dengan kertas milipor. Sel yang tertinggal di kertas saring dikeringkan menggunakan oven pada suhu 110oC selama 24 jam. Sebelum ditimbang biomassa disimpan di dalam desikator selama 1 jam. (Bosch et al. 2008).
Lampiran 4. Contoh perhitungan hidrolisis Asumsi : 1. 2. 3. 4. 5.
Basis perhitungan 1000 gr produk hidrolisat Kadar air 66,74% (Uji Proximat metode AOAC) Kadar padatan yang diinginkan 18 % H2SO4 1 M Konsentrasi H2SO4 = 17,82
Perhitungan a. Kadar padatan di bahan (a) a = 100% - 66,74% = 33,26% b. Jumlah padatan yang diinginkan (b) b = Jumlah produk x Kadar Padatan = 1000 g x 18 % = 180 g c. Jumlah bahan baku/singkong (c) b c= a 180 gr = 33,26 % = 541,19 g d. Jumlah air/aquadest (d) d = Jumlah produk – c = 1000 - 541,19 gr = 458,81 g e. Jumlah H2S04 (e) (d+b) x 1 M = e x konsentrasi H2S04 e = (180 gr + 451,81gr)/ 17,82 e = 35,46 g
Lampiran 5. Contoh perhitungan agen fermentasi a. Berdasarkan jumlah total gula Asumsi : 1. Perhitungan berbasis ragi “F” 2. Volume fermentasi 3. Kadar gula total hidrolisat 4. Penambahan Ragi 5. jumlah sel “F” 6. jumlah sel “C” 7. jumlah sel “P” 8. jumlah sel “M”
: 100 ml : 15 % (g/l) : 0,23% : 1,8 x 1011 sel/gr : 1,6 x 1011 sel/gr : 1,5 x 109 sel/ml : 1,4 x 109 sel/ml
Perhitungan : a. Jumlah gula dalam hidrolisat (a) a = kadar gula hidrolisat x vol fermentasi = 15 % x 100 ml = 15 g b. Jumlah agen fermentasi ”F”yang digunakan (b) b = Penambahan ragi x a = 0,23 % x 15 g = 0,035 g c. Jumlah agen fermentasi ”C”yang digunakan (c) c = (Jumlah agen fermentasi ”F” x jumlah sel ragi “F”)/ jumlah sel“C” = (0,035 x 1,8 x 1011)/ 1,6 x 1011 = 0,039 g d. Jumlah agen fermentasi ”P”yang digunakan (d) d = (Jumlah agen fermentasi ”F” x jumlah sel ragi “F”)/ jumlah sel“d” = (0,035 g x 1,8 x 1011)/ 1,5 x 109 = 4,2 ml e. Jumlah agen fermentasi ”M”yang digunakan (e) e = (Jumlah agen fermentasi ”F” x jumlah sel ragi “F”)/ jumlah sel“e” = (0,035 g x 1,8 x 1011)/ 1,4 x 109 = 4,5 ml b. Jumlah starter % gula awal 15 (g1) 18 (g2) 20 (g3) 24 (g4)
dosis starter S. cerevisiae (ml/100ml substrat) 1 x (d1) 2 x (d2) 3 x (d3) 4,5 9 13,5 5,5 10,8 16,2 5,9 11,8 17,7 7,1 14,2 21,3
Lampiran 6. Perhitungan efisiensi pemanfaatan substrat, efisiensi fermentasi dan rendemen etanol. A. Efisiensi pemanfaatan substrat Efisiensi pemanfaatan substrat diperoleh dengan membagi selisih nilai total gula awal (S0) dan gula total setelah fermentasi (S), dengan nilai gula total sampel awal (S0). Efisiensi pemanfaatan substrat dihitung menggunakan rumus: Efisensi substrat (ds / s ) =
S0 − S x100% S0
B. Efisiensi fermentasi Efisiensi fermentasi diperoleh dengan membagi konsentrasi etanol sesungguhnya (hasil penelitian) dengan konsentrasi etanol teoritis. Efisiensi fermentasi dapat dihitung dengan rumus : Efisiensi fermentasi(%) =
Konsentrasi etanol yang diperolehaktual (%b / v) ×100% Konsentrasi etanol teoritis
Konsentrasi etanol teoritis = (S0-S) x 0,51* Keterangan : * Nilai etanol yang terbentuk pada persamaan glikolisis C. Rendemen etanol (% w/v) Rendemen etanol dihitung menggunakan persamaan berikut: Rendemen (%) =
Konsentratsi etanol yang diperoleh aktual (%b / v ) × 100% gula total yang dikonsumsi
D. Rendemen biomassa (% w/v) Rendemen biomassa dihitung menggunakan persamaan berikut: Rendemen (%) =
Biomassa ( g / l ) × 100% gula total yang dikonsumsi ( g / l )
Lampiran 7. Konsumsi gula total seleksi toleransi galur terhadap hidrolisat a. gula total sisa dan konsumsi gula total Gula sisa (S) Waktu pengamtan s1 s2 s3 (jam) 0(S0) 150,17 150,17 150,17 12 53,47 53,47 63,77 24 19,98 32,90 40,11 36 14,82 20,78 24,89 48 11,42 11,05 14,38 60 8,65 7,24 11,99 72 8,56 8,13 9,93 Konsumsi (S0-S) 141,61 142,04 140,24
s4 150,17 54,63 34,41 22,83 14,63 13,08 5,27 144,90
b. Analisis sidik ragam konsumsi gula Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah Kuadrat Bebas Kuadran Tengah 3 22,98 7,66 4 7,05 1,76 7 30,03
F hitung 4,35ns
F tabel 5% 6,59
1% 16,89
Keterangan : ns = Non signifikan, * = Berpengaruh nyata ** = Perpengaruh sangat nyata
Lampiran 8. Konsumsi gula reduksi seleksi toleransi galur terhadap hidrolisat a. gula total sisa dan konsumsi gula total Gula sisa (SR) Waktu pengamtan s1 s2 s3 (jam) 0(SR0) 116,07 116,07 116,07 12 51,57 51,31 50,52 24 2,01 15,96 34,52 36 11,35 11,94 22,68 48 7,87 10,57 11,14 60 6,68 7,53 6,94 72 5,33 5,42 5,79 Konsumsi 110,65 112,33 113,58 (SR0-SR)
s4 116,07 53,48 30,52 21,90 7,50 7,35 5,18 110,89
b. Analisis sidik ragam konsumsi gula reduksi Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah Kuadrat Bebas Kuadran Tengah 3 4,81 1,60 4 58,65 14,66 7 63,46
F hitung 0,11 ns
F tabel 5% 6,59
1% 16,89
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
Lampiran 9. Perubahan pH seleksi toleransi galur terhadap hidrolisat a. Perubahan pH Waktu pengamtan (jam) 0(pH0) 12 24 36 48 60 72 Perubahan pH
Perubahan pH/pengamatan s1
s2
s3
s4
4,71 4,43 4,22 4,21 4,26 4,27 4,01 0,66
4,71 4,69 4,65 4,55 4,56 4,29 4,045 0,66
4,71 4,72 4,42 4,20 4,11 4,10 4,05 0,70
4,71 4,75 4,55 4,29 4,225 4,16 4,175 0,53
b. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah Kuadrat Bebas Kuadran Tengah 3 0,03 0,01 4 0,00 0,00 7 0,04
F hitung 14,64*
F tabel 5% 6,59
1% 16,89
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
c. Uji lanjut Duncan Perlakuan Rata-rata Notasi a s3 0,70 s2 0,66 b s1 0,66 b s4 0,53 b Keterangan : Dua rataan yang mempunyai huruf yang sama dinyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
Lampiran 10. Produksi etanol seleksi toleransi galur terhadap hidrolisat a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah Kuadrat Bebas Kuadran Tengah 6,54 2,18 3 1,07 0,27 4 7,62 7
F hitung 8,13*
F tabel 5% 6,59
1% 16,89
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan Perlakuan Rata-rata (% b/v) Notasi a s4 4,10 s3 3,10 a s1 1,98 b s2 1,95 c Keterangan : Dua rataan yang mempunyai huruf yang sama dinyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
Lampiran 11. Efisiensi penggunaan substrat seleksi toleransi galur terhadap hidrolisat a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah Kuadrat Bebas Kuadran Tengah 3 10,19 3,40 4 0,42 0,11 7 10,61
F hitung 32,37**
F tabel 5% 6,59
1% 16,89
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan Perlakuan Rata-rata Notasi 96,49 a s4 s2 94,59 b s3 94,30 b s1 93,39 c Keterangan : Dua rataan yang mempunyai huruf yang sama dinyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
Lampiran 12. Efisiensi fermentasi toleransi galur terhadap hidrolisat a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah Kuadrat F hitung Bebas Kuadran Tengah 3 1823,84 607,95 125,42** 4 19,39 4,85 7 1843,23
F tabel 5% 6,59
1% 16,89
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan Perlakuan Rata-rata Notasi 55,51 a s4 s3 43,32 a s2 27,40 b s1 26,95 c Keterangan : Dua rataan yang mempunyai huruf yang sama dinyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
Lampiran 13. Rendemen etanol toleransi galur terhadap hidrolisat a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah Kuadrat Bebas Kuadran Tengah 3 474,38 158,13 4 5,04 1,26 7 479,43
F hitung 125,42**
F tabel 5% 6,59
1% 16,89
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan Perlakuan Rata-rata Notasi s4 28,31 a s3 22,10 a s2 13,74 b s1 17,69 c Keterangan : Dua rataan yang mempunyai huruf yang sama dinyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
20
Lampiran 14. Perubahan total gula optimasi gula dan dosis starter a. Analisis Sidik Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah Kuadrat Bebas Kuadran Tengah 965,22 2,00 482,61 3938,95 3,00 1312,98 1241,94 6,00 206,99
F hitung 17,14** 46,64** 7,35**
F tabel 5% 3,49 3,88 3,90
1% 5,95 6,93 4,82
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpenagruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan perlakuan gula awal Perlakuan Rata-rata (% b/v) Notasi g4 172,48 a g3 170,56 a g2 147,80 b g1 144,30 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 % c. Uji lanjut Duncan perlakuan dosis S. cerevisiae Perlakuan Rata-rata Notasi d3 167,26 a d2 157,08 b d1 152,02 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 % d. Uji lanjut Duncan interaksi gula awal dengan dosis S. cerevisiae Perlakuan Rata-rata (g/l) notasi g4d3 196,49 a 179,00 g3d3 b 173,13 g3d2 bc g4d2 164,55 cd g3d1 159,57 de g4d1 156,40 def 148,86 g2d3 efg 148,70 g2d1 efg 145,85 g2d2 fg 144,80 g1d2 fg 144,72 g1d3 fg g1d1 143,40 g Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
21
Lampiran 15. Produksi etanol optimasi gula dan dosis starter a. Analisis sidik ragam ANOVA Efek S,cerevisae Efek % gula Efek Interaksi Galat
Derajat Jumlah Kuadrat F hitung Bebas Kuadran Tengah 2 4,13 2,06 15,79** 3 36,92 12,31 94,16** 6 3,80 0,63 4,85** 12 1,57 0,13
F Tabel 5% 1% 3,49 5,95 3,88 6,93 3,9 4,82
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan perlakuan gula awsal Perlakuan Rata-rata (% b/v) Notasi g1 4,07 a g2 2,83 b g3 2,17 c g4 0,63 d Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 % c Uji lanjut Duncan perlakuan dosis S. cerevisiae Perlakuan Rata-rata Notasi d3 2,89 a d2 2,50 b d1 1,88 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 % d. Uji lanjut Duncan interaksi gula awal dengan dosis S. cerevisiae Perlakuan Rata-rata (% b/v) notasi g1d2 4,10 a g1d1 4,05 a g1d3 4,05 a g2d2 3,10 b g3d3 3,05 b g2d3 2,95 b g3d2 2,55 b g2d1 2,45 b g4d3 1,53 c cd 0,90 g3d1 0,25 d g4d2 g4d1 d 0,13 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 % Lampiran 16. Efisiensi penggunaan substrat optimasi gula dan dosis starter a. Analisis sidik ragam
22
ANOVA Efek S,cerevisae Efek % gula Efek Interaksi Galat
Derajat Bebas 2 3 6 12
Jumlah Kuadran 199,80 1589,86 232,38 83,79
Kuadrat Tengah 99,90 529,95 38,73 6,98
F hitung 14,31** 75,90** 5,55**
F Tabel 5% 1% 3,49 5,95 3,88 6,93 3,9 4,82
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan perlakuan gula awal Perlakuan Rata-rata Notasi g4 96,09 a g3 86,88 b g2 85,40 b g1 73,22 c Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 % c. Uji lanjut Duncan perlakuan dosis S. cerevisiae Perlakuan Rata-rata Notasi d3 89,2363 a d2 84,6713 b b d1 82,2800 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 % d. Uji lanjut Duncan interaksi gula awal dengan Dosis S. cerevisiae Perlakuan Rata-rata notasi g1d2 96,45 a g1d3 96,37 a g1d1 95,49 b 91,16 g3d3 bc 88,20 g3d2 bc 86,01 g2d3 bcd g2d3 85,97 bcd g2d2 84,23 cd g4d3 83,42 de 81,28 g3d1 e 69,85 g4d2 e g4d1 66,39 e Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
23
Lampiran 17. Efisiensi fermentasi optimasi gula dan dosis starter a. Analisis sidik ragam Derajat Jumlah ANOVA Bebas Kuadran Efek S,cerevisae 2 425,85 Efek % gula 3 7566,91 Efek Interaksi 6 424,36 Galat 12 278,82
Kuadrat Tengah 212,93 2522,30 70,73 23,24
F hitung 9,16** 108,56** 3,04ns
F tabel 5% 1% 3,49 5,95 3,88 6,93 3,9 4,82
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan perlakuan gula awal Perlakuan Rata-rata Notasi g1 5,51 a g2 3,73 b g3 2,46 c g4 0,66 d Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 % c. Uji lanjut Duncan perlakuan dosis S. cerevisiae Perlakuan Rata-rata Notasi d3 3,55 b d2 3,20 b a d1 2,59 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
24
Lampiran 18. Rendemen etanol optimasi gula dan dosis starter a. Analisis sidik ragam ANOVA Efek S.cerevisae Efek % gula Efek Interaksi Galat
Derajat Jumlah Kuadrat F hitung Bebas Kuadran Tengah 50,13 25,06 15,77** 2 448,45 149,48 94,08** 3 46,14 7,69 4,84** 6 19,07 1,59 12
F tabel 5% 1% 3,49 5,95 3,88 6,93 3,9 4,82
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan perlakuan gula awal Perlakuan Rata-rata g1 g2 g3 g4
14,19 9,88 7,55 2,21
Notasi a b c d
c. Uji lanjut Duncan perlakuan dosis S. cerevisiae Perlakuan Rata-rata Notasi d3 10,09 a d2 8,719 b d1 6,579 c Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 % d. Uji lanjut Duncan interaksi gula awal dengan Dosis S. cerevisiae Perlakuan Rata-rata notasi g1d2 14,29 a g1d1 14,16 a g1d3 14,12 a 10,81 g2d2 b 10,63 g3d3 b 10,28 g2d3 b g3d2 8,89 b g2d1 8,54 b g4d3 5,32 c 3,14 g3d1 c 0,86 g4d1 cd g4d2 0,45 d Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
25
Lampiran 19. Perubahan total gula adaptasi a. Data analisis total gula awal dan total gula akhir Adaptasi Ke
Total gula awal
Total gula akhir
Konsumsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
131,96 144,29 130,59 145,43 141,78 144,52 144,52 146,58 146,80
g/L 17,32 10,70 14,75 33,34 10,84 16,99 15,67 13,71 16,47
114,65 133,60 115,84 112,10 130,94 127,53 128,85 132,87 130,33
b. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah Kuadrat Bebas Kuadran Tengah 8 1155,55 144,44 9 169,46 18,83 17 1325,01
F hitung 7,67**
F tabel 5% 2,55
1% 3,79
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
c. Uji lanjut Duncan Adaptasi ke Rata-rata notasi 133,60 2 a 132,87 8 a 130,94 5 a 130,33 9 a 128,85 7 a 127,54 6 a 115,85 3 b 114,65 1 b 112,10 4 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
26
Lampiran 20. Perubahan gula reduksi adaptasi a. Data analisis awal dan akhir gula reduksi Adaptasi Ke
Gula reduksi awal
Gula reduksi akhir
Konsumsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
97,22 97,41 92,97 82,41 87,04 80,00 93,89 91,30 99,44
g/L 5,37 5,28 6,11 14,84 10,17 8,37 8,57 9,74 9,06
91,85 92,13 86,85 67,57 76,87 71,63 85,32 81,55 90,39
b.Analisis sidik ragam F tabel Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 9 17
Jumlah Kuadrat Kuadran Tengah 1285,44 160,68 275,68 30,63 1561,12
F hitung 5,25 **
5% 2,55
1% 3,79
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
c. Uji lanjut Duncan Adaptasi ke Rata-rata notasi 92,13 2 a 91,85 1 a 90,39 9 ab 86,86 3 ab 85,32 7 ab 81,56 8 abc 76,87 5 cde 71,63 6 de 67,57 4 e Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
27
Lampiran 21. Biomassa adaptasi a. Data analisis Biomassa awal dan akhir Adaptasi Ke
Biomassa awal
Biomassa akhir
∆ Biomassa
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0,032 0,086 0,093 0,097 0,095 0,093 0,095 0,084 0,097
g/ml 8,56 9,27 9,70 9,45 9,32 9,53 8,38 9,74 10,39
8,53 9,18 9,60 9,36 9,23 9,43 8,28 9,65 10,29
b. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 9 17
Jumlah Kuadran 4,01 1,28 5,29
Kuadrat Tengah 0,50 0,14
F hitung 3,53*
F tabel 5% 1% 2,55 3,79
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
c. Uji lanjut Duncan Adaptasi ke Rata-rata notasi 10,29 9 a 9,65 8 ab 9,61 3 ab 9,43 6 abc 9,36 4 abc 9,23 5 abc 9,19 2 abc 8,53 1 bc 8,28 7 c Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
28
Lampiran 22. Perubahan HMF adaptasi a. Data Analisis awal dan akhir HMF Adaptasi Ke
HMF awal
HMF akhir
% ∆ HMF/HMFawal
1 2 3 4 5 6 7 8 9
3,07 3,04 3,09 2,68 2,78 2,91 2,76 3,14 3,13
g/ml 0,24 0,21 0,24 0,28 0,18 0,21 0,20 0,21 0,21
92,34 93,26 92,11 80,24 93,64 92,93 92,66 93,47 93,34
b. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 9 17
Jumlah Kuadran
Kuadrat Tengah 0,13 0,01
F hitung 11,53**
F tabel 5% 1% 2,55 3,79
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
c. Uji lanjut Duncan Adaptasi ke Rata-rata notasi 2,94 8 a 2,92 9 a 2,84 3 ab 2,84 2 ab 2,83 1 ab 2,70 6 abc 2,61 5 bc 2,56 7 c 2,13 4 d Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
29
Lampiran 23. Perubahan Furfural adaptasi a. Data Analisis awal dan akhir furfural Adaptasi Ke
Furfural awal
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0,022 0,022 0,023 0,023 0,025 0,022 0,021 0,020 0,022
Furfural akhir
% ∆ Furfural/Firfuralawal
g/ml 0,0009 0,0011 0,0013 0,0010 0,0013 0,0009 0,0010 0,0010 0,0009
95,87 93,04 93,56 96,50 95,52 96,57 95,24 95,40 96,23
b. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 9 17
Jumlah Kuadran 2,07 x10-5 5,5 x10-5 7,57 x10-5
Kuadrat Tengah 2,58 x10-6 6,11 x10-6
F hitung 0,42ns
F tabel 5% 1% 2,55 3,79
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
30
Lampiran 24. Produksi etanol adaptasi a. Analisis sidik ragam Sumber Keragama n Perlakuan Galat Total
F tabel Derajat Bebas 8 9 17
Jumlah Kuadran 1,54 0,98 2,53
Kuadrat Tengah 0,19 0,11
F hitung 1,77
ns
5% 2,55
1% 3,79
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
Lampiran 25. Efisiensi penggunaan substrat adaptasi a. Analisis sidik ragam Sumber Derajat Jumlah Keragaman Bebas Kuadran Perlakuan 8 338,93 Galat 9 17,64 Total 7 356,57
Kuadrat Tengah 42,37 1,956
F hitung 21,62**
F tabel 5% 1% 2,55 3,79
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
c. Uji lanjut Duncan Adaptasi ke Rata-rata notasi 92,59 2 a 92,31 5 ab 90,64 8 abc 89,15 7 bcd 88,78 9 cd 88,70 3 cd 88,25 6 cd 86,88 1 d 77,06 4 e Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
31
Lampiran 26. Efisiensi fermentasi adaptasi a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 9 7
Jumlah Kuadran 978,67 170,19 1148,86
Kuadrat Tengah 122,33 18,91
F hitung 6,47 ns
F tabel 5% 1% 2,55 3,79
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
Lampiran 27. Rendemen etanol adaptasi Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 9 17
Jumlah Kuadran 151,15 93,12 244,27
Kuadrat Tengah 18,89 10,35
F hitung 1,83ns
F tabel 5% 1% 2,55 3,79
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
Lampiran 28. Rendemen Biomassa adaptasi a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 8 9 17
Jumlah Kuadran 6,52 2,24 8,76
Kuadrat Tengah 0,82 0,25
F hitung 3,28*
F tabel 5% 1% 2,55 3,79
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan Adaptasi ke Rata-rata notasi 8,35 4 a 8,30 3 ab 7,90 9 abc 7,45 1 abcd 7,40 6 abcd 7,27 8 abcd 7,09 5 bcd 6,88 2 cd 6,43 7 d Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %
32
Lampiran 29. Total gula proses produksi
Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 1 2 3
Jumlah Kuadran 5,80 567,26 573,05
Kuadrat Tengah 5,80 283,63
F tabel F hitung 0,02ns
5% 18,51
1% 98,49
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
Lampiran 30. Etanol proses produksi a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 1 2 3
Jumlah Kuadran 3,21 0,28 3,49
Kuadrat Tengah 3,21 0,14
F hitung 22,85*
F tabel 5% 1% 18,51 98,49
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan Perlakuan Rata-rata A 5,82 NA 4,02 Keterangan : A1= Adaptasi, NA= Tanpa adaptasi
notasi a b
Lampiran 31. Biomassa proses produksi a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas
Jumlah Kuadran
Kuadrat Tengah
F hitung
F tabel 5% 1%
1 107,37 107,37 504,12** 18,51 98,49 2 0,43 0,213 3 107,80 Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b Uji lanjut Duncan Perlakuan Rata-rata A 18,98 NA 8,61 Keterangan : A1= Adaptasi, NA= Tanpa adaptasi
notasi a b
33
Lampiran 32. Jumlah sel S. cerevisiae proses produksi a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas
Jumlah Kuadran
Kuadrat Tengah
F hitung
F tabel 5% 1%
1 9091,62 9091,62 76,64* 18,51 98,49 2 237,25 118,63 3 9328,87 Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan Perlakuan Rata-rata A 186,75 x 107 NA 90,15 x 107 Keterangan : A1= Adaptasi, NA= Tanpa adaptasi
notasi a b
Lampiran 33. Analisis keragaman efisiensi substrat proses produksi a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 1 2 3
Jumlah Kuadran 4,45 0,05 4,51
Kuadrat Tengah 4,45 0,027
F hitung 164,70**
F tabel 5% 1% 18,51 98,49
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan Perlakuan Rata-rata 132,92 A 135,98 NA Keterangan : A1= Adaptasi, NA= Tanpa adaptasi
notasi b a
Lampiran 34. Analisis keragaman efisiensi fermentasi proses produksi a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas
Jumlah Kuadran
Kuadrat Tengah
F hitung
F tabel 5% 1%
1 767,85 767,85 35,10* 18,51 98,49 2 43,75 21,87 3 811,60 Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
34
b Uji lanjut Duncan Perlakuan Rata-rata A 85,74 NA 58,03 Keterangan : A1= Adaptasi, NA= Tanpa adaptasi
notasi a b
Lampiran 35. Analisis keragaman rendemen etanol proses produksi a. Analisis sidik ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Keragaman
Bebas
Kuadran
Perlakuan Galat Total
1 2 3
199,72 11,38 211,10
F hitung 35,10*
F tabel 5%
1%
18,51
98,49
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
b. Uji lanjut Duncan Perlakuan Rata-rata A 43.73 NA 29.60 Keterangan : A1= Adaptasi, NA= Tanpa adaptasi
notasi a b
35
Lampiran 36. Analisis keragaman rendemen biomassa proses produksi b. Analisis sidik ragam Sumber
Derajat
Jumlah
Keragaman
Bebas
Kuadran
Perlakuan Galat Total
1 2 3
63,08 0,06 63,14
F hitung 63,08 0,03
F tabel 5%
1%
18,51
98,49
Keterangan : ns = non signifikan, * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
c. Uji lanjut Duncan Perlakuan Rata-rata A 14,2 NA 6,33 Keterangan : A1= Adaptasi, NA= Tanpa adaptasi
notasi a b