PRODUKSI BIOETANOL DARI NIRA AREN (Arenga pinnata MERR) OLEH DRY YEAST Saccharomyces cerevisiae
CINDY WIDYA RISTIKA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Bioetanol dari Nira Aren (Arenga pinnata MERR) oleh Dry Yeast Saccharomyces cerevisiae adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016 Cindy Widya Ristika NIM F34110008
ABSTRAK CINDY WIDYA RISTIKA. Produksi Bioetanol dari Nira Aren (Arenga pinnata MERR) oleh Dry Yeast Saccharomyces cerevisiae. Dibimbing oleh MUHAMMAD ROMLI dan LIESBETINI HADITJAROKO. Peningkatan jumlah konsumsi minyak bumi tidak diimbangi dengan peningkatan produksi minyak bumi, sehingga diperlukan sumber energi alternatif lain yang dapat menyubstitusi minyak bumi, seperti bioetanol. Kandungan gula pada nira aren sebesar 16-18%, sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan baku pembuatan etanol. Saccharomyces cerevisiae dapat digunakan untuk mengonversi glukosa menjadi bioetanol. Konsentrasi gula dan penambahan inokulum dapat mempengaruhi rendemen bioetanol yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gula awal S1, S2, dan S3, serta penambahan inokulum 5%, 10%, dan 15% (v/v) untuk menghasilkan kadar etanol tertinggi. Fermentasi dilakukan selama 48 jam dan analisis produk diukur setiap 12 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan inokulum terbaik adalah 15% (v/v), sedangkan perlakuan gula S1 (18.6%) merupakan konsentrasi terbaik untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dengan produksi etanol sebesar 6.14±0.13% (b/v), Xmaks 36.40±3.32 g/L, persentase konversi substrat 99.75%, Yp/s sebesar 0.47±0.01 g etanol/g substrat, Yx/s 0.11±0.0 g sel/g substrat, Yp/x sebesar 4.30±0.02 g etanol/g sel, qp sebesar 0.10 gP/g sel.jam, dan qs sebesar 0.22 g S/g sel.jam. Kata kunci: Bioetanol, fermentasi, nira aren, Saccharomyces cerevisiae
ABSTRACT CINDY WIDYA RISTIKA. Arenga pinnata MERR for Bioethanol Production by Dry Yeast Saccharomyces cerevisiae. Supervised by MUHAMMAD ROMLI and LIESBETINI HADITJAROKO. The increase of energy consumption is not balanced with production of fuel oil. It means need have alternative energy to substitute fuel oil with renewable energy, such as bioethanol. Sugar palm is potential for bioethanol production. It contains 16-18% of sucrose. Saccharomyces cerevisiae can be used to convert glucose into bioethanol. Initial sugar concentration and inoculum concentration are parameters effected the yield of ethanol. This research evaluated the effect of initial sugar concentration at S1, S2, and S3, and also the effect of inoculum concentration at 5%, 10%, and 15% (v/v) to produce the highest yield of ethanol. Fermentation process was done for 48 hours and the analysis of product were measured every 12 hours. The results showed that inoculum 15% (v/v) and sugar consentration S1 (18.6%) were the best consentrations for Saccharomyces cerevisiae with ethanol production 6.14 ± 0.13% (w/v), Xmaks 36.40±3.32 g/L, sugar conversion 99.75%, Yp/s s 0.47±0.01 g ethanol/g substrate, Yx/s 0.11±0.0 g cell/g substrate, Yp/x 4.30±0.02 g ethanol/g cell, qp 0.10 g ethanol/g cell.hour, and qs 0.22 g substrate/g cell.hour.
Keywords: Arenga pinnata, bioethanol, fermentation, sugar palm, Saccharomyces cerevisiae
PRODUKSI BIOETANOL DARI NIRA AREN (Arenga pinnata MERR) OLEH DRY YEAST Saccharomyces cerevisiae
CINDY WIDYA RISTIKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Produksi Bioetanol dari Nira Aren (Arenga pinnata MERR) Oleh Dry Yeast Saccharomyces cerevisiae”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Muhammad Romli MSc St dan Dr Ir Liesbetini Haditjaroko MS selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya selama penulis menyelesaikan penelitian dan skripsi, serta Dr Prayoga Suryadarma STP MT selaku dosen penguji atas saran yang diberikan, kepada Ibunda Ismiyati, A Bubun, Teh Dian, De Tangguh, dan Ayahanda Djadja Djalaluddin (Alm) yang menjadi penyemangat, serta semua sahabat atas kasih sayang, dukungan, dan doanya. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf dan laboran Teknologi Industri Pertanian atas segala ilmu dan bantuannya, serta kepada seluruh keluarga besar TINFORMERS untuk pelajaran dan pengalamannya selama ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Februari 2016
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODOLOGI
3
Bahan
3
Alat
3
Tahapan Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Karakterisasi Nira Aren
6
Pengaruh Jumlah Inokulum Terbaik
7
Pengaruh Konsentrasi Gula Terbaik
13
Perkiraan Produksi Bioetanol dari Nira Aren
19
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
39
DAFTAR TABEL 1 Hasil analisa nira aren (Arenga pinnata MERR) 2 Perbandingan parameter kinetika fermentasi pada konsentrasi inokulum 3 Perbandingan parameter kinetika fermentasi pada konsentrasi gula 4 Perkiraan produksi bioetanol dalam satu hektar kebun aren
6 berbagai 12 berbagai 18 20
DAFTAR GAMBAR 1 Tahapan Penelitian 2 Grafik jumlah biomassa sel kering pada berbagai perlakuan jumlah inokulum 3 Grafik pembentukan kadar etanol pada berbagai perlakuan jumlah inokulum 4 Grafik penurunan gula pereduksi pada berbagai perlakuan jumlah inokulum 5 Grafik penurunan total gula pada berbagai perlakuan jumlah inokulum 6 Grafik jumlah biomassa sel kering pada berbagai perlakuan konsentrasi gula 7 Grafik pembentukan kadar etanol pada berbagai perlakuan jumlah konsentrasi gula 8 Grafik penurunan gula sisa pereduksi pada berbagai perlakuan konsentrasi gula 9 Grafik penurunan total gula pada berbagai perlakuan konsentrasi gula 10 Pola tanam pohon aren (a) monokultur; (b) polikultur
4 7 9 11 11 13 15 16 17 19
DAFTAR LAMPIRAN 1 Analisis karakterisasi bahan 2 3 4 5
Prosedur analisa kadar etanol, total gula, dan gula pereduksi Perhitungan kebutuhan urea Data hasil fermentasi penentuan konsentrasi inokulum optimum Data hasil fermentasi penentuan konsentrasi gula optimum
25 26 27 28 33
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya populasi penduduk, meningkat pula kebutuhan teknologi yang menggunakan bahan bakar sebagai sumber energinya. Cadangan dan produksi minyak bumi di Indonesia mengalami penurunan 10% setiap tahunnya, sedangkan tingkat konsumsi minyak bumi rata-rata naik 6% per tahun (Kuncahayo 2013). Menurut data Kementerian Energi, Sumberdaya, dan Mineral (2014), produksi minyak bumi tahun 2013 sebesar 287 550 170 barrel dan mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi 238 670 486.63 barrel. Peningkatan kebutuhan bahan bakar ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi minyak bumi. Ketersediaan cadangan minyak bumi di Indonesia hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan Indonesia hingga 23 tahun kedepan. Salah satu alternatif penggunaan minyak bumi dengan melakukan diversifikasi energi, yaitu penggunaan sumber daya terbarukan sebagai bahan bakar (bioenergi), salah satunya adalah bioetanol. Bioetanol merupakan hasil fermentasi pati atau gula dengan bantuan khamir atau bakteri. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar nabati atau biofuel sebagai sumber bahan bakar alternatif, pemerintah menargetkan substitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5% pada tahun 2025. Penggunaan bioenergi sangat potensial untuk dikembangkan dilihat dari ketersediaan lahan dan sumber daya hayati di Indonesia. Salah satu bahan potensial adalah nira aren. Pohon aren sebagai bahan baku pembuatan bioetanol memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan mudah pada semua tipe tanah dan agroklimat di Indonesia. Menurut Ditjenbun (2014) satu pohon aren mampu menghasilkan 20 liter nira per hari, dalam satu hektar tanah dapat ditanami 75-100 pohon. Pohon aren menghasilkan empat hingga delapan kali melebihi produktivitas tebu dengan rendemen gula sebesar 12%-16% (Kusumanto 2009). Pada tahun 2004 luas tanaman aren mencapai 60 482 ha (Effendi 2010). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2005) telah dicanangkan 6.4 juta ha lahan untuk ditanam tanaman penghasil biofuel termasuk pohon aren selama tahun 2005-2015. Pemilihan jenis mikroba penting untuk dilakukan, Rehm dan Reed (1981) menyebutkan mikroba yang digunakan harus mampu menghasilkan etanol yang tinggi, toleran terhadap kadar etanol tinggi, dan dapat bertahan hidup pada pH rendah. Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang sering digunakan dalam proses pembuatan etanol. Khamir ini mampu menghasilkan etanol yang tinggi, toleran terhadap kadar etanol yang tinggi karena memiliki dinding sel yang lebih tebal dibandingkan bakteri, mampu hidup pada suhu tinggi hingga 47oC, dapat hidup pada pH rendah hingga pH 3, stabil selama kondisi fermentasi, dan mudah diperoleh (Dombek dan Ingram 1987; Lee et al. 2013). Jumlah produk bioetanol yang tinggi selama fermentasi dapat dicapai dengan mengatur kondisi pertumbuhan optimum mikroba, diantaranya konsentrasi substrat dan konsentrasi penambahan inokulum. Ketika konsentrasi substrat yang ditambahkan terlalu tinggi maka akan meningkatkan tekanan osmotik yang dapat
2 mengganggu metabolisme sel dan efisiensi proses fermentasi. Pada konsentrasi substrat yang tinggi dibutuhkan konsentrasi inokulum yang lebih banyak. Konsentrasi penambahan inokulum optimal sebesar 5%-15% (Wardani 2013; Tahir et al. 2010; Wignyanto 2001; Sulieman et al. 2013). Akan tetapi, konsentrasi inokulum terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya persaingan antarsel, sehingga produk yang dihasilkan tidak optimum. Oleh karena itu perlu diketahui konsentrasi gula dan konsentrasi penambahan inokulum optimum untuk fermentasi etanol. Berdasarkan data yang ada mengenai penurunan produksi minyak bumi, peningkatan kebutuhan konsumsi minyak bumi, dan produksi nira aren yang potensial maka dilakukan penelitian dengan judul “Produksi Bioetanol dari Nira Aren Oleh Dry Yeast Saccharomyces cerevisiae” sehingga dapat menjadi sumber energi alternatif minyak bumi.
Perumusan Masalah Mikroba memiliki kondisi pertumbuhan optimum untuk dapat menghasilkan produk yang tinggi. Konsentrasi substrat termasuk kadar gula dan inokulum merupakan faktor yang dapat mempengaruhi rendemen bioetanol yang dihasilkan.
Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengkaji pengaruh konsentrasi gula dan penambahan inokulum Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan bioetanol tertinggi.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai konsentrasi inokulum terbaik dan konsentrasi gula terbaik pada fermentasi nira aren menggunakan Saccharomyces cerevisiae untuk produksi bioetanol.
Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian ini meliputi: 1. Karakterisasi nira aren sebagai bahan baku pembuatan bioetanol dengan melakukan analisa komponen kimia, gula pereduksi, dan total gula. 2. Penguapan nira aren untuk memperoleh konsentrasi gula. 3. Persiapan inokulum. 4. Fermentasi nira aren oleh khamir Saccharomyces cerevisiae. 5. Analisis hasil fermentasi berupa pengukuran biomassa, kadar etanol, gula total, sisa gula pereduksi, dan penentuan parameter kinetika fermentasi.
3
METODOLOGI
Bahan Bahan utama yang digunakan adalah nira aren yang berasal dari daerah Cianjur. Saccharomyces cerevisiae yang digunakan adalah dry yeast merk Angel yang khusus untuk produksi etanol. Urea sebagai sumber nutrisi diperoleh dari pasar. Bahan kimia yang digunakan antara lain akuades, glukosa, NaOH, etanol, fenol, HCL, indikator PP, asam 3.5 dinitrosalisilat, Na–K tartarat, Na–metabisulfit, glukosa standar, dan H2SO4.
Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya labu Erlenmeyer skala 1000 mL, gelas piala 500 ml, gelas piala 2000 ml, termometer, labu tera, labu Kjedahl, cawan alumunium, cawan porselen, inkubator, mikro pipet, tabung ulir, oven, autoklaf, tanur, desikator, spektofotometer UV-vis, timbangan analitik, pH meter, buret, alat destilasi etanol, sentrifugasi, dan piknometer.
Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.
Mulai
Karakterisasi nira aren
Persiapan media fermentasi
Persiapan inokulum Saccharomyces cerevisiae
Fermentasi bioetanol I (pengaruh konsentrasi inokulum)
A
4 A
Konsentrasi inokulum terbaik Fermentasi bioetanol II (pengaruh konsentrasi gula) Konsentrasi gula terbaik
Selesai Gambar 1 Tahapan Penelitian Persiapan dan Karakterisasi Bahan Persiapan bahan diawali dengan melakukan analisa komponen kimia berupa uji kadar air dan uji kadar abu. Selain itu dilakukan pula uji total nitrogen, uji total karbon, uji gula pereduksi dan uji total gula. Setelah itu, dilakukan persiapan substrat di lokasi pengambilan nira dengan menguapkan nira aren hingga diperoleh konsentrasi gula S1 (18%), S2 (24%), dan S3 (33%). Setibanya di laboratorium pengujian, nira disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit dengan tekanan 15 psia (Baihaki et al. 2013). Pemenuhan sumber nitrogen pada media fermentasi dilakukan dengan menambahkan urea berdasarkan perhitungan Syamsu et al. (2003). Persiapan inokulum Persiapan inokulum diawali dengan memanaskan akuades dan glukosa pada suhu 35-38oC dan densitas 2%. Kemudian ditambahkan dry yeast dengan perbandingan 1:5 (b/v). Larutan tersebut kemudian diaduk selama 15-30 menit. Fermentasi Nira Aren Pada penelitian ini dikaji mengenai pengaruh konsentrasi inokulum dan konsentrasi gula yang dilakukan dengan dua tahap fermentasi. Tahap pertama dilakukan untuk mengetahui konsentrasi inokulum terbaik. Hasil terbaik pada fermentasi tahap I digunakan pada penelitian selanjutnya, yaitu fermentasi untuk mengetahui kadar gula terbaik. Sebanyak 500 mL nira aren dimasukan kedalam labu Erlenmeyer 1000 mL. Nilai pH cairan substrat diatur menjadi 4.8 dengan menambahkan HCl 1N atau larutan natrium bikarbonat. Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit dan media didinginkan hingga 30oC. Nutrisi urea ditambahkan sesuai perhitungan rasio C/N (Lampiran 3). Urea disterilisasi kering dengan cara dioven selama 2 jam pada suhu 60oC. Inokulum Saccharomyces cerevisiae ditambahkan
5 ke dalam media sebanyak 5%, 10%, dan 15% (v/v). Setelah diperoleh konsentrasi penambahan inokulum terbaik, dilakukan penelitian tahap dua, yaitu menambahkan inokulum terbaik pada media dengan konsentrasi gula S1 (18%), S2 (24%), dan S3 (33%). Setiap fermentasi berlangsung selama 48 jam pada suhu ruang dan diamati setiap selang 12 jam. Penentuan parameter kinetika fermentasi dihitung sebagai indikator kinerja proses kultivasi, yaitu total biomassa sel khamir yang dihasilkan tiap 12 jam (X), kadar etanol yang diproduksi (P), penentuan substrat sisa yang masih terdapat pada media (S) tiap 12 jam, laju pertumbuhan sel spesifik (µ), efisiensi pemakaian substrat terhadap pembentukan sel dan produk (Yx/s dan Yp/s), rendemen pembentukan produk terhadap sel (Yp/x), laju pembentukan produk spesifik (qp; g P/g sel.jam), dan laju penggunaan substrat spesifik (qs; g S/g sel.jam) (Pacheco et al. 2010). Perhitungan laju pertumbuhan spesifik (µ) adalah sebagai berikut.
Menurut Standbury dan Whitaker (1993), pada kondisi fermentasi curah laju pertumbuhan spesifik konstan dan tidak tergantung perubahan konsentrasi nutrisinya, sehingga terintegrasi menjadi: ∫ Dimana: µ : laju pertumbuhan spesifik (jam-1) X2 : biomassa sel pada saat t (g/L) X1 : biomassa sel awal (g/L) t : waktu (jam) ⁄
⁄
⁄
Data yang diperoleh dari hasil pengujian diinterpretasikan dalam bentuk grafik dan tabel. Pengaruh perbedaan variabel perlakuan, yaitu konsentrasi inokulum dan konsentrasi gula terhadap kadar etanol yang dihasilkan dianalisis menggunakan ANOVA satu arah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh nyata antarperlakuan. Apabila hasil uji menunjukkan adanya pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui adanya perbedaan signifikan.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Nira Aren Nira aren merupakan bahan yang mengandung gula cukup tinggi sekitar 1618%. Kandungan gula yang tinggi inilah membuat nira aren berpotensi untuk dijadikan bahan utama pembuatan bioetanol. Nira aren yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah Cianjur. Penyadapan nira dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Ketika penyadapan berlangsung, penyadap nira menambahkan laru berupa biji manggis maupun kulit manggis yang berasal dari daerah sekitar penyadapan. Penambahan laru bertujuan agar nira yang telah disadap tidak cepat terfermentasi. Nira dibawa ke laboratorium penelitian dengan menggunakan cool box agar nira tidak cepat terfermentasi. Analisa komponen kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam bahan, antara lain kadar air dan kadar abu, sedangkan uji kadar nitrogen dan kadar karbon dilakukan untuk mengetahui rasio C/N. Selain itu, dilakukan pula uji total gula untuk mengetahui kandungan gula awal pada nira aren. Hasil analisa nira aren seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil analisa nira aren (Arenga pinnata MERR) Parameter analisa Hasil Penelitian Kadar air (%) 84.87±0.06 Kadar abu (%) 0.34±0.04 Total karbon (C) 8.07±0.02 Total nitrogen (N) 0.09±0.02 Total gula 16-18% Rasio C/N 89.11 Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa kadar air merupakan kandungan yang paling tinggi dalam nira aren, sebesar 84.87±0.06%. Kandungan kadar air yang tinggi membuat mikroba cepat tumbuh dalam media, sehingga nira aren cepat terfermentasi. Kadar abu merupakan residu anorganik yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan organik pada suhu 550oC (Sudarmadji et al. 1997). Hasil penelitian menunjukkan kadar abu pada nira aren sebesar 0.35±0.04%. Total nitrogen (N) dihitung dengan menggunakan metode Kjeldahl. Total N yang terdapat pada bahan sebesar 0.09±0.02%. Uji kadar air, kadar abu, dan total N ini digunakan untuk mengetahui nilai total karbon (C). Dari hasil perhitungan diperoleh total C sebesar 8.07±0.02%. Total C dan total N ini digunakan sebagai faktor konversi untuk memperhitungkan jumlah nutrisi yang ditambahkan pada media fermentasi. Nutrisi merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mikroba selama proses fermentasi. Penambahan nutrisi harus sesuai dengan media yang digunakan agar dapat menghasilkan produk yang optimal. Menurut Syamsu et al. (2003) rasio C/N untuk media fermentasi adalah 10:1, sedangkan dalam penelitian ini diperoleh rasio C/N sebesar 89.11, sehingga agar kebutuhan nitrogen pada media fermentasi optimal perlu adanya penambahan nitrogen berupa urea. Berdasarkan hasil perhitungan
7 rasio C/N (Lampiran 3) diperoleh jumlah urea yang ditambahkan adalah 1.53 gram/100 ml. Pengaruh Jumlah Inokulum Terbaik Mikroba memiliki kondisi pertumbuhan optimum untuk dapat menghasilkan produk yang tinggi. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fermentasi, yaitu jenis inokulum yang digunakan, lama fermentasi, suhu, pH media, konsentrasi inokulum yang ditambahkan, dan konsentrasi substrat (Kusumaningati et al. 2013). Konsentrasi inokulum yang sesuai dapat meningkatkan kadar etanol yang dihasilkan. Konsentrasi inokulum yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5%, 10%, dan 15% (v/v). Kandungan total gula awal pada fermentasi tahap ini sebesar 183.38 g/L dengan kandungan gula pereduksi 95.17 g/L. Berikut merupakan hasil uji untuk mengetahui konsentrasi penambahan inokulum terbaik. Pertumbuhan Biomassa Pertumbuhan sel optimum dapat terjadi apabila kondisi lingkungan media sesuai dengan kondisi optimum mikroba tersebut. Pertumbuhan biomassa sel menunjukkan adanya perubahan substrat yang dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhan dan pembentukan produk. Total biomassa kering (X) diukur berdasarkan bobot kering selama kultivasi dengan pengambilan sampel setiap 12 jam sekali. Grafik pertumbuhan biomassa Saccharomyces cerevisiae disajikan pada Gambar 2.
Biomassa kering (g/L)
60 Inokulum 5%
50
Inokulum 10% 40
Inokulum 15%
30 20 10 0 0
12
24
36
48
Waktu fermentasi (jam) Gambar 2 Grafik jumlah biomassa sel kering pada berbagai perlakuan jumlah inokulum Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah biomassa yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah inokulum yang ditambahkan. Semakin banyak inokulum yang ditambahkan, maka jumlah biomassa akan semakin banyak dan jumlah etanol yang dihasilkan juga akan meningkat (Singh dan Bishnoi 2013). Hal ini didukung oleh hasil uji ANOVA yang menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% konsentrasi inokulum berpengaruh nyata terhadap jumlah
8 biomassa yang dihasilkan, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan biomassa sel kering pada perlakuan inokulum 15% (v/v), sedangkan perlakuan inokulum 5% dan 10% (v/v) tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan (Lampiran 4). Pertumbuhan biomassa akan meningkat seiring dengan lamanya waktu fermentasi dan akan menurun setelah mencapai kondisi optimum. Fase awal yang dialami mikroba adalah fase adaptasi dengan lingkungan baru ketika dipindahkan ke dalan medium. Hasil penelitian Atiqah (2014) menyebutkan bahwa fase adaptasi dapat dipengaruhi oleh medium dan lingkungan pertumbuhan, serta jumlah inokulum yang digunakan. Pada Gambar 2 tidak terlihat adanya fase adaptasi khamir. Hal ini ditunjukkan dengan langsung meningkatnya biomassa sel pada jam ke-12 dari jam ke-0 yang berarti sel khamir dapat langsung mengonsumsi subsrat, sehingga meningkatkan jumlah sel. Inokulum memasuki fase eksponensial yang merupakan kondisi ideal bagi mikroba pada jam ke 12-24. Pada fase ini pertumbuhan mikroba meningkat dengan cepat. Semua sel mempunyai kemampuan untuk berkembang biak dan tidak terjadi penghambatan pertumbuhan. Berdasarkan Gambar 2 jumlah biomassa sel maksimum ketiga perlakuan inokulum terjadi pada jam ke-24 yang dibuktikan dengan jumlah biomassa sel maksimum pada jam tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan waktu lainnya. Konsentrasi inokulum 15% (v/v) menghasilkan jumlah biomassa paling tinggi, yaitu 36.40±3.32 (g/L), sedangkan inokulum 5% dan 10% (v/v) sebesar 22.90±0.28 (g/L), 25.65±0.42 (g/L). Penelitian yang dilakukan Farida (2015) menggunakan inokulum ragi tape pada substrat hidrolisis pati sukun menunjukkan bahwa fase eksponensial dimulai dari jam ke 24-36 dengan laju pertumbuhan spesifik maksimum (µmaks) sebesar 0.01 (jam-1) dan jumlah biomassa sel mencapai 54.29 (g/L). Perbedaan waktu fase eksponensial ini dikarenakan substrat yang digunakan berupa hidrolisat pati, sehingga inokulum ragi tape memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengonversi pati menjadi glukosa, sedangkan perbedaan julmah biomassa yang dihasilkan dikarenakan penambahan inokulum ragi tape lebih besar, yaitu 0.5% (b/v). Berdasarkan viable cell count pada penelitian Mukhtar et al. (2010) dengan penggunaan inokulum ragi 15% (v/v) terdapat 289x106 sel/mL pada media molase. Menurut Daud et al. (2012) Saccharomyces cerevisiae mengalami pertumbuhan maksimum pada fermentasi selama 24-48 jam. Inokulum memasuki fase stasioner hingga fase kematian setelah jam ke-24 sampai akhir fermentasi. Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae berlangsung dengan mengonsumsi nutrien sekaligus dengan menghasilkan produk metabolisme yang terbentuk selama proses fermentasi berlangsung. Penurunan jumlah biomassa dikarenakan jumlah nutrisi dalam media telah berkurang dan terjadi akumulasi etanol. Selain itu, menurut Deenanath et al. (2013) penumpukan produk-produk penghambat hasil metabolisme yang mungkin beracun dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan sel. Biomassa sel mengalami penurunan setelah mencapai maksimum, akan tetapi penurunan tersebut tidak mencapai nol karena dalam jumlah minimum tertentu sel mikroba tetap bertahan hidup dalam media tersebut (Farida 2015).
9 Kadar Etanol Pembentukan etanol oleh khamir terjadi melalui Embden-MeyerhorfParnas Pathways (EMP) atau glikolisis. Pada jalur EMP, glukosa dipecah menjadi 2 molekul asam piruvat, kemudian melalui jalur glikolisis, piruvat terdekarboksilasi menjadi asetaldehida dan CO2 lalu diubah menjadi etanol oleh enzim alkohol dehidrogenase (Daud et al. 2010). Produksi bioetanol yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Kadar etanol (%b/v)
14 12 Inokulum 5%
10
Inokulum 10% 8
Inokulum 15%
6 4 2 0 0
12
24
36
48
Waktu fermentasi (jam) Gambar 3 Grafik pembentukan kadar etanol pada berbagai perlakuan jumlah inokulum Berdasarkan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95% diketahui bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah inokulum yang ditambahkan terhadap kadar etanol yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan (Lampiran 4) diperoleh hasil bahwa penambahan inokulum 5% dan 10% (v/v) tidak menunjukkan perbedaan nyata, sedangkan penambahan inokulum 15% (v/v) menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap kadar etanol yang dihasilkan, sehingga dipilih konsentrasi penambahan inokulum terbaik adalah 15% (v/v). Etanol tertinggi diproduksi oleh Saccharomyces cerevisiae terbentuk pada jam ke-24. Substrat dengan penambahan inokulum 15% (v/v) menghasilkan kadar etanol tertinggi dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya, yaitu 7.38±1.97% (b/v), sedangkan kadar etanol yang dihasilkan dengan menggunakan inokulum 5% dan 10% (v/v) sebesar 3.08±0.00% (b/v) dan 3.78±0.93% (b/v). Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa ketika etanol yang dihasilkan tinggi, biomassa yang terdapat pada media juga tinggi, sehingga kemampuan mikroba untuk mengonsumsi substrat juga tinggi. Setelah mencapai optimum pada jam ke-24, baik etanol maupun biomassa pada masing-masing variabel mengalami penurunan. Wardani et al. (2013) menyebutkan bahwa produktivitas keseluruhan akan menurun karena adanya pengaruh akumulasi etanol. Putra (2014) menambahkan ketika kadar etanol tinggi, pertumbuhan sel akan terhambat dan menurun. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh akumulasi etanol yang menyebabkan dinding sel rusak, sehingga ketahanan terhadap dinding sel menurun. Etanol merupakan molekul yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik. Gugus hidrofilik akan berikatan dengan
10 air, sehingga etanol larut dalam media. Kemudian protein pembawa akan membawa etanol masuk ke dalam sel. Gugus hidrofobik etanol akan berikatan dengan protein pembawa untuk berpenetrasi menembus lapisan fofpolipid membran sel. Dengan demikian, etanol mampu menembus dinding sel (Ingram dan Vreeland 1980). Beberapa peneliti telah melakukan perbandingan mengenai pengaruh penambahan inokulum Saccharomyces cerevisiae agar dapat menghasilkan etanol yang tinggi dengan konsentrasi 10% dan 15% (v/v) namun menggunakan jenis substrat berbeda, diantaranya adalah Wahyudi (1997) dalam penelitiannya menggunakan molase menghasilkan kadar etanol 9.29%. Waesarat et al. (2012) menggunakan substrat hidrolisat bengkuang menghasilkan kadar etanol 11.64 (g/L), dan penelitian yang dilakukan Agustinus dan Halim (2010) mengenai pembuatan bioetanol dari nira siwalan menggunakan konsentrasi inokulum 15% (v/v) menghasilkan kadar etanol 6.17% (b/v). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan inokulum Saccharomyces cerevisiae 15% (v/v) menghasilkan kadar etanol paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan perbedaan kadar etanol yang dihasilkan ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah total gula awal yang digunakan pada fermentasi tersebut. Selain itu, kadar etanol yang dihasilkan dalam penelitian ini sebesar 7.38±1.97% (b/v) lebih tinggi dan cepat dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Solihat (2016) menggunakan inokulum 15% (v/v) Zymomonas mobilis dengan kondisi nira yang sama, yaitu sebesar 5.04% (b/v) pada jam ke-36. Penambahan inokulum 5% dan 10% (v/v) kurang efektif untuk memproduksi etanol karena jumlah biomassa yang sedikit sementara jumlah substrat banyak, sehingga tidak semua substrat dapat dikonversi menjadi etanol. Sementara itu, apabila jumlah penambahan inokulum lebih dari 15% (v/v) juga tidak dapat menghasilkan etanol optimum karena tidak seimbangnya jumlah inokulum dengan substrat dalam media. Pada konsentrasi inokulum yang lebih banyak akan terjadi persaingan antarsel untuk mengonsumsi nutrisi agar dapat bertahan hidup lebih lama, sehingga proses fermentasi akan berjalan lambat dan menurunkan viabilitas sel (Mushlihah dan Herumurti 2011). Kadar Gula Sisa Pereduksi dan Total Gula Gula yang dominan terdapat pada nira aren berupa sukrosa yang tersusun atas glukosa dan fruktosa. Substrat yang digunakan sebagai media pertumbuhan biomassa dan pembentukan produk dalam proses fermentasi adalah sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Mikroba akan terlebih dahulu mengonsumsi gula sederhana untuk diubah menjadi produk, kemudian apabila gula sederhana tersebut telah habis maka mikroba akan memecah sukrosa yang terdapat dalam media menjadi glukosa. Grafik penurunan gula pereduksi sisa dan total gula disajikan pada Gambar 4 dan 5.
Gula pereduksi (g/L)
11 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Inokulum 5% Inokulum 10% Inokulum 15%
0
12
24
36
48
Waktu fermentasi (jam) Gambar 4 Grafik penurunan gula pereduksi pada berbagai perlakuan jumlah inokulum Hasil uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa inokulum yang ditambahkan tidak berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi yang dikonsumsi (Lampiran 4). Tingkat konsumsi substrat pada fase eksponensial berturut-turut pada konsentrasi inokulum 5%, 10%, dan 15% (v/v) adalah 92.75%, 94.19%, dan 94.60%. Berdasarkan perhitungan kinetika fermentasi, pada jam ke24 masing-masing perlakuan jumlah inokulum menghasilkan nilai Yp/s dan Yx/s yang lebih tinggi dibandingkan dengan jam lainnya. Rendemen pembentukan produk untuk inokulum 5%, 10%, dan 15% (v/v) sebesar 0.35±0.00 (g/g), 0.42±0.02 (g/g), dan 0.82±0.12 (g/g), sedangkan rendemen pembentukan biomassa sebesar 0.09±0.02 (g/g), 0.11±0.03 (g/g), dan 0.18±0.05 (g/g). Hal ini menyebabkan pada jam ke-24 jumlah etanol yang dihasilkan lebih tinggi karena pembentukan biomassa sel pada jam tersebut juga tinggi. Saccharomyces cerevisiae memiliki enzim invertase dan zimase yang dapat mengonversi gula menjadi etanol. Dengan enzim tersebut Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan untuk mengonversi gula dari kelompok monosakarida dan disakarida. Apabila gula yang terdapat dalam substrat merupakan disakarida, enzim invertase akan menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida, sehingga total gula mengalami penurunan seperti pada Gambar 6.
Total gula sisa (g/L)
400 Inokulum 5% Inokulum 10% Inokulum 15%
300 200 100 0 0
12
24
36
48
Waktu fermentasi (g/L) Gambar 5 Grafik penurunan total gula pada berbagai perlakuan jumlah inokulum
12 Analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa konsentrasi inokulum yang ditambahkan pada fermentasi tahap ini tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan total gula (Lampiran 4). Pada fase eksponensial tingkat konsumsi substrat pada konsentrasi inokulum 15% (v/v) yaitu sebesar 78.78%, sedangkan pada konsentrasi inokulum 5% dan 10% (v/v) sebesar 72.50% dan 74.18%. Kandungan total gula awal fermentasi sebesar 183 g/L. Pada akhir fermentasi, total gula yang tersisa masih cukup banyak untuk masing-masing perlakuan inokulum, yaitu 42.54±0.28 (g/L), 42.52±0.35 (g/L), dan 41.78±0.05 (g/L). Akan tetapi sukrosa tidak dapat dikonversi lagi menjadi gula sederhana. Hal ini dikarenakan biomassa sel dalam media sedikit dan telah mencapai fase kematian. Kinetika Fermentasi Parameter lain yang digunakan selain uji ANOVA adalah kinetika fermentasi. Kinetika fermentasi menunjukkan perubahan produk yang berasosiasi dengan pertumbuhan, sehingga biokonversi subtrat menjadi produk dan pertumbuhan sel dapat digambarkan secara kuantitatif. Menurut Wahyuni (2008) proses pertumbuhan sel mencakup pememasukan nutrien dasar dari lingkungan ke dalam sel, konversi nutrien menjadi energi dan berbagai konstituen sel yang vital, serta perkembangbiakannya. Konsumsi substrat, perkembangan sel, dan pembentukan produk dapat dihubungkan dengan mengetahui efisiensi pemakaian substrat terhadap pembentukan sel dan produk (Yx/s dan Yp/s), serta rendemen pembentukan produk terhadap sel (Yp/x). Selain itu, dihitung pula laju pembentukan produk spesifik (qp; g P/g sel.jam) dan laju penggunaan substrat spesifik (qs; g S/g sel.jam) yang menggambarkan efektivitas sel dalam menyintesis produk atau penggunaan substrat. Parameter kinetika fermentasi juga dapat dijadikan dasar pemilihan konsentrasi inokulum terbaik. Perbandingan parameter kinetika fermentasi pada fase ekponensial, yaitu jam ke-24 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan parameter kinetika fermentasi pada berbagai konsentrasi inokulum Inokulum (v/v) Parameter 5% 10% 15% Efisiensi penggunaan substrat (%) 92.75 94.19 94.60 Yp/s (g/g) 0.35 0.42 0.82 Yx/s (g/g) 0.09 0.11 0.18 Yp/x (g/g) 1.99 3.67 4.46 qp (g P/g sel.jam) 0.09 0.08 0.09 qs (g S/g sel.jam) 0.27 0.18 0.10 Nilai rendemen konsumsi substrat terhadap pembentukan produk (Yp/s), rendemen pemakaian substrat untuk pembentukan sel (Yx/s), dan rendemen pembentukan produk terhadap sel (Yp/x) menunjukkan bahwa konsentrasi inokulum 15% (v/v) mampu mengubah substrat menjadi produk lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya, sehingga dapat menghasilkan etanol lebih banyak karena jumlah sel yang bekerja untuk mengonversi glukosa pun lebih
13 banyak. Berdasarkan perhitungan uji ANOVA dan kinetika fermentasi, inokulum 15% (v/v) dipilih sebagai konsentrasi inokulum terbaik untuk digunakan pada fermentasi tahap II. Pengaruh Konsentrasi Gula Terbaik Konsentrasi gula awal merupakan parameter penting yang dapat mempengaruhi laju fermentasi dan biomassa sel (Zabed et al. 2014). Penentuan konsentrasi gula dilakukan dengan mencari konsentrasi gula optimal Saccharomyces cerevisiae agar dapat hidup dan menghasilkan kadar etanol yang tinggi. Variabel perlakuan konsentrasi gula yang digunakan dalam tahap ini adalah S1, S2, dan S3. Perlakuan S1 merupakan nira hasil penyadapan yang tidak dipanaskan. Pada penelitian ini, telah diperoleh waktu pemanasan untuk mendapatkan konsentrasi gula perlakuan S2 (15%) dan S3 (20%) selama 9 dan 12 menit. Waktu tersebut dijadikan acuan untuk memanaskan nira ketika fermentasi tahap II akan dilakukan. Akan tetapi, ketika dilakukan pemanasan dengan waktu yang sama untuk perlakuan S2 dan S3, diperoleh konsentrasi gula S2 sebesar 24.8% dan S3 sebsesar 33.7%, sedangkan untuk perlakuan S1 sebesar 18.6%. Hal tersebut menunjukkan bahwa nira aren yang digunakan untuk fermentasi tahap II merupakan nira dengan kualitas baik, sehingga kandungan gula dalam nira tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nira sebelumnya. Konsentrasi gula inilah yang digunakan untuk fermentasi tahap II. Hasil uji fermentasi pemilihan konsentrasi gula terbaik adalah sebagai berikut. Pertumbuhan Biomassa Pertumbuhan mikroba ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke waktu hingga mencapai kondisi optimum. Pertumbuhan biomassa sel dapat dilihat pada Gambar 6.
Biomassa kering (g/L)
50 S1 (18.6%)
40
S2 (24.8%) S3 (33.7%)
30 20 10 0 0
12
24
36
48
Waktu fermentasi (jam) Gambar 6 Grafik jumlah biomassa sel kering pada berbagai perlakuan konsentrasi gula
14 Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 5) perbedaan konsentrasi gula tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan biomassa yang dihasilkan. Sama halnya dengan fermentasi pada tahap pemilihan konsentrasi inokulum terbaik, Gambar 6 menunjukkan bahwa pada tahap ini pun tidak ada fase adaptasi mikroba. Fase eksponensial pun dicapai pada jam ke-24. Menurut Hogg (2005) ketika fase eksponensial terjadi mikroba dalam keadaan stabil dan sel-sel baru terbentuk dengan laju konstan. Selain itu, ketika fase ini berlangsung sel akan membelah diri secara optimum pada saat doubling time. Kondisi optimum Saccharomyces cerevisiae dicapai pada jam ke24 dengan jumlah biomassa sel kering (Xmaks) untuk S1, S2, dan S3 adalah 32.73±0.19 (g/L), 31.65±0.11 (g/L), dan 31.50±0.49 (g/L). Setelah memasuki jam ke-24, Saccharomyces cerevisiae mencapai fase kematian hingga jam ke-48. Menurut Maharani (2010) penyebab berhentinya pertumbuhan mikroba adalah nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan habis terkonsumsi dan terjadinya inhibisi serta represi produk akhir metabolisme. Kadar Etanol Fermentasi akan terus berlangsung dan akan terhenti ketika kadar etanol telah mencapai optimum. Pada awal fermentasi kadar etanol yang dihasilkan masih rendah dan meningkat dengan bertambahnya waktu fermentasi. Hasil perhitungan uji ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa konsentrasi total gula awal berpengaruh nyata terhadap kadar etanol yang dihasilkan (Lampiran 5). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa variabel perlakuan S1 berbeda nyata terhadap dua perlakuan lainnya, sedangkan kadar etanol pada perlakuan S2 dan S3 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan, sehingga dipilih konsentrasi gula terbaik adalah perlakuan S1. Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa konsentrasi etanol mengalami peningkatan hingga waktu fermentasi 24 jam dan kemudian mengalami penurunan sampai jam ke-48. Kadar etanol tertinggi dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiae pada jam ke-24 perlakuan S1, sedangkan S3 menghasilkan kadar etanol yang paling rendah dengan hasil berturut-turut sebagai berikut, 6.14±0.13% (b/v), 4.49±0.23% (b/v), dan 4.25±0.01% (b/v). Perbedaan kadar etanol yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh konsentrasi gula awal yang digunakan dan kemampuan biomassa dalam mengonsumsi substrat. Kadar etanol yang dihasilkan dalam penelitian Solihat (2016) menggunakan Zymomonas mobilis dengan konsentrasi gula terbaik S1 (18.6%) lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan dry yeast Saccharomyces cerevisiae, yaitu sebesar 4.08% (b/v) pada jam fermentasi ke-36. Data tersebut menunjukkan bahwa inokulum yang digunakan pada penelitian ini mampu menghasilkan etanol yang lebih tinggi dan cepat. Menurut Escalante et al. (2008) rendahnya produksi etanol pada kadar gula berlebih dalam media fermentasi merupakan efek dari inhibisi substrat, sehingga menghambat pertumbuhan mikroba tersebut.
15
Kadar etanol (%b/v)
12
S1 (18.6%) S2 (24.8%)
10
S3 (33.7%) 8 6 4 2 0 0
12
24
36
48
Waktu fermentasi (jam) Gambar 7 Grafik pembentukan kadar etanol pada berbagai perlakuan jumlah konsentrasi gula Bioetanol merupakan hasil produk primer yang berasosiasi dengan pertumbuhan, yang berarti produk dihasilkan bersamaan dengan pertumbuhan mikroba, sehingga laju pertumbuhan sel yang lebih besar dapat menghasilkan produk yang lebih tinggi (Norhazimah dan Faizal 2014). Terhambatnya pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dalam media menyebabkan gula sebagai substrat tidak dapat dikonversi menjadi etanol secara optimal. Selain itu, Ingram (1986) menyebutkan tingginya konsentrasi etanol akan menyebabkan terjadinya product inhibition. Product inhibiton merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan tingkat konsumsi gula dan membatasi produksi etanol pada jam berikutnya. Toksisitas etanol dapat mempengaruhi sel melalui perubahan membran fosfolipid dan melemahkan struktur membran. Hal tersebut mengakibatkan isi sel membran keluar (hipertonis) dan kemampuan fermentasi rusak (Gandjar et al. 2006; Deenanath et al. 2013). Kadar Gula Sisa Pereduksi dan Total Gula Jumlah gula pereduksi awal perlakuan S1 lebih tinggi dibandingkan dengan gula pereduksi S2 dan S3. Kadar glukosa pada perlakuan S1 sebesar 130 g/L, sedangkan pada perlakuan S2 dan S3 sebesar 127 g/L dan 123 g/L. Perbedaan kadar glukosa ini dikarenakan pada perlakuan S1 tidak dilakukan pemanasan, sehingga masih ada Saccharomyces liar dalam nira yang bekerja menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Sementara itu, pada perlakuan S2 dan S3 dilakukan pemanasan selama 9 dan 12 menit, sehingga Saccharomyces liar mati dan tidak terjadi pemecahan sukrosa. Kandungan gula dalam substrat akan dimanfaatkan dengan baik oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi produk maupun pertumbuhan biomassa sel. Gambar 8 menunjukkan terjadinya penurunan gula sisa pereduksi pada berbagai konsentrasi total gula.
16
Gula pereduksi (g/L)
180 160
S1 (18.6%)
140
S2 (24.8%)
120
S3 (33.7%)
100 80 60 40 20 0 0
12
24
36
48
Waktu fermentasi (g/L) Gambar 8 Grafik penurunan gula sisa pereduksi pada berbagai perlakuan konsentrasi gula Berdasarkan perhitungan ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%, konsentrasi gula awal tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan gula pereduksi. Tingkat konsumsi substrat berturut-turut untuk S1, S2, dan S3 adalah 99.75%, 99.38%, dan 99.32%. Parameter persentase konversi gula tidak hanya mencakup penggunaan substrat untuk menghasilkan etanol saja, melainkan juga untuk pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan energi sel-sel Saccharomyces cerevisiae (Manurung 2013). Berdasarkan perhitungan kinetika fermentasi, parameter rendemen pembentukan substrat menjadi produk dan biomassa menunjukkan bahwa pada masing-masing perlakuan nilai tertinggi dicapai saat jam ke-24 dibandingkan dengan jam lainnya, sehingga pada jam ke-24 jumlah etanol yang dihasilkan lebih banyak karena jumlah biomassa dalam media pada jam tersebut juga tinggi. Nilai Yp/s perlakuan S1, S2, dan S3 pada fase eksponensial, yaitu jam ke-24 sebesar 0.47±0.01, 0.36±0.01, dan 0.88±0.01, sedangkan nilai Yx/s pada ketiga perlakuan berturut-turut sebesar 0.11±0.00, 0.10±0.01,dan 0.12±0.01. Tabel 3 menunjukkan bahwa S1 merupakan perlakuan yang menghasilkan rendemen produk per substrat, rendemen biomassa per substrat, dan rendemen produk per biomassa paling tinggi. Hal tersebut dibuktikan pada Gambar 7 perlakuan S1 menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi. Penurunan gula total dapat dilihat pada Gambar 9 yang membuktikan terjadinya penurunan dari waktu ke waktu.
17 350
Total gula (g/L)
S1 (18.6%) 300
S2 (24.8%)
250
S3 (33.7%)
200 150 100 50 0 0
12
24
36
48
Waktu fermentasi (jam) Gambar 9 Grafik penurunan total gula pada berbagai perlakuan konsentrasi gula Gambar di atas menunjukkan bahwa S3 merupakan perlakuan dengan kadar gula paling tinggi diikuti dengan S2 dan S1 merupakan perlakuan kadar gula paling rendah. Berdasarkan uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% tidak ada pengaruh nyata konsentrasi gula awal terhadap penurunan total gula. Total gula yang tersisa pada perlakuan konsentrasi total gula awal S1 berkisar 5.11 g/L, S2 berkisar 5.91 g/L, dan S3 berkisar 9.26 (g/L) dengan tingkat konversi substrat berturut-turut pada fase eksponensial adalah 95.86%, 93.10%, dan 92.94%. Ketika konsentrasi gula dalam media fermentasi terlalu tinggi, produk yang dihasilkan pun akan rendah. Selain itu, Gambar 7 menunjukkan bahwa perlakuan S3 yang merupakan konsentrasi gula tertinggi menghasilkan kadar etanol paling rendah, sedangkan perlakuan S1 menghasilkan kadar etanol paling tinggi. Fermentasi dengan menggunakan gula lebih besar dari optimum justru akan menurunkan etanol yang dihasilkan karena kadar gula yang tinggi akan menjadi inhibitor dalam proses fermentasi tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. (2013) menggunakan strain Saccharomyces cerevisiae pada media molases dengan konsentrasi sukrosa 300 dan 400 g/L menghasilkan kadar etanol maksimum 46.58 dan 1.11 g/L. Suleiman et al. (2013) melakukan penelitian dengan menggunakan ekstrak kurma pada konsentrasi gula 15% dan 20% menunjukkan bahwa pada konsentrasi gula 20% menghasilkan kadar etanol yang lebih rendah dari konsentrasi gula 15%, yaitu 5.51% (b/v). Pada penelitian ini dengan menggunakan konsentrasi gula 18.6% (S1) menghasilkan etanol sebesar 6.14% (b/v), sedangkan kadar etanol yang dihasilkan Reddy dan Reddy (2005) menggunakan inokulum ragi roti 1% b/v pada media sari mangga dengan konsentrasi gula 16-18% menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi, yaitu 7-8.5% (b/v). Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan kadar gula lebih dari 20% untuk Saccharomyces cerevisiae menghambat pembentukan produk selama fermentasi. Gaur (2006) menyebutkan bahwa konsentrasi gula yang digunakan pada industri yang memproduksi alkohol dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae sebesar 16-18%.
18 Peningkatan konsentrasi gula menyebabkan viskositas dalam media fermentasi meningkat, sehingga menghambat pertumbuhan dan pembelahan sel khamir, laju fermentasi menurun, dan jumlah etanol yang dihasilkan lebih rendah dari nilai teoritis yang diharapkan karena gula yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan sepernuhnya oleh sel (Hashem et al. 2013; D’Amore 1989; Reddy 2006). Tidak terkonversinya substrat yang terlalu pekat diakibatkan oleh adanya perbedaan konsentrasi di luar sel yang terlalu tinggi dan tekanan osmosis yang besar antara lingkungan dan cairan dalam sel khamir, sehingga cairan di dalam sel keluar dari sel. Dinding sel dan membran plasma Saccharomyces bersifat sangat elastis dan rentan kehilangan air (Pratt et al. 2003; Maharani 2011). Adlhani et al. (2014) menambahkan pekatnya larutan gula menyebabkan sel kekurangan air dan mati sebagai akibat dari perbedaan tekanan osmosis tersebut. Air dalam sel berperan dalam reaksi metabolit mikroba dan merupakan reaktan pengangkut zat gizi atau nutrisi dari luar ke dalam sel dan juga sebagai alat transportasi hasil metabolisme dari dalam ke luar sel. Konsentrasi gula yang terlalu rendah berpengaruh terhadap laju pertumbuhan untuk pembentukan sel dan produk. Konsentrasi yang terlalu rendah ini menyebabkan mikroba kekurangan nutrien dan proses fermentasi tidak ekonomis, sehingga penggunaan fermentor tidak efisien (Didu 2010). Kinetika Fermentasi Perbedaan konsentrasi gula awal menghasilkan perbedaan nilai yang signifikan terhadap parameter kinetika pada fermentasi secara batch. Kinetika kultivasi dapat menggambarkan pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba (Farida 2015). Hasil perhitungan kinetika fermentasi pada fase eksponensial jam ke-24 penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Perbandingan parameter kinetika fermentasi pada berbagai konsentrasi gula Konsentrasi gula (%)* Parameter S1 S2 S3 Efisiensi penggunaan substrat (%) 99.75 99.38 99.32 Yp/s (g/g) 0.47 0.36 0.35 Yx/s (g/g) 0.11 0.10 0.12 Yp/x (g/g) 4.30 3.57 2.91 qp (g P/g sel.jam) 0.10 0.09 0.10 qs (g S/g sel.jam) 0.22 0.26 0.18 *) S1 18.6%; S2 24.8%; S3 33.7%
Data Yp/s pada tabel diatas menunjukkan bahwa kadar etanol tertinggi yang terbentuk per g gula yang dikonsumsi menggunakan perlakuan S1. Rendemen biomassa terhadap produk (Yx/s) juga menunjukkan perlakuan S1 menghasilkan nilai yang lebih tinggi, sedangkan nilai Yp/x yang menunjukkan jumlah g produk yang dihasilkan oleh g biomassa tertinggi juga pada perlakuan S1. Konsentrasi gula awal S2 dan S3 kurang ideal untuk fermentasi khamir, sehingga menghasilkan Y p/s, Y x/s, dan Y p/x yang lebih rendah.
19 Mengacu pada perhitungan kinetika fermentasi dan uji ANOVA, perlakuan jumlah inokulum 15% dengan konsentrasi gula S1 merupakan variabel perlakuan terbaik untuk fermentasi etanol dari nira aren menggunakan Saccharomyces cerevisiae dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya.
Perkiraan Produksi Bioetanol dari Nira Aren Penanaman pohon aren dapat dilakukan secara monokultur dan polikultur. Penanaman pohon aren secara monokultur dilakukan dengan jarak tanam 7m x 7m, sedangkan secara polikultur pohon aren ditanam dengan jarak 16m x 7m sehingga jarak antarbarisan lebih lebar dari dalam barisan (Permentan 2013). Pola tanam tersebut seperti pada Gambar 10.
(a)
(b)
Gambar 10 Pola tanam pohon aren (a) monokultur; (b) polikultur Menurut data Direktorat Jendral Perkebunan dan Pertanian (2015), satu pohon aren dapat menghasilkan sekitar 20 liter nira per hari. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 133/permentan/OT.140/12/2013 tentang pedoman budidaya aren (Arenga pinnata MERR) yang baik, dalam satu pohon aren terdapat 10-15 mayang (tandan) dengan jumlah mayang produktif hanya 4-6 mayang/pohon dengan masa sadap 2-3 bulan. Masa sadap per pohon aren berkisar 8-18 bulan, setelah itu bunga jantan kurang produktif untuk menghasilkan nira. Dari data-data tersebut dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah bioetanol yang diproduksi dalam satu hektar lahan kebun aren dengan basis jumlah bioetanol yang dihasilkan oleh dry yeast Saccharomyces cerevisiae dalam penelitian ini sebesar 61.4 g/L dalam 500 mL nira aren. Perhitungan produksi bioetanol per hari disajikan dalam Tabel 4 dengan menggunakan pola tanam monokultur.
20 Tabel 4 Perkiraan produksi bioetanol dalam satu hektar kebun aren Parameter Jumlah 1 hektar 10 000 m2 Pola tanam monokultur 7m x 7m = 49 m2 Pohon dalam satu hektar 204 pohon Mayang/pohon 10-15 mayang Mayang produktif/pohon 4-6 mayang Mayang/hektar 1 020 mayang Nira/pohon 15 liter Nira/mayang 3 liter Nira/hektar 3 060 liter Etanol/500 mL 61.4 g/L Etanol/hektar 375 768 g/L Berdasarkan perhitungan pada tabel diatas, dapat diperkirakan bioetanol yang dihasilkan dengan menggunakan dry yeast Saccharomyces cerevisiae sebesar 375 768 g/L dalam satu hektar lahan tanaman aren yang ditanami 204 pohon.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Nira aren berpotensi digunakan sebagai substrat pembuatan bioetanol karena memiliki kadar gula yang cukup tinggi, yaitu 16-18%. Hasil fermentasi menunjukkan bahwa proses fermentasi bioetanol oleh dry yeast Saccharomyces cerevisiae menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi dan lebih cepat, yaitu pada jam ke-24. Konsentrasi inokulum 15% (v/v) menghasilkan kadar etanol paling tinggi, yaitu 7.38±1.97% (b/v) dibandingkan dengan penggunaan inokulum 5% (v/v) dan inokulum 10% (v/v) sebesar 3.08±0.00% (b/v) dan 3.78±0.93% (b/v). Perlakuan S1 (18.6%) merupakan konsentrasi gula terbaik dengan menggunakan inokulum 15% (v/v) yang menghasilkan etanol sebesar 6.14±0.13% (b/v) dibandingkan dengan perlakuan S2 4.49±0.23% (b/v) dan perlakuan S3 sebesar 4.25±0.01% (b/v). Berdasarkan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95%, diketahui bahwa penambahan inokulum 15% (v/v) dengan perlakuan konsentrasi gula S1 (18.6%) merupakan variabel perlakuan terbaik yang dapat menghasilkan kadar etanol paling tinggi. Perkiraan etanol yang dihasilkan dalam satu hektar yang ditanami 204 pohon aren mencapai 375 768 g/L. Saran Pengambilan sampel sebaiknya dilakukan setiap selang 3-4 jam agar dapat terlihat lebih jelas fase pertumbuhan dry yeast Saccharomyces cerevisiae. Selain
21 itu, pengujian kadar etanol lebih baik menggunakan gas kromatografi agar hasil lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry 1995. Official Method of Analysis of The Association of Analytical Chemistry. Washington DC (USA) : AOAC International. Adlhani, E., Komar, N., dan Abdullah. 2014. Pengaruh pH, kadar gula, berat, dan waktu inkubasi sel ragi imobil terhadap efisiensi fermentasi limbah nenas menjadi bioetanol. Jurnal Teknologi Agro-Industri 1 (1): 9-18. Agustinus, EP. dan Halim, A. 2010. Pembuatan bioetanol dari nira siwalan secara fermentasi fese cair menggunakan Fermipan [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Atiqah, HG. 2014. Pemanfaatan limbah buah tomat untuk produksi bioetanol oleh Saccharomyces cerevisiae [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Baihaki. YA., Rahadiana. R., dan Widjaja T. Pengaruh variasi mikroba dan pelarut dalam produksi etanol dari nira tebu (Sachharum officinarum) dengan proses fermentasi ekstraktif. Jurnal Teknik Pomits. 3 (2): 137-139. Daud, M.. Safii, W., dan Syamsu, K. 2012. Biokonversi bahan berlignoselulosa menjadi bioetanol menggunakan Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Perennial 8 (2): 43-51. Deenanath, ED., Rumbold, K., dan Iyuke, S. 2013. The production of bioethanol from cashew apple juice by batch fermentation using Saccharomyces cerevisiae Y2084 and Vin13. ISRN Renewable Energy: 1-11. Didu, N. 2010. Produksi bioetanol dari sirup glukosa ubi jalar (Ipomoea batatas L) secara fed batch dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jendral Perkebunan dan Pertanian. 2015. Pengelolaan benih aren melalui pohon induk terpilih pit asal blok penghasil tinggi [tersedia pada] http://ditjenbun.pertanian.go.id/tanhun/berita-275-pengelolaan-benih-arenmelalui-pohon-induk-terpilih-pit-asal-blok-penghasil-tinggi-bpt-.html (22 Februari 2016). Dombek, KM. dan Ingram LO. 1987. Ethanol production during batch fermentation with Saccharomyces cerevisiae: change in glycolitic enzyme and internal pH. Applied and Environmental Microbiology 53 (6): 1286-1291. D’Amore, T., Russell I., dan Stewart, GG. 1989. Sugar utilization by yeast during fermentation. Journal of Industrial Microbiology 4 (1989): 315-324. Effendi, DS. 2010. Prospek pengembangan tanaman aren (Arenga pinnata merr) mendukung kebutuhan bioetanol di Indonesia. Jurnal Perspektif. 9 (1): 36-. Escalante, A., Gomez. MG., Soledad, M., Lopez. A., Gosset, G., dan Bolivar, F. 2008. Analysis of bacterial community during fermentation of pulque. a traditional mexican alcholic beverage using polyphasic approach. International Journal of Food Microbiology. 124: 126-134. Farida, I. 2015. Produksi bioetanol dari pati sukun (Artocarpus communis Forst.) secara sakarifikasi dan fermentasi simultan (SSF) terekayasa menggunakan ragi tape [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
22 Gandjar, I., Sjamsuridzal, W., dan Oetari, A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia. Gaur. 2006. Process Optimization for the production of ethanol via fermentation [disertation]. Departement of Biotecnhnology and Environmental Science. India: Thapor Institute of Enginering and Technology. Hashem, M., Zohri, ANA., Ali, MMA. 2013. Optimization of the fermentation conditions for ethanol production by new thermotolerant yeast strains of Kluyveromyces sp. African Journal of Microbiology Research 7 (37): 45504561. Hogg, S. 2005. Essential Microbiology. USA: John Wiley & Sons Ltd. Ingram, LO. 1986. Microbial tolerance to alcohols: role of the cell membrane. Trends Biotechnol 4: 40-44. Ingram, LO. dan Vreeland NS. 1980. Differential effect of ethanol and hexanol on the Escheria coli cell envelope. Journal of Bacteriology 2 (144): 481-488. Kuncahayo, P. 2013. Analisa prediksi potensi bahan baku biodiesel sebagai suplemen bahan bakar motor diesel di Indonesia. Jurnal Teknil Pomits. 2(1): 62. Laopaiboon, L., Thanonkeo, P., Jaisil, P., dan Laopaiboon, P. 2007. Ethanol production from sweet sorghum juice in batch and fed-batch fermentation by Saccharomyces cerevisiae. World Journal Microbiology Bioethanol 23 (2007): 1497-1501. Lee, JS., Park, EH., Kim, JW., You, et al. 2013. Growth and fermentation characteristics of Saccharomyces cerevisiae NK28 isolated from kiwi fruit. Journal of Microbiology and Biotechnology 23 (9): 1253-1259. Maharani, DM. 2011. Adaptasi Saccharomyces cerevisiae terhadap hidrolisat asam ubi kayu untuk produksi bioetanol [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Manurung, AJ. 2013. Produksi bioetanol dari hidrolisat pasti singkong racun dengan fermentasi repeated-batch oleh Saccharomyces cerevisiae terimobilisasi pada ampas singkong [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mukhtar, K., Asgher, M., Afghan, S., et al. 2010. Comparative study on two commercial strain of Saccharomyces cerevisiae for optimum ethanol production on industrial scale. Journal of Biomedicine and Biotechnology 2010 (5): 1-5. Mulyawanti, I., Setyawan, N., Syah, ANA., dan Risfaheri. 2011. Chemical. physical. microbiology property evaluation of neera (Arenga pinnata) during storage. Argritech Journal. 31 (4): 326-332. Mushlihah, S. dan Herumurti, W. 2011. Pengaruh pH dan konsentrasi Zymomonas mobilis untuk produksi etanol dari limbah sampah buah jeruk [skripsi] Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh November. Norhazimah, AH. Dan Faizal, CKM. 2014. Kinetic parameter for bioethanol production from oil palm trunk juice. Internatioal Journal of Chemical, Molecular, Nuclear, Materials and Metallurgical Engineering 8 (4): 357-359. Pacheco, AM., Gondim, DR., Goncalves, LBR. 2010. Ethanol production by fermentation using immobilized cell of Saccharomyces cerevisiae in cashew apple bagasse. Application Biochemistry and Biotechnology (161): 209-217.
23 Peraturan Menteri Pertanian Repubik Indonesia Nomor 133/Permentan/OT.140/12/2013 tentang pedoman budidaya aren (Arenga pinnata MERR) yang baik. Pratt, PL., Bryce, JH., Stewart, GG. 2003. The effect of osmotic pressure and ethanol on yeast viability and morphology. Journal of The Institute of Brewing. 109: 218-228. Putra, AP. 2014. Penambahan glutamat sebagai pelindung tekanan osmosis dalam kondisi pembiakan etanol tinggi pada rekombinan Escheria coli [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Reddy, LVA. dan Reddy OVS. 2005. Production and characterization of wine mango fruit (Mangifera indica L). World Journal of Microbiology and Biotecnol 21: 1345-1350. Reddy, LVA. 2006. Rapid and enhanced production of ethanol in very high gravity (VHG) sugar fermentation by Saccharomyces cerevisiae of finger millet (Eleusine coracana L.) flour. Proc. Biotechnology 41: 726-729. Reed, G. dan Nagodawithana, T. 1991. Yeast Technology. 2nd edition. Canada: Van Reinhold Library of Congress Catalog. Singh, A. Dan Bishnoi, NR. 2013. Ethanol productiom from pretreated wheat straw hydrolyzate by Saccharomyces cerevisiae via sequential statistical optimization. Industrial Corps and Product 41 (2013): 221-226. Solihat, I. 2016. Produksi bioetanol dari nira aren (Arenga pinnata) oleh Zymomonas mobilis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta (ID): Penerbit Liberty. Sulieman, A. K., Gaily, M., H., Zeinelabdeen, M., A., Putra, M., D., dan Abaseed, A., E. 2013. Production of Bioethanol Fuel from Low-Grade-Date Extract. International Journal of Chemical Engineering and Applications 4 (3): 140143. Supatmawati. 2010. Rekayasa Bioproses Produksi Bioetanol dari Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp.) Menggunakan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoides pada Kultivasi Nir-sinambung dan Semi Sinambung [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Syamsu, K., Suryani, A., Fauzi, AM., dan Wicaksono, BWD. 2003. Optimasi produksi, karakterisasi, aplikasi dan pengujian biodegradasi bioplastik yang dihasilkan oleh Ralstonia europha pada substrat hidrolisat minyak sawit. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing IX. Pusat Penelitian Bioteknologi IPB: 189. Waesarat, S., Chunhachart, O., dan Pawongrat, R. 2012. Ethanol production from yam bean using yeast Saccharomyces cerevisiae. University International conference. Wahono, SK., Rosyida, VT., Darsih, C., et al. 2015. Optimization of simultaneous Saccharification and fermentatiom incubation time using cellulose enzyme for sugarcane bagasse on the second-generation bioethanol production technology. Energy Procedia 65 (2015): 333-336. Wahyudi.1997. Produksi alkohol oleh Saccharomyces cerevisiae dengan tetes tebu (molases) sebagai bahan baku utama [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
24 Wahyuni, A. 2008. Rekayasa bioproses pembuatan bioetanol dari sirup glukosa ubi jalar (Ipomoea batatas L) dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae [tesis] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wardani, A., K. dan Pertiwi, A., N., E. 2013. Produksi Etanol dari Tetes Tebu Oleh Saccharomyces cerevisiae Pembentuk Flok (NRRL-Y265). Jurnal Agritech . 32 (2): 131-39. Wignyanto, Suharjono, dan Novita. 2001. Pengaruh konsentrasi gula reduksi sari hati nanas dan inokulum Saccharomyces cerevisiae pada fermentasi etanol. Jurnal Teknologi Pertanian. 2 (1): 68-77. Zabed, H., Faruq, G., Sahu, JN., et al. 2014. Bioethanol production from fermentable sugar juice. The Scientific World Journal: 1-11.
25
LAMPIRAN Lampiran 1 Analisis karakterisasi bahan 1. Kadar Air (AOAC 1995) Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. diisi sebanyak 2-3 gram sampel lalu ditimbang (W1) kemudian dimasukkan kedalam oven suhu 105oC selama 1-2 jam. Cawan alumunium dan sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang. Ulangi pemanasan sampai dihasilkan bobot konstan (W2). Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan air yang hilang sebagai kadar air. Kadar air (%) =
×100%
2. Kandungan nitrogen (N) dengan metode Kjedahl Sebanyak 0.25 gam sampel dimasukkan ke dalam labu kjedahl dan ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat dan 1 g katalis. Larutan tersebut kemudian didestruksi hingga jernih. Selanjutnya ditambahkan NaOH 40% ke dalam larutan dekstruksi dingin sebanyak 15 ml. Disiapkan pula larutan penampung di dalam erlenmeyer 250 ml yang terdiri dari 19 ml H3BO3 4% dan indikator mensel 2-3 tetes. Setelah itu larutan sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi. Destilasi dihentikan apabila tidak ada lagi terbentuk gelembunggelembung yang keluar pada larutan penampung. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan H2SO4 0.02 N. %N= 3. Kandungan karbon (C) (JICA 1978) Perhitungan kadar karbon didasarkan pada kadar abu dalam bahan. Penentuan kadar abu berdasar pada prinsip sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550oC. Cawan porselen dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam. kemudian didinginkan selama 30 menit didalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh berat konstan (A). Lalu ditimbang contoh sebanyak 2 gam (B). dan dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dipijarkan menggunakan pembakar Bunsen sampai tidak membentuk asap lagi. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik (furnace) pada suhu 550oC selama ± 12 jam. Selanjutnya cawan didinginkan selama 30 menit pada desikator. dan ditimbang hingga didapatkan berat konstan (C). Kadar abu (%) = ×100% Kadar C (%) =
26 Lampiran 2 Prosedur analisa kadar etanol, total gula, dan gula pereduksi 1. Kadar Etanol metode specific gravity (AOAC 1995) Sebanyak 25 ml contoh dimasukka ke dalam labu destilasi sambil diukur suhunya, kemudian ditambahkan akuades dengan volume yang sama. Distilasi dihentikan setelah diperoleh distilat ± 23 ml dan diatur suhunya agar sama dnegan suhu saat pemipetan, destilat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam piknometer 25 ml yang telah dikethui bobotnya (P), selanjutnya ditepatkan hingga tanda tera dengan menambahkan akuades dan ditutup. Dinding piknometer dikeringkan kemudian ditimbang (D). Pikonometer dicuci dengan aseton, kemudian dikeringkan dan dibiarkan hingga mencapai suhu kamar. Dengan menggunakan pinkometer yang sama, ditentukan pula bobot air suling (W). Kadar etanol ditentukan dengan bantuan tabel hubungan antara bobot jenis dengan kadar etanol pada berbagai suhu. Rumus perhitungan bobot jenis adalah sebagai berikut:
Bobot jenis destilat = 2. Penetapan Total Gula Metode Fenol H2SO4 (Dubois et al. 1956) Sebelum dilakukan pengukuran total gula pada sampel. maka perlu diketahui kurva standar fenol yang digunakan. Tahapan pembuatan kurva fenol antara lain. 2 ml larutan glukosa standar yang mengadung 0. 10. 20. 30. 40 dan 60 μg glukosa masing – masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu. ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 % dan dikocok. Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat. Setelah itu ditunggu selama 10 menit. Kemudian. sampel dikocok dan ditempatkan dalam penangas air selama 15 menit. Selanjutnya. diukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm. Kurva standar fenol sulfat dapat dilihat pada gambar berikut. 0,6
y = 0,0084x - 0,0091 R² = 0,99
0,5
Absorbasi
0,4 0,3 0,2 0,1 0 0 -0,1
10
20
30
40
50
60
70
Konsentrasi glukosa (ppm)
3. Penetapan Total Gula Pereduksi Metode DNS (Miller 1959) Prinsip uji: Suasana alkali gula pereduksi akan mereduksi asam 3.5 – dinitrosolisilat (DNS) membentuk senyawa yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm.
27 Tahapan prosesnya terdiri dari penyiapan pereaski DNS. penentuan kurva standar. dan penetapan total gula pereduksi. Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10.6 g asam 3.5 - dinitrosalisilat dan 19.8 g NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu. ditambahkan 306 g Na–K tartarat. 7.6 g fenol yang dicairkan pada suhu 50oC. dan 8.3 g Na–metabisulfit. Larutan ini diaduk rata. Kemudian. sebanyak 3 ml larutan ini dititrasi dengan HCl 0.1 N dengan indikator fenolftalein. Banyaknya titran berkisar 5 – 6 ml. Jika kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap ml kekurangan HCl 0.1 N. Penentuan kurva standar dibuat dengan mengukur untuk mengetahui nilai gula pereduksi pada glukosa pada selang 0.2 – 0.5 mg/l. Kemudian nilai gula pereduksi dicari dengan metode DNS. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam grafik secara linier. Pengujian gula pereduksi menggunakan kurva standar DNS adalah 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian. ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Biarkan sampai dingin pada suhu ruang. Selanjutnya. diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm. Kurva standar gula pereduksi dapat dilihat pada gambar berikut. 1
y = 0,0038x - 0,0038 R² = 0,99
Absorbasi
0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
50
-0,2
100
150
200
Konsentrasi gula (ppm)
Lampiran 3 Perhitungan kebutuhan urea Rasio C/N optimum 10 (Syamsu et al. (2003)) Rasio C/N dalam nira 89.11
Parameter Kadar air kadar abu Total N Total C
Tabel perhitungan kebutuhan urea Jumlah 84.97 0.34 0.09 8.02
Total N yang dibutuhkan Kekurangan N
0.80-0.09 = 0.71
250
300
28 Urea yang ditambahkan Jadi, sebanyak 1.53 g urea ditambakan ke dalam 100 ml media Lampiran 4 Data hasil fermentasi penentuan konsentrasi inokulum optimum 4.1 Tabel pertumbuhan biomassa (g/L) Pengamatan jam keInokulum 5% 0 12 24 36 Percobaan I 6.80 12.80 23.10 15.40 Percobaan II 8.10 12.40 22.70 15.40 Rata-rata 7.45 12.6 22.9 15.4 St Deviasi 0.92 0.28 0.28 0.00
48 12.90 13.25 13.08 0.25
0 16.30 14.40 15.35 1.34
Pengamatan jam ke12 24 36 20.60 25.35 18.10 19.00 25.95 18.75 19.80 25.65 18.43 1.13 0.42 0.46
48 15.43 15.30 15.37 0.09
0 19.70 20.00 19.85 0.21
Pengamatan jam ke12 24 36 24.88 34.05 23.05 24.85 38.75 23.95 24.87 36.40 23.50 0.02 3.32 0.64
48 23.05 20.45 21.75 1.84
Inokulum 10% Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi Inokulum 15% Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi
4.2 Tabel pembentukan etanol (%b/v) Inokulum 5% Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi Inokulum 10% Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi
0 0.00 0.00 0.00 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 2.17 3.08 2.05 2.60 3.08 2.76 2.37 3.08 1.79 0.31 0.00 0.42
48 1.50 2.08 2.40 0.51
0 0.00 0.00 0.00 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 1.48 3.13 2.13 2.64 4.44 2.39 2.06 3.78 2.26 0.82 0.93 0.13
48 2.35 2.16 2.26 0.17
29 Pengamatan jam ke12 24 36 2.82 5.97 3.22 2.94 8.77 2.46 2.88 7.38 2.19 0.09 1.97 0.08
48 2.190 2.190 2.840 0.00
3.3 Tabel penurunan gula sisa pereduksi (g/L) Pengamatan jam keInokulum 5% 0 12 24 36 Percobaan I 66.37 5.99 6.61 6.38 Percobaan II 66.37 5.99 7.18 6.19 Rata-rata 66.37 5.99 6.90 6.29 St Deviasi 0.00 0.00 0.40 0.13
48 5.27 5.87 5.57 0.42
0 66.37 66.37 66.37 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 5.68 5.48 5.20 5.61 5.58 5.34 5.65 5.53 5.27 0.05 0.07 0.10
48 4.30 4.41 4.36 0.08
0 66.37 66.37 66.37 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 5.53 5.15 4.50 5.59 5.13 4.60 5.56 5.14 4.55 0.04 0.01 0.07
48 4.59 4.88 4.74 0.21
Inokulum 15% Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi
Inokulum 10% Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi Inokulum 15% Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi
0 0.00 0.00 0.00 0.00
3.4 Tabel penurunan total gula (g/L) Inokulum 5% Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi Inokulum 10% Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi
0 183.38 183.38 183.38 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 46.25 45.50 44.97 46.22 45.50 45.36 46.23 45.5 45.17 0.02 0.00 0.28
48 42.57 42.52 42.54 0.04
0 183.38 183.38 183.38 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 45.26 43.04 41.43 45.88 43.20 44.00 45.57 43.12 42.71 0.43 0.11 1.81
48 42.27 42.77 42.52 0.35
30 Inokulum 15% Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi
0 183.38 183.38 183.38 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 43.85 43.81 42.86 43.65 43.24 41.57 43.75 43.52 42.21 0.14 0.41 0.91
3.5 Perhitungan kinetika fermentasi 4.5.1 Inokulum 5% Waktu S (g/L) P (g/L) 0 95.17±0.00 0.00 12 5.99±0.40 23.9±0.31 24 6.90±0.13 30.8±0.00 36 6.29±0.10 24.0±0.42 48 5.57±0.42 17.9±0.51 Waktu Y p/s (g/g) Y x/s (g/g) 0 12 0.27±0.01 0.06±0.02 24 0.35±0.00 0.09±0.02 36 0.27±0.01 0.09±0.02 48 0.20±0.01 0.06±0.01 Waktu 12 24 36 48
µ (jam-1) 0.00 0.04±0.28 0.05±0.28 0.02±0.00 0.01±0.25
X (g/L) 7.45±0.92 12.60±0.28 22.90±0.28 15.40±0.00 13.08±0.25
ln X 2.01±0.92 2.53±0.28 3.13±0.28 2.73±0.00 2.57±0.25
Y p/x (g/g)
qp (g P/sel.jam)
qs (g S/sel.jam)
4.63±0.17 1.99±0.02 3.02±0.10 3.18±0.11
0.22 0.09 0.14 0.02
0.06 0.27 0.04 0.00
Tingkat konsumsi substrat (%) Gula pereduksi Total gula 91.60 72.06 92.75 72.50 93.39 72.70 94.15 74.29
4.6.2 Inokulum 10% Waktu S (g/L) 0 95.17±0.00 12 5.65±0.05 24 5.53±0.07 36 5.27±0.10 48 4.36±0.08 Waktu Y p/s (g/g) 0 12 24 36
48 41.82 41.75 41.78 0.05
0.23±0.01 0.42±0.02 0.25±0.00
P (g/L) 0.00 20.6±0.31 37.83±0.93 22.60±0.13 22.57±0.17
X (g/L) 15.35±1.34 19.80±1.13 25.65±0.42 18.43±0.46 17.37±0.09
ln X 2.731±1.34 2.986±1.13 3.245±0.42 2.914±0.46 2.732±0.09
µ (jam-1) 0.00 0.021±1.13 0.021±0.42 0.005±0.46 0.002±0.09
Y x/s (g/g)
Y p/x (g/g)
qp (g P/sel.jam)
qs (g S/sel.jam)
0.05±0.00 0.11±0.03 0.03±0.03
4.63±0.16 3.67±0.03 7.34±0.45
0.10 0.08 0.15
0.02 0.18 0.04
31 Waktu Y p/s (g/g) Y x/s (g/g) 48 0.25±0.00 0.02±0.01 Waktu 12 24 36 48
12 24 36 48
qp (g P/sel.jam) 0.24
qs (g S/sel.jam) 0.06
Tingkat konsumsi substrat (%) Gula pereduksi Total gula 94.16 74.46 94.60 72.73 94.46 74.70 95.42 74.30
4.5.3 Inokulum 15% Waktu S (g/L) 0 95.17±0.00 12 5.56±0.04 24 5.14±0.01 36 4.55±0.07 48 4.74±0.21 Waktu
Y p/x (g/g) 11.17±0.01
P (g/L) 0.00 28.8±0.09 73.8±1.97 21.9±0.08 28.4±0.00
X (g/L) 19.85±0.21 24.87±0.02 36.40±3.32 23.50±0.64 21.75±1,84
µ (jam-1) 0.00 0.019±0.02 0.025±3.32 0.005±0.64 0.002±1.84
ln X 2.99±0.21 3.21±0.02 3.60±3.32 3.16±0.64 3.08±1.84
Tingkat konsumsi substrat (%) Gula pereduksi Total gula 94.16 76.99 94.60 78.78 95.22 83.51 95.02 84.36
Waktu Y p/s (g/g) 0 12 0.32±0.00 24 0.82±0.12 36 0.24±0.01 48 0.31±0.09
Y x/s (g/g)
Y p/x (g/g)
qp (g P/sel.jam)
qs (g P/sel.jam)
0.06±0.00 0.18±0.05 0.04±0.01 0.02±0.03
5.74±0.04 4.46±0.04 6.00±0.24 14.9±0.09
0.11 0.09 0.11 0.28
0.04 0.10 0.03 0.09
4.6 Hasil uji statistik penentuan konsentrasi inokulum terbaik 4.6.1 Pertumbuhan biomassa Derajat Sumber keragaman JK JKR Fhitung bebas
F tabel 5%
Waktu Inokulum Error Total Keterangan: F hitung > F tabel
4 1276.04 2 1845.82 922.91 8 908.98 113.62 14 4030.84 1355.54
8.12
4.46
32 Nilai F dan F tabel hasil uji duncan P 2 3 range 3.26 3.39 LSR 2.45 2.54
4 3.47 2.60
pelakuan 5% 10% 15% rata-rata 14.29 18.92 25.27 15% - 5% 10.98 A 15% - 10% 6.35 A 10% - 5% 4.63 A Keterangan: Rata-rata yang diikuti huruf sama berbeda nyata 4.6.2 Kadar etanol Sumber keragaman
Derajat bebas
Waktu 4 Inokulum 2 Error 8 Total 14 Keterangan: F hitung > F tabel
JK
JKR
F hitung
F tabel 5%
3.75 34.10 7.55 45.4
17.05 0.12 11.34
18.07
4.46
Nilai F dan F tabel hasil uji duncan P 2 3 Range 3.26 3.39 LSR 0.46 0.48
4 3.47 0.49
5 3.52 0.49
Perlakuan 5% 10% 15% Rata-rata 1.93 2.08 3.06 10% - 5% 0.15 A 15% - 5% 1.13 B 15% - 10% 0.98 B Keterangan: Rata-rata yang diikuti huruf sama berbeda nyata 4.6.3 Penurunan gula pereduksi Sumber Derajat JK keragaman bebas
JKR
Waktu 4 23633.018 Inokulum 2 7.450 3.725 Error 8 24742.536 3092.817 Total 14 48383.005 9004.797 Keterangan: Fhitung < Ftabel Tidak ada pengaruh nyata antarperlakuan
Fhitung
0.001
F tabel 5% 4.460
33 4.6.4 Penurunan total gula Sumber Derajat keragaman bebas
JK
JKR
Waktu 4 58665.82 Inokulum 2 4600.45 2300.22 Error 8 42230.79 5278.85 Total 14 105497.06 22245.53 Keterangan: Fhitung < Ftabel Tidak ada pengaruh nyata antarperlakuan
Fhitung
F tabel 5%
0.44
4.46
Lampiran 5 Data hasil fermentasi penentuan konsentrasi gula optimum Tabel pertumbuhan biomassa (g/L) S1 Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi S2 Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi S3 Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi
0 17.70 16.37 17.03 0.94
Pengamatan jam ke12 24 36 20.65 32.87 22.35 20.88 32.60 22.50 20.77 32.73 22.43 0.16 0.19 0.11 Pengamatan jam ke12 24 36 21.70 31.73 21.65 21.50 31.58 21.65 21.60 31.65 21.65 0.14 0.11 0.00
0 19.20 18.67 18.93 0.38
Pengamatan jam ke12 24 36 21.50 31.85 22.42 21.03 31.15 22.25 21.27 31.50 22.33 0.33 0.49 0.12
0 18.32 18.56 18.44 0.17
48 20.75 20.52 20.63 0.16 48 20.45 20.68 20.57 0.17
48 19.90 20.70 20.30 0.57
5.1 Tabel pembentukan etanol (%b/v) S1 Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi
0 0.00 0.00 0.00 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 2.54 6.04 2.71 2.49 6.23 2.79 2.52 6.14 2.91 0.04 0.13 0.06
48 2.67 3.15 2.75 0.34
34 S2 Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi S3 Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi
0 0.00 0.00 0.00 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 2.40 4.65 2.48 2.46 4.33 2.28 2.43 4.49 2.38 0.04 0.23 0.14
48 2.35 2.22 2.29 0.09
0 0.00 0.00 0.00 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 2.76 4.26 2.28 1.96 4.25 2.25 2.36 4.25 2.27 0.56 0.01 0.02
48 1.92 2.07 2.00 0.02
5.2 Tabel gula sisa pereduksi (g/L) S1 Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi S2 Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi S3 Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi
0 127.28 127.28 127.28 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 0.13 0.33 0.28 0.13 0.33 0.27 0.13 0.33 0.28 0.00 0.00 0.01 Pengamatan jam ke12 24 36 0.68 0.85 0.62 0.68 0.89 0.62 0.68 0.87 0.62 0.00 0.03 0.00
0 123.08 123.08 123.08 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 0.64 0.88 0.44 0.64 0.89 0.45 0.64 0.89 0.45 0.00 0.01 0.01
0 130.51 130.51 130.51 0.00
48 0.21 0.21 0.21 0.00 48 0.45 0.46 0.46 0.01
48 0.39 0.40 0.40 0.01
5.3 Tabel penurunan total gula (g/L) S1 Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi
0 186.10 186.10 186.10 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 16.56 7.59 6.55 16.20 7.81 6.39 16.38 7.70 6.47 0.25 0.16 0.11
48 5.21 5.01 5.11 0.14
35 S2 Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi S3 Percobaan I Percobaan II Rata-rata St Deviasi
0 247.75 247.75 247.75 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 27.60 16.93 6.38 26.81 17.65 6.21 27.21 17.29 6.30 0.56 0.51 0.12
48 6.01 5.80 5.91 0.15
0 336.60 336.60 336.60 0.00
Pengamatan jam ke12 24 36 30.08 24.08 11.50 29.08 23.42 11.83 29.58 23.75 11.67 0.71 0.47 0.23
48 9.28 9.23 9.26 0.04
5.4 Perhitungan kinetika fermentasi 5.5.1 Perlakuan S1 Waktu S (g/L) P (g/L) 0 130.51±0.00 0 12 0.13±0.01 25.2±0.04 24 0.32±0.02 61.4±0.13 36 0.28±0.01 29.1±0.06 48 0.21±0.00 27.5±0.34 Waktu 0 12 24 36 48 Waktu 12 24 36 48
X (g/L) 18.44±0.17 20.77±0.16 32.73±0.19 22.43±0.11 20.63±0.16
ln X 2.91±0.17 3.13±0.16 3.49±0.19 3.11±0.11 3.03±0.16
µ (jam-1) 0 0.018±0.16 0.024±0.19 0.005±0.11 0.002±0.16
Y p/s (g/g)
Y x/s (g/g)
Y p/x (g/g)
qp (g P/sel.jam)
qs (g S/sel.jam)
0.19±0.02 0.47±0.01 0.22±0.00 0.21±0.01
0.02±0.02 0.11±0.00 0.03±0.01 0.02±0.01
10.82±0.01 4.3±0.02 7.29±0.03 12.56±0.36
0.26 0.10 0.18 0.30
0.05 0.22 0.04 0.06
Tingkat konsumsi substrat (%) Gula pereduksi Total gula 99.46 91.20 99.32 95.86 99.52 96.52 99.58 97.25
5.5.2 Perlakuan S2 Waktu S (g/L) 0 127.28±0.00 12 0.68±0.00 24 0.87±0.02 36 0.62±0.00
P (g/L) 0.00 24.3±0.04 44.9±0.23 23.8±0.14
X (g/L) 18.93±0.38 21.27±0.33 31.50±0.49 22.33±0.12
ln X 2.94±0.38 3.06±0.33 3.45±0.49 3.11±0.12
µ (jam-1) 0.00 0.010±0.33 0.021±0.49 0.005±0.12
36 S (g/L) 0.46±0.01
Waktu 0 12 24 36 48
Y p/s (g/g)
Y x/s (g/g)
Y p/x (g/g)
qp (g P/sel.jam)
qs (g S/sel.jam)
0.19±0.03 0.36±0.01 0.19±0.01 0.18±0.01
0.02±0.01 0.10±0.01 0.03±0.01 0.01±0.01
10.38±0.09 3.57±0.03 7.00±0.14 16.7±0.24
0.27 0.09 0.18 0.44
0.05 0.26 0.03 0.09
Waktu 12 24 36 48
Waktu 12 24 36 48
X (g/L) 20.30±0.57
ln X 3.01±0.57
Tingkat konsumsi substrat (%) Gula pereduksi Total gula 99.48 91.21 99.32 93.02 99.54 96.45 99.64 97.15
5.5.3 Perlakuan S3 Waktu S (g/L) 0 123.08±0.00 12 0.64±0.00 24 0.88±0.01 36 0.45±0.01 48 0.40±0.01 Waktu 0 12 24 36 48
P (g/L) 22.9±0.09
µ (jam-1) 0.001±0.57
Waktu 48
P (g/L) 0 23.60±0.56 42.50±0.01 22.70±0.11 20.00±0.02
X (g/L) 17.03±0.94 21.60±0.14 31.65±0.11 21.65±0.00 20.57±0.17
ln X 2.83±0.94 3.07±0.14 3.45±0.11 3.08±0.00 3.02±0.17
µ (jam-1) 0.00 0.020±0.14 0.026±0.11 0.007±0.00 0.004±0.17
Y p/s (g/g)
Y x/s (g/g)
Y p/x (g/g)
qp (g P/sel.jam)
qs (g S/sel.jam)
0.19±0.01 0.35±0.00 0.19±0.02 0.16±0.03
0.04±0.01 0.12±0.01 0.04±0.00 0.03±0.01
5.16±0.26 2.91±0.00 4.91±0.06 5.60±0.22
0.11 0.61 0.10 0.12
0.02 0.18 0.02 0.02
Tingkat konsumsi substrat (%) Gula pereduksi Total gula 99.48 89.02 99.28 92.94 99.64 96.34 99.68 97.08
37 5.5 Hasil uji statistik penentuan konsentrasi gula terbaik 5.5.1 Pertumbuhan biomassa Derajat Sumber keragaman JK JKR Fhitung bebas
F tabel 5%
Waktu 4 1637.45 409.36 Inokulum 2 2282.79 1141.39 Error 8 1292.71 161.59 Total 14 5212.95 1712.35 Keterangan: Fhitung < Ftabel Tidak ada pengaruh nyata antarperlakuan
2.53
4.46
5.5.2 Kadar etanol Sumber keragaman
Derajat bebas
Waktu 4 Inokulum 2 Error 8 Total 14 Keterangan: F hitung > F tabel
JK
JKR
F hitung
F tabel 5%
36.94 1.32 1.32 39.58
Nilai F dan F tabel hasil uji duncan P 2 3 Range 3.26 3.39 LSR 0.013 0.014
9.24 0.17 10.06
111.95
4.46
4 3.47 0.014
Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata 2.86 2.17 2.32 A S1 - S2 0.69 A S1 - S3 0.54 B S2 - S3 0.15 Keterangan: Rata-rata yang diikuti huruf sama berbeda nyata 5.5.3 Penurunan gula pereduksi Sumber Derajat keragaman bebas
JK
Waktu 4 23633.018 Inokulum 2 7.450 Error 8 24742.536 Total 14 48383.005 Keterangan: Fhitung < Ftabel Tidak ada pengaruh nyata antarperlakuan
JKR
F hitung
F tabel 5%
3.725 3092.817 9004.797
0.001
4.460
38 5.5.4 Penurunan total gula Sumber Derajat bebas keragaman
JK
JKR
Fhitung
F tabel 5%
Waktu 4 1061.64 Inokulum 2 60235.4 Error 8 149133.2 Total 14 210430.4 Keterangan: Fhitung < Ftabel Tidak ada pengaruh nyata antarperlakuan
265.41 30117.77 18641.65 49024.83
1.62
4.46
39
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 01 Juli 1993 dari ayah Djadja Djalaluddin (Alm.) dan Ibu Ismiyati. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menempuh studi di SDN 1 Nagarapageuh pada tahun 19992005, SMPN 2 Panawangan pada tahun 2005 – 2008, SMA Negeri 1 Ciamis pada tahun 2008-2011, dan diterima sebagai mahasiswi Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2011. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, dan Fitofarmaka dan Teknologi Bahan Penyegar pada tahun 2015. Penulis pernah melaksanakan Praktik Lapang pada bulan Juni-Agustus 2014 dengan Judul “Mempelajari Aspek Manajemen Proses Produksi” di PT. Ganesha Abaditama, Cipayung, Jakarta Timur. Penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) dan pernah mengikuti kepanitian Together (To Get Himalogin Better) 2014, Agroindutrial Fair 2013, Hari Warga Industri 2013, dan Red Agricultural Festival 2012.