ADAPTABILITAS TIGA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KABUPATEN WONOSOBO Sri Rustini*1), Seno Basuki1) dan Tri Reni Prastuti1) 1)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian-Jawa Tengah * Penulis untuk korespondensi, e-mail :
[email protected] )
Abstrak Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Dalam rangka mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan, Kementerian Pertanian (Kementan) memprioritaskan program peningkatan produksi beras nasional (P2BN). Penetapan prioritas tersebut untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Berbagai varietas padi sawah telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, tetapi untuk pengembangan di berbagai daerah perlu adanya uji adaptabilitas varietas tersebut. Tujuan pengkajian adalah mengetahui adaptabilitas tiga varietas unggul baru di berbagai agroekosistem di Kabupaten Wonosobo. Tiga varietas unggul baru yaitu Inpari 6, 10 dan 13 diuji pada 5 lokasi yang berbeda agroekosistemnya (tinggi tempat dan lingkungan tumbuh) yaitu, masing-masing lokasi dirancang menggunakan rancangan acak kelompok diulang 3 kali. Pengamatan dilaksanakan terhadap hasil dan komponen hasil. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya, dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncant Multi Range Test (DMRT). Hasil menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara lingkungan dan varietas hal ini berarti tiap-tiap varietas memberikan tanggap yang berbeda tehadap lingkungan yang berbeda pada semua karakter kecuali bobot 1000 butir. Dibandingkan dengan rata-rata hasil GKG yang ada di dalam Deskripsi Varietas, Inpari 6 memberikan hasil GKG lebih rendah pada semua lokasi kecuali Desa Pekuncen Selomerto. Inpari 10 lebih tinggi pada semua lokasi, Inpari 13 memberikan hasil GKG lebih tinggi hanya pada lokasi Desa Timbang, Leksono dan Pekuncen, Selomerto. Lokasi Desa Pekuncen, Kecamatan Selomerto dengan sistem budidayanya merupakan lokasi yang ideal untuk ketiga varietas yang diujikan yaitu mulai dari karakter tinggi tanaman sampai dengan hasil GKG memberikan nilai tertinggi. Kata kunci : adaptabilitas, padi sawah, varietas unggul baru Pengantar Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Sehingga dari sisi Ketahanan Pangan nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis. Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi perkapita akibat peningkatan pendapatan. Namun dilain pihak upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti konversi lahan sawah subur yang masih terus berjalan, penyimpangan iklim (anomaly iklim), gejala kelelahan teknologi (technology fatique), penurunan kualitas sumberdaya lahan (soil sickness) yang berdampak terhadap penurunan dan atau pelandaian produktivitas (Pramono et al., 2005). Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan bila dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem ini masih beragam antar lokasi dan belum optimal. Rata-rata hasil 4,7 t/ha, sedangkan potensinya dapat mencapai 6 – 7 t/ha. Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara lain disebabkan oleh; a) rendahnya efisiensi pemupukan; b) belum efektifnya pengendalian hama penyakit; c) penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang dipilih kurang adaptif; d) kahat hara K dan unsur mikro; e) sifat fisik tanah tidak optimal; f) pengendalian gulma kurang optimal (Makarim et al., 2000).
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
105
ADAPTABILITAS TIGA VARIETAS UNGGUL BARU PADI SAWAH PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KABUPATEN WONOSOBO Sri Rustini*1), Seno Basuki1) dan Tri Reni Prastuti1) 1)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian-Jawa Tengah * Penulis untuk korespondensi, e-mail :
[email protected] )
Abstrak Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Dalam rangka mewujudkan swasembada pangan berkelanjutan, Kementerian Pertanian (Kementan) memprioritaskan program peningkatan produksi beras nasional (P2BN). Penetapan prioritas tersebut untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Berbagai varietas padi sawah telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, tetapi untuk pengembangan di berbagai daerah perlu adanya uji adaptabilitas varietas tersebut. Tujuan pengkajian adalah mengetahui adaptabilitas tiga varietas unggul baru di berbagai agroekosistem di Kabupaten Wonosobo. Tiga varietas unggul baru yaitu Inpari 6, 10 dan 13 diuji pada 5 lokasi yang berbeda agroekosistemnya (tinggi tempat dan lingkungan tumbuh) yaitu, masing-masing lokasi dirancang menggunakan rancangan acak kelompok diulang 3 kali. Pengamatan dilaksanakan terhadap hasil dan komponen hasil. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya, dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncant Multi Range Test (DMRT). Hasil menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara lingkungan dan varietas hal ini berarti tiap-tiap varietas memberikan tanggap yang berbeda tehadap lingkungan yang berbeda pada semua karakter kecuali bobot 1000 butir. Dibandingkan dengan rata-rata hasil GKG yang ada di dalam Deskripsi Varietas, Inpari 6 memberikan hasil GKG lebih rendah pada semua lokasi kecuali Desa Pekuncen Selomerto. Inpari 10 lebih tinggi pada semua lokasi, Inpari 13 memberikan hasil GKG lebih tinggi hanya pada lokasi Desa Timbang, Leksono dan Pekuncen, Selomerto. Lokasi Desa Pekuncen, Kecamatan Selomerto dengan sistem budidayanya merupakan lokasi yang ideal untuk ketiga varietas yang diujikan yaitu mulai dari karakter tinggi tanaman sampai dengan hasil GKG memberikan nilai tertinggi. Kata kunci : adaptabilitas, padi sawah, varietas unggul baru Pengantar Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Sehingga dari sisi Ketahanan Pangan nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis. Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi perkapita akibat peningkatan pendapatan. Namun dilain pihak upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti konversi lahan sawah subur yang masih terus berjalan, penyimpangan iklim (anomaly iklim), gejala kelelahan teknologi (technology fatique), penurunan kualitas sumberdaya lahan (soil sickness) yang berdampak terhadap penurunan dan atau pelandaian produktivitas (Pramono et al., 2005). Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan bila dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem ini masih beragam antar lokasi dan belum optimal. Rata-rata hasil 4,7 t/ha, sedangkan potensinya dapat mencapai 6 – 7 t/ha. Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah, antara lain disebabkan oleh; a) rendahnya efisiensi pemupukan; b) belum efektifnya pengendalian hama penyakit; c) penggunaan benih kurang bermutu dan varietas yang dipilih kurang adaptif; d) kahat hara K dan unsur mikro; e) sifat fisik tanah tidak optimal; f) pengendalian gulma kurang optimal (Makarim et al., 2000).
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
105
Produktivitas padi di tingkat petani masih menunjukkan terjadi kesenjangan hasil yang cukup tinggi dibandingkan potensi yang dapat dicapai. Penyebabnya antara lain (i) penggunaan benih unggul varietas potensi tinggi masih rendah sekitar 53 %, (ii) penggunaan pupuk yang belum berimbang dan efisien, (iii) penggunaan pupuk organik belum populer, dan (iv) budidaya spesifik lokasi belum berkembang. Kabupaten Wonosobo merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian lokasi antara 250 m hingga 2.250 m di atas permukaan laut dengan memiliki luas wilayah 98.448 ha (984.68 Km2) yang terletak di bebatuan prakwaker. Kabupaten ini beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan penghujan, suhu udara rata-rata pada siang hari 24-30ºC dan pada malam harinya turun menjadi 20ºC, namun pada bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 12-15ºC pada malam hari dan 15-20ºC di siang hari. Dengan kondisi yang subur dan memiliki curah hujan rata-rata 3.400 mm dalam 196 hari pertahunnya, wilayah tersebut sangat mendukung untuk pengembangan pertanian sebagai mata pencaharian utama masyarakat Wonosobo. Luas lahan pertanian Kabupaten Wonosobo sebagian besar adalah sawah berpengairan non teknis dan tadah hujan, hanya sebagian kecil yang berpengairan teknis (Anonymous, 2011). Varietas merupakan salah satu komponen inovasi penting yang memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Dengan banyaknya varietas unggul yang dilepas, dapat dijadikan alternative pilihan bagi petani untuk memilih varietas yang ditanam sesuai dengan kondisi agroklimat setempat. Tujuan pengkajian adalah mengetahui adaptabilitas tiga varietas unggul baru di berbagai agroekosistem di Kabupaten Wonosobo, sehingga bisa diketahui kinerja masing-masing varietas di kabupaten ini untuk selanjutnya bisa dikembangkan pada wilayah yang sesuai. Bahan dan Metode Bahan pengkajian terdiri dari tiga varietas unggul baru padi yaitu Inpari 6, Inpari 10, dan Inpari 13 yang diadaptasikan di lima agroekosistem (Tabe 1) bulan Juni sampai September dan bulan November – Maret 2011. Masing-masing lokasi menggunakan rancangan acak kelompok diulang 3 kali. Pengamatan dilaksanakan terhadap hasil dan komponen hasil. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya, dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dan juga dibandingkan dengan karakter yang ada di dalam diskripsi masing-masing varietas. Tabel 1. Karakteristik agroekosistem lokasi uji adaptasi 3 VUB, Wonosobo No.
Lokasi
1.
Desa Sawangan, Kec. Leksono Desa Timbang, Kec. Leksono Desa Pekuncen, Kec. Selomerto Desa Kramatan, Kec. Wonosobo Desa Kalibeber, Kec. Mojotengah
2. 3. 4. 5.
Tinggi tempat (m dpl) 460 580 600 750 840
Sistem dan jarak tanam Legowo 2:1, 28 x 28 x 14 cm Legowo 2:1 dua arah, 27 x 27 x 12 Legowo 4:1, 29 x 29 x 15 Legowo 2:1, 22,5 x 22,5 x 11 Legowo 2:1, 25 x 25 x 12.5
Waktu pelaksanaan Juni – September 2011 Juni – September 2011 Juni – September 2011 November 2011 – Maret 2012 November 2011 – Maret 2012
Hasil dan Pembahasan Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat interaksi nyata antara lingkungan dan varietas (L X V) pada semua karakter yang diamati kecuali pada bobot 1000 butir (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa di antara ketiga VUB yang diuji, tanggapnya terhadap 5 lingkungan tumbuh (lokasi) untuk semua karakter kecuali bobot 1000 butir, tidak sama dan dapat diartikan diantara varietas tersebut terdapat varietas yang tumbuh baik pada lingkungan tertentu dan memberikan hasil yang tinggi. Sesuai dengan pendapat Baihaki dan
106
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
Wicaksana (2005) bahwa adanya keberagaman lingkungan tumbuh (lokasi) menyebabkan terjadinya penampilan yang beragam dari genotip tanaman dalam berbagai lingkungan tumbuh. Hal tersebut terungkap dari besaran nilai interaksi G × E yang nyata atau sangat nyata. Sesuai juga dengan hasil penelitian Arsyad dan Nur (2004) bahwa pengaruh interaksi galur x lingkungan yang nyata mengindikasikan perbedaan tanggapan antargalur yang tidak sama (berbeda) dari lokasi ke lokasi yang lain. Lokasi mempengaruhi semua karakter, hasil penelitian Kristamtini (2010) faktor lokasi tampaknya berkaitan dengan tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air, suhu dan kelembaban di masing-masing lokasi. Bobot 1000 butir tidak terpengaruh oleh lokasi, yang berarti perbedaan kondisi lingkungan yang ada mampu dikompensasi oleh sifat-sifat tersebut. Uji lanjut dilakukan terhadap karakter yang memberikan berbeda nyata pada sidik ragam, karena interaksi antara Lokasi dan Varietas (L x V) berbeda nyata maka pengaruh tunggal menjadi tidak berarti (Steel dan Torrie, 1995). Hasil sidik ragam pada Tabel 3. Terlihat bahwa pada karakter tinggi tanaman berkisar dari 75.53 – 91.57 cm, hasil tersebut lebih rendah dari tinggi tanaman yang ada di dalam deskripsi masing-masing varietas (Suprihatno et. al, 2011) yaitu untuk berturut-turut untuk Inpari 6, Inpari 10 dan Inpari 13 berkisar 100 cm, 100 – 120 cm, dan 101 cm. Hal tersebut diduga diesbakan karena pengaruh suhu lokasi-lokasi Wonosobo suhu harian lebih rendah dari daerah yang lain mengingat Wonosobo merupakan salah satu kabupaten yang berada pada dataran tinggi. Sesuai dengan pernyataan Anonymous (2011) suhu udara rata-rata pada siang hari 2430ºC dan pada malam harinya turun menjadi 20ºC, namun pada bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 12-15ºC pada malam hari dan 15-20ºC di siang hari. Semua karakter yang diamati berkaitan erat dengan karakter hasil. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pada karakter jumlah anakan produktif dan jumlah gabah isi/malai berkorelasi positif dengan hasil (Hairmansis et. al, 2009; Akinwale et. al, 2011; dan Wattoo et.al, 2010) sehingga disini juga terlihat bahwa suatu varietas pada lingkungan tertentu jika jumlah anakan produktif dan gabah isinya tinggi akan memberikan hasil GKG yang tinggi pula. Menurut Suprihatno et.al (2011), Inpari 6 dan Inpari 13 cocok untuk ditanam pada dataran rendah sampai dengan ketinggian 600 m dpl, sedangkan Inpari 10 sesuai untuk musim hujan dan musim kemarau. Rata-rata hasil GKG masing-masing varietas berturutturut Inpari 6, 10 dan 13 adalah 6,82; 5,08 dan 6,59 ton/ha. Dengan potensi hasil masingmasing 12,0; 7,0 dan 8,0 ton/ha GKG. Terlihat bahwa Inpari 6 pada semua lokasi kecuali Desa Pekuncen Selomerto memberikan hasil GKG yang lebih rendah dari rata-rata hasil yang ada di dalam deskripsi, sedangkan Inpari 10 lebih tinggi pada semua lokasi, dan Inpari 13 hanya lebih tinggi dari rata-rata hasil pada deskripsi varietas pada lokasi Desa Timbang, Leksono dan Pekuncen, Selomerto. Lokasi Desa Sawangan, Kecamatan Leksono yang terletak di lembah diantara perbukitan dan adanya naungan, menyebabkan kinerja ketiga varietas ini kurang optimal walaupun ketinggian lokasi memenuhi syarat dari anjuran tanam yang ada di dalam deskripsi. Sedangkan lokasi Desa Timbang Kecamatan Leksono secara tinggi tempat sesuai dengan anjuran, tetapi kurang sesuai untuk Inpari 6 dimungkinkan karena pengairan yang kurang optimal dimana lokasi yang digunakan merupakan sawah tadah hujan, sementara Inpari 10 dan Inpari 13 juga sesuai untuk sawah-sawah tadah hujan. Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa lokasi Desa Pekuncen, Kecamatan Selomerto dengan sistem budidayanya merupakan lokasi yang ideal untuk ketiga varietas yang diujikan yaitu mulai dari karakter tinggi tanaman sampai dengan hasil GKG memberikan nilai tertinggi terutama untuk Inpari 13. Inpari 10 sesuai untuk semua lokasi dengan optimalisasi budidaya spesifik lokasi dimungkinkan masih dapat ditingkatkan produktivitasnya.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
107
Kesimpulan 1. Terdapat interaksi yang nyata antara lokasi dan varietas pada semua karakter yang diamati kecuali pada karakter bobot 1000 butir. 2. Adanya interaksi antara lokasi dan varietas memperlihatkan hasil bahwa tinggi tanaman yang dihasilkan lebih rendah dari tinggi tanaman yang ada di dalam deskripsi masingmasing varietas. Hal ini diduga karena pengaruh suhu harian pada lokasi, yaitu suhu udara rata-rata pada siang hari 24-30ºC dan pada malam harinya turun menjadi 20ºC, namun pada bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 12-15ºC pada malam hari dan 1520ºC di siang hari. 3. Dibandingkan rata-rata hasil pada deskripsi varietas, Inpari 6 memberikan hasil GKG yang lebih rendah pada semua lokasi kecuali Desa Pekuncen Selomerto 4. Inpari 10 memberikan hasil GKG lebih tinggi pada semua lokasi dibandingkan rata-rata hasil yang ada di dalam deskripsi. 5. Inpari 13 memberikan hasil GKG lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil pada deskripsi hanya pada lokasi Desa Timbang, Leksono dan Pekuncen, Selomerto. 6. Lokasi Desa Pekuncen, Kecamatan Selomerto dengan sistem budidayanya merupakan lokasi yang ideal untuk ketiga varietas yang diujikan yaitu mulai dari karakter tinggi tanaman sampai dengan hasil GKG memberikan nilai tertinggi terutama untuk Inpari 13. Daftar Pustaka Akinwale, M.G., G. Gregorio, F. Nwilene, B.O. Akinyele, S.A. Ogunbayo, and A.C. Odiyi. 2011. Heritabilty and Correlation Coefficient Analysis for Yield and Its Components in Rice (Oryza sativa L.). Afr. J. Plant Sci. Vol. 5 (3):207-212. Anonymous. 2011. Agrikultur. Online: http://www.kabupatenwonosobo.com, diakses tanggal 10 Januari 2011. Arsyad, D.M. dan A. Nur. 2004. Evaluasi Galur-Galur Kedelai Generasi Lanjut di Lahan Kering. Prosiding Kinerja Penelitian Mendukung Agribisnis Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Peneltian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Baehaki dan Wicaksana, 2005. Interaksi Genotip Lingkungan, Adaptabilitas, dan Stabilitas Hasil dalam Pengembangan Tanaman Varietas Unggul di Indonesia. Zuriat, Vol. 16, No. 1, Januari-Juni :1-8. Hairmansis, A., B. Kustianto, Supartopo dan Suwarno. 2010. Correlation Analysis of Agronomic Characters and Grain Yield of Rice for Tidal Swamp Areas. Ind. J. Agr Sci. 11 (1):11-15. Kristamtini. 2010. Stabilitas dan Adaptabilitas Padi Merah Lokal Daerah Istimewa Yogyakarta. Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th. 2010.: 103 – 106. Makarim, A.K., U.S. Nugraha, dan U.G. Kartasasmita. 2000. Teknologi Produksi Padi Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Pramono, J., S. Basuki dan Widarto. 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Agrosains 7(1): 1-6. Suprihatno, B., A. A. Daradjat, Satoto, Suwarno, E. Lubis, Baehaki SE., Sudir, S. Dewi Indrasari, I P. Wardana dan M. J. Mejaya. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Edisi Revisi. Balai Besar Penelitian Padi. Sukamandi. Watto, J.I., A. S. Khan, Z. Ali, M. Babar, M. Naeem, M. A.n Ullah, and N. Hussain. 2010. Study of Correlation among Yield Related Traits and Path Coefficient Analysis in Rice (Oryza sativa L.,). Afr. J. Biotech. Vol. 9(46):7853-7856. Steel, R.G.D, dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statitika. Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
108
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
LAMPIRAN Tabel 2. Sidik ragam gabungan beberapa karakter padi di Wonosobo tahun 2011 Kuadrat tengah Sumber Keragaman
db
Tinggi tanaman (cm)
Ulangan
2
2.65
Lokasi (L)
4
219.06
Varietas (G)
2
3.78
L*G
8
24.73
Galat Gab
28
3.32
Anakan produktif 2.59
** **
Panjang malai (cm) 0.32
Jumlah gabah isi per malai 226.52
64.83
**
0.85
*
2776.78
21.08
*
1.62
**
146.83
3.17
*
0.83
*
322.66
3.12
Jumlah gabah hampa per malai 17.04
**
1655.39
**
169.97
Kadar air gabah panen (%) 2.25
**
68.32
**
15.09
53.42
Hasil GKP (ton/ha) 0.18
**
6.97
7.67
**
0.58 **
0.88
*
Bobot 1000 butir (g)
Hasil GKG (ton/ha)
0.83
0.36
0.86
11.26
0.22
1.33
0.34
1.39
0.28
99.63
38.30
2.82
0.28
0.56
0.49
KK (%) 2.15 12.76 2.37 Keterangan: * : Berbeda nyata menurut uji DMRT pada α=5% ** : Berbeda byata menurut uji DMRT pada α=1%.
10.45
21.71
6.11
10.77
2.74
10.64
** *
109
110
Tabel 3. Hasil uji beda nyata interaksi lokasi dan varietas pada karakter-karakter yang diamati Jumlah Tinggi Anakan Jumlah gabah Panjang Lokasi Varietas tanaman produktif / gabah isi / hampa / malai (cm) (cm) rumpun malai malai Sawangan
Timbang
Pekuncen
Kramatan
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
Kalibeber
Kadar Air Panen (%)
Hasil GKP (ton/ha)
Hasil GKG (ton/ha)
Inpari 6
75,53
f
11,40
ef
21,73
def
88,00
cdef
29,27
bc
29,47
ab
4,76
cde
6,24
def
Inpari 10
80,73
e
12,67
def
22,60
abcd
83,33
cdef
23,33
cd
29,43
ab
4,75
cde
6,20
def
Inpari 13
80,47
e
11,60
ef
21,40
f
83,27
cdef
30,80
bc
26,07
cde
3,63
f
5,00
f
Inpari 6
79,07
e
9,47
f
22,27
bcdef
92,67
cde
20,60
cd
24,33
e
4,82
cde
6,78
cde
Inpari 10
85,00
d
13,00
de
22,80
abc
97,47
bcd
21,67
cd
23,53
e
5,53
bc
7,85
bc
Inpari 13
78,73
e
12,33
def
23,00
ab
102,27
bc
20,67
cd
28,19
abcd
5,12
cd
6,82
cde
Inpari 6
90,47
ab
15,44
bdc
21,80
cdef
122,47
a
19,93
cd
30,33
ab
5,73
bc
7,43
bcd
Inpari 10
91,47
a
17,34
ab
22,47
abcde
127,80
a
20,40
cd
30,33
ab
6,40
ab
8,30
ab
Inpari 13
88,67
abc
19,78
a
22,00
bcdef
123,93
a
25,73
bcd
30,53
ab
7,17
a
9,27
a
Inpari 6
91,67
a
14,07
cde
21,87
cdef
76,07
ef
19,87
cd
31,33
a
3,91
ef
4,99
f
Inpari 10
87,60
bcd
16,73
abc
22,20
bcdef
72,80
f
15,13
d
27,57
bcd
4,27
def
5,76
ef
Inpari 13
88,00
bcd
16,80
abc
22,00
bcdef
91,53
cdef
23,80
cd
28,87
abc
4,91
cde
6,49
de
Inpari 6
85,07
d
12,00
ef
21,47
ef
Inpari 10
81,53
e
12,27
def
22,07
bcdef
Inpari 13
86,33
cd
12,67
def
23,40
a
Rata-rata Simpangan baku Nilai Maksimal
84,69
13,84
22,20
82,40
def
63,73
a
25,33
de
4,27
def
5,95
ef
111,47
ab
56,20
a
25,70
de
4,46
def
6,17
def
77,20
ef
36,40
b
20,40
f
3,99
ef
5,89
ef
95,51
28,50
27,43
4,91
6,61
5,07
2,79
0,56
18,25
13,88
3,12
0,96
1,18
91,67
19,78
23,40
127,80
63,73
31,33
7,17
9,27
Nilai Minimal 75,53 9,47 21,40 72,80 15,13 20,40 3,63 4,99 Keterangan : angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbda nyata menurut uji DMRT pada α=5%.
Produktivitas padi di tingkat petani masih menunjukkan terjadi kesenjangan hasil yang cukup tinggi dibandingkan potensi yang dapat dicapai. Penyebabnya antara lain (i) penggunaan benih unggul varietas potensi tinggi masih rendah sekitar 53 %, (ii) penggunaan pupuk yang belum berimbang dan efisien, (iii) penggunaan pupuk organik belum populer, dan (iv) budidaya spesifik lokasi belum berkembang. Kabupaten Wonosobo merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian lokasi antara 250 m hingga 2.250 m di atas permukaan laut dengan memiliki luas wilayah 98.448 ha (984.68 Km2) yang terletak di bebatuan prakwaker. Kabupaten ini beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan penghujan, suhu udara rata-rata pada siang hari 24-30ºC dan pada malam harinya turun menjadi 20ºC, namun pada bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 12-15ºC pada malam hari dan 15-20ºC di siang hari. Dengan kondisi yang subur dan memiliki curah hujan rata-rata 3.400 mm dalam 196 hari pertahunnya, wilayah tersebut sangat mendukung untuk pengembangan pertanian sebagai mata pencaharian utama masyarakat Wonosobo. Luas lahan pertanian Kabupaten Wonosobo sebagian besar adalah sawah berpengairan non teknis dan tadah hujan, hanya sebagian kecil yang berpengairan teknis (Anonymous, 2011). Varietas merupakan salah satu komponen inovasi penting yang memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Dengan banyaknya varietas unggul yang dilepas, dapat dijadikan alternative pilihan bagi petani untuk memilih varietas yang ditanam sesuai dengan kondisi agroklimat setempat. Tujuan pengkajian adalah mengetahui adaptabilitas tiga varietas unggul baru di berbagai agroekosistem di Kabupaten Wonosobo, sehingga bisa diketahui kinerja masing-masing varietas di kabupaten ini untuk selanjutnya bisa dikembangkan pada wilayah yang sesuai. Bahan dan Metode Bahan pengkajian terdiri dari tiga varietas unggul baru padi yaitu Inpari 6, Inpari 10, dan Inpari 13 yang diadaptasikan di lima agroekosistem (Tabe 1) bulan Juni sampai September dan bulan November – Maret 2011. Masing-masing lokasi menggunakan rancangan acak kelompok diulang 3 kali. Pengamatan dilaksanakan terhadap hasil dan komponen hasil. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragamnya, dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dan juga dibandingkan dengan karakter yang ada di dalam diskripsi masing-masing varietas. Tabel 1. Karakteristik agroekosistem lokasi uji adaptasi 3 VUB, Wonosobo No.
Lokasi
1.
Desa Sawangan, Kec. Leksono Desa Timbang, Kec. Leksono Desa Pekuncen, Kec. Selomerto Desa Kramatan, Kec. Wonosobo Desa Kalibeber, Kec. Mojotengah
2. 3. 4. 5.
Tinggi tempat (m dpl) 460 580 600 750 840
Sistem dan jarak tanam Legowo 2:1, 28 x 28 x 14 cm Legowo 2:1 dua arah, 27 x 27 x 12 Legowo 4:1, 29 x 29 x 15 Legowo 2:1, 22,5 x 22,5 x 11 Legowo 2:1, 25 x 25 x 12.5
Waktu pelaksanaan Juni – September 2011 Juni – September 2011 Juni – September 2011 November 2011 – Maret 2012 November 2011 – Maret 2012
Hasil dan Pembahasan Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat interaksi nyata antara lingkungan dan varietas (L X V) pada semua karakter yang diamati kecuali pada bobot 1000 butir (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa di antara ketiga VUB yang diuji, tanggapnya terhadap 5 lingkungan tumbuh (lokasi) untuk semua karakter kecuali bobot 1000 butir, tidak sama dan dapat diartikan diantara varietas tersebut terdapat varietas yang tumbuh baik pada lingkungan tertentu dan memberikan hasil yang tinggi. Sesuai dengan pendapat Baihaki dan
106
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
Wicaksana (2005) bahwa adanya keberagaman lingkungan tumbuh (lokasi) menyebabkan terjadinya penampilan yang beragam dari genotip tanaman dalam berbagai lingkungan tumbuh. Hal tersebut terungkap dari besaran nilai interaksi G × E yang nyata atau sangat nyata. Sesuai juga dengan hasil penelitian Arsyad dan Nur (2004) bahwa pengaruh interaksi galur x lingkungan yang nyata mengindikasikan perbedaan tanggapan antargalur yang tidak sama (berbeda) dari lokasi ke lokasi yang lain. Lokasi mempengaruhi semua karakter, hasil penelitian Kristamtini (2010) faktor lokasi tampaknya berkaitan dengan tingkat kesuburan tanah, ketersediaan air, suhu dan kelembaban di masing-masing lokasi. Bobot 1000 butir tidak terpengaruh oleh lokasi, yang berarti perbedaan kondisi lingkungan yang ada mampu dikompensasi oleh sifat-sifat tersebut. Uji lanjut dilakukan terhadap karakter yang memberikan berbeda nyata pada sidik ragam, karena interaksi antara Lokasi dan Varietas (L x V) berbeda nyata maka pengaruh tunggal menjadi tidak berarti (Steel dan Torrie, 1995). Hasil sidik ragam pada Tabel 3. Terlihat bahwa pada karakter tinggi tanaman berkisar dari 75.53 – 91.57 cm, hasil tersebut lebih rendah dari tinggi tanaman yang ada di dalam deskripsi masing-masing varietas (Suprihatno et. al, 2011) yaitu untuk berturut-turut untuk Inpari 6, Inpari 10 dan Inpari 13 berkisar 100 cm, 100 – 120 cm, dan 101 cm. Hal tersebut diduga diesbakan karena pengaruh suhu lokasi-lokasi Wonosobo suhu harian lebih rendah dari daerah yang lain mengingat Wonosobo merupakan salah satu kabupaten yang berada pada dataran tinggi. Sesuai dengan pernyataan Anonymous (2011) suhu udara rata-rata pada siang hari 2430ºC dan pada malam harinya turun menjadi 20ºC, namun pada bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 12-15ºC pada malam hari dan 15-20ºC di siang hari. Semua karakter yang diamati berkaitan erat dengan karakter hasil. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pada karakter jumlah anakan produktif dan jumlah gabah isi/malai berkorelasi positif dengan hasil (Hairmansis et. al, 2009; Akinwale et. al, 2011; dan Wattoo et.al, 2010) sehingga disini juga terlihat bahwa suatu varietas pada lingkungan tertentu jika jumlah anakan produktif dan gabah isinya tinggi akan memberikan hasil GKG yang tinggi pula. Menurut Suprihatno et.al (2011), Inpari 6 dan Inpari 13 cocok untuk ditanam pada dataran rendah sampai dengan ketinggian 600 m dpl, sedangkan Inpari 10 sesuai untuk musim hujan dan musim kemarau. Rata-rata hasil GKG masing-masing varietas berturutturut Inpari 6, 10 dan 13 adalah 6,82; 5,08 dan 6,59 ton/ha. Dengan potensi hasil masingmasing 12,0; 7,0 dan 8,0 ton/ha GKG. Terlihat bahwa Inpari 6 pada semua lokasi kecuali Desa Pekuncen Selomerto memberikan hasil GKG yang lebih rendah dari rata-rata hasil yang ada di dalam deskripsi, sedangkan Inpari 10 lebih tinggi pada semua lokasi, dan Inpari 13 hanya lebih tinggi dari rata-rata hasil pada deskripsi varietas pada lokasi Desa Timbang, Leksono dan Pekuncen, Selomerto. Lokasi Desa Sawangan, Kecamatan Leksono yang terletak di lembah diantara perbukitan dan adanya naungan, menyebabkan kinerja ketiga varietas ini kurang optimal walaupun ketinggian lokasi memenuhi syarat dari anjuran tanam yang ada di dalam deskripsi. Sedangkan lokasi Desa Timbang Kecamatan Leksono secara tinggi tempat sesuai dengan anjuran, tetapi kurang sesuai untuk Inpari 6 dimungkinkan karena pengairan yang kurang optimal dimana lokasi yang digunakan merupakan sawah tadah hujan, sementara Inpari 10 dan Inpari 13 juga sesuai untuk sawah-sawah tadah hujan. Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa lokasi Desa Pekuncen, Kecamatan Selomerto dengan sistem budidayanya merupakan lokasi yang ideal untuk ketiga varietas yang diujikan yaitu mulai dari karakter tinggi tanaman sampai dengan hasil GKG memberikan nilai tertinggi terutama untuk Inpari 13. Inpari 10 sesuai untuk semua lokasi dengan optimalisasi budidaya spesifik lokasi dimungkinkan masih dapat ditingkatkan produktivitasnya.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
107
Kesimpulan 1. Terdapat interaksi yang nyata antara lokasi dan varietas pada semua karakter yang diamati kecuali pada karakter bobot 1000 butir. 2. Adanya interaksi antara lokasi dan varietas memperlihatkan hasil bahwa tinggi tanaman yang dihasilkan lebih rendah dari tinggi tanaman yang ada di dalam deskripsi masingmasing varietas. Hal ini diduga karena pengaruh suhu harian pada lokasi, yaitu suhu udara rata-rata pada siang hari 24-30ºC dan pada malam harinya turun menjadi 20ºC, namun pada bulan Juli sampai Agustus turun menjadi 12-15ºC pada malam hari dan 1520ºC di siang hari. 3. Dibandingkan rata-rata hasil pada deskripsi varietas, Inpari 6 memberikan hasil GKG yang lebih rendah pada semua lokasi kecuali Desa Pekuncen Selomerto 4. Inpari 10 memberikan hasil GKG lebih tinggi pada semua lokasi dibandingkan rata-rata hasil yang ada di dalam deskripsi. 5. Inpari 13 memberikan hasil GKG lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil pada deskripsi hanya pada lokasi Desa Timbang, Leksono dan Pekuncen, Selomerto. 6. Lokasi Desa Pekuncen, Kecamatan Selomerto dengan sistem budidayanya merupakan lokasi yang ideal untuk ketiga varietas yang diujikan yaitu mulai dari karakter tinggi tanaman sampai dengan hasil GKG memberikan nilai tertinggi terutama untuk Inpari 13. Daftar Pustaka Akinwale, M.G., G. Gregorio, F. Nwilene, B.O. Akinyele, S.A. Ogunbayo, and A.C. Odiyi. 2011. Heritabilty and Correlation Coefficient Analysis for Yield and Its Components in Rice (Oryza sativa L.). Afr. J. Plant Sci. Vol. 5 (3):207-212. Anonymous. 2011. Agrikultur. Online: http://www.kabupatenwonosobo.com, diakses tanggal 10 Januari 2011. Arsyad, D.M. dan A. Nur. 2004. Evaluasi Galur-Galur Kedelai Generasi Lanjut di Lahan Kering. Prosiding Kinerja Penelitian Mendukung Agribisnis Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Peneltian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Baehaki dan Wicaksana, 2005. Interaksi Genotip Lingkungan, Adaptabilitas, dan Stabilitas Hasil dalam Pengembangan Tanaman Varietas Unggul di Indonesia. Zuriat, Vol. 16, No. 1, Januari-Juni :1-8. Hairmansis, A., B. Kustianto, Supartopo dan Suwarno. 2010. Correlation Analysis of Agronomic Characters and Grain Yield of Rice for Tidal Swamp Areas. Ind. J. Agr Sci. 11 (1):11-15. Kristamtini. 2010. Stabilitas dan Adaptabilitas Padi Merah Lokal Daerah Istimewa Yogyakarta. Buletin Plasma Nutfah Vol.16 No.2 Th. 2010.: 103 – 106. Makarim, A.K., U.S. Nugraha, dan U.G. Kartasasmita. 2000. Teknologi Produksi Padi Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Pramono, J., S. Basuki dan Widarto. 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Agrosains 7(1): 1-6. Suprihatno, B., A. A. Daradjat, Satoto, Suwarno, E. Lubis, Baehaki SE., Sudir, S. Dewi Indrasari, I P. Wardana dan M. J. Mejaya. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Edisi Revisi. Balai Besar Penelitian Padi. Sukamandi. Watto, J.I., A. S. Khan, Z. Ali, M. Babar, M. Naeem, M. A.n Ullah, and N. Hussain. 2010. Study of Correlation among Yield Related Traits and Path Coefficient Analysis in Rice (Oryza sativa L.,). Afr. J. Biotech. Vol. 9(46):7853-7856. Steel, R.G.D, dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statitika. Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
108
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
LAMPIRAN Tabel 2. Sidik ragam gabungan beberapa karakter padi di Wonosobo tahun 2011 Kuadrat tengah Sumber Keragaman
db
Tinggi tanaman (cm)
Ulangan
2
2.65
Lokasi (L)
4
219.06
Varietas (G)
2
3.78
L*G
8
24.73
Galat Gab
28
3.32
Anakan produktif 2.59
** **
Panjang malai (cm) 0.32
Jumlah gabah isi per malai 226.52
64.83
**
0.85
*
2776.78
21.08
*
1.62
**
146.83
3.17
*
0.83
*
322.66
3.12
Jumlah gabah hampa per malai 17.04
**
1655.39
**
169.97
Kadar air gabah panen (%) 2.25
**
68.32
**
15.09
53.42
Hasil GKP (ton/ha) 0.18
**
6.97
7.67
**
0.58 **
0.88
*
Bobot 1000 butir (g)
Hasil GKG (ton/ha)
0.83
0.36
0.86
11.26
0.22
1.33
0.34
1.39
0.28
99.63
38.30
2.82
0.28
0.56
0.49
KK (%) 2.15 12.76 2.37 Keterangan: * : Berbeda nyata menurut uji DMRT pada α=5% ** : Berbeda byata menurut uji DMRT pada α=1%.
10.45
21.71
6.11
10.77
2.74
10.64
** *
109
110
Tabel 3. Hasil uji beda nyata interaksi lokasi dan varietas pada karakter-karakter yang diamati Jumlah Tinggi Anakan Jumlah gabah Panjang Lokasi Varietas tanaman produktif / gabah isi / hampa / malai (cm) (cm) rumpun malai malai Sawangan
Timbang
Pekuncen
Kramatan
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian
Kalibeber
Kadar Air Panen (%)
Hasil GKP (ton/ha)
Hasil GKG (ton/ha)
Inpari 6
75,53
f
11,40
ef
21,73
def
88,00
cdef
29,27
bc
29,47
ab
4,76
cde
6,24
def
Inpari 10
80,73
e
12,67
def
22,60
abcd
83,33
cdef
23,33
cd
29,43
ab
4,75
cde
6,20
def
Inpari 13
80,47
e
11,60
ef
21,40
f
83,27
cdef
30,80
bc
26,07
cde
3,63
f
5,00
f
Inpari 6
79,07
e
9,47
f
22,27
bcdef
92,67
cde
20,60
cd
24,33
e
4,82
cde
6,78
cde
Inpari 10
85,00
d
13,00
de
22,80
abc
97,47
bcd
21,67
cd
23,53
e
5,53
bc
7,85
bc
Inpari 13
78,73
e
12,33
def
23,00
ab
102,27
bc
20,67
cd
28,19
abcd
5,12
cd
6,82
cde
Inpari 6
90,47
ab
15,44
bdc
21,80
cdef
122,47
a
19,93
cd
30,33
ab
5,73
bc
7,43
bcd
Inpari 10
91,47
a
17,34
ab
22,47
abcde
127,80
a
20,40
cd
30,33
ab
6,40
ab
8,30
ab
Inpari 13
88,67
abc
19,78
a
22,00
bcdef
123,93
a
25,73
bcd
30,53
ab
7,17
a
9,27
a
Inpari 6
91,67
a
14,07
cde
21,87
cdef
76,07
ef
19,87
cd
31,33
a
3,91
ef
4,99
f
Inpari 10
87,60
bcd
16,73
abc
22,20
bcdef
72,80
f
15,13
d
27,57
bcd
4,27
def
5,76
ef
Inpari 13
88,00
bcd
16,80
abc
22,00
bcdef
91,53
cdef
23,80
cd
28,87
abc
4,91
cde
6,49
de
Inpari 6
85,07
d
12,00
ef
21,47
ef
Inpari 10
81,53
e
12,27
def
22,07
bcdef
Inpari 13
86,33
cd
12,67
def
23,40
a
Rata-rata Simpangan baku Nilai Maksimal
84,69
13,84
22,20
82,40
def
63,73
a
25,33
de
4,27
def
5,95
ef
111,47
ab
56,20
a
25,70
de
4,46
def
6,17
def
77,20
ef
36,40
b
20,40
f
3,99
ef
5,89
ef
95,51
28,50
27,43
4,91
6,61
5,07
2,79
0,56
18,25
13,88
3,12
0,96
1,18
91,67
19,78
23,40
127,80
63,73
31,33
7,17
9,27
Nilai Minimal 75,53 9,47 21,40 72,80 15,13 20,40 3,63 4,99 Keterangan : angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbda nyata menurut uji DMRT pada α=5%.