TINJAUAN PUSTAKA
11.
2.1
Sejarah dan Botani Tanaman Bawang Putih
Sejarah
2.1.1
bawang putih (Alliur sativur L.)
Tanaman famili
Liliaceae
dan
merupakan
tanaman
terrnasuk monokotil
4
(McGillivray, 1962).
Klon bawang putih
pada
umulrutya
adalah diploid dengan jwalah kromosom 2x1 = 16. m n g
putih sucfah d i k e n a l febik dari
5 000 tahun
Di Me-
gang lalu sebagai csbat tradisional yang mujarab.
sir h n o , budak-budak yang manbangun piranid diberi ransum
bawang putih agar tetap sehat dan kuat
bnn,
Orang-orang Roaaa kurang
1983).
(Jones dan
menpktti
bawang
putih h r e n a baunya, sehingga diberikan pada buruh-buruh dan tentaranya (Knott dan Deanan, 1967).
Bawang
putih
perkembangan
baik
mempunyai bunga yang
steril
karena
sel-sex kelamin berhenti pada stadia
pada bunga betina maupun pada bunga
jantan
awal (Koul
dam Gohil, 1970). Berbagai usaha telah dilakukan, akhirnya klon
diperoleh
bawang putih, akan tetapi serbuk sarinya
(pollen)
tidak dapat berkecambah (Konvicka dan Levan, 1972). Konvicka bulbil naman
(1973) mempublikasikan bahwa
timbulnya
pada bawang putih disebabkan karena infeksi oleh mikoplasma.
Ia berhasil mendapatkan
putih yang menghasilkan biji dengan memberikan tik (Koul, Gohil dan Langer, 1978).
ta-
bawang antibio-
Havranek
(1975) rnengulangi percobaan tersebut
de-
ngan memberikan tetrasiklin pada infloresens tetapi
ha-
nya mendapatkan bi ji yang mengkerut dan tidak dapat ber'
kecambah . %am-baru
df dapatkan.
ini klon bawang putih yang fertil Dengan didapatkannya klon
yang fertil, hibridisasi den-
Af l iur
telah
sativum
induk liar, Aiifur lmqi
c u s p i s dam* df lahkan f B.toh, 1984)-
Kernahan-kemajuan
dalazn
pemuliaan
bawang
sangat
lambat dan nwnbuka prospek pemuliaan bawang putih dengan
klonal, tetapi Icebanyakan klon bawang putih
seleksi
berhgai *pat
di dunia diserang oleh virus Garlic
df
Mo-
Berbagai tiagkat tole-
saic dan behrapa v i m s lainnya.
ransi telah didapatkan di antara kfon-kfua lokal
tetapi
sangat kecfl kemuagkinannpa untuk dimasukkan dalam
pro-
peamliaan karena hibridisasi sukar dilakukan
pada
gram
spesies tanamam yang biperbanyak secara vegetatif (Evan,
Sharp dan bm.%rato, 1906)3enis-jeais bawang putih dapat bertambah
junalahnya
karena terjadinya mutasi selama perbanyakan secara vegetatif
terus-menerus.
tanaman
yang
Usaha pemuliaan untuk
menghasilkan m b i yane bafk
memperoleh
serta
tahan
I
terhadap penyakit, dilakukan melalui seleksi klonal atau dengan radiasi untuk memperoleh mutan unggu1.
Varietas bawang putih yang banyak dibudidayakan Indonesia adalah varietas Lumbu Hijau dan Lumbu Kedua
varietas ini beserta jenis-jenis hasil
Kuning.
mutasinya
diberi
nama yang berbeda pada tempat yang berbeda
disebut
Santong dari Lombok serupa dengan Lumbu
Va-
ini dapat dibedakan dari besar tanaman,
tmur, bunting/tidaknya, Sumlah siung,
produksi,
yang
Hijau;
Tawangmangu dan Cirebon serupa dengan Lumbu Kuning. rietas-varietas
di
bsar,
bentuk d m wama umbinya. L u m h tfljau h l a t besar, umbinya
dengan dan
rata-rata 15 siung, yang
besar
siung/umbi
-
85
100 hari.
bervariasi, EEaaur 95
Kulit luar
i
Dam
Hijau.
-
125
lebih sempit dan lebih teg&
hari.
HiJau, wmrs-
bemarna
tanaman, umbi dan siung lebih frecil
Ukuran
buah,
31
seolah-olah bertuptpuk
Lwnbu Kuning produksfnya k a n g d-etri Lni&xz nya
-
berwarna putih keunguan, jwnlah stung 6
putih.
dari
L-bu
dari
Lumbu
~i jau*) . 2.1.2
Perbelaan Tanaman Bawang Putih Daun
bawang putih berbentuk pipih, rata
melipat
arah membujur.
bungkus
pelepah
dan
agak
Pelepah daun tipis, kuat,
men-
daun rang dalam dan yang
lebih
muda,
sehingga membentuk batang semu yhng tingginya dapat mencapai lebih dari 30 cm.
*I Kusumo, S. 1984. Budidaya CV. Yasaguna, Jakarta.
Bawang
Putih.
Penerbit
Umbi dari
6
-
bawang putih adalah umbi lapis 31 siung (cloves).
yang
Jumlah dan
terdiri
siung
susunan
berbeda menurut jenisnya. Pada umbi lumbu hijau terdapat
6
-
31 siung
dengan rata-rata 15 siung (Anonim, 1984).
Siung diseluhngi oleh kulit pang tipis namun liat, hingga
merupakan
satu kesattxan umbi
se-
hlat.
berhtuk
Setiap siung dibungkus oleh h f i t yang sama dengan kulft luar umbi . Siung bagian
bawang putih terdiri atas tiga bagian
bawah
atau dasar m b i ,
sebenarnya
adaiah ba-g
semprna).
Titik tu&h
Daging
pembungkua
berbentuk
pokok Bang
yaitn
cakram
yang
rtrdimenter
(tidak
berada di tengah-temgah caPuaar.
titZk tambuh, yang
dapat
distmakan
dengan upih daun, berubah furrgsi m n j a d i pefindtrrag titik pangan
tuabuh dan ssltali gus nrenjadi gudang persediaan yang diperlukan uatuk pertumkmbn tannmftrr b a a .
M atas nJung,
titik tumbuh terdapat lubarig vertikal, menu3u ke yang nampak seolah-ufah te-tug
rapat u3ungnya
seperti
tsrlihat pada Gambar I * ) . Pada
kebanyakan klon bawang putih,
tangkai
bunga
tidak tersembul keluar, bunganya sebagian atau sama kali berupa
.
tidak keluar, karena sudah gaga1 pada waktu tunas bunga.
Ada yang tangkai
bunganya
masih begitu
pendek, sedangkan pada bagian bunga terbentuk umbi
*)
se-
yang
Rismunandar. 1986. Membudidayakan Lima Jenis Bawang Penerbit CV. Sinar Baru, Bandung.
Keteranaan: 1. batang semu ; 3. daun pelindung siirng ; 5. i d ~ n gberisi tunas vegetatif ; 7, eksplan + 0 , s cn (tunas m a t i f ) .
Gambar 1.
2. pelepah y m q wtqwiq 4. siung
6. tunas w g e t a t i f
Irisan Melintang Umbi Bawang Putih (a) Irisan Membujur Siung (b) dan Eksplan (explant) (cJ
tumbuh sehingga terjadi bengirakan di batang s-u
seolah-
olah "bunting".
2.2
Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Putih Di Indonesia tanaman bawang putih banyak ditanara di
dataran tinggi antara 700 wang
-
1 100 rn dari muka laut.
putih di negara-negara tropis memerlukan
bawah 2 0 O ~untuk menghasilkan umbi rang baik. nesia
suhu
ini didapatkan di dataran
Ba-
suhu Di
tinggi
di
Indo-
(Kusumo,
1984).
Tanah yang cocok ialah tanah lempung berpasir lempung berdebu dengan struktur gembur. lalu masam atau terlalu basa akan
rang dibutuhkan 6 sampai 6.8.
Tanah yang ter-
menghasilkan
yang tumbuhnya lambat (Theodora, 1976).
atau
tanaman
Kemasaman tanah
Curah hujan yang sesuai 100 hu yang dikehendaki 15Oc nim, 1984).
-
-
200 mm per bulan, su-
26Oc, suhu optimal 20°c
pemben-
Panjang hari dan suhu mempengaruhi
tukan umbi, kematangan dan hasil bawang putih
(Ano-
(Teodoro,
1976). 6
2.3
Perkembangan Kultur Jaringan Tanaman Kuhtur jarfngan tanaman merupakan suatu metode per-
banyakan
tanaman dan w i a n (organ) yang sangat
prdmplas.
jaringan atau sel tanaman
dalam
Isetcil,
lingkungan
aseptik tanpa siklus seksual sehingga bagian-bagian terseht
dapat maperbanyak diri dan beregenerasi
trmaamn
lengkap,
menjadi
Metode ini seringkali disebut
thih
in v i t r o . Konsep bahwa tiap sel dari organisme adalah totipoten
dikeprukakan oleh Schwann pada teori sel b h w a
sef-sel
tiap
hidup dari organisms multiselufer mampu
berkembang
secara bebas pada kondisi luar
yang
untuk
sesuai
(Dodds &an Roberts, 1982). Berdasarkan sifat totipotensi maka Haberlandt untuk pertama
kali pada tahun 1902 mencoba kultur
in
vitro.
Haberlandt mempergunakan sel-sel dari daun yang diisolasi,
yaitu Jaringan palisade d a d Lariur
purpureur
dan
Eichorra crassipes, sel-sel rambut dari Pulronari mollissira pada larutan Knops dengan sukrosa. Sel-sel ini tetap hidup sampai satu bulan, ukuran panjang dan lebarnya bertambah
tetapi sel-selnya tidak membelah.
Kegagalan
ini
disebabkan karena sel-sel yang dipakai
lama
berdifferensiasi
yang
mendorong
dan belwn
pembelahan sel
yang
sudah
didapatkannya hormon (Bhojwani dan
Razdan,
1983).
Pada tahun 1943, White berhasil akar
menumbuhkan
tomat dengan mempergunakan media
yang
ujung
mengandung
garam anorganik, ekstrak ragi dan sukrosa. Kelnudian ragi
diganti dengan vitamin B, yaitu pyridoxin, thiamin asam
nikotfnat.
Dua penemuan penting pada
pertengahan
1930 yang raendorong perkembangan kultur jaringan identifikasi
banyak
keerajuan-kernajuan yang diperofeh
bangan kultar jaringan
Kultur
ialah
auksin sebagai pengatur tumbuh a l a
kegunaan vitamin B pada pertumbufian tan-.
( Bho jwani
dan
Sejalr untuk
itu
perkem-
dan Razdern , 19831 .
jaringan telah dfgunakan secara luas
untuk
menumbuhkan tanaman yang berdiferensiasi dari satu kalus, akar dan meristem.
dan
sel,
b t o d e fnrltur jaringan
digu-
nakan untuk nwsupercepat program pemuliaan tanaman
soma-
tik. ju
Keuntungan dari perbanyakan mikro ini meliputi la-
multiplikasi yang tinggi, siklus yang pendek,
tergantung musim, membutuhkan ruangan kecil
untuk
nyimpanan tanaman, memudahkan pepgangkutan tanaman satu
tempat
ke tempat yang lain,
tidak
perbanyakan
pe-
dari
klonal.
perbanyakan yang cepat dari seleksi baru (Abbott, 1976). Laju regenerasi tanaman pada kultur jaringan sangat bervariasi
dari
satu species dengan
species
lainnya.
.
Berbagai-bagai
sel, jaringan-jaringan
dan
organ-organ
dari berbagai species tanaman dapat berhasil dikulturkan dan membentuk tanaman yang lengkap (Dixon, 1985) dan dapat diasumsikan bahwa dapat dilakukan pada semua tanaman (Abbott, 1976). Persyaratan yang'khusus untuk tanaman tertentu liputi t i p eksplan (explant), tipe media, zat
me-
pengatur
tumbuh dan faktor luar. 2.3.1 -
T
Eksplan ialah bagian dari tanaman yang dipergunak-an
sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur (Livy Winata, 1987).
pat
Bagi kultur jaringan semua bagian tanaman yang
da-
diperoleh dan bebas dari mikro-organism dapat
di-
coba sebagai eksplan (Hussey, 1977), tetapi walaupun demikian
tidak semua jaringan tanaman mudah untuk
ditum-
buhfcan
(Wareing d a n Phillips, 1978)-
Hughes
Menurut
(1981), ha1 yang harus diperhatikan ddam memilih
bahan
tanaman untuk kultur adalah ukuran eksplan, umur
fisio-
logisnya dan organ yang menjadi sumber bahan tanaman. Menurut
Brown
dan Summer (1982) tiap-tiap
organ
eksplan rang berbeda seperti dauh, kotiledon, hipokotil, bagian
embrio,
dapat
digunakan
struktur reproduksi dan dalam kultur
aksilar
tanaman,
yang
tujuannya untuk mempelajari masalah-masalah khusus
pada
organogenesis dan regenerasi.
jaringan
tunas
Pada umumnya tunas yang berasal dari bagian
tengah
kuncup memiliki pertumbuhan yang lebih baik dan
seragam
(Dutcher dan Powell, 1972). Eksplan
se-
dari potongan tunas Rhododendron yang
dang dalam masa istirahat, pertumbuhannya (Schneider, 1970).
kurang
kekar
Hussey (1978) mengatakan bahwa peng-
gunaan eksplan dari jaringan muda akan memiliki
tingkat
keberhasilan yang lebih baik dibandingkan jaringan yens tua
. m s p l a n yang besar akan membelah dan meealbesar lebih
cepat
daripada eksplan yang kecil,
kemungkinan
tetapi
mengandung virus akan lebih besar (Murashige, 1973), ssdangkan
potongan
Hussey flQ78) atengakahn bahwa ukuran
tunas yang dibutuhkan untuk kultur cukup kecil saja
dan
berguna untuk mendapatkan eksplan yang tidak terkontaminasi
. Menurut Stone (1963) pembentukan akar dari
dapat
dipengaruhi
anyelir
yang
oleh ukuran
eksplan.
planlet
Ujung
panjangnya kurang dari 0,2 mm
bunga
membentuk
akar, dan ujung yang lebih besar dari 0 , 7 5 mm mekghasilkan
tanaman-tanaman yang
masih
mengandung
"mottle
virus". Hasil penelitian yang djlakukan oleh Quak (1970) mengatakan
bahwa
virus adalah 0,2
ukuran eksplan yang baik
-
agar
bebas
0,5 mm.
Abbott dan Whiteley (1976) menggunakan jaringan meristem
yang
mempunyai dua atau
tiga
daun
primordia.
-
Panjang
eksplan 0 . 5
0,5 mm.
Pada rhubarb, pernotongan ujung tunas dengan dua
1.0 mm dan diameter
kurang
dari
sarnpai tiga primordia daun, dan potongan yang lebih
ke-
cil tidak akan tumbuh (Walkey, 1968). 2.3.2
T
t
a K*
J a r -
Sebagaimana halnya -tanaman di lapang,
bahan
maka
tanaman dalam kultur jaringan harus rue&apat
penyediaan
unsur-unsur hara untuk pertumbuhannya- Mineral yang diberikan dalam media merupakan unsur b r a m a k m dan mikro yang diperlukan tanaman- Unsur-unsur tersebut diberikan dalam yang
bentuk garam-garam anorganik,
Unsur
eaalrro
hara
kalium
penting diperhatikan adalah nitrogen,
dan
fosfor. Media dasar yang dikembangkan oleh Wh3te (19431 dan dan Skoog (1962) merupakan media y a r e
Hurashige
paling
banyak digunalran saat ini. Media yang banyak dimnakan pada h w a n g m t i h untuk morfogenesis langsung Ialah media BDS yang oleh
Dunstan dan Short, yang merupakan modifikasi
media B5 (Dunstan dan Short, 1977). oleh
dikemban6fka.n
Media A2
digunakan
Abo El-Nil dan Zettler (1976) untuk induksi
bawang putih.
.
Besi merupakan unsur mikro yang penting untuk tumbuhan Besi
dan morfogenesis pada banyak species
dalam
bentuk besi sitrat dan besi
dari
kalus
per-
tanaman.
tartrat
sulit
diserap
akan mengendap.
dan
Untuk mengatasi
ha1
ini
Murashige dan Skoog rnenggunakan khelat besi (Fe-EDTA). Selain unsur hara makro dan mikro j w a glukosa
ditambahkan
atau sukrosa sebagai sumber karbon, konsentrasi
sukrosa dalam media biasanya 2
-
3 persen (Hussey, 1 9 7 * ) .
Komponen-komponen lain yang sering ditambahkan pada
me-
dium
dan
kuftur
adalah vitamin, zat pengatur
asam-asam amino.
tumbuh,
sari
Sering pula ditambah air kelapa,
buah dan ekstsak rag& untuk atemacu pertttmbuhan jaringan.
m.
Vitamin
yttng
sering ditard3Wa.n
sebagai
konrponen penting dalam ntedium adalah p i r i d e i n , thiamin,
asam
nikotinat,
asam folat , biotin,
askorbat. cholin (Murashige. 1 9 7 4 ) . digunakan &lam
a
n
,
asam
Vitamin-vitamin ini
konsentrasi rendah.
Zat D e m u r t .
Z a t pengatar trzrebuh merupakan
faktor rang menentukan a.r& perkembangan eksplan terutama
auksfn
Skoog memakai
zat-zat
pengatur
tumbuh
Miller
differensiasi dalam
dan
dengan
perbandingan
Proporsi yang relatif tinggi dari auksin ter-
sitokinin menyebabkan diferensiasi menqarah
pertumbuhan auksin
Dari penelitian
(1953) didapatkan adanya
tertentu. hadap
dan sitokinin.
akar dan j i k a sitokinin lebih
pada
tinggi
dari
maka jaringan akan berdiferensiasi ke arah
per-
tumbuhan tunas.
Elliot
(1970) mendapatkan bahwa sitokinin
10
uM
penting untuk perkembangan tunas-tunas pucuk dan potongan pucuk dari apel.
Konsentrasi sitokinin yang
untuk apel sama dengan untuk menumbuhkan ujung
meristem
Thumb (Elliot, 1970).
Rosa ruItifIora
-
.-
optimal
Asam-asam amino merupakan
nitrogen yang lebih c e p t tersedia bagi sel-sef
stumber tanaman
dibandingkan dengan nitrogen yang terdapat dalasa anorganik dal-
nitrogen
-raedium yang sama
Sherrington, 1984; Torres, 1989). kurang
bentuk
(George dan
Penambahn Mans antino
diperlukan apabila dalam medium telah diberikan
garam-garam anorgaaik dalarn perbandingan yang tepat.
Sumber media
nitrogen organik yang wtm digunakan
kultur adalah asam amino
L-arginin,
sistein,
L-glutamin, asparagin,
L-tirosin, glisin
serta
asam-asam amino sepertf casein hidrolisat. glutamin L-arginin glisin
dan
sistein
2 mg/l dan
air kelapa 5
-
20%.
10 wg/l,
100 sag/l,
L-tirosin
casein hidrolisat 0,05
caaspuran
Konsent;rasi
asparagin yang mum digunakan
d m
dahm
-
100 mg/l,
O,l%
serta
Penambahan adenin sulfat dapat men-
stimulir pertumbuhan sel dan mendorong pembentukan tunas (Torres, 1989). Meskipun
asan-asam
I
amino tidak
diperlukan
kultur jaringan tanaman terna (herbaceous) dan
dalam
tanaman-
tanaman hutan, tetapi pertumbuhan dan morfogenesis
men-
jadi lebih baik dengan penambahan asam-asam amino.
Pada
kultur
jaringan conifera, asam-asam amino glutamin
arginin
mendorong pertumbuhan.
Pada pertumbuhan
dari keluarga Palmae, seperti kelapa sawit pertumbuhan
didorong
oleh penambahan
dan
dan
kalus
kelapa,
asam-asam
amino
glutamin, arginin dan asparagin. htardan dapat mlsadorong tanaman yang sifat pertumbuhannya tinggi untuk trwbuh membentuk tipe rosette (Weaver, 1972). Pbosfon-D
menghambat
pertumbuhan
Retardan seperti SAMI, CCC
m a n j a n g a n batang
dan
meng-
dengan
hambat pembelahan sel pada meristem subapikal, biasanya tanpa
mempengaruhi amristem apikal (Sachs et ai.,
a Weaver,
1960
1972).
Cmuaarin mendorone pembentukan umbi mikro pada ken-
tang
di media dengan tandungan N yang rendah.
Konsen-
trasi o p t i m t ~a~h~l a h 110 uM (Wattintena, 1987).
Arann w.
Arang &if
digunakan untuk
wengge-
lapkan media. meniru sifat alami dari tanah. Arang aktif bersifat
sebagai penyerap senyawa yang menghaatbat
per-
tumbuhan; juga sebagai penyerap dari zat pengatur tumbuh (Wang dan Huang, 1976; Torres, 1989). Arang aktif mendorong pertumbuhan dan diferensiasi pada anggrek, wortel,
tomat, tetapi menghamba't pertumbuhan
tembakau,
kedelai dan camelia apabila diberikan pada media (Torres, 1989).
bawang,
kultur
Keasaman (PHI Medium.
Keasaman medium mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan eksplan karena mempengaruhi tersedianya nutrisi maupun hormon bagi jaringan tanaman. Keasaman pH medium biasanya berkisar 5 , O sampai 6 , O sebelum
disterilisasi.
selang
Keasaman di atas atau di
tersebut akan4berpengaruh pada
kelarutan
bawah unsur
hara yang dapat menyebabkan defisien atau keracunan hara. Selain faktor di atas, kepadatan medium kultur juga mernpengaruhi pertumbuhan jaringan tanaman. tanaman
Ada jaringan
yang twmbuh baik pada medium padat,
namun
ada
pula yang tumbuh baik pada medium cair. Peaakaian
medium cair dengan menggunakan
dari kertas saring
("paper bridge"
filter)
jembatan
lebfh
Stone (1963) mendapatkan bahwa sistera ini
sukai.
dijauh
lebih baik dari agar, karena memberikan aerasf yang
le-
bih baik, perkernbangan akar yang lebih baik dan memudahkan pemindahan planlet (plantlet). diadakan agar
Pada percobaan
oleh Quak (1970) pada tanaman anyelir,
lebih
efektif, tetapi strawberry
dan
yang medium
gooseberry
tumbuh
dengan baik pada
jembatan kertas saring
(Vine,
1968).
Jadi bentuk fisik medium yang dipilih tergantung
dari jenis tanaman rang ditanam.a 2.3.3
Faktor L u a Kondisi
lingkungan tempat kultur
disimpan
sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kultur jaringan.
Menurut Murashige (1973) cahaya dan suhu
mempunyai
peranan penting dalam kultur jaringan.
Cahaya
dibutuh-
kan dalam mengatur proses morfogenesis. Murashige (1974) juga berpendapat bahwa cahaya penting dalam
pembentukan
tunas, pembentukan akar, dan embrio genesis aseksual. Percobaan (1972),
yang dilakukan oleh Dutcher
dan
dengan eksplan dari tunas gucuk yang
Powell
dibiarkan
dalam keadaan gelap sama selrali, hanya menanjultkan bentukan
pem-
ses\xdIth
kalus, meskipun masih tetap hid-
30
bulan. Kebutuhan
cahaya aeliputi intensitas cahaya,
lama
penyinaran dan kualitas cahaya (Murashige, 1974). Intensftas penyinaran yang tinggi akan menborong perkembangan cepat
yang
tunas
dari kuncup menjadi
tunas.
yang dapat tutnbuh baik dengan
500 - 3000 luks
Ekspfan
intensitas
pada stad5a I hingga stadia
kan
intensitas cahaya antara 3 000 sampai 10
(George
dan Sherrington, 19841, dengan lama
cahaya
11.
stadia I f 1 sebefum tanaman ditransfer ke tanah
dari
Pada
diMuh-
000
luks
penyinaran
16 jam per hari (Koevary, Rappaport dan Morris, 1 9 7 8 ) . Cahaya yang baik digunakan adalah cahaya yang asal lampu
dari
cahaya TL.
Cahaya putih yang
.
berasal
ini merupakan campuran dari berbagai panjang
lombang.
berdari ge-
Sedangkan menurut Murashige (1974) bahwa caha-
ya monokromatik akan menunjang pertumbuhan jaringan, sinar ungu akan mendorong pembentukan tunas, sedangkan sinar biru akan mendorong perakaran.
Suhu yang umum digunakan dalam k u l t u r j a r i n g a n 2 4 * ~
-
2 8 O ~ . Suhu optimum b a g i pertumbuhan
tergantung
k u l t u r jaringan
d a r i j e n i s tanaman dan tempat
alami
tumbuh
tanaman t e r s e b u t (Murashige, 1 9 7 3 ) 2.4
Perbanyakan Cepat M e l a l u i K u l t u r Jaringan
1
2.4.1
Tunas a k s i l a r b i a s a n y a berada pada k e t i a k t i a p daun d m t i a p wta t u n a s mmpunyai W m p u a n untuk berkembrutg
menjadi t u n a s .
D i alam, mata-wta t u n a s i n i b t a p dorraan untuk beberapa p e r i o d e tergantung k i pola pertttmbuhan tanaman.
Pada species yang pgemptmgai sifat dominlutsi a p f k a l ,
tu-
n a s ujung perlu dihilannkiln a t a u d i l u k a i uatuk menstirnulir
tinobulnya tunas a h i l a r .
o l e h zat pengatur tumbuh.
kontrol pada
nansi
D d n a n s i pucuk Pemberian
ini
sitokinin
mata t u n a s a k s i l a r dapat mengatas1 pengaruh pucuk dan m e n s t h m l t r pertumbuhan
t e t a p i pengaruhnya hanya sementara.
di-
tunas
domilateral
Tunas-tunas lateral
b e r h e n t i tumbuh a p a b i l a e f e k z a t pengatur tumbuh eksogen berkurang (Bhojwani dan Razdan, 1983).
.
Pada k u l t u r i n v i t r o l a j u n u l t i p l i k a s l t u n a s d i t i n g k a t k a n dengan ntendorong p r o l i f e r a s i t u n a s medianya
mengandung s i t o k i n i n dengan
dapat apabila
konsentrasi
cocok, b a i k dengan a u k s i n a t a u t a n p a a u k s i n .
yang
Tunas ujung
yang lebih besar
lebih
menguntungkan
daripada eksplan yang lebih kecil karena lebih tahan dipindahkan ke kondisi i n pat
vitro,
ce-
pertumbuhannya lebih
dan lebih banyak menghasilkan tunas-tunas
aksilar,
tetapi kelsmahannya makin besar eksplan makin sukar
un-
tuk menghilangkan kontaminasi {Kartha, 1981).
2.4.2 & & e n t u k a n Tunas hdventif d m b b i ftiktxt Tunas yang lnuncul langsung dari tempat fain
sefatn
dari ketiak daun atau tunas pucuk disebut tunas advegitM.
dikir-
Tunas yang berdffferensiasi dari kalus dapat juga
t a k a sebagai tunas adventif (Bhojwani d m Razdan, 1983).
Beberapa species tanaman menghasilkan tunas
tff
secara
i n v i t r o dari berbagai organ
advm-
sepertii
(phlox) dan beberapa klon apel, m b i lapis
akar
(hyacinth),
sesudah dilukai bagian dasarnya, dan d a m (begonia,
pe-
largonium, saintpaulia). Dalam perbanyakan mikro, tunas adventif mnncul laegsung dari jaringan-jaringan h r i e b p l a n tanpa membentuk kalus terlebih dahulu (George dan Sherrington, 1984). Perangsangan pembentukan tunas langsung
tergantung
dari organ tanaman dimana eksplan diambil, dan juga dari species tanaman.
Pada beberapa'species, tunas
adventif
muncul secara i n v i t r o pada potongan jaringan yang asal dari berbagai organ seperti: daun, batang, bunga
atau
akar, sedang dapat juga
dari
umbi
ber-
mahkota lapis.
embrio biji, atau jaringan-jaringan tanaman yang muda.
Laju perkembangan tunas adventif dapat didorong dengan mengatur kondisi kultur.
Pada begonia, pembentukan
tunas hanya berasal dari sepanjang daerah potongan
saja
tetapi pada media yang mengandung BAP (Benzyl Amino
Pu-
sefu-
rin), pembentukan tunas sangat berlimpah sehingga ruh permukaan eksplarr ditutupi oleh tunas-tunas.
Pembentukan tunas adventif dapat didorong oleh kombinasi dan
zat pengatur tumbuh yang tepat, pada
batang bahkan tanaman yang dapat
vegetatif seperti Cineraria
foJur, Linur usitatissimar
Banyak khusus,
Chrysanthemum,
dan
Licapersicon
species monocotif dengan organ
mempunyai kemampuan untuk
w r a
dibiakkan
jenis-jenis Brassica,
dam
stek
penyiapanan
menghasilkan
tunas-
umbi mikro (bulblet) adventff
secara
tunas adventif (Hussey, 1978). Pembentukan
fangsung pada kultur in vitro darf potongan-potongan la-
diterangkan
pisan umbi lapis tanaman Liiiur longiflorur oleh
Backett
(1969) dan Gupta, Sharma
dan
Chaturvedi
(1978). Pada kultur umbi utuh secara in vitro dihasflkan 10 umbi
.
mikro dalarn waktu 15 hari.
Banyaknya
yang terbentuk akan bertambah dengan cara potongan
kecil
dari satu lapisan umbi.
umbi
mikro
mengkulturkan Gupta
et
al.
(1978) melaporkan bahwa dari setiap lapis umbi yang
di-
buat
enam
potongan, dalam 30
-
50 hari
tiap
potongan
bagian
bawah
umbi menghasilkan kurang
lebih
18
umbi
mikro, jadi sekitar 100 umbi mikro dihasilkan dari
satu
umbi lapis. Pembentukan tunas adventif secara langsung dari bagian organ yang dipotong-patong merupakan cara yang jauh lebih
baik
daripada4tunas adventif
yang
muncul
dari
kalus karena sel-selnya mempunyai sifat genetik yang tid a k stabil.
Kalus adalah kumpulan sel-sel parenkba rang dan
terikat membelah
yang
secara rendbgang dan berasal dari jarhgarr awal
fD&s
dari
atnorf
sel-sel
dan Robert,
1984).
Pada tanaman utuh 4in
akibat
viva)
kalus terbentuk sebagai
perlukaan, bfasanya pada bagian potongan
atau akar.
batang
Kalus dapat juga terbentuk karena adanya se-
rangan mikro organisme atau gigitan serangga. Sifat
kalus
yang penting: dilihat
dari
fungsinya
adalah bahwa pertumbuhan abnormal ini mempunyai
potensi
untuk berkembang menjadi akar-akar dan tunas-tunas
.
mal.
gan
nor-
Kultur kalus dapat berasal dari berbagai macam
or-
tanaman seperti akar, tunas, tipe sel tertentu
se-
perti endosperm dan pollen. Dalam kultur in
vitro
kalus dapat dihasilkan dengan
rneletakkan patongan organ tanaman dalam kondisi
aseptik
pada media yang mengandung auksin dan kadang-kadang
di-
tambah
dan
sitoksin
(Dodds dan Robert,
1984;
George
Sherrington, 1984). Umumnya bagian
kalus dapat diinisiasi dari
tanaman, tetapi organ yang
pembelafian
sel yang berbeda pula.
hampir
brbeda Pada
semua
tnenyebabkan
jaringan
yang
tnembentuk kalus pemfwlahetn s e h y a tidak terjadi pada semua s e f d a l m jaringan asal, M a p 3 hrmya sel di lapisan
"periphery", pang membeleh; terus, sedangkan sel-sel yang ada di bagian tengah tetap "quiscent* (Yeoman, 1970). Kafns sel-sefnya
yang sadah tua sering ramandung tanin, mengalami
lign5ffkasi
(Mga
daa
hrzan,
Kuftur k d a s yang terfalu lama pada satu
1987).
dan
media
yang tetap akm m e n y e b a l k a n ftabisnya unsur hara dan terair.
Df
sanrping itu kalus Juga mengelnarkan senyawa-senyawa
ha-
jadi
pengeringan dari agar $arena kekurangan
sil metabolism yang dapat teralsluatrlasi dan
menyebabkan
bracunan di media cfan dapak menghambat pertumbuhan lus sendiri. da
ba-
Oleh karena itn kafus pang dittmbuhkan pa-
suatu media perlu dipindahkan secara
teratur
dalam
Jangka waktu tertentu (Dodds dan Roberts, 1984). Kapasitas
morfogenesis umumnya menurun sesuai
ngan lamanya jaringan di kulturkan tetapi beberapa
dekul-
tur kalus kapasitas morfogenesisnya dapat bertahan dalam jangka waktu panjang (George dan Sherrington, 1984). Kecepatan kultur
dan
efisiensi regenerasi
planlet
dari
kalus tergantung dari: (1) interval antar
awal
inisiasi kalus dan awal morfogenesis, (2) frekuensi laju
inisiasi
setelah
mengalami
mungkin
yang
tunas; (3) kemudahan
pertumbuhan
subkultur;
bergenerasi
(4) jumlah
tanpa kehilangan daya
tunas
kalus
subkultur
morfogenesis;
yang berinisiasi menjadi
berakar .
dan
(5)
tunas
dan
4
Kultur
kalus yang normal menghasilkan tunas-tunas
dalam waktu yang relatif lambat.
Namun bebrapa tanaman
dan eksplan tertentu d a 2 a kandisi tertenta, t a b s dapat berinisiasi menjadi tunas dan embrio somatik dengan
ke-
mampuan yang tinggi.
2.4.4 - i o n w f s
S -
Ehbriogenesis somatik
atau aseksual a h l a b produk-
si struktur-struktur yang menyerupai embrio dari sel-sel somatik.
Embrio ini dapat berkembang febih l a n j d
dan
berkecambah menjadi "planlet" (Tisserat, 19853. Kemampuan
tanaman
berbunga
untuk
pfengkasifkan
embrio
tidak terbatas pada perkembangan sef telur
telah
dibuahi, pembentukan embrio (embrioid) dapat
dorong pada kultur jaringan tanaman. liti
(1958) dan pertumbuhan kalus wortel pada
agar oleh Reinert (1959). matik
di-
Pertama-tama dite-
pada kultur suspensi wortel (Daucus carota)
Steward
yang
oleh media
Penelitian embrio genesis so-
telah dilaporkan pada kultur jaringan lebih
dari
30 famili tanaman (Raghavan, 1976; Narayanswamy, 1977).
Embrio
somatik dapat tumbuh
pada kultur
in v i t r o
dari tiga sumber: 1
Sel-sel vegetatif dari tanaman dewasa
2.
Jaringan-jaringan reproduktif selain dari tigat
3.
Hipokotil dan kotiledon dari embrio dan tanaman muda tanpa diawali pembentukan kalus (Dodds dan
Roberts,
1984). Produksi embrio somatik dari s d , jaringan dan gan
dapat terjadi secara langsung atau tidak
Cara
or-
lampsung.
langsung ialah dengan pembentukan embrio
aseksual
dari satu sel atau kumpulan sel-sel pada bagian dari 3aringan
eksplan
1985).
Cara
dahulu media
tanpa perantaraan phase
t i h k langsung terbentuk
kaIus
dan terjadi inisiasi pro-embrio, yang
(Dixon,
kakas
terlebih
biasanya
mengandung konsentrasi auksin
rang
pada
ting6fi
(2,4-D) dan kalus ditransfer ke media yang tidak mengandung zat pengatur tumbuh dengan ptaksud mendorong whentukan
Apabila
embrio bipolar dari pro-embrio initial.
keadaan
cacok, embrio-ernbrio ini berkecambah
"planlet".
Semua
bagian wortel seperti
(tangkai daun), peduncle (tangkai bunga),
membentuk
akar,
petiol
daun
batang
atau embrio zigotik akan menghasjlkan kalus embriogenik. 2.5
Kultur Jaringan pada Tanaman Bawang Putih
2.5.1
Kultur Jaringan untuk Tujuan Perbanyakan Tanaman
Masalah yang dihadapi dalam memperbanyak bawang putih
secara vegetatif yaitu dengan siung
ialah
lamanya
waktu yang diperlukan untuk penyediaan bibit bawang tih,
karena bibit yang baru dipanen
hams
pu-
dikeringkan
dan di samping itu umbi mengalami dormansi. Selain itu rendahnya produksi per hektar dan
masih
terbatasnya areal penanaman bawang putih, sedangkan
se-
bagian produksi digunakan kembali sebagai bibit sehingga mengurangi produksi untuk konsumsi. Harga wnbi bibit cukup tinggi sehingga untuk
pena-
naman satu hektar dibutuhkan biaya yang tinggi. Masalahmasalah inilah yang mendorong para peneliti untuk gunakan dalam
wetode kultur jaringan untuk
Eseng-
mempero'ieh bibit %-
junilah gang banyak dafam waktu yang singkat,
berapa penelitian kearah ini telah diadakan. Guna mendapatkan tanaman yang bebas virus, Havranek
(1972) memakai eksplan ukuran 0,4
-
0,6 mm.
Medium yang
dipergunakan adalah medium MS ditambah NAA sebanyak um
dan Inositol serta Casein
yang
hydrulisat.
Tunas-tunas
terbentuk menghasilkan akar pada media yang
tetapi
lebih
banyak pada media yang
5.4
tidak
sama,
mengandung
hormon, 87 persen dari tanaman yang dihasilkan bebas virus GMV.
Tanaman yang lebih kecil 0,4 mm tidak
Selanjutnya
tumbuh.
.
Bhojwani (1980) memakai eksplan dari
-
pucuk
ukuran 5
8 mm.
Multiplikasi
tunas
pada
penambahan
Pada
medium B5 didapatkan jumlah tunas dua
didapatkan
2-iP sebanyak 2,5 uM dan NAA
banyak daripada medium MS.
tunas
0,5
kali
uM.
lebih
-
Kemudian kira-kira
Bhojwani
mempergunakan
0 , 5 mm dengan media BDS (Dunstan
1977a) dengan NAA dan
ukuran
dan
Short.
BA (0; 0,l; 1,O; 5.0 dan 10.0
atau dikombinasikan dengan NAA.
saja
eksplan
Tanaman yang
uM) df-
hasilkan merapunyai jumlah kromosom 2n = 16 (diploid). Peneliti
lain
henggunakan cakram
(basal
plates)
dari bawang putih pada medium BDS densan mewakai BA
-
80 uH) atattl dFkombinasikan dengan MASL 5 &Iyang ) terknt.uk
t-
adafah akar diibtxti tarnas
-
pad& bagiaa apika'l dari cakram 3 narp
4 &nqgu
(10
per-
lnuncul
yang
sesudah
ta-
(Novab et a1 . , 1982). Bovo dan Hroginski (1985) menggunakan nseristem dari
beberaprt. IcuZtfvar b w a n g putih meatakd medixatt MS bah
0.01
-
0,1mg/l. MAA dan 0
beregenerztsi
60 hari sesudah d
ling banyak ( 6 0
-
-
3.0 mg/l GA.
i
k
ditawTanaman
u dan ~ tunas ~ ~
pa-
74%) pada media HS dengstn 0.1 mg/l NAA
KuFtur Jaringan unt& Tujuan Peraulfaan Tanaman
2.5.2
Tanaman bawang putih mempunyai k n g a
yang
steril
sehingga perbaikan bawang putih melalui teknik pemuliaan konvensional
tidak
mernungkinkan (Nagasawa dan
Finer,
1988).
Selama ini klon-klon bawang' putih didapatkan
rnela-
lui seleksi klonal tetapi kebanyakan bawang putih di dunia ini diserang oleh virus.
Berbagai tingkat toleransi
telah
didapat pada klon-klon lokal. tetapi
untuk
dimasubkan dalam program pemuliaan sangat
kemungkinan kecil,
karena
cara hibridisasi biasa tak dapat dilakukan
pada
tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Variasi somaklonal sebagai sumber variabilitas
ge-
netik sekarang merupakan alat yang penting bagi pemuliaan
tanaman (Dolezel. dan Novak, 1986) dan
bawang
putih
merupakan species yang menarik untuk dipelajari variabilitas karyotipenya -3. nya
panjang
kultur Jaringan karena krmosom-
dan jumlahnya sediIrit
(Ilamato,
1977
dan
Baylis, 1980 ) . kultur jaringan untuk tujuan pemfiaan
Pada
dibutuhkan
tancunan dalam JurnLah banyak, cukup
tidak
beberapa
tanaman saja sebagai smber mutan, pang selan3utnya
cta-
pat diperbanyak lagi . Havranek dan Nova$ (1973) adalah orang gang pertmembuat kultur kalus bawang putib, daun muda dengan memahi medium
tin (9.3 uM), IAA ( 1 1 , 4 &) genesis
Kalus diinduksi dari ditambah cfengan Kine-
dan 2,4-D ( 4 , 5 *).
gada kultur kalus tertekan of&
Organo-
adanya
2,4-D.
Apabila kalus dipindahkan ke medium dengan kinetin ( 4 6 , s uM) dan IAA (11,4 uM) tunas-tunas mulai muncul dalam dua minggu.
Bulblet
kemudian terbentuk pada
bagian
dasar
dan Schaeffer (1973) Juga menginduksi
kalus
dari planlet yang berdifferensiasi. Kehr
dari tunas pucuk siung bawang putih.
Basil yang
diper-
oleh sama dengan yang didapatkan oleh Havranek dan Novak (1973).
Media
yang
digunakan MS
ditambah
2,4-D
(1
mg/l), IAA (1 mg/l) dan air kelapa 25 ml/l). siasi
Differen-
tunas terjadi apabila kalus dipindahkan ke
media
MS ditambah Kinetin (1 mg/l) dan IAA (1 mg/l). Penelitian
lainnga
dengan
memakai
tunas
pucuk
(shoot tips), cakram (bulblet disks) potongan batang dari
siung bawang putih dengan
(10 uM),
medium A2 ditambah
2,4-D (2 uM) dan Kfaetin 4 0 , 5
a).Selanjutnya
untuk regenerasi kalus menjadi planlet dimnakan AZ
ditmah
10 uM Kinetin dan 10
4-CPA
IAA
medium El-Nil,
(Aha
1977).
Selanjutnya Suh dan Park (1986) mencob mengkultur-
kan
anther dari bebrapa kultivar yaitu
Jaeju
dan
(Gamborg).
CS
Shanghai Early pada e r d u r n MS, Kalus mnncul 4 minggu
sedangkan tunas n x m m l 9 minggu, kinetin (2
Hagano
-
4 nrg/f).
satelah
White, dan
B5
diwturkan,
B5 ckngan
Pada medium
Tunas-tunas i n 2 berakar 2
minggu
kemudian setelah ditransfer ke medium perakaran (112 MSf Tiap kultivar mempunyai respon yang berbeda-Ma. Nagamo membentuk kalus terbanyak diikuti oleh Jaeju
White
se-
dangkan Shanghai Early tidak menghasilkan kalus. Tanaman
tetraploid dapat dihasilkan dengan
metode
kultur jaringan dengan mempergun9kan senyawa Colchichine Untuk mendapatkan tanaman tetraploid, jaringan diberi setelah
perlakuan Colchichine (3 000 mg/l) dikulturkan.
Dari 140 tanaman yang
meristen
satu
minggu
dihasilkan
22,9% tetraploid dan 15% chimera yang mengandung sel-sel diploid dan tetraploid (Novak, Hazel dan Dolezel, 1986).
Variasi somaklonal adalah sebagai alat untuk liaan
bawang putih.
Kalus diinduksi dengan
pemu-
MS
medium
yang mengandung 0,125 mg 2,4-D/1 dan 0,5 mg 2,4-D/1
dan
Setelah 60 hari akar-akar terbentuk
dan
Pada medium MS dengan Kinetin
dan
sinar.
dengan warna
hijau nampak,
IAA semua tanaman beregenerasi setelah 150 hari
(Tapia,
1987). Peneliti Lainnya mnggunakan tunas pucuk, primordia daun pertama dan M u a , cakram dari CV. k s a d o yo
dikulturkan balam keadaan g e h p atau
Paragua-
16
penyinaran
jam/hari p d a medium PfS dengan ZAA sebanyak 1,0 mg/l ditattsbah
0,5
-
hrbaayak
yang
I
~ a g 2,4-D/1
didapatkan
tanpa
r
i
Kinetin.
kalus
Regenerasi
berasal
dari
IAA
daun dengan d i m yang mengandung 1 , O mg
pirnordia
dan 2 , 0 mg Kinetinfl (Conci, kriconi ban &me, 1 9 8 7 ) . Nagasawa dan Finer (1988) menggunakan medium dengan garam MS dan vitamin B5 (Garaborg). kan
Auksin yang
NAA, 2,4-D, 2,4,5-T, D i c a m b a , dan Picloram
diguna=sing-
masing
dengan konsentrasi (0,l; 0,3; 1,O; 3,O;
mg/l).
Kalus terbanyak dihasilkan pada pemberian
10;
30
2,4-D
dengan konsentrasi rendah, diikuti 2,4,5-T, Dicamha dan Picloram tak
(konsentrasi tinggi) sedang medium dengan
dihasilkan
kalus sama sekali.
Selanjutnya
dipindahkan ke medium proliferasi dengan NAA 1 mg/l BA 2 mg/l.
NAA
kalus dan
Penelitian
selanjutnya
menggunakan
daun pada kultivar Bianco Piacentino
2 mg IAA,
tambah
eksplan
dari
pada medium MS di-
0,05 mg 2,4-D dan 0,l mg
Kinetin/l.
Regenerasi tunas didapatkan pada medium MS ditambah 2 m g I A A dan 4.5 mg Kinetin per liter. Induksi akar dilakukan
dengan memakai medium~MSdengan 10 g sukrosa dan 0,1 mg
IBA per liter. Tefah banyak peneliti melaporkan bahwa pada ta
v i t r o Icebanyakan genera tanaman mengalami
genetik,
demikian pula dengan kultur
kultur
perubahan
jaringan A l l i u m .
Hal ini mungkin berguna bagi peeruliaan tanaman. Beberapa peneliti
mengatah bzthwa zat pengatur tmbufr
terutama
2,4-D pada konsentrasi tinggi dapat inenyebabkan terjadijumlah krmsom pada sel-sel rang
dikul-
sedangkan pada konsentrasi rendah tidak
wenye-
nya perubahan
turkan, babkan 1964).
perubahan 3um1ah
krowosow (Dolezel
dan
Novak,