66
VI. PEMBAHASAN UMUM
Teknik rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan dalam mengatasi masalah rendahnya produksi, karena dengan teknik ini kita dapat mengintroduksi gen unggul tertentu ke dalam inang. Agar ikan hasil rekayasa genetika dapat digunakan sebagai plasma nutfah, maka transgen harus stabil dari generasi ke generasi serta harus stabil pada beragam latar belakang genetik. Kestabilan tersebut meliputi aspek-aspek integrasi, ekspresi dan transmisinya dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga tingkah laku transgen dapat diperkirakan. Oleh karena itu untuk memperoleh ikan transgenik ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dimana diawali dari memutuskan gen apa yang akan disisipkan, melakukan isolasi gen target, menyiapkan konstruksi gen dan memperbanyak konstruksi gen dalam plasmid, melakukan transformasi konstruksi gen ke dalam jaringan resipien, menginkubasi dan melakukan pemeliharaan ikan transgenik, melakukan seleksi individu yang membawa transgen dan melakukan program breeding sampai diperoleh individu ikan transgenik yang stabil dan siap dipasarkan (Matheson 2010). Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan penelitian untuk memperoleh ikan transgenik. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah melakukan pengujian terhadap promoter yang digunakan karena konstruksi gennya adalah mBP-tiGH berasal dari ikan nila dan elemen regulatornya berasal dari ikan medaka yang dibuat oleh Kobayashi et al. (2007). Tahap kedua dalam penelitian ini adalah melakukan introduksi gen dengan menggunakan metode transfer gen yaitu mikroinjeksi. Selanjutnya hasil dari introduksi gen dengan metode mikroinjeksi dilakukan pemeliharaan dan persilangan pada generasi founder untuk menghasilkan generasi pertama (F 1 ) serta menganalisis ekspresi gen tiGH pada ikan lele generasi pertama. Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah pengembangan metode elektroporasi pada sperma ikan. Hal ini dilakukan karena hasil introduksi gen dengan metode mikroinjeksi sedikit. Tahap pertama menunjukkan hasil bahwa promoter ß-aktin yang berasal dari ikan medaka dapat mengekspresikan GFP pada benih ikan lele. Hal ini memperlihatkan bahwa promoter β-aktin dari ikan medaka aktif mengendalikan ekspresi gen pada ikan lele, dan dapat digunakan untuk membuat ikan lele transgenik. Promoter sebagai salah satu bagian dari konstruksi gen yang akan diintroduksikan berperan mutlak pada keberhasilan transfer gen ini. Promoter
67
adalah bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Fungsi dari promoter ini adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi. Promoter ada yang bekerja di semua jenis jaringan/sel (ubiquotous) dan ada yang bekerja pada jaringan spesifik.
Promoter merupakan salah satu
penentu/pengatur spatial-temporal ekspresi gen, sehingga promoter bisa dianalogikan sebagai switch suatu gen. Gen yang digunakan pada penelitian ini adalah gen GFP (Green Fluorescent Protein) yang berasal dari ubur-ubur jenis Aequorea victoria (Iyengar et al., 1994). Gen GFP memiliki keunggulan yaitu tidak memerlukan substrat tambahan untuk ekspresinya, memiliki kandungan protein yang berpendar dan bisa divisualisasikan ekspresinya pada sel dengan menggunakan sinar UV (Ultra Violet).
Promoter β-actin dapat aktif pada
berbagai spesies ikan antara lain pada ikan rainbow trout (Boonanuntanasarn et al., 2002; Yoshizaki, 2001), mud loach (Nam et al., 2001), ikan zebra (Williams et al., 1996; Alimuddin et al., 2005). Hal ini didasarkan pada sifat promoter β-actin yaitu constitutive promoter (Volckaert 1994) yang berarti promoter ini bisa aktif tanpa diberikan rangsangan dari luar seperti suhu dan hormon. Tahap kedua dalam penelitian ini adalah melakukan transfer gen mBPtiGH pada embrio ikan lele. Untuk mengintroduksi konstruksi gen ke dalam inti sel embrio yang sedang berkembang dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain adalah mikroinjeksi, elektroporasi, transfeksi, lipofeksi dan gene-gun bombardment (Hackett 1993; Alimuddin et al. 2003). Pada penelitian ini dilakukan transfer gen dengan metode mikroinjeksi dan dilakukan analisis DNA pada benih ikan lele berumur 30 hari terdapat 12 individu positif membawa gen yang telah diintroduksi dari 28 individu yang dilakukan analisa DNA. Hal ini memperlihatkan bahwa gen tiGH yang diintroduksi pada embrio ikan lele pada fase satu sel pada generasi founder sebesar 42,86%. Metode mikroinjeksi telah dilakukan pada channel catfish berdasarkan penelitian Dunham et al. (1987) dengan menggunakan konstruksi gen Mouse Metallothionein-human growth hormon fusion gene (MthGHg) hasilnya hanya sekitar 4%. Berdasarkan penelitian Zhu et al. (1985) dimana hGHg dimasukkan ke dalam germinal disc goldfish dan hasilnya 75% ditransformasikan dan terjadi pertumbuhan 4,6 kali dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan Chourrout et al. (1986) melakukan injeksi pada sitoplasma telur trout yang telah dibuahi dengan gen konstruk hGHg cDNA dan 33% diintegrasikan ke dalam genom pada usia 30 hari embrio tetapi tidak menunjukkan ekspresi dan peningkatan pertumbuhan. Smitherman et al.
68
(1996) telah melakukan transfer gen pada Ictalurus punctatus dan Clarias gariepinus dengan menggunakan metode mikroinjeksi dan elektroporasi, hasilnya gen asing tersebut telah diekspresikan dan diturunkan dimana transgenik
Ictalurus
punctatus
mengandung
gen
GH
salmon
dan
pertumbuhannya 20 – 40% lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Pada penelitian selanjutnya dilakukan transfer gen mBP-tiGH dengan menggunakan metode elektroporasi dikarenakan hasil yang diperoleh dengan metode mikroinjeksi ini sangat sedikit. Aplikasi metode elektroporasi dalam transfer gen ada dua cara yaitu melakukan elektroporasi pada embrio dan elektroporasi
pada
sperma.
Efektivitas
transfer gen mBP-tiGH dengan
menggunakan elektroporasi melalui sperma lebih efektif untuk memproduksi ikan lele transgenik. Aplikasi sperm-mediated gene transfer (SMGT) menunjukkan tingkat keberhasilan yang bervariasi antara spesies ikan (Tabel 12). Dalam penelitian ini diperoleh hasil 87% untuk konsentrasi DNA 65 µg/ml dan 93% untuk konsentrasi DNA 80 µg/ml. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa keberadaan gen dengan metode elektroporasi sangat bervariasi antara jenis ikan tetapi transfer gen pada ikan lele dengan metode elektroporasi memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan metode mikroinjeksi. Ada kecenderungan juga bahwa peningkatan konsentrasi DNA yang digunakan meningkatkan persentase individu yang membawa DNA asing.
Tabel 12. SMGT pada berbagai jenis ikan Jenis Ikan Tilapia African catfish Chinook salmon Loach Zebra fish Salmon Silver seabream Labeo rohita Catla catla Patin siam American catfish
Umur pengamatan 30 hari 10 hari Benih 14 hari 14 hari benih benih 14 hari 14 hari 60 hari 90 hari
% transgenik 3 3,5 1,5 30,5 14,5 90,0 25 13 45 85,71 25
Referensi Muler et al. (1992) Muler et al. (1992) Sin et al. (1993) Tsai et al. (1995) Patil and Khoo (1996) Walker et al. (1995) Venugopal et al. (1998) Venugopal et al. (1998) Lu et al. (2002) Dewi et al. (2010) Collares et al. (2010)
Metode transfer gen dengan menggunakan elektroporasi memberikan nilai kelangsungan hidup embrio dan derajat penetasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan
mikroinjeksi.
Keberadaan
gen
dengan
metode
69
elektroporasi lebih tinggi daripada mikroinjeksi (Tabel 13). Menurut Khoo (2000) metode elektroporasi merupakan metode transfer gen secara massal yang sangat efektif dengan cara melakukan pembuahan secara buatan dengan menggunakan sperma atau telur yang telah direndam dengan DNA dan dilakukan kejutan listrik. Oleh karena itu untuk melakukan transfer gen secara massal metode yang tepat adalah elektroporasi karena simpel dan sangat cepat dilakukan serta dapat diaplikasikan untuk banyak embrio dalam waktu singkat.
Tabel 13. Perbandingan derajat kelangsungan hidup embrio, derajat penetasan dan persentase individu yang membawa gen pada ikan lele dengan metode transfer gen berbeda Metode
Derajat Kelangsungan Hidup embrio (%) 30,00
Derajat Penetasan (%)
28,00
Persentase Individu Membawa Gen (%) 42,86
Elektroporasi 1
98,49
91,20
87
Elektroporasi 2
97,30
81,60
93
Mikroinjeksi
Penelitian ini merupakan awal dari produksi ikan lele transgenik secara massal. Dimana dilakukan transfer gen penyandi hormon pertumbuhan ikan nila pada ikan lele. Hasil yang diharapkan adanya pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pertumbuhan ikan yang cepat diperoleh dikarenakan telah terintegrasi antara gen pengkode hormon pertumbuhan dengan genom ikan itu sendiri. Pada ikan salmon Atlantik dan Pasifik dengan menggunakan konstruksi gen „all fish” memberikan ekspresi yang menakjubkan. Pada generasi kedua ikan salmon Atlantik mengandung transgen diseluruh jaringan tubuh ikan tidak hanya dikelenjar pituitary (Devlin 1994).
Pada
penelitian ini pertumbuhan ikan lele transgenik pada generasi pertama dibandingkan dengan nontransgenik berkisar antara 1-7 kali lipat lebih tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa gen pengkode hormon pertumbuhan yang berasal dari ikan nila dapat terintegrasi ke dalam tubuh ikan lele. Gen pengkode hormon pertumbuhan yang telah terintegrasi ke dalam genom ikan lele ternyata dapat memberikan perubahan pertumbuhan yang signifikan pada generasi pertama. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah.
70
Pertumbuhan itu merupakan
proses biologis yang komplek dimana banyak
faktor mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Urat daging dan tulang pada ikan merupakan bagian terbesar dari tubuhnya. Pertambahan sel-sel pada jaringan tersebut bertanggung jawab terhadap pertambahan massa ikan (Effendi 1997).
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah
hormon. Hormon yang berpengaruh pada pertumbuhan ikan selain hormon pertumbuhan (GH) adalah IGF-1, hormon tiroid dan hormon insulin. GH adalah hormon yang berperan utama pada proses pertumbuhan ikan, IGF-1 memperantarai aksi GH dalam memacu pertumbuhan, dimana GH tidak beraksi secara langsung untuk memacu pertumbuhan ikan.
Selain GH dan IGF-1,
hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal, hormon ini juga berperan dalam metamorfosis beberapa spesies ikan. Hormon tiroid juga berinteraksi dengan hormon lain secara sinergis dalam mengatur laju metabolisme. Hormon tiroid memfasilitasi pelepasan GH dan sel-sel hipofisis, meningkatkan lipolisis dan meningkatkan pengambilan pakan. Pada vertebrata hormon insulin berperan penting dalam pengaturan metabolisme karbohidrat, tetapi pada ikan peran insulin lebih ke arah metabolisme protein dan memacu inkorporasi asam-asam amino ke protein jaringan (Zairin 2003). Ikan lele transgenik founder dilakukan pemeliharaan agar dapat dilakukan proses persilangan untuk memperoleh ikan lele transgenik yang stabil. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang lain dikatakan bahwa pada generasi ketiga baru akan diperoleh ikan lele transgenik yang stabil. Pada usia tiga bulan dilakukan analisis ekspresi gen mBP-tiGH pada sampel ikan lele generasi founder sebanyak 9 ekor. Analisis ekspresi gen dilakukan dengan menggunakan RT-PCR, karena mRNA mudah terdegradasi maka mRNA diubah menjadi cDNA. Keberhasilan sintesis cDNA dan kemurniannya dianalisis dengan primer spesifik. Dari analisis RT-PCR tersebut diperoleh hasil 1 ekor yang positif dari 9 ekor sampel yang dianalisis (11,11%) pada generasi founder. Keberadaan DNA asing pada ikan transgenik relatif rendah dan bervariasi, dan sebagian besar transgenik founder bersifat mosaik baik pada sel somatik maupun sel germinal,
yang
menyebabkan
frekuensi
transmisi
yang
lebih
rendah
dibandingkan dengan yang diharapkan apabila mengikuti hukum segregasi Mendel (Iyengar et al. 1996). Pada penelitian selanjutnya dilakukan persilangan antara transgenik founder dengan nontransgenik, hasil persilangan pada
71
generasi pertama terdapat individu yang positif membawa transgen. Selanjutnya untuk mengetahui ekspresi gen pada generasi pertama dilakukan analisis ekspresi gen dan memberikan hasil positif pada generasi pertama sebesar 71,43% yaitu 5 ekor positif dari 7 ekor benih yang dianalisis. Ekspresi gen pada generasi pertama ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan pernyataan Fletcher (2003) yaitu integrasi genom transgen frekuensinya berkisar antara 2 – 3%. Dan juga berdasarkan hukum Mendel pada generasi pertama integrasi gen akan berkisar antara 0 – 40%. Transfer gen dengan menggunakan konstruksi gen „all salmonid” yang mengandung gen GH-1 dari sockeye salmon (O. nerka) yang disambungkan dengan promoter sockeye salmon metallothionein-B (MT-B) pada coho salmon (O.
kisutch),
yaitu
spesies
yang
kekerabatannya
dekat,
menyebabkan
peningkatan pertumbuhan yang drastis (Devlin et al. 1994). Hal ini terlihat dari hasil persilangan antara ikan lele transgenik founder dengan ikan lele nontransgenik dan diperoleh benih ikan lele generasi pertama yang hanya membawa gen mBP-tiGH sebesar 8,33% dan 4%. Dari hasil deteksi transgen tersebut memperlihatkan bahwa gen pengkode hormon pertumbuhan yang disisipkan pada embrio ikan lele tidak terintegrasi ke dalam gonad semua ikan lele transgenik founder, sehingga gen asing tersebut dalam hal ini mBP-tiGH tidak ditransmisikan pada semua induk ikan lele yang dipijahkan ke generasi selanjutnya. Pada penelitian transgenik sebelumnya telah dilaporkan tentang keberhasilan embrio membawa gen yang telah disisipkan rata-rata adalah 5% (Stuart et al. 1990). Transmisi transgen pada generasi F1 sesuai dengan hukum Mendel bahwa transgen terintegrasi secara stabil ke dalam garis keturunannya akan membawa sifat P1 (Stuart et al. 1990). Selain itu bedasarkan hasil evaluasi terhadap kasus-kasus transformasi tersebut menunjukkan, tidak terekspresinya suatu transgen diantaranya berkaitan dengan letak integrasinya didalam genom dan jumlah kopinya. Integrasi suatu transgen pada daerah heterokromatin pada genom menyebabkan transgen tidak terekspresikan, sedangkan integrasi transgen pada daerah eurokromatin menyebabkan transgen terekspresi. Kemudian juga diketahui, integrasi transgen dalam genom yang mempengaruhi ekspresi ternyata tidak hanya menyangkut daerah heterokromatin atau eurokromatin tetapi juga masalah komposisi basabasa nitrogen AT/GC dan ada tidaknya sekuen berulang pada genom. Ekspresi gen dipengaruhi juga oleh jumlah kopi DNA (Matzke & Matzke1995).
72
Dari hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa transfer gen tiGH pada ikan
lele
yang
merupakan
allotransgenik
dimana
transgenik
tersebut
mengandung bahan-bahan transgen dari spesies yang berbeda memberikan percepatan pertumbuhan pada generasi pertama berkisar sampai 7 kali lipat. Peningkatan pertumbuhan yang signifikan pada penelitian ini dikarenakan promoter dan gen GH yang digunakan berasal dari ikan (all-fish gene construct). Hal ini juga telah dibuktikan pada ikan transgenik mud loach yang menggunakan promoter ß-aktin dan GH dari ikan mud loach memberikan percepatan pertumbuhan 35 kali lipat (Nam et al. 2001). Pada ikan nila dengan konstruksi gen yang sama yaitu mBP-tiGH memberikan kecepatan tumbuh 7 kali lebih besar dibandingkan dengan ikan nontransgenik (Kobayashi et al. 2007). Untuk memperoleh ikan transgenik yang stabil, maka penelitian ini masih harus dilanjutkan sampai diperoleh individu transgenik homozygot. Produksi transgenik homozygot ini berguna untuk produksi massal transgenik. Ikan lele transgenik yang homozygot dapat diperoleh dengan cara yaitu ikan transgenik generasi pertama disilangkan dengan ikan lele nontransgenik dan akan diperoleh ikan lele generasi kedua yang heterozygot. Untuk mempercepat memperoleh ikan transgenik homozygot pada generasi kedua dapat dilakukan dengan cara menyilangkan antara transgenik generasi pertama dengan transgenik generasi pertama dan secara teoritis akan diperoleh ikan lele transgenik homozygot sebanyak 25%, normal 25% dan heterozygot 50%. Selanjutnya ikan generasi kedua yang homozygot jika disilangkan dengan ikan lele nontransgenik maka akan dihasilkan ikan transgenik sebesar 100%.