ACCURACY OF DISEASE IN HEALTH CODE SRONDOLSEMARANGTWICE QUARTER 2015 Lisa Herlinawati*), Dyah Ernawati**) *) Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro **)Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Email :
[email protected]
Background : The main diagnostic code should exactly match the ICD- 10 coding rules , it is intended to generate the code and the right information and good health . In practice , officials at the health center outpatient coding Srondol Semarang sometimes still right in the coding primary diagnosis of disease in patients . In the initial survey conducted by researchers , of the 10 documents outpatient medical records found 40 % of them are not accurate , while the remaining 60% accurate.Obervation was done in order to know the level of accuracy of medical record documents the main code for outpatients in Puskesmas Srondol Semarang period of the second quarter of 2015 . Methods : This research is descriptive quantitative means researchers presented research results objectively. While the methods used were interviews and observation. The approach is a cross sectional study of data collection is done at the same time variable. The study population is the total number of objects to be examined by the study sample totaled 72 document medical records. Result : Based on the results of research conducted at the health center Srondol Semarang, coding clerk characteristics greatly affect the long work, education and training have been followed. There are 10 major disease diagnosis used in the study sample. Results of the study were obtained from 72 samples contained 58 documents accurate code and code that is not accurate at 14 document. The percentage level for the accuracy of the code is 80.6% accurate and improper 19.4% Tip : Suggested the need for the training part of disease coding personnel to improve the quality of data and code akurai disease in accordance with the rules of ICD - 10 . Keywords : Accuracy primary diagnosis codes , ICD - 10 coding rules. Literature : 16 pieces (1991-2010)
PENDAHULUAN
medis seorang pasien yang datang
Pusat Kesehatan Masyarakat
berobat.
Oleh
karena
itu
adalah
penyelenggaraan sistem rekam medis
yang
merupakan salah satu bentuk yang
menyelenggarakan upaya kesehatan
memiliki peran yang sangat penting.
yang bersifat menyeluruh, terpadu,
Salah satu kegiatan penyelenggaraan
merata, dapat diterima dan terjangkau
rekam
oleh masyarakat, dengan peran serta
koding. [2]
disingkat
Puskesmas
organisasi
fungsional
medis
adalah
pemberian
aktif masyarakat dan menggunakan Rekam medis adalah rekaman atau hasil
pengembangan
ilmu catatan
pengetahuan
dan
teknologi
mengenai
siapa,
apa,
tepat mengapa, bilamana, dan bagaimana
guna,
dengan
biaya
yang
dapat pelayanan
ditanggung
oleh
pemerintah
selama masyarakat.
Upaya
diselenggarakan
pasien
masa
perawatan
yang
kepada
pengetahuan
mengenai
dengan pasien
menitikberatkan
diberikan
kesehatan memuat
tersebut
yang
dan
dan
pelayanan
yang
pelayanan diperolehnya serta memuat informasi
untuk
masyarakat
luas
guna yang cukup untuk mengidentifikasi
mencapai derajad kesehatan yang pasien, membenarkan diagnosis, dan optimal, tanpa mengabaikan mutu pengobatan
serta
merekam
pelayanan kepada perorangan.[1] hasilnya.[5] Untuk memperoleh informasi medis Diagnosa merupakan kata/phara yang yang bermutu, sangat bergantung pada
proses
pengumpulan
digunakan
oleh
dokter
untuk
menyebut
suatu
penyakit
yang
dan
pengolahan data medis yang tepat diderita seorang pasien, atau keadaan dan akurat, yang diperoleh dari rekam yang menyebabkan seorang pasien
memerlukan
atau
mencari
atau
Langkah-langkah Koding
menerima asuhan medis. Diagnosa
Langkah-langkah dalam pengkodean
diperoleh pada saat dokter telah
penyakit berdasarkan ICD-10 adalah
melakukan
sebagai berikut :
pemeriksaan
terhadap
pasien. Sedangkan diagnosa utama
1. Tentukan tipe pernyataan yang
adalah penyakit atau cacat, luka,
akan dikode dan dilihat pada indeks
keadaan sakit dari pasien.[8]
alfabetik yang sesuai. 2. Cari lead term / kata kunci.
Fungsi dasar dari ICD-10 adalah 3.
Baca dan ikuti kata yang ada
sebagai klasifikasi penyakit, cedera dibawah lead term. dan sebab kematian untuk tujuan 4. statistik.
ICD-10
digunakan
Baca kata yang ada dalam
untuk parentheses setelah lead term
mengkode diagnosis utama dokter 5. oleh
bagian
unit
Rekam
Ikuti
secara
hati-hati
cross-
Medis references (see and see also) yang
khususnya pada bagian koding.dalam terdapat dalam indek. proses koding terdapat permasalahan 6.
Rujuk pada daftar tabulasi untuk
yang terjadi seperti : penulisan dalam kesesuaian nomor kode yang dipilih. diagnosis utama kurang jelas dan 7. Ikuti inclusion dan exclusion terms terdapatnya
singkatan-singkatan dibawah kode atau dibawah bab, blok
dalam penulisan diagnosa utama, atau di awal kategori. sehingga menyulitkan dalam proses koding diagnosa utama.[8]
8. Tetapkan kode[11]
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
kualitas maupun kuantitas merupakan faktor terbesar
Akurasi Kode Penyakit, antara lain : 1. Kelengkapan
dari
Dokumen
rekam medis di rumah
Rekam Medis
sakit di Indonesia. Kualitas
Ketidaklengkapan
petugas koding
Dokumen Rekam Medis akan mempengaruhi
mutu
rekam
yang
medis,
dari : umur, pengalaman kerja,
sarana
pelayanan
kesehatan. rekam
medis
bertanggung jawab untuk mengevaluasi rekam
kualitas
medis
guna
menjamin konsistensi dan
Petugas
Koding Akurasi
koding
(penentuan
koding)
merupakan
tanggung
jawab
tenaga
rekam
medis, khususnya tenaga koding
baik
dari
dan
3.
Sarana dan prasarana Sesuai
dengan
standar
pelayanan rekam medis, maka
fasilititas
peralatan harus
yang
disediakan
tercapainya
dan cukup guna
pelayanan
yang efisien. Buku ICD,
kelengkapan isinya.[12] 2. Karakteristik
pendidikan
pelatihan.
mencerminkan pula mutu pelayanan
di unit
rekam medis dapat dilihat
sangat
Petugas
penyelenggaraan
segi
Kamus
Kedokteran
(Kamus
Terminologi
Medis)
dan
Bahasa
Kamus Inggris
merupakan sarana yang penting
bagi
tenaga
koding. Sarana yang lain adalah ATK (Alat Tulis
Kerja),
Komputer
dan
mungkin. Bilamana dokter tidak dapat
Printer,
Daftar
Tabulasi
merinci letak atau etiologi karena
Dasar
(DTD),
Formulir
belum ada kesimpulan dari hasil
Rekam Medis.
pemeriksaan penunjang, maka harus
4 Kebijakan Puskesmas
dinyatakan
yang
dalam
diagnosa belum lengkap. Bila hanya
bentuk Surat Keputusan
dapat menyatakan gejalanya saja,
dari Dinas Kesehatan Kota
maka diagnosa tersebut diambahkan
Semarang,
dengan
dituangkan
Protap
(Prosedur
spesifik akan memudahkan dalam
Procedures)
melakukan kode diagnosis utama,
mewajibkan
yang
dan semua
di
diketahui
(Standard
mengikat
petugas
tak
atau
sebabnya.[14] Diagnosis utama yang
SOAP
akan
keterangan
suspek
atau
Tetap)
Operating
sebagai
Puskesmas
terlibat
kode diagnosis utama merupakan huruf
dan
sebutan
angka
suatu
yang
diagnosis
mewakili utama.
dalam
Keakurasian kode diagnosis utama
pegisian
lembar-lembar
memberikan pengaruh yang penting
rekam
medis
dalam
dan
melaksanakannya sesuai dengan
peraturan
perundangan
dan yang
berlaku.
proses
pencatatan
indeks
penyakit dan laporan rumah sakit. [11] Dokter dan petugas koding berperan penting dalam menentukan akurasi kode
diagnosis
utama
penyakit.
Diagnosa Yang Spesifik
Dokter
Tiap diagnosa harus mencantumkan
diagnosis yang lengkap dan jelas di
letak dan etiologi yang spesiik, atau
lembar RM. Hal ini dimaksudkan agar
letak
petugas koding mudah memberikan
dan
prosedur
yang
sejelas
di
harapkan
menuliskan
kode dengan akurat sesuai arahan
variabel
ICD-10.
bersamaan.
oleh
koding
sebab
itu,
harus
pengetahuan
petugas
mempunyai tentang
cara
mengkoding diagnosis utama sesuai dengan aturan morbiditas. Informasi disusun
secara
menggunakan pencatatan.
diagnosa
Adapun
Variabel
Karakteristik
saat
meliputi
petugas
:
koding,
Diagnosa utama, Kode penyakit, dan Persentase keakuratan kode penyakit.
standar
Populasi adalah jumlah keseluruhan
harus
obyek yang akan diteliti yaitu DRM
penulisan
pasien rawat jalan pada triwulan II
yang
dalam adalah
spesifikasi.
Identifikasi
pada
sistematis
metode
diperhatikan
dilakukan
detail
dan
Masing-masing
tahun
2015
yaitu
berjumlah
261
dokumen.
pernyataan diagnosa harusnya se-
Sampel adalah bagian dari populasi
informatif
(sebagian atau wakil populasi yang
mungkin
menggolongkan dalam
kategori
agar
kondisi ICD
yang
dapat tersebut paling
diteliti.
Sampel
sebagian
penelitian
populasi
yang
adalah diambil
spesifik.
sebagai
METODOLOGI PENELITIAN
mewakili seluruh populasi.
Penelitian ini merupakan penelitian
Sampel minimal yang harus diambil
deskriptif artinya peneliti memaparkan
adalah 72 DRM dengan metode
hasil-hasil penelitian secara obyektif.
pengambilan sampel yaitu metode
Sedangkan metode yang digunakan
acak atau random.
adalah wawancara dan observasi.
Metode Pengumpulan Data dengan
Pendekatan
Cara
penelitian
adalahcross
sectional yaitu pengumpulan data
sumber
data
pengumpulan
dan
data
dapat
dalam
penelitian ini menggunakan pedoman
observasi menggunakan ceklist dan
diagnosis
wawancara
berdasarkan
pedoman
dipengaruhi oleh beberapa
wawancara.
Data
diperoleh
faktor
dengan secara
yang
mengadakan langsung
pengamatan
terhadap
proses
utama
diantaranya
petugas
fakor
koding,
yang
meliputi :
pemberian kode penyakit pada pasien a) Pengalaman Kerja di Puskesmas Srondol. melakukan petugas
Kemudian
wawancara koder
dan
dengan
Petugas
koding
Kepala
Puskesmas Semarang
Puskesmas Srondol Semarang.
di
Srondol terdapat
2
orang
yang
masing-
masing
sudah
bekerja
PEMBAHASAN Berdasarkan observasi
hasil terhadap
pengamatan
selama 9 tahun dan 8
sampel
tahun
72
yaitu
bekerja
dokumen rekam medis rawat jalan di
dibagian tenaga medis
Puskesmas Srondol Semarang pada
(perawat) di poli umum
triwulan II Tahun 2015 didapatkan
Puskesmas Srondol, dan
hasil sebagai berikut :
4 tahun sebagai petugas
1. Karakteristik petugas koding Akurasi
kode
diagnosa
merupakan tanggung jawab dari tenga rekam medis dalam
mengkaji
berkas
rekam
medis.
Tingkat
ketepatan
pada
kode
koding. b) Latar Belakang Pendidikan Petugas
koding
Puskesmas Semarang dari
D3
di
Srondol bukan
lulusan
Rekam
Medis,
sehingga petugas koding
tidak
mendapatkan
pengetahuan
khusus
tentang aturan koding.
Tahun
%
2
Jenis
.
Kelamin
1
50
-
1
%
Laki-
c) Pelatihan yang pernah diikuti. Kebijakan
Depkes
yang
-
laki
50
Pere
%
mengatur tentang pelatihan,
mpua
menyatakan
n
bahwa
penyelenggaraan bagi
profesi
pelatihan
3
Lama
kesehatan
.
Bekerja
1
50
-
1
%
diperlukan unuk meningkatkan hasil guna dan daya guna tenaga
kesehatan.
Petugas
-
koding di Puskesmas Srondol Semarang mengikuti
belum
Tahun
50
8
%
Tahun
pernah
4
yang
.
pelatihan
9
Pendidikan -
berhubungan dengan tugasnya sebagai petugas koding.
-
D3
-
-
RMIK
2
100
D3
%
Keper
Karakteristik petugas koding
awata N
Karakteristik
o 1 .
Jum
Per
lah
sen
Umur -
-
36
1
50
Tahun
1
%
40
50
n 5
Pelatihan
.
-
-
Perna
-
-
h
2
100
Tidak
%
a. Hepatitis
perna h
b. TB Paru c. DM d. Bronchitis
2.
Diagnosa
utama
pada e. ISPA
dokumen rekam medis Di
Puskesmas
Semarang
f. Febris
Srondol dilakukan
g. Hypertensi
observasi pada lembarrawat h. Typoid jalan. Dari hasil observasi , ditemukan
i. DADS
penulisan
diagnosa utama yang tidak
j. DBD
spesifik. Penulisan diagnosa utama yang tidak spesifik
3. Kode Diagnosa Utama
akan
mempengaruhi
Sehubungan
ketepatan
kode
ketepatan kode diagnosa
pada
diagnosa utama. Dari jenis
utama
diagnosa
rekam
yang
ada
pada
pada
dokumen
medis,
dokumen rekam medis yang
ditemukan
digunakan sebagai sampel,
belum
terdapat 10 besar penyakit di
kriteria.
Puskesmas
dengan
masih
kode
sesuai
yang
dengan
Srondol N
Diagno
Kod
Kode
Ha
o
sa
e
Peneli
sil
Pusk
ti
Semarang pada triwulan II tahun 2015
1
Hepatiti
K30
K73.9
yang akurat sebesar 58
X
DRM dan jumlah kode
s 2
3
TB
A16.
Paru
2
DM
E11.
A15.0
diagnosa
X
Bronchi
J40
E11.8
DRM rawat jalan tahun
V
2015 Triwulan II. J40
V
tis 5
ISPA
J06.
J06.0
Total
Jumlah
Jumlah
Samp
kode
kode
el
diagnos
diagnos
a
a tidak
Akurat
akurat
58
14
V
0 6
Febris
J06.
R50.6
x
9 7
Hyperte
yang
tidak akurat sebesar 14
8 4
utama
72
I10
I10
v
A1.0
A01.0
v
nsi 8
Typhoi
5.
Tingkat Persentase Keakuratan Kode Penyakit pada Diagnosa
d 9
DADS
A09
A09
v
1
DBD
A91
A91
v
0
Utama Berdasarkan
data
yang
didapatkan dari tingkat ketepatan kode ICD-10 pada kode diagnosa
4. Keakuratan kode penyakit
utama,
diperoleh
persentase
ketepatan Kode akurat sebesar = Hasil
penelitian
yang
didapat dari total sampel sejumlah 72 DRM. Jumlah kode
diagnosa
utama
80,6 % dan Kode yang tidak akuratsebesar = 19,4%. Hasil peneltian di Puskesmas Srondol Semarang dalam penulisan kode
diagnosis utama, petugas medis seharusnya
menuliskan
Kode akurat
kode =
diagnosis yang tepat. Hal ini sangat
berpengaruh
terhadap
=
x 100%
kualitas pelayanan di Puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian pada 72
sampel
Dokumen
Rekam
= 80,6 % Kode tidak akurat
Medis Rawat Jalan akurasi kode diagnosa utama menurut ICD-10 pada Dokumen Rekam Medis Rawat
Jalan
Srondol triwulan
di
tahun
=
Puskesms
Semarang II
=
periode
2015
= 19,4%
yaitu
dokumen yang akurat 80,6% lebih besar daripada dokumen yang tidak akurat sebanyak 19,4%.
19.40%
kode akurat
Ditinjau dari karakteristik petugas koding
yang
dilakukan
kode tidak akurat
80.60%
oleh
tenaga perawat, maka tingkat persentase
keakuratan
di
Puskesmas Srondol Semarang sudah diagnosa
baik,
dikarenakan
penyakit
KESIMPULAN
masih Berdasarkan
sederhana.
hasil
penelitian
dan
pembahasan dalam bab IV maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Ditinjau
dari
petugas
karakteristik
koding,
petugas
yang
diagnosis
ditemukan
untuk
utama
yang
tidak
akurat adalah 19,4%.
koding Saran
bukan dari lulusan rekam medis, melainkan dari perawat yang
1. Sebaiknya perlu adanya faktor sarana
bertugas di poli umum.
yaitu
ketersediaan
dengan
buku
ICD-10
2. Ditinjau dari diagnosis utama untuk
penunjang
di
dalam
pada dokumen rekam medis, mengkodefikasi diagnosa. masih
ditemukan
penulisan
diagnosis yang tidak spesifik
2.
Sebaiknya
petugas
koding
sehingga kode yang dihasilkan
diberikan kesempatan untuk
tidak tepat.
mengikuti yang
pelatihan-pelatihan
berkaitan
dengan
3. Ditinjau dari tingkat keakuratan tugasnya
sebagai
petugas
kode diagnosis utama, terdapat koding. kode
diagnosa
yang
tepat
sebanyak 58 dokumen rekam
4.
3.
Jika memungkinkan sebaiknya
medis rawat jalan dan kode
petugas koding dari lulusan D3
diagnosis
tepat
RMIK, sehingga mendapatkan
sebanyak 14 dokumen rekam
pengetahuan khusus tentang
medis rawat jalan.
aturan koding.
yang
Ditinjau
dari
persentase, utama 80,6%
yang
tidak
perhitungan
kode
diagnosis
akurat
adalah
sedangkan
kode
DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes
RI.
Tentang
Pengertian Puskesmas. 1991
2. Naga,
Mayang
Anggraini.
General Coding.
2004.
http://www.mayanganggraini.c om/2013/general-coding.
WHO
Publication
Software for learning ICD-10 4. Permenkes
/
no.
10. Tendon,
WHO
Publication
Software for learning ICD-10
Diakses tanggal 20 Juli 2015 3. Tendon,
Health Organization Geneva :
11. World
Health
Organization,
ICD-10, Volume 2 : Instruction Manual, Geneva, 1993
267/
12. Peraturan Menteri Kesehatan
MENKES/ Per / III. Tentang
269/Menkes/III/2008 Mengenai
pengertian
Rekam Medis dan Informasi
Rekam
Medis.
2008
Kesehatan
5. Huffman
E.K.
Pengertian
Tentang
Rekam
Medis.
1997 blogspot.com.
Tujuan dan kegunaan rekam medis.2010
Informasi
K.
Health
Management
Tentang
8. Depkes
1997 14. Dirjen Yanmed, Depkes RI, Pedoman Sistem Pengelolaan
kegunaan
Rekam Medis. 1991 RI,
Pusdakes.
Seri 1. Jakarta . 1999 9. International of
Rekam Medis di Indonesia. Depkes RI, Jakarta, 1997
Pedoman Penggunaan ICD-10
Clasifical
Edna
Physician Record Company.
6. Henrydunan,
7. Gibony.
13. Hufman,
Health
and
Related Health Problem Tenth Revision (ICD – 10). World
Organization,
ICD-10, Volume 1. 2004 16. Huffmann,
Statistional Diseases
15. World
K.Edna,
Cofer,
Jennifer. Nomenclatures and Classification (Chapt.9)
Systems
KEAKURATAN KODE PENYAKIT DI PUSKESMAS SRONDOL PERIODE TRIWULAN II TAHUN 2015 Lisa Herlinawati*), Dyah Ernawati**) *) Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro **)Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Email :
[email protected]
Latar belakang: Kode diagnosa utama sudah seharusnya tepat sesuai dengan aturan koding ICD-10, hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan kode dan informasi kesehatan yang tepat dan baik. Dalam prakteknya, petugas koding rawat jalan di Puskesmas Srondol Semarang terkadang masih belum tepat dalam pemberian kode penyakit pada diagnosa utama pasien. Pada survey awal yang dilakukan peneliti, dari 10 dokumen rawat jalan rekam medis ditemukan 40% diantaranya tidak akurat sedangkan 60% sisanya akurat. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui tingkat keakuratan kode utama dokumen rekam medis untuk pasien rawat jalan di Puskesmas Srondol Semarang periode triwulan II tahun 2015. Metode :Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif artinya peneliti memaparkan hasil-hasil penelitian secara obyektif. Sedangkan metode yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Pendekatan penelitian adalah cross sectional yaitu pengumpulan data variabel dilakukan pada saat bersamaan. Populasi penelitian adalah jumlah keseluruhan obyek yang akan diteliti dengan sampel penelitian yang berjumlah 72 dokumen rekam medis. Hasil : Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Srondol Semarang, karakteristik petugas koding sangat berpengaruh terhadap lama bekerja, pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti. Terdapat 10 besar diagnosa penyakit yang digunakan dalam sampel penelitian. Hasil penelitian yang di dapat dari 72 sampel terdapat kode yang akurat 58 dokumen dan kode yang tidak akurat sebesar 14 dokumen. Tingkat persentase untuk ketepatan kode yang akurat adalah 80,6% dan yang tidak tepat sebesar 19,4% Saran : Disarankan perlunya sarana buku ICD-10 dan pelatihan bagian petugas koding penyakit untuk meningkatkan kualitas data dan akurasi kode penyakit sesuai dengan kaidah ICD-10.
Kata kunci Kepustakaan
: Akurasi kode diagnosa utama, aturan koding ICD-10 : 16 (1991-2010)