HUBUNGAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR DAN PERILAKU SEHAT DENGAN KEJADIAN WATERBORNE DISEASE DI DESA TAMBAK SUMUR, KECAMATAN WARU, KABUPATEN SIDOARJO Correlation Between Bacteriology Quality of Well and Health Behavior with Waterborne Disease Incidence in Tambak Sumur Village, Waru, Sidoarjo Shinta Puspitasari dan J Mukono Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga mukono–
[email protected] Abstract: Poor clean water system will cause in bacteriological water quality. The objective of this study was to analyze correlation between bacteriological water quality and health behavior with waterborne disease. This was an observational study with cross-sectional approach. The statistic test was chi-square (X2) with significant level at (α) as 5%. The objects of this study were well water bacteriological quality which was used by 30 respondent for drinking and cooking, and also respondents health behavior. Clean water bacteriological quality test showed that almost all respondents well water didn’t full fill the clean water prerequirement as Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. This study also showed that respondents health behavior was good. Analyzing data resulted p = 0.525 for bacteriological quality with waterborne disease, and p = 0.307 for health behavior with waterborne disease. So, it could be concluded that there was no correlation between bacteriological quality and health behavior with waterborne disease. Therefore, safety behavior for well water with chlorination and well water cooking were needed before consuming the water. Keywords: Waterborne disease, bacteriological quality, health behavior Abstrak: Sarana air bersih yang tidak baik dapat menimbulkan kualitas bakteriologis air yang tidak memenuhi syarat air bersih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas bakteriologis dan perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian observasional dengan pendekatan crosssectional dan uji statistik yang digunakan adalah chi-square pada tingkat signifikansi sebesar 5%. Pada penelitian ini, dianalisis kualitas bakteriologis air sumur milik 30 responden yang menggunakan air sumur untuk keperluan minum dan memasak, serta perilaku sehat responden. Hasil pemeriksaan kualitas bakteriologis air bersih menunjukkan bahwa hampir keseluruhan air sumur responden tidak memenuhi persyaratan air bersih yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku sehat responden sudah termasuk dalam kategori baik. Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data diperoleh nilai p = 0,525 untuk kualitas bakteriologis dengan kejadian waterborne disease, dan nilai p = 0,307 untuk perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas bakteriologis dan perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease. Saran yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa perlu dilakukan tindakan pengamanan terhadap air sumur dengan cara pemberian kaporit serta selalu memasak air dengan cara yang benar sebelum dikonsumsi. Kata kunci: waterborne disease, kualitas bakteriologi, perilaku sehat
PENDAHULUAN
air harus memenuhi beberapa syarat kesehatan baik fisik, bakteriologis, kimiawi maupun radioaktif (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/Menkes/ SK/VII/2002). Air merupakan sarana utama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena merupakan salah satu media berbagai penularan penyakit, terutama penyakit saluran pencernaan. Penyakit saluran pencernaan dapat dikurangi melalui penyediaan air yang memenuhi syarat kualitas air bersih. Air merupakan salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari tinja yang akhirnya akan sampai kepada manusia.
Air merupakan salah satu kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Air bersih dapat berasal dari air sumur, air pipa, air telaga, air sungai dan mata air. Penduduk di negara kita masih banyak yang menggunakan air sumur untuk keperluan sehari-hari antara lain untuk mandi, cuci dan memasak (Mukono, 2002). Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/ Menkes/Per/IX/1990). Ditinjau dari segi kualitas,
76
77
S Puspitasari dan J Mukono, Kualitas Bakteriologis Air Sumur, Perilaku Sehat dan Waterborne Disease
Sampai saat ini penduduk Indonesia sulit terbebas dari penyakit diare, kolera, disentri hingga tifus. Sebab, semua penyakit tersebut berhubungan erat dengan air (waterborne diseases). Kasus penyakit diare sangat berkaitan dengan perilaku manusia, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah dan kesehatan lingkungan pada musim kemarau. (Hiswani, 2003). Perhatian yang termasuk kategori penting adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, misalnya Salmonella typhosa, Shigella dysentriae dan Vibrio comma. Organisme tersebut tumbuh dalam usus manusia dan hewan berdarah panas. Namun bila tinja seseorang yang sakit mengandung bakteri tersebut masuk ke badan air, maka bakteri tersebut tetap hidup selama beberapa hari sebelum mati. Bila air tersebut terminum oleh manusia maka bakteri patogen yang masih hidup masuk sekali lagi ke usus dan akan berkembang hingga dapat menyebabkan penyakit. Air di sini berfungsi sebagai pemindah penyakit (Alaerts dan Santika, 1984). METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat observasional dengan rancang bangun cross-sectional. Dari segi analisis, bersifat deskriptif dengan jenis desain analitik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sumur dan penduduk yang ber tempat tinggal di Desa Tambak Sumur dan menggunakan air sumur untuk keperluan minum dan memasak. Sampel penelitian ini adalah: (1) Penduduk yang menggunakan air sumur untuk keperluan minum dan memasak dan bersedia menjadi responden selama penelitian di Desa Tambak Sumur; (2) Sampel air sumur yang digunakan oleh penduduk Desa Tambak Sumur. Besar sampel adalah: (1) 30 penduduk yang menggunakan air sumur untuk keperluan minum dan memasak; (2) 24 buah sampel air sumur. Hal ini dikarenakan ada 3 buah sumur yang digunakan untuk bersama. Data diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi, wawancara responden dengan menggunakan kuesioner dan hasil pemeriksaan laboratorium. Data sekunder berupa data demografi dan geografi Desa Tambak Sumur di Kantor Desa Tambak Sumur. Pada karakteristik responden di Desa Tambak Sumur yang meliputi umur dan jenis kelamin akan
dilakukan analisis deskriptif. Kemudian untuk perilaku sehat, waterborne disease, kualitas fisik dan kualitas bakteriologis akan dilakukan analisis deskriptif dan analitik menggunakan uji statistik chi-square dengan tingkat signifikasi 5% (α = 0,05). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden terbanyak di Desa Tambak Sumur adalah umur 46–55 tahun (40%). Responden yang terbanyak menderita waterborne disease juga pada kelompok umur 46–55 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Wallace (1998) bahwa dalam beberapa area infeksi baru, waterborne disease berupa kolera secara karakteristik menyerang lebih banyak orang dewasa daripada anak-anak. Responden pada kelompok umur 46–55 tahun lebih banyak terserang waterborne disease dapat terjadi karena usia mereka yang tidak produktif lagi, sehingga kondisi tubuh mereka sudah mulai menurun yang mengakibatkan mereka mudah terserang penyakit. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (86,67%). Perbedaan dominasi jenis kelamin pada responden ini tidak menjadi persoalan berarti pada penelitian sebab masingmasing responden ikut serta dalam menggunakan dan mengonsumsi air sumur mereka. Dengan demikian sebagai pengguna air sumur, mereka termasuk orang yang berisiko tertular waterborne disease. Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), secara teori belum pernah ada yang menyebutkan perbedaan risiko terkena diare di antara kedua jenis kelamin tersebut. Waterborne Disease Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Kejadian Waterborne Disease di Desa Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 Ada
Tidak Ada
Total
Jenis Waterborne Disease
n
%
Diare
14
46,7
16
Kolera
0
0,0
30
Typus/ demam typhoid
0
0,0
30
100,0 30
100,0
Disentri
0
0,0
30
100,0 30
100,0
n
%
n
%
53,3
30
100,0
100,0 30
100,0
78 Kejadian waterborne disease dalam penelitian ini meliputi diare, kolera, tifus/demam typhoid dan disentri. Dari hasil penelitian, penyakit yang pernah di derita responden dalam 6 bulan terakhir ini hanya diare. Tidak ada responden yang pernah mengalami penyakit kolera, typus/demam typhoid dan disentri. Hal ini dapat terjadi karena dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium, hampir keseluruhan sumur responden tidak memenuhi syarat air bersih karena mengandung total koliform yang melebihi dari ambang batas yang telah ditentukan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Menurut Trisnawulan (2007), total koliform merupakan indikator bakteri pertama yang digunakan untuk menentukan aman tidaknya air untuk dikonsumsi. Pemeriksaan terhadap koliform sangat penting untuk dilakukan, karena bakteri ini menyerang langsung dinding saluran pencernaan atau menghasilkan suatu racun yang dapat mengiritasi saluran pencernaan, sehingga mengakibatkan terjadinya diare. Penyakit diare dapat dicegah dengan cara merebus air terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Diperlukan cara memasak air yang benar, yaitu direbus hingga mendidih selama minimal lima menit sehingga dapat membunuh bakteri koliform dalam air tersebut. Dari hasil penelitian, tidak berbeda jauh antara jumlah responden yang pernah menderita waterborne disease dengan yang tidak pernah menderita waterborne disease. Hal ini dapat disebabkan karena hanya 13,33% responden yang melaksanakan perilaku memasak air dengan cara yang benar, sehingga kemungkinan bakteri patogen belum mati. Sedangkan untuk penyakit kolera, typus/ demam typhoid dan disentri, tidak ada responden yang pernah menderita penyakit tersebut dalam 6 bulan terakhir ini. Hal ini dapat terjadi karena setelah dilakukan uji laboratorium, didapatkan hasil laboratorium negatif untuk keseluruhan sumur responden, yakni tidak terdapat bakteri Vibrio cholera, Salmonella typhy dan Shigella dysentriae dalam air sumur mereka. Seseorang dapat terkena kolera bila minum air atau makan makanan yang telah terkontaminasi bak teri kolera. Dengan tidak terdapatnya bakteri tersebut, maka penyakitnya pun tidak akan terjadi. Kualitas Fisik Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, persyaratan kualitas air bersih secara fisik adalah air tidak boleh berbau, berasa dan berwarna. Hasil observasi
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 76–82
menunjukkan bahwa sebagian besar air sumur yang digunakan oleh responden tidak memenuhi syarat kualitas fisik air bersih, yaitu sebanyak 22 sumur (91,67%). Hanya 2 sumur saja (8,33%) yang memenuhi syarat kualitas fisik air bersih. Kualitas fisik air sumur responden yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena kondisi air sumur responden tidak jernih (87,5%) dan berbau (12,5%). Hasil observasi menunjukkan bahwa air sumur responden tidak berasa. Akan tetapi beberapa responden (6,67%) mengatakan bahwa air sumur mereka kadang berasa asin. Menurut beberapa responden, air sumur mereka kadang terlihat keruh atau tidak jernih ketika musim hujan tiba. Hal ini sesuai dengan pendapat Joeharno (2006), bahwa kualitas fisik air sumur gali yang tidak memenuhi syarat biasanya dipengaruhi oleh keadaan musim sehingga jika pengambilan sampel dilakukan pada musim penghujan, kemungkinan yang terjadi adalah kualitas fisiknya menurun seperti meningkatnya tingkat kekeruhan sebab banyaknya larutan tersuspensi dalam air. Menurut Yurman (2008), air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air. Dari hasil observasi, beberapa sumur responden (12,5%) berbau agak amis. Menurut Yurman (2008), secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit atau asin menunjukkan air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik. Dari hasil observasi, sumur responden tidak berasa. Akan tetapi beberapa responden (6,67%) mengatakan bahwa air sumur mereka kadang terasa asin. Kualitas Bakteriologis Berdasarkan hasil pemeriksaan, didapatkan hasil untuk MPN koliform sebanyak 13 buah sumur gali (92,86%) mempunyai angka kuman bakteri koliform > 50/100 ml air. Hal ini berarti air sumur gali tersebut tidak memenuhi syarat bakteriologis sebagai air bersih, karena melebihi dari ambang batas yang telah ditentukan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/ Per/IX/1990 di mana MPN koliform untuk air bersih yang non perpipaan tidak boleh > 50/100 ml air. Hanya 1 buah sumur gali (7,14%) yang
79
S Puspitasari dan J Mukono, Kualitas Bakteriologis Air Sumur, Perilaku Sehat dan Waterborne Disease
perilaku yang sehat. Perilaku sehat responden dinilai dengan menggunakan pertanyaan sesuai dengan Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, perilaku responden berkaitan dengan pemanfaatan air bersih adalah sebanyak 13,33% responden telah melaksanakan perilaku memasak air dengan cara yang benar, yaitu memasak air hingga mendidih dan dibiarkan mendidih selama lebih dari 5 menit. Perilaku tersebut sangat baik, karena dapat membunuh kuman patogen yang terdapat di dalam air yang akan mereka konsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Aimyaya (2009), bahwa cara yang efektif dalam memasak air adalah memasak atau merebus air yang akan kita konsumsi hingga mendidih. Cara ini sangat efektif untuk mematikan semua patogen yang ada dalam air seperti virus, bakteri, spora, fungi dan protozoa. Lama waktu air mendidih yang dibutuhkan adalah berkisar 5 menit, namun lebih lama lagi waktunya akan lebih baik, direkomendasikan selama 20 menit. Akan tetapi, karena responden yang melaksanakan perilaku memasak air dengan cara yang benar hanya 13,33%, maka jumlah penderita waterborne disease berupa diare, tidak berbeda jauh dengan jumlah responden yang tidak menderita penyakit tersebut. Selain itu perilaku mencuci tangan sudah baik. Sebagian besar responden (90%) selalu mencuci tangan sebelum makan, hanya 10% responden yang kadang-kadang tidak mencuci tangan sebelum makan. Sebagian besar responden (96,67%) juga selalu mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar. Hanya 3,33% responden yang kadang-kadang tidak
memenuhi syarat bakteriologis sebagai air bersih karena mempunyai angka kuman bakteri koliform < 50/100 ml air. Sedangkan untuk air sumur bor, didapatkan hasil MPN koliform keseluruhan sumur (100%) mempunyai angka kuman bakteri koliform > 10/100 ml air. Hal ini berarti keseluruhan air sumur bor yang digunakan responden tidak memenuhi syarat bakteriologis sebagai air bersih, karena melebihi dari ambang batas yang telah ditentukan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 di mana MPN koliform untuk air perpipaan tidak boleh > 10/100 ml air. Dalam pemanfaatannya sebagai air minum yang berhubungan dengan kualitas air tidak memenuhi syarat sebagai air bersih, air yang akan dikonsumsi perlu diolah terlebih dahulu dengan cara yang paling mudah yaitu merebus air sampai mendidih dan dibiarkan mendidih minimal selama 5 menit. Sesuai dengan pendapat Riadi (1984), di mana air yang direbus suhu 70°C akan mematikan kuman patogen khususnya Escherichia coli sehingga tidak mungkin air yang digunakan untuk minum dan memasak tersebut berpengaruh terhadap terjadinya diare. Notoatmodjo (1990), juga berpendapat bahwa pengolahan air dengan cara memanaskan sampai mendidih tujuannya adalah untuk membunuh kuman yang terdapat pada air, di mana bakteri patogen mati dengan pemanasan 57°C. Perilaku Sehat Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73,3% responden memiliki perilaku sehat yang baik. Hanya 26,7% responden yang tidak memiliki
Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Jenis Perilaku Sehat di Desa Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 Jenis Perilaku Sehat
Ya n
Tidak %
n
Kadang-kadang %
n
Mencuci tangan sebelum makan
27
90
0
0
3
Mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar
29
96,67
0
0
1
Selalu buang air besar di jamban
30
0
0
0
Membersihkan tangan terlebih dahulu sebelum mengambil air sumur
23
76,67
2
6,66
5
Memasak air dengan cara yang benar
4
13,33
26
86,67
0 0
Tidak menggunakan air yang berwarna, berasa dan berbau untuk minum
30
100
100
0
0
% 10
Total n
%
30
100
3,33
30
100
0
30
100
30
100
0
30
100
0
30
100
16,67
80 mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar. Tangan merupakan bagian tubuh yang lembab yang paling sering berkontak dengan kuman yang menyebabkan penyakit dan menyebarkannya. Tangan juga bagian dari tubuh manusia yang paling sering berhubungan dengan mulut dan hidung secara langsung, sehingga tangan menjadi salah satu penghantar utama masuknya kuman atau mikroorganisme penyebab penyakit ke dalam tubuh manusia. Apalagi mulut menjadi pintu masuk kuman ke dalam saluran pencernaan, sehingga perilaku mencuci tangan sangat penting dan bermanfaat dalam mencegah penyebaran penyakit diare. Akan tetapi, dibutuhkan cara mencuci tangan yang benar untuk dapat menghilangkan bakteri yang terdapat pada tangan. Setelah dilakukan penelitian, ternyata walaupun hampir keseluruhan responden telah melaksanakan kegiatan mencuci tangan, akan tetapi cara mencuci tangan mereka belum sesuai dengan cara mencuci tangan yang benar. Sama halnya menurut Taufik (2008), bahwa perilaku mencuci tangan sangat penting untuk mencegah penyakit. Infeksi saluran pencernaan, seperti diare, merupakan salah satu penyakit akibat tidak mencuci tangan dengan benar. Cara mencuci tangan yang belum benar, memungkinkan bakteri penyebab diare masih tetap berada pada tangan mereka. Oleh karena itu, tidak berbeda jauh antara jumlah penderita diare dengan yang tidak diare. Hubungan Antara Kualitas Bakteriologis Air Sumur dengan Kejadian Waterborne Disease Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, tidak ada hubungan antara kualitas bakteriologis air sumur dengan kejadian waterborne disease, berarti belum tentu air sumur yang kualitas bakteriologisnya tidak memenuhi syarat air bersih dapat menyebabkan waterborne disease berupa diare, terbukti dengan adanya responden yang tidak pernah menderita diare dalam 6 bulan terakhir padahal kualitas bakteriologis airnya tidak baik. Hal ini dapat disebabkan karena kebiasaan mereka yang selalu memasak air sampai mendidih sebelum dikonsumsi. Mendidihkan air sebelum dikonsumsi dapat membunuh bakteri patogen yang ada dalam air, sehingga air sumur yang akan digunakan untuk minum akan memenuhi syarat air minum yang terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/SK/VII/2002 bahwa total koliform dalam air minum adalah 0/100 ml air. Hal ini sesuai dengan pendapat Riadi (1984), bahwa
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 76–82
air yang direbus suhu 70°C akan mematikan kuman patogen khususnya Escherichia coli sehingga tidak mungkin air yang digunakan untuk minum dan memasak tersebut berpengaruh terhadap terjadinya diare. Jadi masyarakat harus memperhatikan dan melaksanakan cara memasak air yang benar agar seluruh bakteri dalam air bersih tersebut mati sehingga layak untuk dikonsumsi. Tidak adanya hubungan dapat juga disebabkan karena mereka memiliki kekebalan tubuh/sistem imun yang sangat baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman penyakit. Menurut Arrheeva (2009), sistem imun adalah sekumpulan sel, jaringan, dan organ yang terdiri atas: (1) Pertahanan lini pertama tubuh, merupakan bagian yang dapat dilihat oleh tubuh dan berada pada permukaan tubuh manusia seperti kulit, air mata, air liur, bulu hidung, keringat, cairan mukosa, rambut. (2) Pertahanan lini kedua tubuh, merupakan bagian yang tidak dapat dilihat seperti timus, limpa, sistem limfatik, sumsum tulang, sel darah putih/leukosit, antibodi, dan hormon. Semua bagian sistem imun ini bekerja sama dalam melawan masuknya virus, bakteri, jamur, cacing, dan parasit lain yang memasuki tubuh melalui kulit, hidung, mulut, atau bagian tubuh lain. Sistem imun sering diartikan sebagai suatu efektor dalam menghalau ‘musuh’ yang terdiri atas zat asing yang akan memasuki tubuh. Sehingga bakteri patogen yang berasal dari air sumur responden dapat dikalahkan oleh sistem imun yang ada pada tubuh mereka. Hal ini dapat dilihat dari kondisi fisik responden ketika penelitian berlangsung. Sebagian besar responden dan keluarga responden memiliki kondisi tubuh yang sehat. Tidak adanya hubungan juga menunjukkan bahwa penyakit diare yang pernah dialami oleh responden, tidak selalu disebabkan oleh air Tabel 3. Hubungan Antara Kualitas Bakteriologis Air Sumur dengan Kejadian Waterborne Disease di Desa Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 Waterborne Disease Kualitas Bakteriologis
Ada n
Memenuhi syarat
0
Tidak Ada % 0
n
%
2
12,5
Tidak memenuhi syarat
14
100
14
Total
14
100
16
87,5 100
81
S Puspitasari dan J Mukono, Kualitas Bakteriologis Air Sumur, Perilaku Sehat dan Waterborne Disease
yang digunakan untuk dikonsumsi sehari-hari, tetapi dapat disebabkan oleh faktor lain, misalnya oleh makanan yang terkontaminasi (foodborne disease). Hal ini senada dengan pendapat Nainggolan (2009), bahwa diare akut merupakan gejala paling umum dari penyakit akibat makanan. Sama halnya dengan air, makanan dapat menyebabkan diare diakibatkan tercemar oleh bakteri E. coli. Untuk mencegah terjadinya diare tersebut, dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan menyimpan makanan yang belum dikonsumsi, dalam kulkas dengan suhu yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Zaenab (2008), bahwa E. Coli merupakan bakteri yang sensitif terhadap panas, maka untuk mencegah pertumbuhan bakteri ini pada makanan disimpan pada suhu yang rendah.
bahwa kejadian waterborne disease tidak selalu disebabkan oleh perilaku sehat, tetapi dapat juga disebabkan oleh hal lain, misalnya oleh keadaan lingkungan yang kurang bersih. Pada saat penelitian berlangsung, beberapa rumah responden terlihat kurang memenuhi syarat kebersihan, dengan terdapatnya beberapa sampah yang dibuang sembarangan sekitar rumah penduduk. Dengan keadaan lingkungan ya ng kurang memenuhi syarat kesehatan tersebut, maka kuman-kuman berupa bakteri dapat dengan mudah menyebarkan penyakit. Hal ini senada dengan pendapat Anonim (2009), bahwa ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan diare atau muntaber, yang pertama adalah faktor lingkungan yang kurang bersih Selain itu, keadaan musim juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya diare. Misalnya pada saat musim kemarau saat ini, sumber air menjadi berkurang, kering, dan sumber air yang ada mudah tercemar. Hal ini sesuai dengan pendapat Hiswani (2003), bahwa kasus penyakit diare sangat berkaitan dengan perilaku manusia, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah dan kesehatan lingkungan pada musim kemarau.
Hubungan Antara Perilaku Sehat dengan Kejadian Waterborne Disease Berdasarkan hasil uji statistik chi-square mengenai hubungan antara perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease, memperlihatkan tidak ada hubungan antara perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease. Hal ini terjadi karena perilaku sehat responden sudah baik. Tidak adanya hubungan tersebut menunjukkan
Hubungan Antara Perilaku Sehat dan Kualitas Bakteriologis Air Sumur dengan Kejadian Waterborne Disease
Tabel 4. Hubungan Antara Perilaku Sehat dengan Kejadian Waterborne Disease di Desa Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009
Berdasarkan hasil penelitian, pada perilaku sehat baik dengan kualitas bakteriologis yang memenuhi syarat, ada 2 responden yang tidak menderita waterborne disease. Hal ini terjadi karena kedua responden tersebut menggunakan air sumur yang memenuhi syarat air bersih berdasarkan hasil laboratorium pada lampiran 6. Sedangkan pada perilaku sehat baik dengan kualitas bakteriologis yang tidak memenuhi syarat, ada 12 responden yang menderita waterborne
Waterborne Disease Perilaku Sehat Baik Kurang baik Total
Ada
Tidak Ada
n
%
n
%
12
85,71
10
62,5
2
14,29
6
37,5
14
100
16
100
Tabel 5. Hubungan antara Perilaku Sehat dan Kualitas Bakteriologis Air Sumur dengan Kejadian Waterborne Disease di Desa Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 Waterborne Disease Perilaku Sehat
Kualitas Bakteriologis
Ada n 0
Tidak Ada %
0
n 2
Total %
100
n 2
%
Baik
Memenuhi syarat
100,00
Tidak memenuhi syarat
12
54,55
10
45,45
22
100,00
Kurang baik
Memenuhi syarat
0
0
0
0
0
0,00
Tidak memenuhi syarat
2
33,33
4
66,67
6
100,00
82
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 76–82
disease dan 10 responden yang tidak menderita waterborne disease. Lebih banyak yang menderita waterborne disease disebabkan karena walaupun perilaku mereka sudah baik, yaitu mayoritas sudah melaksanakan perilaku hidup yang sehat, akan tetapi dalam praktiknya mereka belum melaksanakan perilaku tersebut dengan cara yang benar. Pada perilaku sehat yang kurang baik dengan kualitas bakteriologis yang memenuhi syarat, tidak ada responden yang menderita waterborne disease. Hal ini terjadi karena pada responden yang perilaku sehatnya kurang baik, keseluruhan air sumurnya tidak memenuhi syarat. Kemudian pada perilaku sehat kurang baik dengan kualitas bakteriologis yang tidak memenuhi syarat, ada 2 responden yang menderita waterborne disease dan 4 responden yang tidak menderita waterborne disease. KESIMPULAN DAN SARAN Kualitas bakteriologis air sumur gali yang dikonsumsi responden, hampir keseluruhan tidak memenuhi syarat sebagai air bersih karena ratarata memiliki nilai total koliform melebihi batas maksimal yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/ Per/IX/1990. Berdasarkan hasil penelitian, perilaku sehat responden sudah cukup baik, di mana responden selalu memasak/merebus air yang akan dikonsumsi. Hampir keseluruhan responden selalu mencuci tangan sebelum makan dan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar. Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa tidak terdapat hubungan antara kualitas bakteriologis air sumur dengan kejadian waterborne disease. Tidak terdapat hubungan antara perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease. Pemanfaatan air sumur sebagai air minum perlu didahului proses pengolahan dengan cara merebus air tersebut sampai mendidih kemudian dibiarkan selama 5 menit, namun lebih lama lagi waktunya akan lebih baik, direkomendasikan selama 20 menit. Berdasarkan hasil penelitian, maka untuk perbaikan kualitas bakteriologis, dapat dilakukan melalui kegiatan kaporitisasi sarana air bersih. Selain itu perlu dilakukan penyuluhanpenyuluhan yang intensif mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan kejadian waterborne disease, terutama faktor penyebab
waterborne disease yang disebabkan oleh air yang kurang baik. DAFTAR PUSTAKA Aimyaya. 2009. Disinfeksi: Cara Sederhana Menghilangkan Kuman dari Air Minum. Diakses dari http://saringan-airsederhana.blogspot.com/2009/05/cara-sederhanamenghilangkan-kuman-dari.html (Sitasi 30 Juli 2009). Alaerts dan Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya; Usaha Nasional. Arrheeva. 2009. Info Kesehatan: Sistem Kekebalan Tubuh (Sistem Imun). Diakses dari http://arrheeva. wordpress. com/2009/06/ (Sitasi 30 Juli 2009). Departemen Kesehatan RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta; Ditjen PPM dan PLP. Hiswani. 2003. Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat yang Kejadiannya Sangat Erat dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan. Diakses dari http://74.125.45.132/search?q=cache:zsj5KrN_ psgJ:library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani7. pdf+keadaan+sumur+penyebab+bakteri&hl=id&c t=clnk&cd=17&gl=id (Sitasi 06 Januari 2009). Joeharno. 2006. Kualitas Air Berdasarkan Konstruksi Sumur Gali (SGL) di Wilayah Kerja Puskesmas Antang Kota Makassar Tahun 2006. Diakses dari http://blogjoeharno. blogspot.com/2008/05/kualitasair-sumur-gali-sgl. html (Sitasi 25 September 2008). Mukono, J. 2002. Epidemiologi Lingkungan. Surabaya; Airlangga University Press. Nainggolan, J.F. 2009. Masalah Kesehatan Akibat Foodborne Disease. Diakses dari http://mdopost. com/news2009/ index.php?option=com_content& view=article&id=1329:masalah-kesehatan-akibatfoodborne-disease-&catid=36:opini&Itemid=66 (Sitasi 27 Agustus 2009). Notoatmodjo, S. 1990. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta; Andi Offset. Riadi. 1984. Pencemaran Air. Surabaya. Karya Anda. Wallace, R.B. 1998. Maxcy-Rosenau-Last Public Health and Preventive Medicine. London. Prentice-Hall International. Taufik. 2008. Cuci Tangan Demi Sehat. Diakses dari http://74.125.153.132/search?q=cache:8KDFV3dyc MMJ:digilib-ampl.net/file/pdf/newsletter_oktober_08 .pdf+jurnal+hubungan+perilaku+sehat+dengan+ waterborne+disease&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id (Sitasi 26 Agustus 2009). Trisnawulan. 2007. Analisis Kualitas Air Sumur Gali di Kawasan Pariwisata Sanur. Ecotrophic, 2: 5. Yurman. 2008. Pengaruh Kadar Klorida pada Air Sumur Gali. Skripsi. Universitas Bengkulu, Bengkulu. Zaenab. 2008. Kasus Keracunan Makanan. Diakses dari http:// keslingmks.wordpress.com/2008/12/26/ makalah- tentang-kasus-keracunan-makanan/ (Sitasi 29 Agustus 2009).