Abstraksi Judul:
Kewenangan Presiden Menyatakan Negara dalam Keadaan Darurat menurut Konstitusi Negara Republik Demokratik Timor Leste
Dalam penelitian ini Masalah yang dikaji yaitu: 1) Pemikiran-pemikiran mengenai hakekat dan tujuan negara RDTL menurut konstitusi sebagai landasan pengaturan pernyataan negara dalam keadaan darurat dalam Pasal 85 alinea (g) dan (h). 2) Pengaturan kewenangan Presiden dalam menyatakan negara dalam keadaan darurat maupun negara dalam keadaan perang menurut Konstitusi negara RDTL. 3) Pengaturan kewenangan Presiden terkait kewenangan Perdana Menteri dalam hal mengusulkan negara dalam keadaan darurat maupun negara dalam keadaan perang kepada Presiden menurut konstitusi negara RDTL. Penelitian ini adalah tipe penelitian hukum normatif, yang bahan kajiannya adalah sumber bahan hukum primer dan sekunder. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan; Undang-undang, sejarah, perbandingan, konsep dan pendekatan filosofis. Teknik analisis bahan hukum dilakukan melalui tahapan; inventarisasi, interpretasi dan evaluasi terhadap bahan-bahan hukum yang kemudian dianalisa dan disusun secara sistematis. Dari penelitian ini hasil yang ditemukan adalah : 1) Secara hakiki, cita-cita negara Republik Demokratik Timor Leste tertuang dalam pembukaan (Preamblo) Konstitusi negara RDTL tahun 2002. Dengan demikian, tujuan negara RDTL secara konstitusional bertujuan, manjamin perlindungan hak asasi manusia, penyelenggaraan negara berdasarkan prinsip-prinsip negara hukum, menjamin demokrasi multi partai, mewujudkan kesejahteraan rakyat, keadilan sosial serta mempertahankan persatuan, kesatuan bangsa dan negara RDTL. Hal ini merupakan hakekat pengaturan dalam Pasal 85 alinea (g) dan alinea (h), bahwa untuk menjamin tercapainya tujuan negara tersebut, negara harus berada dalam situasi yang stabil. 2) Kewenangan Presiden menyatakan negara dalam keadaan darurat berdasarkan konsultasi kepada Dewan Negara, Pemerintah dan Dewan tinggi Pertahanan dan Keamanan, dan kemudian mendapatkan persetujuan Parlemen. Hal tersebut merupakan wujud keseimbangan kewenangan yang berdasarkan Prinsip check and balances. Meskipun dalam tataran penormaan masih tumpang tindih, sebab dalam satu hal urusan kenegaraan melibatkan beberapa lembaga negara. Namun untuk tujuan keseimbangan kewenangan, maka pengaturan demikian dapat disimak sebagai suatu kewenangan silang yang bernilai saling menopang kekuasaan, untuk tujan mencegah kefakuman dan menjamin stablitas pertahanan dan keamanan nasional. Hubungan ini penulis sebutkan sebagai hubungan Cross Competence. 3) Usulan Perdana Menteri kepada Presiden Republik sangat siginifikan dan menentukan, karenaapabila tidak terjadi kesepakatan antara Presiden dan Perdana Menteri, maka hal tersebut berpotensi menyulitkan Presiden dalam hal menyatakan i
negara dalam keadaan darurat, maka pengaturan penormaan dalam Pasal 85 huruf (g) dan huruf (h) perlu direvisi,untuk mencegah saling ketergantungan antara Presiden dan Pemerintah (Perdana Menteri), dan Wewenang mengusulkan pengumuman negara dalam keadaan darurat oleh Perdana Menteri kepada Presiden sebaiknya dicabut, untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan kesewenang-wenangan Pemerintah dalam situasi negara dalam keadaan darurat. Kata kunci: Kewenangan Presiden terkait kewenangan Pemerintah dalam menyatakan negara dalam keadaan darurat.
ii
Abstraction
Topic: The competence of President Declared the Country in State of Emergency base on Constitution of Republic Democratic Timor Leste In this study the problem studied are: 1) The thoughts of the nature and purpose of the state of East Timor under the constitution as the basis for setting the state of emergency declaration in Article 85 paragraph (g) and paragraph (h). 2) Regulation the competence of President's to declare a state of emergency or a state of war in accordance with the Constitution of RDTL. 3) Regulation the competence of President's related to the competence of the Prime Minister in terms of proposing state of emergency or state of war to the President under the constitution of East Timor. This research is a type of normative legal research, the study material is a source of primary law and secondary. The method used is the approach; Law, history, comparison, concepts and philosophical approach. Mechanical analysis of legal materials made through the stages; inventory, interpretation and evaluation of legal materials which are then analyzed and systematically arranged. From the research results found are: 1) Essentially, the ideals of the Democratic Republic of Timor-Leste stated in the opening (Preamblo) The state constitution of East Timor in 2002. Thus, the purpose is constitutionally RDTL aims, warrant the protection of human rights, the organization of the state based on the principles of a constitutional state, guarantee multi-party democracy, the welfare of the people, social justice and maintain unity, the unity of the nation and the state of East Timor. This is the essence of the regulation in Article 85 paragraph (g) and paragraph (h), that in order to guarantee the achievement of the country, the state should be in a stable situation. 2) Competence of President to declare state of emergency based on the consultation to the State Council, the Government and the High Council of Defense and Security, then get the approval of Parliament. It is a form of balance of powers based on the principle of checks and balances. Although the level of regulationstill in overlap, as in the case of state affairs involving several state agencies. However, for the purposes of the balance of competence, then such arrangements can be seen as a valuable crosscompetence powers to support each other, to prevent legal vacuum and ensuring national defense and security stability. This relationship author mentioned as relations Cross Competence. 3) The proposal of Prime Minister to the President of the Republic is very significant and decisive, because if there is no agreement between the President and the Prime Minister, then it is potentially to complicate the president on the declared state of iii
emergency, the regulation in Article 85 paragraph (g) and paragraph (h) should be revised, to prevent the interdependence between the President and the Government (Prime Minister), and the authority proposes the announcement of a state of emergency by the Prime Minister to the President should be abolished, in order to prevent abuse of power and arbitrariness of the government in a situation of state of emergency , Keywords: Competence of the President and competence of the Government in related stating in declaring the state of emergency.
iv
Ringkasan Judul:
Kewenangan Presiden Menyatakan Negara dalam Keadaan Darurat Berdasarkan Konstitusi Negara Republik Demokratik Timor Leste
Kewenangan Presiden tentang menyatakan negara dalam keadaan darurat, siaga ataupun perang, sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 85 alinea (g), dan alinea (h) Konstitusi negara RDTL, merupakan kewenangan atribusi yang secara konstitusional mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat. Hal ini berarti pengaturan dalam Pasal 85 alinea (g) dan alinea (h), yang pada intinya menganjurkan Presiden sebelum menyatakan suatu keadaan negara dalam keadaan darurat, harus melalui proses konsultasi kepada Pemerintah, Dewan negara, dan Dewan tinggi Pertahanan dan Keamanan Nasional, yang kemudian mendapat persetujuan dari Parlemen Nasional tersebut, dapat menjadi acuan dasar dalam setiap tindakan Presiden terkait menyatakan negara dalam keadaan darurat, siaga dan perang. Pengaturan tentang hal yang sama diatur juga dalam Pasal 95 tentang kewenangan Parlemen Nasional, dan Pasal 115 tentang kewenangan Pemerintah. Pengaturan tentang hal yang sama dan diatur secara berulang-ulang ini, membuat kebingungan di dalam masyarakat, terutama dalam tataran implementasi terkait kewenangan menyatakan negara dalam keadaan darurat. Sebabnya adalah dari beberapa lembaga negara yang disebutkan terkait kewenangan menyatakan negara dalam keadaan darurat tersebut, lembaga manakah yang lebih berkompeten, kemudian, jika ketentuan Pasal 85 alinea (g), dan (h) dan Pasal 95 dan Pasal 115 ini kita hadapkan dengan ketentuan Pasal 74 tentang definisi lembaga Presiden, dan 85 alinea (b) yaitu:“Melaksanakan wewenang yang merupakan inti dari fungsi-fungsi sebagai panglima angkatan bersenjata”maka terjadi ketidak sinkronan antara Pasal-Pasal tersebut dengan definisi Presiden selaku kepala negara, dan lambang pemersatu bangsa dan sebagai Panglima Tertinggi angkatan pertahanan dan keamanan nasional. Masalah yang dikaji yaitu: 1). Pemikiran-pemikiran mengenai hakekat dan tujuan negara RDTL menurut konstitusi sebagai landasan pengaturan pernyataan negara dalam keadaan darurat dalam Pasal 85 alinea (g) dan (h). 2). Pengaturan kewenangan Presiden dalam menyatakan negara dalam keadaan darurat maupun negara dalam keadaan perang menurut Konstitusi negara RDTL. 3).Pengaturan kewenangan Presiden terkait kewenangan Perdana Menteri dalam hal mengusulkan negara dalam keadaan darurat maupun negara dalam keadaan perang kepada Presiden menurut konstitusi negara RDTL. Penelitian ini adalah tipe penelitian hukum normatif, yang bahan kajiannya adalah sumber bahan hukum primer dan sekunder. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan; Undang-undang, sejarah, perbandingan, konsep dan pendekatan filosofis. Teknik analisis bahan hukum dilakukan melalui tahapan; inventarisasi, interpretasi dan evaluasi terhadap bahan-bahan hukum yang kemudian dianalisa dan disusun secara sistematis. Hasil penelitian membuktikan bahwa Secara hakiki, cita-cita negara Republik Demokratik Timor Leste tertuang dalam pembukaan konstitusi negara RDTL tahun 2002,“dengan sungguh-sungguh menegaskan kembali tekadnya untuk melawan segala bentuk tirani, penindasan, penguasaan dan pemisahan sosial, budaya dan keagamaan, untuk mempertahankan kemerdekaan nasional, menghormati dan menjamin hak-hak asasi manusia dan hak-hak asasi warga negara, untuk menjamin asas pemisahan kekuasaan dalam penataan v
Negara, dan untuk menetapkan aturan-aturan inti yang mendasar dari demokrasi multi-partai, dengan tujuan untuk membangun suatu negara yang adil dan makmur dan mengembangkan masyarakat yang bersatu dan bersahabat”. Hal-hal tersebut merupakan hakekat pengaturan dalam Pasal 85 alinea (g) dan alinea (h), bahwa untuk menjamin tercapainya tujuan negara tersebut, negara harus berada dalam situasi KAMTIBMAS yang stabil. maka dibutuhkan stabilitas negara, dan jaminannya adalah Presiden memiliki kewenangan untuk menyatakan negara dalam keadaan darurat apabila negara dalam keadaan ancaman bahaya. Kewenangan tersebut diimbangi oleh kewenangan terkait dengan kewenangan Pemerintah dan Parlemen Nasional. Pengaturan tentang kewenangan menyatakan negara dalam keadaan darurat merupakan wewenang Presiden selaku kepala Negara, yang dilakukan berdasarkan konsultasi kepada Pemerintah dan persetujuan Parlemen, sebagai wujud keseimbangan kewenangan yang berdasarkan Prinsip check and balances. Meskipun dalam tataran jaminan kepastian hukum dalam hal pengaturan tentang pertanggungjawaban pejabat, masih dikategori tumpang tindih oleh karena melibatkan sejumlah lembaga negara. Namun untuk tujuan keseimbangan kewenangan, maka pengaturan demikian dapat disimak sebagai suatu kewenangan silang yang bernilai saling menopang kekuasaan, yang saya sebutkan Cross Competence value. Wewenang Perdana Menteri untuk mengusulkan negara dalam keadaan darurat perang kepada Presiden merupakan wewenangatribusi.Pengertian mengusulkan pengumuman keadaan perang atau keadaan darurat kepada Presiden mengadung arti bahwa : usulan tersebut sangat siginifikan dan menentukan, sehingga jika tidak terjadi kesepakatan antara Presiden dan Perdana Menteri, maka hal tersebut berpotensi menyulitkan Presiden dalam hal menyatakan negara dalam keadaandarurat.Selain itu, Perdana Menteri lebih mengetahui dan memahami kondisi ril, Oleh karena kementerian pertahanan dan keamanan berada di bawah kepemimpinan Perdana Menteri. Kata kunci:
Kewenangan Presiden terkait kewenangan Pemerintah dalam menyatakan negara dalam keadaan darurat.
vi
Summary Topic: The competence of President Declared the Country in State of Emergency base on Constitution of Republic Democratic Timor Leste The Competence of the President to declared State in emergency or State in war, as has been set in Article 85 paragraph (g), and paragraph (h) of the Constitution of RDTL, country is the attribution of competency constitutionally have the fix legal binding and valid. This means regulated in article 85 paragraph (g) and paragraph (h), which in essence recommends the President before declaring State of emergency, has to go through a process of consultation to the Government, the Council of State, and of the High Council of defence and national security, who then gets the approval of the National Parliaments, can be a basic reference in any act of the President to declaring statein emergency and state in war. Regulation on the same set also in article 95 of the competence of the national Parliament, and also in article 115 of the competence of Government. Regulation of the same competence and set repeatedly, making confusion in society, especially in the implementation of landscape related competence to declaring the country in a State of emergency. The reason is that from some State agencies mentioned related authorities declared a State of emergency in the country, which is the more competent institutions, then, if the provisions of article 85 paragraph (g) and (h) and article 95 and article 115, we confront with the provisions of article 74 concerning the definition of the institution of the Presidency, and paragraph 85 (b), namely: "Executing competence is at the core of the functions of the Commander in Chief of the armed forces" then took place in the synchronization between the clauses by definition the President as head of State , and the unifying symbol of the nation and as the Commander-in-Chief of the defence forces and as Supreme Commander of the defence forces and national security. In this study the problem studied are: 1) The thoughts of the nature and purpose of the state of East Timor under the constitution as the basis for setting the state of emergency declaration in Article 85 paragraph (g) and paragraph (h). 2) Regulation the competence of President's to declare a state of emergency or a state of war in accordance with the Constitution of RDTL. 3) Regulation the competence of President's related to the competence of the Prime Minister in terms of proposing state of emergency or state of war to the President under the constitution of East Timor. This study includes the type of normative legal research, which relies on source of primary and secondary legal materials. The method used is the statute approach, comparative approach, history approach, concept and a philosophical approach. The analysis technique of legal materials was made through the stages of inventory, interpretation and evaluation of legal materials which were then analysed and compiled systematically. Results of the study prove that essentially, the ideals of the Democratic Republic of Timor-Leste is contained in the preamble to the Constitution of RDTL countries in 2002, "solemnly reaffirmed his determination to fight against all forms of tyranny, oppression, vii
domination and separation of social, cultural and religious, to defend national independence, respect and ensure the human rights and the rights of citizens, to guarantee the principle of separation of powers in the State, and to define the rules of the fundamental core of a multiparty democracy, with the aim to build a just and prosperous country and develop a unified society and friendly. "respect and ensure the human rights and the rights of citizens, to guarantee the principle of separation of powers in structuring the State , and to set the rules of the fundamental core of a multi-party democracy, with the aim to build a just and prosperous country and develop a unified and friendly society ". Such is the nature of the regulation in article 85 paragraph (g) and paragraph (h), that in order to guarantee the achievement of the objectives of the country, the State must be in a situation of stable. then it takes the stability of the country, and the collateral is the President has the authority to declare a State of emergency in the country in case of a threat of danger. The authority offset by related authorities with the authority of the Government and the national Parliament. Regulation about the competence to declare the country in a State of emergency is the competence of the President as head of State, conducted on the basis of consultation to the Government and Parliamentary approval, as a manifestation of the balance of authority based on the principle of checks and balances. Despite the level of guarantee legal certainty in terms of arangement about the accountability officials, still categorized as the overlap, because it involves a number of State agencies. However, for the purpose of balance of competence, then such regulatingcan be seen as a valuable cross competence mutual shore up power, I mentioned it is a Cross Competence value. The competence of the Prime Minister to propose the State in emergencies or State on war to the President it is a attribution competence. Understanding proposed announcement of a State of war or a State of emergency to the President has important significance and very influence, so if it does happen the agreement between the President and the Prime Minister, It could potentially complicate the President in terms of stating the country in an emergency. In addition, the Prime Minister knows and understands the reality conditions. Therefore the Ministry of Defense and security are under the leadership of the Prime Minister. Keywords:
Competence of the President and competence of the Government in related stating in declaring the state of emergency.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................
i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR ......................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN KOMISI PROMOTOR .................................
iv
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI .........................................
v
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .......................................
vi
HALAMAN UCAPAN TERIMAKASIH .....................................................
vii
HALAMAN ABSTRAKSI ...........................................................................
xi
HALAMAN RINGKASAN .........................................................................
xv
HALAMAN DAFTAR ISI ...........................................................................
xix
HALAMAN DAFTAR TABEL DAN BAGAN ........................................... xxiii BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1 Latar Belakang.......................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................
37
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................
38
1.3.1 Tujuan Umum ...............................................................
38
1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................
39
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................
39
1.4.1 Manfaat Teoritis ...........................................................
39
1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................
39
1.5 Orisinalitas ...........................................................................
40
1.6 Metode Penelitian .................................................................
43
ix
BAB II
1.6.1 Jenis Penelitian .............................................................
43
1.6.2 Jenis Pendekatan ..........................................................
44
1.6.3 Sumber Bahan Hukum .................................................
45
1.6.3.1. Sumber Bahan Hukum Primer ...................................
45
1.6.3.2. Sumber Bahan Hukum sekunder ...............................
46
1.6.3.3. Sumber Bahan Hukum Tertier ..................................
46
1.6.4Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ..............................
47
1.6.5 Tehnik Analisis Bahan Hukum ......................................
47
KERANGKA TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR ...................................................................................
49
2.1. Kerangka Teoritik ..................................................................
49
2.2. Cita Hukum Dalam Konstitusi Negar RDTL. .........................
52
2.3. Teori Kewenangan ................................................................
58
2.4. Teori Sistem Pemerintahan ..................................................
66
2.5. Teori Kedaulatan Hukum. ......................................................
84
2.6. Teori Trias Politca ................................................................
88
2.7. Teori Keadaan Darurat ..........................................................
91
2.7.1. Doktrin Necessity .........................................................
92
2.7.2. DoktrinSelf-PreservationversusSelf-Defence .................
97
2.7.3. Doktrin Proporsionalitas ...............................................
101
2.7.4. Doktrin Immediacy .......................................................
102
2.8 Kerangka Konseptual ............................................................
103
2.8.1. Konsep Negara Hukum. ...............................................
103
x
2.8.2. Konsep Keadaan Bahaya .............................................
107
2.8.3. Konsep Keadaan Darurat dan Keadaan Perang .............
109
2.3 Kerangka Berpikir ................................................................
114
BAB III PEMIKIRAN TENTANG HAKEKAT DAN TUJUAN NEGARA RDTL SEBAGAI LANDASAN PERNYATAAN NEGARA DALAM KEADAAN DARURAT MAUPUN PERANG ................................................ 115 3.1 Pemikiran Tentang Negara RDTL .........................................
115
3.2. Konstitusi Negara RDTL Tahun 2002 ....................................
126
3.2.1. Konstitusi Sebagai Pembatas Kewenangan ...................
136
3.2.2. Konstitusi Membatasi Sistem Pemerintahan Negara RDTL ...........................................................................
142
3.3 Hakekat Negara RDTL Menurut Konstitusi ...........................
156
3.4 TujuanNegara RDTL Menurut Konstitusi .............................
169
3.5 Negara Dalam Keadaan Darurat .............................................
172
BAB IV KEWENANGAN PRESIDEN NEGARA RDTL MENGUMUMKAN NEGARA DALAM KEADAAN DARURAT .............................. 177 4.1. Wewenang Presiden Mengumumkan Negara Dalam Keadaan Darurat ....................................................................
177
4.2. Pertanggungjawaban Presiden Atas Pernyataan Negara Dalam
BAB V
Keadaan Darurat. ...................................................................
194
4.3. Hubungan Presiden dengan Parlemen Nasional .....................
204
4.4. Analisis Kasus ......................................................................
225
KEWENANGAN PRESIDEN TERKAIT KEWENANGAN PERDANA MENTERI MENGUSULKAN NEGARA DALAM KEADAAN DARURAT ...............................................
233
xi
5.1. Kewenangan Perdana Menteri Mengusulkan Penyataan Keadaan Darurat Kepada Presiden. ......................................
233
5.2. Hubungan Kewenangan antara Presiden dan Pardana Menteri…………..……………………………………..242 5.3. Kewenangan Bebas (Descretion Power) yang dimiliki oleh Pemerintah Dalam Pengendalian Keadaan Darurat……… ..... BAB V
256
PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................
264
5.2 Saran .....................................................................................
265
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1
Kewenangan Lembaga Negara ................................................
26
Tabel 3.1
Ciri- ciri sistem Presidensil dan Parlementer ............................
143
Tabel 3.2
Klasifikasi Kewenangan Presiden RDTL .................................
145
Tabel 3.3
Perbandingan Sistem Pemerintahan .........................................
149
Tabel 4.1
Klasifikasi kewenangan Presiden negara RDTL .......................
219
DAFTAR BAGAN Halaman Bagan 1.1
Kerangka Berpikir ..................................................................
114
Bagan 4.1
Hubungan Presiden dan Perdana Menteri (Pemerintah) ...........
191
Bagan 5.1
Prosedur Perlindungan Pemerintah Kepada Rakyat ..................
238
Bagan 4.2
Garis Koordinasi antara Presiden dan Perdana Menteri ............
197
xiii