ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR PHOSPHAT DALAM AIR SUNGAI YANG MENYEBABKAN EUTROFIKASI DI SUNGAI TELLO DAN SUNGAI TANJUNG KOTA MAKASSAR IRMA NUSU Kelebihan phosphat diperairan menyebabkan peristiwa peledakan algae (eutrofikasi) pada sungai yang ditandai oleh pertumbuhan algae dan eceng gondok efek sampingnya konsentrasi oksigen dalam air menurun sehingga membahayakan biota air dan lingkungan. Data statistic menunjukkan jumlah cadangan yang telah diselidiki adalah 2,5 juta ton endapan guono (kadar phosphate 0,17 atau 43%) disekitar Sungai Tello tidak terlihat adanya eceng gondok, sedangkan disekitar Sungai Tanjung terdapat pertumbuhan eceng gondok. Tujuan penelitian untuk mengetahui kadar phosphat dan membandingkan kadar phosphat yang terkandung dalam air Sungai Tello dan Sungai Tanjung, untuk mengetahui kualitas air sungai (kekeruhan). Jenis penelitian Deskriptif Observasional. Populasinya adalah air sungai yang berada di Sungai Tello dan Sungai Tanjung. Sampel penelitiannya air Sungai Tello dan Sungai Tanjung. Hasil penelitian menunjukkan kadar phosphat air Sungai Tello 0,058 mg/l, hasilnya memenuhi syarat sehingga kualitas airnya baik dan dapat dipakai masyarakat dibandingkan dengan air Sungai Tanjung yang hasilnya 0,951 mg/l, hasilnya tidak memenuhi syarat, kualitas airnya sudah tercemar dan tidak dapat dipakai masyarakat. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di kota Makassar maka perlu dilakukan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat setempat agar tidak membuang sampah dan limbah ke Sungai Tello dan Sungai Tanjung agar air sungai dapat dimanfaatkan oleh warga setempat Kata kunci : Kadar phosphat air sungai, dan kekeruhan Pendahuluan Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu sumber daya air tersebut harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh
manusia dan makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang (Irianto, E. 2011). Salah satu air yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan makhluk
hidup lainnya yaitu sungai. Sungai merupakan ekosistem yang sangat penting bagi manusia. Sungai juga menyediakan air bagi manusia baik untuk kegiatan seperti pertanian, industri maupun domestik. Air sungai yang keluar dari mata air biasanya mempunyai kualitas yang sangat baik. Namun dalam proses pengalirannya air tersebut akan menerima berbagai macam bahan pencemar. Air dikatakan tercemar apabila ada pengaruh atau kontaminasi zat organic maupun anorganik kedalam air. Pencemaran yang berupa penyuburan organisme tertentu disebut eutrofikasi yang banyak dijumpai khususnya diperairan darat (Yuliana. 2010). Pada awal abad ke-20 manusia mulai menyadari adanya gejala eutrofikasi pada badan perairan akibat pengkayaan unsur hara yang masuk keperairan. Mengingat bahwa eutrofikasi merupakan ancaman yang serius bagi kualitas air perairan, maka kita harus memahami penyebab dan dampak dari eutrofikasi. Suatu sungai dikatakan terjadi penurunan kualitas air, jika air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan status mutu air secara normal. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan (Yenny, F. 2011). Beberapa tahun terakhir ini, kualitas air sungai di Indonesia sebagian besar dalam kondisi tercemar, terutama setelah melewati daerah pemukiman, industri dan
pertanian. Aktivitas domestik, pertanian dan industri akan mempengaruhi dan memberikan dampak terhadap kondisi kualitas air sungai terutama aktivitas domestik yang memberikan masukan konsentrasi BOD terbesar ke badan sungai (Irianto, E. 2011). Menurut Morse et al, 10 persen berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 persen dari industri, 11 persen dari detergen, 17 persen dari pupuk pertanian, 23 persen dari limbah manusia, dan yang terbesar 32 persen dari limbah peternakan. Paparan statistik di atas (meskipun tidak persis mewakili data dunia) menunjukkan bagaimana berbagai aktivitas masyarakat di era modern dan semakin besarnya jumlah populasi manusia menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke lingkungan air (Diastari, R. 2011). Di Indonesia, phosphate banyak ditemukan di provinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan NTT. Data statistic menunjukkan jumlah cadangan yang telah diselidiki adalah 2,5 juta ton endapan guono (kadar phosphate 0,17 atau 43%) (Budi, S. 2013). Dari data Balai Besar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Makassar bulan desember tahun 2013 menunjukkan dari Sungai Limbua Kecamatan Bulukumba, Sungai Lapparaya 0,185 mg/L, Kalumaraeng 0,196 mg/L, Binuang 0,185 mg/L, Pattiroang 0,183 mg/L, Bauttung 0,146 mg/L.
Dari Kabupaten Marowali di Sungai Dampala 0,003 mg/L, sedangkan di Gorontalo di Sungai Tola Hulu, 0,050 mg/L, Sungai Kuala Besar 0,008 mg/L, Sungai Timbulan 0,017 mg/L, di Kabupaten Selayar di Sungai Laning Tangkala 0,127 mg/L, di Sungai Baharu Bili-Bili 0,079 mg/L. Sungai Ulu Saddang Kecamatan Lemban Kabupaten Pinrang 0,27 mg/L sedangkan di waduknya 0,089 mg/L. Di Waduk Dusun Wira Desa Lalisang Sengkang Kabupaten Wajoa 0,016 Mg/L, sedangkan di jembatan Pattiro Loka 0,180 mg/L (Balai Besar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Makassar. 2013). Sungai Baliase desa Toraddo Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara menunjukkan 0,011 mg/L, sedangkan di Sungai Tello Kelurahan Pampang 0,105 mg/L. Di Kendari Desa Telewati kelurahan Anawai Kecamatan Wua-wua Kendari menunjukkan 0,190 mg/L, sedangkan di Majene Pasang Kayu 0,196 mg/L, di Sungai Lariang 0,016 mg/L, di Sungai Tikke 0,042 mg/L, Sungai Randowayang 0,196 mg/L, Sungai Kasoloang 0,164 mg/L, Sungai Benggaulu 0,193 mg/L, Sungai Kuma 0,011 mg/L, sedangkan di Sungai Jembatan Leppangeng 0,033 mg/L (Balai Besar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Makassar. 2013). Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Nomor 82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup Nomor 69 Tahun 2010 yaitu 0,2 mg/L.
Limbah phosphat yang lepas ke lingkungan air akan mengalami pengenceran di sungai-sungai, di samping sebelumnya telah melewati pula tahap pengolahan limbah domestik. Yang disebut terakhir secara ketat hanya berlaku di negara maju seperti AS dan Eropa (Yasminto, B. 2012). Phosphat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortophosphat, poliphosphat dan phosphat organis. Setiap senyawa phosphat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme air. Di daerah pertanian ortophosphat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai atau danau melalui drainase dan aliran air hujan. Poliphosphat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen yang mengandung phosphat, seperti industri logam dan sebagainya (Diastari, R. 2011). Phosphat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Phosphat organis dapat pula terjadi dari ortophosphat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap phosphat bagi pertumbuhannya (Moersid. 2010). Kelebihan phosphate diperairan menyebabkan peristiwa peledakan algae (eutrofikasi) pada sungai/danau yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan algae dan eceng gondok dengan efek samping menurunnya konsentrasi oksigen dalam badan air sehingga membahayakan biota air dan lingkungan. Disamping itu, alga biru
yang tumbuh subur karena terkandung dalam air Sungai Tello dan melimpahnya phosphate mampu kadar phosphat yang terkandung dalam memproduksi senyawa racun yang air Sungai Tanjung. Penelitian ini dapat meracuni badan air (Mira. 2013). berlokasi di Sungai Tello dan Sungai Masalah utama yang dihadapi Tanjung. Waktu penelitian oleh sumber daya air meliputi dilaksanakan pada tanggal 7 sampai 10 kuantitas air yang sudah tidak mampu April 2014. Populasi pada penelitian memenuhi kebutuhan yang terus ini adalah air sungai yang berada di meningkat dan kualitas air untuk Sungai Tello dan Sungai Tanjung. keperluan domestic yang semakin Sampel pada penelitian ini adalah air menurun. Kegiatan industry, domestic sungai yang berada di Sungai Tello dan kegiatan lain berdampak negative dan Sungai Tanjung. Pengambilan terhadap sumber daya air, antara lain sampel air dilakukan Sungai Tello dan menyebabkan penurunan kualitas air. Sungai Tanjung. Sampel air diambil Kondisi ini dapat menimbulkan secara langsung pada lokasi tersebut gangguan kerusakan, dan bahaya bagi yang telah ditentukan dengan semua makhluk hidup yang menggunakan botol air yang telah bergantung pada sumber daya air disiapkan. Sampel air yang telah tersebut (Yazidazhanzi. 2013). diambil, lalu dilakukan pengukuran Disekitar daerah Makassar parameter air yang meliputi terdapat beberapa sungai atau anak pengukuran kadar phosphate. Sampel sungai yang semuanya mengalir ke yang telah diambil pada lokasi Selat Makassar, salah satu sungai yang penelitian selanjutnya dimasukkan terdapat di Makassar yaitu Sungai kedalam cool box, kemudian dibawa Tanjung dan Sungai Telllo. Disekitar ke laboratorium untuk selanjutnya Sungai Tello tersebut terdapat dilakukan uji di Laboratorium .Data beberapa pemukiman, industri PLTU, primer data yang peroleh dengan industri pabrik tripleks, pertambakan mengadakan observasi secara langsung dan pertanian, dan sekitar Sungai dilapangan dan dari hasil pemeriksaan Tanjung terdapat beberapa pusat sampel air dilaboratorium untuk perbelanjaan, pemukiman, pertanian mengetahuai kadar phosphat yang dan perkebunan sayur. terkandung dalam air sungai. Data sekunder Data yang diperoleh dari Metode Jenis penelitian ini adalah instansi yang berkaitan dengan penelitian bersifat Observasional penelitian ini secara literature yang ada dengan pendekatan Deskriptif untuk kaitannya dengan pembahasan mengetahui kadar phosphat yang masalah yang dibahas. Hasil Dari hasil penelitian sampel air Sungai Tello dan air Sungai Tanjung yang dilakukan pada tanggal 7 sampai 10 April 2014 pada parameter fisik dan kimia, dapat diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Hasil Pemeriksaan Kimia
Tabel 1 Hasil Pemeriksaan Air Sungai Tello dan Air Sungai Tanjung Berdasarkan Parameter Kimia (Phosphat) Tahun 2014 Sungai Tello Baku Mutu Hasil
Parameter Phosphat
0,2
0,058 mg/l
Sungai Tanjung Baku Mutu 0,2
Hasil 0,951 mg/l
Sumber : Data Primer
Kadar Phosphat 1 0.951
0.5 0
0.058
Kadar Phosphat
Sungai Sungai Tello Tanjung Grafik 1 Hasil Pemeriksaan Air Sungai Tello dan Air Sungai Tanjung Berdasarkan Parameter Kimia (Phosphat) Tahun 2014 Tabel 1 dan grafik 1, menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan kimia (phosphat) pada air Sungai Tello dan air Sungai Tanjung yang tertinggi yaitu pada air Sungai Tanjung dengan total phosphate 0,951 mg/l dan phosphat 0,058 mg/l pada air Sungai Tello. Kadar phosphate yang terkandung dalam air Sungai Tello memenuhi syarat sedangkan di air Sungai Tanjung tidak memenuhi syarat berdasarkan peraturan Gubernur Sulawesi Selatan nomor 69 tahun 2010 tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup. Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Air Sungai Tello dan Air Sungai Tanjung Berdasarkan Parameter Kimia (pH) Tahun 2014 Sungai Tello Sungai Tanjung Parameter Baku Mutu Hasil Baku Mutu Hasil pH 6,0 – 9 7,20 6,0 - 9 6,50 Sumber : Data Primer
pH 7.5 7 6.5 6
7.2
Sungai Tello
pH
6.5
Sungai Tanjung
Grafik 2 Hasil Pemeriksaan Air Sungai Tello dan Air Sungai Tanjung Berdasarkan Parameter Kimia (pH) Tahun 2014 Tabel 2 dan grafik 2, menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan kimia (pH) pada air Sungai Tello dan air Sungai Tanjung yang tertinggi yaitu pada air Sungai Tello 7,20 dan Sungai Tanjung 6,50. Kadar pH Sungai Tello dan Sungai Tanjung memenuhi syarat berdasarkan peraturan Gubernur Sulawesi Selatan nomor 69 tahun 2010 tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup. 2. Hasil Pemeriksaan Fisik Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Air Sungai Tello dan Air Sungai Tanjung Berdasarkan Parameter Fisik (Temperatur) Tahun 2014 Parameter Temperatur Kekeruhan
Sungai Tello Baku Mutu Hasil 28,5 °C Devisiasi 3 5 NTU
Sungai Tanjung Baku Mutu Devisiasi 3 -
Hasil 29,0 °C 7 NTU
Sumber : Data Primer
Suhu 29 28.5 28
28.5
Sungai Tello
29 Suhu
Sungai Tanjung
Grafik 3 Hasil Pemeriksaan Air Sungai Tello dan Air Sungai Tanjung Berdasarkan Parameter Fisik (Temperatur) Tahun 2014
Tabel 3 dan Grafik 3, menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan Fisik (Temperatur) pada air Sungai Tello hasilnya 28,5 °C dan Sungai Tanjung yang hasilnya 29,0 °C Tabel 4 Hasil Pemeriksaan Air Sungai Tello dan Air Sungai Tanjung Berdasarkan Parameter Fisik (Kekeruhan) Tahun 2014 Sungai Tello Sungai Tanjung Parameter Baku Mutu Hasil Baku Mutu Hasil Kekeruhan 5 NTU 5 NTU Sumber : Data Primer
Kekeruhan 10 5
5
7
Kekeruhan
0
Sungai Sungai Tello Tanjung Grafik 4 Hasil Pemeriksaan Air Sungai Tello dan Air Sungai Tanjung Berdasarkan Parameter Fisik (Kekeruhan) Tahun 2014 Tabel 4 dan Grafik 4, menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan Fisik (kekeruhan) pada air Sungai Tello hasil kekeruhannya 5 NTU, dimana hasilnya lebih rendah dibandingkan air Sungai Tanjung yang hasil kekeruhannya 7 NTU. dan tanaman air. Perbandingan fosfor Pembahasan dengan unsur yang lain dalam Pemeriksaan Kimia (Phosphat) Fosfor di ekosistem perairan ekosistem air lebih kecil daripada fosfor tersedia dalam tiga bentuk, yaitu dalam tubuh organisme hidup. Oleh senyawa fosfor anorganik seperti karena itu, di ekosistem perairan unsur ortophosphat, senyawa organik dalam fosfor merupakan nutrisi pembatas protoplasma dan senyawa organik dalam eutrofikasi. Hal tersebut berarti terlarut yang terbentuk karena kotoran percepatan eutrofikasi tidak akan atau tubuh organisme yang terurai. Air terjadi apabila ketersediaan phosphat biasanya mengandung phosphat rendah, walaupun kelimpahan nitrogen anorganik terlarut. tinggi. Selain itu fosfor merupakan Phosphat anorganik terlarut pendorong kegiatan pengikatan merupakan bentuk senyawa phosphat nitrogen bagi alga (Sastrawijaya. yang siap diserap oleh fitoplankton 2000)
Keberadaan phosphat di perairan akan mendorong pertumbuhan plankton dan tanaman air. Peningkatan produktivitas fitoplankton sebagai dasar dari rantai makanan di perairan akan menyebabkan peningkatan populasi zooplankton dan keseluruhan diversitas biologi di dalam sistem tersebut. Akan tetapi ketika penambahan phosphat berlangsung secara terus menerus akan menyebabkan penuaan perairan berlangsung lebih cepat. Perairan yang sehat mengandung phosphat kurang dari 0,05 mg/L. Peningkatan konsentrasi phosphat di perairan sekecil apapun akan menyebabkan menurunnya kualitas perairan tersebut. Karakteristik air sungai, (Seyhan. 1977) menyatakan bahwa karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: (1) Faktor lahan (ground factor), yang meliputi topografi, tanah, geologi, geomorfologi dan (2) Faktor vegetasi dan penggunaan lahan. Karakteristik sungai bagian hulu yaitu merupakan awal dari aliran sungai (mata air), debit air relatif kecil dan dipengaruhi curah hujan, kondisi dasar sungai berbatu, kualitas air masih baik. Karakteristik sungai bagian tengah merupakan lanjutan dari hulu sungai, lembah sungai berbentuk huruf U, aliran air tidak terlalu deras, proses erosi sudah tidak dominan, proses proses transportasi hasil erosi dari hulu. Karakteristik sungai bagian hilir merupakan bagian akhir sungai menuju laut, lembah aliran air permanen, terdapat pengendapan di dalam alur sungai, sering terjadi banjir,
terdapat daerah dataran banjir, aliran sungai berkelok-kelok membentuk meander. Hasil kandungan phosphat (PO4) pada air Sungai Tello yaitu sebesar 0,058 mg/l sedangkan air Sungai Tanjung 0,951 mg/l. Dari hasil pemeriksaan dilaboratorium pada phosphat air di kedua sungai menunjukan adanya perbedaan nyata. Hal ini dikarenakan kondisi perairan sangat berbeda, sehingga kandungan phosphat tidak memenuhi syarat di Sungai Tanjung karena disebabkan oleh aktivitas penduduk yang lebih padat dimana masyarakat sekitar mandi, dan mencuci disungai. Selain itu padatnya penduduk di daerah ini kemungkinan mempengaruhi input phosphat yang sangat besar yang berasal dari limbah domestik, misalnya deterjen, produk-produk pembersih dan kotoran manusia. Sedangkan kandungan phosphat lebih rendah pada air Sungai Tello hal ini dikarenakan perairan jauh dari muara sungai. Hal ini dapat terjadi karena karakteristik sedimen berbeda, dimana kandungan phosphate tidak memenuhi syarat di Sungai Tanjung dikarenakan sedimen yang sangat halus dengan dominan sedimen terrigenous, hal ini disebabkan Sungai Tanjung yang dekat dengan muara sungai. Umumnya berwarna coklat yang berasal dari daratan yang terangkut oleh aliran sungai hal ini juga dipengaruhi oleh limbah pabrik yang berada di Sungai Tanjung sehingga menyebabkan pengadukan sedimen lebih besar dibandingkan dengan Sungai Tello, dan kandungan phosphat terendah pada Sungai Tello ini dikarenakan
sedimen yang berasal dari sisa-sisa rangka organisme hidup yang membentuk endapan partikel-partikel halus (Biogeneus). Hutagalung dan Rozak (1997) mengatakan bahwa konsentrasi phosphat di perairan akan berkurang seiring dengan tingginya pengambilan phosphat untuk sintesa bahan organik melalui proses fotosintesis. Boyd (1989) menambahkan konsentrasi orto-phosphat di dalam air dapat berkurang karena penyerapan oleh fitoplankton, algae dan bakteri. Menurut Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan bahwa sedimen Lithogenous jenis sedimen yang berasal dari sisa pengikisan batubatuan di darat. Parikel batu-batuan diangkut dari daratan ke laut oleh sungai yang memindahkan sejumlah besar sedimen kedalam laut, dan sedimen Biogeneus yang berasal dari organisme yang hidup juga akan membentuk endapan partikel-partikel halus yang dinamakan Ooze yang biasanya mengendap pada daerahdaerah yang letaknya jauh dari pantai. Dimana hal ini tergantung pada jenis organisme yang berasal dari mana mereka berasal dan macam bahan yang telah bergabung ke dalam kulit atau rangka mereka. Pemeriksaan Fisik (kekeruhan) Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Air yang memiliki nilai kekeruhan rendah biasanya memiliki nilai warna tampak dan warna sesungguhnya yang sama dengan standar (dengan membandingkan warna air sampel dan warna standar).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dilaboratorium sampel air Sungai Tello diperoleh hasil 5 NTU sedangkan sampel air Sungai Tanjung diperoleh hasil 7 NTU. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, hasil rata-rata pengukuran kekeruhan di perairan Biringkassi 21,75 NTU sedangkan rata-rata di perairan Barrang Lompo berkisar 6 NTU. Kekeruhan lebih tinggi di Sungai Tanjung akan tetapi pertumbuhan algae disekitar perairan ini lebih tumbuh dibandingkan perairan Sungai Tello dan perairan masih berada dalam ambang batas toleransi atau masih sesuai untuk pertumbuhan algae hal ini dikarenakan penetrasi cahaya yang masuk ke perairan cukup baik untuk fotosintesis. Menurut Effendi (2003) meskipun tidak bersifat toksik, bahan tersuspensi berlebihan akan dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya akan terhambat penetrasi cahaya matahari kekolom air yang akhirnya berpengaruh terhadap fotosintesis di peraian. Kekeruhan yang tinggi akan mempengaruhi proses fotosintesis yang dilakukan oleh algae karena intensitas cahaya yang masuk dalam kolom perairan akan di pantulkan kembali oleh partikelpartikel tersuspensi, sehingga secara langsung bisa mempengaruhi laju pertumbuhan algae. Kesimpulan Berdasarkan hasil penilitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Konsentrasi phosphat pada air Sungai Tello lebih rendah dengan hasil 0,058 mg/l yang
memenuhi syarat sehingga memenuhi syarat untuk dipakai oleh masyarakat, dibandingkan dengan air Sungai Tanjung dengan hasil 0,951 mg/l, hasilnya tidak memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat untuk dipakai masyarakat. 2. Kualitas sampel air secara fisik (kekeruhan) di Sungai Tello tingkat kekeruhan lebih rendah dengan hasil 5 NTU, berbau dan berwarna sehingga airnya tidak dapat dipakai oleh masyarakat, sedangkan di Sungai Tanjung tingkat kekeruhannya lebih tinggi dengan hasil 7 NTU, berbau dan berwarna sehingga tidak memenuhi syarat untuk dimanfaaatkan oleh masyarakat sekitar Sungai Tanjung. Saran 1. Penelitian selanjutnya diharapkan pengambilan sampel
DAFTAR PUSTAKA Athrisye. 2012. Kajian Nitrat Dan Phosphat Di Daerah Estuari Sungai Remu Sorong. FUniversitas Negeri Papua Manokwari Balai
Besar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Makassar. 2013. Hasil Pemeriksaan Air Sungai.
Budi, S. 2013. Penurunan phosphat dengan penambahan kapur (lime), Tawas dan filtrasi zeolit pada limbah cair . Tesis. Yogyakarta
2.
3.
4.
Citra.
dilakukan secara terperinci pada bagian lapisan badan Sungai Tello dan Sungai Tanjung yaitu hulu, hilir, dan muara sungai. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di kota Makasaar maka pemerintah harus mengadakan sosialisasi kepada masyarakat setempat agar tidak dapat membuang sampah dan limbah ke Sungai Tello dan Sungai Tanjung agar air sungai dapat dimanfaatkan oleh warga setempat. Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu pemeriksaan bakteri berbahaya yang terkandung dalam ikan. Masyarakat sekitar Sungai Tanjung sebaiknya tidak mengambil dan menggunakan air sungai Tanjung. 2011. Kualitas Air. http://siicitra.blogspot.com. Diakses tanggal 3 februari 2014.
Diastari, R. 2011. Penentuan Kadar Phosphat (PO4) dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri dan analisis dampaknya di daerah aliran sungai batang Tembes. Http://christisactvty.blogspot.co. Diakses 2 maret 2013. Erdina, dkk. 2012. Efisiensi Teknologi Fito-Biofilm Dalam Penurunan Kadar Nitrogen Dan Phosphat Pada Limbah Domestik Dengan Agen Fitotreatment Teratai (Nymphaea, Sp) Dan Media
Biofilter Bio-Ball. Universitas Diponegoro. Semarang Irianto, E. 2011. Eutrofikasi Waduk dan Danau: Permasalahan, Pemodelan dan Upaya Pengendalian. Jakarta Moersid. 2010. Phosphat. Wartapedia.com. Diakses 2 maret 2013. Mira. 2013. Phosphat. http://www.tekmira.esdm.go.id. Diakses 2 maret 2014 Pamungkas. 2011. Jenis-jenis Sungai. http://pamungkasrestu420.blogsp ot.com. Diakses 2 maret 2013 Safrudin. 2010. Uji Kualitas Air Parit Pertigaan lampu. http://safcliton.com/2010/08/ujikualitas-air-parit-pertigaanlampu.html. Diakses 2 Juni 2014 Sasongko, L, A, 2006. Kontribusi Air Limbah Domestik Penduduk di Sekitar Sungai Tuk Terhadap Kualitas Air Sungai Kaligarang Sert. Universitas. Semarang. Diakses 2 Juni 2014 Yasminto, B. 2012. Makalah Fosfor. Blogger.com. Diakses 1 maret 2013 Yazidazhanzi. 2013. Kerusakan Lingkungan Yang Disebabkan Oleh Manusia. wordpress.com. Diakses 2 maret 2013. Yenny, F. 2011. Pengertian Sungai dan Fungsinya.
http://febrianyy.blogspot.com. Diakses 1 maret 2013 Yuliana. 2010. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Belige Danau Toba. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan Yuliastuti, E. 2011. Kajian Kesuburan Perairan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. Tesis. Pascasarjana Ugm Yogyakarta.