PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUNGAI PENUH, Menimbang :
a.
b.
c.
d.
Mengingat :
1.
bahwa penyehatan lingkungan untuk menumbuh kembangkan kebersihan dan keindahan kota secara berkelanjutan perlu dilakukan baik oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat sehingga terwujud lingkungan Kota yang bersih, rapi dan indah; bahwa pertumbuhan kota, pertambahan penduduk, dan perubahan pola konsumsi masyarakat berpengaruh terhadap peningkatan produksi sampah; bahwa pengelolaan sampah dari hulu ke hilir perlu dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna, agar memberikan manfaat secara ekonomi bagi daerah, yang berwawasan lingkungan; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah; Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Sungai Penuh di Provinsi Jambi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 130 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
8.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintan Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347); 15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 274); 16. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administrasi di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 314); 17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga; 18. Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Kewenangan Kota Sungai Penuh (Lembaran Daerah Kota Sungai Penuh Tahun 2010 Nomor 10); 19. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Produk Hukum Daerah (Lembaran Daerah Kota Sungai Penuh Tahun 2011 Nomor 2);
20. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan (Lembaran Daerah Kota Sungai Penuh Tahun 2011 Nomor 10); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SUNGAI PENUH dan WALIKOTA SUNGAI PENUH MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Sungai Penuh. 2. Walikota adalah Walikota Sungai penuh. 3. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintah daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kota Sungai penuh. 6. Satuan Kerja Perangkat Daerah Pengelolaan Sampah Kota Sungai Penuh yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan pengelolaan sampah. 7. Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat instansi yang berwenang dalam pengelolaan persampahan. 8. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat yang terdiri atas sampahrumah tangga maupun sampah sejenis sampah rumah tangga. 9. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. 10. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. 11. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya. 12. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah. 13. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah. 14. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
15. Sistem tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar. 16. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 17. Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah. 18. Insentif Pengelolaan Sampah adalah pemberian uang, barang dan lain sebagainya kepada masyarakat atau badan hukum dengan tujuan untuk meningkatkan gairah dan partisipasi masyarakat atau badan hukum dalam pengelolaan sampah, misalnya pemberian insentif kepada produsen yang menggunakan bahan produksi yang dapat atau mudah diurai oleh proses alam dan ramah lingkungan. 19. Disinsentif adalah tindakan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah yang diberikan kepada produsen sampah yang tidak melaksanakan pengurangan sampah. 20. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang dan/atau badan hukum. 21. Lahan Fasilitas Umum adalah lahan yang dipergunakan untuk fasilitas umum sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah. 22. Fasilitas Umum adalah lahan, bangunan dan peralatan atau perlengkapan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk dipergunakan oleh masyarakat secara luas.
23. Jalur Hijau adalah setiap lahan terbuka yang ditumbuhi rumput atau pepohonan tanpa ada bangunan di atasnya. 24. Taman adalah lahan dan jalur hijau yang dipergunakan dan diolah untuk pertamanan. 25. Tempat Penampungan Sementara selanjutnya disingkat TPS adalah sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu. 26. Tempat pengolahan sampah terpadu yang selanjutnya disingkat TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. 27. Tempat Pemprosesan Akhir sampah daerah yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan. 28. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah atau yang selanjutnya disingkat PPNS Daerah adalah PPNS Daerah dilingkungan Pemerintah Kota Sungai Penuh. 29. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan, pemenuhan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan. 30. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah (PPNSD) dalam hal dan menurut cara yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti, yang dengan barang bukti itu membuat terang pelanggaran yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
31. Badan Layanan Umum Daerah Persampahan, yang selanjutnya disingkat BLUD Persampahan adalah Unit Kerja pada SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Pengelolaan sampah berasaskan : a. asas tanggung jawab; b. asas berkelanjutan; c. asas manfaat; d. asas keadilan; e. asas kesadaran; f. asas kebersamaan; g. asas keselamatan; h. asas keamanan; dan i. asas nilai ekonomi. Pasal 3 Tujuan pengelolaan sampah adalah: a. terwujudnya pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif; b. meningkatkan kesehatan masyarakat; c. menjaga kualitas lingkungan; dan d. menjadikan sampah sebagai sumber daya.
BAB III RUANG LINGKUP Pasal 4
(1) Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah
ini, meliputi : a. sampah rumah tangga; b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan c. sampah spesifik. (2) Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berasal dari kegiatan seharihari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
(3) Sampah
sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
(4) Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun; c. sampah yang timbul akibat bencana; d. puing bongkaran bangunan; e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau f. sampah yang timbul secara tidak periodik. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis sampah spesifik di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB IV TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DAERAH Bagian Kesatu Tugas Pasal 5 Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Pemerintah Daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Pasal 6 Tugas Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi: a...menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah; b. melakukan penelitian, pengembangan pengurangan, dan penanganan sampah;
teknologi
c. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah; d. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah; e. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah; f.
memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan
g. melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Bagian Kedua Wewenang Pasal 7 (1) Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, Pemerintah daerah mempunyai kewenangan meliputi: a. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan Pemerintah Daerah; b. menyelenggarakan pengelolaan sampah di daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah; c. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh Pihak Lain; d. menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah; e. melakukan pemantauan dan evaluasi setiap 6 bulan sekali terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah; dan f. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya. (2) Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah. (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan f diatur oleh peraturan Walikota.
Bagian Ketiga Tanggungjawab Pemerintah Daerah Pasal 8 (1) Pemerintah Daerah menyediakan sarana pemilahan sampah skala Daerah. (2) SKPD bertanggungjawab melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan sampah di daerah. (3) Camat bertanggungjawab atas masyarakat di bidang pengelolaan wilayah kerjanya.
pembinaan sampah di
(4) Lurah/Kepala Desa bertanggungjawab atas pembinaan masyarakat di bidang pengelolaan sampah di wilayah kerjanya. (5) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) meliputi pembinaan terhadap kepatuhan masyarakat mengenai pengelolaan sampah di wilayahnya masing-masing. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu Hak Pasal 9 (1) Setiap orang berhak: a. mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu; b. berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah;
c. memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah; d. mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan tempat pemrosesan akhir sampah; dan e...memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan. Pasal 10 (1) Setiap pelaku usaha berhak mendapatkan layanan di bidang pengelolaan sampah. (2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 11 (1) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan. (2) Setiap orang yang menguasai atau mengelola suatu kompleks perumahan, perkantoran, pertokoan, pasar, jenis usaha, jasa dan bangunan lain yang sejenis wajib membersihkan jalan, saluransaluran, taman dan jalur hijau yang ada di lingkungannya serta mengurangi timbulan sampah. (3) Kewajiban setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) termasuk penyediaan tempat sampah dan membuang sampah ke TPS. Pasal 12 (1) Setiap pedagang sampah.
wajib
menyediakan
tempat
(2) Tempat sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk tempat sampah yang berasal dari kegiatan usahanya. (3) Tempat sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibuang isinya ke TPS. Pasal 13 Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah. Pasal 14 (1) Setiap produsen wajib menciptakan lingkungan yang bersih, nyaman dan sehat. (2) Setiap produsen penghasil limbah B3 wajib mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya. (3) Setiap Produsen penghasil limbah B3 wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, tata cara pelabelan atau penandaan dan kewajiban produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Pasal 15 Setiap pemilik dan/atau pengemudi kendaraan umum maupun perorangan wajib menyediakan tempat sampah di dalam kendaraannya. Pasal 16 (1) Tempat sampah disesuaikan sampah yang dihasilkan.
dengan
volume
(2) Tempat sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut: a. tertutup; b. rapi; dan c. tidak menyebarkan bau. Pasal 17 (1) Setiap orang yang menyelenggarakan suatu keramaian, wajib membersihkan sampah di lingkungan tempat diadakannya keramaian dan membuangnya ke TPS/TPST/TPA. (2) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelenggara dapat berkoordinasi dengan SKPD. BAB VI PERIZINAN Bagian Kesatu Persyaratan Izin Pengelolaan Sampah Pasal 18 (1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib memiliki izin dari Walikota. (2) Jenis usaha pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. pengangkutan sampah; dan b. pengolahan sampah. (3) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan administratif sebagai berikut: a. melampirkan fotocopy akte pendirian perusahaandan kartu tanda penduduk (KTP) atau kartu identitas pemohon yang sah;
b. melampirkan fotocopy dokumen upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan dokumen upaya pemantauan lingkungan (UPL) bagi kegiatan yang tidak wajib AMDAL; c. melampirkan fotocopy surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL) bagi kegiatan yang tidak wajib UKL dan UPL; d. melampirkan izin mendirikan bangunan; dan e. melampirkan fotocopy izin gangguan. (4) Disamping memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan yang diajukan harus memenuhi persyaratan teknis yang ditunjukan dengan melampirkan pernyataan sebagai berikut: a. jenis usaha dan volume sampah yang dikelola; b. jenis sampah dan sumber sampah yang dikelola; c. denah letak pengelolaan sampah dan saluran pembuangan limbah; d. skema pengelolaan sampah dan cara kerjanya; e. hasil pemantauan kualitas pengelolaan sampah; f. prosedur penanggulangan keadaan darurat; dan g. kelayakan alat angkut sampah. Tata Cara Pengajuan Izin Pengelolaan Sampah Pasal 19 (1) Setiap orang untuk memperoleh izin pengelolaan sampah dengan mengajukan surat permohonan kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Izin yang diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak dipenuhinya persyaratan.
(3) Izin berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa berlakunya habis. Keputusan Pemberian Izin Pasal 20 (1) Keputusan mengenai pemberian izin pengelolaan sampah harus diumumkan kepada masyarakat. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penerbitan izin dan stiker pengelolaan sampah. BAB VII PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH Bagian Kesatu Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Pasal 21 (1) Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas: a. pengurangan sampah; dan b. penanganan sampah. (2) Pemerintah Daerah menyusun rencana pengurangan dan penanganan sampah yang dituangkan dalam rencana strategis dan rencana tahunan SKPD Teknis. (3) Rencana pengurangan dan penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya memuat: a. target pengurangan sampah; b. target penyediaan sarana dan prasarana pengurangan dan penanganan sampah mulai dari sumber sampah sampai dengan TPA;
c. pola pengembangan kerjasama daerah, kemitraan, dan partisipasi masyarakat; d. kebutuhan penyediaan pembiayaan yang ditanggung oleh pemerintah daerah dan masyarakat; dan e. rencana pengembangan dan pemamfaatan teknologi yang ramah lingkungan dalam memenuhi kebutuhan menunggu ulang, mendaur ulang, dan penanganan akhir sampah. Pengurangan Sampah Pasal 22 (1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a meliputi kegiatan: a. pembatasan timbulan sampah; b. pendauran ulang sampah; dan/atau c. pemanfaatan kembali sampah. (2) Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui cara sebagai berikut: a. menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; b. memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; c. memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; d. memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan e. memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang. (3) Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(4) Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. Pasal 23 (1) Dalam rangka menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di daerah Pemerintah Daerah dapat memberikan: a. insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan b. disinsentif kepada setiap orang melakukan pengurangan sampah.
yang
tidak
(2) Jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Penanganan Sampah Pasal 24 (1) Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) meliputi: a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu; c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir; d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Kedua Pengelolaan Sampah Spesifik Pasal 25 (1) Pengelolaan Sampah Spesifik dilakukan oleh pemerintah daerah terhadap puing bongkaran bangunan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Ketiga Lembaga Pengelola Pasal 26 (1) Pemerintah daerah dalam melakukan pengurangan dan penanganan sampah dapat membentuk lembaga pengelola sampah di desa/kelurahan, kawasan komersial, kawasan industri, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya sesuai dengan kebutuhan. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang pembentukan lembaga pengelola sampah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Pasal 27 (1) Pemerintah daerah dapat membentuk BLUD Persampahan setingkat Unit Kerja pada SKPD untuk mengelola sampah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan dan pengelolaan BLUD Persampahan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-udangan. BAB VIII PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI Bagian Kesatu Pembiayaan Pasal 28 (1) Pemerintah Daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah. (2) Sumber anggaran untuk pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); dan b. sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Bagian Kedua Kompensasi Pasal 29 (1) Pemerintah Daerah dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah. (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. relokasi; b. pemulihan lingkungan; c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau d. kompensasi dalam bentuk lain.
Bagian Ketiga Tata Cara Pemberian Konpensasi Pasal 30 Tata cara pemberian berikut:
kompensasi
adalah
sebagai
a. Pengajuan surat pengaduan kepada Walikota melalui SKPD; b. SKPD melakukan Investigasi atas kebenaran pengaduan terhadap dampak negatif yang dirimbulkan dari pengelolaan sampah; c. Kompensasi dapat diberikan, apabila terdapat kebenaran mengenai dampak negatif yang ditimbulkan setelah melalui hasil kajian akademis. Pasal 31 (1) Pengajuan surat pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a, disampaikan secara tertulis, dengan informasi sekurangkurangnya mengenai: a. identitas pelapor; b. perkiraan sumber pencemaran dan atau perusakan lingkungan; c. alat bukti yang disampaikan; d. lokasi terjadinya pencemaran dan atau kerusakan akibat pengelolaan sampah; e. waktu diketahuinya pencemaran dan atau perusakan akibat pengelolaan sampah; dan f. media lingkungan yang terkena dampak. (2) Dalam hal pengaduan disampaikan secara lisan kepada SKPD, maka pengaduan tersebut dicatat dengan mengisi formulir pengaduan kasus pencemaran dan/atau perusakan akibat pengelolaan sampah sebagaimana terlampir dalam Lampiran Peraturan Daerah ini.
Pasal 32
(1) Dalam hal pengaduan termasuk dalam kasus
pencemaran dan atau perusakan akibat pengelolaan sampah, maka segera dilakukan verifikasi teknis lapangan. (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib selesai dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), verifikasi belum selesai maka dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. (4) Verifikasi teknis dilakukan oleh tim verifikasi yang dibentuk oleh Kepala SKPD. Pasal 33
(1) Penyelenggaraan verifikasi teknis dilakukan oleh tim verifikasi yang dibentuk oleh Kepala SKPD.
(2) Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
minimal harus memahami bidang pengelolaan lingkungan hidup dan Teknis Pengelolaan Persampahan. Pasal 34
Dalam melakukan verifikasi teknis, tim verifikasi dapat meminta keterangan atau keterlibatan dilapangan dari pihak pengadu dan atau pihak yang diadukan terhadap kasus pencemaran dan atau perusakan akibat pengelolaan sampah. Pasal 35
(1) Berdasarkan
hasil verifikasi teknis, dapat disimpulkan bahwa pengaduan yang disampaikan: a. bukan merupakan kasus pencemaran dan atau perusakan akibat pengelolaan sampah, maka segera diteruskan kepada bidang yang membidangi usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan;
b. telah terjadi pelanggaran administratif, tetapi
tidak mengakibatkan pencemaran dan atau perusakan akibat pengelolaan sampah, maka perlu dilakukan pembinaan teknis kinerja pengendalian pencemaran dan atau perusakan akibat pengelolaan sampah oleh bidang yang berwenang melakukan pembinaan kinerja pengendalian pencemaran dan atau perusakan akibat pengelolaan sampah; c. telah terjadi pelanggaran administratif, dan mengakibatkan terjadinya pencemaran dan atau perusakan akibat pengelolaan sampah, maka perlu dijatuhkan tindakan administratif dan dilakukan pembinaan teknis kinerja pengendalian pencemaran dan atau perusakan akibat pengelolaan sampah oleh SKPD. d. telah terjadi pencemaran dan atau perusakan akibat pengelolaan sampah, maka perlu dilakukan langkah-langkah untuk memfasilitasi dan mengkoordinasikan penyelesaian sengketa lingkungan hidup baik melalui pengadilan atau diluar pengadilan; dan e. telah terjadi pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup dan ditemukan bukti-bukti awal terjadinya tindak pidana, maka perlu dilakukan langkah penegakan hukum pidana oleh penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil. (2) Usul rekomendasi penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala SKPD selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah selesai dilaksanakananya verifikasi. Pasal 36 (1) Kepala SKPD dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah diterimanya rekomendasi, wajib segera mengambil keputusan diterima atau ditolaknya usulan rekomendasi.
(2) Setelah menerima usulan tim verifikasi, Kepala SKPD segera menindaklanjuti hasil verifikasi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari. Pasal 37 Apabila usulan rekomendasi yang disampaikan tim verifikasi ditolak, maka kepala SKPD memberikan arahan lebih lanjut penanganan kasus kepada tim verifikasi. Pasal 38 Hasil verifikasi pengaduan kasus pencemaran dan atau perusakan akibat pengelolaan sampah dapat bersifat terbuka sepanjang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui oleh masyarakat. BAB IX KERJASAMA DAN KEMITRAAN Pasal 39 (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah lain dan/atau dengan pihak lain dalam pengelolaan sampah. (2) Kerjasama antar pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dibidang pengelolaan TPST terpadu. (3) Kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dibidang pendaurulangan sampah, pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari tempat penampungan sampah sementara menuju TPST, pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah serta pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu pengolahan sampah sebelum ke media lingkungan secara aman.
(4) Rencana kerjasama daerah yang membebani daerah dan masyarakat harus mendapat persetujuan dari DPRD dengan ketentuan apabila biaya kerjasama belum teranggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan dan/atau menggunakan dan/atau memanfaatkan aset daerah. (5) Untuk mendapatkan persetujuan dari DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) maka Walikota menyampaikan surat dengan melampirkan rancangan perjanjian kerjasama dengan memberikan penjelasan mengenai: a. tujuan kerjasama; b. objek yang akan dikerjasamakan; c. hak dan kewajiban meliputi; 1. besarnya kontribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kerja sama; dan 2. keuntungan yang akan diperoleh berupa barang, uang, atau jasa. d. jangka waktu kerjasama; dan e. besarnya pembebanan yang dibebankan kepada masyarakat dan jenis pembebanannya. Pasal 40 (1) Pemerintah Daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah. (2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk perjanjian antara Pemerintah Daerah dan badan usaha yang bersangkutan. (3) Tata cara pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Lingkup kemitraan antara lain: a. penarikan retribusi pelayanan persampahan; b. penyediaan/pembangunan TPS atau TPST, TPA, serta sarana dan prasarana pendukungnya; c. pengangkutan sampah dari TPS ke TPST/TPA; d. pengelolaan TPA; dan/atau e. pengelolaan produk olahan lainnya. BAB X PEMANFAATAN SARANA DAN PRASARANA Pasal 41 (1) Pengelola sampah dan/atau pihak lainnya yang terkait kerjasama dengan pemerintah daerah dapat memanfaatkan sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang dimiliki Pemerintah Daerah. (2) Tatacara pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. BAB XI DATA DAN INFORMASI Pasal 42 (1) SKPD mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menyajikan, dan menyebarluaskan data dan informasi tentang pengelolaan sampah kepada masyarakat. (2) Dalam penyebarluasan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKPD mengembangkan sistem informasi tentang pengelolaan sampah yang dapat dan mudah diakses secara cepat oleh masyarakat.
BAB XII RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN Pasal 43 (1) Dalam memberikan pelayanan di bidang persampahan, Pemerintah Daerah dapat memungut Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan. (2) Ketentuan mengenai retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah. BAB XIII PERAN MASYARAKAT Pasal 44 (1) Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah daerah. (2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah Daerah; b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau c. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan. Pasal 45 Pemerintah Daerah meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pasal 46 Bentuk peran masyarakat dalam pengelolaan sampah meliputi: a. menjaga kebersihan lingkungan; dan
b. aktif dalam kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan, pengangkutan, dan pengolahan sampah. Pasal 47 (1) Peningkatan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a dilaksanakan dengan cara: a. sosialisasi; b. mobilisasi; c. kegiatan gotong royong; dan/atau d. pemberian insentif. (2) Peningkatan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b dilaksanakan dengan cara: a. mengembangkan informasi peluang usaha di bidang persampahan; dan/atau b. pemberian insentif. (3) Peningkatan peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a dilaksanakan dengan cara: a. penyediaan media komunikasi; b. aktif dan secara cepat memberi tanggapan; dan/atau c. melakukan jaring pendapat aspirasi masyarakat. BAB XIV LARANGAN Pasal 48 Setiap orang dilarang: a. memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. mengimpor sampah; c. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun; d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
e. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan; f. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir; g. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. h. membuang, menumpuk, menyimpan sampah atau bangkai binatang dijalan, jalur hijau, taman, sungai, saluran, fasilitas umum dan tempat lainnya yang sejenis; i. membuang sampah dan/atau kotoran lainnya dari atas kendaraan; j. membuang sampah ke TPS dengan menggunakan kendaraan bermotor, yang volumenya lebih dari 1 (satu) meter kubik; k. buang air besar (hajat besar) dan/atau buang air kecil (hajat kecil) di jalan, jalur hijau, taman, sungai, saluran dan tempat umum; l. mengeruk atau mengais sampah di TPS, kecuali oleh petugas untuk kepentingan dinas; m. membuang sampah diluar tempat/lokasi pembuangan yang telah ditetapkan; n. membuang sampah di TPS diluar waktu yang telah ditentukan; dan/atau o. membuang sampah B3 lainnya ke TPS dan TPA; BAB XV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 49 (1) Pembinaan penyelenggaraan pengelolaan sampah dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (2) Pembinaan penyelengaraan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada masyarakat. (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan kerjasama dengan masyarakat dan/atau lembaga/organisasi kemasyarakatan.
Pasal 50 Walikota dapat melakukan pembinaan kepada masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui: a. bantuan teknis; b. bimbingan teknis; c. diseminasi peraturan perundang-undangan dan pedoman di bidang pengelolaan sampah; dan/atau d. pendidikan dan pelatihan di bidang pengelolaan sampah. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 51 (1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pengelolaan sampah. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap pengelolaan sampah oleh pihak lainnya dapat dilakukan oleh pemerintah daerah secara sendiri atau bersama-sama. (3) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaporkan kepada Walikota paling lama 3 (tiga) bulan sekali. BAB XVI PENYELESAIAN SENGKETA Bagian Kesatu Umum Pasal 52 (1) Sengketa yang dapat sampah terdiri atas:
timbul
dari
pengelolaan
a. sengketa antara pemerintah daerah dengan pengelola sampah; b. sengketa antara pengelola sampah dengan masyarakat; dan
c..sengketa antara masyarakat.
pemerintah
daerah
dengan
(2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui pengadilan. (3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan Pasal 53 (1) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan dengan mediasi, negosiasi, arbitrase, atau pilihan lain dari para pihak yang bersengketa. (2).Apabila dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai kesepakatan, para pihak yang bersengketa dapat mengajukannya ke pengadilan. Bagian Ketiga Penyelesaian Sengketa di Dalam Pengadilan Pasal 54 (1) Penyelesaian sengketa persampahan di dalam pengadilan dilakukan melalui gugatan perbuatan melawan hukum. (2) Gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mensyaratkan penggugat membuktikan unsur-unsur kesalahan, kerugian, dan hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian yang ditimbulkan. (3) Tuntutan dalam gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berwujud ganti kerugian dan/atau tindakan tertentu.
Bagian Keempat Gugatan Perwakilan Kelompok Pasal 55 Masyarakat yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum di bidang pengelolaan sampah berhak mengajukan gugatan melalui perwakilan kelompok. Bagian Kelima Hak Gugat Organisasi Persampahan Pasal 56 (1) Organisasi persampahan berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pengelolaan sampah yang aman bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. (2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu, kecuali biaya atau pengeluaran riil. (3) Organisasi persampahan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a..mempunyai anggaran dasar di bidang pengelolaan sampah; b. berbentuk badan hukum; dan c. telah melakukan kegiatan nyata paling sedikit 1 (satu) tahun sesuai dengan anggaran dasarnya. BAB XVII PENYIDIKAN Pasal 57 (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang pengelolaan persampahan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2)..Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; dan f. meminta bantuan ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah. (3) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. (4) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XVIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 58 (1) Setiap perbuatan yang melanggar hukum yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dengan tidak mengurangi sanksi pidana yang terdapat dalam Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi di bidang lingkungan hidup berupa sanksi administratif : a. teguran tertulis; b. paksaan pemerintah; c. pembekuan izin; dan d. pencabutan izin. (2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diterapkan kepada penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pelanggaran. (3) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterapkan apabila penaggungjawab usaha dan/atau kegiatan: a. melakukan pelanggaran terhadap persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam perizinan; dan b. menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. (4) Pembekuan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c diterapkan apabila penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan: a. tidak melaksanakan paksaan pemerintah; b. melakukan kegiatan selain kegiatan yang tercantum dalam perizinan; dan c. dugaan pemalsuan dokumen persyaratan perizinan. (5) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diterapkan apabila penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan:
a. memindahtangankan izin usahanya kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin usaha; b. tidak melaksanakan sebagian besar atau seluruh paksaan pemerintah yang telah diterapkan dalam waktu tertentu; dan/atau c. telah menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau pengrusakan lingkungan yang membahayakan keselamatan dan kesehatan manusia. (6) Penerapan sanksi administratif harus memperhatikan: a. legalitas kewenangan; b. prosedur yang tepat; c. ketepatan penerapan sanksi; d. kepastian tiadanya cacat yuridis dalam penerapan sanksi; dan e. asas kelestarian dan keberlanjutan. (7) Penerapan sanksi administratif dilakukan melalui: a. bertahap; b. bebas; dan/atau c. kumulatif. (8) Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenain denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah. BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 59 (1) Setiap orang yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 12 ayat (1); Pasal 13; Pasal 15, dan Pasal 48 huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, huruf m, dan huruf n diancam dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) hari dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) diancam dengan pidana kurungan paling lama 20 (dua puluh) hari dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah). (3) Setiap orang yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2), dan ayat (3); Pasal 48 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf o diancam dengan pidana kurungan paling lama 30 (tiga puluh) hari dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). (4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak membebaskan dari ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. (5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 60 Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya yang belum memiliki fasilitas pemilahan sampah pada saat diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib membangun atau menyediakan fasilitas pemilahan sampah paling lama 2 (dua) tahun setelah berlakunya peraturan daerah ini. Pasal 61 Lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengelolaan sampah terpadu, dan/ atau tempat pemrosesan sampah yang telah ada pada saat Peraturan Daerah ini diundangkan tetap berlaku, kecuali ditetapkan lain dalam Peraturan Daerah.
BAB XXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 62 (1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. (2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Pasal 63 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Sungai Penuh. Ditetapkan di Sungai Penuh pada tanggal 11 Desember 2013 WALIKOTA SUNGAI PENUH, ttd ASAFRI JAYA BAKRI Diundangkan di Sungai Penuh pada tanggal 11 Desember 2013 Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA SUNGAI PENUH, ttd YUSKAL ANANDA PUTRA LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH TAHUN 2013 NOMOR 9
Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum Setda Kota Sungai Penuh
JONI ZEBER, SH, SH NIP. 19730923 200003 1 004
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Dengan semakin tingginya pertambahan penduduk dan meningkatnya aktivitas kehidupan masyarakat di Kota Sungai Penuh, berakibat semakin banyak timbulan sampah, yang jika tidak dikelola secara baik dan teratur bisa menimbulkan berbagai masalah, bukan saja bagi Pemerintah Daerah tetapi juga bagi seluruh masyarakat. Salah satu upaya untuk mengantisipasi permasalahan tersebut perlu diambil kebijakan di bidang pengelolaan sampah agar tercapai lingkunga yang sehat dan dinamis untuk kesejahteraan masyarakat. Sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi persampahan, dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah di wilayah Kota Sungai Penuh salah satunya adalah usaha untuk mewujudkan Kota Sungai Penuh sebagai kota yang bersih, sehat, rapi dan indah (BERSERI) sesuai dengan visi dan misinya, yang harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Pada hakekatnya pengelolaan sampah adalah merupakan kewajiban seluruh komponen masyarakat dan Pemerintah Daerah. Penanganan sampah tidak hanya menyangkut masalah teknis dan sistem pengelolaannya saja, akan tetapi juga menyangkut perilaku kehidupan masyarakat, sehingga dengan demikian masalah persampahan tidak akan tuntas tanpa adanya peran serta/ partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya. Peraturan Daerah ini, mengatur pula mengenai wewenang Pemerintah Daerah untuk memungut retribusi sebagai upaya untuk keseimbangan dalam peningkatan pelayanan kepada masyarakat dibidang pengelolaan sampah. Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah ini merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang menjadi pedoman bagi daerah dalam kebijakan pengelolaan sampah di wilayah Kota Sungai Penuh.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab” adalah bahwa pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab pengelolaan sampah dalam mewujudkan hak masyarakat terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat. Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” adalah bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan menggunakan metode dan teknik yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, baik pada generasi masa kini maupun pada generasi yang akan datang. Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa pengelolaan sampah perlu menggunakan pendekatan yang mengaanggap sampah sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, pemerintah daerah mendorong setiap orang agar memenuhi sikap kepedulian dan kesadarankepada masyarakat dunia usaha untuk berperan secara aktif dalam pengelolaan sampah. Yang dimaksud dengan “asas kesadaran” adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah daerah mendorong setiap orang agar memenuhi sikap kepedulian dan kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang dilakukannya.
Yang dimaksud dengan ”asas kebersamaan” adalah bahwa pengelolaan sampah diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Yang dimaksud dengan “asas keselamatan” adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, harus menjamin keselamatan manusia. Yang dimaksud dengan “asas keamanan” adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, harus menjamin dan melindungi masyarakat dari berbagai dampak negatif. Yang dimaksud dengan “asas nilai ekonomi” adalah bahwa sampah merupakan sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan sehingga memberikan nilai tambah. Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup Jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 15 Cukup Jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dapat berkoordinasi dengan SKPD apabila untuk keperluan membuang sampah ke TPA memerlukan jasa SKPD. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 21 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas
Pasal 22 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 23 Ayat (1) Huruf a Insentif dapat diberikan kepada setiap orang yang melakukan kegiatan pendaur ulang sampah atau pemanfaat kembali sampah yang menggunakan bahan produksi yang cepat atau mudah diurai oleh proses alam dan ramah lingkungan.
Huruf b Disinsentif dapat dikenakan kepada setiap orang yang melakukan kegiatan pendaur ulang sampah atau pemanfaat kembali sampah yang menggunakan bahan produksi yang sulit diurai oleh proses alam, digunsa ulang, dan/atau didaur ulang serta tidak ramagh lingkungan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1) Pengelolaan sampah spesifik terbatas pada puing bongkaran bangunan guna tetap memelihara kebersihan daerah
dalam rangka antisipasi terhadap dampak negatif dari pembangunan phisik yang dilakukan oleh masyarakat dan/atau pemerintah daerah. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Anggaran yang dicantumkan dalam anggaran SKPD adalah APBD dan dari dana desentralisasi. Huruf b Cukup Jelas
Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas
Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Huruf a Cukup jelas
Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Pasal 45 Cukup Jelas Pasal 46 Cukup Jelas
Pasal 47 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Pasal 48 Ayat (1) Huruf a Memasukkan sampah ke daerah adalah membuang atau mengirimkan sampah ke daerah kecuali dalam rangka pelaksanaan kerjasama antara pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lain.
Huruf b Impor sampah adalah mengirimkan sampah dengan cara dan alas hak apapun dari daerah ke negara lain. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Tidak termasuk dilarang jika membakar sampah di pekarangan dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditetapkan dinas. Huruf h Tempat umum lainnya antara lain stasiun, terminal, lapangan olah raga dan lain-lain. Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf k Cukup jelas Huruf l Cukup jelas
Huruf m Cukup jelas Huruf n Cukup jelas Huruf o Cukup jelas Pasal 49 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 50 Cukup jelas Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 52 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 53 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b bentuk badan Hukum yang dimaksud adalah organisasi persampahan, dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan. Huruf c Cukup jelas Pasal 57 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas Pasal 58 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Pasal 59 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Peraturan Daerah ini berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2016 diperlukan untuk persiapan sarana dan prasarana persampahan serta sosialisasi kepada masyarakat. Pasal 63 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 17